ANALISIS PENDAPATAN PENYADAP GETAH Pinus merkusii Jungh et de Vriese DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN PENYADAPAN GETAH DI BKPH KARANGKOBAR KPH BANYUMAS TIMUR
Oleh : ADITYA DEWI KARTIKA NINGRUM E14102024
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 April 1984 di Kabupaten Purbalingga Propinsi Jawa Tengah, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Karseno Adi dan Ibu Nining Rustini. Pendidikan yang ditempuh penulis dimulai dari TK Pertiwi Karangkobar pada tahun 1989. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Karangkobar I, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I Karangkobar hingga tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri I Purbalingga. Pada tahun yang sama diterima di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor penulis mengikuti magang di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur pada tahun 2004, Praktek Umum Kehutanan di Cilacap dan Baturraden, Praktek Pengelolaan Hutan Lestari di Getas pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis mengikuti KKN di desa Sinarsari, kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Pendapat Penyadap Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese dan Hubunganya dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Penyadapan Getah di BKPH Karangkobar KPH Banyumas Timur” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir Dudung Darusman, MA.
RINGKASAN Aditya Dewi Kartika Ningrum (E14102024). Analisis Pendapatan Penyadap Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese dan Hubungannya dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan Getah di BKPH Karangkobar KPH Banyumas Timur , di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA. Perum Perhutani sebagai pemegang hak pengusahaan hutan di pulau Jawa memiliki beberapa kelas perusahaan, diantaranya adalah kelas perusahaan hutan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese). Hingga saat ini di pulau Jawa terdapat sekitar 600.000 Ha hutan Pinus yang menjadi tanggung jawab wilayah kerja Perum Perhutani. Produk yang dihasilkan dari kelas perusahaan Pinus adalah getah dan kayu Pinus. Namun saat ini yang menjadi perhatian adalah hasil berupa getah yang merupakan bahan baku industri yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Untuk mendapatkan getah dari tegakan pinus maka perlu dilakukan kegiatan penyadapan getah. Perhutani membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak dalam kegiatan ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melibatkan masyarakat desa sekitar hutan sebagai tenaga penyadap. Umumnya masyarakat desa yang tinggal di sekitar hutan memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan lapangan pekerjaan yang terbatas hanya di bidang pertanian. Perhutani berusaha untuk melibatkan masyarakat di sekitar hutan dalam usaha pengelolaan hutan diantaranya dengan melibatkan masyarakat sebagai tenaga penyadap getah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan penyadap yang diperoleh dari kegiatan penyadapan getah Pinus, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh oleh penyadap getah dan mengetahui hubungan antara besarnya pendapatan yang diperoleh penyadap dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah Pinus. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2006 berlokasi di BKPH Karangkobar KPH Banyumas Timur. Penentuan jumlah responden dilakukan menggunakan metode stratified random sampling dengan stratum wilayah kerja mandor sadap dan intensitas sampling sebesar 8%. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Analisis data yang dipakai adalah analisis regresi linear dan analisis data deskriptif.
ii
Pendapatan penyadap sangat tergantung pada jumlah getah yang mampu mereka hasilkan setiap bulan. Rata-rata pendapatan penyadap di BKPH Karangkobar adalah Rp. 417.394 per bulan. Selain dari kegiatan penyadapan penyadap juga mendapatkan penghasilan dari kegiatan lain seperti kegiatan usaha tani maupun peternakan. Kontribusi pendapatan dari kegiatan penyadapan ratarata sebesar 67,61% terhadap total pendapatan penyadap. Kontribusi terbesar dari kegiatan penyadapan terdapat di RPH Kalibening sebesar 80,52% sedangkan yang terendah berada di RPH Wanayasa sebesar 38,47%. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dari kegiatan penyadapan antara lain luas areal sadapan. Rata-rata luas areal sadapan untuk tiap penyadap di BKPH karangkobar adalah 2,85 Ha. Luas areal sadapan berhubungan dengan jumlah pohon yang dapat dipanen oleh penyadap. Rata-rata jumlah pohon yang mampu disadap dalam sehari adalah 100 pohon. Jam kerja dalam penyadapan adalah 4,20 jam per hari dan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 18,03 hari. Kegiatan penyadapan di BKPH karangkobar menggunakan larutan asam Socepas 235 AS sebagai stimultan karena elevasi blok sadapan yang berada di ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Penggunaan larutan asam ini bertujuan untuk mengurangi laju pembekuan getah sehingga getah tidak cepat mengental dan menghambat saluran getah. Dari 21 peubah yang diambil di lapangan dari responden ternyata tidak semuanya dapat di analisis secara statistik. Peubah tersebut antara lain mata pencaharian responden, perlakuan penjarangan pada tegakan, penggunaan larutan asam, jenis tanah dan curah hujan. Peubah perlakuan penjarangan pada tegakan, penggunaan larutan asam, jenis tanah dan dan curah hujan memiliki nilai yang sama (konstan) sehingga bila dimasukkan dalam analisis statistik tidak akan berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pendapatan. Dari beberapa faktor yang diprediksikan akan mempengaruhi besarnya pendapatan penyadap tidak seluruhnya berpengaruh nyata. Hasil analisis regresi dari 16 faktor yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan penyadap ternyata hanya dua faktor yang berpengaruh nyata terhadap besarnya pendapatan penyadap yaitu faktor jumlah getah yang dapat di produksi tiap bulan (X10) dan faktor umur
iii
tegakan (X13). Persamaan Regresi yang diperoleh adalah Y = 4993 + 1463 X10 + 1558 X13. Dengan asumsi bahwa produksi getah per bulan dapat didekati dengan luas areal sadapan (X5), hari kerja dalam sebulan (X6), dan jam kerja efektif per hari(X11) maka diperoleh rumus yang lebih mudah digunakan dalam pengelolaan tegakan yaitu : Y = -293063 + 8726X5 + 25882X6 + 4913X11 + 6484X13 Rata-rata tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan penyadapan di BKPH Karangkobar sebesar 3,82%. RPH Pandanarum memiliki tingkat partisipasi masyarakat tertinggi yaitu sebesar 4,92%. Tingkat partisipasi ini berbanding lurus dengan luas areal sadapan pada masing-masing RPH. Tingkat partisipasi masyarakat di RPH Siweru adalah 3,43%, di RPH Wanayasa 3,80% dan tingkat partsisipasi terkecil berada di wilayah RPH Kalibening sebesar 3,13%. Tingkat partisipasi masyarakat di BKPH Karangkobar berdasarkan jam kerja rata-rata sebesar 61,80%, lebih tinggi dari tingkat partisipasi berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan yaitu sebesar 60,10%. RPH Siweru memiliki tingkat partisipasi tertinggi berdasarkan jumlah jam kerja per hari maupun berdasarkan jumlah hari kerja per bulan. Tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja sebesar 66,88 % sedangkan berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 67,67%. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat partisipasi dengan pendapatan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dan tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja adalah 0,650 berarti korelasi antara tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja dengan pendapatan cukup erat. Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dengan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 0,861. Hal ini berarti hubungan antara pendapatan dengan tingkat partisipasi berdasarkan hari kerja per bulan erat. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh penyadap dari sektor sadapan maka akan semakin besar pula tingkat partisipasi penyadap dalam hal jumlah jam kerja dalam sehari dan jumlah hari kerja dalam sebulan.
i
KATA PENGANTAR Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Analisis Pendapatan Penyadap Getah Pinus Merkusii Jungh et de Vriese dan Hubungannya Dengan Tingkat partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan Getah di BKPH Karangkobar KPH Banyumas Timur. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu, baik secara moral maupun material. Karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu, Bapak dan Bayu atas semua doa, dukungan moral dan material yang selama ini diberikan. 2. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA selaku dosen pembimbing atas semua saran, bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi serta kesempatan untuk menimba ilmu dari Bapak. 3. Ir. Bedyaman Tambunan, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan. 4. Pa Gito atas bantuan transportasi selama penelitian di lapangan. 5. Pa Kamaluin Latif dan Mas Sriyono atas bantuan dan data-data sekundernya. 6. Pa Agung dan Pa Dwi di KPH Banyumas Timur atas bantuan dalam pengurusan ijin penelitian. 7. Teman-teman MNH ’39 atas keceriaan dan kebersamaan selama 4 tahun. 8. Sahabat-sahabatku tercinta Tetty, Yuni, Linda, Indah, Fieta dan Ona 9. Teman-teman ”Nabila Anggrek” Uni Esy, Tila, Naok, Aldise, Lola dan teman-teman ”Regina Bateng” Wooland, Lilly, Febri, Dame. 10. Angga Prawira atas semua dukungan, perhatian dan bantuan yang diberikan sejak awal penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini
ii
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi orang yang memerlukan di masa yang akan datang.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ 1 Perumusan Masalah ................................................................................ 2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Pinus merkusii Jungh et de Vriese ......................................................... 4 Penyadapan Getah Pinus ....................................................................... 4 Tenaga Penyadap ................................................................................... 8 Pendapatan Keluarga Penyadap............................................................. 9 Partisipasi Masyarakat ........................................................................... 9 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian................................................................ 11 Alat dan Objek ....................................................................................... 11 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 11 Metode Pengambilan Contoh ................................................................ 13 Pengumpulan Data ................................................................................. 15 Analisi dan Pengolahan Data ................................................................. 16 Definisi Operasional .............................................................................. 20 Hipotesis ................................................................................................ 20 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah ......................................................................... 21 Topografi, Tanah dan Iklim .................................................................... 21 Kondisi Sosial Ekonomi ......................................................................... 22
iv
Sistem Penyadapan Getah ...................................................................... 24 Sarana Penyadapan Getah Pinus............................................................. 26 PEMBAHASAN Karakteristik Penyadap ........................................................................... 29 Pendapatan Penyadap dari Sektor Sadapan ............................................ 31 Pendapatan Penyadap dari Luar Sektor Sadapan ................................... 37 Kontribusi Pendapatan dari Penyadapan terhadap Pendapatan Total Penyadap ....................................................................................... 39 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Penyadap....... 40 Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan ............................. 45 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 51 Saran ....................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 53 LAMPIRAN ..................................................................................................... 55
v
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1.
Jumlah Responden tiap Wilayah Kerja Mandor ..................................... 14
2.
Penggunaan Lahan di Masing-Masing Kecamatan ................................ 22
3.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan................................ 23
4.
Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Sekitar BKPH Karangkobar ................................................................................ 24
5.
Peralatan Sadap Metode Quare yang Dibakukan ................................... 27
6.
Tarif Getah yang Berlaku di Wilayah KPH Banyumas Timur ............... 28
7.
Rata-rata Pendapatan Penyadap dari Kegiatan Penyadapan ................... 31
8.
Rata-rata Luas Blok Sadapan Tiap Penyadap......................................... 32
9.
Rata-rata Produsi Getah per Penyadap di Masing-masing RPH .......... 33
10.
Rata-rata Jarak Tempuh dan Jam Kerja Efektif dalam Penyadapan....... 35
11.
Besarnya Kontribusi dari Kegiatan Penyadapan terhadap Pendapatan Total Penyadap ..................................................... 39
12.
Hasil Uji-t Regresi Linear Antara 16 Variabel yang Diduga Mempengaruhi Pendapatan Penyadap .................................................... 41
13.
Sidik Ragam Persamaan Regresi ............................................................ 42
14.
Sidik Ragam Persamaan Regresi Penduga Pendapatan .......................... 44
15.
Tingkat Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Jumlah Penyadap ............ 46
16.
Tingkat Partisipasi Berdasarkan Jumlah Jam Kerja per Hari dan Hari Kerja per Bulan ........................................................................ 47
17.
Rata-rata Tingkat Partisipasai dan Rata-rata Pendapatan Penyadap per Bulan di BKPH Karangkobar .......................................... 47
18.
Koefisien Korelasi Antara Tingkat Partsispasi dengan Pendapatan ....... 49
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1.
Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................................. 12
2.
Sistem Penyadapan Metode Quare ......................................................... 24
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman Teks
1.
Rekapitulasi Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Penyadap dari Sektor Sadapan ............................................ 56
2.
Perbandingan Antara Jumlah Penyadap dengan Jumlah Tenaga Kerja Laki-laki tiap Wilayah Kerja Mandor Sadap ................................ 60
3.
Hasil Pengolahan Data dengan Minitab 13.3 For Window .................... 61
4.
Pendapatan Penyadap dari Sektor Sadapan dan dari Luar Sektor Sadapan ....................................................................................... 64
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perum Perhutani sebagai pemegang hak pengusahaan hutan di pulau Jawa memiliki beberapa kelas perusahaan, diantaranya adalah kelas perusahaan hutan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese). Hingga saat ini di pulau Jawa terdapat sekitar 600.000 Ha hutan Pinus yang menjadi tanggung jawab wilayah kerja Perum Perhutani. Produk yang dihasilkan dari kelas perusahaan pinus adalah getah dan kayu pinus. Namun saat ini yang menjadi perhatian adalah hasil berupa getah yang merupakan bahan baku industri yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Untuk mendapatkan hasil berupa getah maka tegakan pinus harus disadap. Dalam kegiatan ini Perum Perhutani membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk bekerja sebagai penyadap getah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melibatkan masyarakat yang ada disekitar hutan. Umumnya masyarakat desa yang tinggal di sekitar hutan memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan lapangan pekerjaan yang terbatas hanya di bidang pertanian. Perhutani berusaha untuk melibatkan masyarakat di sekitar hutan dalam usaha pengelolaan hutan diantaranya dengan melibatkan masyarakat sebagai tenaga penyadap getah. Permasalahan yang timbul adalah apakah masyarakat sekitar hutan tertarik atau tidak untuk bekerja sebagai penyadap getah. Tenaga kerja yang tersedia dalam jumlah yang cukup banyak tidak akan berarti dalam mendukung kegiatan penyadapan getah bila masyarakat tidak tertarik untuk ikut berpartisipasi di dalamnya. Masyarakat akan tertarik untuk bekerja sebagai penyadap apabila hasil yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan pekerjaan penyadapan memberikan hasil yang lebih baik dari pekerjaan lain. Masalah berapakan pendapatan yang diperoleh oleh penyadap dari kegiatan penyadapan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan penyadap dari kegiatan penyadapan dan pengaruh besarnya pendapatan penyadap terhadap tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan penyadapan getah perlu untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini berjudul Analisis Pendapat Penyadap Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese dan Hubunganya dengan Tingkat Partisipasi
2
Masyarakat Dalam Kegiatan Penyadapan Getah di BKPH Karangkobar KPH Banyumas Timur.
Perumusan Masalah Pengelolaan hutan pinus oleh Perum Perhutani melibatkansebagian masyarakat di sekitar hutan untuk bekerja sebagai penyadap getah. Dengan adanya kegiatan penyadapan getah ini maka memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitar hutan. Namun minat masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan penyadapan getah pinus masih rendah sedangkan areal hutan yang harus disadap masih luas. Penyebab dari rendahnya minat masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan penyadapan getah pinus diduga akibat rendahnya kontribusi pendapatan dari kegiatan penyadapan getah Pinus terhadap pendapatan total penyadap. Penyebab rendahnya pendapatan para penyadap mungkin diakibatkan oleh rendahnya produksi getah para penyadap dan rendahnya upah penyadapan getah. Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah besarnya pendapatan yang diperoleh penyadap dari kegiatan penyadapan getah Pinus dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan para penyadap serta untuk mengetahui hubungan antara pendapatan yang diperoleh oleh para penyadap dalam kegiatan penyadapan dengan tingkat parisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan. Karena akan semakin banyak masyarakat yang tertarik menjadikan pekerjaan menyadap getah Pinus sebagai mata pencaharian utama bila penghasilan yang diperoleh dari kegiatan tersebut lebih besar dari penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan lainnya. Serta penghasilan dari penyadapan mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarga penyadap.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Besarnya pendapatan penyadap yang diperoleh dari kegiatan penyadapan getah Pinus. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh oleh penyadap getah.
