4
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Anopheles spp. Sebagai Vektor Nyamuk Anopheles merupakan satu genus dari famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Jentik Anopheles ditandai dengan rambut berbentuk kipas (palmate hair) pada bagian dorsal setiap segmen abdomen dan tidak memiliki sifon. Kedua jenis kelamin nyamuk Anopheles mempunyai palpus sama panjang dengan proboscis, pada jantan ujung palpus membesar (Mattingly, 1969). Genus Anopheles yang telah diidentifikasi sebanyak 400 spesies menyebar hampir ke seluruh dunia, 40 spesies di antaranya merupakan vektor malaria (Service, 2000). P e r a n a n Anopheles sebagai vektor malaria yaitu secara aktif menularkan empat jenis protozoa darah (Plasmodium vivax, P. falciparum, P. malariae, dan P. ovale) dari penderita kepada orang yang sehat. Di dalam tubuh nyamuk, Plasmodium mengalami perubahan bentuk dan bertambah jumlahnya karena mengadakan multiplikasi. Karena siklus seksual parasit malaria terjadi di dalam tubuh nyamuk Anopheles, sehingga nyamuk tersebut sebagai definitive host, sedangkan manusia sebagai intermediate host (Service, 2000). Siklus hidup Plasmodium di dalam tubuh manusia, berawal ketika nyamuk Anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia. Sambil menusuk dan mengisap darah, nyamuk akan mengeluarkan sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk dan masuk ke dalam peredaran darah dan jaringan hati. Plasmodium membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer) dalam waktu 6 – 25 hari. Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit yang masuk ke dalam eritrosit. Selanjutnya, terbentuk tropozoit muda sampai sizon tua atau matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit (stadium eritrositer). Sebagian besar merozoit masuk kembali ke eritrosit, sedangkan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap diisap nyamuk Anopheles betina, kemudian melanjutkan siklus hidupnya di dalam tubuh nyamuk (Harwood & James, 1979).
5
Proses perkembangan Plasmodium di dalam tubuh Anopheles yaitu pada saat mikrogamet
dan makrogamet diisap oleh Anopheles betina dari
penderita malaria dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (siklus sporogoni). Di dalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara mikrogamet dan makrogamet yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk dan berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang akan pecah dan keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk, dan siap untuk ditularkan ke manusia. Siklus hidup Plasmodium di dalam tubuh nyamuk berlangsung selama satu hingga dua minggu (Service, 2000). Untuk menjadi vektor, spesies nyamuk harus memenuhi beberapa syarat, seperti (1) kerentanan terhadap infeksi malaria (susceptibility to infections), (2) kesukaan terhadap inang (host preferences), (3) berumur panjang (longevity), dan (4) kepadatan (density) pada saat tertentu yang merupakan faktor penting dalam menentukan kapasitas vektor (Rao, 1981). Kapasitas vektor adalah rata-rata jumlah gigitan infektif yang secara potensial akan dipindahkan oleh semua vektor yang mengisap darah pada satu inang dalam satu hari (Eldridge & Edman, 2000). Anopheles dapat disebut vektor malaria di suatu daerah apabila terbukti positif mengandung sporozoit di dalam kelenjar ludahnya. Spesies Anopheles tertentu di suatu daerah dapat berperan sebagai vektor malaria, tetapi belum tentu di daerah lain juga mampu menularkan malaria. Di Indonesia nyamuk Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor terdapat 20 spesies yang terdiri atas A. balabacensis, A. sundaicus, A. letifer, A. maculatus, A. kochi, A. tessellates, A. subpictus, A. aconitus, A. balabacensis, A. sinensis, A. barbirotris, A. minimus, A. nigerrimus,
