BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterikatan antara nilai-nilai yang bervariasi. Efektivitas akan berkaitan dengan kepentingan orang banyak, seperti yang dikemukakan H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat dalam bukunya Sistem Birokrasi Pemerintah, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perlu diperhatikan sebab mempunyai efek yang besar terhadap kepentingan orang banyak”1 Kajian tentang efektivitas mengacu pada dua kepentingan yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, artinya adanya ketelitian yang bersifat komprehensif dan mendalam dari efisiensi serta kebaikan-kebaikan untuk memperoleh masukan tentang produktifitas. Efektivitas merupakan keadaan yang berpengaruh terhadap suatu hal yang berkesan, kemanjuran, keberhasilan usaha, tindakan ataupun hal yang berlakunya. Oleh karena itu melihat efektivitas dari sebuah kebijakan yang dilahirkan pemerintah menjadi penting dikarenakan untuk melihat berguna atau tidaknya kebijakan itu untuk masyarakat. Secara umum, masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pergerakan yaitu transportasi. Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 1
Handayaningrat, Soewarno (1985). Pengantar Studi Ilmu Administrasi danManagemen. Cetakan Keenam. Jakarta: PT Gunung Agung.
1
Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia 2.Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan3 Pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum (paratransit dan masstransit). Angkutan umum paratransit merupakan angkutan yang tidak memiliki rute dan jadwal yang tetap dalam beroperasi disepanjang rutenya, sedangkan angkutan umum masstransit merupakan angkutan yang memiliki rute dan jadwal yang tetap serta tempat pemberhentian yang jelas. Pada umumnya sebagian besar masyarakat sangat tergantung dengan angkutan umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat tingkat ekonominya masih tergolong lemah atau sebagian besar tidak memiliki kendaraan pribadi. Banyaknya kelompok yang masih tergantung dengan angkutan umum ini tidak diimbangi dengan penyediaan angkutan umum yang memadai, terutama ditinjau dari kapasitas angkut. Akibatnya hampir semua angkutan umum yang tersedia terisi penuh sesak oleh penumpang. Hal ini menyebabkan para penumpang berusaha memilih alternatif angkutan umum lainnya yang dirasa lebih nyaman, efektif dan efisien meskipun dengan biaya yang cukup besar. Hal tersebut menunjukkan arti pentingnya tranportasi di Indonesia, sehingga pembangunan dan 2 3
Abdulkadir Muhammad,Hukum Pengangkutan Niaga;Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.7 Ibid, hlm.8.
2
peningkatan kualitas pelayanan transportasi atau pengangkutan mutlak diperlukan. Pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya mengenai peningkatan mutu sarananya saja, tetapi juga harus menyangkut pembangunan aspek hukum transportasi sendiri. Ditambah lagi dengan berbagi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi salah satu contoh kebijakan itu adalah lahirnya kebijakan program mobil murah atau disebut dengan Low cost green car (LCGC) dimana dengan kebijakan ini para maasyarakat kalangan menengah akan lebih mudah mendapatkan mobil, mobil ini bisa menjadi murah dikarenakan mendapatkan insentif pajak dari pemerintah sehingga pajak Ppnbm mobil tersebut dikenakan 0% dari harga mobil dan harganya dibatasi oleh pemerintah pusat. Kebijakan mobil murah, secara legalitas, diinisiasi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/ M-. IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi. Kendaraan Bermotor Roda Empat Yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2013 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Mobil murah atau kendaraan dengan harga terjangkau merupakan kendaraan dengan syarat tertentu seperti besaran selinder mesin (yaitu 980 – 1200 cc utk mesin bensin dan kurang dari 1500 cc untuk mesin disel), efesiensi konsumsi bahan bakar paling sedikit 20 Km/Liter, dll yang diproduksi/ dirakit di dalam negeri untuk kemudian diberikan insentif/ fasilitas berupa penetapan dasar pengenaan pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan besaran 0% (nol persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor.
