i
PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA PENYADAPAN GETAH Pinus merkusii, Pinus oocarpa, DAN Pinus insularis DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
EHARAPENTA TARIGAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ii
PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA PENYADAPAN GETAH Pinus merkusii, Pinus oocarpa, DAN Pinus insularis DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
EHARAPENTA TARIGAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iii
RINGKASAN Eharapenta Tarigan. E14080029. Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Salah satu diantaranya adalah pohon pinus. Pohon pinus dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, selain itu pohon pinus juga menghasilkan getah yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terdapat 3 jenis pinus yang berbeda yaitu P. merkusii, P. oocarpa, dan P. insularis. Cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus adalah dengan melakukan penyempurnaan penyadapan dan penggunaan stimulansia yang optimal. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat produktivitas getah pinus yang sudah diketahui adalah P. merkusii yang telah menggunakan stimulansia ETRAT. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian mengenai penggunaan stimulansia ETRAT terhadap produktivitas getah pinus khususnya P. oocarpa dan P. insularis. Penelitian ini menggunakan 40 pohon untuk masing-masing jenis pinus, 20 pohon digunakan sebagai kontrol (tanpa stimulansia) dan 20 pohon lainnya menggunakan stimulansia. Periode pengambilan getah dilakukan 3 hari sekali dengan total pengamatan sebanyak 15 kali. Hasil pengamatan ditimbang menggunakan timbangan digital. Berdasarkan penelitian, rata-rata produktivitas tertinggi adalah P. merkusii yang menggunakan ETRAT sebesar 19,93 gram/quarre/hari diikuti oleh P. oocarpa dan P. insularis dengan nilai masing-masing sebesar 19,29 gram/quarre/hari dan 14,95 gram/quarre/hari. Persentase peningkatan getah setelah menggunakan stimulansia ETRAT pada P. merkusii sebesar 117,81%, P. oocarpa 62,85% dan P. insularis sebesar 76,19%. Penggunaan stimulansia ETRAT menghasilkan nilai tambah produktivitas penyadapan sebesar Rp 76,85/quarre/hari untuk P. merkusii, Rp 51,73/quarre/hari untuk P. oocarpa, dan Rp 48,8/quarre/hari untuk P. insularis. Penggunaan stimulansia ETRAT memberikan pengaruh produktivitas getah pinus pada ketiga jenis pinus. Berdasarkan Uji Duncan, perlakuan pemberian stimulanisa ETRAT pada P. oocarpa tidak berbeda nyata terhadap P. merkusii dan P. insularis. Pemberian stimulansia ETRAT memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah P. merkusii dan P. insularis. Kata Kunci : Jenis pinus, produktivitas getah pinus, stimulansia ETRAT.
iv
SUMMARY Eharapenta Tarigan. E14080029. The Use of Stimulant ETRAT for Pine Resin Tapping at Pinus merkusii, Pinus oocarpa and Pinus insularis in Gunung Walat University Forest. Under Supervision of GUNAWAN SANTOSA Indonesia has the level of biodiversity that is high enough. One of them is pine tree. Pine trees can be used as a timber, but it also produce resin that can be processed into Gumrosin and turpentine. In Gunung Walat University Forest has 3 species kind of pine are P. merkusii, P. oocarpa, and P. insularis. Pine tapping productivity can methode by increase tapping technique and optimally at using stimulant. In Gunung Walat University Forest only pine tapping productivity from P. merkusii had be knowing. Therefore, it is necessary to research about productivity Pine resin the use of stimulant ETRAT especially P. oocarpa and P. insularis. The research uses 40 trees for each species of pine, 20 trees are used as control (without the stimulant) and 20 other trees using stimulant. The periode treatments resin collecting once 3 days with total observation as many 15 times. The observation weighed use scales digital. Based on this research, the highest average productivity is P. merkusii the use of stimulant ETRAT treatment that is 19,93 grams/quarre/day, followed by P. oocarpa and P. insularis with respective 19,29 grams/quarre/day and 14,95 grams/quarre/day. The percentage of increase in the resin after using stimulant ETRAT on P. merkusii that is equal 117,81%, 62,85% for P. oocarpa and 76,19% for P. insularis. The use of stimulant ETRAT value-added productivity of the pine resin tapping amound Rp 76,85/quarre/day for P. merkusii, Rp 51,73/quarre/day for P. oocarpa, and Rp 48,8/quarre/day for P. insularis. The use of stimulant ETRAT influence productivity of pine tapping all three species of pine. Based on Duncan test, the treatment of stimulant ETRAT on P. oocarpa is no diffrent to P. merkusii and P. insularis. The use of stimulant ETRAT influence research showed productivity the tapping P. merkusii with P. insularis. Keywords : Species of pine, productivity of pine resin, stimulant ETRAT.
v
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Nama
: Eharapenta Tarigan
NRP
: E14080029
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS NIP. 19641102 198803 1 002
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
Eharapenta Tarigan NIM E14080029
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Munte, Sumatera Utara pada tanggal 12 Juni 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Tempoh Tarigan dengan Ibunda Teramin br Perangin angin. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 040506 Munte, Kabupaten Karo pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Swasta Bunda Mulia di Saribudolok pada tahun 2002 sampai pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Swasta Van Duynhoven di Saribudolok pada tahun 2005 sampai pada tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selain kegiatan akademis, penulis juga aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staff Departemen Kewirausahaan Badan Eksekutif Fakultas Kehutanan (2009-2010). Pada tahun yang sama penulis juga aktif di UKM KEMAKI (Keluaga Mahasiswa Katolik IPB) di Divisi Kerohanian. Selain aktif di dalam kampus, penulis juga aktif di luar kampus yaitu sebagai Wakil Sekretaris Jendral di PMKRI Cab. Bogor (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) pada tahun 2011-2012. Selama menempuh pendidikan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Barat dan Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah, serta melakukan magang di Litbang Kehutanan Bogor (KOFFCO SYSTEM). Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut
Pertanian
Bogor,
penulis
menyelesaikan
skripsi
dengan
judul
“Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS.
viii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan yang tak berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat”, yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2012. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan program mayor minor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwasannya skripsi yang tentunya didasarkan pada sudut pandang dan bekal pengetahuan yang penulis miliki ini masih jauh dari sempurna. Keluasan sudut pandang dan pengetahuan yang pembaca miliki akan sangat bermanfaat untuk kritik dan saran sehingga membantu menyempurnakan tulisan ini. Semoga skripsi ini berfungsi dan memberikan manfaat sebagaimana yang seharusnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2012
Eharapenta Tarigan
ix
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini: 1.
Ayahanda Tempoh Tarigan dan Ibunda tersayang Teramin br Perangin angin serta kakak Salsalinaita br Tarigan dan adik Salvionita br Tarigan yang telah memberikan inspirasi, dorongan moral dan material, rasa kasih sayang dan doanya kepada penulis.
2.
Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS. selaku dosen pembimbing serta atas arahan, nasehat, dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
3.
Dr. Lina Karlinasari, S. Hut, MSc F. Trop. selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Teknologi Hasil Hutan yang telah memberikan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
4.
Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc. selaku ketua sidang dalam ujian komprehensif yang telah memberikan saran terkait penulisan karya ilmiah ini.
5.
Seluruh karyawan Hutan Pendidikan Gunung Walat yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
6.
Lili, Suspendi dan Uus Suhendar, S.Pd yang telah membantu dalam proses pengambilan data.
7.
Ika Nugraha Darmastuti, S.Hut yang telah membantu dan memberikan semangat dalam peneltian.
8.
Teman-teman satu bimbingan penelitian Linda Lestari, Nani Wahyuni, Nidya Bela dan M. Zainur yang selalu memberikan semangat, bantuan dan dukungan dalam penelitian.
9.
Semua teman-teman seperjuangan Manajemen Hutan dan FAHUTAN angkatan 45 yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungannya.