3
3. Mengetahui hubungan antara besarnya pendapatan yang diperoleh penyadap dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah Pinus.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat untuk memberikan informasi mengenai: 1. besarnya pendapatan penyadap yang diperoleh dari kegiatan penyadapan getah. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya pendapatan yang diperoleh para penyadap dari kegiatan penyadapan sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam usaha meningkatkan pendapatan penyadap. 3. Hubungan antara besarnya pendapatan dari kegiatan penyadapan getah dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Pinus merkusii Jungh et. de Vriese Pinus merkusii Jungh et de Vriese merupakan salah satu jenis tumbuhan dari marga Pinaceae. Marga Pineceae memiliki ciri yang khas yaitu memiliki batang utama silindris, lurus dalam tegakan rapat serta memiliki alur yang dalam, cabangcabang membentuk putaran yang teratur, tinggi bebas cabang bisa mencapai 10-25 meter, tidak memiliki banir tetapi bagian pangkal batangnya melebar. Memiliki bentuk daun jarum dengan jumlah dua helai yang dapat bertahan lebih dari dua tahun dengan tepi daun bergerigi halus. Bunga berbentuk strobili jantan dan betina. Tumbuhan ini merupakan jenis pionir yang mudah dan cepat tumbuh (Prosea, 1998). Penyebaran alami dari Pinus merkusii Jungh et de Vriese meliputi Burma, Kamboja, Vietnam, Sumatra, dan Filipina. Pinus ini tidak dijumpai di Semenanjung Malaya. Di pulau Sumatra ditemukan tiga galur yaitu galur Aceh, Tapanuli dan Kerinci yang berbeda dalam bentuk batang, percabangan, kandungan resin dan ketahanan terhadap serangan ngengat Milionia basalis. Pinus merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2000 meter di atas permukaan laut namun akan tumbuh optimal pada ketinggian 400-1500 meter di atas permukaan laut (Mirov, 1967). Pohon Pinus merupakan jenis pohon multi guna karena kayunya dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri korek api, chop stick (sumpit makanan), kayu perkakas dan meubel. Selain hasil berupa kayu, pinus juga menghasilkan getah melalui proses penyadapan dan pengolahan getah dapat menghasilan gondorukem (gum rosin) dan terpentin (turpentine). Kedua produk ini tidak hanya dibutuhkan untuk industri dalam negeri tetapi juga laku untuk di eksport. (Soedjono, 1992)
Penyadapan Getah Pinus Menurut Soetomo (1971) dalam Purwandari (2002) menyatakan bahwa ada tiga sistem penyadapan yang digunakan dalam penyadapan getah pinus yaitu sistem koakan (quarre system), sistem Bor dan sistem Amerika. Dari ketiga
5
sistem diatas yang biasa digunakan di Indonesia adalah sistem koakan (quarre system) karena merupakan cara yang sederhana, murah dan mudah dikerjakan. Dalam sistem koakan batang yang akan disadap kulitnya dibersihkan setebal 3 mm tanpa melukai kayunya dengan maksud mempermudah pelaksanaan pembuatan koakan. Koakan awal (sadapan awal) dibuat setinggi 20 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan petel sadap atau kadukul. Koakan berukuran 10 × 10 cm dengan kedalaman 2 cm tidak termasuk tebal kulit. Getah yang keluar dialirkan melalui talang dan ditampung dalam tempurung. Pemasangan talang dilakukan dengan menempelkan talang di bagian tepi bawah koakan dan dipaku pada kedua sisinya agar tidak mengganggu aliran getah ke bawah. Ukuran talang 10 × 5 cm dengan bentuk melengkung yang terbuat dari seng galvanisir. Tempurung tempat menampung getah dipasang 5 cm di bawah talang. Tempurung dan talang perlu dinaikkan setiap koakan bertambah 30 cm. Pembaruan koakan dilakukan setiap tiga hari sekali dengan memperpanjang koakan tinggi 3-5 mm. Pemungutan getah dilakukan setiap 9-10 hari sekali. Menurut ketentuan yang berlaku di Perum Perhutani jumlah koakan yang dapat diterima tidak boleh lebih dari 2 koakan untuk setiap pohon serta maksimum tinggi koakan dari tanah adalah 2 meter. Kelebihan dari sistem koakan adalah : (a) biaya operasional dan harga alat murah, (b) lebih mudah dalam pelaksanaan di lapangan, (c) tidak mencemari lingkungan. Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah : (a) alat sadap yang sederhana dan tenaga kerja yang berbeda-beda dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kedalaman luka yang dihasilkan, (b) getah yang dihasilkan banyak mengandung kotoran karena tempurung tempat penampungan getah terbuka sehingga getah mudah tercampur kotoran, (c) pulihnya luka sangat lama kurang lebih 8-9 tahun, (d) bagian yang terbuka relatif lebar sehingga rentan terhadap serangan hama dan penyakit serta mudah rusak di bagian alur sadap (Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan, 1996). Produksi getah Pinus dipengaruhi oleh kondisi biofisik dari pohon yang disadap serta kondisi lingkungan sekitarnya. Pada musim penghujan produksi getah cenderung mengalami penurunan karena getah yang keluar dari luka sadapan berkurang. Hal ini juga sama dialami pada daerah-daerah dengan
6
ketinggian lebih dari 700 meter di atas permukaan laut. Pengaruh suhu dan kelembaban udara ini sangat menentukan keluarnya getah sadapan dari tiap-tiap pohon per satuan waktu. Hal ini dikarenakan pada suhu rendah (dibawah 20°C) dan kelembaban udara yang tinggi (di atas 70%) sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi saluran getah. Saluran getah menyempit atau bahkan buntu sehingga apabila masih ada getah yang bisa keluar akan segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah, hal ini akan menghambat getah
yang
seharusnya masih bisa keluar (Kasmudjo, 1992) Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan (1996) getah pinus sebagai hasil dari proses metabolisme pohon, produksinya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antar lain : 1. Faktor biologis pohon (jenis pohon, umur tegakan, diameter dan tinggi pohon) 2. Faktor tempat tumbuh (ketinggian tempat, dan iklim) 3. Faktor perlakuan terhadap pohon (metode sadapan, arah sadapan, penjarangan pohon) •
Jenis pohon Produksi getah berbeda menurut jenis pohon, misalnya Pinus caribaea menghasilkan getah yang lebih benyak dengan kerak yang menempel pada pohon lebih sedikit dibandingkan Pinus palustris.
•
Umur tegakan Umur dan bonita tegakan mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi getah Pinus. Perum Perhutani baru melaksanakan penyadapan setelah pohon berumur 10 tahun (kelas umur III) dan produksi getah pada kelas umur VVI telah mengalami penurunan.
•
Diameter dan tinggi pohon Bidang dasar atau diamater pohon , tinggi pohon, dan jarak antar pohon (populasi) berpengaruh terhadap produksi getah Pinus merkusii. Dari ketiga peubah tersebut diameter pohon memiliki pengaruh yang paling besar.
7
•
Ketinggian tempat Tinggi tempat tumbuh dari permukaan laut mempengaruhi produksi getah Pinus merkusii. Produksi getah pada elevasi rendah (sampai dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut) lebih besar dari pada produksi getah pada elevasi sedang (500-1000 meter di atas permukaan laut) dan elevasi tinggi (di atas 1000 meter di atas permukaan laut). Tinggi tempat tumbuh mempengaruhi suhu dan intensitas cahaya karena semakin tinggi tempat dari permukaan laut suhu semakin rendah demikian juga intensitas cahaya. Hal ini akan mempengaruhi laju metabolisme dan asimilasi pohon yang selanjutnya akan mempengaruhi produksi getah.
•
Iklim Musim panas akan menghasilkan getah yang lebih banyak karena suhu dan intensitas cahaya lebih tinggi, tetapi panas yang terus menerus menyebabkan getah cepat kering dan aliran getah akan terhenti. Cuaca yang dingin dapat memperlambat aliran getah, karena saluran getah dapat tersumbat oleh getah yang membeku.
•
Metode sadapan Penyadapan tanpa menggunakan larutan asam lebih baik dari pada penggunan larutan asam dalam penyadapan sistem quarre. Penggunaan larutan asam hanya dapat memperpanjang waktu pembaruan koakan dari tiga hari menjadi enam hari dan bukan untuk meningkatkan produksi. Kerusakan pada pemakaian larutan asam dapat terlihat jelas dalam penyadapan bentuk koakan pada kayu yang mengering dan kulit yang merekah terpisah antara kayu dan kulitnya.
•
Arah sadapan Koakan yang menghadap ke Timur akan menghasilkan getah yang lebih banyak karen mendapatkan cahaya yang lebih cepat dan lebih lama. Karena suhu yang tinggi dan intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga getah yang dihasilkan tidak cepat mengental.
•
Penjarangan pohon Penjarangan adalah perlakuan silvikultur terhadap tegakan hutan yang dibangun untuk menghasilkan kondisi pohon dalam pertumbuhan yang baik.
8
Pada kondisi pohon yang baik akan dihasilkan kayu maupun getah Pinus yang optimal. Sehingga dalam penjarangan yang diperhatikan adalah kondisi tegakannya bukan hasil dari kegiatan penjarangan. Pohon yang ditebang saat penjarangan adalah : (a) pohon yang terserang hama dan penyakit, (b) bentuknya jelek, (c) kondisinya tertekan, (d) pertumbuhannya abnormal, (e) jaraknya terlalu rapat dengan pohon lain dan (f) tanaman selain tanaman pokok yang mengganggu tanaman pokok. Pada umumnya penjarangan dilakukan setiap 5 tahun sekali.
Tenaga Penyadap Tenaga penyadap umumnya berstatus pekerja atau buruh lepas yang menerima upah borongan. Mereka terdiri dari penduduk daerah di sekitar hutan dan penduduk dari luar daerah bila tenaga setempat tidak mencukupi. Kebanyakan penyadapan getah pinus merupakan pekerja musiman atau dianggap sebagai pekerjaan sambilan sehingga pada waktu musim menggarap sawah atau memanen padi pekerjaan penyadapan getah sering terbengkalai atau bahkan terhenti. Di beberapa tempat dimana lapangan kerja sulit dicari dan hasil pertanian kurang dapat
mendukung
kehidupan
petani,
kegiatan
penyadapan
getah
yang
dikembangkan oleh Perum Perhutani semakin menarik para pencari kerja untuk memperoleh penghasilan yang relatif tetap atau terus menerus (Soedjono, 1992) Alasan masyarakat bekerja sebagai penyadap getah biasanya karena rendahnya pendapatan mereka yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Bekerja sebagai penyadap getah mereka pilih sebagai pekerjaan sampingan. Kondisi sosial ekonomi penyadap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas getah pinus yang diperoleh. Umumnya tenaga penyadap memiliki tingkat pendidikan setingkat atau di bawah SD. Rendahnya kualitas tenaga penyadap akan mempengaruhi rendahnya kualitas getah yang disadap. Selain itu apabila pendapatan dari sawah atau tegalan kurang karena adanya kegagalan panen maka jumlah getah yang disadap bertambah banyak, demikian pula bila menjelang Lebaran atau musim hajatan (Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1996)
9
Pendapatan Keluarga Menurut Kasryno (1984) dalam Hutagalung (1998) pendapatan bersih rumah tangga adalah pendapatan bersih usaha tani ditambah dengan penerimaan rumah tangga lainnya seperti upah kerja yang diperoleh dari luar sektor usaha tani seperti upah buruh dan keuntungan dari berdagang. Untuk rumah tangga di pedesaan yang hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang tersedia dan tingkat upah yang berlaku. Dewasa ini banyak rumah tangga di negara berkembang memiliki pendapatan yang rendah. Hal ini karena jumlah anggota rumah tangga yang tidak produktif lebih banyak dari jumlah anggota rumah tangga yang produktif sehingga jumlah tanggungan pekerja lebih berat. Selain itu ada korelasi positif antara pendidikan formal dan pendapatan masyarakat. Bila pendidikan rendah maka pendapatannya juga rendah. Hal ini terjadi karena ketidak mampuan masyarakat yang berpendidikan rendah untuk menganalisa dan memanfaatkan informasi yang berkaitan dengan peluang-peluang untuk memperoleh serta meningkatkan penghasilan (Bishop dan Toussaint, 1979). Menurut Purwandari (2002) faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan penyadap dari kegiatan penyadapan getah antara lain jumlah pohon yang mampu disadap oleh penyadap, kemampuan penyadap dalam memperbarui koakan, produksi getah yang dihasilkan setiap penyadap dan keterampilan kerja penyadap dengan menggunakan teknologi yang lebih produktif misalnya dengan menggunakan larutan asam.
Partisipasi Masyarakat Arti kata partisipasi menurut Hardjosoediro (1977) dalam Hutagalung (1998) adalah mengambil bagian secara aktif, konstruktif dan bermanfaat. Partisipasi dalam hal ini mengandung arti pasif yaitu melukiskan adanya kegiatan (bersama) yang ditimbulkan oleh sebagian pihak yang mempunyai inisiatif. Pihak lain yang yang hanya ikut bagian dalam kegiatan tersebut berada dalam bagian pasif, hanya mengikuti apa yang ditimbulkan oleh pihak yang mengajak. Perkembangan ke arah sikap aktif dari semua pihak yang mengambil bagian
10
dalam kegiatan tersebut ditentukan oleh hubungan antar objek kegiatan, pengambilan inisiatif, dan pihak yang diajak untuk turut serta dalam kegiatan tersebut. Dalam menganalisa partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan Wiersum (1984) dalam Kartasubrata (1986) mengemukakan bahwa ada empat jenis masukan dasar untuk berpartisipasi yaitu dalam bentuk lahan, tenaga kerja, modal dan teknologi. Dalam hal ini teknologi dibedakan antara teknologi profesional yang berdasarkan ilmu kehutanan dan teknologi asli yang berdasarkan pengalaman penduduk setempat. Dalam kebanyakan program kehutanan khususnya kehutanan sosial beberapa jenis masukan partisipasi dapat dibedakan oleh penduduk desa baik secara berkelompok atau dalam hubungan komunal maupun secara perorangan (Kartasubrata, 1986)
11
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di BKPH Karangkobar KPH Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Waktu pelaksanakan penelitian selama dua bulan mulai bulan Mei sampai bulan Juni 2006.
Alat dan Objek Penelitian ini dilakukan terhadap responden yaitu penyadap getah pinus di BKPH Karangkobar sebagai objek penelitian dengan alat bantu berupa kuisioner, alat tulis dan kamera.
Kerangka Pemikiran Hasil dari kelas perusahaan pinus adalah getah yang perlu untuk disadap dalam selang periode tertentu. Perum Perhutani yang mengusahakan kelas perusahaan pinus memanfaatkan potensi getah yang dihasilkan dari pohon pinus untuk memperoleh pendapatan (income). Kegiatan penyadapan getah Pinus memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dan perlu dilakukan secara teratur dan kontinyu. Karena terbatasnya tenaga kerja yang dimiliki oleh Perum Perhutani maka dalam kegiatan penyadapan getah Perum Perhutani melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai tenaga kerja. Di lain pihak desa di sekitar hutan memiliki potensi tenaga kerja yang besar dengan lapangan pekerjaan yang terbatas hanya dibidang pertanian. Dengan adanya kegiatan penyadapan getah diharapkan akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Namun saat ini kegiatan penyadapan getah pinus hanya menjadi pekerjaan sampingan saja selain pekerjaan pokok sebagai petani. Partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam kegiatan penyadapan getah akan berlangsung bila pendapatan yang mereka peroleh dari kegiatan penyadapan tersebut mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan pendapatan yang diperoleh tersebut lebih baik dari pekerjaan di bidang yang lain.
