KAJIAN SINTESA ASAM ABIETAT KASAR DARI GETAH PINUS (Pinus Merkusii) MENGGUNAKAN KATALIS NIKEL MELALUI REAKSI ISOMERISASI
Oleh LISTYA CITRA SULUHINGTYAS F34104067
2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN SINTESA ASAM ABIETAT KASAR DARI GETAH PINUS (Pinus Merkusii) MENGGUNAKAN KATALIS NIKEL MELALUI REAKSI ISOMERISASI
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: LISTYA CITRA SULUHINGTYAS F34104067
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN SINTESA ASAM ABIETAT KASAR DARI GETAH PINUS (Pinus Merkusii) MENGGUNAKAN KATALIS NIKEL MELALUI REAKSI ISOMERISASI
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: LISTYA CITRA SULUHINGTYAS F34104068
Dilahirkan di Indramayu pada tanggal 4 Nopember 1986 Tanggal Lulus :
Januari 2009
Menyetujui, Bogor,
Ir. Semangat Ketaren, MSc Dosen Pembimbing I
Januari 2009
Dr. Silvester Tursiloadi, M. Eng Dosen Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Listya Citra Suluhingtyas
NRP
: F34104067
Departemen
: Teknologi Industri Pertanian
Fakultas
: Teknologi Pertanian
Universitas
: Institut Pertanian Bogor
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Kajian Sintesa Asam Abietat dari Getah Pinus (Pinus merkusii) Menggunakan Katalis Nikel Melalui Reaksi Isomerisasi” merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan
dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas
disebutkan rujukannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.
Bogor, Januari 2009
Listya Citra Suluhingtyas F34104067
RIWAYAT HIDUP Penulis
bernama
lengkap
Listya
Citra
Suluhingtyas, dilahirkan di Indramayu pada tanggal 4 November 1986, sebagai putri pertama dari pasangan Ayah Eko Sungkowo, SE dan Y. Lelawati, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Kenanga (1991-1992), SD Negeri 2 Juntinyuat (1992-1993), SD Negeri Rawa Sapi (1993-1998), SLTP Negeri 5 Tambun (1998-2001), dan SMA Negeri 1 Bekasi (2001-2004). Penulis Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui undangan seleksi masuk (USMI). Selama menjalani kemudian melanjutkan pendidikannya di Departemen Teknologi Industri Pertanian, studi di IPB. Penulis aktif dalam keorganisasian diantaranya adalah menjadi anggota TMPLK Departemen Sosial, Lingkungan dan Kemasyarakatn BEM KM IPB (2004-2005), anggota Departemen Syiar Forum Bina Islami Fateta (2004-2005), menjadi anggota departemen PSDM Forum Bina Islami Fateta (2006). Selain itu, penulis juga menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar, Asisten Praktikum Biologi Dasar, Asisten Praktikum Pendidikan Agama Islam, Asisten Praktikum Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun (2008) dan Asisten praktikum Teknologi Minyak, Lemak, Emulsi, Oleokimia dan Fitofarmaka (2008-2009). Penulis telah melaksanakan kegiatan praktek lapang pada tahun 2007 di Industri minyak nilam asuhan Dinas Perindustrian Kabupaten Kuningan, Jawa Barat dengan judul Studi Regional Penyulingan Minyak Nilam di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Selama menjadi mahasiswa penulis telah melakukan beberapa penelitian, diantaranya berjudul ; Kajian Penggunaan Kunyit (Curcuma sp) Sebagai Indikator Penurunan Mutu Durian Terkemas dalam Intelegence Packaging (2007) dibawah bimbingan Prayoga Suryadarma, S.T.P, MT, dan Aplikasi Heat Excess Penyulingan Minyak Nilam (Patchouli Oil) pada Ruang Pengering Nilam (2008) dibawah bimbingan Dr.Ir Meikha Syahbana Rusli. Penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Sintesa Asam Abietat dari Getah Pinus (Pinus merkusii) Menggunakan Katalis Nikel Melalui Reaksi Isomerisasi”
LAMPIRAN
Teruslah bergerak, hingga KELELAHAN itu LELAH mengikutimu Teruslah berlari, hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu Teruslah berjalan, hingga KELETIHAN itu LETIH bersamamu Teruslah bertahan, hingga KEFUTURAN itu FUTUR menyertaimu Tetaplah berjaga, hingga KELESUAN itu LESU menemanimu. (Alm. Ust Rahmat Abdullah)
Dan aku ingin tetap menjadi aura langit pada romantisnya senja, cantiknya kerlip malam yang dihiasi bintang, birunya pagi,
teriknya siang untuk menapaki jejak-jejak di hutan peradaban..
Sripsi ini kupersembahkan untuk mamah, papah, kedua adikku, sahabat dan saudaraku serta seluruh semesta alam.. Semoga bermanfaat..