3
Tujuan kebijakan mobil murah adalah penguatan kemampuan dan pengembangan kemandirian industri kendaraan bermotor yang berdaya saing dalam rangka memenuhi kencenderungan peningkatan permintaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan harga terjangkau. Disisi lain seiring dengan perkembangan zaman, kendaraan yang muncul di Indonesia saat ini semakin banyak. Dengan berbagai model, merk, dan harga. Indonesia belum mampu memproduksi kendaraan sendiri dengan kualitas yang tinggi, masih mengimport dari negara lain. Namun, Indonesia tetap berusaha untuk dapat memproduksi kendaraan sendiri agar negara ini tidak bergantung pada negara lain dalam hal otomotif. Sektor transportasi darat merupakan salah satu sektor yang banyak mengkonsumsi BBM dan menghasilkan CO2 dengan kontribusi cukup signifikan terhadap pemanasan global. Untuk mengatasi masalah ini muncullah kebutuhan untuk menggunakan mobil yang hemat energi dan ramah lingkungan. Pada tahun 2010, Jack R Nerad, analis pasar Kelley Blue Book, melakukan penilaian terhadap mobil-mobil bertemakan ramah lingkungan. Kajian ini menghasilkan sepuluh mobil paling hemat energi dari berbagai merk dan type dengan konsumsi bahan bakar dari 20,36 km per liter hingga 30,78 km per liter. Beberapa Negara yang menyatakan siap memproduksi mobil hemat energi dan ramah lingkungan antara lain Jepang, India dan Cina. Industri otomotif Indonesia hingga saat ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Data enam tahun terakhir menunjukkan bahwa impor mobil Indonesia berkembang jauh lebih pesat dibandingkan dengan ekspornya. Dibandingkan dengan beberapa negara produsen mobil di Asia, Indonesia masih berkutat dalam memenuhi pasar dalam negeri, sementara negara produsen mobil Asia lainnya sudah mengekspor. Maka dari itu LCGC diharapkan bisa menjadi sebuah kebijakan yang mendorong industry otomotif di Indonesia agar dapat bersaing dengan Negara lainya. Salah 4
satu poin dalam aturan ini memberikan kemudahan fiskal bagi produsen mobil ramah lingkungan, yang bertujuan merangsang industri menciptakan kendaraan hemat bahan bakar minyak. Akan tetapi dengan diciptakanya kebijakan ini masyarakat kalangan menengah akan berminat untuk membeli mobil ini terutama masyarakat yang tinggal di perkotaan dimana membutuhkan mobilitas yang tinggi, maka akan diprediksikan mobil LCGC ini akan banyak berkeliaran di jalan raya dimana penumpukan kendaraan dapat menimbulkan kemacetan apabila di sisi lain pemerintah tidak menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai. Kawasan ASEAN diperkirakan akan menjadi pasar otomotif kelima terbesar di dunia pada tahun 2019. Prediksi ini diluncurkan berdasarkan analisa terbaru Frost & Sullivan. Dalam analisa tersebut, ASEAN dinilai menawarkan peluang yang signifikan bagi produsen mobil global baik dalam jangka pendek maupun menengah. Frost & Sullivan memprediksi Indonesia akan menjadi pasar otomotif terbesar di ASEAN pada 2019 dengan total kendaraan mecapai 2,3 juta. Perkembangan ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil, peningkatan kelas menengah, dan peningkatan investasi sektor otomotif serta pemberlakuan regulasi otomotif yang mendukung pertumbuhan pasar.4 Kebijakan mobil murah ini bisa diikuti dengan kebijakan mendorong usaha mempertinggi nilai tambah nasional, tetapi bila tidak, artinya pemerintah belum punya akal yang cerdik untuk mendorong usaha peningkatan nilai tambah dalam negeri. Bila kebijakan mobil murah pemerintah dimaksudkan untuk berpihak kepada industri otomotif, ingin memajukan industri otomotif dalam negeri, maka kebijakan ini tidak merubah apa apa dari segi tata hubungan
4
Fridayani Putri, Melissa april 2014, “Analyss of the influence of current ratio, debt to equality ratio, inventory turnver and return on equity to the price earning ratio on the automotive industries companies wich are listed on stock exchange Indonesia period 2009-2013”Jurnal, Universitas Indonesia
5
