7
2 STRUKTUR PRODUKSI GETAH DAN PERTUMBUHAN PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 2.1 Pendahuluan Pinus merkusii merupakan jenis pohon yang dikenal sebagai penghasil kayu dan getah yang cukup potensial. Di Indonesia P.merkusii dapat dijumpai dalam 3 strain yaitu Aceh, Tapanuli dan Kerinci dengan karakteristik yang berbeda-beda. Mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi, pada awal tahun 1920 pinus diintroduksi ke Pulau Jawa dari populasi alam di Aceh oleh Perum Perhutani dan menjadi jenis andalan kedua setelah jati. Dengan meningkatnya nilai hasil kayu dari pohon pinus pada saat itu, tahun 1976 dilakukan kegiatan seleksi untuk mendapatkan pohon plus yang memiliki karakter batang dan pertumbuhan yang bagus (Soeseno 1988; 2001) diikuti dengan pembangunan Kebun Benih Semai (KBS) di Sumedang (Jawa Barat), Baturaden (Jawa Tengah) dan Jember (Jawa Timur) Seiring dengan perubahahan paradigma pengusahaan pinus dari yang berorientasi kayu menjadi produk bukan kayu, sejak tahun 2006 progam pemuliaan pinus di Perum Perhutani tidak hanya terfokus pada kayu namun juga kepada produk bukan kayu dalam hal ini getah pinus. Seperti diketahui produk hasil pemasakan getah pinus yaitu gondorukem (gum rosin) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang bernilai tinggi dan memegang peranan penting sebagai andalan hasil hutan bukan kayu di Indonesia karena menghasilkan devisa negara sekitar US$ 50 juta setiap tahun (Fachrodji 2010) dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar (Perum Perhutani 2010). Oleh karena itu, kegiatan pemuliaan pohon dengan produksi getah tinggi menjadi fokus kegiatan sejak tahun 2006 sampai sekarang mengingat telah ditemukannya beberapa pinus kandidat bocor getah dengan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan ratarata pada saat ini. Kaitannya dengan produktivitas getah, informasi mengenai struktur produksi pohon pinus kandidat bocor getah di KBS milik Perum Perhutani sampai saat ini belum tersedia, padahal informasi ini penting untuk kegiatan karakterisasi dan manajemen tegakan. Struktur produksi getah menggambarkan distribusi produksi getah tiap individu kandidat bocor getah yang ada di KBS milik Perum Perhutani. Untuk kegiatan pemuliaan dengan fokus utama produksi getah, diperlukan tegakan dengan sebaran produksi getah menjulur ke kanan serta interval produksi yang luas (Nanos et al. 2000). Oleh karena itu penelitian tentang struktur produksi getah di KBS Perum Perhutani sangat diperlukan untuk mengetahui pola sebaran produksi getah KBS Perum Perhutani sebagai data dasar untuk penelitian genetika, anatomi saluran resin dan strategi perbanyakannya. Pada KBS terpilih secara khusus akan dibahas mengenai struktur pertumbuhan karena sampai saat ini informasi keterkaitan antara struktur pertumbuhan dengan produksi getah masih sedikit sekali dijumpai. Struktur pertumbuhan pada penelitian ini menggambarkan distribusi variabel pertumbuhan kandidat yang diwakili oleh variabel tinggi total pohon, diameter batang, panjang tajuk, luas tajuk, tebal kulit dan tingkat keparahan serangan hama dan penyakit.
8
2.2 Bahan dan Metode 2.2.1 Bahan Bahan tanaman untuk penelitian sebaran produksi dan struktur pertumbuhan merupakan hasil uji keturunan tahun tanam 1978-1983 di KBS Cijambu, Baturaden dan Jember dengan tujuan pemuliaan lebih difokuskan pada produksi kayu. Dalam kaitannya dengan pemisahan antara produksi getah dan kayu, maka pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan seleksi awal pinus yang menghasilkan getah lebih tinggi daripada produksi getah saat ini atau produksi normal (21 g/pohon/3 hari) dan terpilih 110 pohon plus (KBS Cijambu), 90 pohon plus (KBS Jember) dan 75 pohon plus (KBS Baturaden) sebagai bahan dasar untuk penelitian struktur produksi getah. Selanjutnya untuk penelitian struktur pertumbuhan dan hubungan antar karakter dilakukan melalui pengumpulan data produksi getah terkini (2011) dari KBS terpilih (KBS Cijambu). KBS terpilih selanjutnya digunakan sebagai lokasi penelitian karakterisasi kandidat bocor getah. 2.2.1 Metode Penelitian mengenai struktur produksi getah di 3 KBS dilakukan melalui stratifikasi data dan analisis statistik dengan menggunakan data sekunder produksi getah yang dimiliki Perum Perhutani tahun 2006. Selanjutnya untuk penelitian struktur pertumbuhan dan hubungan antar karakter dilakukan melalui pengumpulan data produksi getah terkini (2011). Verifikasi produksi getah dilakukan melalui penyadapan menggunakan teknik pengeboran pohon dari dua arah mata angin yang berbeda (utara-selatan) dengan menggunakan bor berdiameter 0.5 cm dan ditampung dalam plastik ukuran 20x14 cm. Getah selanjutnya dibiarkan mengalir secara alami tanpa menggunakan stimulansia selama 3 hari berturut-turut untuk mendapatkan data produksinya. Pada lokasi ini tidak pernah dilakukan kegiatan penyadapan untuk skala produksi sehingga hasil getah yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh faktor genetika dan tempat tumbuh tanpa melibatkan pengaruh teknik penyadapan dan penggunaan stimulansia. Pemilihan pohon untuk uji produksi getah didasarkan pada nilai produksi getah yang lebih baik dari 5 pohon pembanding di sekitarnya. Penelitian struktur pertumbuhan dan hubungan antar karakter dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap 35 karakter pertumbuhan dan karakter ekologi dari 110 pohon plus yang ada di KBS Cijambu. Karakter pertumbuhan yang diamati untuk mengetahui struktur pertumbuhan meliputi: tinggi, diameter, tajuk, percabangan, tebal kulit dan tingkat keparahan serangan hama penyakit. Metode pengukuran untuk 35 karakter pertumbuhan dan ekologi mengikuti prosedur penelitian pada pohon-pohon kehutanan sebelumnya: Bacilieri et al. (1995); Cantini et al. (1999); Kremer et al. (2002); Ginwal et al. (2004); Weber dan Montes (2005); Baliuckas et al. (2005) dan Devagiri et al. (2007). Karakter dan metode pengamatan untuk penelitian struktur pertumbuhan disajikan pada Lampiran 1. Data hasil pengukuran yang diperoleh selanjutnya diolah dengan bantuan software statistik SPSS versi 17 (SPSS Inc. 2007) untuk mengetahui nilai tengah, standar deviasi, koefisien varian, korelasi dan regresi linear berganda
9
dengan mengacu Steel dan Torrie (1995). Standarisasi data dilakukan untuk pembuatan Principal Component Analysis (PCA). 2.3 Hasil dan Pembahasan 2.3.1 Struktur produksi getah pohon plus kandidat bocor getah di KBS Perum Perhutani. Struktur produksi getah 3 KBS Perum Perhutani (Gambar 2.1) menunjukkan pola sebaran seperti dijumpai pada hutan tanaman lainnya dengan nilai rata-rata produksi 85.9 g/pohon/3 hari. Frekuensi produksi getah terbesar berada pada interval 80-100 g/pohon/3 hari (154 pohon) dan frekuensi terkecil pada interval ≥150 g/pohon/3 hari (14 pohon). Hasil perhitungan struktur produksi di setiap KBS menunjukkan bahwa KBS Cijambu memiliki rata-rata tertinggi (101.4 g/pohon/3 hari) diikuti KBS Baturaden (88.72 g/pohon/3 hari) dan KBS Jember (64.4 g/pohon/3 hari). Sebaran produksi di KBS Cijambu memperlihatkan pola sebaran cenderung menjulur ke kanan, yang menunjukkan individu-individu di KBS Cijambu lebih tinggi dibandingkan produksi getah normal, sehingga KBS Cijambu sesuai untuk kegiatan pemuliaan untuk fokus getah (Gambar 2.1). Jumlah pohon pinus kandidat bocor getah di KBS Cijambu terbanyak berada pada interval 82-102.99 g/pohon/3 hari (34%), di KBS baturaden pada interval interval 61-88.99 g/pohon/3 hari (35%) dan KBS Jember pada interval 40-60.99 g/pohon/3 hari (54%). Berdasarkan kemenjuluran kurva KBS Cijambu memiliki nilai 271.2 g/pohon/ 3 hari (Gambar 2.1b), KBS Baturaden 175 g/pohon/ 3 hari (Gambar 2.1c) dan KBS Jember 128 g/pohon/ 3 hari (Gambar 2.1d). Dengan demikian KBS Cijambu menjulur paling ke kanan, diikuti oleh KBS Baturaden dan KBS Jember. Pada P. pinaster, Nanos et al. (2000) memilih tegakan dengan kurva produksi getah yang memiliki sebaran cenderung menjulur ke kanan dan interval produksi yang lebar untuk pemuliaan dengan fokus utama getah pinus. Dengan pertimbangan yang sama KBS Cijambu selanjutnya terpilih sebagai lokasi penelitian karakterisasi kandidat bocor getah. Berdasarkan sudut pandang konservasi genetika, individu-individu pohon yang berada pada posisi paling menjulur ke kanan (memiliki produksi tertinggi), sangat perlu untuk dikonservasi dan dikembangkan karena memiliki keragaman yang sempit, tidak banyak jumlahnya dan rawan terhadap kepunahan. Untuk perbanyakan massal dapat dikembangkan dari individu-individu pada interval dengan frekuensi tertinggi; untuk KBS Cijambu (82-103 g/pohon/3 hari), KBS Baturaden (61- 82 g/pohon/3 hari) dan KBS Jember (40-61 g/pohon/3 hari). Hal tersebut sangat dimungkinkan terkait erat dengan kondisi lingkungan setempat Produksi getah di setiap KBS menunjukkan struktur produksi yang berbeda. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan adanya peranan kondisi tanah, iklim, penggunaan bahan kimia, umur, teknik silvikultur (faktor lingkungan) dan faktor genetika tanaman dalam menentukan kuantitas produksi getah (Zamski 1972; Moulalis 1981; Philippou 1986; Papajiannopoulos 1997, 2002). Hasil penelitian pada pinus bergetah banyak di daerah temperate yang dilakukan oleh Tadesse et al. (2001); Roberds et al. (2003); Burczyk et al. (1998); Kossuths (1984) dan Mergen et al. (1955) yang menemukan peranan faktor genetika yang
10
45
45
40
40
35
35
30
30
Frekuensi
Frekuensi
lebih dominan dalam menentukan karakter produksi getah. Namun kedua faktor tersebut bersama-sama mendukung ekspresi suatu karakter, karena fenotipe produksi getah merupakan hasil interaksi dari pengaruh faktor genetika dan lingkungan (Rodrigues et al. 2009).
25
25
20
20
15
15
10
10
5
5
0
0 40
61
82
103
124
145
166
187
208
229
250
271
292
40
61
82
103
Produksi getah (g/pohon/3 hari)
a. 3 KBS
145
166
187
208
229
250
271
292
229
250
271
292
b. KBS Cijambu 45
40
40
35
35
30
30
Frekuensi
45
25 20
25 20
15
15
10
10
5
5
0 40
61
82
103
124
145
166
187
208
229
250
271
0
292
40
Produksi getah (g/pohon/3 hari)
61
82
103
124
145
166
187
208
Produksi getah (g/pohon/3 hari)
c. KBS Baturaden
d. KBS Jember
45 40 35
3 KBS Frekuensi
Frekuensi
124
Produksi getah (g/pohon/3hari)
30 25
KBS Jember
20 15
KBS Cijambu 10 5
KBS Baturaden 0 40
61
82
103
124
150
161
182
203
224
250
271
292
P r o d u k s i g e t a h ( g / p o h o n / 3 h a r i)
Gambar 2.1
Struktur produksi getah di KBS Cijambu, Baturaden dan Jember. Seluruh KBS (a), KBS Cijambu (b), KBS Baturaden (c) dan KBS Jember (d), Seluruh KBS, KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember (e).
