2
2.1
Tinjauan Pustaka
Polimer
Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer, biasanya ekivalen dengan monomer, yaitu bahan dasar polimer tersebut [9]. Panjang rantai polimer diukur dari jumlah unit ulang yang terdapat pada rantai, umumnya dikenal sebagai derajat polimerisasi (DPn). Panjang rantai setiap polimer berbeda-beda. Oleh karena itu, berat molekul suatu polimer tidak bisa ditentukan secara pasti. Berat molekul biasanya diambil berdasarkan berat molekul rata-rata atau berat rata-rata molekul jumlah.
2.2
Membran
Secara makroskopik, membran dapat didefinisikan sebagai lapisan penghalang selektif yang terdapat di antara 2 fasa. Kata selektif disini berarti bahwa membran dapat melewatkan spesi kimia tertentu dan menghalangi spesi kimia lain dalam saat yang bersamaan [4]. Membran dapat berupa lapisan tipis ataupun lapisan tebal, struktur membran dapat homogen ataupun heterogen. Perpindahan yang terjadi melalui membran dapat terjadi secara aktif ataupun pasif. Perpindahan secara aktif melalui membran dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan, perbedaan konsentrasi ataupun perbedaan suhu. Teknologi membran telah digunakan secara luas di berbagai bidang. Teknologi membran banyak dipilih karena beberapa kelebihan yang dimiliki, diantaranya: •
pemisahan berlangsung sangat spesifik,
•
dapat digabung dengan proses pemisahan lain,
•
proses kontinu,
•
konsumsi energi rendah,
•
mudah ditingkatkan kapasitasnya (up scale)
•
tidak menghasilkan limbah baru, dan
•
tidak memerlukan zat tambahan dalam proses pemisahan.
2.2.1 Mekanisme pemisahan menggunakan membran
Gambar 2.1 Skema pemisahan menggunakan membran Pada gambar 2.1, terlihat bahwa dalam fasa umpan terdapat 3 senyawa kimia, yaitu pelarut, spesi A dan spesi B. Adanya perbedaan entropi kimia antara fasa umpan dan fasa permeat, memungkinkan timbulnya gaya dorong dari fasa umpan ke fasa permeat. Membran memiliki kemampuan selektif, dalam kasus ini membran dapat melewatkan spesi B dan pelarut, namun menolak spesi A pada saat yang bersamaan. Pada akhirnya spesi A dapat terpisah dari spesi B dan pelarutnya.
2.2.2 Jenis-jenis membran Membran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, ada membran hidup dan membran tak hidup, ada membran sintetik dan membran alami, ada membran organik dan membran anorganik. Membran juga dapat dibedakan berdasarkan kepada morfologi atau strukturnya. Penggolongan membran ini lebih bermakna karena struktur membran menentukan mekanisme pemisahan dan aplikasi membran. Berdasarkan struktur yang terbentuk pada membran, membran dapat dibagi ke dalam 2 golongan, yaitu membran asimetris dan membran simetris. Membran asimetris terdiri dari membran berpori, membran berpori dengan lapisan rapat pada permukaan, dan membran komposit. Membran simetris terdiri dari membran berpori silindris, membran berpori dan membran rapat (Gambar 2.2).
6
Gambar 2.2 Klasifikasi membran berdasarkan struktur
2.2.3 Teknik pembuatan membran Membran dapat dibuat dengan berbagai teknik. Teknik pembuatan membran bergantung pada jenis material dasar yang digunakan sebagai membran dan jenis struktur membran yang diinginkan. Teknik pembuatan membran yang biasa dipergunakan adalah: a)
Sintering
Partikel penyusun membran diberikan tekanan dan dipanaskan pada suhu tertentu. Hal ini akan mengakibatkan menghilangnya batas antar muka partikel penyusun membran dan terbentuk pori-pori yang baru (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Partikel penyusun membran sebelum sintering dan setelah sintering Pembuatan membran dengan cara ini akan menghasilkan membran organik ataupun anorganik yang berpori. Bahan membran yang biasa digunakan berupa bubuk yang memiliki ukuran partikel tertentu.