10. Dwi Oki Pramudya dan Muhammad Riza Abdillah atas segala dukungan dan pengorbanan serta keceriaan persahabatan yang diberikan selama ini. 11. Keluarga besar Nirvana atas kebersamaan, semangat, dan dukungan moral yang diberikan selama penulis tinggal di Nirvana. 12. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2 1.3 Tujuan................................................................................................. 2 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)..................................... 4 2.2 Penyebaran Pinus di Asia Tenggara .................................................... 4 2.3 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus merkusii ......................................... 5 2.4 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus oocarpa ......................................... 6 2.5 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus insularis ........................................ 8 2.6 Struktur Anatomi Kayu Konifer .......................................................... 11 2.7 Pinus Sebagai Penghasil Getah dan Mekanisme Pembentukan Getah .................................................................................................. 12 2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus ................... 13 2.9 Stimulansia dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ..................................... 14 2.10 Penyadapan Getah Pinus ................................................................... 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ............................................................................... 16 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 16 3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 16 3.3.1 Metode pengumpulan data sekunder ............................................ 16 3.3.2 Metode pengumpulan data primer ............................................... 16 3.4 Rancangan Percobaan ......................................................................... 18 3.5 Analisis Data ...................................................................................... 19 3.5.1 Analisis pengaruh masing-masing perlakuan ............................... 19 3.5.2 Analisis biaya penerapan stimulanisa .......................................... 20
ii
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat ........................................... 22 4.2 Letak dan Luas Areal .......................................................................... 23 4.3 Topografi dan Iklim ............................................................................ 24 4.4 Tanah dan Hidrologi ........................................................................... 24 4.5 Vegetasi ............................................................................................. 24 4.6 Penduduk............................................................................................ 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian ................................................... 26 5.2 Produktivitas Getah Pinus dengan Metode Quarre Menggunakan Stimulansia ETRAT 1240 ............................................ 27 5.3 Pengaruh Stimulansia terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus ........................................................................................ 34 5.4 Analisis Biaya Penggunaan Stimulansia.............................................. 35 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 37 6.2 Saran .................................................................................................. 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 38 LAMPIRAN ................................................................................................. 41
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara ............ 5 2. Klasifikasi umum P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis....................... 10 3. Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood) ............................................... 12 4. Bagan rancangan percobaan ..................................................................... 18 5. Analisis of Variance (ANOVA) ................................................................ 19 6. Produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (gram/quarre/hari).......................................................................... 29 7. Analisis ragam pengaruh pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap produktivitas pada ketiga jenis pinus (gram/quarre/hari) ............ 35 8. Hasil Uji Duncan pengaruh pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan pada ketiga jenis pinus ..................................... 35 9. Analisis biaya stimulansia ........................................................................ 36
iv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. (a) Batang P. merkusii ............................................................................. 6 (b) buah dan daun P. merkusii ................................................................. 6 2. (a) Batang P. oocarpa.............................................................................. 8 (b) buah dan daun P. oocarpa ................................................................... 8 3. (a) Batang P. insularis ............................................................................. 9 (b) buah dan daun P. insularis .................................................................. 9 4. Sketsa lokasi HPGW ................................................................................. 23 5. Tempat lokasi penelitian di Blok Cikatomas.............................................. 26 6. Pohon (a) P. merkusii, (b) P. oocarpa, (c) P. insularis .............................. 27 7. Grafik kecendrungan produktivitas rata-rata getah pinus menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen) ................................................................................. 30 8. Grafik kecendrungan produktivitas rata-rata getah pinus tanpa menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen) ................................................................................. 32 9. Kondisi getah pinus pada masing-masing jenis pinus ................................ 33
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mempunyai manfaat penting bagi kehidupan, yaitu adanya hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia dan memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki nilai yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan nilai kayu yang sampai saat ini masih dianggap sebagai produk utama. Hasil Hutan Bukan Kayu penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan hutan, salah satunya dengan memanfaatkan HHBK berupa getah pinus. Getah pinus sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu yang penting dalam bidang kehutanan serta memberikan manfaat bagi industri. Berdasarkan FAO (2010), Indonesia memiliki urutan terbesar kedua dalam perdagangan getah pinus internasional. Produksi getah dari Cina sebesar 430.000 ton (60% dari total produksi di dunia) sedangkan Indonesia menghasilkan 69.000 ton (10% dari total produksi di dunia). Menurut data Perhutani (2006), getah pinus merupakan salah satu komoditi yang memiliki jumlah permintaan tinggi baik di pasar lokal maupun internasional dimana 80% produksinya dialokasikan untuk kebutuhan ekspor. Pada saat ini sumber getah pinus didominasi oleh jenis Pinus merkusii. Selain dari jenis P. merkusii masih ada jenis pinus lain yang getahnya bisa dimanfaatkan, beberapa diantaranya adalah Pinus oocarpa dan Pinus insularis. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pemanfaatan getah P. oocarpa dan P. insularis masih kurang optimal hal ini dimungkinkan akibat kualitas dan kuantitas getah yang dihasilkan lebih sedikit dari P. merkusii. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas getah P. oocarpa dan P. insularis dengan cara memberikan stimulansia.
2
Stimulansia merupakan zat yang diberikan kepada pohon pinus untuk mempercepat dan memperbanyak produksi getah. Namun, stimulansia dikenal sebagai cairan berbahan keras yaitu asam sulfat yang tidak ramah lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan penyadap getah. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh yang lebih ramah lingkungan dan akan memberikan produktivitas getah yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan stimulansia anorganik.
1.2 Rumusan Masalah Getah pinus merupakan hasil hutan yang penting untuk memenuhi kebutuhan industri. Seiring dengan pertumbuhan industri yang semakin pesat, permintaan getah pinus di Indonesia dan di dunia semakin meningkat. Selama ini, jenis getah yang dimanfaatkan hanya berasal dari jenis P. merkusii padahal masih ada jenis-jenis pinus lain yang getahnya bisa dimanfaatkan antara lain jenis P. oocarpa dan P. insularis. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus adalah dengan memberikan stimulansia. Stimulansia yang digunakan adalah stimulansia organik demi kelestarian dan keselamatan kerja penyadap serta peningkatan produktivitas getah yang lebih tinggi.
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji pengaruh penggunaan stimulansia ETRAT terhadap produktivitas getah P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis. 2. Menghitung nilai tambah produktivitas penyadapan getah P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis setelah penggunaan stimulansia ETRAT.
3
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan informasi tentang produktivitas getah pinus khususnya P. oocarpa dan P. insularis yang telah menggunakan stimulansia ETRAT. Bagi pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan bahan pertimbangan untuk memanfaatkan getah P. oocarpa dan P. insularis. Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan mampu berguna sebagai acuan dan informasi dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan suatu kasus nyata yang terkait atau lainnya.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan. Salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu semua hasil hutan baik berupa makhluk hidup nabati (kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar) dan hewani, maupun jasa dari kawasan hutan. Departemen Kehutanan (1991) menyatakan bahwa HHBK yang sudah dimanfaatkan sekitar 90 jenis, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang sudah dikenal dalam perdagangan baik di dalam maupun diluar negeri, antara lain jenis tanaman dan kelompok tumbuhan tak berkayu, resin dan bahan karet, minyak atsiri dan lain-lain.
2.2. Penyebaran Pinus di Asia Tenggara Pinus berasal dari era Mesozoic dimana fosilnya pertama kali ditemukan pada periode Jura yaitu sekitar 160-190 juta tahun yang lalu. Menurut Mirov (1964), pinus yang terdiri dari seratus jenis tersebar di beberapa kawasan di dunia, antara lain kawasan Amerika Utara, kawasan Artik, kawasan Eropa Barat, kawasan Asia Tenggara mencakup dareah China bagian selatan, semenanjung Indocina, Burma, Thailand, India bagian timur laut, Pilipina (Pulau Luzon bagian utara dan Mindoro), Kamboja,Vietnam dan Indonesia (Sumatera). Jenis pinus yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara Jenis Pinus Pinus armandi Pinus dalatensis Pinus fenzeliana Pinus kwangtungensis Pinus griffithii Pinus roxburghii Pinus massoniana Pinus merkusii Pinus yunnanensis Pinus insularis
Daerah Penyebaran Barat laut Burma, Jepang selatan Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya Pulau Hanian Propinsi Kwangtang, Thailand Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya Pegunungan Himalaya bagian barat Asia Timur, Indocina bagian barat daya Vietnam, Sumatera, Pilipina Propinsi Yunan Pulau Luzon bagian utara
Sumber : Mirov (1964)
2.3 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus merkusii Pinus merkusii Junght. Et de Vriese, memiliki nama lokal tusam yang tergolong kedalam famili Pinaceae. P. merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra) dan Filipina (Pulau Luzon dan Mindoro). Tersebar pada 23°LU2°LS. Pinus ini dapat tumbuh pada ketinggian 301800 mdpl pada berbagai tipe tanah dan iklim dengan suhu tahunan rata-rata 19°28°C (Departemen Kehutanan, 2001). Deskripsi botani tanaman P. merkusii di Departemen Kehutanan menyatakan pohon pinus memiliki batang lurus, silindris. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Tegakan dapat mencapai tinggi 45 meter dengan diameter sampai 140 cm. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap dan alur mengarah ke dalam. Satu fasikel terdapat 2 helai daun dengan panjang 1625 cm. Buah P. merkusii berbentuk kerucut, silindris, panjang 510 cm, lebar 24 cm. Menurut Siregar (2000), jenis P. merkusii memiliki bentuk batang bulat, lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna coklat kuning muda dan memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 2535 m dengan tajuk bundar. Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian bervariasi antara 2002000 mdpl dan dapat tumbuh
6
dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan 15004000 mm/th. Jenis P. merkusii dapat tumbuh pada tempat kering maupun basah dengan iklim panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada daerah yang memiliki curah hujan sepanjang tahun. Kayu pinus berwarna coklatkuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV.
