BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 47-52
BIONOMI VEKTOR MALARIA KELOMPOK Anopheles punctulatus (Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus) DI PROVINSI PAPUA
PENGANTAR REDAKSI BALABA edisi Volume 10 No. 1 Juni 2014 memuat artikel mengenai chikungunya, kartu penderita malaria, vaksin Dengue, vektor malaria, spasial DBD, biji jarak, tikus, dan leptospirosis. Artikel yang mengawali edisi ini berjudul “Distribusi Spasial Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.” Artikel ini berisi tentang menganalisis faktor risiko spasial yang berpengaruh terhadap kejadian DBD menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis dan informasi sebaran DBD secara keruangan. Selanjutnya, disusul artikel kedua dengan judul “Efektivitas Ekstrak Biji Jarak Merah (Jatropha gossypiifolia), Jarak Pagar (J. curcas) dan Jarak Kastor (Riccinus communis) Famili Euphorbiaceae terhadap Hospes Perantara Schistosomiasis, Keong Oncomelania hupensis lindoensis” mengkaji tentang efektifitas fraksi ekstrak biji jarak merah, biji jarak pagar dan biji jarak kastor terhadap keong O. h. lindoensis. Artikel ketiga berjudul “Kewaspadaan Dini Kejadian Leptospirosis di Desa Selandaka Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun 2013.” Artikel ini mengungkap mengenai identifikasi rodensia jenis tikus sebagai hewan penular leptospirosis, keberadaan bakteri Leptospira pada tikus dan manusia. Artikel keempat berjudul “Gambaran Pemanfaatan Kartu Penderita Malaria sebagai Upaya Pemantauan Pengobatan Malaria Vivax (Studi Kasus di Puskesmas Wanadadi I dan Banjarmangu I, Kabupaten Banjarnegara).” Artikel ini mengungkap mengenai kelengkapan pengisian kartu penderita malaria, ketepatan waktu dan kelengkapan follow up. Artikel kelima berjudul “Identifikasi Tikus dan Cecurut di Kelurahan Argasoka dan Kutabanjarnegara Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014.” Artikel ini menceritakan tentang identifikasi jenis tikus yang tertangkap. Artikel keenam berjudul “Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Chikungunya di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014” mengungkap deskripsi KLB dan faktor risiko yang berhubungan terhadap kejadian KLB demam chikungunya. Artikel ketujuh berjudul “Vaksin Dengue, Tantangan, Perkembangan dan Strategi.” Artikel ini membahas tantangan yang dihadapi dalam perkembangan vaksin dan strategi yang dilakukan untuk mempercepat penyediaan vaksin Dengue. Artikel terakhir yang menutup edisi ini berjudul “Bionomi Vektor Malaria Kelompok Anopheles punctulatus (Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus)” di Provinsi Papua mengkaji mengenai bionomi dari ketiga kelompok Anopheles punctulatus.
Salam, Dewan Redaksi
BIONOMY OF Anopheles punctulatus GROUP (Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus) MALARIA VECTOR IN PAPUA PROVINCE Semuel Sandy* *Balai Litbang Biomedis Papua Jl. Kesehatan No.10 Dok II Jayapura, Papua, Indonesia E-mail:
[email protected] Received date: 14/11/2013, Revised date: 27/3/2014, Accepted date: 1/4/2014
ABSTRAK Malaria merupakan masalah kesehatan utama di Provinsi Papua dengan angka Annual Parasite Incidence (API) pada tahun 2011 sebesar 58 per 1000 penduduk dan Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 169 per 1000 penduduk. Vektor malaria Papua dilaporkan Anopheles farauti, An. punctulatus dan An. koliensis. Tiga spesies tersebut aktif menggigit pada malam hari (nokturnal), antropofilik dengan karakteristik tempat perkembangbiakan, aktifitas menggigit, dan tempat istirahat dilaporkan spesifik setiap spesies. Kajian ini untuk melihat beberapa aspek bionomi (tempat perkembangbiakan, aktifitas menggigit, dan tempat istirahat. Larva An. farauti memiliki habitat di daerah pantai, perairan payau (memiliki toleransi terhadap salinitas 4,6%), irigasi buatan atau alami. Nyamuk dewasa An. farauti betina bersifat nokturnal, eksofagik, eksofilik, dan antropofilik. Larva An. koliensis tidak ditemukan di perairan payau, banyak ditemukan di hutan rawa, hutan sagu, kolam semi permanen atau permanen yang dangkal dan terpapar sinar matahari langsung. Nyamuk dewasa An. koliensis bersifat nokturnal, antropofilik (78% menggigit manusia), eksofagik, eksofilik sedangkan larva An. punctulatus tidak ditemukan di air payau, tetapi ditemukan pada kolam dengan air jernih atau keruh dengan vegetasi atau tanpa vegetasi air. Larva An. punctulatus juga ditemukan di hutan sagu dan hutan rawa dengan paparan sinar matahari langsung. Nyamuk dewasa An. punctulatus bersifat nokturnal, antropofilik (98% menggigit manusia), eksofagik, endofilik. Data dasar mengenai perilaku nyamuk Anopheles (bionomi) sangat diperlukan dalam mengembangkan pola intervensi dan kontrol vektor yang lebih efektif dan efisien. Kata kunci: vektor malaria, An. punctulatus group, bionomi, Papua ABSTRACT Malaria is a major health problem in Papua province with Annual Parasite Incidence (API) was reported 58/1000 population in 2011, and the Annual Malaria