7
b)
Stretching
Lapisan tipis polimer kristalin ditarik terhada arah ekstrusi sehingga bagian kristalin dari polimer akan terletak sejajar dengan arah ekstrusi. Pembuatan membran dengan cara seperti ini akan menghasilkan membran dengan ukuran pori sebesar 0,1-3,0 µm. Bahan membran yang biasa digunakan berupa polimer semikristalin. c)
Track-etching
Lapisan tipis polimer ditembak dengan partikel radiasi berenergi tinggi dengan arah tegak lurus terhadap arah film sehingga akan menghasilkan pola lintasan pada matriks polimer. Lapisan tipis polimer ini kemudian dimasukkan ke dalam bak asam atau basa sehingga lapisan tipis polimer akan terlepas sesuai dengan pola yang terbentuk. Pembuatan membran dengan cara ini menghasilkan pori dengan ukuran sekitar 0,02-10 µm. Pori yang dihasilkan memiliki ukuran pori yang seragam dengan bentuk silinder. d)
Template leaching
Tiga komponen penyusun membran dilebur pada suhu tinggi sehingga membentuk campuran homogen. Salah satu komponen penyusun membran kemudian dilepas untuk menghasilkan pori pada membran. e)
Inversi fasa
Proses transformasi polimer secara terkendali dari fasa cair menjadi fasa padat. Proses pembuatan membran dengan cara ini lebih disukai karena teknik ini menghasilkan ukuran pori yang sangat bervariasi. Ada 4 tahapan pembuatan membran dengan teknik inversi fasa, 1. Pembuatan larutan polimer yang homogen 2. Pencetakan larutan polimer 3. Penguapan sebagian pelarut: membentuk lapisan selektif 4. Pengendapan polimer dalam bak koagulasi: membentuk lapisan penyangga
Gambar 2.4 Penampang melintang membran yang dibuat dengan teknik inversi fasa Ukuran pori yang dihasilkan bergantung pada kecepatan pelarut berdifusi dari larutan polimer ke non-pelarut. Semakin cepat difusi berlangsung, semakin besar ukuran pori yang terbentuk. Lapisan selektif akan lebih rapat dibandingkan lapisan penyangga (Gambar 2.4) 8
karena laju difusi pelarut saat pembentukan lapisan selektif lebih lambat dibandingkan laju difusi pelarut saat pembentukan lapisan penyangga.
2.3
Pati
Pati terdiri dari dua jenis molekul yang disusun oleh D-glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Pada amilosa, hampir semua glukosa terhubung satu sama lain melalui ikatan α1,4-glikosidik. Pada amilopektin, sekitar 5% dari karbohidrat penyusunnya, terhubung melalui ikatan α-1,6-glikosidik yang membentuk cabang [10]. Perbedaan struktur antara amilosa dan amilopektin, dapat dilihat pada Gambar 2.5. Komposisi perbandingan amilosa dan amilopektin pada tanaman bervariasi, bergantung pada jenis tanaman, sebagai contoh pati yang berasal dari gandum mengandung 25% amilosa, sedangkan pati dari jagung mengandung sekitar 97-99% amilopektin [1]. Asal pati yang berbeda juga memberikan perbedaan ukuran, bentuk dan struktur butiran polisakarida, kekuatan swelling, temperatur gelatinisasi, jumlah lemak dan komponen lain yang terdapat pada permukaan amilosa yang bersifat hidrofob. Pati, selulosa dan hemiselulosa memiliki afinitas terhadap air [11-13] dan secara selektif menyerap uap air dari udara, alkohol dan uap organik lainnya [14-16].
Gambar 2.5 Struktur amilosa dan amilopektin
2.4
α-amilase
Dalam proses industri, degradasi pati biasanya diawali oleh enzim α-amilase (α-1,4glukanohidrolase), yaitu enzim yang umum terdapat pada mikro-organisme. Bersama enzim penghidrolisis pati lainnya, α-amilase termasuk keluarga 13 glikosil hidrolase [17] yang dikarakterisasi menggunakan konformasi barrel (Gambar 2.6a). Enzim α-amilase memiliki celah (Gambar 2.6b) pengikatan substrat yang dapat mengakomodasi antara empat sampai sepuluh unit glukosa dari molekul substrat. Setiap sisi ikat mempunyai afinitas terhadap satu 9
unit glukosa dari rantai karbohidrat. Perbedaan jumlah sisi ikat enzim dan daerah lokasi katalitik menentukan kespesifikkan substrat, panjang fragmen oligosakarida yang dilepaskan setelah proses hidrolisis dan karbohidrat yang dihasilkan pada produk akhir [18-19].
