TINJAUAN PUSTAKA DNA Vektor (DNA Pembawa) Vektor DNA adalah molekul DNA yang dipergunakan untuk untuk membawa dan memperbanyak fragmen DNA yang dibawanya. Vektor hams mampu mengadakan replikasi dalam sel inang sehingga banyak salinan molekul DNA yang dihasilkan. Vektor yang sering digunakan adalah plasmid bakteri. Plasmid adalah bahan genetik ektrakromosom yang diwariskan secara tetap. Ciri-ciri plasmid antara lain berukuran kecil dan hanya mengandung beberapa gen, pembawa informasi genetika, terlepas dari DNA kromosom atau kadangkadang &pat terintegrasi dengan DNA kromosom dan dapat diisolasi dengan mudah dari sel bakteri (Lehninger 1994).
Pada penelitian ini digunakan vektor pCambia 1300 dan pCambia 1200, yang memiliki beberapa kelebihan seperti memiliki multple cloning site (MCS), bersifat stabil di Agrobacterium, ukurannya relatif kecil dan jumlah salinannya tinggi dalam E coli. pCambia memiliki pBR322 origin of replication untuk replikasi dalam E coli clan Agrobacterium, pBR322 mob site untuk mobilisasi dari E. coli ke Agrobacterium, membawa gen hpr penyandi ketahnan terhadap higromisin, gen nptll untuk ketahanan terhadap kanamisin, gen gusA serta &pat diuji dengan seleksi biru putih karena membawa gen lacZ(Brown 1996). T-DNA yang ada di dalam vektor pCambia mengandung gen nptZI, gen hpt dan gen gusA. Gen nprII penyandi enzim neomycin phosphotransfrase yang
digunakan sebagai penyeleksi pada bakteri. Enzim tersebut mendetoksifikasi senyawa aminoglukosida
melalui fosforilasi. Gen hpt menyandikan enzim
hygromycin phosphotranferase
yang digunakan sebagai penyeleksi untuk
mengetahui terintegrasinya T-DNA Agrobacrer~um ke dalam genom tanaman, sehingga hanya tanaman transgenik yang dapat hidup di media tumbuh yang mengandung antibiotik higromisin. Gen hpt umum digunakan untuk transformasi genetika sel tumbuhan karena antibiotik higromisin pada konsentrasi tertentu mampu menekan pertumbuhan sel tersbut (Christou et al. 1991). Beberapa jenis vektor &pat digunakan sebagai vektor rekombinan diantaranya: 1) Plasmid yaitu molekul DNA yang mampu bereplikasi dalam
sitoplasma bakteri secara bebas. Plasmid juga membawa gen-gen ketahanan terhadap antibiotik yang berguna sebagai penyeleksi sel-sel bakteri yang mengandung plasmid rekombinan, 2) Virus atau bacteriofage DNA yang &pat membawa DNA sisipan sekitar 15 kb, 3) Cosmid yaitu DNA plasmid yang juga memiliki situs kohesif dari fage. Cosmid memiliki satu atau lebih gen penyeleksi antibiotik dan membawa sisi cos dari fage A. Cosmid dapat membawa DNA sisipan relatif besar (40-45 kb), 4) Shuttle vector ialah molekul DNA yang mampu bereplikasi di dalam dua jensi sel berbeda atau lebih. Beberapa jenis shuttle vector yang banyak digunakan adalah molekul DNA yang mampu bereplikasi dalam sitoplasma bakteri atau khamir (Kleinsmith & Kish 1995). Plasmid dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat utama yang disandi oleh gen-gen dalam plasmid. Klasifikasi tersebut adalah: 1) plasmid fertilitas atau plamid F yang hanya membawa gen tra untuk melakukan transfer plasmid dengan cam konjugasi, 2) plasmid resistensi atau plasmid R, membawa gen yang menyebabkan resistensi tuan rumah terhadap satu atau lebih gen antibakteri, 3) plasmid col, mengkode kolisin, protein yang dapat membunuh bakteri lain, 4) plasmid degadatif memungkinkan bakteri untuk mengadakan metabolisme molekul yang tidak biasa seperti toluen, dan 5) plasmid virulensi, menyebabkan patogenitas pada bakteri inang, misalnya plasmid Ti pada Agrobacterium yang menimbulkan penyakit crown gall pada tanaman dikotil (Brown 1991). Konstruksi DNA Rekombinan Teknik DNA rekombinan m e ~ p a k a nteknik pembentukan kombinasi
baru dan DNA dengan cara melakukan penylsipan molekul-molekul DNA yang dikerjakan di luar sel dalam suatu vektor dan dintroduksikan ke dalam sel inang sehingga
berkembang biak dalam sel
inang tersebut. Teknologi DNA
rekombinan atau rekayasa genetika pada intinya adalah proses kloning gen (Davis et a[. 1995; Freifelder 1995). Gen merupakan sekuen nukleotida yang menyandi RNA yang dibatasi oleh promoter dan terminator. Teknologi DNA rekombinan memungkinkan sejumlah gen dari sumber berbeda disatukan untuk membentuk DNA
rekombinan weinsmith & Kish 1995). Tahapan dalam
kloning gen meliputi : penyisipan fragmen DNA yang mengandung gen target ke
dalam molekul DNA vektor, vektor rekombinan dimasukan kedalam sel inang, vektor dalam sel inang diperbanyak seiring dengan pembelahan sel inang dan sekaligus memperbanyak gen yang dibawa. Komponen penting dalam
rekombinasi DNA adalah enzim-enzim
