PEMBUATAN DAN PENGUJIAN EFEKTIVITAS ALAT PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii) SADAPAN
DEVY NUR ALFISYAHRIN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PEMBUATAN DAN PENGUJIAM EFEKTIVITAS ALAT PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii) SADAPAN
DEVY NUR ALFISYAHRIN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ABSTRAK DEVY NUR ALFISYAHRIN. E 14080066. Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan. Dibimbing oleh JUANG R. MATANGARAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain dan membuat alat penahan stemflow yang mampu mengurangi masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah dan menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii sadapan. Penelitian dilakukan dengan pembuatan alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter, ban sepeda bagian luar dengan diameter 60 cm dan selang tipis dengan ukuran diameter 1,5 inchi. Alat penahan stemflow dipasangkan pada pohon Pinus merkusii sebanyak tiga jenis alat pada tiga pohon, masing-masing berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Pengukuran dilakukan setiap hari hujan selama 20 kali hari hujan. Volume air hujan tertampung pada wadah penampungan getah, yang menampung volume air terkecil merupakan alat penahan stemflow yang efektif. Analisis data menunjukkan bahwa alat penahan stemflow yang berpengaruh terhadap volume air tertampung pada wadah penampungan getah adalah alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter. Alat ini memiliki volume air tertampung paling rendah pada diameter pohon 20 cm sebesar 18,00 ml, pohon diameter 40 cm sebesar 46,25 ml dan pada pohon dengan diameter 60 cm memiliki volume air tertampung sebesar 24,33 ml. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter berdasarkan pertimbangan biaya pembuatan memililki biaya pembuatan paling rendah yaitu sebesar Rp.868/unit.
Kata kunci : Alat penahan stemflow, volume air tertampung dan Pinus merkusii sadapan.
ABSTRACT DEVY NUR ALFISYAHRIN. E14080066. Design and Examine the Effectiveness of Brace Stemflow The Pine Tree (Pinus merkusii) Tapping. Supervised by JUANG R. MATANGARAN. The objective of the research is to design and develop a tool to brace the stemflow in order to reduce the water from the rain fall in to the resin container. Research was conducted by making stemflow brace made from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter, bicycle tire outer diameter of 60 cm and a rubber tube with a diameter of 1.5 inches. Stemflow brace attached to the tree pinus, three types of tools on three trees, each measuring of tree diameter 20 cm, 40 cm and 60 cm. Measurements were taken every day for a 20 days rain. The result showed that the stemflow brace that effective to reduce volume of water and resin stored inside the storage container brace stemflow was made from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter. This tool has the lowest volume of
water deposited on a tree 20 cm diameter by 18.00 ml, 40 cm diameter tree at 46.25 ml and the tree with a diameter of 60 cm has a volume of 24.33 ml of water reservoir. Stemflow brace from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter have adequate consideration of the cost of making with lowest cost at Rp 868/unit. Keywords: Tool holder stemflow, water volume reservoir and pine tapping. .
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Devy Nur Alfisyahrin E14080066
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan.
Nama
: Devy Nur Alfisyahrin
NIM
: E14080066
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr Ir Juang R. Matangaran, MS NIP. 19631221 198803 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr Ir Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Pembuatan Dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan” dengan sebaikbaiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan program mayor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada: 1. Orang tua tercinta ibunda Umiyati dan ayahanda Nurkam Muzani, yang senantiasa memberikan inspirasi, bimbingan, dorongan moral dan material serta doa yang tiada henti terucap, kakak-kakakku tersayang Tati Nur Hayati, Nur Laelati Qodri, Nana Nur Jannah dan Ruri Nuri Sholati, atas rasa kasih sayang serta doanya, dan segenap keluarga yang selalu mendukung dalam penyusunan tugas akhir. 2. Dr Ir Juang R. Matangaran, MS yang tidak pernah lelah membimbing penulis, memberikan kritik dan saran serta nasihat
kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Dra Sri Rahaju, MSi selaku dosen moderator pada seminar hasil penelitian, Dr Ir Prijanto Pamungkas, MSc F. Trop selaku dosen penguji dan Dr Ir Gunawan Santosa, MS selaku ketua sidang. 4. Sahabat-sahabat terbaikku, Astrida RM Sigiro, Sidik Maulana, Linda Lestari, Mike Dwi Hisma, Eharapenta Tarigan, Hesti Septianingrum, Afif Safariyah, Dwi Endah dan M. Zainur Rizal atas bantuan dan dukungannya dalam penelitian maupun bantuannya dalam penyusunan tugas akhir. 5. Semua pihak HPGW yang membantu dalam melaksanakan penelitian. 6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Bogor, Februari 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Desember 1990 di Indramayu, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak keenam dari enam bersaudara, pasangan bapak Nurkam Muzani dan ibu Umiyati. Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri Paoman IV pada tahun 1996 dan lulus tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2 Sindang-Indramayu pada tahun 2002 sampai tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Sindang-Indramayu pada tahun 2005 sampai tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selain aktif diperkuliahan, penulis juga aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan, yakni sebagai anggota komisi informasi dan komunikasi BEM 2009-2010, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2010, panitia Temu Manager tahun 2010 dan sebagai asisten praktikum pemanenan hutan. Penulis juga memperoleh dana DIKTI untuk kegiatan PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa) dengan judul PKM “Pembuatan Brownis dari Talas Sebagai Bahan Diversivikasi Pangan”. Penerima beasiswa IPB Speak ‘s Out pada tahun 2011-2013. Selama pendidikan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sawal-Pangandaran, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur Ketapang-Melawi, Kalimantan Barat selama periode Juni-Agustus 2012 sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow pada Pohon Pinus (Pinus merkusii)” di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dibimbing oleh Dr Ir Juang R. Matangaran, MS.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
2
Hipotesis
3
TINJAUAN PUSTAKA Aliran Batang
4
Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii)
5
Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus (Pinus merkusii)
5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus
9
Penyadapan Getah Pinus
11
Getah Pinus
14
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat
16
Alat dan Bahan
16
Metode Pengumpulan Data
16
Pengolahan Data
20
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Luas
23
Topografi dan Iklim
23
Tanah dan Hidrologi
24
Vegetasi
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyadapan Ketika Musim Hujan
25
Analisis Biaya Pembuatan Alat Penahan Stemflow
33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
34
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Bagan Rancangan Percobaan Struktur Annova Volume Air yang Tertampung Pada Keempat Perlakuan Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus Berdiameter 20 cm 5 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus diameter 20 cm 6 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus Berdiameter 40 cm 7 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus diameter 40 cm 8 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus Berdiameter 60 cm 9 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus diameter 60 cm 10 Pertimbangan Biaya/Unit Penggunaan Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus merkusii berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm
20 21 26 29 30 30 30 31 31
33
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Arsitektur Pohon Model Rauh Sketsa dan Foto Alat dari Botol Air Sketsa dan Foto Alat dari Ban Sepeda Sketsa dan Foto Alat dari Selang Wadah tambahan untuk menampung air yang penuh dari wadah penampungan getah Foto Lokasi HPGW Getah dan Air yang Tertampung Posisi Wadah Penampungan Getah Pada Pohon Berdiameter 40 cm yang Berada Pada Sisi Atas Lereng yang Memungkinkan Percikan Air Hujan Dari Tanah Masuk Ke Wadah Penampungan Getah
5 17 18 18 19 22 25
28
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon Berdiameter 20 cm Setiap Hari Hujan Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon Berdiameter 40 cm Setiap Hari Hujan Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon Berdiameter 60 cm Setiap Hari Hujan Tabel Biaya Bahan Pembuatan Alat Penahan Stemflow
38 39 40 41
PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini, masyarakat dan berbagai instansi tertentu telah banyak melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu merupakan hasil alam yang diambil dari kawasan hutan dan bukan merupakan kayu serta mencakup benda-benda nabati atau hewani yang ada di hutan. Hasil alam ini bisa berasal dari lingkungan alam dan bisa juga berasal dari lingkungan yang dibudidayakan manusia (Sofyan 1998). Salah satu kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yaitu pemanenan getah pinus. Getah pinus yang dimanfaatkan dapat berasal dari jenis yang berbeda-beda. Beberapa jenis pinus antara lain Pinus insularis, Pinus cassia, Pinus oocarpa, Pinus caribaea (Martini 1978). Menurut Mirov (1967), terdapat 100 lebih spesies pinus yang biasa dimanfaatkan. Di Indonesia, salah satu spesies yang paling banyak dimanfaatkan adalah Pinus merkusii. Pinus merkusii adalah salah satu jenis pohon penting dan cukup potensial di Indonesia. Kayu pohon pinus dipakai sebagai bahan baku industri pulp dan kertas, korek api, dan getahnya dimanfaatkan untuk gondorukem dan terpentin. Menurut Anggaraeni dan Suharti (1996), Pinus merkusii Jung et De Vriese adalah salah satu jenis pohon yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kertas, korek api, pulp, alat tulis dan terpentin. Disamping itu jenis pohon ini sangat cocok untuk reboisasi tanah-tanah yang rusak dan dapat dengan langsung ditanam di padang alang-alang. Penyadapan getah pinus dilakukan dengan berbagai metode diantaranya dengan metode quarre (koakan), metode bor, metode portugis, dan metode riil. Menurut Rochidajat dan Sukawi (1987), penyadapan getah Pinus merkusii sebagai hasil sampingan telah lama dilakukan di Indonesia terutama di Jawa dan di Sumatera. Percobaan penyadapan getah telah dilakukan sejak tahun 1920 di tanah Gayo Aceh oleh Brandt Buys, Ferdinand dan Japing. Penyadapan getah pinus ini sebagaimana telah diketahui dengan jalan penyulingan dihasilkan gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan antara lain dalam industri batik dan kertas. Terpentin digunakan terutama dalam industri cat dan parfum.