Incidence (AMI) was 169/1000 population. The malaria vector in Papua were Anopheles farauti, An. punctulatus and An. koliensis. These three species were nocturnal, antrophopilic with the diferrence bionomics such as breeding habitats, biting activity, and resting places. The aim of this study was to determine the bionomic aspects of the malaria vectors (resting places, biting activity and breading habitats) in the study areas. The larvae of An. farauti was reported found at coastal, area with brackish water (salinity ± 4.6 %), natural or artificial irrigation canals. Adult female mosquitoes of An. farauti were found nocturnal, eksofagik eksofilik , and antrophopilic habit. An. koliensis larvae not found in brackish, they were found in the swamp and sago forest, semipermanent or permanent ponds which shallow and exposed to direct sunlight . Adult mosquitoes of An. koliensis were nocturnal, antrophopilic (78% human bites), eksofagik, eksofilik. The larvae of An. punctulatus was not found in brackish water, it was found in a pool with clear or turbid water which presence or no water vegetation, the larvae of An. punctulatus also found in sago and swamp forest with exposure to direct sunlight. Adult mosquites of An. punctulatus were nocturnal, antrophopilic (98% human bites), eksofagik, endofilik. Basic data on the behaviour of Anopheles spp (bionomic) is necessary in developing effective and efficient intervention pattern and control vector. Key words: malaria vector, An. punctulatus group, bionomic, Papua
47
Bionomi Vektor ...............................(Semuel Sandy)
PENDAHULUAN Parasit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Siklus hidup nyamuk vektor dan parasit malaria sangat dipengaruhi faktor iklim (curah hujan, suhu, dan kelembaban). Curah hujan berkaitan dengan tempat perkembangbiakan (breeding habitat), sedangkan suhu dan kelembaban berkaitan dengan perkembangan parasit malaria 1 dalam tubuh nyamuk vektor. Malaria tersebar di sekitar 100 negara di daerah tropis dan sub tropis seperti India, Amerika Selatan, Afganistan, Sri Lanka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Kamboja, 2 Cina, Filipina, Amerika Tengan dan Afrika. Kejadian malaria tergantung pada kondisi geografis, demografi dan adanya vektor Anopheles yang menularkan parasit Plasmodium spp. Kejadian malaria dipengaruhi oleh lingkungan (ekologis), iklim, keberadaan vektor dan bionominya, serta perilaku masyarakat. Peranan Anopheles sebagai vektor malaria telah banyak dilaporkan melalui penelitian baik pemeriksaan secara uji ELISA (deteksi antigen sporozoit) maupun secara mikroskopis dengan cara pembedahan kelenjar ludah (salivary gland) nyamuk Anopheles.3 Dilaporkan 420 spesies Anopheles, 70 spesies diantaranya merupakan vektor malaria dan 23 spesies kembar.4,5 Di Indonesia ditemukan 80 spesies Anopheles, 22 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria dan tersebar lokal spesifik. Vektor malaria utama di Indonesia Timur, khususnya di Provinsi Papua termasuk Anopheles punctulatus group yaitu An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus.3,4 Spesies vektor malaria di setiap daerah berbeda tergantung pada faktor geografis, kondisi lingkungan biologi, fisik (suhu dan kelembaban), dan kimia (pH dan salinitas). Kondisi tersebut menyebabkan perbedaan respon setiap spesies di ekosistem tersebut yang berdampak terhadap perilaku kehidupan (bionomi). Pengetahun tentang bionomi Anopheles sangat diperlukan untuk menentukan strategi pengendalian malaria di masyarakat, sehingga strategi pemberantasan kasus malaria dapat dilakukan secara efektif dan efisien sesuai kondisi setempat. Kelvey menyatakan bahwa hubungan antara spesies nyamuk Anopheles dengan lingkungan serta sosial budaya, merupakan kunci penting dalam epidemiologi penyakit malaria.5,6,7 Malaria merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia, khususnya di daerah Maluku, Nusa
48
Tengara Timur, dan Papua. Nyamuk An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus merupakan vektor 6 utama malaria di Papua. Penelitian bioekologi vektor malaria di Papua masih sangat sedikit sehingga diperlukan informasi sehubungan epidemiologi malaria guna penentuan kebijakan pengendalian yang efektif dan efisien. Salah satu metode dalam penanggulangan transmisi malaria adalah pengendalian populasi vektor malaria dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data entomologi vektor (ekologi dan bionomi vektor), membuat pemetaan fauna serta 7 melakukan kontrol populasi. Indikator kuantitatif malaria dapat ditentukan menggunakan parameter Entomological Inoculation Rate (EIR). Indikator tersebut menunjukkan hubungan Human Bitting Rate (HBR) dan sporozoite rate (persentase nyamuk Anopheles ditemukan mengandung sporozoit pada 8 kelenjar saliva). Hubungan EIR dengan prevalensi malaria di suatu daerah menunjukkkan intensitas 9 transmisi malaria. Data entomologi dan tersedianya peta vektor Anopheles sangat membantu kebijakan pengendalian