A. ludlowae, A. flavirostris, A.
punclatus, A. farauti, A. koliensis, A. bancrofti, dan A. umbrosus (Depkes, 2007). Nyamuk Anopheles yang bertindak sebagai vektor di Indonesia sangat beragam pada beberapa daerah, seperti nyamuk A. balabacensis sebagai vektor utama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta D.I Aceh, dan A. flavirostris di Sulawesi Selatan. Sementara itu, A. subpictus di NTT,
6
NTB, Sulawesi, Jawa, dan Bengkulu, A. sundaicus di Sumatera, Jawa, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan, A. minimus di Sulawesi Utara
dan Sulawesi
Tengah. Nyamuk lain sebagai vektor, yaitu A. sinensis dan A. nigerrimus di Sumatera, A. letifer di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, A. barbirostris di NTT dan Sulawesi, A. farauti, A. koliensis, A. bancrofti, A. punculatus di Maluku dan Papua Barat. Sedangkan, A. umbrosus sebagai vektor hanya di Sumatera dan Kalimantan (Depkes, 2007). Menurut konsep vektor malaria, nyamuk Anopheles spp merupakan spesies yang jumlahnya selalu dominan bila dibandingkan dengan spesies lainnya. Dari hasil penangkapan nyamuk dewasa di kampung Citameang, Cisaar, dan Cisantri Kabupaten Sukabumi diperoleh sembilan spesies Anopheles yaitu A. aconitus, A. anularis, A. baezai, A. barbirostris, A. indefinitus, A. kochi, A. maculates, A. sundaicus dan A. vagus. Dari spesiesspesies tersebut A. vagus merupakan spesies yang paling dominan dengan kelimpahan nisbi 96,61% dibandingkan dengan spesies lainnya sehingga cenderung dapat berperan sebagai vektor (Munif, 2008).
Selain itu,
Anopheles spp. harus mempunyai umur cukup panjang sehingga memungkinkan perkembangan plasmodium hingga menjadi sporozoit. Dari hasil perkiraan umur nyamuk A. barbirostris di Lengkong Kabupaten Sukabumi 1,3 – 3,49 hari, sehingga dengan umur yang pendek nyamuk ini tidak mungkin dapat menularkan malaria dari yang sakit ke yang sehat (Munif et al., 2007). Sejauh ini, A. barbirostris hanya menjadi vektor malaria di NTT dan Sulawesi (Depkes, 2007). Nyamuk Anopheles yang berperan sebagai vektor di Thailand adalah A. campestris, A. hodkini Reid, A. sawdongporni, A. barbirostris grp, A. hyrcanus grp, A. vagus Doenitz, A. kochi, A. annularis Van der Wulp, A. maculatus, A. philipinensis, A. sundaicus dan A. tesselatus Van der Wulp (Sithiprasasna et al., 2004).
2.2
Perilaku Nyamuk Anopheles
7
Nyamuk Anopheles menempatkan telurnya di permukaan air. Pemilihan genangan air sebagai tempat meletakkan telur dilakukan oleh nyamuk betina. Suatu tipe genangan air yang disukai oleh satu jenis nyamuk, belum tentu disukai oleh jenis nyamuk yang lain sehingga tempat perindukan nyamuk spesies Anopheles berbeda-beda. Larva Anopheles saat istirahat dalam air sejajar dengan permukaan air dan sekali-sekali menyelam untuk memperoleh makan. Larva Anopheles dijumpai pada genangan air yang terkena sinar matahari atau teduh, tidak terlalu kotor, air payau. Habitat yang bersifat permanen seperti rawa-rawa, parit yang tertutup rumput, sawah, sungai yang airnya tidak mengalir, dan kolam. Selain itu, ditemukan pada habitat yang bersifat temporer seperti genangan air, bekas telapak kaki hewan, dan penampungan air (Service, 2000). Kebiasaan nyamuk setelah keluar dari pupa adalah istirahat dan terbang untuk mencari makanan dan melakukan perkawinan kemudian istirahat lagi. Frekuensi menghisap darah tergantung pada lamanya waktu yang digunakan nyamuk sampai di tempat istirahat, proses pencernaan darah, perkembangan telur, pencapaian tempat peneluran yang cocok dan waktu yang digunakan hingga mengisap darah lagi (siklus gonotropik) (Russel et al., 1963). Beberapa nyamuk Anopheles yang masuk rumah untuk mencari darah, beristirahat di dalam rumah selama beberapa jam setelah mengisap darah, kemudian keluar mencari tempat bernaung untuk beristirahat seperti tumbuhtumbuhan, sarang binatang pengerat, lubang dan celah pohon atau di lubang tanah, gua dan bagian bawah jembatan. Nyamuk Anopheles beristirahat di dalam rumah jika tempat istirahat di luar tidak menguntungkan dan paling sering ditemukan pada bagian rumah yang kering serta berangin (Rozendaal, 1997). Nyamuk Anopheles yang terbang menyebar mencari makan dan darah terkadang dibantu oleh angin. Luasnya penyebaran nyamuk berdampak pada pertambahan jumlah nyamuk yang akan berlangsung cepat apabila lingkungan tempat berkembang biak mendukung, seperti tersedianya hospes (sumber darah) yang disukai dan tempat istirahat yang cocok.