(a)
(b)
Gambar 1 (a) Batang P. merkusii, (b) buah dan daun P. merkusii.
2.4 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus oocarpa Pinus oocarpa atau biasa disebut dengan karpa adalah salah satu jenis tanaman berasal dari Amerika Utara, penyebaran dari Meksiko Utara hingga Nicaragua Selatan. Menurut Velasques, et al., (2000) dalam Waluyo (2009). Sebaran alami terluas di Amerika Tengah (Nicaragua, Honduras, El Savador, Guatemala dan Meksiko) terletak pada 12° LU28° LU, ketinggian 2502.400 mdpl. Karpa juga telah ditanam di wilayah tropis dan Subtropis (Australia) antara 20° LU dan 30° LS, Lamprecht (1989) dalam Waluyo (2009) dan di Nigeria pada ketinggian 600 mdpl, Otegbeye(1991) dalam Waluyo (2009). Menurut Romero and Olivares (2003) dalam Waluyo (2009), di Mexico P. oocarpa merupakan jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi cukup tinggi, kayunya sebagai bahan baku industri penggergajian dan kayu bakar, sedangkan di negara bagian Michoacan dimanfaatkan produk resinnya. Salah satu tempat tumbuhnya P. oocarpa di Indonesia adalah di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
7
wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat terletak 106˚48’27”BT sampai 106˚50’29”BT dan -6˚54’23”LS sampai -6˚55’35”LS. Penyebaran P. oocarpa di HPGW tidak merata. P. oocarpa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah granit, vulkanik dan tanah berkapur. P. oocarpa dapat tumbuh pada lereng yang curam dalam keadaaan tanah yang berdrainase baik. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah berpasir (CABI, 2002). Jenis P. oocarpa memiliki bentuk batang bulat, lurus, bersisik, kulitnya pecah-pecah dan tampak seperti mengelupas serta berwarna coklat tua. Jenis pinus ini dapat tumbuh dengan tinggi 45 meter dan dbh mencapai 1 meter . Satu fasikel daun P. oocarpa terdapat 5 helai daun namun kadang-kadang bisa hanya 3 atau 4 helai daun saja dengan panjang 2025 cm. Bentuk buah P. oocarpa adalah berbentuk oval dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah yang kering dengan curah hujan antara 500-1500 mm per tahun dengan suhu berkisar antara 26°32°C. Pada masa musim kering, pinus ini dapat bertahan selama 6 bulan. P. oocarpa akan mengalami pertumbuhan yang baik dengan curah hujan yang lebih tinggi. P. oocarpa dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 200-2500 mdpl, tetapi akan mengalami pertumbuhan terbaik pada iklim tropis dengan ketinggian 1500 mdpl (CABI, 2002). Gambaran umum iklim yang cocok untuk P. oocarpa dalam CABI (2002) antara lain : 1. Ketinggian tempat tumbuh
: 250-2500 mdpl
2. Curah hujan
: 700-3000 mm/tahun
3. Musim kering
: 0-6 Bulan
4. Suhu rata-rata
: 13-27°C
5. Suhu maksimum pada musim kering
: 21-34°C
6. Suhu maksimum pada musim dingin
: 7-20°C
7. Suhu minimum
: > 0°C
8
(a)
(b)
Gambar 2 (a) Batang P. oocarpa, (b) buah dan daun P. oocarpa. 2.5 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus insularis Pinus insularis atau sering disebut Pinus khasya termasuk kedalam famili Pinaceae. P. insularis banyak tersebar didaerah pegunungan pulau Luzon Filipina dan pegunungan Zambades. Kayu pohon ini memiliki pohon yang ramping, lurus, dengan tinggi dapat mencapai hingga 60 meter, diameternya hingga 1 meter. Pinus ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian 10002700 mdpl. Pemanfaatan kayunya jarang sekali atau tidak pernah dipakai untuk bangunan rumah (Mirov 1964). Struktur kulit kayu P. insularis memiliki tebal kulit 2,54,5 cm, kulitnya pecah-pecah dan berwarna coklat tua. Satu fasikel daun P. insularis terdapat 3 helai daun dengan panjang 1520 cm. Bentuk buah P. insularis adalah berbentuk kerucut dan berduri dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan. Menurut Suhardi et al. (1994), P. insularis dapat tumbuh pada ketinggian 3002700 mdpl dengan rata-rata curah hujan 7001800 mm/thn. Suhu rata-rata tahunan 17°22°C. Suhu rata-rata maksimum pada musim panas sebesar 26°30°C dan suhu rata-rata minimum sebesar 10°18°C.
9
(a)
(b)
Gambar 3 (a) Batang P. insularis, (b) buah dan daun P. insularis. Dari uraian tentang penyebaran dan ciri khusus dari ketiga jenis pinus, maka dapat dibuat suatu klasifikasi dari ketiga jenis pinus seperti yang terdapat di Tabel 2.
10
Tabel 2 Klasifikasi umum P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis No
Pinus merkusii
Pinus oocarpa
Pinus insularis
1
Nama lokal
Tusam
Karpa
-
2
Nama lain
Sumatra pine, Merkus pine
Pinus oocarpoides, Pinus praetermissa
Pinus khaysa
3
Asal Tanaman/ penyebaran
Asia Tenggara
Amerika Utara, Meksiko,Nicaragua, El Savador, Guatemala
4
Manfaat kayu
5
Manfaat lain
6
Rendemen gondorukem
7 8
9
Rendemen terpentin Kelas awet kayu Bentuk daun
Bangunan perumahan, Tangkai korek api Penghasil gondorukem dan terpentin
Bahan baku industri, kayu bakar Penghasil gondorukem dan terpentin
Pulau Luzon Filipina, Pegunungan zambades Bangunan perumahan, bahan bakar Penghasil gondorukem dan terpentin
68-70%*
70,37%**
69,76%**
10-18%*
10,73%**
11,59%**
Kelas IV
-
Kelas V
1 fasikel ada 2 helai daun dengan panjang 16-25 cm
1 fasikel ada 5 helai daun dengan panjang 20-25 cm
1 fasikel ada 3 helai daun dengan panjang 15-20 cm
Berbentuk oval dengan panjang 6-10 cm
Berbentuk kerucut dan berduri dengan panjang 6-10 cm
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
1 meter
1 meter
1 meter
Bisa mencapai 45 meter
Bisa mencapai 45 meter
Bisa mencapai 60 meter
Coklat muda
Coklat tua
Coklat tua
Berbentuk kerucut, silindris, panjang 510 cm, lebar 2-4 cm. Kuning kecoklatan
10
Bentuk buah
11
Warna buah
12
Rata-rata diameter pohon
13
Tinggi pohon
14
Warna pohon
15
Ketinggian tempat tumbuh
200-2000 mdpl
200-2500 mdpl
300-2700 mdpl
16
Suhu rata-rata tahunan
19°-28°C
13-27°C
17°-22°C
17
Curah hujan
1500-4000 mm/tahun
700-3000 mm/tahun
700-1800 mm/tahun
18
Warna getah
kuning cerah
kuning keputihan
Cendrung putih dan bertekstur menggumpal
kulit
Keterangan: Hasil Penelitian dari Kamila H. (2004) ** Hasil Penelitian dari Anggita NB. (2012)
11
2.6 Struktur Anatomi Kayu Konifer Menurut Panshin dan Carl de Zeeuw (1977) sel penyusun kayu daun jarum terdiri dari : 1. Longitudinal Cell a. Trakeid Longitudinal Lebih dari 90% volume softwood tersusun oleh sel panjang yang dikenal dengan longitudinal tracheida. Sel ini relatif lebih panjang (3-4 mm) bila dibandingkan dengan fiber pada hardwood. Sel ini berbentuk prismatik dengan ujung tertutup. Pada dinding trakeid terdapat noktah berhalaman. b. Parenkim Longitudinal Parenkim Longitudinal tidak banyak terdapat pada kayu daun jarum. Ketika disayat secara melintang, parenkim longitudinal seperti rantai-rantai sel berdinding tipis yang berdekatan dengan trakeid dan terdapat bahan ektraktif. c. Saluran Resin Saluran resin bukan merupakan elemen kayu, tetapi rongga dengan dinding tipis yang dikelilingi oleh sel epitel. Terdapat 2 jenis saluran resin pada kayu daun jarum yaitu saluran resin normal dan saluran resin traumatik. Saluran resin normal terletak pada bagian aksial dan radial kayu. Saluran resin normal berbeda ukuran bukan hanya menurut letaknya (aksial dan radial) tetapi juga menurut genus dan spesies pohon. Saluran resin traumatik terjadi pada saat dilukai dan membentuk saluran radial seperti pada saluran resin normal yang dibatasi oleh sel parenkim jari-jari kayu (sel epitel). 2. Transverse Cells Terdapat 3 jenis sel pada orientasi transversal pada bagian xylem kayu daun jarum yaitu sel parenkim jari-jari, jari-jari trakeid dan sel epitel. Jari-jari pada softwood sebagian besar adalah uniseriate, hanya sebagian kecil saja yang biseriate. Rata-rata jumlah volume jari-jari berkisar antara 5-30% dari total volume kayu. Ketika pada jari-jari terbentuk saluran resin, maka jari-jari pada bagian tengah akan lebih besar dimana pada arah radial ditemukan ruang intraseluler.