populasi vektor Anopheles. Pengendalian dapat dilakukan menggunakan bahan kimia atau secara hayati dengan menggunakan A vektor. N O metode aplikasi yang sesuai bionomi METODE Metode penulisan artikel adalah studi literatur dengan menelusur artikel jurnal yang terkait dengan bionomi nyamuk kelompok An. punctulatus (An. faruti, An. koliensis dan An. punctulatus) di Pulau Papua. PEMBAHASAN 1. Bionomi Anopheles farauti Laveran (1902) Anopheles farauti Laveran dilaporkan sebagai spesies kompleks (8 spesies) dan termasuk dalam An. punctulatus group. Nyamuk betina merupakan vektor malaria (ada juga dilaporkan sebagai vektor limfatik filariasis Wuchereria bancrofti) sama seperti An. punctulatus dan An. koliensis. Dilaporkan bahwa An. farauti betina ditemukan mengandung sporozoit (Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax) di Papua bagian selatan (Mapurajaya, Tipuka, Timika, dan Atuka) dan 10 bagian utara (Arso dan Armopa). Tingkat kepadatan An. farauti lebih kecil ditemukan di bagian selatan Papua (< 5%). Kondisi tersebut
habitats) in the study areas. The larvae of An. farauti was reported found at coastal, area with brackish water (salinity ± 4.6 %), natural or artificial irrigation canals. Adult female mosquitoes of An. farauti were found nocturnal, eksofagik eksofilik, and antrophopilic habit. An. koliensis larvae not found in brackish, they were found in the swamp and sago forest, semipermanent or permanent ponds which shallow and exposed to direct sunlight. Adult mosquitoes of An. koliensis were nocturnal, antrophopilic (78% human bites), eksofagik, eksofilik. The larvae of An. punctulatus was not found in brackish water, it was found in a pool with clear or turbid water which presence or no water vegetation, the larvae of An. punctulatus also found in sago and swamp forest with exposure to direct sunlight. Adult mosquites of An. punctulatus were nocturnal, antrophopilic (98% human bites), eksofagik, endofilik. Basic data on the behaviour of Anopheles spp (bionomic) is necessary in developing effective and efficient intervention pattern and control vector. Key words: malaria vector, An. punctulatus group, bionomic, Papua
P
H
E
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 47-52
eksofilik. The larvae of An. punctulatus was not found in brackish water, it was found in a pool with clear or turbid water which presence or no water vegetation, the larvae of An. punctulatus also found in sago and swamp forest with exposure to direct sunlight. Adult mosquites of An. punctulatus were nocturnal, antrophopilic (98% human bites), eksofagik, endofilik. Basic data on the behaviour of Anopheles spp (bionomic) is necessary in developing effective and efficient intervention pattern and control vector. Key words: malaria vector, An. punctulatus group, bionomic, Papua NLM: WC 500 Frans Yosep Sitepu, Emilda Arasanti, Amri Rambe (North Sumatera Province Health Official) RISK FACTORS OF CHIKUNGUNYA FEVER OUTBREAK IN BATANG TORU SUBDISTRICT, SOUTH TAPANULI DISTRICT, NORTH SUMATERA, 2014 BALABA Vol. 10 No. 1, Juni 2014, Pages. 31-38 Chikungunya fever is a vector-borne disease with high morbidity rates it caused socioeconomic impact. On 17 January 2014, an outbreak of Chikungunya fever was reported in Batang Toru Sub-district, South Tapanuli District, North Sumatera. The total number of cases were 74 with no fatalities. An analytical study with case control design was undertaken to determine the risk factors of the outbreak. The cases were population with major clinical symptoms of Chikungunya, such as fever, arthralgia, myalgia, rash and headache. Controls were neighbours of the cases who did'nt have clinical symptoms of chikungunya. The study used bivariate analyses with chi-square and logistic regression (95% confidence level). Some patient's blood were tested with rapid diagnostic test (RDT) of IgM Chikungunya. The bivariate analysis showed that variable associated with the incidence of chikungunya were sleeping without bednets in the morning anf afternoon (p- value: 0,000; OR= 4.825, CI= 2.379-9.782) and the mosquitoes larvaes in the water reservoirs around the house (p-value: 0.013; OR=3.837; CI=1.322-11.131). The result of RDT confirmed that two of seven cases were positive for IgM Chikungunya. Outbreak of chikungunya fever was confirmed. Chikungunya transmission occured continuosly and the source of transmission was more than one person. Key words: risk factor, outbreak, chikungunya fever