8
Nyamuk kadang-kadang terbang jauh untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya yaitu mengisap darah, istirahat dan meletakkan telur, selain itu mencari tempat baru yang disenangi. Beberapa fakta yang diduga penting dalam orientasi nyamuk pada hospes, misalnya; bau spesifik hospes, suhu udara dan kelembaban udara. Hewan mamalia merupakan objek yang paling disukai oleh nyamuk Anopheles untuk mendapatkan darah, tetapi sebagian nyamuk mengisap darah bukan mamalia seperti burung, reptil dan amfibi (Taboada, 1966). Kesukaan nyamuk betina mencari darah hewan sebagai bahan pertumbuhan telurnya, sukar ditentukan mengingat beberapa spesies dari nyamuk tersebut juga menyukai darah manusia. Penempatan ternak kerbau dan sapi yang terlalu dekat dengan rumah penduduk dapat mengundang nyamuk berdatangan ke sekitar permukiman yang mengakibatkan nyamuk tidak hanya mengisap darah kerbau dan sapi, tetapi juga dapat mengisap darah orang pada malam hari maupun yang beristirahat di dalam rumah pada pagi hari (Triboewono, 1986). Nyamuk A. aconitus, A. subpictus dan A. maculatus, A. letifer, A. nigerrimus lebih suka darah binatang seperti darah kera, sapi dan kerbau namun sering juga ditemukan mengisap darah manusia. Oleh karena itu manusia adalah salah satu hospes nyamuk Anopheles selain binatang. Nyamuk Anopheles betina sangat membutuhkan darah manusia dan binatang untuk pematangan telur-telur dan kelangsungan hidupnya (Hardey et al., 2000). Nyamuk A. barbirostris di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai mengisap darah manusia tetapi di Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur banyak ditemukan mengisap darah manusia. Pemeriksaan terhadap A. barbirostris di Sulawesi Tenggara menunjukkan hasil uji presipitin spesimen dari Sulawesi Tenggara yang dilakukan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa indeks darah manusia sebesar 90,7%. Nyamuk ini aktif mencari darah sepanjang malam, tetapi puncak kepadatannya menjelang malam pukul 19.00 – 21.00 (Depkes, 2007).