2
Banyak kendala-kendala yang muncul dalam melakukan pemanenan getah pinus, terutama kendala dalam memperoleh hasil sadapan yang tinggi dengan menggunakan metode quarre. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sadapan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berasal dari pohon itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan. Faktor eksternal yang dimaksud adalah yang mempengaruhi hasil getah yang telah keluar dari dalam pohon (hasil sadapan di dalam wadah penampung) dengan penyadapan menggunakan metode quarre. Salah satu yang mempengaruhi banyaknya hasil sadapan dengan menggunakan metode quarre adalah getah yang telah tertampung di wadah penampung adalah getah tertampung bersama dengan air hujan. Ketika terjadi hujan, maka itu akan menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi oleh para penyadap dalam melakukan penyadapan getah. Pada saat hujan, hasil getah yang tertampung menjadi bercampur dengan air sehingga akan mempengaruhi banyaknya getah yang dihasilkan. Air hujan yang dimaksud adalah air hujan yang mengalir pada batang pohon yang biasa disebut dengan “stemflow”. Stemflow adalah air hujan yang tertahan pada tajuk yang jatuh ke permukaan tanah secara tidak langsung yang mengalir melalui batang pohon. Air stemflow yang ikut tertampung akan dipisahkan dengan getah, sehingga akan ada sedikit banyak getah yang terbawa oleh air ketika dipisahkan. Getah tersebut akan terbuang dan tidak dapat digunakan lagi. Dengan demikian, hasil yang diperoleh akan lebih banyak akan berkurang sehingga akan mengurangi banyaknya hasil sadapan getah yang seharusnya diperoleh. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Mendesain dan membuat alat penahan stemflow yang mampu mengurangi masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah. 2. Menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii sadapan. Manfaat 1. Memperoleh alat penahan stemflow baru berupa botol plastik air mineral 1,5 liter, ban sepeda dan selang yang efektif. 2. Alat penahan stemflow dapat mengurangi air hujan yang masuk ke dalam wadah penampungan getah.
3
Hipotesis Alat penahan stemflow dapat menahan aliran air hujan pada batang pohon pinus sehingga tidak sampai ke dalam wadah penampung getah. Dengan demikian dapat mempertahankan hasil sadapan getah yang diperoleh di dalam wadah penampung getah.
TINJAUAN PUSTAKA Aliran Batang Curahan hujan yang jatuh di permukaan bumi pada lahan bervegetasi ada yang seluruhnya jatuh ke permukaan tanah sehingga menjadi bagian dari air tanah dan ada yang tidak seluruhnya jatuh ke tanah sehingga tidak berperan dalam membentuk kelembaban tanah, air, larian atau air tanah (Kaimuddin 1994). Air hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi bagian air tanah (Kaimuddin 1994). Air hujan yang tertahan beberapa saat oleh vegetasi, untuk kemudian diuapkan kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan disebut intersepsi air hujan (rainfall interception loss). Air ini akan kembali ke lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, serasah dan tumbuhan bawah. Air hujan yang jatuh menyentuh tanah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Perbedaan penutupan vegetasi hutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya air hujan seluruhnya menyentuh permukaan tanah atau tidak. Penutupan vegetasi menyebabkan butir-butir hujan yang jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, akan tetapi ditahan oleh tajuk pohon yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui batang ke permukaan tanah yang disebut stemflow dan sebagian jatuh secara langsung dari tajuk berupa tetesan air yang dinamakan throughfall (Soerjono 1987). Aliran batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang terjatuh kemudian tertahan oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang dan sampai kepermukaan tanah. Menurut Aththorick (2000), aliran batang merupakan bagian hujan yang terintersepsi, berkumpul dan mengalir kepermukaan tanah melalui batang. Menurut Anwar (2003), aliran batang merupakan bagian presipitasi yang mencapai tanah dengan mengalir kebawah melalui batang pohon. Percabangan pada pohon berpengaruh terhadap sisa air jatuhan yang tertahan pada posisi lebih atas. Semakin banyak percabangan maka air hujan yang tertahan akan semakin banyak, sehingga aliran batang (stemflow) yang terjadi akan semakin banyak. Faktor lainnya yaitu kemiringan cabang pada suatu pohon, hal tersebut berpengaruh terhadap aliran hujan yang akan menuju batang, hingga jatuh ke tanah menjadi aliran batang (Anwar 2003).
5
Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii) Menurut Manokaran dalam Nurhidayah (2009), pengetahuan tentang model arsitektur pohon sangat penting untuk mengetahui peranannya dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang akan ditahan oleh tajuk vegetasi, sebagian di uapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfal). Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu contoh model Rauh dari golongan Conifera. Arsitektur pohon model Rauf dibentuk oleh sebuah batang monopodial dan orthotropik dengan pertumbuhan ritmik dan membentuk percabangan yang orthotropik. Cabang-cabang ini secara genetik identik dengan batang.
Gambar 1 Arsitektur pohon model Rauh Berdasarkan hasil penelitian, pengukuran aliran batang Nurhidayah (2009), menunjukkan bahwa aliran batang pada model pohon Rauf lebih besar dari pada aliran batang pada pohon jenis pohon kakao (Theobroma cacao L) dengan model Nozeran. Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus merkusii Pada mulanya penanaman pinus di lahan hutan khususnya jenis Pinus merkusii Jungh et de Vriese, bertujuan untuk mempercepat reboisasi dan rehabilitasi lahan-lahan kosong dalam kawasan hutan. Pinus merkusii merupakan jenis pionir yang mampu bertahan hidup dan pertumbuhannya sangat cepat (fast growing) serta mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 200-2000 mdpl dengan persyaratan tidak terlalu sulit. Walaupun demikian agar dapat tumbuh dengan baik dibutuhkan ketinggian tempat diatas 400 mdpl, dengan curah hujan rata-rata 1500 - 4000 mm/thn (Jariyah 1997).
6
Kayu Penanaman pinus khususnya di Pulau Jawa pada tahun 70-an dan pada mulanya diajukan untuk mereboisasi tanah kosong, disamping sebagai persiapan memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku kayu industri kertas. Tanaman pinus di Pulau Jawa didominasi oleh jenis Pinus merkusii Jungh et de Vriese. Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), sistematika tanaman Pinus merkusii dapat diuraikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Gymnospermae
Class
: Conifera
Familia
: Pinaceae
Genus
: Pinus
Species
: Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), pada umumnya pohon pinus dapat mempunyai ukuran raksasa dengan tinggi 30 - 40 m atau lebih, panjang batang bebas cabang 2 - 23 meter, diameter dapat mencapai 100 cm dan tidak berbanir, kulit luar kasar, berwarna coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan dalam, tajuk berbentuk kerucut, serta daunnya merupakan daun jarum. Daun jarum mulai gugur setelah berumur kira-kira satu setengah tahun dan selanjutnya pengguguran ini berlangsung terus, tetapi karena musim gugur tidak nyata, pohon pinus tidak pernah gundul. Pinus merkusii adalah satu-satunya jenis famili pinaceae yang tumbuh secara alami di Indonesia. Daerah penyebarannya meliputi Thailand, Laos, Burma, Vietnam, dan Indonesia. Persyaratan tumbuhnya cukup mudah, dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh pada tanah becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe hujan A sampai C pada ketinggian 200 mdpl, 100 mdpl kadang-kadang tumbuh di bawah ketinggian 200 mdpl dan mendekati daerah pantai. Menurut Harahap (2000), tinggi P. merkusii dapat mencapai 20 – 40 m dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2 - 23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar, berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam. Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV. Pohon pinus
7
berbunga dan berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Juli - November. Biji yang baik warna kulitnya kering kecoklatan, bentuk bijinya bulat, padat, dan tidak berkerut. Jumlah biji kering 57.900 butir per kg. Kayu pinus memiliki berat jenis 0,46 sampai 0,70-an tergolong kedalam kelas awet IV dan kelas kuat II sampai III (Rianse 2001). Syarat-syarat tumbuh pohon pinus adalah: a. Iklim Pinus merkusii termasuk jenis intoleran yang terdapat pada daerah bermusim kering pendek, dengan curah hujan 1500-2500 mm/thn, juga terdapat didaerah-daerah bermusim kemarau tiga sampai empat bulan dalam setahun dengan curah hujan 1000-1800 mm/thn. Meskipun Pinus merkusii dapat tumbuh lebih baik didaerah-daerah yang mendapat hujan sepanjang tahun. b. Tanah Pinus merkusii tidak meminta syarat yang tinggi terhadap tanah, jenis ini dapat tumbuh pada tanah yang terkurus dan terkering. Meskipun demikian faktor tanah dapat berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan serta kualitas pohon (Suharlan et al. 1980). Pinus (Pinus merkusii) merupakan jenis tumbuhan asli Indonesia dengan sebaran alam di daerah Sumatera. Di Sumatera tegakan pinus di bagi menjadi tiga strain yaitu strain Aceh, Kerinci dan Tapanuli. Pinus tidak menuntut syarat yang tinggi terhadap tanah, dapat tumbuh pada daerah yang kurang subur dan ketinggian tempat 1000 – 1500 mdpl serta dapat mencapai tinggi pohon antara 20 – 40 meter. Kayu pinus memiliki kualitas yang cukup baik untuk berbagai tujuan. Pinus mempunyai kegunaan ganda seperti bahan baku pulp dan kertas, terpentin, pensil dan kayu pertukangan. Pinus juga merupakan jenis yang mampu menghasilkan getah dengan nilai ekonomi yang tinggi (Hardiwinoto et al. 2011). Jenis ini dapat tumbuh pada iklim yang berbeda-beda, tetapi yang paling baik ialah pada iklim tipe B. Curah hujan minimal yang dibutuhkan ialah 1.500 mm/thn dan akan tumbuh lebih baik di daerah yang sepanjang tahun mendapatkan hujan. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar 17°C dan 27°C, pengaruh cahaya matahari nyata sekali terhadap pertumbuhannya (intoleran)
