ABSTRAK Tesis ini membahas mengenai tinjauan hukum terhadap asas pembuktian dalam tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang menggunakan deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah diperlukannya pengaturan yang lebih baik guna mengatur tentang pembuktian di dalam Hukum Acara, khususnya terhadap Hukum Acara Pidana. Karena pengaturan mengenai pembalikan pembuktian atau pembuktian terbalik tidak diatur di dalam KUHAP sehingga mengacu kepada Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-undang Korupsi. Oleh karenanya hasil dari penelitian ini menyarankan agar pemerintah dapat menyesuaikan pengaturan di KUHAP dengan kondisi riil terkini.
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perbuatan pencucian uang pada umumnya diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengubah hasil kejahatan seperti hasil korupsi, kejahatan narkotika, perjudian, penyelundupan dan kejahatan serius lainnya, sehingga hasil kejahatan tersebut menjadi nampak seperti hasil dari kegiatan yang sah karena asal-usulnya telah disamarkan atau disembunyikan. Secara sederhana, pencucian uang adalah suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty money), yaitu uang berasal dari praktek-praktek illegal seperti korupsi, perdagangan wanita dan anak-anak, terorisme, penyuapan, penyelundupan, penjualan obat-obat terlarang, judi, prostitusi, tindak pidana perbankan dan praktekpraktek tidak sehat lainnya. Untuk „membersihkannya‟, uang tersebut ditempatkan (placement) pada suatu bank atau tempat tertentu untuk sementara waktu sebelum akhirnya dipindahkan ke tempat lain (layering), misalnya melalui pembelian saham di pasar modal, transfer valuta asing atau pembelian suatu asset. Setelah itu, si pelaku akan menerima uang yang sudah bersih dari ladang pencucian berupa pendapatan yang diperoleh dari pembelian saham, valuta asing atau asset tersebut (integration). Perbuatan pencucian uang tersebut sangat membahayakan baik dalam tataran nasional maupun internasional, karena pencucian uang merupakan sarana bagi pelakukejahatan
untuk
menghilangkan jejak.
melegalkan
uang hasil
kejahatannya
dalam
rangka
Selain itu, nominal uang yang dicuci biasanya luar biasa
jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global. Pencucian uang ini dapat menekan perekonomian dan menimbulkan bisnis yang tidak fair terutama kalau dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir. Pelaku kejahatan pencucian uang ini motifasinya hanya ingin menikmati akses yang ada untuk mendapatkan keuntungan dan mengubah uang mereka menjadi sah. Perbuatan seperti ini semakin meningkat manakala para pelaku menggunakan cara-cara yang lebih canggih (shopisticated crimes) dengan memanfaatkan sarana perbankan ataupun Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 2
non perbankan yang juga menggunakan teknologi tinggi yang memunculkan fenomena cyber laundering. Di Indonesia pengaturan tentang pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian diubah melaui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Prinsip dasar UU TPPU ini adalah mensyaratkan tindak pidana pencucian uang telah dikategorikan sebagai salah satu kejahatan, baik yang dilakukanoleh perseorangan maupun oleh krporasi, dengan modus operandi adalah menyamarkan harta kekayaan hasil kejahatan yang dikategorikan sebagai predicate crime. Sebelum tahun 1986, tindakan pencucian uang bukan merupakan kejahatan. Tahun 1980-an jutaan uang hasil tindak kejatan masuk dalam bisnis legal dan ekonomi. Money laundering sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime) yang dikenal sejak zaman perompak yang merampok kapal Portugis di Laut, kemudian dikenal dengan money laundering ketika Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika Serikat pada tahun 1920-an memulai bisnis Laundromats (tempat cuci otomatis) yang modal usahanya jelas-jelas dari bisnis illegal. Korupsi terjadi hampir di semua negara- negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, selain Nigeria, Peru dan Pilipina. Kini berkembang satu issue bahwa korupsi mempunyai kaitan juga dengan kejahatan-kejahatan lain yang terorganisir, khususnya dalam upaya koruptor menyembunyikan hasil kejahatannya melalui pencucian uang (money laundering) dengan pemanfaatan transaksi derivatif yakni melalui transfer internasional yang efektif. Bayangkan saja besarnya jumlah uang yang dikorupsi di Indonesia sebagaimana diuraiankan Revrisond Baswir sangat menyayat hati. Menurutnya bisnis korupsi hampir menyamai volume anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dimana APBN tahun ini sebesar Rp.370,59 triliun. Ia mengasumsikan, penyimpangan rata-rata 33%, atau sekitar sepertiga pendapatan negara tidak masuk ke kas negara dan sepertiga belanja negara melenceng dari sasaran. Selanjutnya, sepertiga volume bisnis korupsi berkaitan dengan pengeluaran tunai yang langsung dari masyarakat.