manipulasi DNA serta QNA vektor. Brown (1991) membagi enzim manipulasi berdasarkan jenis dan reaksi yang dikatalisnya menjadi lima golongan yaitu: a) nuklease yaitu enzim yang mampu memotong molekul asam nukleat, b) ligase adalah enzim yang berfhgsi menyatukan molekul asam nukleat, c) polimerase adalah enzim yang &pat mensintesis DNA, d) enzim modifikasi yang mampu mengh~langkan atau menambahkan gugus kimia, dan e) topoisomerase adalah enzim yang mengubah DNA tertutup secara kovalen menjadi DNA supercoil. Pa& kegiatan pengklonan gen hanya dua jenis enzim yang berperan yaitu enzim restriksi endonuklease clan enzim ligase. Enzim yang mampu memotong ruas DNA secara tepat dan konsisten digolongkan kedalam tipe 11 endonuklease restriksi. Enzim ini mendegradasi DNA dengan memecah ikatan posfodiester yang menghubungkan satu nukleotida dengan nukleotida lainnya pada untaian DNA. Salah satu komponen yang diperlukan dalam teknologi DNA rekombinan adalah adanya vektor DNA, yaitu molekul
DNA yang
diperlukan untuk
membawa dan memperbanyak fragmen DNA. Vektor yang sering dipergunakan adalah plasmid bakteri yang merupakan materi genetik ekstra luomosom yang diwariskan secara tetap. Plasmid yang dipergunakan sebagai vektor sebaiknya berukuran kecil dan terbesar adalah 15 kb. Ukuran kecil sangat penting agar dapat memuat fragmen DNA asing yang besar, mudah dikenali dengan peta restriksi, dan menghasilkan jumlah salinan relatif lebih banyak dibandingkan dengan yang berukuran besar (Sambrook 1989). Plasmid yang digunakan untuk rekombinasi DNA
berukuran antara
1.0-250 kb. Plasmid yang berukuran besar biasanya mempunyai jumlah salinan
yang rendah yaitu 1-2 salinan per sel. Sebaliknya plasmid yang berukuran kecil mempunyai jumlah salinan tinggi, jumlahnya dapat mencapai 100 salinan per sel (Brown 1991).
Gen Penyandi Higromisin Fosfotransferase
Modifikasi tanaman secara potensid memberikan peningkatan substansid dalam praktek pertanian, kualitas makanan dan kesehatan manusia Kesuksesan ha1 ini tergantung pada kemampuan mengintegrasikan gen asing ke tanaman inang
dan efisiensi regenerasi dari sel-sel tertransformasi. Efisiensi transformasi yang rendah memerlukan gen marker penyeleksi untuk mengidentifikasi tanaman transgenik (Hare 2002). Penggunaan gen marker dalam proses transformasi
bertujuan memberikan keuntungan selektif untuk sel-sel tertransfonnasi, sehingga mereka tumbuh lebih cepat dan lebih baik serta membunuh sel-sel non transforman (Brasileiro & Aragao 2001) Efektifitas sistem ketahanan terhadap antibiotik tergantung temtama pada bahan seleksinya (selective agent) yang harus sepenuhnya menghambat pertumbuhan sel-sel yang tidak tertransformasi. Konsentrasi terendah dari bahan toksik hams &pat menekan pertumbuhan sel-sel non transforman, akan tetapi tidak memberikan efek yang merusak pa& sel-sel yang tertransformasi (Rodriguez & Nottemburg 2002) Gen-gen ketahanan terhadap antibiotik sebagai marka penyeleksi yang
umum digunakan adalah neomicin fosfotransfm I1 (nptIl) dan higromisin fosfotransfm (hpt). Higromisin umumnya lebih toksik dibandingkan kanarnisin
dan membunuh sel-sel sensitif lebih cepat (Rodriguez dan Notternburg 2002) dan me~pakanpenyeleksi yang lebih disukai untuk transformasi pada tanaman monokotiledon terutama gramineae (Bashir et a[. 2004).Higromisin merupakan antibiotik aminoglikosida yang diproduksi oleh Streptomyces hygroscopicus dan mempakan sistem marker penyeleksi yang sesuai untuk sistem tanaman dan hewan. Antibiotik ini menghambat sintesis protein dengan cara mengganggu translokasi dan menyebabkan kesalahan translasi pada ribosom 80s (Bashir et al. 2004). Gen penyandi higromisin fosfotransferase (hpt) juga dikenal sebagai aminoglykosida 4 atau aphW
- fosfotransferase (APH 4) dan dinotasikan dengan hp!,
hph
(Rodriguez dan Notternburg 2002). Enzim higromisin
fosfotransferase yang dihasilkan gen hpt, &pat mendetoksifikasi antibiotik higromisin B (Rodriguez & Nottenburg 2002) dan mengkatalisis fosforilasi
kelompok hydroxyl &lam antibiotik higromisin sehingga membuatnya menjadi tidak aktif (Brasileiro & Aragao 2001). Strategi Eliminasi Gen Penyeleksi Antibiotik KO-transformasi dengan double T-DNA Keberadaan gen penyeleksi antibiotik pada tanaman transgenik telah menimbulkan keberatan antara lain berupa kekhawatiran tejadinya transfer gen tersebut ke mikroorganisme dan kemunglunan terganggunya ekspresi gen yang memiliki peran penting, serta kesulitan untuk mengintroduksi gen lain. Terdapat beberapa metode yang &pat mengeliminasi keberadaan gen penyeleksi antibiotik, antara lain melalui, ko-transformasi baik dengan parficle bombardment maupun dengan double T-DNA, site-specrfic recombination (Mow dan Hooykaas 1992, Zuo JR et al. 2001), dan intra-genomic translocation via transposable elements (Cotsafii et al. 2002). Pada sistem ko-transformasi, gen sasaran dipisahkan dari gen penyeleksi antibiotik. Teknik ini dapat menjadi suatu teknik genenk yang
&pat diterapkan untuk semua sistem transformasi tanaman dalam mengeliminasi gen penyeleksi antibiotik. Strategi untuk mendapatkan tanaman transgenik yang hanya mengandung gen sasaran tetapi tidak mengandung gen penyeleksi antibiotik dapat dilakukan dengan teknik ko-transformasi. Ko-transformasi &pat diperoleh melalui kokultivasi dengan satu Agrobacterium yang membawa mengandung
satu plasmid biner
gen penyeleksi dan gen sasaran pada T-DNA yang berbeda.