12
Perhutani Sebagai Pengelola Hutan
Masyarakat Sekitar Hutan
Tegakan Hutan Pinus
Pelestarian dan Pemberdayaan
Kegiatan Penyadapan Getah Pinus
Optimalisasi Pengelolaan dan Penyadapan
Masalah Yang Dikaji : 1. Pendapatan dari Penyadapan 2. Pendapatan dan Faktor yang Berpengaruh 3. Pendapatan dan Partisipasi
Data Yang Dihimpun : 1. Pendapatan dari Penyadapan 2. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan 3. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Tujuan Yang Ingin Dicapai : 1. Peningkatan Pendapatan Penyadap 2. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
13
Metode Pengambilan Contoh Metode yang digunakan dalam pengambilan contoh pada penelitian ini adalah metode Stratified randon sampling dengan stratum wilayah kerja mandor sadap. Stratifikasi yang dilakukan berdasarkan wilayah kerja mandor sadap dimaksudkan agar contoh yang diambil merata di wilayah BKPH Karangkobar sehingga data yang didapatkan benar-benar mewakili kondisi yang sebenarnya. Kegiatan awal sebelum menentukan banyaknya contoh yang akan diambil perlu untuk mengetahui jumlah penyadap tiap wilayah kerja mandor sadap di BKPH Karangkobar. Dari lima RPH yag ada di BKPH Karangkobar hanya empat RPH yang memproduksi getah pinus yaitu RPH Wanayasa, RPH Pandanarum, RPH Kalibening dan RPH Siweru sedangkan RPH Batur memproduksi kopal. Penentuan jumlah responden yang akan diambil didasarkan pada kemapuan penulis dengan mempertimbangkan waktu penelitian dan kemampuan peniliti dalam mengambil data per hari. Jangka waktu yang direncanakan dalam pelaksanaan penelitian adalah 2 bulan dengan asumsi jumlah hari kerja optimal dalam pengambilan data adalah 40 hari. Kemampuan untuk mengambil data dilapangan adalah 2 responden setiap hari maka jumlah responden total yang diperoleh kurang lebih adalah 80 orang. Dari total populasi sebanyak 1022 orang maka intensitas sampling yang digunakan adalah 8% dan sudah cukup mewakili kondisi yang sebenarnya. Jumlah responden yang diambil untuk tiap wilayah kerja mandor disajikan dalam tabel dibawah ini :
14
Tabel 1. Jumlah penyadap getah dan responden tiap wilayah kerja mandor RPH Pandan Arum
Kalibening
Wannayasa Siweru
Total
Stratum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 1 2 3 4 5 6 7 29
Jumlah Penyadap 73 56 50 63 63 43 59 45 27 29 13 17 12 21 20 10 20 14 12 49 33 29 52 65 16 42 18 38 33 1022
Jumlah Responden 6 4 4 5 5 3 5 4 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 1 4 3 2 4 5 1 3 1 3 3 81
Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data primer tentang penyadap yang diperoleh melalui kuisioner dan wawancara serta data sekunder tentang demografi tempat penelitian yang diperoleh melalui kantor pemerintah yang terkait. 1. Data primer terdiri dari: a. Kondisi penyadap yang meliputi : • Umur • Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam penyadapan
15
• Pendidikan • Mata pencaharian • Lama menjadi penyadap b. Aktivitas penyadapan yang meliputi : • Luas areal sadapan • Hari kerja dalam sebulan • Jarak rumah ke lokasi penyadapan • Jarak lokasi penyadapan ke tempat pengumpulan getah • Produksi getah per bulan • Jam kerja efektif dalam setiap penyadapan • Jangka waktu pemungutan getah • Jangka waktu pengumpulan getah • Umur tegakan yang disadap • Jumlah pohon yang dapat disadap setiap hari • Penjarangan tegakan • Penggunaan larutan asam c. Kondisi tempat penyadapan • Tinggi tempat • Jenis tanah • Curah hujan • Kemiringan lahan 2. Data sekunder terdiri dari : a. Jumlah penduduk b. Mata pencaharian penduduk c. Letak dan keadaan geografi lokasi penelitian d. Kondisi sosial ekonomi penduduk e. Sarana dan prasarana penunjang lainnya
16
Analisis dan Pengolahan Data Dalam pengolahan dan analisis data digunakan analisis regresi linear untuk menganalisa faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya pendapatan yang diperoleh penyadap dari kegiatan penyadapan. Analisis data deskriptif digunakan untuk menganalisa data yang tidak dapat dijelaskan secara statistik yaitu untuk menjelaskan apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan penyadap getah dengan tingkat pertisipasi masyarakat. 1. Pendapatan dari kegiatan penyadapan : R1 : (QA PA + QB PB) + (QA + QB) r μ Dimana : R1
: Pendapatan dari hasil penyadapan
QA
: Getah hasil sadapan kualitas A (Kg)
QB
: Getah hasil sadapan kualitas B (Kg)
PA
: Tarif upah sadapan getah kualitas A (Rp/Kg)
PB
: Tarif upah sadapan getah kualitas B (Rp/Kg)
r
: Jarak pikul (Hm)
μ
: Upah pikul (Rp/Hm)
2. Pendapatan total penyadap RT : R1 + R 2+ R3 +...+Rn Dimana : RT
: Pendapatan total penyadap
R1
: Pendapatan dari kegiatan penyadapan
R2
: Pendapatan dari kegiatan bertani
R3
: Pendapatan
Rn
: Pendapatan dari kegiatan lain seperti gaji atau upah buruh
dari kegiatan berdagang
3. Kontribusi pendapatan dari penyadapan terhadap pendapatan total K=
R1 × 100% RT
Dimana : K
: Kontribusi pendapatan
17
R1
: Pendapatan dari kegiatan penyadapan
RT
: Pendapatan total penyadap
4. Tingkat partisispasi berdasarkan jumlah tenaga kerja Tp =
∑P ∑P
G
x 100%
T
Dimana : TP
: Tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja
∑PG
: Jumlah penyadap
∑PT
: Jumlah total penduduk desa laki-laki usia kerja.
5. Tingkat partisipasi berdasarkan jumlah jam kerja per hari Tp =
∑J
k
x100%
8
Dimana : TP
: Tingkat pertisipasi berdasarkan jumlah jam kerja per hari
∑Jk
: Jumlah jam kerja per hari
8
: Asumsi jumlah jam kerja optimal penyadapan getah per hari
6. Tingkat ratisipasi berdasarkan jumlah hari kerja per bulan
Tp =
∑H
k
30
x100%
Dimana : Tp
: Tingkat partisipasi berdasarkan jumlah hari kerja per bulan
∑Hk
: Jumlah hari kerja per bulan
30
: Asumsi jumlah hari kerja optimal per bulan dalam kegiatan penyadapan
18
7. Korelasi antara tingkat pendapatan dengan tingkat patrisipasi masyarakat
r=
n ⎛ n ⎞⎛ n ⎞ n∑ xi y i −⎜ ∑ xi ⎟⎜ ∑ y i ⎟ i =1 ⎝ i =1 ⎠⎝ i =1 ⎠ 2 ⎡ n 2 ⎛ n ⎞2 ⎤⎡ n 2 ⎛ n ⎞ ⎤ ⎢n ∑ xi − ⎜ ∑ xi ⎟ ⎥ ⎢ n∑ y i − ⎜ ∑ y i ⎟ ⎥ ⎝ i =1 ⎠ ⎦⎥ ⎣⎢ i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎦⎥ ⎣⎢ i =1
Dimana : r
: Koefisien korelasi antar pendapatan dengan tingkat partisipasi
xi
: Tingkat pendapatan
yi
: Tingkat partisipasi masyarakat
8. Faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan penyadap n
Yi = bo + ∑ bi xi + ei i =1
Dimana : Yi
: Peubah tak bebas yaitu pendapatan penyadap
bo
: Intersep
bi
: Koefisien regresi
xi
: Peubah bebas
ei
: Kesalahan baku Peubah bebas (xi) adalah faktor yang diduga berpengaruh terhadap
besarnya pendapatan yang akan diperoleh oleh penyadap antara lain : X1
: Luas blok sadapan (Ha)
X2
: Hari kerja dalam sebulan (Hari)
X3
:
X4
: Jarak lokasi penyadapan ke tempat pengumpulan getah (Km)
X5
: Produksi getah per bulan (Kg)
X6
: Jam kerja efektif dalam setiap penyadapan (Jam/Hari)
X7
: Jangka waktu pemungutan getah (Hari)
X8
: Jangka waktu pengumpulan getah (Hari)
X9
: Umur
X10
: Jumlah pohon yang dapat disadap (Pohon/Hari)
X11
: Perlakuan penjarangan
Jarak rumah ke lokasi penyadapan (Km)
tegakan (Tahun)
19
X12
: Penggunaan larutan asam
X13
: Tinggi tempat (mdpl)
X14
: Jenis tanah
X15
: Curah hujan
X16
: Kemiringan lahan
X17
: Umur penyadap (Tahun)
X18
: Anggota keluarga yang terlibat dalam penyadapan (Orang)
X19
: Pendidikan
X20
: Mata pencaharian
X21
: Lama menjadi penyadap Pengujian hipotesis (Ho) dilakukan dengan sidik ragam, cara
pengujiannya adalah dengan membandingkan Fhitung dalam tabel sidik ragam dengan Fkritis dari tabel pada tingkat nyata 0,05 dan 0,01. Jika Fhitung lebih besar dari Fkritis Ho ditolak, jika Fhitung lebih kecil dari Fkritis maka terima Ho. Melalui sidik ragam dengan asumsi kesalahan pengganggu (ei) mengikuti distribusi sebaran normal, maka : Ho
: b1=b2=b3=...........=bn=0
Hi
; bi≠0, untuk i tertentu atau setidaknya ada satu bi ≠ 0 Bentuk analisis varian dari faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan penyadap adalah sebagai berikut : Sumber Keragaman JK
DB
KT
F-hit
Regresi
JK Regresi
m-1
JK Re gresi m −1
KTregresi KTSisa
Sisa
JK Sisa
n-m
JK Sisa n−m
Total
JK Total
n-1
Peubah-peubah bebas yang berpengaruh nyata secara individual dapat diketahui dengan uji T, dimana thitung dibandingkan dengan tkritis (tabel) pada tingkat nyata 0,05 dan 0,01. Jika thitung lebih besar dari ttabel berarti peubah tersebut berpengruh nyata.
20
Definisi Operasional
1. Penyadap adalah tenaga kerja yang bekerja membuat luka koakan pada pohon Pinus, mengumpulkan getah dan mengangkut getah tersebut ke tempat pengumpulan getah. 2. Pendapatan dari sadapan besarnya pendapatan yang diperoleh penyadap dari kegiatan penyadapan getah yang merupakan hasil kali antara tarif upah penyadapan (Rp/Kg) dengan jumlah getah yang dihasilkan (Kg). 3. Pendapatan keluarga adalah besarnya pendapatan yang diperoleh oleh keluarga penyadap dari kegiatan penyadapan dan kegiatan lain di luar penyadapan 4. Partisipasi
adalah
tingkat
keterlibatan
masyarakat
yang
diukur
berdasarkan perbandingan antara jumlah tenaga yang terlibat dalam penyadapan dengan jumlah tenaga kerja yang ada, perbandingan antara jumlah jam kerja rata-rata per hari dengan jumlah jam kerja optimal serta perbandingan antara jumlah hari kerja per bulan dengan jumlah hari kerja optimal per bulan.
Hipotesis
Hipotesa dari penelitian ini adalah makin besar pendapatan yang diperoleh dari hasil kegiatan penyadapan maka tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan akan semakin besar.
21
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas Wilayah
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Karangkobar termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur. Luas wilayah kawasan hutan BKPH Karangkobar 11.649,30 ha dimana terdiri dari 11.562,90 ha luas kawasan hutan dan 86,40 ha luas alur. Dari luas hutan tersebut terbagi kedalam 5 wilayah kerja Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yaitu RPH Siweru seluas 1.847,60 ha, RPH Wanayasa seluas 2.577,00 ha, RPH Kalibening seluas 3.087,90 ha, RPH Pandanarum seluas 2.891,60 ha dan PRH Batur seluas 1.158,80 ha. Wilayah BKPH Karangkobar di sebelah Utara berbatasan dengan wilayah BKPH Peninggaran, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah BKPH Banjarnegara. Bagian Barat berbatasan dengan wilayah kerja BKPH Gunung Slamet Timur dan sebalah Selatan berbatasan dengan KPH Kedu Selatan. Berdasarkan sebaran wilayah administratif BKPH Karangkobar masuk ke dalam 8 wilayah kecamatan di kabupaten Banjarnegara yaitu : • Kecamatan Kalibening
: 5.122,90 ha
• Kecamatan Punggelan
: 1.001,80 ha
• Kecamatan Madukara
: 516,90 ha
• Kecamatan Banjarmangu
: 529,30 ha
• Kecamatan Karangkobar
: 628,60 ha
• Kecamatan Batur
: 1.089,50 ha
• Kecamatan Pejawaran
:
• Kecamatan Wanayasa
: 2.605,20 ha
69,30 ha
Topografi, Tanah dan Iklim
Kondisi lapangan BKPH Karangkobar sangat beragam mulai dari dataran yang landai sampai punggungan berombak dengan kemiringan 50 sampai 350. jenis tanah di BKPH Karangkobar relatif seragam yaitu berupa tanah latosol merah kecoklatan dan latosol abu-abu hitam dengan ketinggian 500-2100 meter di
22
atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata 2500-4500 mm/th dan masuk kedalam tipe iklim A berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.
Sosial Ekonomi
Wilayah BKPH Karangkobar tercakup dalam 8 Kecamatan di wilayah Kabupaten Banjarnegara namun penelitian ini hanya mengambil responden dari 5 kecamatan saja karena 3 kecamatan yang lain yaitu Kecamatan Batur, Pejawaran dan Punggelan tidak terdapat tegakan pinus yang bisa disadap. Data mengenai penggunaan lahan, dan jumlah penduduk disajikan dalam tabel berikut ini Tabel 2. Penggunaan Lahan di masing-masing Kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis penggunaan lahan Sawah Pekarangan Tegalan/kebun Kolam Hutan negara Perkebunan Lain-Lain Jumlah (Ha) %
A 1132,78 541,90 2300,52 529,30 151,99 4656,49 12,83
Kecamatan (Ha) B C D 799,68 329,51 372,55 852,45 292,56 237,84 2480,60 2131,35 4324,34 25,63 31,24 39,96 516,90 628,60 2605,20 249,66 827,86 395,50 213,23 171,51 5070,76 3876,15 8579,26 13,97 10,68 23,63
E 1575,89 336,92 5635,64 23,44 5122,90 658,82 769,39 14123 38,90
Jumlah (ha) 4210,41 2261,67 16872,45 120,27 9402,90 1736,34 1701,62 36305,66
% 11,60 6,23 46,47 0,33 25,90 4,78 4,69
Sumber : BPS Banjarnegara Tahun 2005 Keterangan : A : Kecamatan Banjarmangu B : Kecamatan Madukara C : Kecamatan Karangkobar D : Kecamatan Wanayasa E : Kecamatan Kalibening Dari tabel 3 di atas dapat dilihat penggunaan lahan kecamatan yang berada di sekitar BKPH Karangkobar. Luas total lahan yang ada adalah 36.305,66 ha yang sebagian besar digunakan sebagai tegalan atau kebun (46,47%). Sedangkan lahan hutan negara memiliki total luas terbesar kedua sebesar 9.402,90 Ha (25,90%). Areal persawahan sendiri hanya seluas 4.210,41 Ha atau 11,60% dari luas total lahan yang ada. Dari lima kecamatan di sekitar wilayah BKPH Karangkobar yang memiliki luas hutan negara terbesar adalah kecamatan Kalibening yaitu 5.122,90 Ha atau sebesar 36,27% dari luas lahan di kecamatan tersebut.