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 3
Sementara itu menurut data yang ditemukan oleh Asian Development Bank dalam
Perceived Standard
mengemukakan bahwa Indonesia menempati urutan
pertama dalam cost competitiveness bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia. Sedangkan pada bidang-bidang lain seperti quality of physical infrastructure,risk of disruptive political change, perception of judicial system, dan penerapan Corporate Governance, Indonesia memiliki nilai jelek dan menempati urutan terakhir dibandingkan negara-negara di Asia. Penilaian ini didukung oleh pengamatan dari para investor terhadap kualitas penerapan good corporate governance di Asia yang dilakukan oleh McKinsey & Co., dimana Indonesia menempati urutan keenam setelah Jepang, Taiwan, Korea, Thailand dan Malaysia. Persepsi negatif terhadap Indonesia di mata luar negeri juga terletak pada tingginya tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme di kawasan Asia berdasarkan hasil survey political and economic risk consultancy. Di samping itu pada survey Corruption Persception Index 2001 oleh Transparancy International, Indonesia menduduki peringkat 88 dari 99 negara yang disurvey. Demikian pula berdasarkan data dari Kementerian Negara BUMN mengungkapkan hasil Survey of Institutional Investor Corporate Governance 1999 (PWC) bahwa Indonesia memiliki rangking 4,7 yang berkenaan dengan kualitas keterbukaan (disclosure and transparancy) diantara negara Asia Pasific. Dapat dibandingkan dengan rangking Singapura 3,0; Malaysia dan Philipina 4,2; Thailand 4,3 diikuti dengan India dan China masing-masing dengan rangking 4,4 dan 4,7 (semakin kecil rangking berarti semakin baik dan semakin besar rangking berarti semakin buruk). Indonesia telah memiliki berbagai peraturan perundang-undangan berkenaan dengan isu korupsi. Paling tidak, terdapat 12 Undang-Undang, 2 PERPU, 3 KEPPRES, 6 Peraturan Pemerintah, 1 Instruksi Presiden dan yang baru Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang disahkan 27 Desember 2002. Undang-Undang yang baru itu dimaksudkan untuk memperkuat inisiatif memberantas korupsi melalui sarana pembentukan KPTPK atau sering disebutkan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana diamanatkan Pasal 43 Undang- Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 4
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, telah diketahui bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) merupakan kejahatan yang luar biasa. Oleh karena itu, penelitian makalah ini menjadi sangat penting dalam menjawab permasalahan mengenai pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah praktek konkrit penerapan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 pada kenyataan sekarang ini? 2. Apakah hambatan yang di alami oleh penegak hukum dalam upaya pemberantasan kejahatan pencucian uang?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tindakan nyata penerapan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 pada kenyataan sekarang ini. 2. Untuk mengetahui hambatan yang di alami oleh penegak hukum dalam upaya pemberantasan kejahatan pencucian uang.
D. MANFAAT PENELITIAN
1.
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang .
2.
Untuk melengkapi dan mengembangkan perbendaharaan ilmu dalam Hukum pidana beserta pengembangannya.
3.