Depicker et a1 (1985) melakukan kokultivasi pada protoplas tembakau dengan satu Agrobacterim strain C58 yang mengandung dua T-DNA (T-DNA alami dan gen npt 11) pada plasmid Ti nopalin. Frekuensi kalus transforman dari basil
seleksi dengan antibiotik kanamisin (Km) adalah 11% dan hormone independent growth (HN) 8 %. Frekuensi relatif ko-trasnsformasi Km adalah 67% dan HN 73%. Hasil ini mengindikasikan bahwa satu bakteriurn dapat mentrasfer dan mengintegrasikan dua T-DNA sekaiigus dalam satu tahap infeksi. Komari
et
a1 (1996) melakukan ko-kultivasi tembakau dan padi dengan
satu Agrobacterium strain LBA 4404 yang mengandung dua T-DNA (satu gen nptII atau gen hpt sementara yang lain adalah gen p)pada vektor plasmid biner. Dari hasil penelitian dihasilkan 109 tanaman tembakau dan 549 tanaman pad^
yang hidup pada media seleksi higromisin. Dari masing masing transforman yang dihasilkan dari tanaman tembakau 54 dan dari tanaman padi 259 memperlihatkan positif p.Efisiensi trasnformasi adalah 50% untuk tanaman tembakau dan 47 % untuk tanaman padi. Selanjumya dilakukan penyerbukan sendiri secara acak, dm dari hasil segregasi gen ketahanan higromisin atau kanarnisisn serta ekspresi p diamati pada k e t m a n berikumya. Anakan yang hanya mengekpresikan gen p yaitu 56% (519) dari ko-transformasi tanaman tembakau dan 65% (13120) dari hasil ko-transformasi tanaman padi. Hasil ini mengindikasikan bahwa satu T-DNA yang hanya mengandung gen gus telah terintegrasi sekurang-kurangnya kedalam satu lokus yang berbeda. Ko-transformasi dengan dua Agrobacterium Ko-tranforrnasi dilakukan
melalui
ko-kultivasi
Agrobacterium yang mengandung gen penyeleksi antibiotik pada plasmid biner yang berbeda.
men-
dengan dua
dan gen s w a n
Tanaman transforman diseleksi dengan
penyeleksi antibiotik Untuk mendapatkan tanaman transgenik
yang tidak mengandung gen penyeleksi dilakukan segregasi dari ko-trasnsforman dengan
teknik penyilangan Depicker (1985) melakukan ko-kultivasi pada
protoplas tembakau dengan dua Agrobacteriurn yang berbeda menggunakan strain C58 yang mengandung nopalin plasmid Ti dengan wild T-DNA dan plasmid vektor biner
dengan gen n p n . Frekuensi kalus transforman yang
mengandung ketahanan kanamisin adalah 20% dan HN (hormone independent growth) 21%. Frekuensi relatif ko-transformasi sel-sel transforman Km dan HN masing-masing adalah 43% dan 42%. Hasil ini menunjukan bahwa masingmasing sel tanaman mempunyai cukup sisi pelekatan untuk beberapa bakteri dan transformasi satu sel tanaman oleh dua bakteri berbeda mewakili independent event (kejadian bebas). Mc Knight et al. (1987) melakukan kokultivasi daun tembakau dengan dua strain Agrobacterium LBA4404 yang mengandung gen nos (novalin sintase) dan gen nptII pada plasmid biner. Dari 16 tanaman yang diperoleh dengan men-
seleksi kanamisin,
tiga mengandung nopaline. Efisiensi
transformasi ko-kultivasi adaiah 19%. Semua tanaman yang didapat dari kotransformasi disilang terhadap tanaman asli bersegregasi untuk kedua gen yang
mengindikasikan bahwa dua T-DNA berbeda terintegrasi ke &lam lokus yang berbeda. Daley et al. (1998) melakukan ko-kultivasi rapseed dan tembakau dengan satu strain Agrobacterium yang mengandung gen nptII dan gen gus. Dari hail seleksi dengan menggunakan kanamisin diperoleh 34 rapeseed dan 100 tanaman tembakau yang dpat hidup, 21 dan 52 memperlihatkan aktivitas gus untuk masing-masing. Frekuensi transfomasi rapeseed adalah 62 % dan tembakau 52 %. Ketunman dari penyerbukan sendiri hanya mengekpresikan satu transgen
yaitu 40% (8120) dari kotrasnsformasi rapeseed dan 58% (24141) untuk tanarnan tembakau. Segregasi
nptII dan gen gus
setelah penyerbukan sendiri
mengindikasikan bahwa dua T-DNA berbeda terintegrasi kedalam lokus yang berbeda Gen Penyandi Biosintesis Asam Salisilat