9
A. subpictus lebih senang mengisap darah hewan dari pada manusia dengan indeks darah hewan (sapi) 94% - 100%, dan aktif mencari darah sepanjang malam dengan puncak kepadatan antara pukul 22.00 – 23.00. Pada malam hari nyamuk ini hinggap di dinding baik sebelum atau sesudah mengisap darah. A. umbrosus lebih senang mengisap darah manusia daripada hewan dan di dalam hutan lebih banyak yang aktif mencari darah pada siang (Depkes, 2007). A. vagus di Sulawesi Tengah tidak menyukai darah manusia dengan indeks darah manusia 42,9%, dan mempunyai kebiasaan pada saat masuk rumah hinggap di dinding terlebih dahulu (94,9%) sebelum mengisap darah dengan perut dalam keadaan kosong (Jastal, 2005). Perilaku Anopheles mengisap darah berbeda pada beberapa daerah seperti A. sundaicus di daerah pantai Pangandaran, Jawa Barat lebih senang mengisap darah di luar rumah dari pada di dalam rumah dan puncak kepadatan mengisap darah manusia pada pukul 02.00 – 03.00 (Situmeang, 1991). Di daerah persawahan Desa Kasimbar Sulawesi Tengah yang berada di dataran rendah ditemukan A. barbirostris lebih dominan mengisap darah orang di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah. Puncak kepadatan A. barbirostris menggigit di dalam dan di luar rumah pada jam 23.00 – 04.00, sedangkan A. subpictus puncaknya pada jam 21.00 – 03.00 (Garjito et al., 2004). Adapun di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo, D.I Yogyakarta yang merupakan daerah perbukitan ditemukan A. vagus lebih banyak menggigit di luar rumah dengan kepadatan tertinggi pada jam 22.00 – 24.00 dan A. annularis tidak diketahui menggigit orang (Effendi, 2002). Di desa Sedayu Purworejo, nyamuk A. aconitus ditemukan beristirahat di dalam rumah terutama di ruang tamu dan kamar tidur (Riyanti, 2002). Sementara itu di Desa Hargotirto, Kokap Yogyakarta, A. maculatus ditemukan istirahat di dapur dan A. balabacensis ditemukan di seluruh bagian rumah (Mahmud, 2002). Sedangkan di Desa Lengkong Kabupaten Sukabumi dilaporkan A. nigerrimus lebih dominan (70%) dibandingkan dengan spesies lainnya, diikuti A. aconitus dengan kepadatan populasi 13 % (Sopian, 2002).
10
Nyamuk A. aconitus lebih menyukai darah kerbau dan sapi, tetapi dapat juga menggigit manusia bila kandang ternak satu atap dengan orang atau jumlah hewan sedikit, sedangkan A. sundaicus, A. balabacensis, A. barbirostris (di Sulawesi, NTT dan NTB) A. farauti, A. punctulatus serta A. koliensis lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang. Keadaan ini sangat potensial sebagai vektor penyakit karena lebih banyak yang kontak dengan manusia (Depkes, 1999a). Nyamuk Anopheles barbirostris di Banggai Sulawesi Tengah paling dominan tertangkap mengisap darah orang di luar rumah (46%), sedangkan A. subpictus paling dominan menggigit di dalam rumah (24%). Di Kabupaten Donggala pada daerah persawahan ditemukan A. barbirostris paling dominan mengisap darah orang di dalam maupun di luar rumah, sedangkan di daerah pantai atau daerah sekitar genangan air payau ditemukan A. subpictus paling dominan mengisap darah orang di luar rumah (Jastal et al., 2001). Nyamuk A. barbirostris di Malaysia lebih dominan di luar rumah, dan hasil uji presipitin pada 35 ekor nyamuk betina menunjukkan bahwa 80% mengisap darah hewan dan 20% mengisap darah manusia. Sama halnya dengan
A. vagus lebih senang mengisap darah sapi (95%) dibandingkan