8
dibawah naungan pertumbuhannya tidak baik. Di Indonesia pinus dapat tumbuh pada ketinggian 200-2000 mdpl. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada ketinggian antara 400-1.500 mdpl dan pertumbuhan maksimal pada 900-1.500 mdpl (Pasaribu 2008). Tanaman pinus dikenal sebagai pohon pioner. Kepioneran pinus ini dinyatakan dalam batas kemampuannya untuk tumbuh dengan baik pada suatu lahan dengan kesuburan rendah, dimana tanaman hutan jenis komersial lainnya tidak mampu tumbuh dengan baik. Kisaran persyaratan tumbuh tanamaan pinus yang amat lebar menyebabkan jenis ini termaksuk jenis pioner dan sering digunakan sebagai tanaman reboisasi. Pinus mampu tumbuh pada lahan paling tidak subur dan terkering, pinus diketahui mampu tumbuh pada kisaran ketinggian dari 3 – 4000 m diatas permukaan laut. Kemampuan tanaman pinus tumbuh di lahan tidak subur dengan kisaran ketinggian yang lebar diatas, dikarenakan adanya hubungan istimewa (simbiosa) antara akar pinus dengan bakteri dan jamur. Diluar kemampuan pinus sebagai tanaman pioner, ada sisi lain yang dianggap kelemahan pinus sebagai jenis tanaman reboisasi, yaitu bahwa tegakan pinus hingga saat ini dianggap sebagai tegakan yang boros air (Purwanto 1994). Dilihat dari jenis pinus yang memiliki bentuk yang ramping, lurus dengan tinggi yang dapat mencapai antara 60 sampai 70 meter dan diameter mencapai satu meter dan memiliki kulit batang yang berwarna kelabu tua dan beralur agak dalam, bentuk batang bulat, memanjang dan lurus tetapi kadang-kadang ada juga yang bengkok serta selalu hijau sepanjang tahun. Tajuk pohon pinus pada umumnya tidak terlalu lebar, mudah diidentifikasi dari udara karena bentuk tajuknya runcing dan daunnya berbentuk jarum dengan buah yang berbentuk kerucut, biji bersayap yang terletak secara berpasangan dalam lapisan sisik (Rianse 2001). Ciri-ciri fisik pinus yang sedikit mengeluarkan getah adalah alur-alur pada kulit tidak dalam, kayunya jika dilukai kayunya tampak warnanya agak cerah putih kekuningan dan tajuk jarang atau tidak lebat. Pohon yang mengeluarkan banyak getah dicirikan dengan alur kulit yang dalam, kayunya jika dilukai berwarna kemerahan dan memiliki tajuk lebar dan lebat (Matangaran 2006).
9
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus Menurut Suharlan et al. (1980), produksi getah dipengaruhi oleh faktorfaktor internal dan eksternal. Faktor eksternal berupa faktor tempat tumbuh serta tindakan pengelolaan yang berpengaruh terhadap produksi getah secara langsung maupun tidak langsung melalui faktor-faktor internal. Faktor eksternal seperti fluktuasi musim panas dan musim dingin atau musim kemarau dan musim hujan akan menyebabkan fluktuasi produksi getah. Pengaruh cuaca terlihat antara musim panas dan musim dingin. Musim panas akan memberikan produksi getah yang lebih tinggi, tetapi musim panas yang terus menerus pun tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah karena getah cepat mengering sehingga aliran getah terhenti. Unsur iklim lain yang berpengaruh terhadap produksi getah dalam hubungan dengan musim adalah suhu udara. Cuaca yang dingin memperlambat aliran getah. Kelembaban kadar air berpengaruh secara langsung ataupun tak langsung, terhadap kuantita dan kualita produksi getah. Faktor luar lain yang berpengaruh selain iklim adalah tindakan manusia berupa gangguan yang bersifat negatif. Kegiatan manusia yang berpengaruh positif terhadap produksi getah adalah tindakan pengelolaan yaitu memanfaatkan faktor-faktor alami yang berpengaruh terhadap getah secara menguntungkan. Tajuk yang besar dan baik akan meningkatkan produksi getah sehingga perlu diberikan kebebasan perkembangan tajuk dengan cara penjarangan yang memberikan ruang yang cukup bagi pertumbuhan yang baik (Suharlan et al. 1980). Faktor internal yang mempengaruhi produksi getah adalah sifat genotipa dan fenotipa pohon. Produksi getah pinus berbeda menurut jenis, misalnya Pinus caribaea mengahasilkan getah yang lebih banyak dengan kerak yang menempel pada pohon lebih sedikit daripada Pinus palustris. Pinus merkusii merupakan penghasil getah terbanyak setelah Pinus khasya. Pinus khasya dapat memproduksi getah sebanyak 7 kg/pohon/thn, sedangkan Pinus merkusii sebanyak 6 kg/pohon/thn (Suharlan et al. 1980). Faktor internal lain yang berpengaruh terhadap produksi getah pinus adalah keadaan, bentuk dan perkembangan pohon, misalnya besar tajuk, diameter pohon, riap dan sistem perakaran. Volume kayu gubal dan bentuk tajuk juga
10
berpengaruh terhadap produksi getah. Saluran-saluran getah yang banyak berada didalam kayu gubal. Pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya matahari yang lebih banyak sehingga terjadi fotosintesis dengan hasil yang lebih besar daripada pohon-pohon dengan tajuk yang kecil. Pohon-pohon dengan tajuk memenui 30% sampai 50% dari total tinggi pohon akan memproduksi getah lebih banyak daripada pohon-pohon dengan tajuk hanya 25% dari tinggi total pohon (Suharlan et al. 1980). Menurut
Darwo dan Nana (1974), tanaman yang berumur lebih tua
cenderung akan menghasilkan getah yang lebih banyak karena dengan bertambahnya umur tanaman, maka diameter pohon akan semakin besar dan pembuatan mal dalam satu pohon bisa dibuat lebih dari satu. Selain itu kerapatan tegakan
dapat
mempengaruhi
produksi
getah
karena
kerapatan
akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama kearah samping, yaitu dengan bertambahnya diameter pohon dan untuk pohon yang lebih lebar, dengan demikian, kemampuan pohon untuk memproduksi getah lebih banyak. Produksi getah tusam yang paling banyak adalah tanaman yang berumur lebih tua akan menghasilkan getah yang banyak. Menurut Sugiyono et al. (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi getah adalah: 1. Umur pohon Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Umur pohon menghasilkan getah semakin banyak pada batas umur tertentu. 2. Tajuk pohon Hasil getah tiap pohon berhubungan langsung dengan besarnya tajuk, karena dalam tajuklah proses fotosintesis terjadi. Pohon dengan tajuk lebar akan menerima cahaya matahari lebih banyak, sehingga akan terjadi proses fotosintesis yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang memiliki tajuk lebih kecil. Hasil fotosintesi yang besar akan menambah pertumbuhan diameter pohon. 3. Diameter Pohon dengan diameter kurang dari 25 cm dan setinggi dada menghasilkan getah sedikit. Pohon dengan hasil getah yang banyak, dicirikan dengan
11
lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh dan bentuk kerucut serta mempunyai tinggi tajuk sampai seperempat dari tinggi pohonnya. 4. Kesehatan pohon Kesehatan pohon berpengaruh langsung terhadap
kelancaran proses
fotosintesis pertumbuhan batang dan pembentukan kayu gubal. Pohonpohon sehat mengahasilkan getah lebih banyak dari pada pohon-pohon yang terserang penyakit. 5. Perbedaan jenis pohon. Pinus yang menghasilkan getah terhadap beberapa jenis dengan produksi berbeda. Upaya meningkatkan getah menurut Sugiyono et al. (2001), getah pinus dapat diperoleh dengan penyadapan batang pohon. Saluran getah yang akan menyempit atau buntu dan apabila masih muda getah yang dapat keluar dengan segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah yang disadap, sehingga menyumbat mulut saluran getah. Agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan getah tidak membeku dapat digunakan stimulansia tertentu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi getah yaitu, bonita tanah. Pohon-pohon yang tumbuh pada tanah yang berbonita tinggi, pertumbuhannya lebih baik dan pada gilirannya produksi getahnya lebih banyak, karena kandungan unsur hara. Dari berbagai hasil penelitian, penulis mencatat bahwa produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap dan lain-lain (Matangaran 2006). Penyadapan Getah Pinus Penyadapan getah pinus dengan menggunakan metode quarre, adalah kekhawatiran tumbanganya pohon karena angin. Apabila tetap menggunakan metode quarre maka dapat dilakukan dengan pemanenan getah hanya pada lokasi tertentu. Teknik pemanenan getah ini mempertimbangkan arah angin sehingga pohon yang dipanen getahnyan terlindung dari terpaan kencang. Cara lain adalah dengan memodifikasi petel sedemikian rupa sehingga tidak merusak kayu terlalu banyak (Matangaran 2006).