Asam salisilat yang secara alami terdapat dalam tanaman terlibat dalam beberapa fungsi fisiologis, seperti pembukaan stomata, induksi pembungaan, dan memiliki peran penting dalam mengatasi serangan patogen (Verbeme et al. 2000). Penelitian Verbeme et al. (2000) pada tanaman tembakau menunjukkan bahwa ekspresi gen-gen yang mendukung peningkatan ekspresi asam salisilat (gen pmsB dan gen enC) dapat meningkatkan daya resistensi tanaman tersebut terhadap patogen, namun tidak mempengamhi fenotip tanaman tersebut. Kandungan asam salisilat pada tanaman padi berkorelasi positif dengan tingkat ketahanan padi terhadap Pyricularia grisea (Silveman et al. 1995). Jalur biosintesis asam salisilat dimulai dari substrat chorismic acid yang dikatalis oleh enzirn isochorismate sinthare menjadi isochorismic yang diubah oleh enzim isochorismatepruvate lyase menjadi asam salisilat. Gen penyandi enzim isochorismate sinthase telah diisolasi dari Pseudomonas jluorescens dan disebut dengan genpmsB. Dari Lscherichia coli telah diisolasi gen enC penyandi enzim isochorismatepymate base (Mercado et al. 1989). Penyakit blas Penyakit blas yang disebabkan untuk cendawan P. olyrae merupakan salah satu penyakit tanaman padi yang sangat merugikan. Cendawan ini
menyerang dan membentuk bercak pada daun, batang, malai, bunga dan biji. Bercak pada pelepah daun jarang ditemukan. Bentuk khas bercak blas adalah elips yang kedua ujungnya kurang lebih runcing. Bercak yang telah berkembang pada bagian tepi bemama coklat dan bagian tengah benvama putih keabuan. Dalam keadaan lembab bercak akan terus membesar terutama pada varietas peka (Amir & Karden 1991). Pada varietas padi peka, bercak tersebut dapat meluas dan
bersatu sehingga akhimya helai dam mengering dan mati. Pada padi yang tahan, gejala serangan hanya berupa bintik kecil b e m a coklat (Ou 1972). Spora cendawan secara alami menyebar mulai tengah malam karena adanya embun atau hujan. Penyebaran spora akan bertambah banyak sampai menjelang pagi hari dan berakhir pada saat terbit matahari. Pelepasan spora di daemh tropis dapat terjadi pula pada siang hari setelah turun hujan. Embun sangat
berpengaruh terhadap pelepasan spora dan infeksi. Jika periode embun lebih lama, spora yang dilepaskan lebih banyak sehingga infeksi yang terjadi semakin parah
(IRRI 1975). Penyebaran spora dapat terjadi selain oleh embun atau hujan juga oleh angin, biji dan jerami sakit. Cendawan P. orjnae dapat bertahan dalam sisa jerami sakit dan gabah sakit selama lebih dari satu tahun pada suhu kamar. Sedangkan dalam bentuk miselia mampu bertahan sampai lebih dari tiga tahun (Amir & Karden 1991). Gen cry, Penyandi 6 Endotoksin Bacillus thuringiensis adalah bakteri tanah yang selama proses sporulasi
mampu membentuk laistal protein yang bersifat racun apabila terhidrolisis dalam usus serangga.
Bakteri ini sudah digunakan lebih dari 50 tahun sebagai
insektisida biologi (Tu et a[. 2000). Tanaman transgenik menjadi tahan hama karena adanya ekspresi endotoksin yang bersifat seperti insektisida (Insecticidal CrystaI Protein
=
ICP) dari Bacillus thuringiensis (Bt toxin) dalam jaringan
tanaman (Nayak et al. 1997; Wu et al. 1997). Aktivitas insektisida Bt sangat spesifik sehingga endotoksin tersebut tidak toksik untuk serangga non target, burung dan mamalia (Tu et al. 2000). Gen cry adalah penyandi protein aktif anti serangga
yang diisolasi dari
B. thuringiensis yaitu bakteri yang menghasilkan suatu kristal protein yang
bersifat racun jika terhidrolisis dalam jaringan usus serangga (Dekeyser et a1
1990). Gen cry &pat diklasifikasikan berdasarkan protein yang disandikan dan spesifitasnya terhadap serangga yaitu bersifat racun cryI, cry11 cryIII cryIV cryV dan
c f l . Protein yang disandikan oleh gen cry bersifat racun terhadap
serangga ordo Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera (Toenniessen 1991) akan tetapi aktivitas bioinsektisida Bt tidak toksik terhadap ordo homoptera (Rao et al. 1998). Pada kondisi normal protein ini sulit larut, tetapi akan larut dalam pH tinggi (diatas 9.5) yaitu kondisi yang biasa ditemukan pada usus tengah larva lepidoptera. Karena itulah Bt merupakan bahan insektisida yang sangat spesifik. Saat larut dalam usus serangga, protoksin dipecah oleh protease usus untuk menghasilkan toksin aktif yang berukuran sekitar 60 kDa Toksin ini diistilahkan sebagai Gendotoksin. Toksin tersebut berikatan dengan sel-sel epitelium usus, membuat lubang-lubang (pori) pada sel membran dan menyebabkan ketidakseimbangan ion. Sebagai akibatnya kerja usus terhenti dengan cepat, selsel epitelium lisis dan isi usus masuk dalam rongga tubuh.
