2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan Kitosan D-glukosamin. cangkang
merupakan Kitosan
crustacea,
turunan
sebagian
melalui
kitin
besar
proses
dengan
diperoleh
deproteinasi
rumus dari
molekul
bahan
menggunakan
baku NaOH;
demineralisasi menggunakan HCl; dan deasetilasi dengan NaOH 50% (Kumar 2000). Kitosan saat ini sudah dikomersialkan karena memiliki banyak manfaat dan sifatnya yang non toksik (LD 50 = 16 g/kg BB) (Suptijah 2006). Komersialisasi dari kitosan, tidak terlepas dari karakteristik fisik, biologi, dan kimiawi yang baik diantaranya dapat didegradasi, diperbaruhi, dan tidak toksik. Kitosan yang sering dikomersialkan adalah kitosan larut asam karena proses pembuatannya lebih mudah dan sederhana. Kitosan larut asam diaplikasikan sebagai antibakteri, pengkelat, absorben, penstabil, pembentuk film, penjernih, flokulan, koagulan, dan antifungi (Kumar 2000).
Gambar 1 Struktur kimia selulosa, kitin, dan kitosan Sumber : Anonim (2009) Kitosan komersil merupakan kitosan yang sudah diproduksi secara massal dan sudah umum diaplikasikan. Kitosan komersil memiliki standar mutu dengan
nilai kadar air < 10%, kadar abu maksimal 2% (dengan suplemen kalsium), kadar nitrogen 5%, dan derajat deasetilasi < 70% (Proton Biopolimer dalam Suptijah et al. 1992). 2.2 Aplikasi Kitosan pada Tanaman Kitosan mempunyai cakupan penggunaan yang luas, dengan afinitas yang tinggi tidak toksik, mudah didegradasi, dan bahan baku berasal dari alam. Kitosan mengatur sistem kekebalan tanaman dan menyebabkan ekskresi enzim pelawan. Lebih dari itu kitosan tidak hanya mengaktifkan sel, tetapi juga meningkatkan kemampuan pertahanan melawan penyakit dan serangga. Kitosan mempunyai efek pada pertanian, misalnya berperan sebagai sumber karbon bagi mikroba di dalam tanah, mempercepat proses transformasi senyawa organik menjadi senyawa anorganik dan membantu sistem perakaran pada tanaman untuk menyerap lebih banyak nutrien dari tanah. Kitosan diserap oleh akar setelah diuraikan oleh bakteri di dalam tanah. Aplikasi kitosan di bidang pertanian, bahkan tanpa pupuk kimia, dan meningkatkan populasi mikroba dalam jumlah yang besar, dan proses transformasi nutrien dari organik ke anorganik yang mana lebih mudah diserap oleh akar tanaman (Boonlertnirun et al. 2008). Kitosan yang diperoleh dengan deasetilasi kitin, mendorong pertumbuhan tanaman dan akar, dan mempercepat waktu berbunga, hasil buah, dan bobot buah serta meningkatkan jumlah bunga pada buah anggur (Ohta et al. 2004). Kitosan merupakan bahan kimia, yang secara konsisten meningkatkan hasil panen. Kitosan secara alami memperbaharui sumber nutrisi, yang biokompatibel dengan kehidupan sel hewan dan tanaman. Pada tanaman, bahwa kitosan meningkatkan induksi antibodi tanaman, menginduksi pytoeleksin dan protein inhibitor yang terkandung dalam lignin (Chandrkrachang et al. 2005). Kitosan menyebabkan akumulasi pytoelexin yang menghasilkan respon antifungi dan meningkatkan perlindungan
dari
infeksi
yang
lebih
jauh
(Vasyukova
2001
dalam Uthairatanakij et al. 2007). Kitosan dapat meningkatkan sinyal untuk sintesis hormon tanaman seperti giberelin. Selain itu kitosan juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan dengan memberikan sinyal biosintesis auksin melalui jalur independen triptofan (Uthairatanakij et al. 2007).