100
23
Tabel 3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan
Jumlah penduduk No (Km2) (Jiwa) 1 Banjarmangu 46,36 39350 2 Madukara 48,20 39930 3 Karangkobar 39,07 27464 4 Wanayasa 82,10 42472 5 Kalibening 142,34 62774 Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara Kecamatan
Luas
Jumlah usia kerja
Kepadatan
(Jiwa) 21945 25896 18863 33649 41864
(Jiwa/Km2) 848,79 828,42 702,94 517,32 441,01
(%) 55,77 64,85 68,68 79,23 66,96
Dari data di atas dapat dilihat bahwa kecamatan Kalibening merupakan kecamatan terluas yang berada di sekitar BKPH Karangkobar yaitu 143.34 Km2. Namun dilihat dari kepadatan penduduknya kecamatan Kalibening memiliki kepadatan terendah yaitu 441,01 jiwa/Km2 sedangkan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah kecamatan Banjarmangu dengan kepadatan penduduk 848,79 jiwa/Km2 atau hampir dua kali kepadatan penduduk kecamatan Kalibening. Semakin tinggi jumlah penduduk di suatu kecamatan maka kebutuhan tanah untuk mencukupi kebutuhan perumahan dan lahan pertanian akan semakin besar. Hal ini akan meningkatkan kemungkinan terjadinya konversi lahan hutan menjadi areal pemukiman maupun lahan pertanian. Keadaan ini akan meningkatkan tekanan terhadap keberadaan hutan di wilayah tersebut. Rata-rata jumlah penduduk usia kerja (10-55 tahun) di lima kecamatan yang berada di sekitar BKPH Karangkobar adalah 67,10% dari jumlah penduduk yang ada. Kecamatan Kalibening memiliki jumlah penduduk usia kerja terbesar yaitu 341.846 jiwa namun persentase jumlah penduduk usia kerja terbesar ada di kecamatan Wanayasa yaitu 79,23%. Sedangkan kecamatan Karangkobar memiliki jumlah penduduk usia kerja terkecil yaitu 18.863 jiwa dan persentase jumlah penduduk usia kerja terkecil berada di kecamatan Banjarmangu yaitu 55,77%. Dengan adanya jumlah penduduk usia kerja yang besar di suatu kecamatan berarti menyediakan tenaga kerja yang besar pula untuk bekerja sebagai penyadap.
24
Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Sekitar BKPH Karangkobar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis
Kecamatan
Jumlah
%
Pekerjaan
A
B
C
D
E
Petani Buruh tani Buruh Industri Buruh Bangunan
13504 1895
6593 5400 226
5655 588 81
10824 4297 162
20003 1801 524
56579 13981 993
48,31 11,94 0,85
776
80
190
860
1906
1,63
192 921 230 725
903 1640 152 509
73 1893 207 397
329 2024 265 271
1497 6478 854 2420
1,28 5,53 0,73 2,07
20 191 97 0 15371 13,12
6 117 8 9271 19010 16,23
3 69 120 8565 26800 22,88
25 176 61 10874 37213 31,77
90 553 1257 30503 117111
0,08 0,47 1,07 26,05
Jasa sosial Pedagang Angkutan PNS TNI dan POLRI Pensiunan Pengusaha Lain-lain Jumlah (jiwa) %
518 36 971 1793 18717 15,98
(jiwa)
100
Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara Kecamatan Dalam Angka Keterangan : A : Kecamatan Banjarmangu B : Kecamatan Madukara C : Kecamatan Karangkobar D : Kecamatan Wanayasa E : Kecamatan Kalibening Dari data pada tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat di wilayah kecamatan di sekitar BKPH Karangkobar adalah sebagai petani (49,31%) dan buruh tani (11,94%). Sebenarya berdasarkan tabel di atas mata pencaharian terbanyak kedua adalah di bidang selain yang telah dicantumkan diatas (lain-lain sebesar 26,05%) namun karena tidak terinci secara jelas maka tidak dapat diketahui apakah jenis pekerjaan lain memiliki nilai persentase yang lebih besar dari pada buruh tani.
Sistem Penyadapan Getah
Sistem penyadapan yang dipakai di BKPH Karangkobar adalah sistem koakan atau quare. Dalam metode koakan untuk mendapatkan getah maka di buat luka sampai ke dalam kayu. Bagian
batang yang akan disadap kulitnya
25
dibersihkan setebal 3mm, lebar 20 cm, panjang 70 cm di atas tanah tanpa melukai kayunya. Mal sadap di buat dengan lebar 10 cm di tengah-tengah kulit pohon yang telah dibersihkan. Quare awal dibuat setinggi 20 cm dari permukaan tanah dan berukuran 10 x 10 cm. Kedalaman quare 2 cm tidak termasuk tebal kulit dan lebar quare 10 cm.
Gambar 2. Sistem penyadapan metode quare Pembaruan luka sadapan dilakukan setiap 5-6 hari sekali di atas luka sadapan yang telah ada dengan perpanjangan 3-5 mm. Pemungutan getah dilakukan setiap 9-10 hari sekali. Oleh penyadap getah dikumpulkan ke dalam kotak kayu maupun drum fiber dan kemudian dipikul ke tempat pengumpulan getah (TPG). Bila jarak yang harus ditempuh antara blok sadapan dengan tempat pengumpulan getah cukup jauh maka getah diangkut dengan kendaraan. Getah diterima dan dibayar berdasarkan berat getah dan kualitas getah. Oleh sebab itu sebaiknya sebelum dikumpulkan kotoran-kotoran seperti tatal, daun maupun ranting dibersihkan terlebih dahulu. Pembayaran upah kerja dilakukan langsung setelah penyadap menyetorkan getah sehingga penyadap dapat langsung memperoleh upah kerja. Getah yang berasal dari penyadap di TPG ditampung dalam bak penampungan getah yang terbuat dari semen atau kayu dan getah dipisah berdasarkan kualitas. Bila tidak ada bak penampungan maka getah dimasukkan ke
26
dalam drum fiberglass. Dari sini getah diangkut ke pabrik pengolahan gondorukem dan terpentin (PGT) menggunakan truk dan getah di tampung dalam drum-drum fiberglass berkapasitas 125 kg dan diberi penutup untuk mencegah terjadinya susut berat. Karena semua lokasi sadapan berada di ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukan laut penyadapan di BKPH Karangkobar menggunakan cairan asam stimultan Socepas 235 As untuk merangsang keluarnya getah. Larutan Socepas 235 As mengandung Asam Klorida 0,08 gr/liter, Asam Fosfat 23,73 gr/liter dan Asam Sulfat 210,32 gr/liter. Penggunaan larutan ini bukan untuk menambah jumlah getah yang dikeluarkan pohon tetapi untuk memperpanjang waktu pembaruan luka koakan karena dengan
penggunaan larutan asam ini akan
mengurangi laju pembekuan getah sehingga saluran getah tidak tersumbat dan getah dapat terus mengalir.
Sarana Penyadapan Getah Pinus 1.
Alat Penyadapan
Untuk pelaksanaan penyadapan diperlukan peralatan sadap antara lain petel sadap (pecok), talang seng, tempurung kelapa, ember sadap, pengeruk getah, spayer, larutan asam Socepas 235 As sebagai stimultan dan drum fiberglass sebagai penampung getah. Seluruh sarana penyadapan disediakan oleh pihak Perhutani. Kadang kala Perhutani juga memberikan sepatu karet dan mantel (jas hujan) bagi para penyadap. Ada beberapa penyadap yang menganggap pecok (petel sadap) yang disediakan Perhutani kurang bagus kualitasnya sehingga mereka berinisiatif untuk memesan sendiri dengan ukuran yang sama dengan pecok yang disediakan Perhutani. Di bawah ini disajikan tebel peralatan sadap metode quare yang dibakukan
27
Tabel 5. Peralatan Sadap Metode Quare yang Dibakukan
No
Jenis Alat
Spesifikasi
Umur Teknis
1
Tempurung
Ø min 8 cm tanpa mata
2 tahun
2
Talang sadap
Tin plat 10x5x0,02 cm
0,5 tahun
3
Petel sadap
Buatan lokal
3 tahun
4
Peti pikul
30 x 40 x 10 cm
2 tahun
5
Drum fiberglass
Bekas bahan kimia
3 tahun
6
Ember plastik
Ø 20 cm
2 tahun
7
Pengukur
Buatan lokal
5 tahun
mal Buatan lokal
5 tahun
Keterangan
kadalaman quare 8
Penggaris sadap
9
Batu asah
Segi empat
10
Cat mal sadap
Warna Putih
3 tahun 1 kg = 500 pohon
Sumber : Perum Perhutani , 1990 2.
Tempat Pengumpulan Getah (TPG)
BKPH Karangkobar memiliki 10 TPG yang tersebar di 4 RPH yaitu TPG Karangkobar, TPG Siweru, TPG Mandala, TPG Bendawuluh, TPG Clapar di RPH Siweru. TPG Tempuran di RPH Wanayasa. TPG Kalibening dan TPG Kalibombong di RPH Kalibening. TPG Talangan dan TPG Kalisat di RPH Pandanarum. TPG Kalibening selain untuk menampung getah dari RPH Kalibening juga digunakan untuk menampung sebagian getah dari RPH Pandanarum. Seluruh TPG dapat dilalui oleh kendaraan roda empat dengan baik. Di tiap TPG dilengkapi dengan bak penampung, timbangan gantung (dacin) kapasitas ±100 Kg dan contoh standar mutu getah Pinus yang ditempatkan dalam tabung kaca ukuran 250ml.
28
3.
Upah Sadap
Tarif
upah yang berlaku ketika dilakukan penelitian ini dibedakan
berdasarkan kualitas getah dan jarak pikul dari blok sadapan ke tempat pengumpulan getah. Adapun tarif upah getah yang berlaku di wilayah KPH Banyumas Timur adalah Tabel 6. Tarif Getah yang Berlaku di Wilayah KPH Banyumas Timur
Jarak Pikul
Tarif Getah (Rp/kg)
(km)
Kualitas A
Kualitas B
1
1.570
1.220
2
1.576
1.226
3
1.682
1.232
4
1.588
1.283
5
1.594
1.244
6
1.600
1.250
7
1.605
1.255
8
1.610
1.260
9
1.615
1.265
10
1.620
1.270
11
1.625
1.275
12
1.630
1.280
13
1.635
1.285
14
1.640
1.290
15
1.645
1.295
16
1.650
1.300
17
1.655
1.305
18
1.660
1.310
19
1.665
1.315
20
1.670
1.320
Sumber : Perhutani KPH Banyumas Timur
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Penyadap
Jumlah penyadap yang terdapat di BKPH Karangkobar adalah 1022 orang yang tersebar ke dalam 4 wilayah RPH. Seluruh penyadap yang ada merupakan penduduk lokal dari desa-desa di sekitar hutan. Penyadap dari RPH Siweru berasal dari desa di sekitar hutan yang terletak di kecamatan Madukara, kecamatan Banjarmangu, kecamatan Karangkobar dan kecamatan Wanayasa. Penyadap di RPH Wanayasa bertempat tinggal di kecamatan Wanayasa dan penyadap di RPH Kalibening dan RPH Pandanarum berasal dari desa-desa yang berada di wilayah kecamatan Kalibening. Dari kegiatan wawancara dengan responden umumnya para penyadap menganggap bahwa pekerjaan utama mereka adalah sebagai petani dan menjadikan pekerjaan sadapan sebagai pekerjaan sampingan. Namun ada beberapa orang yang menjadikan pekerjaan penyadap sebagai pekerjaan utama terutama para penyadap yang telah menyadap puluhan tahun. Lahan pertanian yang mereka garap tidak begitu luas dan ditanami dengan tanaman-tanaman palawija yang hasilnya sebagian besar untuk dikonsumsi sendiri dan dijual jika hasilnya berlebih. Banyak pula penyadap yang memelihara ternak seperti sapi dan kambing. Biasanya mereka membeli ternak dalam jumlah kecil untuk dipelihara selama jangka waktu tertentu dan akan dijual kembali untuk mendapatkan keuntungan. Karena pekerjaan menyadap hanyalah pekerjaan sampingan maka curahan waktu untuk bekerja di hutan hanya setengah hari atau dari pagi sampai tengah hari sedangkan dari siang sampai sore digunakan untuk bekerja di lahan pertanian atau mencari rumput untuk makanan ternak. Jam kerja efektif para penyadap juga dipengaruhi oleh jarak yang harus mereka tempuh dari rumah ke blok sadapan. Jarak terdekat 0,5 Km dan jarak terjauh 6 Km. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh maka jam kerja efektif penyadapan akan berkurang karena waktu tempuh dari rumah ke blok sadapan yang semakin lama. Pekerjaan penyadapan akan terhenti atau ditinggalkan bila ada kegiatan di desa yang melibatkan seluruh penduduk desa seperti gotong royong membangun
30
sarana desa, membangun rumah, hajatan atau mengerjakan dan memanen hasil pertanian. Contoh kasus yang terjadi di desa Sijeruk seluruh penyadap dari Dukuh Gunung Raja Wetan menghentikan kegiatan penyadapan lebih dari tiga bulan karena mereka harus bekerja untuk membangun kembali rumah mereka yang hancur akibat adanya musibah tanah longsor. Ketika musim panen tiba banyak penyadap yang meninggalkan kegiatan penyadapan untuk bekerja sebagai buruh pikul karena pekarjaan ini dapat menghasilkan uang yang lebih banyak daripada penyadapan. Terutama bila musim panen salak tiba banyak penyadap yang bekerja sebagai buruh pikul salak karena dalam sehari mereka bisa mendapatkan uang sampai lima puluh ribu rupiah. Umumnya alasan menjadi penyadap adalah karena keinginan sendiri untuk mendapatkan tambahan penghasilan yang kontinyu setiap bulan diluar penghasilan dari beternak dan bertani. Selain itu ada juga yang menjadi penyadap karena orang tua mereka juga penyadap. Anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan penyadapan sebagian besar hanyalah kepala keluarga dan ada beberapa yang dibantu oleh anggota keluarga yang lain seperti istri maupun anak. Rentang umur penyadap yang ditemui pada saat penelitian adalah 20 sampai 55 tahun dengan masa kerja 1 sampai 30 tahun. Semakin tua usia penyadap maka produktivitas penyadap akan semakin menurun sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah getah yang dihasilkan. Semakin tua penyadap maka kemampuan untuk memikul getah menurun sehingga kadang penyadap harus mengupah orang lain untuk memikulkan getah. Tingkat pendidikan para penyadap tergolong masih rendah sebagian besar hanya bersekolah sampai SD dan ada yang tidak pernah bersekolah. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kesadaran penyadap untuk menjaga kelestarian dari pohon pinus yang mereka sadap. Karena ada beberapa penyadap yang mengutamakan hasil getah yang disadap dengan mengabaikan peraturan yang berlaku seperti tebal pembaruan koakan atau jumlah koakan per pohon yang melebihi dari jumlah yang telah ditetapkan. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan penyadapan di sediakan oleh pihak Perhutani. Alat-alat yang disediakan untuk kegiatan penyadapan antara lain : petel sadap (pecok), pengeruk getah, talang seng,
31
tempurung, ember sadap, sprayer, larutan asam sebagai stimultan dan drum fiber sebagai tempat penampung getah. Kadang kala Perhutani juga memberikan bantuan berupa sepatu karet, jas hujan dan baju. Ada beberapa penyadap yang merasa bahwa petel sadap standar yang diberikan oleh Perhutani kurang nyaman untuk dipakai (kurang tajam) sehingga mereka berinisiatif untuk memesan petel sadap sendiri ke pembuat pisau dengan standar ukuran yang sama dengan yang diberikan oleh pihak Perhutani.