Hal ini akhimya
mengakibatkan keracunan dan matinya larva (Anonim 2000). Penempelan racun
pada usus serangga memerlukan adanya reseptor untuk protein kristal spesifik sehingga terjadi toksisitas, dan pada satu serangga mungkin saja terdapat reseptor berbeda untuk protein kristal berbeda . Kristal protein ini disandikan oleh gen cry. Gen q y yang telah berhasil diidentifikasi adalah sebanyak lebih dari 140 gen dan telah diklasifikasi ulang menjadi 24 kelompok utama (Criclanore et al. 1998). Toksin yang berbeda mempunyai spesifitas yang berbeda untuk serangga yang berbeda. Cry 1 spesifik untuk hama-hama dari ordo Lepidoptera, Cry 2 untuk Lepidoprera dan Diptera, Cry 3 untuk Coleoptera dan Cry 4 untuk Diptera (Maqbool er al. 1998). Beberapa peneliti telah melakukan introduksi gen cry ke dalam tanaman padi. Gen crylAb dari Bacillus thuringiemis mampu meningkatkan ketahanan padl kultivar Tarom molaii terhadap penggerek batang padi kuning dan bergaris (Wu et al. 1997; Ghareyazie et a[. 1997). Nayak et al. (1997) telah mentransfer gen cryIAc ke padi indica varietas IR64 dan dari hasil insect feeding assoy menunjukkan bahwa galur transgenik mampu mengekspresikan toksin pa& level yang mematikan larva penggerek batang padi kuning. Peneliti lain (Tu et al.
2000) menghasilkan galur padi transgenik yang mengandung h i gen crylAc dan gen crylAb, dan menunjukkan ketahanan terhadap penggulung daun dan penggerek batang kuning.
Penggerek batang Penggerek batang merupakan salah satu hama utama tanaman padi yang
kuantitas serangan dari tahun ketahun semakin meningkat. Penggerek batang merupakan salah satu hama utama padi di Asia yang mengakibatkan kehilangan produksi sebesar 5-10% (Pathak & Khan 1994), bahkan bisa sampai 60-95%
(Wunn et al. 1996). Terdapat empat spesies penggerek batang padi
yaitu
penggerek batang kuning (Schirphopaga incertulas), penggerek batang putih (Schirphopaga innotata), penggerek batang bergaris (Chilo supresalis) dan penggerek batang merah jambu (Sesamia injerens). Tiga jenis pertama tergolong famili Pyralidae dan yang terakhir
tergolong famili Noctuidae dan semua
termasuk ordo Lepidoptera. Di Indonesia, dari empat spesies yang ada, hanya dua yang dominan
di daerah
produksi padi yaitu penggerek batang
kuning
(Schirphopaga incertulas), penggerek batang putih (Schirphopaga innotata) W l i n et al. 1995; Soewito et al. 1995). Penggerek batang padi menimbulkan gejala kerusakan melalui liang gerek yang dibuat oleh larva sehingga dapat memutuskan transfort air dan unsur
hara dari akar. Kerusakan yang timbul tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Jika serangan tejadi pada fase vegetatif maka dam tengah atau pucuk tanaman mati karena titik tumbuhnya dimakan, gejda ini disebut sundep. jika seranga tejadi pada fas generatif maka malai akan mati karena pangkalnya dikerat oleh larva sehingga bulir padi menjadi hampa. Gejala serangan pada tahap ini disebut beluk (Soewito et al. 1995). Penanganan penggerek batang sampai saat ini masih tergantung pada penggunaan pestisida. Teknik penyisipan gen asing untuk tujuan pemberian ketahanan terhadap hama telah dikembangkan pada beberapa kultivar padi Indonesia. Salah satu gen ketahanan yang berhasil disisipkan ke kultivar Rojolele adalah ciyIAb penyandi ketahanan terhadap hama dari golongan Lepidoptera melalui bombardment (Slamet-Loedin et al. 1998). Ekpresi gen yang diisolasi
dari B. thuringiensis pda kultivar IR58 dan Basmati dapat meningkatkan ketahanan terhadap penggerek batang kuning dan bergaris (Wunn et al. 1996; Nayak et al. 1997). Wunn et al. (1996) melaporkan bahwa hasil introduksi gen cryIAb ke tanaman padi dapat menekan serangan hama penggerek batang
sampai 100%.