Polikation alami kitosan dapat menghambat pertumbuhan kapang dan jamur
yang patogen di antaranya
jamur
tanah Fusarium oxysporum,
Rhizoetonin solani dan Phythium paroecandrum. Pertumbuhan tanaman dengan adanya kitosan dapat berpengaruh pada jamur patogen dengan interaksi antimikroba secara langsung maupun mengaktifkan pertahanan alami dari tanaman tersebut dan membantu jaringan tanaman dalam mencegah infeksi jamur. Dengan adanya kitosan, proses kolonisasi patogen pada jaringan tanaman dapat dicegah dan apabila jaringan tanaman telah terinfeksi, penyebaran patogen dapat dibatasi sehingga tidak meluas ke jaringan lain yang sehat (El Ghaout et al. 1994 dalam Uthairatanakij et al. 2007). 2.3 Kedelai (Glycine max) Kedelai (Glycine max L) merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak dan dibudidayakan di Indonesia sejak abad ke-17 (Adisarwanto dan Wudianto 2005). Kedelai merupakan salah satu spesies dari famili leguminosae. Berikut
klasifikasi
tanaman
kedelai
(Hermann
1962
dalam
Adie dan Krisnawati 2007) : Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Cormobionta Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Archichlamydae
Ordo
: Rosales
Subordo
: Leguminosinae
Famili
: Leguminosae
Subfamili
: Papilionaceae
Tribe
: Phaseoleae
Subtribe
: Phaseolinae (Glycininae)
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max Tanaman kedelai secara umum tumbuh tegak, berbentuk semak, dan
merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga dapat
tumbuh secara optimal (Adisarwanto 2007). Kedelai secara umum memiliki daun berbentuk bulat (oval) dan lancip (lanceolate) serta berbulu. Daun kedelai beranak tiga helai daun (trifoliolat). Batang kedelai memiliki buku yang akan menjadi tempat tumbuhnya bunga. Buku yang menghasilkan buah disebut buku subur. Pada batang tanaman tersebut biasanya akan muncul cabang (Purwono dan Purnawati 2007). Bunga yang tumbuh di bagian buku memiliki warna putih dan unggu. Setelah 7–10 hari bunga pertama muncul, polong kedelai akan terbentuk untuk pertama kali. Polong tersebut berwarna hijau saat masih muda dan akan berubah menjadi kuning kecoklatan ketika masak. Sementara itu warna bijinya bervariasi, seperti kuning, hitam, dan coklat. Biji kedelai secara umum berbentuk bulat telur, akan tetapi biji kedelai ada juga yang memiliki bentuk bulat dan agak gepeng, hal ini disebabkan oleh jenis varietas yang berbeda (Adisarwanto 2007). Kedelai memiliki akar primer tunggang dan sekunder serabut. Bagian akar kedelai terdapat bintil akar, dimana bintil akar merupakan simbiosis antara kedelai dengan bakteri Rhizobium japonicum yang mampu mengikat gas nitrogen bebas dari udara. Adanya simbiosis ini menyebabkan kedelai terpenuhi sebagian hara nitrogen untuk pertumbuhannya dan menyebabkan tanah tersebut menjadi subur (Purwono dan Purnawati 2007). Kedelai memiliki syarat untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m di permukaan air laut, namun menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996) dalam Rahadia (2008) ada beberapa varietas kedelai mampu beradaptasi pada ketinggian ± 1200 m dpl. Pada ummunya kondisi lingkungan yang dapat ditanami kedelai adalah suhu 28–39 oC dan kelembaban udara (RH) rata-rata 60-70%.
Gambar 2 Bunga kedelai
2.4 Pertumbuhan Kedelai Kedelai mengalami proses pertumbuhan dimana pertumbuhan kedelai dibagi menjadi dua macam yaitu pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pertumbuhan vegetatif dan generatif memiliki ciri yang berbeda, dimana pertumbuhan vegetatif lebih ke arah tinggi dan jumlah organ yang ada pada tanaman contohnya daun dan cabang sedangkan pertumbuhan generatif ke arah pembentukan biji maupun buah (Gardner et al. 1991). 2.4.1 Pertumbuhan fase vegetatif tanaman kedelai Pertumbuhan vegetatif merupakan pertumbuhan pada tanaman yang dimulai sejak tanaman muncul di permukaan tanah sampai tanaman mulai berbunga (Adisarwanto 2007). Pertumbuhan vegetatif pada tanaman mengalami pertambahan dan perkembangan sel, sehingga pertumbuhan tanaman setiap harinya mengalami peningkatan. Pertumbuhan vegetatif setiap tanaman berbeda, berikut merupakan tingkatan stadia pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Penanda pertumbuhan vegetatif kedelai Singkatan Stadia VE VC
Tingkatan stadia Stadia pemunculan Stadia kotiledon
V1
Stadia buku pertama
V2
Stadia buku kedua
V3
Stadia buku ketiga
Vn
Stadia buku ke-n
Keterangan Kotiledon muncul ke permukaan Daun unfoliolat berkembang, tepi daun tidak menyentuh tanah Daun terbuka penuh pada buku unfoliolat. Daun trifoliolat terbuka penuh pada buku kedua di atas buku unfoliolat. Pada buku ketiga batang utama terdapat daun yang terbuka penuh Pada buku ke-n batang utama telah. terdapat daun yang terbuka penuh.
