BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi manajemen keuangan publik agar lebih tepat guna mengharuskan Indonesia untuk menggunakan sistem penganggaran baru. Sistem tersebut berorientasi pada ketepatan penggunaan sumber daya yang ada dengan melihat hasil dari kinerja. Hal tersebut salah satunya ditandai dengan penerapan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU No. 25/2004 yang telah mensyaratkan adanya konsistensi perencanaan anggaran dan pelaksanaan demi kesuksesan pembangunan. Kesuksesan pembangunan dapat dicapai dengan pencapaian output yang maksimal dan tepatguna. UU No. 17 Tahun 2003 menjadi salah satu pendukung penyuksesan anggaran pembangunan tersebut yaitu mengenai Keuangan Negara. Terdapat pendekatan penganggaran baru yang harus digunakan Pemerintah. Pendekatan tersebut ialah penganggaran berbasis kinerja (PBK) dan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) pada APBN. Pendekatan berkesinambungan.
tersebut Menurut
mengharuskan Bank
adanya
Dunia
anggaran
pendekatan
yang
anggaran
berkesinambungan ini idealnya dilaksanakan 3 hingga 5 periode anggaran. Indonesia memutuskan untuk menerapkan anggaran berkesinambungan selama tiga periode anggaran dengan tahun sebelumnya sebagai penentuan baseline.
1
Pemilihan tiga tahun anggaran dikarenakan agar tidak terjadi disparitas yang terlalu besar. Reformasi anggaran sampai saat ini masih dilaksanakan dalam rangka memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi pada sistem-sistem sebelumnya. Sistem yang dijalankan Pemerintah Indonesia hingga tahun 2010 masih menggunakan pendekatan penganggaran tradisional. Pada pendekatan ini Pemerintah Indonesia masih berorientasi pada kontrol input dan tidak memperhatikan output yang dihasilkan. Penyusunan anggaran dengan menggunakan anggaran tradisonal bersifat inkremental. Pendekatan Inkremental hanya mengurangi ataupun menambah jumlah anggaran dari item-item yang sudah ada. Akan tetapi penyesuaian anggaran dari item-item tersebut tidak dilakukan kajian lebih lanjut. Sistem anggaran di Indonesia juga dikenal dengan zero based budegting. Zero based budgeting adalah sistem anggaran yang mengabaikan item-item dari anggaran tahun sebelumnya. Pengabaian ini bisa terlihat dari tidak adanya pengajian lebih lanjut mengenai item-item anggaran tahun sebelumya. Tidak adanya diskusi lebih lanjut mengenai hal tersebut menyebabkan terhambatnya capaian goal pembangunan nasional. Penganggaran
menggunakan
pendekatan
tradisional
yaitu
pengalokasian
menggunakan konsep inkremental dan penyusunan berdasarkan pos belanja bukan berdasarkan kinerja yang akan dicapai sehingga hal tersebut menimbulkan pengalokasian sumber daya yang jumlahnya terbatas tidak efisien (Nordiawan, 2006). Solusi-solusi dari permasalahan tersebut yaitu menggunakan pendekatan anggaran publik yang berorientasi pada output dan outcome. Keseriusan pemerintah dalam melakukan reformasi anggaran diwujudkan dengan mengeluarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara. Pendekatan yang 2
diamanahkan dalam UU ini berfokus pada output dan outcome yang ingin dicapai pemerintah.