dengan darah manusia. Di India dan Indonesia A. annularis lebih menyukai darah hewan (64,47% – 100%). Dari 11 ekor A. umbrosus betina, 81,82% di antaranya mengisap darah hewan, 9,09% mengisap darah manusia, dan 9,09% mengisap darah hewan dan manusia (Horsfall, 1955). Adapun di Thailand A. nivipes ditemukan lebih dari 65 % dari semua nyamuk Anopheles yang tertangkap di daerah persawahan melalui umpan badan, umpan hewan dan penangkapan nyamuk yang istirahat di kamar tidur (Kobayashi et al., 2000). 2.3
Habitat Nyamuk Anopheles Anopheles dalam perkembangannya dari telur hingga dewasa memerlukan dua habitat yang berbeda, yaitu di air dan di darat, kehidupan larva di air sangat dipengaruhi oleh sistem kehidupan di air tersebut, demikian pula halnya nyamuk dewasa yang berada di darat. Nyamuk
11
Anopheles mempunyai tempat istirahat dan tempat perindukan yang berbeda. A. subpictus dan A. sundaicus mempunyai habitat di daerah pantai dan pada perairan payau, A. maculatus di daerah perbukitan, sedangkan A. aconitus, A. barbirostris di daerah persawahan. (Mattingly, 1969). Pergerakan nyamuk dewasa diatur oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban udara, daya tarik hospes dan daya tarik genangangenangan air sebagai tempat untuk berkembang biak. Oleh karenanya distribusi, jarak terbang, perilaku, ketahanan hidup dan kemampuan menularkan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Tempat perindukan nyamuk Anopheles sangat bervariasi dan bersifat local spesific. Nyamuk Anopheles dalam perkembang biakannya memerlukan air untuk peletakkan telur dan penetasannya secara turun temurun. Tempat tersebut dapat dibedakan berdasarkan ukuran, lama keberadaan air di tempat tersebut, dan macam tempatnya (Mattingly, 1969). Setiap spesies Anopheles mempunyai karakteristik tersendiri dalam peletakkan telur. Nyamuk A. sundaicus meletakkan telurnya di perairan payau, dengan salinitas 12‰ – 18‰, dan bila kadar garam mencapai 40‰ maka larva A. sundaicus akan menghilang. Tempat berkembang biak A. sundaicus adalah tempat yang terbuka dan terpapar sinar mata hari langsung, pada tambak ikan/udang, daerah rawa pantai, lagun. Bila pada lagun ditemukan lumut perut ayam (Hetermorpha sp.) dan lumut sutera (Enteromorpha sp.) kemungkinan di lagun tersebut ada larva A. sundaicus (Horsfall, 1955). Larva nyamuk A. sundaicus terdapat di pantai selatan pulau Jawa, pulau Sumatera, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan serta Sulawesi Utara. Larva A. balabacensis hidup di aliran air jernih di kaki gunung atau jurang, dengan sedikit endapan lumpur dan dedaunan, terlindung dari sinar matahari langsung, kobakan bekas telapak kaki binatang, kobakan bekas roda mobil dan kubangan seperti yang terdapat di Jawa Tengah, Kalimantan Selatan (Depkes, 1999a). Larva A. maculatus berhabitat pada genangan air jernih di daerah pegunungan berupa kolam kecil, mata air, sungai kecil yang mengalir
12
perlahan, atau kobakan air yang terdapat di dasar sungai pada musim kemarau dan lebih suka bila terdapat tanaman air serta mendapat sinar matahari langsung, seperti yang terdapat di Sumatera Utara, Riau, Batam, Bitung, Jambi, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Lampung, Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Habitat larva A. barbirostris terdapat di perairan tempat yang teduh, terlindung dari sinar mata hari yang terdapat di sawah, saluran irigasi, kolam serta rawa-rawa air tawar di Sumatera, Jawa, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (Depkes, 1999a). Nyamuk A. umbrosus tergolong nyamuk hutan dan tempat berkembang biaknya di genangan-genangan air yang tidak mengalir di dalam hutan yang terlindung