11
Untuk mengetahui penyebab perbedaan produksi getah di 3 KBS dilakukan penelaahan mengenai asal usul materi penanaman. Berdasarkan sejarahnya pembangunan KBS Cijambu, Baturaden dan Jember dilakukan secara bertahap pada kurun waktu 1978-1983 dengan sumber materi genetika yang sama (Soeseno et al. 1994) dengan fokus kegiatan untuk memperoleh pohon plus dengan karakter batang yang lurus. Tegakan tersebut telah mengalami beberapa kali roquing (penjarangan) dengan fokus produksi kayu. Selanjutnya, seiring dengan perubahan kebijakan pengelolaan pinus yang berorientasi pada produksi getah, kegiatan seleksi awal telah dilakukan selama kurun waktu 2002-2009 untuk memperoleh pohon plus dengan produksi getah yang tinggi. Hasil seleksi untuk tujuan produksi getah hanya terpilih 110 pohon plus (KBS Cijambu), 90 pohon plus (KBS Jember) dan 75 pohon plus (KBS Baturaden) sebagai kandidat bocor getah dari total 1000 famili pohon plus di setiap KBS. Hasil stratifikasi data 3 KBS menemukan pohon dari famili yang sama menghasilkan getah yang berbeda ketika ditanam pada 3 KBS yang berbeda. Pohon dari famili 507L merupakan penghasil getah tertinggi di antara semua kandidat bocor getah di 3 KBS, famili yang sama ternyata tidak masuk kategori bocor getah di KBS lainnya. Berdasarkan Tabel 2.1 beberapa pohon dari famili yang sama di KBS Cijambu menghasilkan getah yang tidak jauh berbeda jika ditanam di KBS Baturaden, hal tersebut juga ditunjukkan dengan kekonsistenan rangking produksi yang diperoleh. Sebaliknya, pohon dari famili yang sama di KBS Cijambu menghasilkan getah yang lebih rendah saat ditanam di KBS Jember, hal tersebut ditunjukkan dengan rangking produksi yang cenderung menurun. Tabel 2.1 Produksi getah beberapa famili di KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember Produksi getah (g pohon-13 hari-1) No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
Jarak tanam Famili BG32 BG101 BG8 BG20 BG53 BG28 BG7 BG26 BG68 BG43
KBS Cijambu (3mx3 m)
Rangking
KBS Baturaden (3mx3 m)
Rangking
KBS Jember (3mx3m)
Rangking
271.2 196.5 102.5 96.6 104.4 78.7 76.2 98.4 93.4 107.8
1 1 2 3 2 3 3 3 3 2
NA 165 NA NA NA 78 51 103 NA NA
1 3 4 3 -
NA NA 65.5 69 57.6 NA NA NA 53.5 69.9
3 3 4 4 3
Sumber : Puslitbang SDH Perum Perhutani (2006). Keterangan : rangking 1: produksi >150 g/pohon/3 hari; rangking 2: >100-150 g/pohon/3 hari; rangking 3: > 60-99 g/pohon/3 hari, rangking 4:≤ 60 g/pohon/3 hari; NA: tidak masuk kategori bocor getah.
12
Ketidakkonsistenan rangking tersebut juga disebabkan karena materi genetika untuk penanaman di KBS Perum Perhutani berasal dari keturunan halfsib yang masih mengalami segregasi sehingga individu-individu dari famili yang sama berpeluang untuk memiliki fenotipe yang berbeda oleh karena perlu dilakukan kegiatan pemuliaan lanjutan untuk memperoleh kekonsistenan produksi getah. Namun demikian, berdasarkan kekonsistenan perolehan getah dari beberapa famili (famili yang sama) dapat disimpulkan bahwa produksi getah di KBS Cijambu lebih tinggi dibandingkan KBS lainnya (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Produksi getah di KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember Gambar 2.2 menunjukkan bahwa kondisi lingkungan tempat tumbuh mendukung ekspresi genetika karakter produksi getah. Hal tersebut didukung oleh Wright (1976) yang menyatakan bahwa variasi lingkungan akan membatasi perolehan genetika suatu populasi karena ekspresi potensi genetika akan maksimal apabila didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai. Kondisi tempat tumbuh yang meliputi posisi geografis, ketinggian tempat, curah hujan, jenis tanah dan kelerengan lahan masing-masing KBS disajikan pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Karakteristik tempat tumbuh KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember Variabel KBS KBS KBS Cijambu Baturaden(* Jember(** o o Posisi geograftis 107 45’ BT 108 .73’BT 113o.52’BT 6 o.52’LS 6o.79’LS 7 o.67’LS Ketinggian (m dpl) 1290 725 600 Curah hujan rata-rata (mm/tahun) 2520 3500 2400 Jenis tanah Andosol Andosol Regosol Kelerengan lahan (%) 11-62% 10 0 Sumber:*:Soeseno et al. (1994) ;**Nurtjahjaningsih et al. (2007)
Hasil penelaahan kondisi tempat tumbuh menunjukkan ketinggian tempat dan kelerengan menjadi pembeda antara KBS Cijambu dengan dua KBS lainnya. Beberapa studi mengenai pengaruh ketinggian tempat terhadap produksi getah masih menunjukkan hasil yang berbeda. Menurut Rochidajat dan Sukawi (1979)
13
ketinggian tempat tumbuh berpengaruh terhadap lancarnya aliran getah karena semakin tinggi tempat maka getah akan menggumpal dan aliran getah akan terhambat akibat rendahnya temperatur udara dan intensitas cahaya matahari. Kelemahan penelitian tersebut belum mewakili selang ketinggian optimal untuk P. merkusii (800-1600 m dpl). Hasil pengukuran produksi getah pada beberapa ketinggian tempat di KBS Cijambu (Gambar 2.3) menunjukkan pohon yang menghasilkan getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) berada pada ketinggian 1327 m dpl, diikuti produksi 196.5 g/pohon/3 hari pada ketinggian yang sama dan produksi 107.8 g/pohon/3 hari pada ketinggian 1281 m dpl. Produksi getah lebih rendah 97.1 g/pohon/3 hari dihasilkan oleh pohon yang berada pada ketinggian 1275 m dpl dan produksi 91.8 g/pohon/3 hari berada pada ketinggian 1226 m dpl. Oleh karena itu Surat Direksi No. 289/041.6/Can/Dir Tanggal 24 September 2010 perihal Penyusunan Redesain Pengelolaan Sumber Daya Hutan butir 2 mengenai penempatan tanaman pada lokasi dengan ketinggian ≤ 1000 m dpl untuk penanaman bocor getah perlu dipertimbangkan kembali karena pada penelitian ini produksi getah lebih tinggi dijumpai pada ketinggian 1250-1350 m dpl. Histogram produksi getah di KBS Cijambu berdasarkan ketinggian tempat disajikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Sebaran produksi getah berdasarkan ketinggian tempat di KBS Cijambu Selain ketinggian tempat, jenis tanah juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tanah andosol (KBS Cijambu dan Baturaden) dicirikan dengan warna yang hitam-kecoklatan, bersifat andik, teksturnya ringan, berasal dari bahan vulkanik atau erupsi gunung berapi dan bersolum dalam dan relatif subur. Tanah regosol (KBS Jember) dicirikan dengaan solum yang dangkal, bersifat basa atau mendekati netral dan banyak ditemui di daerah pegunungan kapur dan daerah kars di Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura, Nusa tenggara dan Maluku Selatan. Tanah andosol dengan tekstur ringan dan bersolum dalam serta bersifat masam lebih sesuai untuk pertumbuhan pinus dengan tujuan produksi getah, hal tersebut ditunjukkan dengan produksi getah KBS Cijambu dan KBS Baturaden yang lebih tinggi dibandingkan KBS Jember.