Pemerintah
Republik
Indonesia
berkomitmen
untuk
melaksanakan
penganggaran yang berorientasi pada kinerja dengan menggunakan perspektif kerangka jangka menengah. Hal tersebut menyebabkan pemerintah berusaha untuk mengalokasikan anggaran sesuai dengan prioritas dalam kurun waktu jangka menengah. Prioritas-prioritas yang akan dilaksanakan berdasar pada program serta kegiatan yang memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Wacana penerapan KPJM dan PBK secara menyeluruh sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2004. Realita yang terjadi ternyata gagal untuk dilaksanakan. Kegagalan disebabkan karena kurangnya aturan pendukung untuk menerapkan KPJM dan PBK. Kondisi tersebut menjadi landasan awal terbentuknya Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2004 yang mengamanahkan bahwa rencana kerja dan anggaran harus disusun menggunakan tiga pendekatan, yaitu anggaran terpadu (Unified Budget), KPJM, dan PBK. Terbentuknya PP No.21/2004 memacu keseriusan Pemerintah untuk melaksanakannya. Keseriusan juga dibuktikan dengan terbitnya surat edaran bersama (SEB) tahun 2009 oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas. SEB menjadi
pacuan awal dalam melakukan
reformasi keuangan negara. SEB tahun 2009 menunjukkan komitmen bersama antara Kementerian Keuangan dan Bappenas untuk melakukan reformasi anggaran bersama. Tahun 2009 adalah tahun awal tahapan persiapan KPJM-PBK. Tahun tersebut dimulai dengan berbagai kegiatan seperti membuat panduan, melakukan pelatihan-pelatihan, dan sosialisasi. Penerapan sistem KPJM-PBK tersebut juga sudah dimulai sejak tahun 2009 dengan objek percobaan enam K/L sebagai tahap permulaan. Keenam K/L yaitu Kementerian Keuangan,
Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Budaya,
Kementerian Kesehatan dan Bappenas akan melaksanakan sistem KPJM dan PBK secara menyeluruh. 3
Penerapan KPJM dan PBK memerlukan kerjasama antara berbagai macam kementerian dan lembaga. Kementerian dan Lembaga tersebut ialah : 1. Kementerian Keuangan, 2. Bank Indonesia, 3. Bappenas, 4. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 5. Kementerian BUMN. Kelima instasi tersebut mempunyai tugas yang berbeda-beda akan tetapi saling berkaitan. Tugas masing-masing instansi disesuaikan dengan bidang yang dibawahi. Kerjasama dari kelima instansi tersebut diperuntukan untuk menetapkan asumsi dasar, kebijakan fiskal, pendapatan, defisit dan pembiayaan sebagai Baseline terutama dalam penerapan KPJM. Penerapan Baseline yang tepat akan mempengaruhi dari ketepatan jumlah alokasi anggaran yang akan dibuat oleh Pemerintah. Selain itu baseline juga digunakan sebagai landasan Pemerintah untuk menargetkan pendapatan tahun-tahun selanjutnya dalam rangka pemenuhan resource envelope anggaran. Penerapan UU No. 17 tahun 2003 menegaskan kewenangan antara kementerian keuangan dan Bappenas. Kewenangan perencanaan dipegang oleh Bappenas, sedangkan Kemenkeu bertugas dalam melakukan alokasi anggaran yang sudag direncanakan. Koordinasi yang baik kementerian keuangan dengan kelima K/L dalam menentukan baseline menjadi penentu keberhasilan anggaran yang akan mempengaruhi pembangunan nasional Republik Indonesia. Berbagai hambatan masih banyak dalam penerapan KPJM dan PBK. Penerapan kedua sistem ini secara benar dan sesuai dengan kerangka konseptualnya, akan mempermudah Pemerintah untuk output dan outcome yang ditargetkan seperti pertumbuhan ekonomi yang 4