12
Tabel 3 Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood) No
Longitudinal Penguat, penyalur atau keduanya : a. Trakeid Longitudinal b. Trakeid Rantai Penyimpan dan sekresi a. Parenkim longitudinal b. Epitel
1
2
Transversal Penguat, penyalur atau keduanya : Trakeid jari-jari Penyimpan dan sekresi a. Parenkim jari-jari b. Epitel
Sumber : Panshin dan Carl de Zeeuw 1977
2.7 Pinus Sebagai Penghasil Getah dan Mekanisme Pembentukan Getah Getah pinus digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asamasam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila pohon jenis daun jarum tersayat atau pecah. Getah pinus tersusun atas 66% asam resin, 25% terpentin, 7% bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2% air (Kramer dan Kozlowski 1960). Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti etan dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (saluran interseluler). Dalam kayu, saluran getah memilki tekanan yang tinggi (70 atm), sehingga pelukaan pada kayu menyebabkan getah mengalir keluar karena tekanan tersebut. Saluran getah atau saluran damar sering juga disebut sebagai saluran interseluller (intercelluler canal) karena memang dalam saluran ini terdapat ruang-ruang antar sel epitel yang memanjang. Berdasarkan proses terbentuknya, saluran ini terjadi karena tiga cara, yaitu : 1. Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel epitel hancur sehingga menjadi saluran. 2. Schizogenous, beberapa sel epitel saling memisahkan diri atau menjauhkan diri sehingga terbentuk saluran. Sel-sel yang mengelilingi rongga saluran ini membelah diri menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah ke saluran yang bersangkutan. 3. Schizolysigenous, merupakan modifikasi dari Lysigenous dan Schizogenous yaitu penghancuran dan pemisahan.
13
Berdasarkan penyebabnya, saluran interseluler ini dapat dibagi atas dua macam, yaitu saluran damar karena luka (traumatic) dan saluran damar normal (merupakan struktur yang normal dalam kayu) (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus Besarnya getah pinus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, dalam dan perlakuan. Faktor luar berupa bonita (kualitas tempat tumbuh), cuaca, ketinggian, kelembaban, suhu, tempat tumbuh dan kerapatan pohon. Faktor dalam berupa genotip, umur, kondisi, dan diameter pohon. Faktor perlakuan seperti metode penyadapan, jumlah pembaharuan luka, pemakaian bahan stimulansia (kadar dan dosis), keterampilan penyadap, kebijaksanaan dan SDM. (Yusnita dan Setyawan, 2000). Matangaran (2006) berpendapat bahwa produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap dan arah sadapan. Selanjutnya Rahmawati (2004) dalam penelitiannya berpendapat mengenai hubungan produktivitas terhadap diameter pohon, yaitu produksi getah yang dihasilkan semakin bertambah pada pertambahan diameternya dan mencapai hasil optimum pada selang diameter 5359 cm kemudian menurun kembali pada selang berikutnya. Akan tetapi ada pohon dengan diameter kecil yang mengeluarkan getah cukup banyak meskipun dengan jumlah koakan yang sedikit. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor perbedaan energi yang didapat pada setiap pohon untuk berfotosintesis yang bersumber dari sinar matahari untuk menghasilkan sejumlah produk sisa hasil dari fotosintesis tersebut yang berupa getah. Budiatmoko (2007) menjelaskan bahwa kualitas getah pinus dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya. Semakin tinggi tempat tumbuh temperatur udara akan semakin turun. Suhu dan kelembapan berpengaruh pada lebar sempitnya pembukaan saluran getah dan kecepatannya membeku atau mengerasnya getah setelah keluar dari saluran getah.
14
Menurut Santosa (2011), peningkatan produksi getah pinus akibat pemberian stimulansia menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat, peningkatan produksi akan semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena faktor eksternal berupa suhu udara yang rendah serta berkurangnya penyinaran matahari. Karakteristik dan pemberian stimulania sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa suhu, kadar O2 dan cuaca. Doan (2007) dalam hasil peneltiannya menyebutkan bahwa pohon pinus yang banyak menghasilkan getah memiliki ukuran tajuk yang lebat dan lebar. Tajuk yang besar memungkinkan pohon dapat menerima cahaya matahari yang lebih banyak.
2.9 Stimulansia dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Stimulansia adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang memiliki arti mendorong, merangsang, memotivasi atau menstimulin sesuatu sehingga berproses dan mencapai hasil melebihi normal. Di Indonesia percobaan pertama penyadapan pinus dilakukan di Aceh oleh W.G. Van dan Kloot pada tahun 1924 dan di Pulau Jawa pada tahun 1947 di dareah Lawu DS Wilis (Budiatmoko 2007). Fakultas Kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin terbentuk sebagai akibat proses metabolisme dalam pohon. Produksi getah dalam pohon dapat ditingkatkan dengan memberikan rangsangan terhadap proses metabolisme dalam sel dan stuktur jaringan lainnya. Bahan-bahan yang dapat berfungsi memberi rangsangan tadi bisa berupa bahan-bahan kimiawi atau bentuk perlakuan mekanis pada pohon Menurut Sudrajat et al. (2002), bahan perangsang yang digunakan pada penyadapan getah pinus banyak macamnya, tetapi komponen utamanya adalah asam sulfat dan asam nitrat atau campurannya. Peningkatan produksi getah pinus selain menggunakan stimulansia, juga dapat dengan meningkatkan peran Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Zat Pengatur Tumbuh merupakan substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah dan mengendalikan pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Zat Pengatur Tumbuh (Plant Growth Regulation) sering disebut pula hormon pertumbuhan atau fitohormon (Gardner et al. 1991). Jenis-jenis fitohormon dikelompokkan menjadi
15
lima bagian, yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan ethylene. Masingmasing jenis fitohormon memiliki fungsi masing-masing dan terkadang saling melengkapi satu sama lain. Dari lima kelompok jenis fitohormon, ethylene (C2H4) merupakan salah satu hormon yang unik karena berbentuk gas. Dewi (2008) menambahkan bahwa ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai pengatur pertumbuhan dan dapat disebut sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.
2.10 Penyadapan Getah Pinus Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan dalam menyadap getah pinus : 1. Sistem koakan (quarre system) 2. Sistem bor 3. Sistem amerika Di Indonesia yang sering digunakan adalah sistem koakan. Sistem koakan dilakukan, yang pertama pembersihan kulit pohon kemudian dilukai dengan alat petel atau kadukul sehingga menjadi koakan dan mengalirkan getah kedalam wadah (tempurung kelapa) yang di sediakan sebagai tempat menampung getah. Apapun sistem yang diterapkan dalam penyadapan pinus harus cocok dengan lokasi tempat penyadapannya. Metode bor memberikan hasil getah yang lebih unggul daripada sistem koakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Penyadapan getah tusam pada umumnya dilakukan dengan cara koakan (quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang. Selain itu, telah banyak dilakukan percobaan penyadapan dengan cara lain, seperti cara rill (India) dan cara bor. Cara atau teknik penyadapan belum tentu cocok secara menyeluruh pada semua lokasi penyadapan. Sebagai contoh: di daerah Sumedang dan Sukabumi, cara koakan memberi hasil sadap yang lebih tinggi dibanding cara rill (Sudrajat et al. 2002).