NLM: WC 528 Dewi Marbawati, Tri Wijayanti (Vector and Animal Borne Disease Control Unit, Banjarnegara) D E N G U E VA C C I N E , C H A L L E N G E S , DEVELOPMENT AND STRATEGIES BALABA Vol. 10 No.12, Juni 2014, Pages. 39-46 Dengue fever is endemic in more than 100 countries in the world. The effective dengue antiviral drug has not been found yet, and vector control is considered less effective. Prevention program by vaccination is needed. An ideal dengue vaccine should be inexpensive, covering four serotypes (tetravalent), effective in providing immunity, given once a lifetime, safe, stable in storage and genetically. Several vaccine candidates have been and are being developed included attenuated tetravalent vaccine, ChimeriVax, sub- unit vaccines and DNA vaccines. Dengue vaccine is seen as an effective and sustainable approach to controll Dengue infection. In 2003, Pediatric Dengue Vaccine Initiative (PDVI) has been formed as an international consortium involved in advocacy to convince the international community about the essence and urgency of Dengue vaccine. Indonesian Dengue vaccine consortium is currently working to develop a Dengue vaccine using locally virus strain. Key words: Dengue, virus, vaccine NLM: WC 755 Semuel Sandy (Biomedical Institute of Health Research and Development, Papua) BIONOMY OF Anopheles punctulatus GROUP (Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus) MALARIA VECTOR IN PAPUA PROVINCE BALABA Vol. 10 No. 1, Juni 2014, Pages. 47-52 Malaria is a major health problem in Papua province with Annual Parasite Incidence (API) was reported 58/1000 population in 2011, and the Annual Malaria Incidence (AMI) was 169/1000 population. The malaria vector in Papua were Anopheles farauti, An. punctulatus and An. koliensis. These three species were nocturnal, antrophopilic with the diferrence bionomics such as breeding habitats, biting activity, and resting places. The aim of this study was to determine the bionomic aspects of the malaria vectors (resting places, biting activity and breading
berbeda dengan spesies An. punctulatus group lain. 11,12 Tetapi kepadatan tinggi pernah dilaporkan di Papua bagian utara (> 50%).13, 14 Distribusi An. farauti Laveran yaitu di Papua dan Kepulauan, Papua New Guinea (PNG), Moluccas (Maluku), New Hebrides, Kepulauan Bismarck, Kepulauan Salomon, dan Australia. Anopheles farauti banyak ditemukan di alam bebas. Larva An. farauti berkembang biak pada kondisi alami atau buatan. Habitat larva An. farauti ditemukan di daerah pantai dengan air payau (larva An. farauti memiliki toleransi terhadap salinitas air (4,6%),12 air irigasi buatan (aliran air selokan/parit) atau alami (aliran sungai) dengan atau tanpa adanya vegetasi (vegetasi Ipomea aquatic). Larva An. farauti juga ditemukan pada genangan air pada lubang kayu/bambu, tempurung kelapa dan drum. Perilaku nyamuk An. farauti dewasa tergantung pada lokasi geografis. Penelitian yang dilakukan Pranoto dan Munif di bagian timur laut Papua (Sorong), dilaporkan perbandingan rasio human biting indoor dan outdoor 1:8. Hal ini menggambarkan sifat eksofagik spesies An. farauti di tempat ini. Studi longitudinal di daerah bagian timur laut Papua (Jayapura) perbandingan rasio human biting indoor dan outdoor 1:3. Hal ini mengambarkan sifat eksofagik yang rendah dari An. farauti.15 Kebiasaan menggigit An. farauti pada pukul 02.00 atau 03.00 dini hari.14 Nyamuk An. farauti aktif mencari darah pada malam hari (nokturnal), tetapi ada yang diurnal di kawasan hutan dan sering ditemukan istirahat (resting) di dalam rumah. Tempat istirahat nyamuk An. farauti tergantung pada setiap habitat dan lokasi geografis. Nyamuk An. farauti istirahat setelah menghisap darah di dalam rumah (endofilik), kemudian istirahat pada habitat aslinya di luar rumah (eksofilik) pada siang hari di tempat lembab dengan temperatur udara optimum. Anopheles farauti dapat ditemukan di daerah sampai ketinggian 800 - 2250 meter, dengan jarak terbang dilaporkan ±1 km dari habitat perkembangbiakannya.15,16,17 Munif, dkk18 melaporkan bahwa habitat larva An. farauti adalah genangan air sementara atau permanen seperti saluran air, parit, kubangan air, tepi kolam ikan dan kolam dengan
tanaman air kangkung. Kadar garam air kolam 0‰ dan pH 6 – 8 dengan suhu 26 - 30°C. Nyamuk dewasa An. farauti tidak ditemukan istirahat di dalam rumah pada siang hari. Sedangkan nyamuk An. farauti paling banyak ditemukan istirahat di luar rumah di tempat teduh seperti di dalam ban mobil bekas atau drum, rerumputan, pokok pohon pisang, celahcelah tumpukan batu dan tumbuhan semak. Aktifitas menggigit spesies ini sepanjang malam di luar rumah dan kepadatan meningkat pada 19 bulan Januari, Februari sampai dengan Mei. 2. Bionomi Anopheles koliensis Owen (1945) Anopheles koliensis Owen termasuk dalam kelompok An. punctulatus dan merupakan vektor primer malaria. Metselaar melaporkan dari 1.748 nyamuk yang ditangkap dan dibedah kelenjar salivanya, ditemukan 11 nyamuk An. 20 koliensis positif sporozoit (0,63%). Penelitian yang dilakukan di Mimika-Papua ditemukan sporozoite rate 0,3% dengan mengunakan metode CSP-ELISA (deteksi sirkum sporozoit (CSP) menggunakan ELISA) dan indeks transmisi malaria entomological inoculation rate (EIR) 0,17.2 Spesies ini dapat ditemukan di Papua, Kepulauan Guadalcana dan Papua New Guinea di daerah dengan ketinggian 800 – 1700 m dpl.20 Larva An. koliensis Owen dapat ditemukan pada kolam rawa di sepanjang hutan, rawa hutan sagu, kolam permanen dan semi11 permanen