Transformasi Genetik Tanaman Padi melalui Agrobacterium Kemampuan Agrobacterium untuk menjadi mesin genetik alami telah dimanfaatkan sebagai alat genetik yang sangat penting. Kemampuan untuk melakukan transformasi sel tanaman tersebut berhubungan dengan adanya plasmid penginduksi tumor. Istilah tanaman transgenik dalam pengertian luas dipakai untuk tanaman yang memiliki gen asing yang terintegrasi ke dalam genom tanaman dan gen tersebut berfungsi (Uchimiya et al. 1989). Berbagai metode saat ini telah dikembangkan dan digunakan untuk menghasilkan tanaman transgenik baik melalui transformasi langsung maupun tidak langsung (Herman 1999). Transformasi secara langsung antara lain dengan elektroporasi, fusi dengan PEG @oliethylene glycol), mikro injeksi dan penembakan DNA. Transformasi gen secara tidak langsung ialah melalui vektor A. tumefaciens. Bakteri A. tumefaciens merupakan patogen tanaman. Secara alami melalui mekanisme yang komplek, Agrobacterum mampu memindahkan suatu vektor plasmid yaitu Ti (Tumor inducing) yang terdapat di dalam genom tanaman. Pada plasrnid Ti terdapat bagian-bagian penting yang terkait dalam mekanisme transfer gen. Bagian-bagian tersebut ialah daerah T-DNA dan daerah virulence (vir) pada plasmid Ti. Gen target yang akan diintroduksikan ke dalam T-DNA untuk selanjutnya dipindahkan ke dalam genom tanaman. Gen vir berperan penting dalam rnekanisme pemindahan daerah T-DNA ke dalam genom tanaman. Selain plasmid Ti, ada gen lain yang berperan dalam transfomasi yaitu gen cromosomal virulence (chv). Gen-gen ini berperan dalam pelekatan bakteri ke dalam sel tanaman (Sheng & Citovsky 1996). Mekanisme transfer DNA dari plasmid Ti ke
dalam genom tanaman disajikan pada gambar 2 (Gelvin 1993). Salah satu ha1 penting
dalam keberhasilan
transformasi melalui
Agrobacterium adalah spesifikasi vektor yang dipergunakan. Sistem vektor
ganda (biner) me~pi3kancara yang umum dilakukan. Pada sistim vektor ganda diperlukan dua plasmid dalam Agrobacterium. Plasmid tersebut adalah plasmid vektor yang mengandung
fragmen DNA
dan plasmid helper
Ti yang
menyediakan gen vir sebagai fasilitator transfer gen ke dalam sel tanaman (Slamet-Loedin
1994). Disamping itu efisiensi
Agrobacterium sangat dipengaruhi
dengan jenis tanaman
transformasi
melalui
kesesuaian antara galur Agrobacteriwn
maupun varietas tanaman yang akan ditransformasi. Varietas
yang berbeda memiliki
respon berbeda
pula terhadap
galur
Agrobacterium yang dipakai &lam proses transformasi genetik.
Keberhasilan Hiei et al. (1994) mentrasnformasi tanaman padi dengan A. tumefaciens menunjukan
keberhasilan
penerapan sistem
transformasi
A. tumefaciens pada monokotil. Secara alami bakteri patogen tanah ini hanya
menginfeksi tanaman dikotil dengan cara mengintroduksi T-DNA dari plasmid Ti bakteri ke dalam inti sel tanaman (Smith & Hood 1995). Dong et al. (1996) menggunakan A. tumefaciens LBA4404 dengan pTok 233 untuk transformasi padi javanica kultivar Gulhont, tetapi efisiensi transformasinya masih sangat rendah. Kemudian Rashid et al. (1996) berhasil mentransformasi tanaman padi IndicaIndia kultivar Basmati menggunakan A. tumefaciens EHA 101 dengan PIG 121
Hm. Diantara berbagai jenis tanaman pangan utama, padi m e ~ p a k a nspesies pertama yang menghasilkan tanaman transgenik fertil. Metode transformasi genetik pada tanaman padi semakin berkembang termasuk pengetahuan tentang berbagai promoter (Terada & Shimamoto 1993). Untuk meningkatkan efisiensi transformasi melalui Agrobacferium pada tanaman monokotil temtama untuk spesies yang rekalsitran seringkali diperlukan berbagai modifikasi dalam metode transformasi
melalui Agrobacferium (Smith & Hood 1995). Transformasi
terhadap kecambah kedelai menggunaka Agmbacterium juga telah berhasil dilakukan oleh Chee et al. (1989). Menurut Sheng dan Citovky (1996) terdapat tiga komponen dalam
A. tumefaciens yang berperan dalam transfer DNA ke dalam sel tanaman, yaitu: 1. Daerah T-DNA
T-DNA yaitu bagian dari tumor inducing plasmid (Ti) yang dimiliki A. tumefaciens ditransfer kedalam sel tanaman, atau T-DNA adalah
bagian DNA yang memiliki ciri khusus yang berada pada 200 kb Ti plasmid Agrobacterium yang diapit oleh sekuen berulang DNA (25) sebagai batas T-DNA. 2. Daerah virulence (vir)
Gen vir ini mempunyai ukuran 35 kb dan terbagi atas 7 macam, yaitu vir A, B, C, D, E, F, G, dan vir H. Gen-gen
vir mensistesis protein
virulence. Protein vir ini berperan di dalam menginduksi terjadiiya trasfer T-DNA dan integrasinya ke tanaman. Ekspresi gen-gen diinduksi oleh adanya senyawa fenolik seperti asetoseringon, monosakarida spesifk (glukosa, arabinosa, galaktosa, fruktosa, dan xilosa), dan kondisi pH juga mempengaruhi
ekspresi
gen vir. Tanaman yang terluka
mengeluarkan cairan dengan keasaman yang khas antara pH 5,O-5,s (Sheng & Citovsky 1996). Senyawa fenolik dan monosakarida terbentuk pa& saat tanaman dikotil luka dengan mengeluarkan getah dan proses ini jarang terjadi pada tanaman monokotil yang perlu penyesuaian kondisi infeksi. Penyesuaian kondisi dapat berupa penambahan fenolik, penambahan monosakarida, dan pengurangan pH.
dalam sel tanaman.