12
Getah pinus terdapat pada bagian kayu bukan pada bagian kulit atau kambium seperti kopal aghatis. Getah pinus terbentuk jika terjadi luka pada kayu. Resin akan keluar melalui saluran resin (saluran interselluler sel) dengan maksud menutup luka tersebut. Saluran resin terbentuk kearah memanjang batang diantara sel-sel trakeida atau melintang radial dalam berkas jaringan-jaringan kayu. Saluran kearah memanjang batang (vertikal) biasanya lebih besar dibandingkan dengan saluran kearah radial. Saluran resin arah radial ini yang mengakibatkan para penyadap melukai batang lebih dalam dari aturan yang dibuat. Sesungguhnya luas permukaan luka sadap yang menentukan banyaknya saluran getah yang terluka hingga getah lebih banyak keluar, makin luas bagian kayu yang terluka maka makin banyak hasil panen getah (Matangaran 2006). Getah pinus pada sadapan batang pohon pinus berada di dalam saluran getah yang arahnya vertikal (longitudinal, aksial) dan horizontal (radial dan konsentrik). Saluran getah ini dapat terbentuk secara lisigen, sizogen maupun siziliogen. Sebaran saluran getah siziliogen banyak terdapat pada pohon pinus yang disadap (Kasmudjo 2011). Menurut Kasmudjo (2011), pohon pinus yang akan disadap harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu: 1. Dengan dasar diameter minimum. Cara ini menggunakan dasar diameter minimum dari pohon pinus yang akan disadap, yaitu berdiameter diatas 15 cm. Prinsip metode ini adalah mengambil hasil pertama getah saat riap tumbuh pohon/tegakan tersebut maksimum, yaitu pada umur lebih dari 10 tahun atau memasuki kelas umur (KU) III. Biasanya dasar ini digunakan apabila klas perusahaan hanya diutamakan untuk mengambil getahnya. 2. Dengan dasar pemilihan pohon. Cara ini dipakai untuk suatu perusahaan yang mengolah pinus secara terintregasi (untuk berbagai kegunaan termaksuk dari kayunya). Pohon-pohon yang akan disadap adalah pohonpohon yang pada waktu mendatang akan dijarangi atau ditebang yaitu sejak umur diatas 10 tahun (memasuki KU III) sampai pada daur tebangan atas umur penjarangannya. Adapun faktor perlakuan oleh manusia yang mempengaruhi menurut Kasmudjo (2011) adalah :
13
1. Bentuk sadapan, yaitu hasil getah dari sadapan bentuk koakan paling banyak, kemudian menyusul bentuk ril dan bor. 2. Arah sadapan, yaitu arah menghadapkan luka tersebut. Arah sadapan menghadap ketimur paling banyak menghasilkan getah kemudian menghadap ke utara, selatan dan barat. 3. Arah pembaharuan, yaitu kearah atas atau kearah bawah. Pembaharuan kearah atas produksi getahnya lebih banyak 4. Upaya stimulansia, yaitu upaya perangsangan pada luka sadapan dengan bahan kimia asam. Upaya stimulansia harus menggunakan pedoman yang teliti agar tidak merugikan. Bahan stimulansia yang dapat digunakan antara lain asam sulfat, socepas, asam oksalat, CuSo 4, bolus alba dan sebagainya. Pemberian stimulansia yang umumnya berupa asam keras menyebabkan saluran getah dan sel-sel parenkim akan terhidrolisis sehingga getah yang encer semakin banyak yang keluar melebihi normal. Teori lain menyatakan asam sebagai penyangga sehingga getah sukar membentuk rantai sikliknya dan tetap dalam bentuk aldehide mengakibatkan getah encer tetap keluar melebihi normal (Riyanto dalam Matangaran 2006). Pemberian stimulansia diketahui dapat meningkatkan produksi getah secara nyata. Tetapi dari hasil pengamatan bahwa ada pengaruh nyata terhadap pengurangan produktivitas getah setelah beberapa bulan pelukaan diberi stimulansia dengan konsentrasi yang tinggi. Pemberian stimulansia dalam konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan kayu bekas pelukaan memerah kemudian berubah lebih gelap dan akhirnya tidak mengeluarkan getah (Matangaran 2006). Menurut hasil penelitian dari Rochidajat dan sukawi (1978), penyadapan getah pinus di Indonesia merupakan usaha untuk memanfaatkan tegakan-tegakan pinus yang telah ada, sebagai hasil sampingan sebelum tegakan masak tebang sebelum tegakan dipanen hasil kayunya. Tegakan pada umumnya merupakan, tegakan yang tidak atau belum mendapat pemeliharaan secara teratur. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain faktor keamanan dan ketiadan biaya. Berdasarkan hasil peninjauan di beberapa tempat di Sumatera Utara, Jawa Barat
14
dan Jawa Tengah, keadaan tegakan itu menurut pandangan mata memberi kesan sebagai berikut: 1. Tegakan rapat dengan batang kecil-kecil dan sebagian bengkok-bengkok. 2. Tajuk menutup sehingga cahaya matahari hanya sedikit yang dapat masuk kedalam tegakan. 3. Ditegakan terasa lembab dan dingin. Keadaan seperti ini menimbulkan berbagai masalah didalam usaha penyadapan getah pinus. Secara singkat masalah-masalah ini antara lain dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Keadaan tegakan dengan pohon yang terlalu rapat dan diameter pohon yang kecil mengakibatkan produksi getah pinus per pohon mejadi relatif kecil. 2. Kurangnya cahaya matahari yang masuk kedalam tegakan menyebabkan suhu udara didalam tegakan menjadi relatif rendah. Hal ini menyebabkan getah menjadi cepat mengering sehingga penetasan getah selanjutnya menjadi terhambat. 3. Dengan diameter batang yang relatif kecil, maka kerusakan yang diakibatkan oleh pembuatan koakan menjadi relatif lebih besar, sehinnga kerugian kayu baik mutu maupun jumlahnya menjadi besar. 4. Dengan biaya produksi yang tinggi, terutama para produsen gondorukem di Sumatera mendapatkan kesulitan didalam bersaing. Apalagi terpentin yang dihasilkan belum dpat dimanfaatkan secara maksimal. Getah Pinus Getah tusam setelah didestilasi akan menghasilkan gondorukem dan terpentin. Gondorukem banyak dibutuhkan untuk campuran bahan pembatikan, indutri sabun, kertas dan cat sedangkan terpentin banyak digunakan sebagai bahan pelarut. Contoh dari getah resin diberikan gondorukem. Gondorukem merupakan produk getah resin, sebagai residu tertinggal yang diperoleh pada pengolahan getah pinus (Kasmudjo 2011). Gondorukem adalah istilah yang digunakan sebagai sebutan umum untuk produk pengolahan getah dari pohon jenis pinus. Gondorukem bahan yang berharga murah dan mudah merupakan resin natural didapat dari hasil destilasi/ penyulingan dari getah pinus dan berupa padatan
15
berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Kualitas getah akan menentukan kualitas dan rendemen gondorukem yang dihasilkan. Getah pohon pinus mengandung 70-75% gondorukem, 20-25% terpentin (Suharlan et al. 1980). Menurut Suharlan et al. (1980), mengatakan bahwa getah pinus merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti eter dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (interseluler). Pada kayu daun jarum terdapat dua macam saluran resin traumatis yang terbentuk akibat pelukaan dalam kayu. Getah menghasilkan gondorukem dan terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan sizin pada sabun, sealing wax, bahan pelapis, bahan solder, tinta, cat, dan lainlain. Terpentin biasa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan pelarut lilin, dan bahan pembuatan kamper sintesis. Gondorukem dapat digunakan secara murni maupun sebagai campuran, yaitu dalam industri batik, dalam industri kertas sebagai bahan sizing, bahan industri sabun sebagai bahan penyampur dan untuk pembuatan vernis: tinta cetak, bahan isolasi listrik, korek api, lem, industri kulit dan lain-lain.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2012.
Alat dan Bahan Objek penelitian yang digunakan adalah pohon Pinus merkusii dengan diameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Alat penahan stemflow berupa, selang dengan diameter 1 inchi, ban sepeda bekas dengan diameter 60 cm, botol aqua 1,5 liter. Alat dan bahan tambahan berupa paku dengan panjang 2 cm dan 5 cm, batok kelapa, plinkot, lem aibon dan lem fox, wadah plastik ukuran 15 cm x 10 cm x 10 cm, gunting, golok, palu, kuas, cat, label, meteran, gelas ukur dan tally sheet. Alat yang digunakan dalam pengolahan data adalah kalkulator dan komputer dengan program statistik Software SAS V8.