dengan air dangkal. Larva An. koliensis juga ditemukan pada habitat yang terpapar cahaya matahari langsung ataupun tidak langsung.22 Larva ini tidak ditemukan di air payau dan tidak ditemukan bersamaan dengan 17 larva An. farauti dan An. punctulatus. Keberadaan perindukan larva An. koliensis berhubungan dengan keberadaan tempat tinggal manusia. Nyamuk dewasa An. koliensis betina menyukai darah manusia (antropofilik) dan darah hewan (zoofilik) seperti anjing, babi dan burung. Anopheles koliensis lebih menyukai menghisap darah manusia (78%). Kebiasaan menggigit tergantung dari lokasi geografis. Nyamuk dewasa An. koliensis betina ditemukan lebih banyak menggigit di luar rumah dengan rasio indoor dan outdoor (1:1,1) di Distrik Arso, rasio 1:4 di Daerah Entrop Papua. Anopheles
49
Bionomi Vektor ...............................(Semuel Sandy)
koliensis aktif istirahat (resting) di dalam rumah. Nyamuk dewasa An. koliensis betina aktif di malam hari (nokturnal) pada pukul 21.00 - 06.00 pagi dengan frekuensi menggigit dan puncak kepadatan nyamuk dewasa bervariasi ditiap 16,23 lokasi/daerah dan musim. 24
Penelitian Nurhasanah, dkk di Desa Dobonsolo menyebutkan larva An. koliensis ditemukan di sumur, kolam air tergenang dengan vegetasi rumput, tumbuhan lumut dan kangkung. Kedalaman air kolam 26-68 cm, suhu air 30°C dengan pH 6 – 7 dan ketinggian lokasi penelitian 82 – 86 dpl. Nyamuk betina dewasa aktif menggigit pada malam hari (nokturnal) dan bersifat antropofilik. 3. Bionomi Anopheles punctulatus Donitz Anopheles punctulatus merupakan salah satu dari 12 spesies An. punctulatus group. Anopheles punctulatus Donitz merupakan vektor malaria dan spesies tersebut banyak ditemukan di Papua New Guinea, Moluccas, New Britain dan Kepulauan Salomon. Nyamuk An. punctulatus betina terbukti sebagai vektor malaria Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae di Papua bagian selatan dan utara baik daerah pantai, dataran rendah (Armopa, Timika, Arso, Mapurujaya dan Tipuka) maupun dataran tinggi (Obio dekat Wamena dan Oksibil. 10,25,26 Larva An. punctulatus berkembang biak di daerah kolam terbuka dengan air kolam yang jernih atau keruh tanpa adanya vegetasi air, genangan air terbuka bekas tapak kaki hewan (babi dan sapi) atau manusia, pelepah pohon sagu. Anopheles punctulatus tidak ditemukan di daerah pantai air payau. Larva juga ditemukan pada genangan air di ban bekas, dan bekas jejak ban mobil. Habitat larva An. punctulatus biasanya terpapar sinar matahari langsung dan dapat hidup pada suhu lingkungan habitat 42 °C.17 Anopheles punctulatus bersifat aktif di malam hari (nokturnal), dan aktif menghisap darah manusia dan hewan (antropofilik).16 Anopheles punctulatus pernah dilaporkan sebagai penyebab kejadian luar biasa malaria di dataran tinggi Papua tahun 1989 pada daerah ketinggian 1.260 dpl dimana hampir 98% (n = 2577) positif menggigit manusia. Frekuensi menggigit dan puncak aktifitas nyamuk betina
50
dewasa sangat bervariasi tiap lokasi/daerah bergantung pada kondisi lingkungan dan musim. Aktifitas menggigit nyamuk An. punctulatus di luar rumah (outdoors), dimulai pada tengah malam (eksofagik) pukul 22.00- 23.00 dan pukul 27 02.00-03.00 dini hari. Setelah menggigit umumnya nyamuk An. punctulatus akan resting di luar rumah di dinding rumah atau semaksemak sekitar rumah (endofilik).11,26Anopheles punctulatus memiliki jarak terbang 0,4–2,4 km 28 dari habitat perkembangbiakannya. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah, dkk24 di Desa Yobeh Kabupaten Jayapura menyebutkan habitat larva An. punctulatus merupakan genangan air sementara bekas galian pasir dengan vegetasi rumput dan tumbuhan lumut, terkena cahaya matahari langsung, air kolam genangan dengan pH 7, kedalaman 27 cm, suhu air kolam 30°C dan ketinggian lokasi 90 meter dpl. KESIMPULAN Dari hasil beberapa kajian pustaka dapat disimpulkan yaitu bionomi Anopheles punctulatus group (An. farauti, An. punctulatus dan An. koliensis) memiliki perbedaan habitat (breeding habitat), aktifitas menggigit (feeding, dan tempat istirahat (resting site). Larva An. farauti memiliki habitat di daerah pantai, perairan payau (memiliki toleransi terhadap salinitas), irigasi buatan atau alami. Nyamuk dewasa An. farauti betina bersifat nokturnal dan diurnal, eksofagik, eksofilik, dan antropofilik. Larva An. koliensis tidak ditemukan di perairan payau, tetapi banyak ditemukan di rawa daerah hutan, maupun hutan sagu, kolam dangkal semipermanen atau permanen yang dangkal dan terpapar sinar matahari langsung. Nyamuk dewasa An. koliensis bersifat nokturnal, antropofilik (78% menggigit manusia), eksofagik, eksofilik. Larva An. punctulatus tidak ditemukan di air payau, habitat spesies tersebut kolam dengan air jernih atau keruh dengan atau tanpa vegetasi air, larva An. punctulatus juga ditemukan di hutan sagu dan hutan rawa dengan paparan sinar matahari langsung. Nyamuk dewasa An. punctulatus bersifat nokturnal, antropofilik (98% menggigit manusia), eksofagik dan endofilik.