Gambar 2.6 Struktur α-amilase: (a) Struktur umum enzim α-amilase dan (b) Inhibisi oleh oligosakarida: oligosakarida terikat pada enzim [1]
2.5
Amobilisasi enzim
Amobilisasi berasal dari kata immobilization, yang artinya proses penjebakan atau pengikatan. Amobilisasi enzim berarti proses pengikatan atau penjebakan enzim pada sebuah media pendukung. Amobilisasi biasa dilakukan agar enzim tidak hilang ketika bereaksi dan dapat dipergunakan berulang kali. Enzim yang teramobilisasi lebih mudah dipisahkan dari reaktan atau produk reaksi dibandingkan enzim dalam keadaan bebas.
2.5.1 Carrier binding Metode ini adalah pengikatan enzim ke dalam media pendukung yang bersifat tidak larut dalam air. Jumlah enzim yang terikat pada media pendukung dan aktivitas enzim setelah teramobil bergantung pada sifat molekul pembawa. Pemilihan media pendukung bergantung pada sifat enzim, yaitu: •
Ukuran partikel
•
Luas permukaan
•
Perbandingan molar gugus hidrofobik terhadap gugus hidrofilik
•
Komposisi kimia
Secara umum, peningkatan rasio gugus hidrofilik dan konsentrasi enzim yang terikat, akan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim teramobil. Beberapa media pendukung yang lazim dipergunakan adalah senyawa-senyawa turunan polisakarida, seperti poliakrilamid, agarosa, selulosa, dan dekstran. 10
2.5.2 Cross-linking Amobilisasi enzim dapat dilakukan dengan membuat ikatan silang terhadap protein, baik terhadap molekul protein lain, ataupun pada gugus fungsi yang terdapat pada media pendukung. Membuat ikatan silang antar enzim adalah metode yang mahal dan kurang memuaskan karena menyebabkan penurunan aktivitas enzim. Metode cross-linking ini biasanya digunakan bersamaan dengan metode amobilisasi yang lain. Metode ini seringkali digunakan untuk menstabilkan penyerapan enzim dan mencegah kebocoran gel poliakrilamid.
2.5.3 Entrapping enzymes Pada metode ini, enzim diperangkap pada matriks polimer atau membran. Metode ini akan memerangkap protein namun tetap memungkinkan substrat untuk melakukan penetrasi dan bereaksi dengan enzim. Pemerangkapan enzim pada matriks polimer tidak akan mengubah konformasi enzim sehingga aktivitas enzim dapat senantiasa terjaga.
2.6
Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning elektron microscopy adalah sebuah metode yang meyakinkan dan sederhana untuk menganalisis struktur pori suatu membran., khususnya membran mikrofiltrasi. Batas resolusi suatu mikroskop elektron berada dalam kisaran 0,01 µm, sedangkan pori membran mikrofiltrasi berada pada rentang 0,1-10 µm. Prinsip kerja SEM: seberkas sinar elektron dengan energi kinetik berada pada kisaran 1-25 kV menumbuk sampel membran. Elektron yang menumbuk membran (berenergi tinggi) disebut elektron primer, sedangkan elektron yang berasal dari sampel disebut elektron sekunder (berenergi lebih rendah). Elektron yang berasal dari sampel bukanlah elektron yang dipantulkan, melainkan elektron yang berasal dari atom pada permukaan membran. Elektron sekunder ini yang menentukan citra (yang terlihat pada monitor). Ketika membran atau polimer ditumbuk oleh berkas elektron, ada kemungkinan membran atau polimer mengalami kerusakan atau terbakar, bergantung pada jenis polimer dan besarnya energi kinetik elektron. Hal ini dapat dicegah dengan melapisi sampel membran atau polimer dengan menggunakan lapisan konduktif, seringkali digunakan pelapis berbahan emas.
11