16
BAB III METODOE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada areal Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat selama 2 bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012.
3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tally sheet, perlengkapan tulis, timbangan digital, paku, palu, plastik, golok, pita ukur, cat kayu, kuas, sprayer, spidol permanen, talang seng, kamera. Bahan-bahan yang digunakan adalah ETRAT, pohon P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis yang memiliki diameter 30 cm up.
3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Metode pengumpulan data sekunder Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari data sekunder berupa kondisi umum lokasi penelitian, meliputi sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), letak dan luas, topografi, iklim, keadaan tanah, vegetasi dan masyarakat sekitar hutan. 3.3.2. Metode pengumpulan data primer Data primer diperoleh dengan pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan yang terdiri dari jumlah getah yang dihasilkan dari P. merkusii, P. oocarpa, dan P. insularis dengan berbagai perlakuan yang diberikan. Pengumpulan data meliputi kegiatan: 1. Menyiapkan alat, bahan dan survey lokasi. 2. Memilih 120 pohon contoh yang terdiri dari 40 untuk jenis P. merkusii, 40 untuk jenis P. oocarpa dan 40 untuk P. insularis dengan kondisi sehat dan memiliki diameter minimal 30 cm. 3. Menandai 120 pohon contoh dengan cat kayu plastik. Dari 40 pohon masing-masing jenis diberikan perlakuan 20 pohon sebagai kontrol
17
(tanpa stimulansia) dan 20 pohon dengan perlakuan menggunakan stimulansia. 4. Membuat pelukaan awal dengan metode quarre terhadap pohon P. merkusii, P. oocarpa, dan P. insularis dan beserta penyemprotan cairan stimulansia ETRAT sebanyak 1 cc/ koakan (satu kali semprotan) kepada masing-masing pohon yang mendapat perlakuan pemberian stimulansia. ETRAT 1240 yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari CV. Permata Hijau Lestari (PHL). ETRAT 1240 merupakan produk yang diimplementasikan pada penyadapan pinus dengan komposisi 100 ppm ethylene dan 150 ppm asam sitrat. a. Pembuatan luka awal dengan metode quarre (koakan) a.1. Membersihkan semak di sekitar pohon dan membersihkan kulit pohon dengan golok sedalam 3 mm dan lebar 20 cm (tinggi untuk sadapan awal 20 cm dari permukaan tanah). a.2. Membuat koakan pada batang berukuran 6 x 6 cm dan kedalaman 2 cm mengunakan kadukul. a.3. Memasang talang sadap pada bagian bawah koakan dan memberi paku agar talang tertancap kuat. a.4. Menyemprotkan cairan stimulansia ETRAT sebanyak 1 cc/ koakan (1 kali semprotan). a.5. Memasang plastik untuk menampung getah (dikaitkan pada paku) disesuaikan dengan talang sadap, berukuran 12 x 25 cm. a.6. Memasang plastik berukuran 20 x 40 cm untuk menghalangi aliran batang. 5. Pemanenan getah setiap tiga hari sekali disertai dengan memperbarui quarre setinggi 5 mm dan penyemprotan cairan stimulansia sebanyak 1 cc/ koakan/ 3 hari. (Pemanenan dilakukan sebanyak lima belas kali). 6. Menimbang hasil panen getah dengan timbangan digital.
18
3. 4 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (Randomize Block Design) dimana respon diperoleh dari perlakuan kontrol dan pemberian stimulansia serta kelompok berdasarkan masing-masing jenis pinus yaitu P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis. Penelitian ini menggunakan 120 pohon contoh yang masing-masing pohon diberikan 1 jenis perlakuan dengan pengambilan getah (panen) sebanyak 15 kali, sehingga ada 120 data setiap kali pemanenan getah. Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian dipilih secara acak dengan diameter minimal 30 cm dan sehat. Bagan rancangan percobaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4 Bagan rancangan percobaan Kelompok P. merkusii
Perlakuan Kontrol
Rata-rata ETRAT
(Y...)
Y111
Y211
Y112
Y212
….
….
….
….
Y1120
Y2120
Rata-rata
Y11...
Y21...
P. oocarpa
Y111
Y211
Y112
Y212
….
….
….
….
Y1120
Y2120
Rata-rata
Y11...
Y21...
P. insularis
Y111
Y211
Y112
Y212
….
….
….
….
Y1120
Y2120
Rata-rata
Y11...
Y21...
Rata-rata perlakuan
Y...1
Y...2
Y1...
Y2...
Y3...
19
Model umum percobaan dalam Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut: Yijk = μ + αi + βj + εijk Keterangan : Yij = Respon pengaruh pemberian stimulansia taraf ke-i pada kelompok jenis pinus ke-j yang terdapat pada ulangan ke-k µ = Nilai rataan umum αi = Pengaruh perlakuan stimulansia penyadapan pada koakan ke-i βj = Pengaruh pengelompokkan ke-j ɛij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i = 1, 2 1. Koakan tanpa stimulansia 2. Koakan dengan stimulansia ETRAT J = 1, 2, 3 1. P. merkusii 2. P. oocarpa 3. P. insularis
3.5 Analisis Data 3.5.1 Analisis pengaruh masing-masing perlakuan Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian stimulansia terhadap peningkatan produktivitas getah pinus maka dilakukan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Tabel 5 Analisis of Variance (ANOVA) Sumber Keragaman Perlakuan Kelompok Derajat Kesalahan Total Hipotesis :
Derajat Bebas (DB)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
r-1 t-1 (r-1)(t-1) rt-1
JKK JKP JKG
JKK/(r-1) JKP/(t-1) JKG/(r-1)(t-1)
F Hitung KTP/KTG KTK/KTG
Pengujian terhadap pengaruh faktor stimulansia H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0 H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0 Terima H0 :
Perbedaan taraf perlakuan atau kelompok tidak memberikan pengaruh
nyata
terhadap
respon
percobaan
pada
selang
kepercayaan 95% (α=0,05). Terima H1 : Ada perlakuan atau kelompok yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).
20
Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah : 1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga kelompok dan perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). 2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga kelompok dan perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Selanjutnya, setelah uji F apabila perlakuan atau kelompok memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus, maka dilakukan uji lanjut berupa Uji Duncan dengan menggunakan Software SPSS 18 untuk mengetahui kelompok mana yang paling baik digunakan dalam meningkatkan produktivitas getah pinus.
3.5.2 Analisis biaya penerapan stimulansia Stimulansia yang dibutuhkan selama penelitian yaitu untuk kebutuhan 60 pohon dengan periode panen sebanyak 15 kali. Hal-hal yang harus dihitung dalam analisis biaya penerapan stimulansia adalah sebagai berikut : a. Biaya stimulansia Hi
Bi = 1000 x 3 Keterangan : Bi = Biaya stimulansia ke-i yang dikeluarkan setiap 1 kali penyemprotan (Rp/quarre/hari) Hi = Harga stimulansia ke-i (Rp/liter) Asumsi : satu kali semprotan adalah 1 ml/ quarre/ 3 hari b. Peningkatan produksi getah Pi = Qi – R Keterangan : Pi = Peningkatan produksi getah untuk stimulansia ke-i (g/quarre/panen) Qi = Produksi perlakuan stimulansia ke-i (g/quarre/panen) R = Produksi getah pada pohon contoh kontrol/tanpa perlakuan (g/quarre/panen)
21
c. Pendapatan hasil peningkatan getah Zi =
𝑃𝑖 1000
x C
Keterangan : Zi = Pendapatan hasil peningkatan getah dari stimulansia ke-i (Rp/quarre) C = Harga getah pinus (Rp/kg) d. Nilai tambah stimulansia Ri = Zi – Bi Keterangan : Ri = Nilai tambah stimulansia ke-i (Rp/quarre)
22
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat Sejarah berdirinya HPGW dimulai pada tahun 1951. Pada tahun tersebut sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia). Hutan yang ditanam pada tahun 19511952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan damar yang lebat di sekitar basecamp. Kemudian pada tahun 1967 Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan. Pada tahun 1968 Direktorat Jenderal Kehutanan memberikan bantuan pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada IPB untuk digunakan seperlunya bagi pendidikan kehutanan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB. Dan pada tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB. SK Menteri Pertanian RI No. 008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 1973 diterbitkan. Pengelolaan kawasan hutan Gunung Walat seluas 359 Ha dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai hutan pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20 tahun. Pada tahun 1973 penanaman telah mencapai 53%. Tahun 1980 seluruh wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai jenis tanaman, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (P. merkusii, P. insularis, P. oocarpa), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp), sengon (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp), dan akasia (Acacia mangium).