14
Berdasarkan analisis kondisi tempat tumbuh 3 KBS yang meliputi kondisi geografis, ketinggian, curah hujan, KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Indonesian Forest Seed Project (2001) P. merkusii memerlukan persyaratan tumbuh yang tidak spesifik, dapat tumbuh pada ketinggian 30-1800 m dpl pada berbagai tipe tanah dan iklim, sedangkan Balai Teknologi Perbenihan (2000) mensyaratkan untuk pertumbuhan pinus yang baik diperlukan ketinggian 800-1600 m dpl dengan curah hujan 24003600 mm/tahun. Berdasarkan kriteria tersebut KBS Cijambu memiliki kondisi lingkungan yang mendekati persyaratan kondisi optimal, sehingga untuk kegiatan pemuliaan dengan tujuan produksi getah lokasi tersebut cukup menjanjikan. Perbedaan perolehan getah dari famili yang sama di 3 KBS dipengaruhi juga adanya interaksi antara faktor genetika dan lingkungan (GxE). Hasil penelitian ini menemukan perbedaan ketidakkonsistenan hasil getah famili yang sama ketika ditanam di KBS berbeda. Sebagai contoh famili BG32 yang merupakan penghasil getah tertinggi di KBS Cijambu (271.2 g/pohon/3 hari), ternyata famili ini tidak dijumpai di KBS Baturaden dan KBS Jember karena tidak memenuhi kriteria bocor getah. Famili BG8 menghasilkan getah 102.5 g/pohon/3 hari (rangking 2) di KBS Cijambu, ketika ditanam di KBS Jember produksinya turun menjadi 65.5 g/pohon/3 hari (rangking 3) dan ketika ditanam di KBS Baturaden famili tersebut tidak masuk dalam kategori bocor getah. Ketidakkonsistenan (inconsistency) perolehan getah juga dijumpai pada famili-famili lainnya (Tabel 2.1). Menurut White et al.(2007) adanya interaksi faktor genetika dan lingkungan mengakibatkan terjadinya perbedaan keragaan genotipe pohon ketika ditanam pada lingkungan yang berbeda. Pada 3 KBS milik Perum Perhutani, perbedaan keragaan genotipe tersebut ditunjukkan dengan perubahan rangking famili pada lingkungan berbeda. Besaran pengaruh GxE pada selanjutnya dapat dikuantifikasi dengan menggunakan persamaan linear. Jika nilai hasil interaksi menunjukkan nilai > 0 maka masing-masing genotipe memiliki respon berbeda pada di setiap kondisi lingkungan berbeda dan sebaliknya. Adanya interaksi GxE memerlukan kegiatan pengelolaan yang intensif berdasarkan kesesuaian tempat tumbuh masing-masing famili. Hal tersebut disebabkan karena kondisi lingkungan tersebut menentukan baik buruknya keragaan famili. Namun demikian untuk mengetahui proporsi besarnya pengaruh faktor lingkungan maupun faktor genetika dalam menentukan karakter produksi getah akan dibahas lebih mendalam di Bab 3 mengenai morfogenetika kandidat bocor getah. Adanya perbedaan perolehan getah pada 3 KBS dan interaksi GxE berakibat pada strategi pengembangan kandidat bocor getah selanjutnya. Individu famili yang memperlihatkan perolehan getah cenderung konsisten pada setiap KBS dapat menunjukkan kemampuan adaptasi yang cukup baik, sehingga selanjutnya individu tersebut dapat digunakan sebagai sumber materi penananam pada lokasi yang berbeda (sebagai contoh individu famili BG101,BG28 dan BG21). Sebaliknya, individu dari famili yang menghasilkan getah fluktuatif dan tidak konsisten menunjukkan bahwa individu tersebut hanya adaptif pada lokasi tertentu, selanjutnya untuk pengembangannya individu tersebut hanya dapat digunakan sebagai sumber materi penanaman lokal setempat (sebagai contoh individu famili BG38, BG91 dan BG53). Strategi perbanyakan untuk kandidat bocor getah akan dibahas secara lebih mendalam di Bab 5.