EARLY WARNING OF LEPTOSPIROSIS IN SELANDAKA VILLAGE, SUMPIUH SUB DISTRICT, BANYUMAS DISTRICT AT 2013 BALABA Vol. 10 No. 1, Juni 2014, Pages. 15-20 Leptospirosis became known in Banyumas since the discovery of one case in 2010, 5 cases in 2011, 3 cases in 2012 and until July 2013, 3 cases occurred in Selandaka village, Sumpiuh sub-District. This research aimed to identify rats spesies and shrew as reservoir of leptospirosis and to detect the presence of Leptospira sp in rats, shrew and human at the area with leptospirosis problem in Banyumas. The research method was a survey with cross sectional approach, located in Selandaka village Sumpiuh, Banyumas on July 2013. Traping rats and case screening using the Rapid Diagnostic Test ( RDT ) for Leptospira IgG/IgM were conducted during the survey. Polymerase Chain Reaction (PCR) assay was performed at Bacteriology Laboratory in BalaiLitbang P2B2 Banjarnegara to detect leptospira in patient's blood and rat's kidney. Descriptive analysis were done on the data to know leptospirasp to know of spesies rats and human. Result : 15 rats captured (10 Rattus tanezumi dan 5 Suncus murinus) and from the screening 7 human was suspected of leptospirosis. Results of laboratory tests showed no leptospira bacteria found in rats , shrew or serum of patients suspected of leptospirosis . It's important to do and activate leptospirosis surveillance and socialization for all stakeholders (community , health workers and local government), especially in improving early diagnosis and control / prevention of leptospirosis. Key words : leptospirosis, Banyumas, rats NLM: WC 770 Agung Puja Kesuma, Nova Pramestuti (Vector and Animal Borne Disease Control Unit, Banjarnegara) DESCRIPTION OF MALARIA CARD UTILIZE AS EFFORT TO CONTROL OF MALARIA VIVAX THERAPHY (CASE STUDY IN WANADADI I AND BANJARMANGU I PUBLIC H E A LT H C E N T E R , B A N J A R N E G A R A DISTRICT) BALABA Vol. 10 No. 1, Juni 2014, Pages. 21-26 Banjarnegara district is a malaria endemic areas in Central Java Province. Therapy role to prevent malaria transmission. Malaria card is one of instrument for monitoring the implementation of
therapy follow up. The used of malaria card in Banjarnegara District begins around 1999. Not all public health center in Banjarnegara District used malaria card. The aim of this research was to describe benefit of malaria card to control of malaria vivax theraphy. This research was observasional with case study approach, information collected by indepth interview and observation of malaria card. This study was conducted in Wanadadi I and Banjarmangu I Public Health Center, Banjarnegara at April to May 2012. Result of this research showed that 60 malaria card (80%) were filled by JMD and only 23 cards (38.3 %) were filled completely in Wanadadi I public health center. In Banjarmangu I public health center no malaria card were filled. The follow up of the most appropriate time (82%) was the fourth. Completeness of follow up implementation at five times as many as 18 cases (30%) . The used of malaria card in Wanadadi I and Banjarmangu I public health center was not used well. Key words: vivax malaria, malaria card, theraphy NLM: WA 106 Hendri Anggi Widayani, Setiana Susilowati (Environmental Health Diploma Program, Politeknik Banjarnegara) IDENTIFICATION OF RATS AND SHREW IN ARGASOKA AND KUTABANJAR VILLAGE BANJARNEGARA SUB DISTRICT BANJARNEGARA DISTRICT 2014 BALABA Vol. 10 No. 1, Juni 2014, Pages. 27-30 Malaria is a major health problem in Papua province with Annual Parasite Incidence (API) was reported 58/1000 population in 2011, and the Annual Malaria Incidence (AMI) was 169/1000 population. The malaria vector in Papua were Anopheles farauti, An. punctulatus and An. koliensis. These three species were nocturnal, antrophopilic with the diferrence bionomics such as breeding habitats, biting activity, and resting places. The aim of this study was to determine the bionomic aspects of the malaria vectors (resting places, biting activity and breading habitats) in the study areas. The larvae of An. farauti was reported found at coastal, area with brackish water (salinity ± 4.6 %), natural or artificial irrigation canals. Adult female mosquitoes of An. farauti were found nocturnal, eksofagik eksofilik , and antrophopilic habit. An. koliensis larvae not found in brackish, they were found in the swamp and sago forest, semipermanent or permanent ponds which shallow and exposed to direct sunlight . Adult mosquitoes of An. koliensis were nocturnal, antrophopilic (78% human bites), eksofagik,
ISSN 1858-0882 E-ISSN 2338-9982
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 47-52
BALABA
DAFTAR PUSTAKA
JURNALLITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA
1.
Amek N, Bayoh N, Hamel M, Linblade KA, Gimnig J, Odhiambo F, et al. Spatial and temporal dynamics of malaria transmission in Rural Western Kenya. Journal Parasites and Vectors. 2012; 5: 1-13.
12. Van den Assem J, Bonne-Wepster J. New Guinea Culicidae, a synopsis of vectors, pests and common species, vol. 6. Rijksmuseum van Natuurlijke Historie, Leiden, The Netherlands.1964: 1–139.
2.
Sembel DT. Entomologi kedokteran. Yogyakarta: Penerbit C.V Andi Offset; 2009.
3.
Ipa M, Astuti. Anopheles spp. vektor malaria yang bersifat lokal spesifik. Fauna Anopheles spp. Surabaya: Loka Litbang P2B2 Ciamis, Penerbit Health Advocacy Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat; 2013.
13. Sari JFK, Sudjadi FA, Mardihusodo SJ. Diferensiasi spesies sibling Anopheles farauti Laveran 1902 vektor malaria di Jayapura dengan scrutiny morphometry vena sayap. Sains Kes. 2004;17: 301–14.