23
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1992 tentang penunjukan komplek hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan, pengelolaan kawasan hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993. Status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh diterbitkannya SK Menhut No. 188/Menhut-II/2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaannya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan Pendidikan (FAHUTAN IPB 2009).
4.2 Letak dan Luas Areal Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat
berada pada
106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan
HPGW terletak di wilayah Kecamatan
Cibadak dan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (FAHUTAN IPB 2009).
HPGW
Gambar 4 Sketsa lokasi HPGW.
24
4.3 Topografi dan Iklim HPGW terletak pada ketinggian 460715 mdpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum 19° C di malam hari (FAHUTAN IPB 2009).
4.4 Tanah dan Hidrologi Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (FAHUTAN IPB 2009).
4.5 Vegetasi Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, akasia (Acacia mangium), dan pinus (Pinus insularis dan Pinus oocarpa). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul (FAHUTAN IPB 2009).
25
Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp. J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Dari kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain: Elang Jawa, Emprit, Kutilang dan lain-lain. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular dan bunglon. Terdapat berbagai jenis ikan sungai seperti ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Ikan lubang adalah ikan sejenis lele yang memiliki warna agak merah. Selain itu terdapat pula lebah hutan (Apis dorsata) (FAHUTAN IPB 2009).
4.6 Penduduk Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam program agroforestry HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap. Penyadap getah pinus berjumlah 32 penyadap dengan karakteristik yang beragam baik dari segi pendidikan dan umur. Mayoritas penyadap berdomisili di desa sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat yakni Desa Nangerang, Desa Citalahab, Desa Cipereu dan Desa Cijati. Penghasilan rata-rata yang diperoleh penyadap dari hasil menyadap getah pinus adalah Rp. 400.000-Rp. 500.000/bulan (FAHUTAN IPB 2009).
26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian Penyadapan getah pinus dilakukan pada dua tempat yang berbeda. Pertama di Blok Cikatomas dengan topografi landai sampai curam dan berada pada ketinggian 691716 mdpl. Blok Cikatomas didominasi oleh tegakan P. merkusii dan P. oocarpa. Lokasi penelitian kedua dilakukan di Blok Tangkalak. Lokasi ini berada pada ketinggian 663687 mdpl dan didominasi oleh tegakan P. insularis.
Gambar 5 Tempat lokasi penelitian di Blok Cikatomas. Dari ketiga masing-masing jenis pinus diambil 40 pohon untuk diberi perlakuan yaitu 20 pohon sebagai kontrol dan 20 pohon menggunakan stimulansia ETRAT 1240.
27
(a)
(b)
(c)
Gambar 6 Pohon (a) P. merkusii, (b) P. oocarpa, (c) P.insularis.
5.2 Produktivitas Getah Pinus dengan Metode Quarre Menggunakan Stimulansia ETRAT 1240 Penyadapan pinus dengan menggunakan metode quarre menghasilkan getah yang berkualitas baik. Namun, secara fisik kualitas getah dari metode quarre tidak lebih bagus dari metode bor. Ada kotoran hasil sadapan yang masuk ke dalam tempat penampungan getah. Getah pinus dari metode quarre lebih cepat mengalami pembekuan karena getah yang keluar dari pohon mengalami koagulasi. Selain itu, kekurangan dari metode quarre adalah luka sadapan yang luas menyebabkan pohon pinus lebih mudah terserang penyakit. Sejak bulan Mei 2011 Hutan Pendidikan Gunung Walat
sudah
menggunakan stimulansia organik yaitu ETRAT. ETRAT merupakan larutan yang mengandung Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan stimulansia organik. Dengan demikian ETRAT mempunyai 2 fungsi yaitu meningkatkan kapasitas produksi getah dan memperlancar keluarnya getah (Santosa 2011). Bahan kimia yang terkandung yang terkandung dalam ETRAT 1240 tidak berbahaya bagi kesehatan
28
penyadap, kondisi pohon yang disadap dan lingkungan sekitar. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, juga telah menggunakan stimulansia organik, namun berbahan dasar jeruk nipis dan lengkuas. Menurut Aziz (2010), pengggunaan stimulania organik dari bahan jeruk nipis konsentrasi 50% menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan CAS. Zat Pengatur Tumbuh yang sangat berperan dalam proses keluarnya getah adalah ethylene. Ethylene merupakan senyawa berbentuk gas yang banyak berperan dalam perubahan suatu tanaman, seperti terjadi perubahan dalam membran yang permeabel dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran getah, air dapat masuk ke dalam saluran getah dan jaringan-jaringan di sekitarnya (Santosa 2011). Secara alami, ethylene ada di dalam tanaman (ethylene endogen). Menurut Santosa (2011), pembentukan getah di dalam tanaman dapat ditingkatkan dengan mengaktifkan ethylene endogen dan adanya stres (pembuatan luka sadap). Dengan demikian, peningkatan produksi getah dapat dilakukan dengan memberikan zat yang mengandung ethylene (exsogen) yang akan merangsang pembentukan ethylene endogen pada tanaman sehingga proses metabolisme sekunder dapat ditingkatkan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua perlakuan untuk masing-masing jenis pinus. Pertama penyadapan metode quarre dengan menggunakan stimulansia ETRAT 1240 dan kedua penyadapan metode quarre tanpa stimulansia (kontrol). Dari hasil pengamatan selama selama 15 kali panen getah dengan periode sadap 3 hari sekali maka dapat diketahui produktivitas getah dengan menggunakan stimulansia dan tanpa stimulansia.
29
Berikut adalah hasil produktivitas rata-rata getah pinus. Tabel 6 Produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (gram/quarre/panen) Panen ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total Rata-Rata per panen Rata-Rata gram/hari
A1 24,60 6,15 13,30 17,95 22,45 22,50 30,75 30,20 34,35 30,70 35,70 38,60 35,95 36,50 31,95 411,65
A2 33,35 17,25 38,15 48,05 54,30 66,85 77,65 74,25 77,35 70,30 76,10 70,10 67,30 62,60 63,35 896,95
Perlakuan B1 B2 39,70 40,40 11,60 14,05 20,45 30,10 24,95 42,05 24,15 42,75 27,40 51,65 38,45 72,05 35,15 56,95 40 72,40 39 69,55 46 81,20 47,15 79,95 46,6 70,85 47,65 73,35 45,50 70,70 533,75 868
27,44
59,80
35,58
57,87
27,71
44,84
9,15
19,93
11,86
19,29
9,24
14,95
C1 23,10 9,40 19,05 21,60 24,30 21,80 31,90 30,40 32,30 31,65 29,70 40,90 33,65 31,35 34,50 415,6
C2 20,10 12,60 24,90 31,40 37,80 44,75 56 51,30 57,60 59,10 57,30 60,30 52,10 53,35 53,95 672,55
Keterangan : A1 = P. merkusii kontrol A1 = P. merkusii menggunakan ETRAT B1 = P. oocarpa kontrol B2 = P. oocarpa menggunakan ETRAT C1 = P. insularis kontrol C2 = P. insularis menggunakan ETRAT
Berdasarkan Tabel 6, produktivitas tertinggi terdapat pada perlakuan P. merkusii menggunakan ETRAT dengan rata-rata produktivitas getah sebesar 19,93 g/quarre/hari, sedangkan untuk produksi rata-rata terendah adalah perlakuan kontrol pada P. merkusii sebesar 9,15 g/quarre/hari. Dari masingmasing perlakuan untuk setiap jenis pinus terlihat perbedaan produktivitas getah antara pemberian ETRAT dan tanpa ETRAT.