Memberikan informasi mengenai penerapan peraturan perundang-undangan oleh lembaga penegak hukum (PPATK, dan POLDA) dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang.
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 5
E. METODE PENDEKATAN
Dalam penelitian ini terdiri atas tiga metode, yaitu: a. sosiologis (yuridis empiris) yang menggunakan data-data primer, yaitu data yang langsung didapat dari masyarakat.b. b. yuridis yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. c.
historis yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti sejarah yang pernah terjadi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan sosiologis normatif, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dan data primer. Data sekunder berarti data yang didapat dari bahan-bahan pustaka. Sedang data primer di dapat melalui penelitian pada instansi terkait. Penulis menggunakan metode pendekatan sosiologis normatif
karena permasalahan yang
diteliti berkisar pada perundang-undangan dan berkaitan dengan penerapan perundang-undangan
tersebut dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian
uang. Kedua adalah melalui pendekatan yuridis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti dari sudut hukum dan perundang-undangan. Selain itu instansiinstansi terkait juga dapat menjadi sumber penelitian pendekatan ini. Ketiga adalah melalui pendekatan historis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti dari sudut sejarah. Sejarah sangat penting digunakan dalam penelitian ini karena sejarah merupakan sudut pandang masa lampau yang pernah terjadi, sehingga sangat pas digunakan.
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 6
BAB II PEMBAHASAN Pencucian uang didefinisikan sebagai suatu perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Pencucian uang merupakan suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang yang dihasilkan dari suatu aksi kejahatan, seperti prostitusi, perdagangan obat bius, korupsi, penyelundupan, penipuan, pemalsuan, perjudian, dan lain-lain. Uang hasil kejahatan akan dicoba untuk disimpan dalam institusi keuangan (termasuk bank) dan dengan cara tertentu asal usul uang tersebut disamarkan. Untuk selanjutnya, uang tersebut digunakan kembali untuk membiayai aksi kejahatan lainnya, dan mencucinya lagi, kemudian seterusnya. Di dalam hal pencucian uang, dikenal adanya traksaksi keuangan mencurigakan atau Suspicious transaction Report (STR). Pada dasarnya yang dimaksud dengan istilah “Transaksi Keuangan Mencurigakan” atau STR adalah transaksi yang menyimpang dari kebiasaan atau tidak wajar dan tidak selalu terkait dengan tindak pidana tertentu. Transaksi Keuangan Mencurigakan tidak memiliki ciriciri yang baku, karena hal tersebut dipengaruhi oleh variasi dan perkembangan sistem keuangan yang ada. Meskipun demikian, terdapat ciri-ciri umum dari Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dapat dijadikan acuan, sebagai berikut : Tidak sesuai dengan tujuan komersial yang wajar. Menggunakan uang tunai dalam jumlah yang sangat besar dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran. Aktivitas nasabah diluar kebiasaan dan kewajaran.
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 7
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Transaksi Keuangan Mencurigakan pada prinsipnya terdiri dari 3 unsur, yaitu : Transaksi yang menyimpang dari profil dan karateristik serta kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan. Transaksi yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK). Transaksi keuangan yang dananya diduga berasal dari hasil kejahatan.
Beberapa indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah antara lain sebagai berikut : 1. Transaksi Transfer dana : Transfer dana untuk dan dari offshore financial centre yang berisiko tinggi tanpa alasan usaha yang jelas Penerimaan/pengiriman dana dalam beberapa tahap dengan perbedaan jumlah yang signifikan antara penerimaan yang pertama dengan penerimaan berikutnya. Penerimaan/pembayaran dana dalam kegiatan ekspor impor yang tidak disertai dokumen yang lengkap. Transfer dana dari atau ke negara yang tergolong high risk. Transfer dana dari atau ke pihak yang tergolong high risk. Penerimaan/pembayaran dana dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) rekening baik atas nama yang sama atau atas nama yang berbeda. 2. Nasabah membuka rekening hanya untuk jangka pendek saja Off-shore company yang terletak di negara bebas pajak atau negara yang ketat dalam penerapan rahasia bank. Usaha yang berbasiskan uang tunai. Organisasi sosial. Cyber company.