dari sinar mata hari langsung dan rawa-rawa, selain itu dijumpai pula di sungai yang mengalir perlahan (Horsfall, 1955) . A. subpictus ditemukan bersama-sama dengan A. sundaicus, keduaduanya berkembang biak di air payau. Jentik A. subpictus lebih tolerans terhadap kadar garam, sehingga dapat ditemukan di tempat yang mendekati tawar atau juga di tempat dengan kadar garam cukup tinggi (Depkes, 2007). Di Pulau Pari Kepulauan Seribu larva A. subpictus terdapat pada kolam perendaman rumput laut dan sumur dangkal yang tersebar di sebagian pesisir pulau. Salinitas air kolam perendaman rumput laut sekitar 9 o/oo dengan pH 7 dan di sekeliling kolam terdapat tumbuhan semak dan rumput, sedangkan salinitas air sumur 0 o/oo dengan pH 7 dan vegetasi sekitar sumur dangkal tersebut adalah rumput ilalang dan beberapa lainnya dengan naungan pohon waru (Ariati et al., 2007). Di Kabupaten Sikka pulau Flores larva A. subpictus ditemukan di lagun, sawah, rawa dan comberan yang ditumbuhi oleh tanaman air seperti enceng gondok. Larva A. barbirostris selain ditemukan di habitat dengan air tawar juga pada air payau dengan kadar garam mencapai 22 ‰. Bila ditinjau dari frekuensi penemuan larvanya, A. barbirostris lebih sering ditemukan di air sungai. A. vagus ditemukan di genangan, sungai dan sawah. Sedangkan A. annularis dan A. indefinitus hanya ditemukan di sawah 1993).
(Ompusunggu,
13
Habitat A. barbirostris, A. vagus dan A. annularis di lokasi transmigrasi Manggala, Lampung Utara berupa sawah, rawa dan parit dengan pH 4,5 – 7 (Boesri, 1992). Sedangkan di Sukabumi larva Anopheles spp. ditemukan pada habitat dengan suhu, pH dan kadar garam yang bervariasi yaitu A. barbirostris (21-40° C, 5–9, 0–4 ‰), A. vagus (24 - 43° C, 5-9, 0-10‰), A. annularis (23-40° C, 6-8, 0-3‰), A. subpictus (28-39° C, 6-8, 0-2‰) dan A. indefinitus (27-35° C, 7, 0-2‰) (Stoops et al., 2007). Di Sulawesi Tengah larva nyamuk malaria A. barbirostris terdapat pada dataran rendah, perbukitan dan pegunungan (sawah, kobakan air tawar, mata air, kolam ikan tawar, saluran/selokan
dan rawa-rawa), A. subpictus di
empang, lagun, rawa-rawa dan kobakan air pasang. A. flavirostris di sungai/selokan berbatu, penampungan mata air serta selokan dengan aliran air jernih lambat (Jastal et al., 2001). Di daerah pantai Banyuwangi larva A. barbirostris dan A. sundaicus ditemukan di habitat yang sama yaitu lagun, kobakan dan mata air. A. vagus terdapat di lagun dan kobakan, sedangkan A. subpictus ditemukan hanya di mata air (Sinta et al., 2003). L a r v a A. barbirostris mempunyai habitat berupa air tawar, asin, ternaungi, atau terpapar sinar matahari, bersifat sementara atau permanen, ditumbuhi atau tidak ditumbuhi vegetasi, keruh atau bersih. Habitat ini dapat berupa kolam yang ditumbuhi rumput dan terlindung bagian permukaannya, celah di bawah batuan, sawah, rawa, sungai kecil, dan sumur yang tidak digunakan lagi. Larva nyamuk ini tersebar di Indonesia, India, Malaysia, China, dan Philipina. A. umbrosus ditemukan di kolam, rawa, dengan air yang berlumpur yang terlindung dari sinar matahari di dalam hutan yang lebat. A. annularis ditemukan pada air tergenang berupa sawah yang sudah ditanami, kolam dan sungai yang berumput dan parit yang di dalamnya terdapat vegetasi yang mengapung di permukaan air. A. vagus di India memiliki habitat yang sama dengan A. annularis yaitu sawah yang sudah ditanami, parit yang ditumbuhi rumput, kolam. Selain itu, A. vagus juga ditemukan di kubangan kerbau, bekas telapak hewan (Horsfall, 1955).