Pendapatan Penyadap dari Sektor Sadapan
Besarnya pendapatan yang diperoleh penyadap dari kegiatan penyadapan sangat ditentukan oleh kemampuan penyadap untuk menghasilkan getah karena upah yang diberikan kepada penyadap bersifat borongan. Pendapatan penyadap merupakan perkalian antara jumlah getah yang dihasilkan dengan tarif upah yang berlaku berdasarkan jarak pikul dari blok sadapan ke TPG (Tempat Pengumpulan Getah). Rata-rata
pendapatan
penyadap
di
BKPH
Karangkobar
adalah
Rp 417.394 per bulan. Rata-rata pendapatan penyadap tiap RPH disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 7. Rata-rata Pendapatan Penyadap dari Kegiatan Penyadapan
RPH Siweru Pandanarum Kalibening Wanayasa
Pendapatan (Rp/bulan/penyadap) 468.050 419.131 378.579 325.080
Dari tabel 8. di atas dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan dari kegiatan penyadapan terbesar ada di RPH Siweru sebesar Rp. 468.080 per bulan per penyadap. Sedangkan rata-rata pendapatan terendah ada di wilayah RPH Wanayasa sebesar Rp. 325.080 per bulan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap besarnya produksi getah yang mampu dihasilkan penyadap adalah luas blok sadapan. Dengan adanya luas areal sadapan yang berbeda tiap RPH menyebabkan luas areal sadapan untuk masingmasing penyadap berbeda. Rata-rata luas blok sadapan untuk masing-masing penyadap di BKPH Karangkobar disajikan dalam tabel di bawah ini.
32
Tabel 8. Rata-rata Luas Blok Sadapan Tiap Penyadap
RPH
Luas blok sadapan (Ha) Siweru 755,8 Wanayasa 69,6 Kalibening 900,5 Pandanarum 1184,2 Total 2910,1 Sumber BKPH Karangkobar
Jumlah penyadap (Orang) 264 62 188 508 1022
Luas per penyadap (Ha/orang) 2,86 1,12 4,79 2,33 2,85
Dari tabel 9. di atas dapat diketahui bahwa luas total areal sadapan di BKPH Karangkobar adalah 2910,1 Ha dengan jumlah penyadap yang terdaftar sebanyak 1022 orang. Rata-rata luas blok sadapan untuk masing-masing penyadap di BKPH Karangkobar adalah 2,85 Ha per penyadap. Areal sadapan terbesar ada di wilayah RPH Pandanarum dengan jumlah penyadap 508 orang sehingga luas blok sadapan rata-rata adalah 2,33 Ha per orang. Di RPH Kalibening luas blok sadapan untuk masing-masing penyadap lebih besar dari pada RPH Pandanarum. Walaupun luas areal sadapannya lebih sempit namun jumlah penyadapnya juga jauh lebih kecil dari jumlah penyadap yang ada di RPH Pandanarum sehingga luasan yang diperoleh penyadap lebih besar yaitu 4,79 Ha per penyadap. Luas blok sadapan tersempit berada di wilayah RPH Wanayasa yaitu 1,12 Ha untuk masing-masing penyadap. Penetapan areal sadapan bagi para penyadap diserahkan kepada mandor sadap. Bila areal sadapan penyadap sudah tidak produktif lagi atau akan dilakukan penebangan dan penyadap masih ingin melanjutkan pekerjaan menyadap maka akan diberikan areal sadapan lain yang baru dibuka. Atau bila belum ada areal sadapan baru yang dibuka maka penyadap dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan hutan yang lain misalnya dalam kegiatan penanaman maupun dalam kegiatan penebangan. Ketinggian tempat dari permukaan laut juga berpengaruh terhadap jumlah getah yang dapat dihasilkan dari pohon pinus. Di bawah ini disajikan data mengenai rata-rata produksi getah per penyadap di empat RPH wilayah kerja BKPH Karangkobar
33
Tabel 9. Rata-rata Produsi Getah per Penyadap di Masing-masing RPH
RPH Siweru Pandanarum Wanayasa Kalibening
Rata-rata per penyadap Luas Blok Sadapan Produksi (Ha) (Kg/bulan) 2,24 290,05 2,51 261,15 1,90 130 1,88 236,25
Produksi/Ha (Kg/bulan/Ha) 129,63 104,15 68,42 126
RPH Siweru memiliki rata-rata produksi per hektar yang lebih tinggi dari RPH lain yaitu sebesar 129,63 Kg/bulan/Ha. Sedangkan produksi terendah adalah RPH wanayasa sebesar 64,42 Kg/bulan/Ha. RPH Siweru memiliki elevasi antara 500 sampai 1000 meter di atas permukaan laut sedangkan RPH Wanayasa, RPH Pandanarum dan RPH Kalibening semuanya memiliki elevasi lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan (1996) ketinggian tempat mempengaruhi suhu dan intensitas cahaya. Semakin tinggi tempat dari permukaan laut, suhu semakin rendah demikian juga dengan intensitas cahaya. Hal ini akan mempengaruhi laju metabolisme dan asimilasi untuk selanjutnya akan mempengaruhi produksi getah. Semakin rendah suhu juga akan menyebabkan getah yang keluar dari pori-pori akan semakin cepat membeku di mulut saluran getah sehingga akan menghambat keluarnya getah yang baru. Hasil penelitian Fakultas Kehutanan IPB (1991), bahwa produksi getah dari tegakan yang tumbuh pada elevasi 500-1000 meter di atas permukaan laut ratarata 4,096 gr/pohon/hari sedangkan pada elevasi lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut sebesar 3,593 gr/pohon/hari. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa produksi getah di RPH Siweru akan lebih besar dari produksi getah di RPH lain. Penyadapan getah di wilayah BKPH Karangkobar menggunakan bantuan larutan asam Socepas 235 As untuk merangsang keluarnya getah. Larutan Socepas 235 As mengandung Asam Klorida 0,08 gr/liter, Asam Fosfat 23,73 gr/liter dan Asan Sulfat 210,32 gr/liter. Penggunaan larutan ini bukan untuk menambah jumlah getah yang dikeluarkan pohon tetapi untuk memperpanjang waktu pembaruan luka koakan karena dengan
penggunaan larutan asam ini akan
34
mengurangi laju pembekuan getah sehingga saluran getah tidak tersumbat dan getah dapat terus mengalir. Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan penyadap adalah jumlah hari kerja dalam sebulan. Waktu kerja yang dicurahkan oleh penyadap rata-rata adalah 21 hari setiap bulan. Dan dalam kurun waktu satu bulan terdapat dua kali periode penyadapan. Dalam satu periode kerja penyadap melakukan pekerjaan pembaruan luka koakan, penyemprotan larutan asam dan pemanenan getah. Jangka waktu pembaruan luka koakan adalah 5 sampai 6 hari sekali. Jangka waktu ini lebih lama dari jangka waktu pembaruan luka yang ditetapkan oleh Perhutani yaitu 3 hari sekali. Hal ini terjadi karena penggunaan larutan asam menyebabkan pori-pori kayu membuka lebih lama sehingga memperpanjang waktu pembaruan luka koakan. Jangka waktu pemungutan getah adalah 10 hari sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak Perhutani. Jadi dalam satu bulan penyadap memungut getah dua kali. Dalam satu bulan tidak seluruh waktu penyadap di curahkan dalam kegiatan penyadapan karena umumnya para penyadap sangat terikat kepada desanya sehingga apabila ada pekerjaan maupun kegiatan yang melibatkan seluruh masyarakat desa seperti kerja bakti, membangun sarana desa, kegiatan keagamaan, hajatan, membangun rumah maupun kegiatan lain di desa para penyadap lebih mengutamakan kegiatan tersebut dan akan meninggalkan pekerjaan penyadapan, begitu pula bila musim bercocok tanam tiba. Pendapatan penyadap juga dipengaruhi oleh jarak antara blok sadapan dengan tempat pengumpulan getah. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh maka pendapatan yang diperoleh penyadap akan semakin besar karena tarif getah di wilayah KPH Banyumas Timur memperhitungkan jarak pikul yang harus ditempuh oleh penyadap dari blok sadapan ke TPG. Berdasarkan tarif yang berlaku jika jarak yang harus ditempuh bertambah satu kilometer maka upah pikul akan bertambah Rp 6. Jauhnya jarak pikul yang harus ditempuh penyadap dari blok sadapan ke TPG mengakibatkan penyadap harus mengeluarkan biaya lebih untuk mengangkut getah hasil sadapan ke TPG. Hal tersebut berpengaruh terhadap jangka waktu pengumpulan getah.
35
Sebagian besar penyadap mengumpulkan getah ke TPG dua kali dalam sebulan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk mengangkut getah. Jangka waktu pengumpulan getah juga dipengaruhi oleh jumlah getah yang dihasilkan. Biasanya penyadap mengumpulkan getah ke TPG setelah drum penampung getah yang berkapasitas 125 Kg telah penuh. Pada awal bulan jumlah penyadap yang mengumpulkan getah lebih banyak dari waktu-waktu yang lain karena pada saat tersebut banyak penyadap yang membutuhkan uang untuk membayar uang sekolah anaknya maupun untuk membayar tagihan listrik. Umumnya penyadap hanya setengah hari bekerja di penyadapan mulai dari pagi sampai tengah hari karena mereka harus bekerja kembali untuk mengurus ladang atau mencari pakan ternak pada sore harinya. Waktu kerja efektif dalam penyadapan juga dipegaruhi oleh jarak yang harus ditempuh oleh penyadap dari rumah ke blok sadapan. Tabel 10. Rata-rata Jarak Tempuh dan Jam Kerja per Hari dalam Penyadapan
RPH Siweru Wanayasa Kalibening Pandanarum Rata-rata
Rata-rata Jarak tempuh (Km) 2,80 1,60 1,84 2,74 2,25
Jam kerja (jam/hari) 5,35 4,20 5,00 4,94 4,87
Rata-rata jarak yang harus ditempuh penyadap dari rumah adalah 2,25 Km dan rata-rata jam kerja efektif adalah 4,87 jam per hari dimana penyadap dari RPH Siweru memiliki jam kerja efektif terpanjang yaitu 5,35 jam per hari dan penyadap dari RPH Wanayasa memiliki rata-rata jam kerja terpendek yaitu 4,20 jam per hari kerja. Dari tabel diatas rata-rata jarak tempuh terjauh terdapat di RPH Siweru yaitu 2,80 Km sedangkan rata-rata jarak tempuh terpendek berada di RPH Wanayasa sejauh 1,60 Km. Pendapatan penyadap dipengaruhi juga oleh jumlah pohon yang mampu disadap per hari. Rata-rata penyadap hanya mampu memanen 100 pohon per hari. Banyaknya pohon yang mampu dipanen oleh penyadap dipengaruhi oleh banyaknya koakan yang ada di pohon tersebut. Bila dalam satu pohon hanya
36
terdapat satu koakan maka penyadap bisa memanen 100-140 pohon per hari sedangkan bila jumlah koakan lebih dari satu maka penyadap tara-rata hanya mampu memanen 70 pohon setiap harinya. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1991) jumlah pohon yang dapat dibebankan kepada penyadap adalah 556 pohon per hari atau 1668 pohon dalam siklus tiga hari. Dilihat dari hasil tersebut sebenarya kemampuan penyadap masih dapat ditingkatkan lagi. Oleh karena itu pihak Perhutani selaku pengelola harus dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas para penyadap. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan insentif kepada penyadap yang memiliki produktivitas tinggi agar dapat memacu peningkatan produktivitas penyadap yang lain. Kemiringan lahan dari blok sadapan juga diduga berpengaruh terhadap pendapatan penyadap. Kemiringan lapangan yang ditemui antara 15° sampai 25°. Kemiringan lahan berpengaruh terhadap produktivitas kerja penyadap seperti kemampuan penyadap dalam memanen pohon tiap hari. Semakin miring lahan jumlah pohon yang dapat dipanen oleh penyadap semakin sedikit akibat sulitnya medan yang harus ditempuh penyadap sehinga lebih banyak tenaga yang dikeluarkan untuk menempuh medan kerja daripada untuk memanen pohon. Kemiringan lahan juga berpengaruh terhadap jumlah pohon yang terdapat dalam areal sadapan penyadap. Di beberapa blok sadapan yang memiliki kemiringan lahan cukup terjal sering terjadi longsor sehinggga jumlah pohon yang ada di areal tersebut berkurang. Selain jumlah getah yang dapat dihasilkan oleh penyadap kualitas getah juga berpengaruh terhadap jumlah uang yang akan diperoleh oleh penyadap karena perbedaan tarif antar getah mutu A dan mutu B adalah Rp. 350 per kilogram. Berdasarkan Keputusan Direkasi Perusahaan Umum Kehutanan Negara Nomor 2574/KPTS/DIR/1994 tentang Pedoman Sortasi Mutu dan Pengukuran Berat Getah Pinus, kualitas getah dibedakan menjadi dua standar mutu yaitu : 1. Mutu A atau mutu pertama Getah mutu A mempunyai syarat antara lain getah berwarna bening atau putih, tidak mengandung tanah, lumpur atau kotoran lain. Kandungan kotoran tidak boleh lebih dari 2% dan kandungan air kurang dari 3%.
37
2. Mutu B atau mutu kedua Syarat getah bermutu B adalah bila berwarna keruh atau kecoklatcoklatan. Bercampur tanah, lumpur dan kotoran lain. Kandungan kotoran antara 2% sampai 5% dan kandungan air kurang dari 3%. Getah dengan kandungan kotoran atau air lebih dari 5% tidak diterima. Contoh standar mutu getah pinus ditempatkan ke dalam tabung kaca berukuran 250 ml dan dibagikan ke setiap TP getah dan TPG serta harus diperbaharui setiap tahun yang disediakan oleh Biro Produksi. Penentuan getah pinus atau sortasi getah pinus dilakuakan oleh mandor sadap maupun mandor TPG. Adapun prosedur penentuan mutu getah pinus adalah sebagai berikut : 1.
Getah yang akan diterima harus diaduk dengan tongkat kayu atau bambu sampai merata.
2.
Getah dicocokan penampakan warna dan kandungan kotorannya dengan standar mutu yang ada.
3.
Bila getah mudah diaduk dan penampakan terlihat putih atau bening serta kandungan kotorannya sedikit (kurang dari 2%) maka getah dimasukkan kedalam mutu A.
4.
Bila getah tidak mudah diaduk dan penampakan terlihat berwarna keruh atau kecoklat-coklatan serta kandungan kotoran banyak (lebih dari 2%) maka getah dimasukan kedalam mutu B. Untuk mendapatkan kualitas getah terbaik maka penyadap harus
memperhatikan proses pemanenan getah supaya getah tidak terlalu banyak tercampur dengan kotoran. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menaikan tempurung penampung getah stiap tinggi koakan bertambah 30 sentimeter atau memberikan penutup drum penampung getah supaya kotoran tidak dapat masuk ke dalam drum. Namun masih banyak penyadap yang kurang memperhatikan hal tersebut sehingga kualitas getah yang dihasilkan tidak maksimal.