industri yang ada tanpa adanya kepemimpinan yang berani merubah tatanan industri otomotif yang sudah dikuasai asing. 1.2 Rumusan Permasalahan Dengan Hadirnya kebijakan Low cost green car ini akan banyak sekali dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan di semua aspek, pertanyaan yang hendak dikaji adalah: Bagaimana efektivitas kebijakan Low cost green car terhadap upaya mendorong industri otomotif di Indonesia ? 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan Skripsi ini merupakan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah tentang Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2013 tentang “ Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah”. Hal tersebut dilakukan dengan eksplorasi ilmiah atas faktor –faktor politik yang mempengaruhi proses kebijakan dan dampak yang muncul terhadap sendi perekonomian Negara serta keidupan social masarakat. Skripsi ini bertujuan mengetahui sejauh mana kebijakan ini mempengaruhi faktor – faktor yang terkena dampak positif maupun negatifnyanya. 1.4 Manfaat Penulisan Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Secara teoritis diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang kajian yang diteliti khususnya ilmu tentang kebijakan publik yang mengkaji sejumlah aktivitas pemerintah dalam memecahkan permasalahan masyarakat 6
2. Secara metodologis diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan metode dan analisis data yang digunakan dalam mengungkapkan masalah penelitian sosial khususnya masalah efektivitas sebuah program dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Secara praktis, sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pembuat kebijakan dan instansi yang terkait dalam Implementasi Program Low cost green car untuk kegiatan pengembangan di masa mendatang 1.5 Kerangka Teori 1.5.1 Kebijakan publik Berbicara masalah kebijakan publik, memang memiliki makna yang sangat luas dan kompleks. Dewasa ini, banyak ilmuwan, terutama mereka yang concern pada studi mengenai kebijakan public, berusaha memberikan definisi mengenai apa dan bagaimana kebijakan public. Berusaha memberikan definisi mengenai apa dan bagaimana kebijakan public. Masing – masing definisi yang ada memberikan penekanan yang berbeda – beda satu dengan yang lainya. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan latar belakang masing – masing ilmuwan serta berbagai model dan pendekatan yang digunakan.5 Salah satu definisi mengenai kebijakan publik adalah yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa “Public Policy is whatever governments choose to do or not to do”. 6 Definisi ini agaknya tepat jika digunakan untuk melihat kebijakan public di Indonesia, karena pada dasarnya kebijakan public di Negara ini sangat tergantung pada apa yang dipilih pemerintah. Aktor – aktor lain diluar pemerintah memang dapat member masukan dalam 5 6
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Yogakarta: Media Pressindo, 2002) hal 15 Thomas R. Dye dalam Budi Winarno, ibid
7
pembuatan kebijakan, namun hasil akhir dari proses tersebut tetap saja ada di tangan pemerintah. Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Oleh karena itu, definisi mengenaikebijakan public akan lebih tepat bila definisi tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata – mata menyangkut usulan tindakan.7 Berdasarkan pada pertimbangan seperti ini, maka definisi kebijakan public yang ditawarkan oleh James Anderson dalam hemat penulis lebih tepat dibandingkan dengan definisi – definisi kebijakan public yang lain. Menurut Anderson kebijakan kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. 8 1.5.2 Evaluasi Kebijakan Evaluasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses kebijakan publik, namun seringkali tahapan ini diabaikan dan hanya berakhir pada tahap implementasi. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. 9 Evaluasi kebijakan digunakan untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Menurut Muhadjir dalam Widodo mengemukakan “Evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat “membuahkan hasil”, yaitu dengan