Metode Pengumpulan Data Jenis data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil kegiatan pengamatan di lapangan yaitu berupa hasil pengukuran volume air yang tertampung di dalam wadah penampungan getah (batok kelapa) pada saat hujan akibat adanya stemflow. Data sekunder adalah data yang mendukung data primer yang tidak langsung diperoleh di lapangan seperti data mengenai kondisi umum lokasi penelitian, meliputi sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), letak dan luas , iklim, keadaan tanah, data curah hujan. Dalam kegiatan penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk memperoleh data. Adapun tahapan metode kerja yang akan dilakukan adalah: 1. Survey di lapangan. 2. Memilih pohon contoh yang akan diberi perlakuan sebanyak 36 pohon contoh dengan diameter yang berbeda. Kemudian 36 pohon contoh
17
tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan diameter yaitu 12 pohon berdiameter 20 cm, 12 pohon berdiameter 40 cm, dan 12 pohon berdiameter 60 cm dengan kondisi sehat dan tidak cacat. Setiap pohon pada masing-masing kelompok homogen. 3. Pembuatan alat penahan stemflow: a. Pembuatan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter: Pada bagian atas dan bawah botol plastik air mineral tersebut dipotong. Setelah bagian atas dan bagian bawah dipotong, botol plastik dibelah menjadi dua bagian. Kemudian botol tersebut dipotong-potong dengan ukuran ± 7 cm. Pemotongan ini dimaksudkan agar botol plastik air mineral tersebut dapat lebih mudah dibentuk ketika dipasang pada pohon.
Potongan
botol
direkatkan
secara
vertikal
dengan
menggunakan lem aibon. Panjang botol yang telah direkatkan sepanjang 35 cm atau 7 potongan botol plastik air mineral 1,5 liter.
(A)
(B)
Gambar 2 Sketsa alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter (A), foto alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter (B) b. Pembuatan alat penahan stemflow dari ban sepeda : Ban yang digunakan adalah ban sepeda kecil bagian luar dengan diameter 60 cm. Ban sepeda lalu dipotong menjadi dua bagian, kemudian bagian dalam ban, pada pinggir ban yang terdapat besi
18
digunting habis, sehingga ban tersebut menjadi lebih mudah untuk dibentuk. Ban yang sudah dipotong besinya, lalu dipotong kembali pada bagian pinggir dalamnya agar luasan pada ban lebih besar dan tidak melipat. Panjang ban sepeda yang digunakan adalah 35 cm.
(A)
(B)
Gambar 3 Sketsa alat penahan stemflow dari ban sepeda (A), foto alat penahan stemflow dari ban sepeda (B) c. Pembuatan alat penahan stemflow dari selang: Selang yang digunakan adalah selang tipis (ukuran diameter 1 inch) dengan panjang selang 50 cm. Selang tersebut dibelah namun tidak sampai menjadi dua bagian yang terpisah.
50 c m
(A)
(B)
Gambar 4 Sketsa alat penahan stemflow dari selang (A), foto alat penahan stemflow dari selang (B) 4. Masing-masing kelompok pohon diberi perlakuan menggunakan alat penahan stemflow dari selang, alat penahan stemflow dari ban sepeda
19
bekas, alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter dan sama sekali tidak diberi alat penahan stemflow (sebagai kontrol). Dengan kata lain masing-masing alat dipasang pada 3 pohon berdiameter berbeda. 5. Setelah itu dilakukan pemasangan alat penahan stemflow yang telah dibuat. Masing-masing alat tersebut dipaku pada pohon dengan paku berukuran 2 cm pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan kemiringan 45°. Pemasangan alat dilakukan hingga menutupi setengah sisi pohon tampak depan. 6. Alat yang telah dipasang, kemudian dilapisi oleh plinkot (bahan yang digunakan sebagai pelapis anti bocor) pada bagian tepi-tepi pohon untuk menutup
celah-celah
kecil,
sehingga
tidak
mengalir
ke
wadah
penampungan getah. 7. Untuk mencegah tumpahnya air ke tanah dari wadah penampungan getah (batok kelapa) akibat berlebihan, maka dibuat penampung tambahan dibawah wadah penampungan getah (batok kelapa) berupa wadah plastik kecil dengan ukuran 15 cm x10 cmx 10 cm, sehingga air tidak ada yang terbuang (data lebih akurat).
Gambar 2 Wadah tambahan untuk menampung air yang tumpah dari wadah penampungan getah 8. Dilakukan pengukuran volume air setiap hari hujan menggunakan gelas ukur dilihat dari air yang masuk ke dalam penampungan getah pada pohon pinus (batok kelapa). Jumlah pengukurann volume air dilakukan pada 20 hari hujan. Pengolahan Data
20
Penelitian ini menggunakan 36 pohon contoh yang terdiri dari 3 kelompok diameter yaitu berdiameter 20 cm, 40 cm, dan 60 cm untuk mewakili masingmasing diameter kecil, besar, dan sedang. Data volume air yang akan diukur selama 20 hari hujan dimasukkan ke dalam tabel data (Tabel 1). Kemudian dilakukan pengolahan data, untuk mengetahui pengaruh pemberian alat penahan stemflow yang dipasang terhadap volume air pada pohon tanpa alat (kontrol). Tabel 1 Bagan rancangan percobaan Hari Hujan 1 2 3 4 5 6 …. …. …. 20 Rata-rata
Perlakuan 1 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 …. …. …. Y120k ∑Y1k/n
2 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 …. …. …. Y220k ∑Y2k/n
3 Y31 Y32 Y33 Y34 Y35 Y36 …. …. …. Y320k ∑Y3k/n
4 Y41 Y42 Y43 Y44 Y45 Y46 …. …. …. Y420k ∑Y4k/n
Keterangan : Yik = volume air pada perlakuan ke-i, ulangan ke-k i
= 1, 2,3,4 1 : Tanpa perlakuan (kontrol) 2 : Alat penahan stemflow dari aqua 3 : Alat penahan stemflow dari ban 4 : Alat penahan stemflow dari selang
n
= Jumlah hari hujan (1,2,3,4,5…,20)
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian alat penahan stemflow terhadap volume air yang tertampung maka dilakukan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor yaitu faktor perlakuan dengan ulangan yang sama. Perhitungan analisis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
21
)2/rt
Faktor Korelasi (FK) =( 2
JKT = JKR =
2
– FK
– FK
JKS = JKT-JKR Hasil perhitungan jumlah kuadrat setiap faktor selanjutnya ditabulasikan dalam bentuk tabel analisis ragam seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Struktur tabel analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor dengan ulangan yang sama Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Kuadrat F Hitung Keragaman Bebas (DB) (JK) Tengah (KT) Regresi
t-1
JKR
KTR
Sisa
t(r-1)
JKS
KTS
Total
tr-1
JKT
KTR/KTS
Hipotesis: Pengujian terhadap pengaruh alat steamflow H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0 H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0 Terima H0
: Perbedaan taraf perlakuan yang diberikan perlakuan alat penahan steamflow dan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).
Terima H1
: Sekurangnya ada taraf perlakuan yang diberikan alat penahan stemflow yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).
Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah: 1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan alat memberikan pengaruh tidak nyata terhadap besarnya volume air akibat stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). 2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan alat memberikan pengaruh nyata terhadap besarnya volume air akibat stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Luas HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis Hutan
Pendidikan
Gunung
Walat
berada
pada
106°48'27''BT
sampai
106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (HPGW 2009).
HPGW
Gambar 6 Foto lokasi HPGW
Topografi dan Iklim HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl.) dan KN 2.213 (720 m dpl.). Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600 – 4400 mm.
Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan
minimum 19° C di malam hari (HPGW 2009).
23
Tanah dan Hidrologi Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (HPGW 2009). Vegetasi Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul (HPGW 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyadapan Ketika Musim Hujan Kegiatan penyadapan dengan menggunakan metode quarre, di Hutan Pendidikan Gunung Walat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal seperti musim kemarau dan musim hujan, musim hujan menyebabkan fluktuasi produksi getah. Musim kemarau akan memberikan produksi getah yang lebih tinggi. Akan tetapi musim kemarau yang terus-menerus tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah karena getah cepat mengering sehingga aliran getah terhenti. Faktor internal yang berpengaruh terhadap produksi getah pinus adalah keadaan, bentuk dan perkembangan pohon, misalnya besar tajuk, diameter pohon, riap dan sistem perakaran (Suaharlan et al. 1980). Pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya matahari yang lebih banyak, sehingga terjadi fotosintesis dengan hasil yang lebih besar dari pada pohon-pohon dengan tajuk yang kecil (Suharlan et al. 1980). Penyadapan getah dengan metode quarre memiliki kendala pada saat musim hujan, salah satunya adalah pengambilan hasil sadapan getah pinus. Hutan Pendidikan Gunung Walat telah melakukan pembuatan pelindung getah, sehingga air hujan tidak masuk ke dalam wadah penampungan getah, namun dari pemasangan alat yang telah dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat belum diketahui kemampuannya dalam melindungi getah agar tidak terkena air hujan. Berbagai hasil penelitian mencatat bahwa, produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap dan lainlain (Matangaran 2006). Pada saat musim hujan, wadah penampungan getah (batok kelapa) penuh oleh air hujan. Selain karena air hujan, dipengaruhi juga oleh pola pemanenan yang tidak sesuai jadwal panen di Hutan Pendidikan Gunung Walat, yaitu tiga hari. Penyadapan dengan menggunakan metode quarre dilakukan perbaharuan luka setiap 3 hari sekali, dengan menambahkan luka sadapan baru 3 - 5 mm (Sugiyono et al. 2001). Pada saat musim hujan pengambilan getah dapat mencapai satu
minggu,
lamanya
waktu
pemanenan
getah berpengaruh terhadap
25
produktivitas getah yang telah tertampung. Semakin lama waktu pemanenan, akan semakin banyak air hujan yang tertampung. Waktu satu minggu untuk melakukan pemanenan getah maupun pembaharuan luka lebih dari tiga hari tidak akan mempengaruhi
peningkatan
produktivitas
getah.