30
Pada pemanenan pertama, hasil rata-rata produktivitas getah pada ketiga jenis pinus cukup tinggi karena keluarnya deposit getah dari sel-sel parenkim. Saat pinus berusaha melakukan reaksi terhadap pelukaan kedua, deposit getah telah berkurang banyak untuk menanggapi reaksi stres pada pelukaan pertama. Hal ini menyebabkan persediaan getah di dalam pohon sangat sedikit sehingga pada pemanenan getah yang kedua produktivitas rata-rata pada ketiga jenis pinus menurun. Pada pelukaan ketiga, ketiga jenis pohon pinus sudah dapat beradaptasi dengan membentuk getah yang baru, sehingga hasil produktivitas rata-rata pada setiap perlakuan di pemanenan ketiga kembali meningkat. Menurut Santosa (2011), produktivitas yang masih rendah pada awal periode penyadapan sampai dengan 12 hari disebabkan pemberian ZPT memerlukan waktu untuk mempengaruhi metabolisme sekunder. ZPT (ethylene) membutuhkan waktu untuk mengubah bentuk dari cair menjadi gas di dalam jaringan tanaman. Setelah itu proses untuk membangkitkan ethylene di dalam tanaman pun memerlukan waktu hingga tercapainya proses metabolisme sekunder (pembentukan getah) dapat berjalan dengan stabil. Secara
umum,
kecenderungan
hasil
rata-rata
produktivitas
getah
Produktivitas (g/quarre/panen)
menggunakan ETRAT ditampilkan pada Gambar 7. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Pinus merkusii Pinus oocarpa Pinus insularis
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Panen ke-
Gambar
7
Grafik kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen).
31
Dari Gambar 7, terlihat setelah panen kedua produksi getah dari ketiga jenis pinus mengalami peningkatan. Produktivitas yang paling tinggi terdapat pada perlakuan menggunakan ETRAT pada P. merkusii diikuti dengan pengunaan ETRAT pada P. oocarpa. Dari panen pertama sampai pada panen ke 10 produktivitas getah P. merkusii berada pada tingkat paling atas diantara pinus yang lain, namun pada panen ke 11 produktivitas P. oocarpa mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Peningkatan produktivitas P. oocarpa pada panen ke-11 menunjukkan bahwa respon yang dibutuhkan P. oocarpa terhadap stimulansia ETRAT lebih lama dibanndingkan dengan P. merkusii. Tingkat produktivitas getah P. oocarpa yang tinggi di Hutan Pendidikan Gunung Walat dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya. P. oocarpa akan mengalami pertumbuhan yang sangat baik pada ketinggian antara 600-800 mdpl, pada suhu 13-23° C dengan curah hujan antara 650-2000 mm per tahun (CABI, 2002). Produktivitas P. insularis dengan menggunakan stimulansia ETRAT memiliki nilai lebih kecil dari P. merkusii dan P. oocarpa, karena getah P. insularis yang keluar cepat mengalami koagulasi sehingga mempercepat penutupan jaringan saluran resin. Pada panen ke 8 produktivitas getah pada masing-masing perlakuan jenis pinus mengalami penurunan, hal ini dipengaruhi oleh hujan. Menurut Sugiyono (2001) pada suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi, getah yang membeku akan menyumbat saluran getah dan muara akan tertutup akibatnya getah yang mengalir akan terhenti. Hasil rata-rata produktivitas getah tanpa menggunakan stimulansia dapat dilihat pada Gambar 8.
32
Produktivitas (g/quarre/panen)
90 80 70 60 50
Pinus merkusii
40
Pinus oocarpa
30
Pinus insularis
20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Panen ke-
Gambar
8
Grafik kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus tanpa menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen).
Berdasarkan Gambar 8, rata-rata produktivitas pada ketiga jenis pinus lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang mengunakan ETRAT. P.oocarpa memiliki rata-rata produktivitas tertinggi dengan nilai sebesar 11,86 g/quarre/hari, diikuti oleh P. insularis dan P.merkusii dengan nilai masing-masing sebesar 9,24 g/quarre/hari dan 9,15 g/quarre/hari Produktivitas getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam pohon itu sendiri seperti jenis, diameter dan umur tegakan. Menurut Wibowo (2006) pengaruh diameter pohon pinus berhubungan dengan getah pinus yang dihasilkan, sehingga dengan adanya pertumbuhan diameter pohon menyebabkan volume kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar volume kayu gubal, maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus akan semakin banyak dan produksi getah pinus akan semakin meningkat. Selain itu, produktivitas getah pinus juga dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh pohon dan perlakuan yang diberikan terhadap pohon seperti cara penyadapannya.
33
(a)
(c)
(e)
(b)
(d)
(f)
Gambar 9 Kondisi getah pinus pada masing-masing jenis pinus.
34
Pada Gambar 9 terlihat perbedaan warna getah untuk masing-masing jenis pinus. Getah P. merkusii memiliki warna kuning cerah. Warna getah P. oocarpa kuning keputihan, sementara warna getah P. insularis cendrung putih dan bertekstur menggumpal seperti gula pasir. Mengacu kepada Tabel 6, maka dapat dihitung persentase peningkatan produktivitas getah menggunakan stimulansia ETRAT. Persentase peningkatan produktivitas getah yang paling tinggi adalah pemberian stimulansia ETRAT pada P. merkusii sebesar 117,81% dari kontrol (tanpa ETRAT) diikuti oleh P. insularis sebesar 76,19%. Pada pengamatan di lapangan, peningkatan produktivitas getah dengan menggunakan ETRAT pada P. oocarpa tidak berbeda jauh dengan P. merkusii, namun untuk produktivitas jumlah getah pada kontrol jauh lebih banyak terdapat pada jenis P. oocarpa sehingga pemberian stimulansia pada P. oocarpa hanya menambah produktivitas sebesar 62,65%. Dilihat dari masing-masing perlakuan dari ketiga kelompok terlihat jelas bahwa ada perbedaan produktivitas getah. Untuk perlakuan kontrol rata-rata produktivitas 30,25 (gram/quarre/hari), sedangkan untuk penggunaan ETRAT pada kelompok pinus diperoleh rata-rata produktivitas 54,17 (gram/quarre/hari).
5.3 Pengaruh Stimulansia terhadap Produktivitas penyadapan Getah Pinus Untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan pada masing-masing jenis pinus dilakukan pengolahan statistik terhadap data hasil pengukuran. Hasil pengujian analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ETRAT 1240 pada ketiga jenis pinus memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas masing-masing jenis pinus pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung sebesar 3,3834003 lebih besar dari F tabel pada tingkat nyata 5% yaitu sebesar 3,079. Demikian juga halnya untuk tingkat perlakuan pada ketiga jenis pinus menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung 50,390321 lebih besar dari F tabel yaitu 3,927. Analisis ragam pengaruh pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan pinus dapat dilihat pada Tabel 7.
35
Tabel 7 Analisis ragam pengaruh pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap produktivitas pada ketiga jenis pinus (gram/quarre/hari) Sumber Derajat keragaman bebas Kelompok Perlakuan Galat Total
2 1 2 5
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
256,165 1907,576 4315,605 6612,672
128,082 1907,576 37,856
Fhitung 3,3834003* 50,390321*
F0,05 3,079 3,927
*Nyata = Fhitung > F0,05
Oleh karena pada keragaman kelompok memiliki pengaruh yang nyata terhadap produktivitas pinus, maka analisis lanjutan dilanjutkan dengan Uji Duncan yang disajikan pada Tabel 8. Tabel
8
Hasil Uji Duncan pengaruh pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan pada ketiga jenis pinus
Jenis Pinus P. merkusii P. oocarpa P. insularis
N
Produktivitas rata-rata (gram/quarre/hari)
20 20 20
19,9322a 19,2889ab 14,9456b
Huruf superscript yang berbeda dalam kolom “Produktivitas rata-rata”menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05)
Hasil Uji Duncan membandingkan pengaruh jenis pinus terhadap pemberian ETRAT 1240. Seperti yang terlihat pada Tabel 8 huruf superscript yang ditunjukkan memberikan arti yang tidak terlalu signifikan antara jenis P. merkusii dengan P. oocarpa, demikian juga antara P. oocarpa dengan P. insularis. Namun untuk P. merkusii dengan P. insularis memiliki nilai yang sangat berbeda nyata, ini dibuktikan dengan huruf superscript yang berbeda.
5.4 Analisis Biaya Penggunaan Stimulansia Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis biaya untuk mengetahui seberapa besar tambahan pendapatan dari penggunaan stimulansia terhadap masing-masing jenis pinus. Analisis biaya terdiri atas biaya stimulansia ETRAT per quarre/hari, peningkatan produktivitas getah dan pendapatan hasil getah per quarre/hari, sehingga didapatkan nilai tambah dari produktivitas getah masingmasing jenis pinus. Hasil dari analisis biaya disajikan dalam Tabel 9.