15
Hasil analisis struktur produksi getah dan karakteristik tempat tumbuh di KBS Cijambu dan kekonsistenan perolehan getah dari individu famili dapat disimpulkan bahwa KBS Cijambu memiliki kondisi tempat tumbuh yang sesuai untuk kegiatan penanaman dengan fokus utama getah. Kesesuaian tersebut tercermin dengan kemampuan individu pada KBS Cijambu untuk menghasilkan getah yang cenderung lebih tinggi, kurva struktur produksi getah cenderung miring ke kanan yang menandakan individu pohon di lokasi tersebut memiliki produksi getah tinggi dan selang produksi yang lebih lebar sebagai indikasi tingginya keragaman produksi getah di lokasi tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut fokus penelitiaan selanjutnya dipersempit di KBS Cijambu saja. 2.3.2 Struktur pertumbuhan pohon plus kandidat bocor getah Kondisi suatu tegakan hutan selalu dipengaruhi oleh keadaan tempat tumbuh, perlakuan silvikultur, umur dan sifat genetika pohon, interaksi antara setiap individu pohon terhadap keadaan tempat tumbuhnya, serta interaksi yang terjadi antar individu-individu pohonnya. Struktur pertumbuhan mampu mencerminkan pengaruh faktor-faktor tersebut melalui output pertumbuhan dan hasil (Prestzsch 2009) salah satunya produksi getah. Secara umum struktur pertumbuhan diameter batang, tinggi bebas cabang, tinggi total, valume, tajuk dan percabangan) pada pohon plus kandidat bocor getah di KBS Cijambu mengikuti pola umum yang dijumpai pada tipe tegakan hutan tanaman. Tinggi pohon pada suatu tegakan merupakan salah satu variabel penting dalam manajemen hutan karena mampu mencerminkan total volume pohon untuk tujuan komersial, mencerminkan kualitas tempat tumbuh pada tegakan seumur dan menggambarkan struktur vertikal dari suatu tegakan (Gadow et al. 2001). Sebaran tinggi pada KBS Cijambu secara umum berada pada interval nilai 15-30 m dengan jumlah terbanyak pada interval rata-rata 24.5 m (Gambar 2.4a), sedangkan sebaran keliling pohon memiliki memiliki interval antara 0.35-0.66 m, dengan rata-rata 0.47 m (2.4b). Kondisi tajuk merupakan salah satu komponen penting dalam studi struktur pertumbuhan karena dapat menduga kualitas kayu (Kershaw et al. 1990), tingkat kompetisi tegakan (Mitchell 1975), vigor pohon (Hasenauer dan Monserud 1996), stabilitas mekanis pohon (Wilson dan Oliver 2000) dan iklim mikro (Grace et al. 1987). Adapun variabel tajuk yang umum digunakan adalah tinggi tajuk, panjang tajuk dan luasan tajuk (Bravo et al. 2012). Hasil penelitian menunjukkan panjang tajuk di KBS Cijambu memiliki interval 8-16 m dan rata-rata 11.85 m (Gambar 2.4c), untuk luasan tajuk memiliki interval nilai 100-600 m2 dengan rata-rata 361 m2 (Gambar 2.4d). Tebal kulit umumnya digunakan untuk prediksi volume kayu dan koreksi terhadap diameter pohon sebenarnya (Bravo et al. 2012). Nilai tebal kulit berada pada interval 0.8-4.0 cm dengan jumlah terbanyak berada pada rata-rata tebal 2.45 cm (Gambar 2.4e), sedangkan untuk tingkat serangan hama dan penyakit berada pada interval 0-48% dengan rata-rata 25.44% (2.4f).
16
12
6
10
5
4 Frekuensi
Frekuensi
8
6
3
4
2
2
1
0
0 18
21
24 Tinggi Total (m)
27
30
0.35
a. Sebaran tinggi total
0.40
0.45 0.50 Diameter (m)
0.55
0.60
b. Sebaran diameter
9
7
8
6
7
5 Freekuensi
5 4
4 3
3
2 2
1
1 0 8
10
12 Panjang Tajuk (m)
14
0
16
200
c. Sebaran panjang tajuk
300 400 Luas Tajuk (m)
500
600
d. Sebaran luas tajuk 9
10
8 7
8
Frekuensi
6 Frekuensi
Frekuensi
6
6
5 4
4 3 2
2
1 0
0 0.8
1.6
2.4 Tebal Kulit (cm)
3.2
4.0
0
12
24
36
48
HP
e. Sebaran tebal kulit
f. Sebaran tingkat serangan hama- penyakit Gambar 2.4 Sebaran karakter pertumbuhan di KBS Cijambu. a.Tinggi total, b. Diameter pohon, c. Panjang tajuk, d. Luas tajuk, e. Tebal kulit, f. Tingkat keparahan serangan hama-penyakit. Struktur pertumbuhan pada KBS Cijambu menunjukkan pola sebaran yang lazim ditemui pada hutan tanaman seumur. Selanjutnya untuk melihat keeratan hubungan antara karakter pertumbuhan dengan produksi getah dilakukan pendugaan dengan menggunakan persamaan regresi berganda. Penelitian awal
17
mengenai struktur produksi getah dan hubungannya dengan karakter pertumbuhan telah dilakukan pada P. pinaster. Nanos et al. (2000) mengembangkan model produksi getah berdasarkan kerapatan tegakan, namun tidak menemukan adanya hubungan yang nyata antara keduanya. Sampai saat ini model penduga produksi getah dengan melibatkan karakter pertumbuhan juga masih jarang ditemui, tidak terkecuali di KBS Cijambu. 2.3.3 Hubungan antara karakter pertumbuhan dan produksi getah Untuk mengetahui keterkaitan antara karakter pertumbuhan dan ekologi dengan produksi getah di KBS Cijambu, dilakukan pengujiaan korelasi terhadap 35 karakter. Hasil korelasi awal menemukan 14 karakter pertumbuhan (tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter, tebal kulit, jumlah cabang, panjang tajuk, lebar tajuk, sudut cabang pertama tajuk, volume bebas cabang, volume total, keparahan serangan hama dan penyakit, kekekaran batang dan kekasaran kulit) yang memiliki hubungan dengan produksi getah (korelasi lebih dari 0.1), sedang karakter yang lain memiliki koefisien korelasi lebih kecil dari 0.1. Hasil pengujian awal tersebut masih menghasilkan data yang cukup beragam dan belum menunjukkan keeratan antar karakter yang mampu menerangkan hubungan antara produksi getah dan karakter pertumbuhan. Untuk memperoleh karakter yang lebih mampu menerangkan hubungan keduanya, selanjutnya dilakukan pengujian lanjutan terhadap 14 karakter yang diperoleh. Untuk tujuan tersebut dipilih prosedur pengujian Principal Component Analysis (PCA) dan analisis kelompok (dendrogram). Penggunaan PCA bertujuan untuk menyederhanakan karakter yang diamati dengan cara menyusutkan (reduksi) atau menghilangkan korelasi di antara variabel bebas sehingga diperoleh variabel-variabel baru yang mampu menerangkan hubungan tersebut. Pengujian PCA menghasilkan nilai akar ciri (eigenvalue) yang menggambarkan kemampuan setiap faktor mewakili variabel-variabel yang dianalisis. Nilai akar ciri juga menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varians ketiga variabel yang dianalisis. Pada pengujian ini nilai akar ciri <1 tidak digunakan untuk menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Hasil pengujian nilai akar ciri terhadap 14 faktor hanya menemukan 6 faktor yang dapat digunakan untuk menjelaskan keragaman karakter pertumbuhan karena memiliki nilai akar ciri >1 (Tabel 2.3). Komponen 1 dan komponen 2 pada pengujian PCA (Gambar 2.5 a) merupakan hasil reduksi variabel yang diamati, sehingga jumlah karakternya lebih sedikit tanpa mengurangi obyektivitasnya. Komponen 1 memiliki nilai keragaman sebesar 26.57% dengan akar ciri sebesar 3.964 dan komponen 2 memiliki keragaman sebesar 18.75% dengan akar ciri sebesar 2.811. Penjumlahan antara dua komponen utama (komponen 1 dan 2) mampu menerangkan keragaman data sebesar 45.32% sehingga data dapat menjelaskan keadaan karakter pertumbuhan sebesar 45.32%. Komponen 1 didukung oleh 13 karakter secara positif (produksi getah (prod), kelurusan batang (KKB), panjang tajuk (PT), luas tajuk (luas T), lebar tajuk (LT), tinggi tajuk (TT), tinggi bebas cabang (TBC), tebal kulit (TK), volume total (Vtot), volume bebas cabang (VBC), diameter (D), hama penyakit
18
dan kekekaran batang(HP) ) dan 2 karakter secara negatif (sudut cabang pertama (SCP) dan jumlah cabang (CPT) ). Komponen 2 didukung oleh 1 karakter positif (jumlah cabang, CPT) ) dan 1 karakter negatif (sudut cabang pertama, SCP) ). Tabel 2.3 Eigenvalue keragaman karakter pertumbuhan Faktor Eigenvalue Varian Kumulatif Produksi getah (g/pohon/ 3 hari) Tinggi total (m) Tinggi bebas cabang (m) Diameter pohon (m) Tebal kulit (cm) Jumlah cabang (n) Sudut percabangan (o) Panjang tajuk (m) Lebar tajuk (m) Kekokohan batang Hama dan penyakit Volume bebas cabang (m3) Volume total (m3) Luas tajuk
PC1 3.9866 0.266 26.57% 0.179
PC2 2.8008 0.188 45.32% -0.202
PC3 2.2262 0.148 60.17% -0.405
PC4 1.3276 0.089 68.99% -0.024
PC5 1.2650 0.084 77.43% 0.101
PC6 1.0225 0.068 84.24% -0.515
0.401 0.195 0.181 0.242 -0.001 -0.180 0.378 0.344 0.098 0.091 0.301
-0.048 -0.050 0.316 0.103 -0.248 -0.059 -0.288 -0.102 -0.455 0.219 0.391
0.207 0.445 -0.449 -0.389 0.109 -0.082 -0.115 0.221 -0.007 0.367 0.116
0.075 0.040 -0.152 0.264 0.548 -0.094 -0.097 0.239 0.031 -0.394 -0.195
-0.274 0.244 -0.004 0.196 -0.449 -0.486 0.027 -0.196 0.027 0.233 0.015
-0.122 -0.469 0.057 -0.050 0.036 -0.586 0.171 0.168 0.094 0.007 -0.208
0.283 0.440
0.424 -0.243
-0.110 -0.017
-0.160 -0.057
-0.205 -0.071
0.112 0.082
Hasil pengujian analisis kelompok (Gambar 2.5b) menunjukkan karakter pertumbuhan membentuk dua kelompok besar, kelompok pertama hanya terdiri dari karakter sudut cabang pertama pembentuk tajuk (SCP) dan kelompok kedua terdiri dari karakter produksi getah, karakter tajuk, tinggi pohon, diameter pohon, tebal kulit dan hama penyakit. Pada kelompok kedua, karakter produksi getah berhubungan dekat dengan karakter tajuk, tinggi pohon, diameter batang, tebal kulit, volume batang dan hama penyakit sehingga membentuk kelompok tersendiri (similarity > 71.9%) sedang karakter kekasaran kulit dan jumlah cabang pembentuk tajuk memiliki hubungan yang rendah dengan similarity ≤ 71.9%. Hasil dendrogram tersebut menunjukkan karakter luas tajuk, panjang tajuk, diameter batang dan tebal kulit memiliki hubungan yang lebih dekat dengan produksi getah, sedangkan karakter jumlah cabang dan sudut percabangan memiliki hubungan yang lebih jauh dengan karakter produksi getah. Selanjutnya hasil pengujian PCA dan dendrogram dianalisis lebih lanjut dengan korelasi Pearson untuk memperoleh nilai korelasi antar karakter pertumbuhan. Berdasarkan nilai korelasi Pearson antar karakter pertumbuhan, diketahui bahwa produksi getah berhubungan positif dan nyata dengan diameter batang, tebal kulit, dan panjang tajuk, sebaliknya produksi getah berhubungan negatif dan nyata dengan jumlah cabang dan tingkat serangan hama dan penyakit. Nilai korelasi positif antara produksi getah dengan diameter pohon adalah sebesar 0.364, produksi getah dengan tebal kulit sebesar 0.423, produksi getah dengan panjang tajuk sebesar 0.417 dan produksi getah dengan luas tajuk sebesar 0.405. Nilai korelasi positif antara produksi getah dengan jumlah cabang adalah sebesar -
19
0.317, dengan tingkat serangan hama penyakit sebesar -0.356 (Lampiran 2). Hasil pengujian korelasi ini selanjutnya dibuat model regresi linear untuk melihat keeratan hubungan antara produksi getah dengan karakter pertumbuhan. 0.50 Vtot VBC D CPT
Komponen 2 (18.75%)
0.25
Kk
HP TK
0.00
TBC
SCP
TT LT
Prod luas T -0.25
PT
kkb -0.50 -0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Komponen 1 (26.57%)
(a)
57.09
Similarity
71.39
(b)
85.70
100.00 Prod
TT
LT
PT
luas T
kkb
TBC
D
VBC
Vtot
TK
HP
Kk
CPT
SCP
Variabel
(b) Gambar 2.5 Principal Component Analysis (PCA) (a) dan dendrogram (b) untuk beberapa karakter produksi getah di KBS Cijambu
20
Hasil pengujian lanjutan dengan regresi linear berganda menemukan 4 karakter yang memiliki hubungan nyata dengan produksi getah. Keempat karakter tersebut adalah diameter pohon, tebal kulit, luas tajuk dan jumlah cabang. Karakter diameter pohon, tebal kulit, luas tajuk berhubungan postif dengan produksi getah, sedangkan jumlah cabang berhubungan negatif dengan produksi getah. Hubungan karakter-karakter tersebut digambarkan dengan persamaan regresi linear berganda: Y:106+1.34 x1-0.86 x2+10.29 x3+ 0.17x4 (Y: produksi getah: x1:diameter; x2: Jumlah cabang; x3: tebal kulit; x4: luas tajuk). Hasil pengujian regresi linear berganda memperlihatkan koefisien korelasi sedang (r: 0.75) hampir sama dengan pengujian komponen utama (Tabel 2.4). Tabel 2.4 Model pendugaan regresi linear berganda hubungan produksi getah dengan karakter pertumbuhan di KBS Cijambu Karakter pertumbuhan Notasi Koefisien Nilai Model penduga P Intersep I 106.04 0.05 Diameter (m) X1 1.34 0.01 Y:106+1.34X1-0.86 X2+10.29 X3+ 0.17X4 Jumlah cabang (n) X2 -0.86 0.03 Tebal kulit (cm) X3 10.29 0.02 Luas tajuk (m2) X4 0.17 0.05 Keterangan: r: 0.75 ; P:0.002.