terus meningkat, dan pembangunan nasional yang menyeluruh dan merata. Hal tersebut memerlukan adanya kerja keras dan kedisiplinan dari pihak K/L dalam menerapkan KPJMPBK sesuai dengan kerangka konseptual dan guidance dari tahapan-tahapan penerapan yang telah disusun Kemenkeu. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan perencanaan dari Kemenkeu, penerapan KPJM–PBK secara serentak dimulai pada tahun 2011. Penerapan ini diharapkan akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam implementasi pengeluaran negara dengan lebih efektif dan efisien. Permasalahan dari awal penerapan ini masih banyak muncul. Pada awal tahun 2014 kementerian keuangan melakukan evaluasi dan menemukan banyak kekurangan. Kekurangan tersebut adalah selama ini konseptual framework dan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan dari KPJ-PBK masih belum diterapkan dengan konsisten, hanya sebatas peraturan tertulis. Ketidakkonsistenan dalam penerapan konseptual framework dan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan, otomatis akan mempengaruhi capaian yang diinginkan yaitu keberhasilan target output dan outcome. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang matang dengan indikator yang tepat serta alokasi anggaran yang tepat sasaran. Fokus penelitian ini terkait dengan evaluasi proses implementasi dari tahapan-tahapan penerapan KPJM-PBK pada kementerian keuangan dengan sasaran APBN sesuai dengan UU No.17 Tahun 2003, lampiran PP No 21 Tahun 2004 yang dijabarkan penerapannya pada buku 2 dan 3 yaitu mengenai pedoman penerapan yang dibuat oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : 5
a. Apakah penerapan KPJM-PBK di Indonesia telah sesuai dengan kerangka konseptual dan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan pada buku 2 dan buku 3 pedoman sistem penganggaran KPJM-PBK? b. Apakah kendala-kendala yang dihadapi Indonesia dalam proses implemetasi penerapan KPJM-PBK?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian KPJM-PBK ini adalah : 1. Melakukan evaluasi implementasi penerapan KPJM-PBK untuk mengetahui kesesuaiannya terhadap buku pedoman penerapan sistem KPJM-PBK. 2. Mengetahui kendala-kendala yang dialami oleh Pemerintah Indonesia. Indikator bisa terlihat dalam penyusunan anggaran sesuai prioritas pembanguan, ketersediaan resource envelope, defisit anggaran, adanya indikator kinerja dll. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada K/L baik ditingkat pusat maupun daerah di seluruh Indonesia dalam proses penerapan KPJM dan PBK ditahun-tahun selanjutnya, sehingga tujuan awal dari penerapan KPJM-PBK ini bisa terlaksana. Kemudian penelitian ini diharapkan bisa dijadikan masukan untuk Kementerian Keuangan dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan selama penerapan KPJM-PBK tahun sebelumnya, sehingga proses penerapan KPJM-PBK pada pembuatan APBN bisa dilaksanakan dengan benar sesuai dengan kerangka konseptual dan tahapan-tahapan yang telah diatur dalam buku panduan penerapannya.
6
1.5 Batasan Masalah Penelitian ini akan membahas dua dari tiga pendekatan penganggaran yang diamanahkan oleh UU No 17 Tahun 2003 dan PP 21 Tahun 2004 yaitu Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). Mengevaluasi proses penerapan KPJM dan PBK pada APBN di Kementerian Keuangan periode 2011-2014 terutama pada segi kesesuaian proses penerapan terhadap kerangka konseptual dan tahapan-tahapannya serta menemukan kendala-kendalanya. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini akan disajikan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka berisi mengenai tinjauan dari literatur-literatur yang melandasi penelitian yang terdiri dari peraturan perundang-undangan tentang KPJM-PBK beserta kajian buku maupun jurnal yang berhubungan dengan penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian menguraikan mengenai metode-metode yang akan digunakan peneliti dalam membantu mengetahui hasil dari penelitiannya. Peneliti menggunakan 7
metode kualitatif dengan sumber data primer dan sekunder untuk membantu penyelesaian penelitiannya. BAB IV PEMBAHASAN Pembahasan menguraikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian tersebut menguraikan mengenai evaluasi proses penerapan KPJM-PBK dan kesesuaiannya dengan kerangka konseptual, tahapan penerapan peraturan undang-undang yang mengaturnya, serta mengetahui kendala-kendala dari penerapan tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, keterbatasan dari penelitian, dan saransaran yang terkait dengan penelitian. Saran-saran tersebut diharapkan bisa bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
8