3. Gen chromosomal virulence (chv)
Komponen ini terletak pada kromosom Agrobacterium, yang terdiri atas chv A, chv B, psc A dan art. Gen chv digunakan untuk pelekatan bakteri
ke dalam sel tanaman dengan membentuk senyawa 8-1,2 glukan (Sheng & Citovsky, 1996).
Kemampuan Agrobacterium menyebabkan tumor disebabkan karena adanya plasmid Ti (tumor inducing) di dalam bakteri yang akan menginfeksi tanaman dikotil. Daerah T-DNA dari plasmid Ti ditransfer dan diintegrasikan ke dalam sel tanaman target. Daerah T-DNA mengandung gen-gen penyandi hormon perbmbuhan dan opine. Terintegrasinya T-DNA menyebabkan ekspresi gen-gen untuk mensintesis hormon pertumbuhan dan opin. Opin digunakan sebagai sumber karbon dan nitrogen bagi Agrobacterium (Sheng & Citovsky 1996). Plasmid Ti dapat diadaptasikan sebagai vektor yang berguna untuk transfer gen ke dalam sel tanaman. T-DNA ditentukan oleh adanya sekuens berulang (terdiri dari 25 bp) yang mengapitnya dari bagian kin dan kanan. Sekuens ini diperlukan secara in cis untuk trasnfer T-DNA dan merupakan sekuens pengenalan untuk situs spesifik endonuklease yang disandi oleh gen virD. Hasil pemotongan adalah molekul utas tunggal linier yang diduga sebagai intermediet
untuk transfer T-DNA ke sel tanaman. Hal ini penting untuk
merancang vektor bahwa sekuens pembatas harus mengapit DNA dasar yang akan ditransfer dan m e ~ p a k a nelemen yang beraksi in cis untuk transfer TDNA. Penambahan senyawa fenolik asetosyringone pada tahap kekultivasi bertujuan untuk mengakhpkan gen-gen vir pada Ti plasmid. Proses transfer TDNA diawali dengan dideteksinya senyawa fen01 dan tejadinya pengaktifan
gen vir. Protein dari gen vir A ini akan mengnduksi fosforilasi dari gen vir G yang selanjutnya mengaktifkan gen vir lainnya. Beberapa gen vir berperan &am pemotongan fragmen T-DNA dan pengintegrasian T-DNA ke dalam kromosom sel inang. Integrasi T-DNA akan mengalami sedikit pengaturan kembali secara intra dan inter molekuler, untuk memulihkan system transkripsi dan translasi genom tanaman resipien (Sheng & Citovsky 1996). Pemakaian senyawa
asetosiringon
merupakan
kunci
keberhasilan
transformasi
melalui
Agrobacterium pada tanaman padi. Penambahan glukosa, pH media 5.2 serta
suhu ko-kultivasi antara 22-28 "C juga merupakan kondisi optimum yang diperlukan bagi transformasi padi melalui Agrobacferium(Hiei er al. 1994) A. tumefaciens mempunyai kemampuan untuk mentransfer potongan
DNA (T-DNA) dari Ti plasmid kedalam nukleus sel-sel yang diinfeksi sehingga terintegrasi kedalam genom tanaman dan akan menyebabkan crown gall (Nester er al. 1984). T-DNA mengandung dua tipe gen yaitu gen onkogenik yang
mengodekan enzim yang dilibatkan dalam sintesis auksin dan sitokonin serta berperan dalam pembentukan tumor, gen kedua berperan mengodekan sintesis opin. Senyawa ini dihasilkan karena kondensasi antara asam amino dan gula juga disintesis dan dielaesikan oleh sel-sel crown gall yang kemudian digunakan oleh Agrobacterium sebagai sumber karbon dan nitrogen. Disamping itu T-DNA
ditempatkan pada gen-gen yang berperan dalam katabolisme opin, gen tersebut dilibatkan dalam proses transfer T-DNA
dari bakteri ke sel tanaman dan
transfer plasmid bakteri konjugatif (Hooykass & Schilperoort 1992).