Sumber : Adisarwanto (2007)
2.4.2 Pertumbuhan fase generatif tanaman kedelai Pertumbuhan generatif merupakan pertumbuhan sejak tanaman mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji (Adisarwanto 2007). Pertumbuhan generatif pada tanaman memiliki tujuan untuk melestarikan keturunannya dan stadia perkembangan generatif setiap tanaman berbeda. Tabel 2 menyajikan stadia perkembangan generatif tanaman kedelai.
Tabel 2 Penanda pertumbuhan generatif kedelai Singkatan Stadia R1
Tingkatan Stadia Mulai Berbunga
R2
Berbunga penuh
R3
Mulai berpolong
R4
Berpolong penuh
R5
Mulai pembentukan biji
R6
Berbiji penuh
R7
Mulai masak
R8
Masak penuh
Keterangan Munculnya bunga pertama pada buku mana pun pada batang utama. Bunga terbuka penuh pada satu atau dua buku paling atas pada batang utama dengan daun yang telah terbuka penuh. Polong telah terbentuk dengan panjang 0,5 cm pada salah satu buku batang utama. Polong telah mencapai panjang 2 cm di salah satu buku teratas pada batang utama. Ukuran biji dalam polong mencapai 3 mm pada salah satu buku batang utama. Setiap polong pada batang utama telah berisi biji satu atau dua. Salah satu warna polong pada batang utama telah berubah menjadi cokelat kekuningan atau warna masak. 95 % jumlah polong telah mencapai warna polong masak
Sumber : Adisarwanto (2007)
2.5 Pupuk Kandang Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran padat dan cair (urine) hewan ternak (Prihmantoro 1999). Pupuk mengandung unsur hara lengkap untuk pertumbuhan, terdiri dari unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan mengandung unsur hara mikro seperti seng dan mangan. Selain penyediaan unsur hara bagi tanaman, pupuk kandang berfungsi memperbaiki unsur tanah sebagai media tumbuh, meningkatkan kapasitas kation, dan mendorong kehidupan jasad renik dalam tanah (Sutedjo 1994). Dengan kata lain pupuk kandang memiliki kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, sehinggga menjadi faktor-faktor yang menjamin kesuburan tanah. Jenis kotoran hewan yang umum digunakan sebagai pupuk kandang adalah kotoran sapi yang ketersediaannya lebih banyak dibandingkan hewan lain (Marsono dan Sigit 2002 dalam Rahadia 2008). Pupuk kandang sapi adalah pupuk kandang yang banyak mengandung lendir dan air. Pupuk ini terdiri dari
44% bahan padat dan 6,3% bahan cair. Komposisi unsur hara yang terkandung di dalam pupuk kandang sapi yaitu 0,6% N,
15% P 2O5, dan 0,45% K2O
(Sutedjo 1994). 2.6 Fitohormon Fitohormon merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesis pada bagian tertentu dalam tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tertentu sebagai tanggapan biologi, kimia, maupun fisik. Fitohormon berperan sebagai pengatur pertumbuhan, perkembangan,dan pergerakan pada tanaman. Fitohormon dalam tanaman disebut dengan Zat Pengatur Pertumbuhan (ZPT) (Gardner et al. 1991). ZPT dalam tanaman ada lima, antara lain auksin, sitokinin, giberelin, etilen, dan asam absisat. Namun dari kelima hormon ini yang digunakan hanya empat hormon yang berbengaruh terhadap diferensiasi sel-sel pada tanaman. Hormon-hormon ini juga dapat mengubah ekspresi gen, dengan mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran (Dewi 2008). 