Hubungan positif antara produksi getah dengan karakter diameter, tebal kulit dan luas tajuk mengindikasikan bahwa produksi getah akan semakin tinggi dengan semakin tingginya nilai karakter tersebut, dan sebaliknya hubungan negatif antara produksi getah dengan jumlah cabang mengindikasikan produksi getah akan semakin menurun dengan tingginya nilai karakter tersebut tersebut. Diameter pohon berhubungan positif dengan produksi getah. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki diameter 57.32 cm, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan diameter 51 cm. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki diameter 42 cm dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari, memiliki diameter 38 cm. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa produksi getah pada KBS Cijambu meningkat seiring pertambahan diameter. Pohon dengan diameter besar memiliki riap tumbuh yang lebar, sehingga peluang untuk mendapatkan jumlah saluran resin di dalam pohon relatif lebih banyak dan jumlah getah yang tertampung juga akan semakin banyak (Coppen et al.1984). Keterkaitan antara diameter, riap tumbuh dan kondisi saluran resin akan dibahas pada Bab 4. Lebih lanjut Warren (1996) menyebutkan bahwa teknik pengaturan jarak tanam dan pemupukan dengan pupuk unsur karbon dapat dilakukan untuk meningkatkan diameter. Kegiatan pengaturan jarak tanam memungkinkan pohon untuk mendapatkan masukan cahaya matahari yang lebih besar untuk proses fotosintesis, sehingga akan menghasilkan fotosintat yang lebih banyak yang nantinya akan digunakan untuk pertumbuhan diameter. Penggunaan pupuk dengan kandungan utama karbon juga mampu memacu perkembangan struktural sel serta
21
proses fisiologis tumbuhan untuk memperoleh diameter yang lebar (Tuomi et al. 1988). KBS Cijambu memiliki jarak tanam 3m x 3m mampu menghasilkan getah yang lebih tinggi dibandingkan KBS lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jarak tanam 3 x 4 meter di KBS Cijambu telah sesuai untuk mendukung produksi getah. Produksi getah memiliki korelasi positif dengan kondisi tajuk. Hal tersebut terkait dengan bidang penyerapan cahaya untuk proses fotosintesis. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan, pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki luas tajuk 360.60 m2, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan luas tajuk 283.57 m2. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki luas tajuk 273.74 m2 dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari memiliki luas tajuk 228.92 m2. Hal ini dapat disimpulkan bahwa produksi getah meningkat seiring dengan luas tajuk. Lebih lanjut Panshin dan De Zeeuw (1980) menyebutkan bahwa pohon dengan hasil getah yang banyak dicirikan dengan lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh, berbentuk kerucut, dan memiliki tinggi tajuk yang berukuran setengah dari tinggi pohonnya. Tajuk yang besar memungkinkan pohon dapat menerima cahaya matahari yang lebih banyak dan aliran getah yang dihasilkan akan lebih lancar karena getah tidak menggumpal. Coppen dan Hone (1995) mengatakan bahwa pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya lebih banyak dibandingkan dengan pohon bertajuk kecil. Pertumbuhan tajuk juga dapat ditingkatkan dengan teknik silvikultur yang sesuai. Kegiatan pengaturan jarak tanam dengan penjarangan dan pemangkasan cabang dapat diaplikasikan untuk tujuan memperoleh tajuk yang besar. Kegiatan penjarangan mampu meningkatkan pertumbuhan lebar dan panjang tajuk sehingga memperluas bidang fotosintesis, sedangkan pemangkasan cabang mampu mengurangi cabang-cabang tua yang kapasitas fotosintesisnya telah berkurang (Jhonson et al. 2009) dan mampu memacu pertumbuhan batang (Makinen 1999). Jumlah cabang berkorelasi negatif dengan produksi getah. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki jumlah cabang 28 buah, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan jumlah cabang 30 buah. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki jumlah cabang 50 buah dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari memiliki jumlah cabang 55. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produksi getah menurun seiring dengan peningkatan jumlah cabang. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Papajiannopoulos (2002) pada P.halepensis yang menemukan pohon dengan kanopi lebih terbuka (jumlah cabang lebih sedikit) mampu menghasilkan getah lebih tinggi, hal tersebut terkait dengan proses fotosintesis dan fisiologis lain yang berhubungan dengan akumulasi getah. Getah pinus dihasilkan oleh kelenjar resin yang berada di dalam xilem batang, adanya kanopi yang terbuka menyebabkan cahaya matahari yang mencapai batang akan lebih besar. Cahaya matahari yang mencapai batang mampu meningkatkan suhu batang sehingga memperlancar aliran getah akibat peningkatan penurunan viskositas getah. Hasil tersebut sesuai dengan Popp et al. (1991) pada P. taeda yang menemukan adanya peningkatan produksi getah akibat penurunan viskositas getah pada saat suhu batang yang tinggi. Pohon dengan cabang lebih sedikit, memiliki cabang yang lebih panjang sehingga memiliki luas bidang fotosintesis aktif yang lebih luas dibandingkan dengan pohon dengan
22