VOLUME 10 NO. 1 Juni 2014 ABSTRACT SHEET This abstract sheet may reproduced/copied without permission NLM: WC 528 Sunaryo, Bina Ikawati, Dewi Puspita Ningsih (Vector and Animal Borne Disease Control Unit, Banjarnegara) SPATIAL DISTRIBUTION OF DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER CASES IN BANYUMAS DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE BALABA Vol. 10 No. 2, Juni 2014, Pages. 1-8 Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the most important public health problem in Indonesia, that needs serious attention. DHF cases in Banyumas regency always high in every year, and decrease in 2011.This research aimed to describe spatial distribution of DHF in Banyumas district based on location, altitude, landuse and population density and pattern of cases based on rainfall. DHF cases data obtained from Banyumas District Health Office. Topography map scale 1:25.000 obtained from Bakosurtanal and Bappeda of Banyumas regency. Processing data and DHF spatial analize by overlay using Arc Gis.10 software. This research showed DHF cases in 2012 were 200, spread in almost all subdistrict (75%). DHF cases clustered in East Purwokerto, South Purwokerto and North Purwokerto, that were lowlands area (12-250 above sea level) , urban area, settlement closed to ricefild and height density population. DHF cases were distributed in lowland area with densely populated closed to rice field. DHF cases increasing on highly rainfall on January until May. Keyword : spatial distribution, DHF, Banyumas Regency NLM: WC 810 Anis Nurwidayati, Ni Nyoman Veridiana, Octaviani, Yudith L (Vector and Animal Borne Disease Control Unit, Donggala) THE EFFECTIVITY OF Jatropha gossypifolia L, J.curcas AND Riccinus communis SEEDS
2
EXTRACT AGAINST THE SCHISTOSOMIASIS INTERMEDIATE SNAIL, Oncomelania hupensis lindoensis BALABA Vol. 10 No. 1, Juni 2014, Pages. 9-14 At present, Scistosomiasis are still endemic in Indonesia, especially in Napu Highland, Poso Regency, Central Sulawesi Province. Oncomelania hupensis lindoensis, the intermediate host of Scistosomiasis are wide spread in Napu Highland. One effort of snail control on Scistosomiasis control program was used Bayluscide molluscicide every six mounths. Used of chemical molluscicide have inadequacy because poluted the environtment. Used of herbal molluscicide to be alternative snails control have done. Euphorbiaceae family know have molluscicide activity. The study aimed O to A N determined the effectiveness of Jatropha gossypiifolia, J. Curcas and Riccinus communis extract and fraction againts O.h. lindoensis. The test was conducted from March-September 2009 in Laboratory of Scistosomiasis Napu. The snails exposed with the solution of Jatropha gossypiifolia, J. Curcas and Riccinus communis extract for 24 hours, the mortality of snails were counted and analyzed using probit to determine the LC 50 and LC 95 value. The result showed the methanol extract from Jatropha gossypiifolia, J. Curcas and Riccinus communis have lethal capacity againts O.h Indoensis. The concentration of J. gossypiifolia seeds extract showed a highest lethal capacity to the snail, with LC 50 value in 10,41 ppm and LC 95 in 18,6 ppm. The methanol fraction of J. gossypiifolia seeds extract was the most effective among the ethylacetate fraction and n-hexane fraction of J. Gossypiifolia seeds extract. Jatropha gossypiifolia may become an alternative to control O.h lindoensis.
4.
5.
6.
P
H
Public Health. 1980; 11: 341–47.
E
Reid JA. Anopheles mosquitoes of Malaya and Borneo. Studies from The institute for Medical research Malaya No.31. Government of Malaysia; 1968 Subbarao SK. Anopheline species complex in South-East Asia. In tehnical Publication, SEARO No.18, WHO Regional Office for South-East Asia. New Delhi; 1998. Prasetyowati H, Yuliasih Y. Anopheles spp dan peranannya sebagai vektor penyakit malaria di beberapa daerah di Indonesia. Surabaya: Loka Litbang P2B2 Ciamis, Penerbit Health Advocacy Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat; 2013.
7.
Fuadzy H, Marina R. Karateristik Anopheles nigerrimus Giles sebagai vektor malaria. Surabaya: Loka Litbang P2B2 Ciamis, Penerbit Health Advocacy Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat; 2013.
8.
Molineaux L, Muir DA, Spencer HC, Wernsdorfer WH. The epidemiology of malaria and its measurement. Malaria: principles and practice of malariology. Edinburgh: Wernsdorfer WH, McGregor I; 1988.
9.
Burkot TR, Graves PM. The value of vector-based estimates of malaria transmission. Ann Trop Med Parasitol. 1995; 89:125–34.
14. Slooff R. Observation on the effect of residual DDT house spraying on behaviour and mortality in species of the Anopheles punctulatus group. A.W. Sythoff, Doezastraat I, Leyden, Holland; 1964:144. 15. Pranoto, Munif A. Beberapa aspek perilaku Anopheles farauti di Klademak IIA, Sorong. CDK. 1994; 94: 23–8. 16. Wepster BJ, Swellengrebel NH. The Anopheline mosquitoes of The Indo-Australia Region. Amsterdam: The Department of Tropical Hygiene and Geographical Pathology, Royal Tropical Institute Amsterdam; 1953. 17. Lee DJ, Hicks MM, Griffiths M, Debenham ML, Bryan JH, Russell RC, et al. The culicidae of the A u s t r a l a s i a n R e g i o n . Vo l u m e 5 . Nomenclature,synonymy, literature, distribution, biology and relation to disease. Genus Anopheles. Subgenera Anopheles, Cellia Canberra: Australian Government Publishing Service; 1987. Sinka et al. Parasites & Vectors 2011, 4:89. Available from: http://www.parasitesandvectors.com/content/4/1/8 9. 18. Sukirno MK, Santiyo AA, Nadjib, Suyitno, Mursiyatno, Hasyimi M. Fauna Anopheles dan status, pola penularan serta endemisitas malaria di Halmahera Maluku Utara. Cermin Dunia Kedokteran. 1997. 19. Munif A. Beberapa aspek perilaku Anopheles farauti di Kalademak IIA Sorong. Cermin Dunia Kedokteran. 1994.