2.6.1 Hormon auksin Auksin merupakan sekelompok senyawa kimia yang berperan untuk perpanjangan kuncup yang sedang berkembang. Auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan dari asam amino tritofan di dalam ujung tajuk tumbuhan dan berupa Asam Indol Asetat (IAA) (Gardner et al. 1991). Hormon auksin, terutama IAA mempengaruhi pertumbuhan batang dan akar tanaman. IAA diproduksi di tunas ujung dan diangkut ke bagian bawah dan mendorong pemanjangan sel batang dalam kosentrasi tertentu (0,9 g/l), apabila melebihi kosentrasi tersebut akan menghambat pemanjangan sel batang. Selain bagian batang, IAA juga mempengaruhi pemanjangan akar dengan kosentrasi kurang dari 10-6 g/l. Bila melebihi kosentrasi yang ada akan menginduksi produksi etilen, yaitu suatu hormon yang berperan sebagai inhibitor dalam perpanjangan sel (Dewi 2008). Mekanisme auksin berdasarkan hipotesis pertumbuhan asam yaitu pemompaan proton membran plasma, dimana proses ini merespon pertumbuhan sel. Daerah perpanjangan tunas, auksin menstimulasi pemompaan proton membran plasma, dan beberapa menit akan meningkatkan potensial membran dan
menurunkan pH di dalam dinding sel. Pengasaman dinding sel akan mengaktifkan enzim ekspansin yang memecah ikatan hidrogen antara mikrofibril selulosa dan melonggarkan struktur dinding sel. Sedangkan peningkatan potensial membran, akan meningkatkan pengambilan ion ke dalam sel, yang menyebabkan pengambilan air secara osmosis dan akan meningkatkan plastisitas dinding sel. Plastisitas inilah yang memungkinkan sel memanjang. Auksin juga berpengaruh terhadap pertumbuhan buah karena meningkatkan induksi perkembangan buah (Salisbury dan Ross 1995). 2.6.2 Hormon sitokinin Sitokinin merupakan zat perangsang pertumbuhan yang mendorong pembelahan. Sitokinin secara alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang telah diproduksi akan diangkut ke xylem menuju sel-sel target pada batang (Dewi 2008). Sitokinin memiliki banyak aplikasi antara lain meningkatkan pembelahan, pertumbuhan, perkembangan kultur sel tanaman, menunda penuaan daun; bunga; dan buah dengan cara mengontrol proses kemunduran penyebab kematian sel-sel tanaman. Penuaan pada daun melibatkan penguraian klorofil dan protein-protein, kemudian
produk
tersebut
diangkut
jaringan
floem
menuju
jaringan
meristem/jaringan lain yang membutuhkan (Gardner et al. 1991). Hormon sitokinin memiliki interaksi dengan auksin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi di akar dan diangkut menuju tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal dan diangkut di bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas cabang. Kuncup aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini menunjukkan rasio sitokinin terhadap auksin lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan. Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin merupakan salah satu peranan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas (Dewi 2008). 2.6.3 Hormon giberelin Giberelin
merupakan
senyawa
kimia
yang
dapat
meningkatkan
pertumbuhan pada tanaman. Giberelin sebagian besar dalam bentuk inaktif, sehingga memerlukan precursor untuk menjadi aktif yaitu asetil koA. Peran
giberelin untuk menstimulasi pertumbuhan pada daun dan batang, pertumbuhan buah, dan perkecambahan (Gardner et al. 1991). Mekanisme giberelin dalam pertumbuhan tanaman seperti halnya auksin yaitu mengendorkan dinding sel, tetapi tidak mengasamkan dinding sel, yang memfasilitasi penetrasi ekspansi ke dalam dinding sel untuk bekerja sama dalam meningkatkan perpanjangan sel. Saat fase tumbuhan menjadi fase generatif, terjadi ledakan giberelin yang menginduksi internodus (ruas) menjadi memanjang dengan cepat sehingga kuncup bunga menjadi tinggi dan berkembang pada ujung batang (Dewi 2008). 2.6.4 Hormon asam absisat (ABA) Asam absisat merupakan zat yang dihasilkan untuk menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA memiliki fungsi terhadap dormansi biji dan cengkaman kekeringan (Dewi 2008). 2.6.5 Etilen Etilen secara umum memiliki pengaruh terhadap respon fisiologi pascapanen tanaman. Peranan dari hormon fisiologi pada pascapanen untuk mempercepat
proses
(Gardner et al. 1991)
pemasakan
buah
dan
meningkatkan
kualitas
biji