jumlah cabang lebih sedikit. Semakin luas bidang penyerapan fotosintesis, cahaya matahari yang terserap untuk proses fotosintesis akan lebih banyak, sehingga kapasitas fotosintesis lebih tinggi dan fotosintat yang dihasilkan akan semakin tinggi. Tebal kulit memiliki hubungan positif dengan produksi getah. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki tebal kulit 2 cm, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan tebal kulit 2 cm. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki tebal kulit 1.5 cm dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari memiliki tebal kulit 1.5 cm. Hal ini dapat disimpulkan bahwa produksi getah meningkat seiring dengan penambahan ketebalan kulit. Walaupun belum ada referensi yang membahas secara khusus hubungan tersebut, namun diduga hal tersebut terkait dengan mekanisme perlindungan pohon terhadap gangguan mekanis dari luar seperti angin terhadap keutuhan saluran resin (resin duct). Lebih lanjut Niklas (1999) dan Peterson et al.(1991) menambahkan bahwa kulit kayu merupakan pelindung yang cukup sesuai untuk pohon dari stress akibat gangguan mekanis dan tekanan dari luar pohon dan biasanya meningkat seiring pertambahan diameter pohon. Clifton (1989) menduga adanya keterkaitan antara kulit kayu, angin dengan keberadaan kantong resin dalam kayu. Adanya kulit akan mengurangi kerusakan saluran resin akibat hembusan angin. Crown (1984) pada P. taeda menemukan adanya retak kayu horizontal yang mempengaruhi pembentukan kantong resin dan mengakibatkan terganggunya produksi getah. Dengan adanya perlindungan mekanis melalui keberadaan kulit yang tebal, kerusakan saluran resin akibat gangguan mekanis atau stress lingkungan dapat dikurangi. Adanya perlindungan terhadap kerusakan saluran resin oleh kulit, secara tidak langsung akan menjaga produksi getah pohon tersebut. Hasil penelitian di KBS Cijambu menemukan adanya hubungan produksi getah dengan diameter pohon, tebal kulit, luas tajuk dan jumlah cabang walaupun dengan tingkat keeratan sedang. Hasil tersebut juga sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya pada pinus lain di daerah temperate yang menemukan adanya hubungan antara produksi getah dengan karakter tinggi (Pswaray et al. 1996; Westbork 2011), karakter tajuk (Coppen dan Hone 1995; Tadesse et al.2001), jumlah cabang (Papajiannopoulos 2002) dan diameter batang (Zheng dan Xu 1992; Wang dan Zhu 1994). Korelasi sedang antara produksi getah dengan karakter pertumbuhan sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tadese et al. (2003) dengan nilai r:0.799; Kossuth (1984) dengan nilai r: 0.76 pada P. eliotii dan Roberds et al.(2003) pada P.taeda dengan nilai r:0.70. Keterkaitan antara karakter pertumbuhan dan produksi getah P. merkusii di KBS Cijambu menunjukkan keeratan yang rendah sesuai dengan penelitian sebelumnya pada jenis pinus P.taeda, P.sylvestris dan P.pinaster, hal tersebut disebabkan karena adanya pengaruh faktor genetika dalam menentukan karakter produksi getah. Proporsi pengaruh faktor genetika dalam menentukan karakter produksi getah akan dibahas lebih mendalam di Bab 3 mengenai morfogenetika kandidat bocor getah. Walaupun beberapa penelitian sebelumnya telah menemukan faktor genetika lebih mempengaruhi karakter produksi getah, aplikasi teknik silvikultur yang tepat juga akan menjaga ekspresi genetika produksi getah. Hal tersebut sesuai dengan Namkoong (1980) yang menyatakan bahwa
23
pemeliharan tegakan juga sangat diperlukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung ekspresi genetika suatu karakter. Pada penelitian ini teknik pengaturan jarak tanam untuk memperlebar diameter dan memperluas tajuk, serta teknik pemangkasan cabang untuk mengurangi cabang tidak produktif sangat direkomendasikan karena mendukung karakter produksi getah. Dalam meningkatkan produksi getah, tindakan teknik silvikultur intensif seperti pemupukan juga perlu dilakukan karena selama ini pohon pinus hanya diambil getahnya tetapi tidak pernah dipupuk. Beberapa jenis pupuk seperti triple superphoshate (TSP) (Knebel et al.2008) dan pupuk dengan kandungan N,P,K,Ca dan Mg (Warren et al. 1999) dapat digunakan untuk meningkatkan produksi getah. 2.4 Simpulan Struktur produksi getah di 3 KBS Perum Perhutani menunjukkan pola sebaran umumnya pada hutan tanaman dengan rata-rata produksi getah 85.9 g/pohon/3 hari. KBS Cijambu menghasilkan getah tertinggi (101.4 g/pohon/3 hari), diikuti oleh KBS Baturaden (88.72 g/pohon/3 hari) dan KBS Jember ( 64.4 g/pohon/3 hari). Hasil analisis struktur getah dan konsistensi perolehan getah menunjukkan KBS Cijambu memiliki kurva struktur produksi getah cenderung menjulur ke kanan, rata-rata produksi getah tertinggi, serta interval produksi getah yang lebar sehingga terpilih untuk penelitian karakterisasi kandidat bocor getah selanjutnya. Karakter produksi getah di KBS Cijambu berkorelasi positif dengan diameter pohon, tebal kulit dan luas tajuk, namun berkorelasi negatif dengan jumlah cabang. Untuk mendukung ekspresi produksi getah yang tercermin dari karakter-karakter pertumbuhan, teknik pengaturan jarak tanam melalui penjarangan dan pemangkasan cabang perlu dilakukan karena memacu keterbukaan kanopi untuk proses fotosintesis, pertumbuhan diameter dan pertumbuhan tajuk. Berdasarkan konsistensi perolehan getah dari famili yang sama di 3 KBS, ditemukan adanya hubungan antara kesesuaian lokasi penanaman dengan famili tertentu (interaksi GxE). Interaksi tersebut akan mempengaruhi strategi pengembangan yang dilakukan untuk famili pinus bocor getah yang terbaik. Famili-famili yang konsisten dalam menghasilkan getah di lokasi berbeda menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik sehingga untuk strategi pengembangannya dapat dilakukan di beberapa lokasi sekaligus, sebaliknya famili-famili yang tidak konsisten dalam produksi getah pada lokasi berbeda menunjukkan famili tersebut hanya adaptif pada kondisi lokal setempat sehingga strategi pengembangannya hanya dapat dilakukan pada tempat tertentu.