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 8
A. PENGARUH PENCUCIAN UANG Sebagai akibat dari pencucian uang, aksi kejahatan akan meningkat, yang pada akhirnya akan membahayakan keamanan masyarakat sehingga biaya sosial yang dikeluarkan pemerintah untuk memberantas tindak kejahatan juga akan meningkat.
Disamping itu,
kegiatan pencucian uang dapat berpengaruh kepada
perekonomian, karena ada kemungkinan secara tiba-tiba uang tersebut ditarik dari sistem keuangan Indonesia dalam jumlah besar yang akan berdampak kepada kestabilan nilai rupiah dan suku bunga.
B. SANKSI DAN HUKUM PENCUCIAN UANG Masyarakat wajib mendukung program pemerintah dalam tindakan anti pencucian uang. Pelaku tindak pencucian uang dapat dikenakan sanksi pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp 100 juta, maksimal Rp 15 miliar. Sanksi pidana tersebut diberikan kepada: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pencucian uang. Setiap orang yang menerima hasil tindakan pencucian uang. Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai dalam bentuk rupiah minimal sebesar Rp 100 juta, atau dalam mata uang asing yang setara, yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah RI. Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam UU RI No. 15/2002 tentang tindakan pidana pencucian uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam dua tindak pidana. Pertama Tindak pidana aktif, di mana seseorang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, menghibahkan, menbayarkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan uang-uang hasil tindak pidana dengan tujuan mengaburkan atau Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 9
menyembunyikan asal usul uang itu, sehingga muncul seolah-olah sebagai uang yang sah.
Kedua Dalam pasal 6 UU RI No. 15/2002, disebutkan tentang tindak pidana pencucian yang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu untuk mengaburkan, menyembunyikan asal-usulnya. Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Sanksinya cukup berat, dimulai dari hukuman penjara lima tahun minimum, maksimum 15 tahun, dengan denda minimum lima milyar dan maksimum 15 miliar rupiah.
C. 10 DAFTAR PELAKU PENCUCIAN UANG TERBESAR DALAM SEJARAH
Presiden Soeharto
Pablo Escobar
Ferdinand Marcos
Dawood Ibrahim
Raja Leopold II dari Belgia
Mobutu Sese Seko
Sani Abaca
Al Capone
Mayer Lansky
Semion Yudkovich Mogilevich
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 10
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian bahasan “Pencucian Uang Sangat Merugikan Semua Aspek Kehidupan” dapat di simpulkan bahwa : 1. Pencucian uang sangat merugikan tidak hanya bagi negara,tetapi juga merugikan rakyat. 2. Pelaku pencucian uang dapat terkena sanksi pidana dan denda yang sangat berat. 3. Semua aspek kalangan masyarakat harus saling mendukung pemberantasan pencucian uang.
B. SARAN
Bertolak dari kasus pencucian uang yang begitu banyak sumbangsihnya dalam upaya pemberantasannya, penyusun memberikan saran sebagai berikut : 1. Pemberantasan kasus pencucian uang harus benar-benar dilakukan dengan sungguh-sungguh karena sangat merugikan banyak kalangan. 2. Setiap orang harus selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar terhindar dari hal tercela.
C. REFERENSI Natsir, K., 2004, Citra Perbankan dan Pencucian uang, (Online), (http://citraperbankan-
dan-pencucian-uang.htm)
Tofik, O., 2011, Contoh Makalah Metode Ilmiah, (Online), (http://contohmakalah-
metode-ilmiah.htm)
Wikipedia, 2011, Pencucian Uang, (Online), (http://Pencucian Uang.htm) Onti, R., 2008, Peranan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (MONEY LAUNDRING), (Online), (http:// www.lawskripsi.com)
Tugas Akhir Pancasila/Gilang P/11.12.5910
Page 11