38
Pendapatan Penyadap di Luar Sektor Penyadapan
Karena pekerjaan menyadap merupakan pekerjaan sampingan maka penyadap juga memperoleh pendapatan dari kegiatan di luar penyadapan. Selain bekerja sebagai penyadap mereka juga bertani dan memelihara ternak seperti ayam, kambing dan sapi. Umumnya masyarakat membeli hewan ternak untuk dijual kembali setelah dipelihara selama beberapa bulan. Masyarakat memilih untuk memelihara ternak seperti kambing maupun sapi karena mereka menganggap memelihara ternak tersebut tidak memerlukan biaya karena pakan untuk ternak bisa mereka dapatkan sendiri dan tersedia cukup banyak di sektar tempat tinggal mereka maupun di areal blok sadapan. Kegiatan usaha tani yang dilakukan para penyadap antara lain dengan menanam palawija seperti singkong dan jagung. Karena luas lahan yang tidak terlalu lebar biasanya hasil panen yang mereka peroleh hanya digunakan untuk konsumsi sendiri dan dijual bila hasilnya melimpah. Bibit tanaman yang akan mereka budidayakan biasanya berasal dari hasil panen periode sebelumnya sehingga mengurangi biaya yang harus mereka keluarkan. Selain kegiatan usaha tani dan memelihara ternak ada sebagian penyadap yang bekerja sebagai tukang bagunan maupun bekerja sebagai buruh tani. Upah buruh bangunan yang mereka terima rata-rata Rp. 15.000 per hari. Mereka juga kadang bekerja memelihara hewan ternak orang lain seperti kambing maupun sapi. Dari kegiatan ini mereka bisa mendapatkan upah Rp 10.000 per hari untuk jasa memelihara dan memberi makan sapi sedangkan untuk jasa mencarikan rumput untuk kambing rata-rata mereka mendapatkan upah Rp 50.000 per bulan. Walaupun jumlah uang yang diperoleh dari kegiatan penyadapan lebih banyak dari kegiatan diluar sektor sadapan, bagi masyarakat desa pekerjaan menyadap dianggap sebagai pekerjaan sampingan dan bertani dianggap sebagai pekerjaan utama karena pekerjaan tersebut dapat dilakukan seumur hidup sedangkan pekerjaan menyadap tidak bisa dilakukan seumur hidup karena terikat perjanjian dengan Perhutani. Seseorang menganggap suatu pekerjaan sebagai pekerjaan utama bila pekerjaan tersebut memberikan rasa aman dalam hal ini yang membuat masyarakat desa merasa aman adalah bila kebutuhan pangan mereka terpenuhi bukan kebutuhan akan uang. Dari kegiatan bertani mereka
39
mendapatakan hasil berupa bahan makanan yang dapat mereka konsumsi sendiri. Selain itu untuk menentukan suatau pekerjaan dianggap sebagai pekerjaan pokok atau pekerjaan sampingan tidak dapat hanya dilihat dari besarnya kontribusi pendapatan dari pekerjaan tersebut yang diberikan terhadap pendapatan total masyarakat.
Kontribusi Pendapatan dari Penyadapan terhadap Pendapatan Total Penyadap
Dilihat dari besarnya pendapatan total yang diperoleh penyadap, pendapatan dari sektor sadapan memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari sektor lain. Di bawah ini disajikan data besarnya kontribusi dari kegiatan penyadapan terhadap pendapatan total penyadap. Tabel 11. Besarnya Kontribusi dari kegiatan Penyadapan terhadap Pendapatan Total Penyadap
RPH Siweru Pandanarum Kalibening Wanayasa
Rata-rata Pendapatan (Rp/bulan) Sadapan Non sadapan Total 468.051 191.312 659.363 419.131 101.697 520.828 378.579 91.611 470.190 325.080 520.000 845.080 Rata-rata
Kontribusi (%) 70,99 80,47 80.52 38,47 67,61
Dari tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa pendapatan dari sektor sadapan lebih besar dibandingkan dari sektor diluar sadapan. Pendapatan dari penyadapan rata-rata memberikan kontribusi sebesar 67,61% terhadap total pendapatan. Di RPH Kalibening pendapatan dari sektor sadapan memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan RPH lain
yaitu sebesar 80,52%. Sedangkan di RPH
wanayasa pendapatan dari penyadapan memberikan kontribusi terkecil yaitu sebesar 38,47%. Pendapatan dari kegiatan penyadapan di RPH wanayasa memberikan kontribusi terkecil dibandingkan dengan RPH yang lain. Hal ini disebabkan karena kawasan RPH Wanayasa memiliki elevasi lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut sehingga cocok untuk membudidayakan sayur-sayuran. Penyadap lebih memilih untuk mengusahakan lahan pertaniannya dengan tanaman sayuran
40
yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi seperti kentang dan kol karena keuntungan yang bisa didapatkan relatif tinggi. Selain keuntungan yang didapatkan relatif tinggi jangka waktu antara penanaman dengan pemanenan relatif dekat yaitu hanya tiga bulan sehingga dalam satu tahun mereka bisa bercocok tanam sampai tiga kali. Karena tanaman sayuran memerlukan perawatan yang intensif maka banyak waktu penyadap yang tercurah untuk mengurus lahan pertaniannya sehingga hanya sedikit waktu yang tercurah untuk kegiatan penyadapan. Hal ini menyebabkan getah yang mampu dipanen oleh penyadap di RPH Wanayasa lebih sedikit sehingga pendapatan dari kegiatan penyadapan sedikit.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Penyadap
Dari 21 peubah yang diambil di lapangan dari responden ternyata tidak semuanya dapat di analisis secara statistik. Peubah tersebut antara lain mata pencaharian responden, perlakuan penjarangan pada tegakan, penggunaan larutan asam, jenis tanah dan curah hujan. Peubah perlakuan penjarangan pada tegakan, penggunaan larutan asam, jenis tanah dan dan curah hujan memiliki nilai yang sama (konstan) sehingga bila dimasukkan dalam analisis statistik tidak akan berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pendapatan. Peubah penjarangan bernilai konstan karena seluruh blok sadapan di BKPH Karangkobar dilakukan kegiatan penjarangan tegakan. Selain di lakukan penjarangan kegiatan penyadapan getah di BKPH Karangkobar seluruhnya menggunakan larutan stimultan Socepas 235 As karena keseluruhan areal sadapan berada di ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan tanah. Peubah jenis tanah dan curah hujan memiliki nilai yang konstan karena lokasi penelitian masih berada di wilayah yang sama maka memiliki jenis tanah yang sama yaitu tanah Latosol dan tingkat curah hujan yang sama antara 2500-4000 mm per tahun. Dari beberapa faktor yang diprediksikan akan mempengaruhi besarnya pendapatan penyadap tidak seluruhnya berpengaruh nyata. Hasil analisis regresi dari 16 faktor yang dianalisis hanya dua faktor yang berpengaruh nyata terhadap besarnya pendapatan penyadap yaitu faktor jumlah getah yang dapat di produksi per bulan (X10) dan faktor umur tegakan (X13). Hasil uji-t regresi berganda
41
hubungan antara 16 variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan disajikan dalam tabel berikut : Tabel 12. Hasil Uji-t Analisis Regresi Berganda Antara 16 Variabel yang Diduga Mempengaruhi Pendapatan Penyadap Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16
Coef -41556 705 -14504 -1048 10505 7642 -4560 -2313 -197 5180 1597.6 7393 326 1971.8 74.4 -2011
SE Coef 121225 1526 20819 1825 23968 8567 2838 4397 2587 4991 106.9 9756 1066 862.1 155.1 2319
T -0.34 0.46 -0.70 -0.57 0.44 0.89 -1.61 -0.53 -0.08 1.04 14.94 0.76 0.31 2.29 0.48 -0.87
P 0.733 0.646 0.489 0.568 0.663 0.376 0.113 0.601 0.940 0.303 0.000 0.451 0.761 0.026 0.633 0.389
-2636
13587
-0.19
0.847
Peubah bebas dikatakan berpengaruh nyata bila nilai Thitung lebih besar dari nilai Ttabel. Nilai Ttabel adalah 2,284 dan berdasarkan hasil uji T yang memiliki nilai Thitung lebih besar adalah peubah bebas X10 dengan nilai Thitung 14,94 dan peubah bebas X13 dengan nilai Thitung 2,29 Persamaan Regresi yang diperoleh adalah Y = 4993 + 1463 X10 + 1558 X13
Untuk menguji berapa besar peubah tak bebas dapat dijelaskan oleh kombinasi peubah bebas dinyatakan dalam koefisien determinan R2 dimana hasil dari persamaan regresi di atas diperoleh nilai koefisien determinasi R2 = 0,927 artinya keragaman peubah tak bebas pendapatan (Y) dapat dijelaskan oleh semua peubah bebas X (2 peubah) sebesar 92,7% atau hanya sekitar 7,3% dipengaruhi oleh peubah atau faktor lain.
42
Sedangkan untuk menguji berapa besar pengaruh keeratan antar peubah bebas (X) dengan peubah tak bebas (Y) digunakan koefisien korelasi R dimana hasil regresi ganda diatas menunjukan R = 0,963 artinya hubungan korelasi antara peubah bebas dengan peubah tak bebas sangat erat (96,3%).
Sidik ragam
persamaan regresi ditampilkan dalam tabel di bawah ini : Tabel 13. Sidik Ragam Persamaan Regresi
Sumber Keragaman Regresi Sisa Total
DB 2 78 80
JKT
KT
2,03957E+12 1,01978E+12 1,60165E+11 2,05340E+9 2,19973E+12
Fhitung
P
496,63
0,000
Nilai Fhitung sebesar 496,63 lebih besar di bandingkan dengan nilai Ftabel 1,99 maka berdasarkan uji F pada persamaan regresi dapat disimpulan bahwa peubah – peubah bebas yang ada (produksi per bulan dan umur tegakan) secara umum (bersama-sama) dapat digunakan untuk menduga peubah tak bebas pendapatan pada taraf nyata 1%. Berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan penyadap adalah : 1. Produksi getah per bulan (X10)
Peubah bebas X10 memiliki nilai koefisien 1463. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan peubah produksi getah sebesar satu satuan (Kg/bulan) akan meningkatkan pendapatan sebesar 1463 satuan (Rupiah) dengan asumsi peubah yang lain tetap. Produksi getah per bulan sangat berpengaruh terhadap besarnya pendapatan yang diterima oleh penyadap karena besarnya jumlah uang yang akan diterima penyadap tergantung dari jumlah getah yang disetorkan ke TPG dikalikan dengan tarif yang berlaku dengan mempertimbangkan jarak pikul antara blok sadapan dengan TPG. Faktor utama yang berpengaruh terhadap jumlah getah yang mampu dihasilkan oleh penyadap adalah produktivitas penyadap antara lain luas blok sadapan, kemampuan penyadap untuk menyadap pohon setiap hari, jumlah jam kerja per hari dan jumlah hari kerja setiap bulan. Semakin banyak pohon yang mampu disadap oleh penyadap maka jumlah getah yang dihasilkan per hari akan semakin besar. Banyaknya jumlah pohon
43
yang mampu disadap bergantung pada luasan blok sadap. Semakin luas blok sadap maka akan semakin banyak jumlah pohon yang bisa disadap dalam periode kerja yang sama. 2. Umur Tegakan (X13)
Peubah bebas umur tegakan (X13) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1558, nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan peubah umur tegakan sebesar satu satuan (tahun) dapat meningkatkan pendapatan sebesar 1558 satuan (Rupiah) dengan asumsi bahwa peubah yang lain tetap. Pohon pinus mulai dapat disadap jika telah berumur 11 tahun (KU III). Jumlah koakan hidup pada dasarnya hanya diperbolehkan satu buah. Peraturan jumlah koakan maksimal yang dapat diterima dapat dirumuskan dengan 3 D Qmax = 5 dq Dimana : Qmax
: Jumlah quare maksimal per pohon
D
: Diameter pohon (cm)
dq
: Lebar quare (10 cm) Peraturan tentang jumlah koakan maksimal diatas ditujukan agar tegakan
pinus yang disadap tidak mengalami kerusakan batang yang cukup parah sehingga bila nanti sudah tidak disadap lagi masih dapat dimanfaatkan hasil kayunya. Peraturan diatas juga ditetapkan bukan berdasarkan jumlah getah maksimal yang dapat diproduksi. Pada pohon Pinus KU V sampai VI sebenarnya produksi getah sudah mengalami penurunan. Seiring dengan bertambahnya umur pohon maka terjadi peningkatan diameter pohon sehingga jumlah koakan dapat ditambah. Dengan bertambahnya jumlah koakan maka produksi getah yang dihasilkan dapat bertambah sehingga akan meningkatkan pendapatan yang bisa diterima oleh penyadap. Tindakan yang dilakukan penyadap dengan menambah jumlah koakan yang kadang melebihi jumlah yang telah ditetapkan tidak sepenuhnya salah karena mungkin dengan pengalaman menyadap yang telah puluhan tahun penyadap lebih mengetahui jumlah optimal koakan yang diperlukan agar pohon pinus
44
menghasilkan getah maksimal. Penambahan jumlah koakan yang melebihi peraturan yang ditetapkan mungkin bisa memberikan nilai benefit per cost yang lebih tinggi karena dengan jumlah koakan yang lebih banyak maka penyadap dapat memanen getah yang lebih banyak dengan waktu kerja yang lebih singkat atau dengan jumlah pohon yang sama maka getah yang dihasilkan bisa lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah getah yang bisa dihasilkan bila jumlah koakan mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Perhutani. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penetapan jumlah koakan optimum supaya produksi getah per pohon optimal dengan nilai benefit per cost tertinggi. Dalam kegiatan penyadapan getah untuk meningkatkan produksi getah dapat dilakukan antara lain dengan menambah luas blok sadapan, meningkatkan kemampuan memperbaharui koakan per hari, menambah jam kerja dan hari kerja per bulan. Maka untuk memudahkan dalam mengoptimalkan produksi getah dalam kegiatan manajemen produksi getah pinus di buat persamaan untuk menduga pendapatan penyadap sebagai berikut :
Y = -293063 + 8726X5 + 25882X6 + 4913X11 + 6484X13 Dimana Y adalah peubah tak bebas pendapatan, X5 adalah luas areal sadapan, X6 adalah hari kerja dalam sebulan, X11 adalah jam kerja efektif per hari dan X13 adalah umur tegakan. Persamaan di atas memiliki koefisien determinasi 64,8% artinya keragaman peubah tak bebas pendapatan dapat dijelaskan oleh semua peubah bebas X sebesar 64,8% atau hanya sekitar 35,2% dijelaskan oleh peubah yang lain. Nilai koefisien korelasinya adalah 0,805 artinya korelasi atau hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas sangat erat. Walaupun nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasinya lebih rendah dari pesamaan sebelumnya namun persamaan ini secara manajemen lebih mudah digunakan untuk mengelola produksi getah dari pada persamaan yang sebelumnya.
Tabel 14. Sidik Ragam Persamaan Regresi Penduga Pendapatan Sumber
DB
JKT
JK
Fhitung
P
Regresi
4
1,42642E+12
3,56604E+11
35,05
0,000
Sisa
76
7,73319E+11
1,01750E+10
Total
80
2,19973E+12
keragaman
45
Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa Fhitung sebesar 35,05 dan lebih besar dari Ftabel sehingga dapat disimpulan bahwa peubah–peubah bebas yang ada secara umum (bersama-sama) dapat digunakan untuk menduga peubah tak bebas pendapatan pada taraf nyata 1%. Dari persamaan regresi yang diperoleh peubah bebas luas blok sadapan memiliki nilai koefisien sebesar 8726 artinya bila peubah bebas yang lain tetap maka setiap peningkatan luas areal sadapan sebesar 1 hektar akan meningkatkan pendapatan penyadap sebesar Rp 8.726 per bulan. Sedangkan peubah hari kerja dalam sebulan memiliki nilai koefisien sebesar 25882 artinya bila jumlah hari kerja dalam sebulan bertambah 1 hari maka akan meningkatkan pendapatan penyadap sebesar Rp 25.882 per bulan dengan asumsi bahwa peubah yang lain tetap. Peubah bebas jumlah jam kerja dalam sehari memiliki nilai koefisien 4913 artinya setiap penambahan jam kerja satu satuan maka akan meningkatkan jumlah pendapatan penyadap sebesar Rp 4.913 per bulan. Dilihat dari persamaan diatas maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah pendapatan yang diperoleh penyadap adalah dengan menambah jumlah hari kerja dalam sebulan karena setiap penambahan jumlah hari kerja memberikan perubahan terbesar pada penambahan jumlah pendapatan yang diperoleh penyadap. Selain faktor di atas upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan penyadap adalah dengan meningkatkan upah para penyadap. Karena dengan meningkatkan upah maka jumlah uang yang dapat diperoleh penyadap semakin meningkat walaupun jumlah getah yang mereka sadap tetap.
Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan Partisipasi masyarakat desa di sekitar hutan dalam kegiatan penyadapan getah pinus merupakan salah satu wujud dari upaya yang dilakukan untuk mendukung peningkatan produksi getah pinus di Perum Perhutani. Dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah juga merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani karena merekalah yang berinteraksi secara langsung dengan hutan setiap harinya.
46
Untuk mengetahui tingkat keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penyadapan dapat dilihat berdasarkan perbandingan antara jumlah penyadap dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia.
Tabel 15. Tingkat Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Jumlah Penyadap RPH Pandanarum
Stratum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Kalibening 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Wanayasa 1 2 Rata-rata Siweru 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata Rata-rata
Penyadap 73 56 50 63 63 43 59 45 27 29
Tenaga kerja 2085 1020 1054 1305 1438 1135 782 774 666 577
13 17 12 21 20 10 20 14 12 49
562 555 669 499 866 738 460 445 534 757
33 29
951 703
52 65 16 42 18 38 33
2169 1418 745 1002 615 1066 788
Partisipasi (%) 3,50 5,49 4,74 4,83 4,38 3,79 7,54 5,81 4,05 5,03 4,92 2,31 3,06 1,79 4,21 2,31 1,36 4,35 3,15 2,25 6,47 3,13 3,47 4,13 3,80 2,40 4,58 2,15 4,19 2,93 3,56 4,19 3,43 3,82
Dari tabel 16 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat partisipasi Masyarakat dalam kegiatan penyadapan sebesar 3,82%. RPH Pandanarum memiliki tingkat partisipasi masyarakat tertinggi yaitu sebesar 4,92%. Tingkat partisipasi ini berbanding lurus dengan luas areal sadapan pada masing-masing
47
RPH. Tingkat partisipasi masyarakat di RPH Siweru adalah 3,43%, di RPH Wanayasa 3,80% dan tingkat partsisipasi terkecil berada di wilayah RPH Kalibening sebesar 3,13%. Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan juga dapat dilihat dari jumlah jam kerja dalam sehari dan hari kerja dalam sebulan yang mereka curahkan dalam kegiatan penyadapan.
Tabel 16. Tingkat Partisipasi Berdasarkan Jumlah Jam Kerja dan Hari Kerja per Bulan Jam kerja (jam/hari) Hari kerja (hari/bulan) RPH Rata-rata Partisipasi (%) Rata-rata Partisipasi (%) Siweru 5,35 66,88 20,30 67,67 Pandanarum 5,23 65,31 17,88 59,58 Kalibening 5,00 62,50 15,94 53,13 Wanayasa 4,20 52,50 18,00 60,00 Rata-rata 61,80 60,10 Keterangan : Jumlah jam kerja yang ditetapkan adalah 8jam/hari Jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 30 hari Tabel di atas menjelaskan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di BKPH Karangkobar berdasarkan jam kerja rata-rata sebesar 61,80%, lebih tinggi dari tingkat partisipasi berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan yaitu sebesar 60,10%. RPH Siweru memiliki tingkat partisipasi tertinggi berdasarkan jumlah jam kerja per hari maupun berdasarkan jumlah hari kerja per bulan. Tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja sebesar 66,88 % sedangkan berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 67,67%. Tingkat partisipasi berdasarkan jumlah jam kerja per hari dan hari kerja per bulan juga dapat menjelaskan tingkat kedisiplinan penyadap dalam melakukan penyadapan. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat produktivitas penyadap dalam menghasilkan getah. Di bawah ini disajikan tabel rata-rata tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja per hari, berdasarkan hari kerja per bulan dan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan rata-rata pendapatan per bulan dari penyadap di BKPH Karangkobar
48
Tabel 17. Rata-rata Tingkat Partisipasi dan Rata-rata Pendapatan Penyadap per bulan di BKPH Karangkobar RPH Siweru Pandanarum Kalibening Wanayasa
Jam kerja 66,87 65,31 62,50 52,50
Tingkat partisipasi (%) Jumlah penyadap Hari kerja 3,43 67,67 4,92 59,58 3,13 53,13 3,80 60,00
Pendapatan (Rp/bulan) 468.051 419.131 378.579 325.080
Berdasarkan tabel 18 di atas diketahui bahwa partisipasi masyarakat berdasarkan jam kerja per hari berbanding lurus dengan pendapatan yang mereka peroleh. Semakin tinggi pendapatan mereka semakin besar tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan jam kerja per hari.
Tingkat partisipasi berdasarkan
jumlah tenaga kerja tidak terpengaruh dengan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh penyadap. Dari tabel diatas tingkat partisipasi berdasarkan tenaga kerja tertinggi berada di wilayah RPH Pandanarum sedangkan rata-rata pendapatan penyadap tertinggi ada di wilayah RPH Siweru. Tingkat partsisipasi terendah ada di wilayah RPH Kalibening. Walaupun rata-rata pendapatan per penyadap di wilayah RPH Wanayasa paling rendah dibandingkan dengan RPH yang lain. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat partisipasi dengan pendapatan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi. Karena satuan yang digunakan tidak tepat maka nilai koefisien korelasi tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendapatan penyadap tidak dapat dihitung. Di bawah ini disajikan nilai koefisien korelasi antara tingkat partisipasi dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh penyadap.
Tabel 18. Koefisien Korelasi Antara Tingkat Partisipasi dengan Pendapatan pendapatan Pendapatan Tenaga kerja Partisipasi Jam kerja Hari kerja
1 0,182 0,650 0,861
partisipasi Tenaga kerja Jam kerja Hari kerja 0,182 0,650 0,861 1 1
Dua peubah dikatakan memiliki korelasi yang cukup erat apabila nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,50, bila nilai koefisien korelasinya lebih dari
1
49
0,70 maka korelasi kedua peubah erat dan bila nilai koefisien korelasi lebih dari 0,90 sangat erat. Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa yang memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi adalah hubungan antara pendapatan dengan tingkat partisipasi berdasarkan hari kerja dalam sebulan. Jadi pendapatan penyadap berpengaruh paling besar terhadap tingkat partisipasi berdasarkan hari kerja dalam satu bulan. Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dan tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja adalah 0,650 berarti korelasi antara tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja dengan pendapatan cukup erat. Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dengan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 0,861. Hal ini berarti hubungan antara pendapatan dengan tingkat partisiasi berdasarkan hari kerja per bulan erat. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh penyadap dari sektor sadapan maka akan semakin besar pula tingkat partisipasi penyadap dalam hal jumlah jam kerja per hari dan jumlah hari kerja dalam satu bulan. Nilai koefisien korelasi antara tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendapatan adalah sebesar 0,182 atau bisa dikatakan tidak ada korelasi. Tidak adanya korelasi antara tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan pendapatan yang diperoleh penyadap kemungkinan disebabkan oleh ketersediaan lapangan kerja di daerah tersebut. Bila lapangan pekerjaan di luar sektor penyadapan kurang tersedia di daerah tersebut maka masyarakat akan memilih untuk menjadi penyadap walaupun upah sadap yang mereka terima relatif kecil dibandingkan upah sadap yang diterima penyadap di daerah lain. Kemungkinan yang lain adalah karena hanya membandingkan jumlah penyadap dengan jumlah tenaga kerja laki-laki yang tersedia maka tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat juga dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja laki-laki yang tersedia di suatu daerah sehingga tidak ada ukuran optimum baku untuk masing-masing daerah seperti jumlah jam kerja optimum per hari maupun jumlah hari kerja optimum per bulan. Selain itu kemungkinan lain dari tidak adanya korelasi adalah indikator yang dipakai kurang tepat karena dalam mengukur tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja hanya membandingkan antara jumlah penyadap dengan jumlah tenaga kerja
50
sedangkan tingkat pendapatan adalah tingkat pendapatan penyadap sehingga berdasarkan indikator saja keduanya tidak ada hubungan sama sekali. Karena itu perlu untuk dicari lagi indikator lain yang lebih tepat digunakan untuk menduga tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat misslksn dengsn membandingkan antara jumlah tenaga kerja di suatu wilayah dengan jumlah keseluruhan penyadap yang ada. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Hal ini dikarenakan penyadapan bukan mata pencaharian utama dari masyarakat. Masyarakat akan lebih mengutamakan kegiatan bercocok tanam walaupun hasil yang mereka peroleh dari kegiatan tersebut tidak begitu besar. Hal ini terlihat dari kecilnya jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan penyadapan dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang ada. Faktor utama dalam usaha peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan adalah dengan memperhatikan kesejahteraan penyadap. Karena penyadap akan bekerja penuh di bidang penyadapan bila pendapatan dari kegiatan penyadapan bisa mencukupi kebutuhan hidup penyadap dan keluarganya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan luas blok sadapan yang optimal. Fahutan IPB (1991) menyebutkan bahwa jumlah pohon yang dapat dibebankan kepada penyadap maksimal 556 pohon per hari atau 1668 phon dalam periode tiga hari dengan luas blok sadapan ±3 Ha. Selain itu produktivitas penyadap perlu untuk ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan pengawasan dan pemberian informasi oleh mandor sadap melalui kegiatan bimbingan. Peningkatan produktivitas penyadap juga dapat dilakukan dengan menambah luas blok sadapan dan meningkatkan upah sadapan dan pemenuhan kebutuhan fasilitas alat sadapan seperti petel sadap, batok kelapa, talang seng, drum fiber dan larutan socepas serta kebutuhan fasilitas kerja seperti sepatu karet, baju dan jas hujan. Pemberian insentif kepada penyadap yang memiliki produktivitas tinggi juga bisa memacu peningkatan produktivitas dari penyadap yang bersangkutan maupun penyadap lain.
51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Kegiatan
penyadapan
di
BKPH
Karangkobar
merupakan
pekerjaan
sampingan selain kegiatan di bidang usaha tani maupun peternakan. Pendapatan rata-rata yang diperoleh penyadap dari kegiatan penyadapan adalah Rp 417.394 per bulan. Pendapatan dari kegiatan tersebut memberikan kontribusi yang lebih besar dari pendapatan di luar penyadapan yaitu sebesar 67,61% dari pendapatan total penyadap. Kontribusi terbesar dari kegiatan penyadapan terdapat di RPH Kalibening sebesar 80,52% sedangkan yang terrendah berada di RPH Wanayasa sebesar 38,47%. 2. Faktor utama yang berpengaruh terhadap pendapatan penyadap adalah produksi getah yang dihasilkan tiap bulan dan umur tegakan yang disadap. Persamaan yang dapat digunakan untuk menduga pendapatan penyadap dari hasil analisi regresi adalah Y = 4933 + 1463 X10 + 1558 X13 dimana Y adalah pendapatan penyadap tiap bulan (Rp/bulan), X10 adalah produksi getah yang dapat dihasilkan penyadap per bulan (Kg/bulan) dan X13 adalah umur tegakan yang disadap (tahun). 3. Maka untuk memudahkan dalam mengoptimalkan produksi getah dalam kegiatan pengelolaan produksi getah pinus di buat persamaan untuk menduga pendapatan penyadap sebagai berikut : Y = -293063 + 8726X5 + 25882X6 + 4913X11 + 6484X13. Dimana Y adalah peubah tak bebas pendapatan, X5 adalah luas areal sadapan (Ha), X6 adalah hari kerja dalam sebulan (hari), X11 adalah jam kerja efektif per hari (jam) dan X13 adalah umur tegakan (tahun). 4. Tingkat partisipasi rata-rata masyarakat berdasarakan jumlah total tenaga kerja yang terlibat adalah 3,82%, berdasarkan jumlah jam kerja dalam sehari adalah 61,80% sedangkan berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 60,10%. Untuk mengetahui apakah ada korelasi antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya. Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dengan tingkat partisipasi berdasarkan jumlah jam kerja perhari dan jumlah hari kerja per bulan adalah 0,65 dan 0,861 hal ini berarti ada
52
hubungan antara pendapatan dengan tingkat partisipasi. Sedangkan nilai koefisien korelasi antara pendapatan dengan tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja adalah 0,182 atau bisa dikatakan tidak ada hubungan antara tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendapatan penyadap.
Saran 1. Untuk meningkatkan pendapatan penyadap perlu ditingkatkan produktivitas kerja penyadap karena pendapatan penyadap sangat ditentukan oleh jumlah getah yang dapat mereka peroleh dalam sebulan. Peningkatan produktivitas bisa dilakukan dengan menambah luas areal sadapan, meningkatkan kemampuaan penyadap dalam memanen pohon per hari maupun dengan menambah jumlah jam kerja dalam sehari dan jumlah hari kerja dalam sebulan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan maupun bimbingan dari mandor sadap. 2.
Untuk
meningkatkan
partsipasi
penyadap
dapat
dilakukan
dengan
memperhatikan kesejahteraan dari penyadap salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan tarif upah yang berlaku dan memberikan pelatihan kepada penyadap sehingga mampu meningkatkan kualitas penyadapan.
53
DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1996. Kajian Teknis Ekonomis Pengolahan Gondorukem dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah (Studi Kasus di PGT Paninggaran dan PGT Cimanggu). Kerjasama Litbang Kehutanan dengan Universitas Sebelas Maret. Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. 2005a. Kabupaten Banjarnegara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. Banjarnegara.
Dalam Angka. Banjarnegara.
Badan
Pusat
. 2005b. Kecamatan Banjarmangu Statistik Kabupaten Banjarnegara.
Dalam Angka. Banjarnegara.
Badan
Pusat
. 2005c. Kecamatan Kalibening Statistik Kabupaten Banjarnegara.
Dalam Angka. Banjarnegara.
Badan
Pusat
. 2005d. Kecamatan Karangkobar Statistik Kabupaten Banjarnegara.
Dalam Angka. Banjarnegara.
Badan
Pusat
. 2005e. Kecamatan Madukara Statistik Kabupaten Banjarnegara.
Dalam Angka. Banjarnegara.
Badan
Pusat
. 2005f. Kecamatan Wanayasa Statistik Kabupaten Banjarnegara.