7
Budi Winarno OP.Cit., hlm 20 James Anderson, 1975. Public Policy Making, Second Edition, New York: Holt,Renenhart and Winston.. 9 A.G Subarsono, 2008, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Hlm 119 8
8
membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan”.10 Dalam bahasa yang lebih singkat Jones dalam Winarno mengartikan evaluasi adalah “Kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan”. 11 Serta secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai “Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut substansi, implementasi, dan dampak”. Hal ini berarti bahwa proses evaluasi tidah hanya dapat dilakukan pada tahapan akhir saja, melainkan keseluruhan dari proses kebijakan dapat dievaluasi. 1.5.2.1 Kriteria Evaluasi Kebijakan Evaluasi
kebijakan
publik,
dalam
tahapan
pelaksanaannya
menggunakan
pengembangan beberapa indikator untuk menghindari timbulnya bias serta sebagai pedoman ataupun arahan bagi evaluator. Kriteria-kriteria yang ditetapkan menjadi tolak ukur dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan publik. Nugroho menjelaskan bahwasannya evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu 48
seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. William N. Dunn mengemukakan beberapa kriteria rekomendasi kebijakan yang sama dengan kriteria evaluasi kebijakan, kriteria rekomendasi kebijakan terdiri atas : a. Efektivitas (effectiveness). Berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas,
10 11
Widodo Joko , Analisis Kebijakan Publik, (Jakarta. Bayumedia, 2008), hlm13 Winarno, Op. Cit., 166.
9
yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya. b. Efisiensi (efficiency). Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. c. Kecukupan (adequacy). Berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. d. Perataan (equity). Erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya (misalnya, unit pelayanan atau manfaat moneter) atau usaha (misalnya biaya moneter) secara adil didistribusikan. Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan pendapatan, kesempatan pendidikan, atau pelayanan pendidikan kadang-kadang didistribusikan atas dasar kriteria kesamaan. Kriteria kesamaan erat berhubungan dengan konsepsi yang saling bersaing, yaitu keadilan atau kewajaran dan terhadap konflik etis sekitar dasar yang memadai untuk mendistribusikan risoris masyarakat. e. Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua 10
kriteria lainnya – efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan – masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan. f. Ketepatan (appropriateness). Kriterian ketepatan secara dekat berhubungan dengan rasionalitas, substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi 49
yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Sejalan dengan kriteria rekomendasi kebijakan tersebut, Dunn mengemukakan kriteria evaluasi kebijakan antara lain : TABEL I Efektivitas Efisiensi
Apakah hasil yang diinginkan telah diapai Seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepadd kelompok – kelompok yang berbeda? Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan preferensi atau nilai kelompok – kelompok tertentu? Ketepatan Apakah hasil tujuan) yang diinginkan benar – benar berguna atau bernilai Sumber : William N. Dunn, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta; Gadjah Mada University Press Hal. 610
11