Regenerasi in virro Tanaman Padi Tanaman merupakan organisme multiseluler yang kompleks dengan organ-organ yang memiliki fungsi berbeda. Dengan kemajuan ilmu fisioilogi
tanaman memungkinkan bagian tertentu dari organisme multiseluler tersebut ditumbuhkan secara terpisah dalam keadaan in vitro. Melalui manipulasi lingkungan tumbuh, bagian-bagian tanaman tersebut
dapat diregenersiskan
menjadi tanaman lengkap p i x o n 1985). Regenerasi tanaman merupakan suatu proses perkembangan
yang sangat kompleks. Gunawan (1992) menyatakan
bahwa regenerasi Mtur in vitro terjadi melalui pembentukan organ langsung
dari eksplan, pembentukan embrio langsung dari eksplan, pembentukan organ melalui kalus serta pembentukan embrio melalui kalus. Kalus yang diinduksi dari skutelum merupakan bahan awal yang sangat baik untuk Mtur in vitro padi (Hiei el al. 1994). Chauhan dan Shing (1995) menggunakan media LS + 2mgA2.4-D + 1 mgA kinetin untuk induksi kalus padi Indica cv. HPU799, HPU2421, HPU741, HPU2216 dengan frekuensi induksi
kalus 65.0%96.5% dan kondisi kalus yang kompak, warna putih kekuningan, bentuk nodular dan sebagian besar embriogenik. Pemakaian pengatur zat tumbuh yang tepat sangat berpengaruh dalam keberhasilan regenerasi dalam kultur in vitro padi terutama bagi kelompok rekalsitran. Datta et al. (2001) menggunakan media regenerasi N6 dengan 2 mg4 kinetin dan 1 mg4 NAA pada padi Indica cv. IR72, IR64, IR68899B dan MH63. Nayak et al. (1997) Menggunakan media MS + 3mgA BAP + 1 mgA NAA untuk regenerasi padi Indica IR64, sedangkan Alam et a1 (1998) menggunakan media regenerasi MS + 2 mg.1 kinetin + 0.1 mg/l NAA pada pad^ Indica cv. Vaidehi. Hatsillah (1998) menggunakan media regenerasi LS + 0.3 mg/l BAP + 0.5 mg/l
IAA pada padl lndica cv. Membramo akan tetapi sebagian besar kalus yang tahan terhadap higromisin tidak berhasil membentuk tunas bahkan kalus didominasi oleh akar.
Analisis PCR PCR merupakan teknik analisis tingkat DNA yang dipakai untuk penggandaan urutan basa DNA spesifik secara in vitro dengan memanfaatkan
cara replikasi DNA dengan bantuan enzim polimerase (Davis et al. 1994). Keuntungan teknik PCR diantaranya adalah analisanya cepat, tidak diperlukan DNA &lam jumlah banyak, dapat dilakukan pada fase awal pertumbuhan dan metoda ekstraksi DNAnya relatif sederhana. PCR &pat dipergunakan untuk mengamplifikasi gen yang telah diintroduksikan ke sel tanaman
target untuk
membuktikan keberadaannya. Teknik PCR memunglankan analisis sampel &lam
jurnlah banyak dan waktu singkat untuk mengetahui keberadaan gen yang diintroduksikan (Cha & Thilly 1993; Casas et al. 1995). PCR tejadi melalui reaksi yang berlangsung secara berseri dan berulang dari denaturasi, penempelan primer dan ekstensi atau sintesis yang berlangsung secara otomatis. Pada tahap pertama, molekul DNA didenaturasi dengan meningkatkan suhu sampai 95°C selama 30 detik. Tahap selanjutnya suhu reaksi diturunkan berkisar antara 50 sampai 60°C atau tergantung pada panjang primer dan tahap terakhir suhu dinaikan lagi sampai 72°C untuk mengaktifkan tag polymerase (Krawetz 1998; Muladno 2002).
PCR merupakan metode yang sangat sensitif sehingga dengan satu molekul DNA dapat memperbanyak DNA menjadi jutaan kali lipat setelah 30-40 siklus PCR. Adapun komponen yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah DNA target, primer, deoksynukleoside rriphosphat (dNTP), Taq DNA polymerase, bufer PCR (Muladno 2002). Sekuen primer yang tepat memunglunkan amplifikasi hanya terjadi pada fragmen spesifik dan tepat. Primer untuk PCR sebaiknya terdiri dari 18-28 nukleotida, tidak terdapat duplikat antara k e 2 primer untuk mendeteksi
gen target. Primer harus bersifat komplemen terhadap DNA target. Semakin pendek
ukuran primer (8-mer), maka semakin tidak spesifik fragmen yang dihasilkan. Sebaliknya semakin panjang primer (20-mer)
maka akan semakin spesifik
fragmen yang dihasilkan. Ukuran primer yang lebih besar dari 30-mer sangat jarang digunakan. DNA target yang diamplifikasi hendaknya tidak lebih dari 3 kb
dan sebaiknya kurang dari 1 kb (Brown 1996). Spesifisitas primer harus tinggi dan persen kandungan G + C antara 50-60 % serta mempunyai Tm (OC) kedua
primer sebaiknya sama. Zat lain yang penting adalah dNTF' yang merupakan material utama untuk sintesis DNA baru dalam proses PCR, yang stabil pada -20°C untuk beberapa bulan. dNTP terdiri dari empat senyawa, yaitu dATP, dTTP, dGTP, dan dCTP. Ketidakseimbangan konsentrasi keempat komponen
akan mengurangi kemampuan kinerja enzim Tuq DNA polimerase. Konsentrasi dNTP sebaiknya antara 20-200 pM (Innis & Gelfand 1990).
Enzim polimerase yang digunakan dalam teknik PCR adalah enzim yang
tahan panas supaya pada waktu denaturasi (suhu tinggi) enzimnya tidak rusak. Enzim ini dikenal dengan Tuq DNA polimerase yang diisolasi dari bakteri termofilik Termus aquaticus dan dapat aktif pada suhu 9495°C. Suhu annealing merupakan faktor penting yang menentukan spesifitas suatu PCR. Dengan demikian suhu dan waktu yang digunakan bergantung pada urutan DNA yang akan diamplifikasi. Suhu annealing &pat diduga berdasarkan suhu melting (Tm) antara primer dengan DNA cetakan. Suhu annealing biasanya lebih rendah 3-5°C
dari suhu melting.