Bishop,C.E dan W.D Toussaint. 1979.Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Penerbit Mutiara. Jakarta. Hutagalung, E.L. 1998. Analisis Sumber-Sumber dan Tingkat Pendapatan Keluarga Penyadap dan Pengaruhnya Terhadap Partisipasi Masyarakat Pada Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Perum Perhutani (Studi Kasus di RPH Genteng BKPH Manglayang Timur dan RPH Pajagan BKPH Cadasngampar KPH Sumedang). Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
54
Kartasubrata, J. 1986. Partisipasi Rakyat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Kasmudjo. 1992. Usaha Stimulan pada Penyadapan Getah Pinus. Duta Rimba No. 149/XVII. Jakarta. Mirov, N.T. 1967. The Genus Pinus. The Ronald Press Company. New York. Prahasto, H. 1988. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Pesanggem terhadap Pendapatannya. Duta Rimba No.91-92/XIV. Jakarta. Prosea. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Yayasan Prosea. Bogor. Purwandari, Sri. 2002. Analisis Pendapatan Penyadap Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Soejono, S. Manfaat Ekonomi dan Sosial Penyadapan Getah Pinus Bagi Perusahaan Kehutanan Negara. Duta Rimba No 149-150. Jakarta. Walpole, Ronald.E. Pengantar Statistik Edisi ke 3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
55
56
Lampiran 1. Rekapitulasi Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Penyadap dari Sektor sadapan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Y 650000 650000 400000 400000 407500 489000 489000 489000 815000 487500 200625 561750 600000 200625 397000 238200 635200 605625 445740 199250 400000 408000 385600 400000 456000 800000 403750 605625
X1 53 30 31 28 50 45 50 51 45 42 46 41 30 49 28 21 28 25 34 35 27 25 24 43 24 25 25 30
X2 SD SD SD SD
SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD
X3 20 4 2 3 30 15 30 35 10 14 25 20 6 12 10 1 20 3 9 13 3 3 3 20 3 3 4 5
X4 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
X5 1.25 1 2 1 3 3 1 3 1 2 2 2 2.5 1.5 3 5 3 4 2.5 1 2 1.5 2.1 1.5 2 3.5 2.5 2.5
X6 20 28 21 21 21 21 21 28 21 21 15 19 21 15 19 18 21 21 19 15 20 21 21 21 21 28 20 20
X7 2.5 3.5 2 0.5 1 3 1.5 0.5 1.5 2 2 6 4 4 4 3 3 4 4 4 4 1 1 1 4 1 1 5
X8 11 11 6 6 12 12 12 12 12 11 7 7 6 7 4 4 4 9 9 5 6 6 6 6 6 6 9 9
X9 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
X10 400 400 250 250 250 300 300 300 500 300 125 350 375 125 250 150 400 375 276 125 250 255 241 250 285 500 250 375
X11 6 7 6 6 6 6 6 6 6 6 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 5 6 6 5
X12 15 15 15 15 15 15 15 15 10 10 30 10 10 30 15 30 15 10 15 30 15 15 15 15 15 30 15 15
X13 35 35 17 17 18 18 29 29 38 30 20 36 37 16 35 22 35 33 33 14 29 29 29 29 29 29 30 30
X14 100 70 100 150 150 100 100 120 75 70 100 70 75 100 70 100 70 70 70 110 100 100 100 100 110 150 100 100
X15 25 25 25 25 20 20 20 20 20 20 20 20 20 21 15 15 15 20 20 15 20 20 20 20 20 20 20 20
X16 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 <1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000
X17 latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol
X18 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000
X19 socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas
X20 dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi
56
57
NO 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
Y 201875 403750 397000 198500 595500 198500 200625 601875 200625 401250 200625 405000 243000 243000 486000 405000 406250 487500 609375 960000 304000 600000 400000 400000 478200 398500 637600 438350 160500
X1 29 32 40 38 31 30 34 28 25 47 49 33 28 40 48 40 40 40 45 50 40 30 31 25 50 40 45 45 48
X2 SD SD SD SD SD SD SD SD SD
SD SD SD SD SD SD
SD SD SD SD SD
X3 2 5 2 8 3 3 8 6 3 21 25 13 8 15 25 15 15 16 25 30 14 8 11 2 25 15 20 20 25
X4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X5 2.5 3 2.8 2 1.3 1 3.1 2.5 3 3.5 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3.5 1 2.5 2.5 2.5 3 3 3 2.5 1
X6 18 19 20 15 22 15 15 21 15 20 18 20 15 15 21 21 20 21 21 28 18 22 21 21 21 19 28 20 10
X7 1 1 3 1 1 0.5 2 4 2 2 1 2 1.5 1.5 4 4 4 5 6 6 6 4 4 4 5 5 3.5 3.5 1
X8 9 9 4 4 4 4 7 7 7 7 7 10 10 10 10 10 11 11 11 6 6 6 6 6 5 5 5 5 7
X9 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 15
X10 125 250 250 125 375 125 125 375 125 250 125 250 150 150 300 250 250 300 375 600 190 375 250 250 300 250 400 275 100
X11 6 6 5 5 6 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 5 5 5 5 5 4
X12 30 15 15 15 10 30 30 10 30 30 15 15 30 30 15 15 15 15 10 15 15 10 15 15 15 15 15 15 30
X13 30 30 24 24 24 24 18 18 18 18 18 13 13 13 13 13 32 32 32 31 31 31 31 31 16 16 16 16 13
X14 70 90 400 70 110 70 70 110 70 100 100 110 80 80 120 100 100 110 120 110 60 100 100 100 100 100 110 100 90
X15 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 15 15 15 15 15 20 20 20 20 20 20 20 20 15 15 15 15 15
X16 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000
X17 latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol
X18 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000
X19 socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas
X20 dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi
57
58
NO 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
Y 240750 401250 601875 401250 446320 446320 256000 160000 557900 398500 302860 198500 238200 441375 573840 583200 405000 405000 243000 478200 510080 256000 190560 190560
X1 40 40 45 29 28 30 46 47 45 35 35 28 29 31 42 32 30 31 32 31 40 39 25 27
X2 SD SD SD SD SD SD
SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD
SD SD
X3 15 15 21 6 6 6 21 21 22 12 12 7 7 7 15 8 6 6 6 8 15 15 2 2
X4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X5 1 1.5 2 2 2 2 1 1 2.5 2.5 1.5 1.5 1.5 2 2.5 3 2 1.5 1.5 2 2 1.5 2 2
X6 15 20 21 21 21 21 15 10 21 21 18 15 15 21 28 28 20 20 15 15 10 15 15 15
X7 1 1 1 1 1 1 1 1 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2 1.5 2 1 3 0.5 1.5 2 2 2
X8 7 7 7 7 5 5 6 6 5 5 5 4 4 7 5 10 10 10 10 5 5 6 4 4
X9 15 10 10 10 10 10 10 15 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 15 15 15 15
X10 150 250 375 250 280 280 160 100 350 250 190 125 150 275 360 360 250 250 150 150 100 160 120 120
X11 4 8 6 6 6 6 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4
X12 15 15 15 15 15 15 15 30 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 30 15 15 15
X13 13 36 36 29 22 22 20 20 35 35 17 17 17 31 29 29 29 29 29 29 29 29 13 13
X14 90 70 75 100 110 110 100 100 75 70 110 110 110 60 110 110 100 100 100 100 100 100 100 100
X15 15 20 20 20 20 20 20 20 15 15 20 20 20 20 20 20 20 20 20 15 15 5 20 20
X16 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000 ≥1000
X17 latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol latosol
X18 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000 2500-4000
X19 socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas socepas
X20 dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi dijarangi
58
59
Keterangan : Y : Pendapatan penyadap dari kegiatan penyadapan ( Rp/bulan) X1 : Umur penyadap (Tahun) X2 : Pendidikan X3 : Lama menjadi penyadap (Tahun) X4 : Jumlah keluarga yang terlibat dalam kegiatan penyadapan (Orang) X5 : Luas areal sadapan (Hektar) X6 : Hari kerja dalam sebulan (Hari) X7 : Jarak rumah ke blok sadapan (Km) X8 : Jarak blok sadapan ke TPG (Km) X9 : Jangka waktu pemungutan getah (Hari) X10 : Produksi getah dalam sebulan (Kg) X11 : Jam kerja efektif per hari X12 : Jangka waktu pengumpulan getah (Hari) X13 : Umur tegakan (Tahun) X14 : Jumlah pohon yang dapat disadap (Pohon/hari) X15 : Kemiringan lapangan (Derajat) X16 : Ketinggian blok sadapan (mdpl) X17 : Jenis tanah X18 : Curah hujan (mm/th) X19 : Penggunaan larutan asam
60
Lampiran 2. Perbandingan Antara Jumlah Penyadap dengan Jumlah Tenaga Kerja Laki-laki tiap Wilayah Kerja Mandor Sadap No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Jumlah Penyadap 73 56 50 63 63 43 59 45 27 29 13 17 12 21 20 10 20 14 12 49 33 29 52 65 16 42 18 38 33
Tenaga kerja 2085 1020 1054 1305 1438 1135 782 774 666 577 562 555 669 499 866 738 460 445 534 757 951 703 2169 1418 745 1002 615 1066 788
Partisipasi 3.501199041 5.490196078 4.743833017 4.827586207 4.38108484 3.788546256 7.544757033 5.813953488 4.054054054 5.025996534 2.31316726 3.063063063 1.793721973 4.208416834 2.309468822 1.35501355 4.347826087 3.146067416 2.247191011 6.472919419 3.470031546 4.125177809 2.397418165 4.583921016 2.147651007 4.191616766 2.926829268 3.564727955 4.187817259
Pendapatan 525000 537900 487500 454125 200625 423466.67 416871.67 474933.33 403750 347375 321000 356400 501041.67 532800 488162.5 200625 501562.5 401250 446320 446320 208000 478200 302860 218350 441375 573840 409050 414760 190560
61
Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data dengan Minitab 13.3 For Window Regression Analysis: PENDAPATAN versus X1, X2, ...
The regression equation is PENDAPATAN = - 41556 + 705 X1 - 14504 X2 - 1048 X3 + 10505 X4 + 7642 X5 - 4560 X6 - 2313 X7 - 197 X8 + 5180 X9 + 1598 X10 + 7393 X11 + 326 X12 + 1972 X13 + 74 X14 - 2011 X15 - 2636 X16 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16
Coef -41556 705 -14504 -1048 10505 7642 -4560 -2313 -197 5180 1597.6 7393 326 1971.8 74.4 -2011 -2636
S = 46159
SE Coef 121225 1526 20819 1825 23968 8567 2838 4397 2587 4991 106.9 9756 1066 862.1 155.1 2319 13587
R-Sq = 93.8%
T -0.34 0.46 -0.70 -0.57 0.44 0.89 -1.61 -0.53 -0.08 1.04 14.94 0.76 0.31 2.29 0.48 -0.87 -0.19
P 0.733 0.646 0.489 0.568 0.663 0.376 0.113 0.601 0.940 0.303 0.000 0.451 0.761 0.026 0.633 0.389 0.847
R-Sq(adj) = 92.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
DF SS MS 16 2.06337E+12 1.28961E+11 64 1.36360E+11 2130618245 80 2.19973E+12
F 60.53
P 0.000
Seq SS 29903900443 6454312773 17609039984 2.11850E+11 72881236150 9.52785E+11 79440251679 6320734723 9733768301 6.61615E+11 2006601153 12862020 10495118315 510133468 1676152651 80204774
Unusual Observations Obs X1 PENDAPAT 31 40.0 397000 2.24RX 77 31.0 478200 4.65R 78 40.0 510080 6.40R
Fit 432933
SE Fit 43281
Residual -35933
280411
17943
197789
257925
24022
252155
St Resid -
62
79 2.64R
39.0
256000
340330
33344
-84330
-
R denotes an observation with a large standardized residual X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: PENDAPATAN versus X10, X13 The regression equation is PENDAPATAN = 4993 + 1463 X10 + 1558 X13 Predictor Constant X10 X13
Coef 4993 1462.71 1558.2
S = 45314
SE Coef 17818 56.15 762.9
R-Sq = 92.7%
T 0.28 26.05 2.04
P 0.780 0.000 0.044
R-Sq(adj) = 92.5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X10 X13
DF SS MS 2 2.03957E+12 1.01978E+12 78 1.60165E+11 2053397179 80 2.19973E+12
F 496.63
P 0.000
DF Seq SS 1 2.03100E+12 1 8565215624
Unusual Observations Obs X10 PENDAPAT 48 600 960000 X 77 150 478200 4.71R 78 100 510080 7.16R
Fit 930925
SE Fit 18199
Residual 29075
269587
9358
208613
196451
11716
313629
R denotes an observation with a large standardized residual X denotes an observation whose X value gives it large influence.
St Resid 0.70
63
Regression Analysis: PENDAPATAN versus X5, X6, X11, X13
The regression equation is PENDAPATAN = - 293062 + 8726 X5 + 25882 X6 + 4913 X11 + 6484 X13 Predictor Constant X5 X6 X11 X13
Coef -293062 8726 25882 4913 6484
S = 100872
SE Coef 81525 15013 4100 18476 1644
R-Sq = 64.8%
T -3.59 0.58 6.31 0.27 3.94
P 0.001 0.563 0.000 0.791 0.000
R-Sq(adj) = 63.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X5 X6 X11 X13
DF SS MS 4 1.42642E+12 3.56604E+11 76 7.73319E+11 10175247049 80 2.19973E+12
F 35.05
P 0.000
DF Seq SS 1 97025110733 1 1.16166E+12 1 9556695243 1 1.58177E+11
Unusual Observations Obs X5 PENDAPAT 9 1.00 815000 2.88R 29 2.50 201875 2.22R 48 3.50 960000 2.76R 59 1.50 401250 X 78 2.00 510080 3.38R
Fit 535054
SE Fit 27134
Residual 279946
418626
25159
-216751
692659
28488
267341
510393
49205
-109143
190895
35252
319185
R denotes an observation with a large standardized residual X denotes an observation whose X value gives it large influence.
St Resid
-
-1.24
64
Lampiran 4. Pendapatan Penyadap dari Sektor Sadapan dan di Luar Sektor Sadapan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Sadapan 650000 650000 400000 400000 407500 489000 489000 489000 815000 487500 200625 561750 600000 200625 397000 238200 635200 605625 445740 199250 400000 408000 385600 400000 456000 800000 403750 605625 201875 403750 397000 198500 595500 198500 200625 601875 200625 401250 200625 405000
Pendapatan (Rp/bulan) Non sadapan Total 500000 1150000 350000 1000000 303000 703000 200000 600000 180000 587500 350000 839000 0 489000 193750 682750 0 815000 200000 687500 85000 285625 125000 686750 334000 934000 215000 415625 105000 502000 100000 338200 127500 762700 155000 760625 153000 598740 150000 349250 330000 730000 130500 538500 127500 513100 103500 503500 283000 739000 0 800000 51000 454750 350000 955625 157500 359375 125000 528750 50000 447000 83000 281500 0 595500 102000 300500 166000 366625 0 601875 37000 237625 55000 456250 24500 225125 166000 571000
kontibusi 56,52 65 56,90 66,67 69,36 58,28 100 71,62 100 70,91 70,24 81,80 64,24 48,27 79,08 70,43 83,28 79,62 74,45 57,05 54,79 75,77 75,15 79,44 61,71 100 88,78 63,37 56,17 76,36 88,81 70.,52 100 66,06 54,72 100 84,43 87,95 89,12 70,93
65
No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
Sadapan 243000 243000 486000 405000 406250 487500 609375 960000 304000 600000 400000 400000 478200 398500 637600 438350 160500 240750 401250 601875 401250 446320 446320 256000 160000 557900 398500 302860 198500 238200 441375 573840 583200 405000 405000 243000 478200 510080 256000 190560 190560
Pendapatan (Rp/bulan) Non sadapan 50000 81600 108000 126900 170000 135000 0 0 37900 0 150000 70000 82800 136000 0 166000 50000 63000 150000 0 200000 150000 75000 50000 90000 0 58000 50000 100000 74500 130600 0 0 190000 196000 150000 600000 850000 500000 350000 300000
Total 293000 324600 594000 531900 576250 622500 609375 960000 341900 600000 550000 470000 561000 534500 637600 604350 210500 303750 551250 601875 601250 596320 521320 306000 250000 557900 456500 352860 298500 312700 571975 573840 583200 595000 601000 393000 1078200 1360080 756000 540560 490560
Kontibusi 82,94 74,86 81,82 76,14 70,50 78,31 100 100 88,91 100 72,73 85,11 85,24 74,56 100 72,53 76,25 79,26 72,80 100 66,74 74,85 85,61 83,66 64 100 87,29 85,83 66,50 76,17 77,17 100 100 68,07 67,39 61,83 44,35 37,50 33,86 35,25 38,85