Oleh karena itu evaluasi kebijakan, pada prinsipinya digunakan untuk mengevaluasi empat asek dalam proses kebijakan publik, yaitu “a) proses pembuatan kebijakan; 2) proses implementasi; 3) konsekuensi kebijakan; 4) efektivitas dampak kebijakan”.12 Evaluasi kebijakan adalah menilai keberhasilan/kegagalan kebijakan berdasarkan indicator – indicator yang telah ditentukan. Indicator – indicator untuk mengevaluasi kebijakan biasanya menunjuk pada 2 aspek yaitu proses dan hasil. Aspek proses menunjuk bahwa apakah seua implementasi program, seluruh pedoman kebijakan telah dilakukan secara konsisten oleh para implementator di lapangan. Aspek hasil menunjuk apakah kebijakan yang diimplementasikan telah mencapai hasil yang telahmencapai hasil seperti yang telah ditetapkan. Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.13 Desain Evaluasi yang saya pakai dalam penelitian ini adalah penelitian evaluasi kebijakan single program only, yaitu menunjukan bahwa evaluasi dilakukan hanya mengidentfikasi kondisi kelompok sasaran pada saat kebijakan selesai dilakukan. 14 Menurut Anderson evaluasi kebijakan publik dapat dibedakan ke dalam 3 tipe, yakni tipe fungsional, tipe evaluasi yang mengkhusukan pada program – program tertentu dan yang terakhir adalah tipe evaluasi kebijakan sistematis.15
12
Samodra Wibawa, Yuyun Purbokusumo, dan Agus Pramusinto, Evaluasi Kebijakan Publik. (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1994) , 35. 13 Anderson,op.cit, hlm.151 14 Indiahono, Dwiyantho (2009). Kebijakan Publik berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta. Gaya Media 15 Anderson, Loc, Cit
12
Di dalam penulisan ini saya akan melihat efektivitas dari program kebijakan Low cost green car dimana tulisan ini akan membahas apakah hasil yang diinginkan telah dicapai dimana tujuan utama dibuatnya kebijakan ini sendiri adalah sebagai berikut:16 1. mengakomodir kebutuhan yang semakin meningkat akan transportasi yang aman, nyaman, dan ekonomis seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Termasuk mengakomodir kebutuhan 60 juta pemilik kendaraan roda 2, yang mengidamkan kepemilikan kendaraan roda 4 dengan harga terjangkau serta hemat bahan bakar minyak (BBM), sebagai alat transportasi untuk keperluan produktif dan keluarga; 2. menghadapi persaingan di era Free Trade Area(FTA) regional ASEAN dan Asia Timur. Untuk membendung membanjirnya impor September-Oktober 2013 mobil murah dari negara lain (Thailand, Malaysia, China, Jepang, dan Korea), serta memanfaatkan peluang pasar bebas untuk menembus pasar ekspor; 3. menurunkan jumlah emisi karbon, karena penggunaan bahan bakar pada LCGC lebih efisien, yakni 20 km/liter BBM dibandingkan dengan rata-rata mobil berbahan bakar minyak (BBM) yang mengkonsumsi 12 km/liter BBM. Sehingga penghematan yang dicapai dalam konsumsi bahan bakar adalah 66% per unit mobil; 4. membangun industri komponen dan mengembangkan industri otomotif nasional. Masing-masing pabrik mobil dipersyaratkan untuk menggunakan komponen otomotif buatan dalam negeri. Untuk itu, semua peserta program LCGC wajib membuat jadwal lokalisasi pembuatan komponen dalam negeri bagi kurang lebih 105 group komponen
16
Hiyashinta,Klise 2013. “Insentif PPnBM terhadap Low cost green car“ Inside Tax Edisi 17
13
atau setara 10.000 komponen. Dalam 5 tahun, sekitar 80% komponen tersebut harus sudah dibuat di dalam negeri; 5. meningkatkan investasi. Program LCGC telah mendatangkan komitmen investasi senilai USD 3,0 milyar dari industri otomotif dan senilai USD 3,5 milyar dari sekitar 100 industri komponen otomotif baru. Sebagian besar komitmen tersebut sudah terealisasi, dengan telah dibangunnya 5 pabrik mobil baru dan sekitar 70 pabrik komponen otomotif baru; 6. menciptakan lapangan kerja, karena program LCGC mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor ekonomi lainnya di seluruh wilayah nusantara. Dampak penciptaan lapangan tenaga kerja baru yang langsung di sektor manufakturing adalah sekitar 30.000 orang. Sedangkan penciptaan lapangan tenaga kerja baru di sektor distribusi mobil dan komponen, dealer dan pemasaran, workshop dan aftersales service, diperkirakan 40.000 orang. Sejalan dengan tujuan tersebut, PP No. 41 Tahun 2013 juga menyebutkan bahwa pemberian insentif PPnBM dimaksudkan untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, mendukung konversi energi di bidang transportasi, serta mendukung upaya peningkatan kapasitas produksi industri kendaraan bermotor dalam negeri. 1.5.3 Efektivitas Kebijakan Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas 14