Faktor
eksternal
yang
berpengaruh terhadap produksi getah salah satunya adalah tindakan manusia yang bersifat negatif. Kegiatan manusia yang berpengaruh negatif terhadap produksi getah adalah tindakan pemanenan dan pembaruan luka yang tidak sesuai jadwal (Suharlan et al. 1980). Curah hujan yang tinggi akan menyebabakan kelembaban di sekitar luka sadapan menjadi tinggi dan hal tersebut dapat menyebabkan getah dapat menggumpal (Sugiyono et al. 2001).
(A)
(B)
Gambar 7 Getah dan air yang penuh dan terbuang keluar batok (A), getah yang bercampur air ketika musim hujan (B) Wadah penampungan getah memiliki volume penampungan sebesar 300 ml–350 ml, ketika wadah penampungan getah menampung air melebihi kapasitas tampung, maka air tersebut akan mengalir terbuang bersama dengan getah yang tertampung. Getah juga terbuang bersama dengan air saat dipisahkan. Hal ini mempengaruhi produktivitas hasil sadapan, karena kegiatan tersebut dilakukan tidak hanya pada satu pohon, namun dilakukan pada seluruh getah hasil sadapan yang bercampur dengan air. Menurut Indrajaya dan Wuri (2008), daun dan tajuk pinus dapat mengurangi hujan netto melalui proses intersepsi. Air hujan yang jatuh pada tajuk pinus akan langsung terintersepsi. Air hujan yang jatuh menyentuh tanah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penutupan vegetasi hutan
26
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya air hujan seluruhnya menyentuh permukaan tanah atau tidak. Penutupan vegetasi menyebabkan butirbutir hujan yang jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, akan tetapi ditahan oleh tajuk pohon yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui batang ke permukaan tanah yang disebut stemflow dan sebagian jatuh secara langsung dari tajuk berupa tetesan air yang dinamakan throughfall (Soerjono 1987). Stemflow pada pohon pinus lebih rendah dibandingkan dengan jenis pohon lain, tetapi stemflow yang jatuh pada pohon pinus sadapan menyebabkan berkurangnya getah yang telah tertampung. Hasil pengukuran kemampuan keempat perlakuan terhadap pohon pinus menunjukkan angka rata-rata standar deviasi sebagai berikut. Tabel 3 Volume air yang tertampung pada keempat perlakuan (rata-rata dan standar deviasi) pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm Volume air yang tertampung (ml) pada pohon berdiameter Alat
20 cm
40 cm
60 cm
Kontrol
35,73 ± 15,39
93,17 ± 27,76
56,75 ± 13,90
Botol plastik air
18,00 ± 5,70
46,25 ± 12,03
24,33 ± 5,72
Ban Sepeda
33,25 ± 16,78
51,91 ± 19,28
51,17 ± 13,20
Selang
54,33 ± 19,35
47,00 ± 16,86
38, 17 ± 9,92
mineral 1,5 liter
Standar deviasi digunakan untuk mengetahui keragaman dari rata-rata volume air tertampung masing-masing alat penahan stemflow pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm setiap hari hujan. Tingginya standar deviasi yang diperoleh, dipengaruhi juga dari efektivitas alat dalam menahan air hujan. Botol plastik air mineral 1,5 liter pada pohon berdiameter 20 cm, memiliki keragaman rata-rata volume air berkisar 18,00 ± 5,70 ml, dimana rata-rata volume air yang tertampung terendah sebesar 5,70 ml dan rata-rata volume air yang tertampung tertinggi sebesar 18,00 ml. Pada pohon berdiameter 40 cm, menggunakan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter, memiliki keragaman rata-rata volume air berkisar 46,25 ± 12,03 ml, rata-rata volume air tertinggi sebesar 46,25 ml dan rata-rata volume air terendah sebesar 12,03 ml. Botol plastik air mineral 1,5 liter pada pohon berdiameter 60 cm, memiliki keragaman rata-rata volume air berkisar 24,33 ± 5,72 ml, dimana rata-
27
rata volume air terendah sebesar 5,72 ml dan rata-rata volume air tertampung tertinggi sebesar 24,33 ml. Diperoleh volume air dari alat penahan stemflow menggunakan botol plastik air mineral 1,5 liter menghasilkan nilai rata-rata dan standar deviasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai rata-rata alat lainnya. Kondisi ini terjadi pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm, maupun 60 cm. Hal ini menunjukkan bahwa, alat stemflow berupa botol plastik air mineral 1,5 liter merupakan alat yang efektif dalam menahan air stemflow dibandingkan dengan alat yang lainnya. Penggunaan alat penahan stemflow dari selang pada pohon berdiameter 20 cm memiliki volume air yang tertinggi, hal ini disebabkan oleh kelemahan alat penahan stemflow dari selang,yaitu banyaknya selang yang menutup dan melipat, sehingga tidak mampu dalam menahan air hujan yang mengalir melalui batang, akibatnya air tertampung pada alat dan masuk kedalam wadah. Efektivitas menahan air hujan dari alat penahan stemflow, dilihat dari volume air tertampung rata-rata terendah dari setiap alat penahan stemflow yang digunakan pada pohon pinus, maupun pada pohon kontrol (tidak diberi alat penahan stemflow). Salah satu faktor yang mempengaruhi volume air yang tertampung pada wadah penampungan getah adalah curah hujan yang terjadi setiap hari hujannya. Curah hujan yang terjadi setiap hari hujannya memiliki curah hujan yang berbeda, maka volume air yang tertampung dalam wadah penampungan getah yang masuk melalui aliran batang pada pohon pinus berbeda. Pada pohon pinus berdiameter 40 cm, volume air terendah adalah volume air pada pohon dengan alat penahan stemflow terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter yaitu sebesar 46,25 ml dan volume air tertinggi adalah volume air pada kontrol sebesar 93,16 ml. Volume air terendah pada pohon berdiameter 60 cm adalah penggunaan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter sebesar 24,33 ml dan kontrol (tidak diberi alat penahan stemflow) memiliki volume air tertampung tertinggi yaitu, sebesar 56,75 ml. Volume air rata-rata yang diperoleh dari setiap hari hujan berbeda, sesuai dengan curah hujan yang terjadi dan waktu lamanya
28
hujan turun. Menurut Mannokaran dalam Kaimuddin (1994), apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan waktu singkat, maka tidak terjadi aliran batang. Berdasarkan volume data yang diperoleh, rata-rata volume air tertinggi adalah pada pohon berdiameter 40 cm, karena terletak pada topografi yang curam dan berbeda dengan topografi pada pohon dengan diameter 20 cm dan 60 cm yang memiliki topografi yang sama, yaitu tidak terlalu curam. Topografi curam menyebabkan, air percikan hujan dari tanah masuk kedalam wadah penampungan getah. Hal ini dapat dilihat adanya tanah yang masuk pada wadah penampungan getah.
Gambar 8 Posisi wadah penampungan getah pada pohon berdiameter 40 cm yang berada pada sisi atas lereng yang memungkinkan percikan air hujan dari tanah masuk ke wadah penampungan getah Berdasarkan analisis, alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter efektif digunakan untuk semua kelas diameter dibandingkan dengan penggunaan alat penahan stemflow dari selang, ban sepeda dan kontrol. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter mampu menahan aliran batang yang mengalir masuk kedalam wadah penampungan getah, sehingga air hujan yang masuk melalui aliran batang menjadi berkurang. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter memiliki volume air paling rendah selama 20 kali hari hujan dengan curah hujan yang berbeda-beda tiap hari hujannya. Semakin sedikitnya air hujan yang mengalir melalui batang dan masuk pada wadah penampungan getah, dapat mengurangi terbuangnya getah bersama dengan air.