Key words: schistosomiasis, J. gossypifolia, J. curcas, R. communis, O. h. lindoensis
10. Bangs MJ, Rusmiarto S. Malaria vector incrimination in Indonesia using CSPELISA from 1986 to 2007. U.S. Naval Medical Research Unit No. 2, Jakarta, Indonesia; 2007. Unpublished report.
20. Metselaar D. A pilot project of residual-insecticide spraying to control malaria transmitted by the Anopheles punctulatus group in Netherlands New Guinea. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1956; 5: 977–87.
NLM: WC 420 Dewi Puspita Ningsih, Rahmawati, Dian Indra Dewi (Vector and Animal Borne Disease Control Unit, Banjarnegara)
11. Lee VH, Atmosoedjono S, Aep S, Swaine CD. Vector studies and epidemiology of malaria in Irian Jaya, Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med.
21. Pribadi W, Sutanto I, Atmoesoedjono S, Rasidi R, Surya LK, Susanto L. Malaria situation in several villages around Timika, South Sentral Irian Jaya,
51
Bionomi Vektor ...............................(Semuel Sandy)
Intermezo Indonesia.Southeast Asian J. Trop. Med. Public Health. 1998; 29: 228–35. 22. Church CJ, Atmosoedjono S, Bangs MJ. A review of Anopheline mosquitoes and malaria control strategies in Irian Jaya, Indonesia. Bull. Penelitian Kes. 1995; 23: 3–17. 23. Charlwood JD, Graves PM, Alpers MP. The ecology of the Anopheles punctulatus group of mosquitoes from Papua New Guinea: a review of recent work. P N G Med J. 1986; 29:19-26. 24. Nurhasanah S. Laporan penelitian studi bioekologi vektor malaria di distrik sentani Kabupaten Jayapura. Balai Litbang Biomedis Papua; 2010. 25. Anthony RL, Bangs MJ, Hamzah N, Basri N, Purnomo, Subianto B. Heightened transmission of stable malaria in an isolated population in the highlands of Irian Jaya, Indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1992; 47: 346–56.
26. Bangs MJ, Rusmiarto S, Anthony RL, Wirtz RZ, Subianto B. Malaria transmission by Anopheles punctulatus in the highlands of Irian Jaya. Indonesia. Ann. Trop. Med. Parasitol. 1996; 90: 29–38. 27. Saputro G, Hadi K, Koesharto FX. Perilaku Anopheles punctulatus dan kaitannya dengan epidemiologi malaria di Desa Dulanpokpok Kabupaten Fakfak Papua Barat. Hemara Zoa. Majalah Ilmu Kehewanan Indonesia. 2010; 2 (1): 25-33. 28. S i n k a M E , B a n g s J M , M a n g u i n S , Chareonviriyaphap, Patil AP, Temperley HP, Gething WP, et al. The dominant Anopheles vectors human malaria in the Pasific region: occurrence data, distributions map and bionomic precis. Parasites and Vectors. 2011; 4: 89.
saat ini berupaya mengembangkan vaksin Dengue dengan menggunakan strain virus lokal. Kata kunci: Dengue, virus, vaksin NLM: WC 755 Semuel Sandy (Balai Litbang Biomedis Papua) BIONOMI VEKTOR MALARIA KELOMPOK Anopheles punctulatus (Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus) DI PROVINSI PAPUA BALABA Vol. 10 No. 1, Juni 2014, Hal. 47-52 Malaria merupakan masalah kesehatan utama di Provinsi Papua dengan angka Annual Parasite Incidence (API) pada tahun 2011 sebesar 58 per 1000 penduduk dan Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 169 per 1000 penduduk. Vektor malaria Papua dilaporkan Anopheles farauti, An. punctulatus dan An. koliensis. Tiga spesies tersebut aktif menggigit pada malam hari (nokturnal), antropofilik dengan karakteristik tempat perkembangbiakan, aktifitas menggigit, dan tempat istirahat dilaporkan spesifik setiap spesies. Kajian ini untuk melihat beberapa aspek bionomi (tempat perkembangbiakan, aktifitas menggigit, dan tempat istirahat. Larva An. farauti memiliki habitat di daerah pantai, perairan payau (memiliki toleransi terhadap salinitas 4,6%), irigasi buatan atau alami. Nyamuk dewasa An. farauti betina bersifat nokturnal, eksofagik, eksofilik, dan antropofilik. Larva An. koliensis tidak ditemukan di perairan payau, banyak ditemukan di hutan rawa, hutan sagu, kolam semi permanen atau permanen yang dangkal dan terpapar sinar matahari langsung. Nyamuk dewasa An. koliensis bersifat nokturnal, antropofilik (78% menggigit manusia), eksofagik, eksofilik sedangkan larva An. punctulatus tidak ditemukan di air payau, tetapi ditemukan pada kolam dengan air jernih atau keruh dengan vegetasi atau tanpa vegetasi air. Larva An. punctulatus juga ditemukan di hutan sagu dan hutan rawa dengan paparan sinar matahari langsung. Nyamuk dewasa An. punctulatus bersifat nokturnal, antropofilik (98% menggigit manusia), eksofagik, endofilik. Data dasar mengenai perilaku nyamuk Anopheles (bionomi) sangat diperlukan dalam mengembangkan pola intervensi dan kontrol vektor yang lebih efektif dan efisien. Kata kunci: vektor malaria, An. punctulatus group, bionomi, Papua
52