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Seperti yang dikemukakan oleh Arthur G. Gedeian dkk dalam bukunya Organization Theory and Design yang mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “That is, the greater the extent it which an organization’s goals are met or surpassed, the greater its effectiveness” (Semakin besar pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar efektivitas).17 Efektivitas didefinisikan secara abstrak sebagai tingkat pencapaian tujuan, diukur dengan rumus hasil dibagi dengan tujuan. Tujuan yang bermula pada visi yang bersifat abstrak itu dapat dideduksi sampai menjadi kongkrit, yaitu sasaran atau strategi 18 . Efektivitas diarahkan pada bagaimana tingkat ketercapaian dari suatu program ataupun system terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas dapat diartikan pula suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki, Semakin mendekati apa yang dikehendaki maka dapat dikatakan semakin efektif. Untuk menentukan tingkat efektivitas suatu kegiatan atau kebijakan maka setidaknya harus dilihat dari segi sasaran (goal), sumber (resources) dan proses (process). efektivitas pada dasarnya menunjukkan tingkat kesesuaiannya antara hasil-hasil yang dicapai (achievements atau observed output) dengan hasil-hasil yang diharapkan
19
. mengemukakan bahwa efektivitas pada dasarnya menunjukkan tingkat
kesesuaiannya antara hasil-hasil yang dicapai (achievements atau observed output) dengan hasilhasil yang diharapkan.
17
Gedeian, Arthur G. (1991). Organization Theory and Design. University of Colorado at Denver.hlm 61 Taliziduhu Ndraha. 2005. Teori Budaya Organisasi. RINEKA CIPTA, Jakarta.hlm 163 19 Abin Syamsudin, Makmun 1999. Psikologi kependudukan Perangkat Sistem Pengajaran Modul PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hlm. 119 18
15
Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini mengenai hubungan arti efektivitas .
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai targettargetnya. Hal ini berarti, bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. 20 Dengan demikian efektivitas kebijakan bisa dikatakan berfokus pada akibatnya, pengaruhnya atau efek dari kebijakan tersebut. efektivitas kebijakan ini pula bisa dijadikan untuk mengukur keberhasilan kebijakan.21 Pendapat di atas mengenai efektivitas kebijakan, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu uaakuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh kebijakan tersebut yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih
20
Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi I, Yogyakarta : Penerbit Buku UPP AMP YKPN hlm 92 Supriyono, R.A, 2000. Akuntansi Biaya : Perencanaan dan Pengendalian Biaya serta Pembuatan Keputusan, Edisi Kedua, Buku Kedua, BPFE, Yogyakarta. 21
16
dahulu. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi tingkat efektivitas kebijakan itu sendiri. 1.5.3.1 Mengukur Efektivitas Kebijakan Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output) tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas tersebut karena pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi dalam jangka panjang setelah program berhasil, sehingga ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan pada mutu) dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya apabila mutu yang dihasilkan baik, maka efektivitasnya baik pula. Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L. Ballachey dalam bukunya “Individual and Society” yang dikutip Sudarwan Danim dalam bukunya “Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok” menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut 22: 1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output). 2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu). 3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan. 22
Danim, Sudarman 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Penerbit Rineka Cipta.