29
Menurut Siregar et al. (2006), pada saat curah hujan kecil air hujan yang tertahan oleh tajuk seluruhnya terintersepsikan. Pada lokasi penelitian terdapat beberapa wadah penampungan getah (batok) yang tidak terisi air ketika curah hujan rendah. Penutupan tajuk yang rapat menyebabkan kapasitas intersepsi hujan menjadi lebih besar (Murtilaksono et al. 2007). Pohon pinus yang menghasilkan getah tinggi adalah pohon yang memiliki tajuk lebat dan lebar, karena didalam tajuklah terjadi proses fotosintesis. Menurut Ruslan dalam Aththorick (2000), pohon dengan tajuk yang lebat dapat menahan air hujan yang jatuh lebih banyak, sehingga air yang tertahan oleh tajuk tersebut akan banyak terintersepsi dan air hujan yang menjadi stemflow pun banyak. Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian alat penahan stemflow terhadap volume air yang tertampung maka dilakukan analisis ragam untuk pohon berdiameter 20 cm. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii berpengaruh nyata terhadap besarnya volume air yang tertampung akibat stemflow pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil dari analisis terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Analisis ragam keempat perlakuan pada pohon pinus berdiameter 20 cm Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Keragaman Bebas (JK) (KT) Perlakuan 3 5867,47 1955,83 Galat 19 78573,38 4413,44 Total 22 Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%
F-hitung 6,22*
F 0,05 3,13*
Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 20 cm dari hasil analisis ragam diperoleh nilai F hitung untuk alat penahan stemflow pada pohon dengan diameter 20 cm senilai 6,22 nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar 3,13. Pengaruh pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 20 cm terhadap volume air yang tertampung berdasarkan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 5.
30
Tabel 5 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 20 cm Duncan Grouping
Volume Rata-Rata (ml)
A** 54,33 B** 35,75 BA** 33,25 C 18,00 Keterangan: **= Tidak berbeda nyata
Perlakuan Selang Kontrol Ban sepeda Botol plastik air mineral 1,5 liter
Berdasarkan uji Duncan yang dilakukan diketahui hasil pada Tabel 5, dijelaskan bahwa a, b dan c merupakan klasifikasi Duncan grouping. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter berbeda nyata dengan alat penahan stemflow dari selang, ban sepeda dan kontrol terhadap volume air. Hasil analisis ragam pemberian alat penahan stemflow pada pohon berdiameter 40 cm, menunjukkan bahwa penggunaan alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii berpengaruh nyata terhadap besarnya volume air akibat stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Tabel 6 Analisis ragam keempat perlakuan pada pohon pinus berdiameter 40 cm Sumber
Derajat
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Keragaman
Bebas
(JK)
(KT)
Perlakuan
3
30454,65
10151,55
Galat
19
198610,20
10453,17
Total
22
F-hitung 12,86*
F 0,05 3,13*
Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%
Dilihat dari Tabel 6 hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 40 cm, hasil sidik ragam diperoleh nilai F hitung untuk alat penahan stemflow pada pohon dengan diameter 40 cm senilai 12,86, nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar 3,13. Untuk mengetahui pengaruh pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 40 cm dilakukan uji lanjut Duncan, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 40 cm Duncan Grouping Rata-rata (ml) A 93,17 B** 51,92 B** 46,25 B** 47,00 Keterangan: **= Tidak berbeda nyata
Perlakuan Kontrol Ban sepeda Botol plastik air mineral 1,5 liter Selang
31
Dari hasil uji Duncan seperti dilihat pada Tabel 7, pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus menyatakan bahwa kontrol dengan alat penahan stemflow dari ban, selang dan botol plastik air mineral 1,5 liter berbeda nyata. Kondisi tajuk yang rapat pada lokasi pohon pinus berdiameter 20 cm dan 40 cm, memiliki aliran batang yang lebih rendah karena memiliki penutupan tajuk yang lebih rapat dibandingkan dengan penutupan tajuk lokasi pohon berdiameter 60 cm. Menurut Skau dalam Aththorick (2001), menunjukkan bahwa makin rapat keadaan tajuk, air hujan yang menjadi aliran batang menjadi rendah. Tabel 8 Analisis ragam keempat perlakuan pada pohon pinus berdiameter 60 cm Sumber
Derajat
Jumlah Kuadrat
Keragaman
Bebas
(JK)
Perlakuan
3
Galat Total
Kuadrat Tengah (KT)
F-hitung
F 0,05
12539,30
4179,77
10,13*
3,13*
19
109342,85
5754,89
22
14397,93
Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%
Perhitungan analisis ragam Tabel 8 hasil analisis ragam, menunjukkan terdapat pengaruh nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 60 cm dari hasil analisis ragam diperoleh nilai F hitung untuk alat penahan stemflow pada pohon dengan diameter 60 cm senilai 10,13, nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar 3,13. Diamana F hitung > F tabel maka dapat dikatakan bahwa pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus terhadap volume air rata-rata yang tertampung berpengaruh nyata. Untuk mengetahui pengaruh pemberian masingmasing alat penahan stemflow pada pohon pinus terhadap volume air rata-rata tertampung pada pohon dengan diameter 60 cm dilakukan uji lanjut Duncan. Tabel 9 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 60 cm Duncan Grouping
Rata-rata (ml)
Perlakuan
A**
56,75
Kontrol
A** B
51,17 38,17
Ban sepeda Selang
C
24,33
Botol plastik air mineral 1,5 liter
Keterangan : **= Tidak berbeda nyata
32
Berdasarkan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh nyata pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus, bahwa alat penahan stemflow dari botol plastik air mieral 1,5 liter dengan alat penahan stemflow dari selang, ban dan kontrol berbeda nyata. Perolehan hasil rata-rata volume air yang tertampung pada wadah penampungan getah (batok), menyatakan bahwa alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter memiliki kemampuan menahan aliran batang lebih baik dari ketiga alat penahan stemflow lainnya seperti ban sepeda, selang maupun pada pohon yang tidak diberikan alat penahan stemflow (kontrol). Selain efektif dalam menahan air hujan yang mengalir melalui batang sehingga tidak masuk dalam wadah penampungan getah, botol plastik air mineral 1,5 liter memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan alat penahan stemflow dari selang dan ban sepeda adalah, botol plastik air mineral 1,5 liter memiliki permukaan yang lebih luas dan lebar, mudah untuk dibentuk pada saat dililitkan di pohon. Memiliki bagian tepi yang lebih tipis dibandingkan selang dan ban sepeda sehingga dapat lebih menyatu pada pohon. Penggunaan alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter lebih mudah diperoleh. Untuk alat penahan stemflow dari ban sepeda dan selang yang memiliki permukaan penahan lebih kecil, cukup sulit untuk dibentuk dan dililitkan pada pohon. Analis Biaya Pembuatan Alat Penahan Stemflow Efektivitas penggunaan alat penahan stemflow tidak hanya dilihat dari kemampuan dalam menahan air, tetapi biaya pembuatan alat penahan stemflow juga merupakan hal penting dalam memilih alat, sehingga diperoleh biaya yang minimum. Implementasi untuk penggunaan alat penahan stemflow pada pohon pinus dapat diterapkan jika harga dari pembuatan alat sangat rendah karena dalam melakukan kegiatan penyadapan dibutuhkan biaya yang sangat minimum. Biaya yang dibutuhkan adalah biaya untuk alat utama, seperti botol plastik air mineral 1,5 liter, ban sepeda dan selang dan biaya untuk bahan dan alat tambahan seperti plinkot, paku dan lem. Alat dan bahan tambahan seperti, lem, paku dan plinkot dapat digunakan untuk membuat alat penahan stemflow yang lebih banyak dari jumlah alat yang digunakan untuk penelitian. Biaya total untuk botol plastik air mineral 1,5 liter sebesar Rp 21.700/kg, dapat digunakan untuk
33
membuat 25 alat penahan stemflow, biaya total yang dikeluarkan untuk ban sepeda bekas Rp 12.700 dapat untuk membuat 10 alat penahan stemflow dan biaya total dari selang Rp 71.700 dapat untuk membuat 10 alat penahan stemflow. Biaya terendah, untuk membuat alat penahan stemflow adalah biaya pembuatan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter, yaitu sebesar Rp 21.700/kg. Mengetahui biaya pembuatan alat penahan stemflow/unit dari masing-masing alat penahan stemflow dapat dijabarkan pada Tabel 10. Tabel 10 Pertimbangan biaya/unit penggunaan alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm EFEKTIVITAS MENAMPUNG AIR (ml) Jenis alat
Biaya/unit
Diameter 20
Diameter 40
Diameter 60
(Rp/unit)
cm
cm
cm
868
18,00*
46,25*
24,33*
Ban Sepeda
1.270
33,25
51,91
51,17
Selang
7.170
54,33
46,85
38,17
Aqua Botol 1,5 liter
Keterangan : * = Memiliki harga rendah dan efektivitas yang tinggi dalam menahan aliran batang dari semua alat penahan stemflow yang diujikan.
Berdasarkan biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan alat penahan stemflow, biaya paling efisien dari ketiga kelas diameter yaitu pohon berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm adalah pembuatan alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter. Disamping memiliki biaya pembuatan yang efisien, botol plastik air mineral 1,5 liter lebih efektif dalam menahan air hujan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter lebih efektif menahan aliran batang pada pohon Pinus merkusi dibandingkan dengan penggunaan alat penahan stemflow dari ban sepeda dan selang. 2. Pembuatan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter ini memiliki biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan pembuatan alat penahan stemflow dari ban sepeda dan selang, maka alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter dikatakan efisien dari segi biaya pembuatan maupun efektif dalam segi kemampuan dalam menahan aliran batang.