36
Tabel 9 Analisis biaya stimulansia Jenis pinus
Biaya stimulansia (Rp/quarre/ hari)
Peningkatan produktivitas getah (g/quarre/hari)
1 4 4 4
2 10,78 7,43 7,04
P. merkusii P. oocarpa P. insularis
Pendapatan hasil Nilai tambah peningkatan penggunaan getah stimulansia (Rp/quarre/hari) (Rp/quarre/hari) 3 80,85 55,73 52,80
4(3-1) 76,85 51,73 48,80
Keterangan : 1 = Biaya stimulansia (Rp/quarre/hari) 2 = Produksi getah dengan menggunakan stimulansia – produksi getah kontrol 3 = s(2 : 1000)% * Rp 7.500
Stimulansia yang digunakan adalah ETRAT 1240 dengan harga Rp 12.000/liter. Asumsi untuk penggunaan stimulansia setiap koakan adalah 1 ml dan harga getah pinus di pasaran sebesar Rp 7.500/kg. Harga stimualansia ETRAT 1240 diperoleh dari CV. Permata Hijau Lestari yang merupakan produsen produk tersebut, sedangkan harga getah pinus berasal dari harga jual getah pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai tambah yang paling tinggi terdapat pada jenis P. merkusii sebesar Rp 76,85/quarre/hari diikuti dengan P. oocarpa dan P. insularis dengan nilai masing-masing sebesar Rp 51,73/quarre/hari dan Rp 48,80/quarre/hari.
37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pemberian stimulansia ETRAT 1240 pada ketiga jenis pinus (P. merksuii, P. oocarpa, dan P. insularis) memberikan pengaruh terhadap produktivitas getah pinus. 2. Penggunaan ETRAT 1240 pada P. merkusii menghasilkan rata-rata produktivitas penyadapan sebesar 19,93 gram/quarre/hari, P. oocarpa sebesar 19,29 gram/quarre/hari dan P. insularis sebesar 14,95 gram/quarre/hari. 3. Penggunaan
ETRAT
1240
penyadapan
sebesar
Rp
menghasilkan 76,85/quarre/hari
nilai
tambah
untuk
P.
produktivitas merkusii,
Rp
51,73/quarre/hari untuk P. oocarpa, dan Rp 48,80/quarre/hari untuk P. insularis.
6.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai periode pelukaan quarre untuk jenis P. oocarpa dan P. insularis. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui produktivitas getah jenis P. oocarpa dan P. insularis dengan teknik penyadapan metode lain antara lain dengan metode bor. 3. Perlu dilakukan penelitian terkait dengan penyebaran getah dan kerapatan saluran getah.
38
DAFTAR PUSTAKA Anggita NB. 2012. Rendemen dan Kualitas Gondorukem dan Terpentin Hasil Pengolahan Getah Pinus (Pinus merkusii) Setelah Penyimpanan [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Azis F. 2010. Peningkatan produktivitas getah pinus melalui penggunaan stimulansia organik [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Budiatmoko SD. 2007. Stimulansia. Duta Rimbai Edisi 19/Th. 2/ September 2007. Hal 30-31. [CABI]. 2002. Pines of Silvicultural Importance. New York : Publishing Departemen Kehutanan. 1991. Indonesia Wood Atlas. Bogor: Pusat Pendidikan dan Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. Jakarta : Dephut. Departemen Kehutanan. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi singkat benih Pinus merkusii Junght. Et deVriese. Jakarta. Dewi IR. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman [makalah]. Bandung: Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran Bandung. Doan ANG. 2007. Ciri-ciri Fisik Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Banyak Menghasilkan Getah dan Pengaruh Pemberian Stimulansia serta Kelas Umur terhadap Produksi Getah Pinus di RPH Sawangan dan RPH Kemiri KPH Kedu Selatan, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [FAHUTAN IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 1989. Penyempurnaan Cara Penyadapan Getah Pinus Untuk Peningktan Produksi getah. Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan IPB dan Perum Perhutani. [FAHUTAN IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2009. Rencana Pembangunan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2013. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor . FAO. 2010. Resin. http://www.fao.org. ( 17 Desember 2011) Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Press.
39
Kamilla H. 2004. Analisis Biaya Produksi di Pabrik Gondorukem dan TerpetinCimanggu, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.Skripsi Sarjana. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,Institut pertanian Bogor. Bogor. Kramer PJ, Kozlowski TT. 1960. Physiologi of trees. New York: McGraw-Hill Book Company. Matangaran JR. 2006. Catatan untuk Penyadap Getah Pinus. Duta Rimba edisi8/th.1/30 September – 30 Oktober 2006: 22-23. Mirov NT. 1964. The Genus Spesies. New York : The Roland Press Company. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Panshin A, Carl de Zeeuw. 1977. Textboox of Wood Technology (Structure, Identification, Properties and Uses of the Commercial Woods of the United States and Canada. Fourth Edition.United Staties of America: McGraw-Hill Book Company. Perhutani. 2006. Gondorukem produksi nonkayu yang menjanjikan. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=154192. (20 Desember 2011). Rahmawati. 2004. Hubungan Diameter Batang terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) di RPH Cipayung, BKPH Bogor, KPH Bogor barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Santosa G. 2011. Pengaruh Pemberian ETRAT terhadap peningkatan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Siregar IZ. 2000. Genetic Aspect of the reproductive system of Pinus merkusii Jungh. et de Vriese in Indonesia. Gottingen : cuvillier verlag. Soetomo. 1971. Pemungutan dan Pengolahan Getah Pinus. KPH Pekalongan Timur. Sudrajat R, Setyawan D, Sumadiwangsa S. 2002. Pengaruh Diameter Pohon, Umur dan Kadar Stimulan Terhadap Produktivitas Getah Pinus. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol 20 No.2 tahun 2002. Hal.143-154. Sugiyono Y. 2001. Peningkatan Produksi Getah Pinus. No.247/XXV/Januari 200. Hal : 23-28.
Duta Rimba
40
Suhardi, Sosef MSM, Laming PB & ILIC J . 1994. Pinus L. Dalam Lemmens, R H M J & Soerianegara I. (Eds.): Tanaman Sumber Daya Asia Tenggara No 5 (1). Kayu pohon: kayu komersial Mayor. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp 349-357. Waluyo TK. 2009. Komponen Minyak Terpentin Pinus Eksotis Asal Aek Nauli Sumatera Utara. Buletin Hasil Hutan. Vol. 15 No, 2 Oktober 2009. Hal 8994. Wibowo. 2006. Produktivitas Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh Et De Vriese dengan System Koakan (Quarre System) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Yusnita E, Setyawan D. 2000. Modifikasi Teknik Penyadapan Tusam (Pinus merkusii Jungh et.de.Vriese) Untuk Meningkatkan Produksi Getah. Di dalam : Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu; Bogor, 7 Des 2000. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Hlm: 387-395.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran
1
Hasil analisis ragam dan Uji Duncan pengaruh periode pembaharuan luka sadapan dan penyemprotan ETRAT
Warning # 849 in column 23. Text: in_ID The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter. It could not be mapped to a valid backend locale. UNIANOVA bobot BY jenis_pinus /METHOD=SSTYPE(3) /INTERCEPT=INCLUDE /POSTHOC=jenis_pinus(DUNCAN) /CRITERIA=ALPHA(0.05) /DESIGN=jenis_pinus.
Univariate Analysis of Variance [DataSet0] Between-Subjects Factors
jenis_pinus
Value Label
N
1
Pinus merkusii
20
2
Pinus oocarpa
20
3
Pinus insularis
20
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:bobot
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
Corrected Model
294,302
2
147,151
2,773
,071
Intercept
19560,185
1
19560,185
368,668
,000
jenis_pinus
294,302
2
147,151
2,773
,071
Error
3024,211
57
53,056
Total
22878,698
60
Corrected Total
3318,513
59
a. R Squared = ,089 (Adjusted R Squared = ,057)
43
Post Hoc Tests jenis_pinus Homogeneous Subsets Bobot Duncana,b jenis_pinus
Subset N
1
Pinus insularis
20
14,9456
Pinus oocarpa
20
19,2889
Pinus merkusii
20
Sig.
2
19,2889 19,9322
,064 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 53,056. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000.
,781