17
4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus adanya suatu perbandingan antara masukan dan keluaran. Untuk mengukur efektif atau tidaknya kebijakan tersebut saya menggunakan teori Duncan Menurut Duncan yang dikutip Richard M. Steers menyatakan mengenai ukuran efektivitas, yaitu 23 : 1. Pencapaian Tujuan Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor yaitu : 1) Kurun waktu pencapaiannya ditentukan, 2) Sasaran yang merupakan target kongkrit, dan 3) Dasar hukum. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis melihat pencapaian tujuan berdasarkan tujuan kebijakan yang berkenaan dengan mendorong industri otomotif Indonesia yaitu 1. Membangun industri komponen dan mengembangkan industri otomotif nasional. 2. Meningkatkan investasi dalam industri otomotif 3. Menambah Lapangan Pekerjaan
23
Prasetyo Puri, Heni 2013 “Efektivitas kebijakan pemerintah dalam pengelolaan usaha kecil dan menengah (Studi Kasus pada Sentra Usaha Kecil dan Menengah Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo pasca Luapan Lumpur Lapindo)” Jurnal, Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang
18
Untuk melihat berhasil atau tidaknya pencapaian ersebut penulis menggunakan perbandingan sebelum dan sesudah adanya kebijakan serta membandingkan dengan Negara yang mngeluarkan kebijakan serupa dengan Low Cost Green Car yaitu Thailand 2. Integrasi Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut pada proses sosialisasi. Dalam penelitian ini penulis mengukur integrasi kebijakan ini dengan cara melihat bagaimana kebijakan ini dapat bersinergi dengan kebijakan lainya dan melihat sejauh mana pemerintah sebagai pembuat kebijakan dapat melakukan sinergi kebijakan ini dengan faktor lainya serta melihat sejauh mana program ini disosialisasikan oleh pemerintah aga menarik investor untuk mengikuti program ini. 3. Adaptasi Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Adapun beberapa faktor dalam adaptasi, yaitu : 1) Peningkatan kemampuan, dan 2) Sarana dan prasarana. Dengan penilaian ini kita bisa melihat bagaimana kesiapan penunjang kebijakan ini dan kita akan melihat bagaimana kebijakan ini mempengaruhi faktor sekitarnya Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pengukuran merupakan penilaian dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan sasaran yang tersedia. Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jadi, apabila suatu tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu
19
yang telah ditentukan, maka tidak efektif. Efektivitas merupakan fungsi dari manejemen, dimana dalam sebuah efektivitas diperlukan adanya prosedur, strategi, kebijaksanaan, program dan pedoman. Tercapainya tujuan itu adalah efektif sebab mempunyai efek atau pengaruh yang besar terhadap kepentingan bersama. 1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis penelitian Penelitian terhadap dampak dari kebijakan LCGC terhadap sistem transportasi dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memanfaatkan data – data sekunder dari berbagai literatur, jurnal, majalah, surat kabar, sumber dari internet dan sumber sumber lain yang relevan dengan penulisan skripsi ini. 1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Penulisan makalah ini menggunakan metodologi Studi Literatur atau Studi Pustaka, studi pustaka kami lakukan dengan menggunakan bahan bacaan seperti buku, jurnal dll untuk mendapatkan informasi lebih banyak. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Studi Kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian
20
1.6.3 Teknik Analisis Data 1. Hasil pengamatan: uraian rinci tentang situasi, kejadian, interaksi, dan tingkah laku yang diamati di lapangan. 2. Hasil pembicaraan: kutipan langsung dari pernyataan orang-orang tentang pengalaman, sikap, keyakinan, dan pemikiran mereka dalam tulisan akademik maupun online. 3. Bahan tertulis: petikan atau keseluruhan dokumen, surat-menyurat, rekaman, dan kasus sejarah. 1.6.4 Sistematika penulisan Penulis dalam tulisan Evaluasi Dampak Kebijakan LCGC Terbagi dalam 5 bab. BAB I : PENDAHULUAN Berisikan mengenai pendahuluan yang didalamnya memuat latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, dan metode penelitian. BAB II : Profil kebijakan Low Cost Green Car Peneliti akan membahas mengenai Asal usul,Profil,Pro Kontra dari kebijakan mobil murah atau LCGC (Low cost green car). BAB III : Mengukur Efektivitas Kebijalakan Low Cost Green Car
berisikan Evaluasi efektivitas kebijakan LCGC.
21
BAB IV : Kesimpulan Berisi kesimpulan beserta saran rekomendasi terkait hasil penelitian yang telah dilakukan.
22