Saran 1. Melakukan penelitian yang sama dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran batang (stemflow). 2. Mendesain dan membuat alat penahan stemflow bahan lain yang lebih efektif dalam mengurangi masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah dan yang lebih efisien dari segi biaya pembuatannya sehingga lebih mampu untuk di implementasikan di Hutan Pendidikan Gunung Walat. 3. Penggunan alat penahan stemflow dari selang memiliki biaya yang lebih mahal, sehingga tidak efektif untuk digunakan.
DAFTAR PUSTAKA Ainillah RS. 2011. Korelasi arsitektur pohon model rauh dari jenia Pinus merkusii Junghun & de Vriese dengan konservasi tanah dan air di areal PHBM yang ditanami Coffea arabica L RPH Gambung KPH Bandung Selatan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anggraeni I, Suharti M. 1996. Pengaruh pupuk urea terhadap pertumbuhan fungi penyebab busuk akar pada Pinus merkusii secara In-Vitro. Buletin Penelitian Hutan: 599: 39-45. Aththorick TA. 2000. Pengaruh arsitektur pohon model massart dan rauh terhadap aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan dan erosi di Hutan Pendidikan Gunung Walat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anwar M. 2003. Intersepsi oleh hutan dan kebun coklat di kawasan batas Hutan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut pertanian Bogor. Darwo, Nana S. 1974. Pengaruh umur terhadap produksi getah tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dengan sistem sadap saluran di Saree, Kabupaten Aceh Besar. Buletin Penelitian Kehutanan 11(1): 83-92. Harahap RMS. 1995. Keragaman sifat dan uji asal benih Pinus merkusii di Sumatera. Bulletin Penelitian Kehutanan 11(3):295-307. Hardiwinoto, Handojo H, Agung W, Widiyanto. 2011. Pengaruh Komposisi dan Bahan Media Terhadap Pertumbuhan Semai Pinus (Pinus merkusii). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 1(8): 9-18. [HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2009. Rencana Pengembangan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2013. Sukabumi: Hutan Pendidikan Gunung Walat. Indrajaya YI, Wuri H. 2008. Potensi hutan Pinus merkusii Jungh et de Vriese sebagai pengendali tanah longsor di Jawa. Info Hutan 3(5): 231-240. Jariyah NA. 1997. Peranan pendapatan dari penyadapan getah Pinus merkusii terhadap pendapatan rumah tangga (Studi Kasus di Desa Burat, RPH Gombongan, BKPH Purworejo, KPH Kedu Selatan, Propinsi Jawa Tengah). Bulletin Penelitian Kehutanan 3(2): 3. Kaimuddin. 1994. Kajian model pendugaan intersepsi hujan pada tegakan Pinus merkusii, Agathis lorantifolia dan Schima wallichii di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
36
Kasmudjo. 2011. Hasil Hutan Non Kayu Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cakrawala Media Martini RA. 1978. Percobaan Provenansi Pinus caribaea, Pinus oocarpa, Pinus merkusii. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan. Matangaran JR. 2006. Catatan untuk penyadap getah pinus. Duta Rimba Ed ke-7: 22-23. Mirov NT. 1967. The Genus Pinus. New York : The Ronald Press Company. Murtilaksono, Siregar, Darmosakoro. 2007. Model Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 15: 21-34. Nurhidayah. 2009. Peran arsitektur rauh dan nozeran terhadap parameter konservasi tanah dan air di Hutan Pagerwojo, Tulungagung [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Priyono NS, Siswamartana S, editor. 2002. Hutan Pinus dan Hasil Air. Cepu: Pusat Pengembangan Sumberdaya Hutan Perhutani. Purwanto E. 1994. Benarkah Hutan Pinus Boros Air. Duta Rimba Ed ke-20: 163164. Rianse A. 2001.Pemanfaatan Tanaman Pinus Di Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan Menunjang Pendapatn Hasil Daerah. Sulawesi: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Rochidayat, Sukawi. 1978. Usaha Meningkatkan Produksi Getah Pinus merkusii. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan. Senjaya YA, Wahyu S. 2007. Potensi Ekstrak Daun Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Sebagai Bioherbisida Penghambat Perkecambahan Echinocloa colonum L. dan Amaranthus viridis. Jurnal Perennial 4(1): 15. Siregar H, Murtilaksono, Sutarta. 2006. Analisis Intersepsi Hujan Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 14: 83-90. Soerjono R. 1987. Menambah sumber Air (Terutama pada Musim Kemarau) melalui Cloud Forest. Seminar Pengkajian Sistem Hidrologi dan Hidrolika. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Sofyan K. 1998. Tantangan dan Peluang Hasil Hutan Non Kayu di Masa Depan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sugiyono Y, Sutjipto H, Nyuwito. 2001. Peningkatan produksi getah pinus (Pinus merkusii) dengan stimulansia sam perklorat di KPH Pekalongan Timur. Duta Rimba Ed ke-25: 23-28.
37
Suhaendi H. 2007. Kajian teknik konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci. [abstrak]. Di dalam: Makalah Utama pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian; Padang, 20 Sep 2006. Bogor: Pusat Litbang dan Konservasi Alam. hlm 100. Suharlan A, Herbagung, Dedi MM. 1980. Hubungan Antara Produksi Getah Pinus merkusii Dengan Luas Bidang Dasar, Tinggi Pohon dan Jarak Tumbuh Relatif Antar Pohon. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan. Sumadiwangsa ES, Gusmailina. 2006. Teknologi Budidaya Pemanfaatan dan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Di dalam: Sumadiwangsa ES, Gusmailina, editor. Hasil Hutan Bukan Kayu. Cetakan ke-1. Bogor: CV. Sinar Jaya.
35
LAMPIRAN
35
Lampiran 1 Volume air rata-rata tertampung pada pohon berdiameter 20 cm setiap hari hujan
Hari Hujan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kontrol 8,33 15,00 46,67 16,67 31,67 50,00 43,33 53,33 96,67 35,00 26,67 110,00 0,00 0,00 0,00 0,00 35,00 90,00 26,67 30,00
Volume air rata-rata (ml) Botol plastik air mineral 1,5 liter Ban sepeda 6,67 6,67 1,67 0,00 56,67 46,67 23,33 36,67 10,00 16,67 13,33 53,33 15,00 20,00 30,00 40,00 38,33 70,00 20,00 50,00 0,00 16,67 70,00 123,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,67 43,33 6,67 30,00 106,67 1,67 66,67 0,00 3,33
Selang 16,67 5,00 25,00 36,67 43,33 136,67 40,00 96,67 156,67 53,33 36,67 183,33 3,33 0,00 0,00 1,67 90,00 123,33 36,67 1,67
38
Lampiran 2 Volume air rata-rata tertampung pohon berdiameter 40 cm setiap hari hujan
Hari Hujan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kontrol 16,67 13,33 50,00 60,00 156,67 156,67 196,67 38,33 225.00 80,00 133,33 233,33 0,00 0,00 0,00 11,67 113,33 246,67 126,67 5,00
Volume air rata-rata (ml) setiap hari hujan Botol plastik air mineral 1,5 liter Ban sepeda 5,00 6,67 5,00 26,67 66,67 73,33 30,00 36,67 120,00 90,00 48,33 46,67 73,33 103,33 21,67 30,00 96,67 116,67 30,00 50,00 50,00 66,67 130,00 123,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6,67 6,67 15,00 56,67 136,67 116,67 83,33 80,00 6,67 8,33
Selang 35,00 16,67 60,00 26,67 100,00 43,33 73,33 23,33 113,33 36,67 115,00 76,67 0,00 0,00 0,00 3,33 43,33 86,67 66,67 20,00
39
Lampiran 3 Volume rata-rata air tertampung pada pohon berdiameter 60 cm setiap hari hujan
Hari Hujan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kontrol 3,33 6,67 30,00 30,00 130,00 63,33 110,00 36,67 86,67 83,33 93,33 146,67 1,67 1,67 0,00 15,00 70,00 130,00 90,00 6,67
Volume air rata-rata (ml) setiap hari hujan Botol plastik air mineral 1,5 liter Ban sepeda 10,00 6,67 46,67 60,00 6,67 36,67 3,33 21,67 66,67 110,00 3,33 63,33 11,67 68,33 3,33 28,33 30,00 63,33 18,33 26,67 40,00 56,67 123,33 156,67 0,00 3,33 0,00 3,33 0,00 0,00 0,00 13,33 53,33 56,67 33,33 143,33 30,00 103,33 6,67 1,67
Selang 23,33 16,67 23,33 23,33 60,00 16,67 60,00 23,33 110,00 21,67 55,00 120,00 3,33 3,33 3,33 1,67 31,67 113,33 38,33 15,00
40
Lampiran 4 Tabel Biaya Bahan Pembuatan Alat Penahan Stemflow Alat Aqua botol Ban Selang
Biaya 2.000/25 botol (kg) 5.000/10 ban 6. 0000/10 meter
Lem aibon 8.000 -
Biaya Bahan (Rupiah) Plinkot Paku 17.000/kaleng 6.000/6 ons 17.000/kaleng 6.000/6 ons 17.000/kaleng 6.000/6 ons
Total Biaya 21.700/25 alat 12.700/10 alat 71.700/10 alat
41