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Bidang penelitian yang menjadi kajian penulis dalam penelitian ini adalah teknologi proses dan katalisis dengan judul “Kajian Sintesa Asam Abietat dari Getah Pinus (Pinus merkusii) Menggunakan Katalis Nikel Melalui Reaksi Isomerisasi”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Keluargaku tercinta; Mamah yang selalu memberikan semangat luar biasa melalui teduh kata-katanya, Papah yang selalu memberikan motivasi melalui keras sikapnya, Layung yang memberikan inspirasi melalui keteguhan prinsipnya dan Lintang yang selalu memberikan senyuman melalui kepolosan perhatiannya. Terimaksih untuk setiap lantunan doa, pelukan penuh kasih sayang, didikan keras akan kemandirian, pecutan semangat serta dukungan tiada henti 2. Ir. Semangat Ketaren, MS selaku dosen pembimbing utama atas segala arahan, bimbingan, dan masukkan yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya tugas akhir ini. 3. Dr. Silvester Tursiloadi, M. Eng selaku dosen pembimbing kedua, peneliti sekaligus kepala bidang Teknologi Proses dan Katalisis, Puslit-Kimia LIPI, Puspitek Serpong atas bimbingannya dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung hingga selesai. 4. Drs. Chilwan Pandji, Appth MSc selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran, masukan, dan menguji penulis. 5. Prayoga Suryadharma, S.T.P, M.T atas bimbingan, diskusi, semangat, dukungan, kekeluargaan, transfer ilmu, yang selama ini telah diberikan kepada penulis 6. Prof Kurnia atas masukan, saran dan arahan yang diberikan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. 7. Joddy Arya Laksmono, S.T. Egy Agustian,S.T dan Yogi Hermawan, S.T, peneliti pada Teknologi Proses dan Sintesa Minyak Atsiri, Puslit-Kimia LIPI
i
Puspiptek atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dan pada prosesnya berjalan lancar. 8. My Pelangi; Fariz, Eka, Adi, Silvy, Uga Wafa atas semua dukungan, semangat dan persahabatannya, setelah hujan akan ada pelangi dan buatku, kalianlah pelangi itu.. 9. Nuru, Nuriah, Vera, Fahmi Hakim, Cory, Ira, Linda, Saefudin dan Bobby atas semua bantuannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini baik berupa bahan-bahan, jurnal penelitian, ataupun dalam bentuk semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir 10. Ade Nurisman, Rendy Irawan, Siti Mulia, dan Galih Krisnawati Sanjaya atas bantuan, pertemanan dan ukhuwahnya selama penulis melakukan penelitian di Puslit-Kimia LIPI, Puspiptek dan menyelesaikan tugas akhir ini. 11. Dosen-dosen Teknologi Industri Pertanian IPB, atas transfer ilmu pengetahuan dan teknologinya, serta arahan dan bimbingan serta dukungan luar biasa 12. Staf Tata Usaha dan Laboran TIN atas seluruh bantuannya selama ini kepada penulis 13. Keluarga besar TINers 41 atas hubungan kekeluargaan yang selama ini terjalin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang sifatnya konstruktif akan penulis terima. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan kemajuan industri minyak atsiri Indonesia.
Bogor, Januari 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ..................................................................................
2
C. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A.Bahan Baku ........................................................................................... 4 1.Getah Pinus ...................................................................................... 4 2. Pengolahan Getah Pinus .................................................................. 5 B. Asam Resin ............................................................................................
8
C. Teknik Reaksi Kimia dan Katalis ..........................................................
11
1.Katalis ............................................................................................... 11 2.Termodinamika Reaksi .................................................................... 17 III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan ...................................................................................... 20 B.Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 20 C. Metode 1. Perlakuan Pendahuluan ..................................................................... 20 2. Penelitian Utama ............................................................................... 21 D.Analisa Laboratoris ............................................................................... 24 IV. PEMBAHASAN
A.Karakterisasi Bahan Baku ..................................................................... 27 B.Proses Sintesa Asam Abietat Menggunakan Katalis Nikel .................... 28 C.Karakterisasi Asam Abietat Kasar ......................................................... 29 1. Bilangan Asam ................................................................................... 29
iii
2. Bilangan Penyabunan ........................................................................ 30 3. Bilangan Iod ....................................................................................... 32 4. Kelarutan dalam Alkohol ................................................................... 34 D.Analisa Spektrofotometri ....................................................................... 35 1.FTIR .................................................................................................... 35 2.GCMS ................................................................................................. 38 E.Mekanisme Sintesa Reaksi Asam Abietat ............................................. 66 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 80 B. Saran ..................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 82 LAMPIRAN ..................................................................................................... 86
iv
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Produksi Getah Pinus di Indonesia ............................................................ 1 2. Komponen Kimia dalam Getah Pinus ......................................................... 5 3. Asam Resin Berdasarkan Letak Geografis. ................................................. 9 4 Komposisi Asam Resin Berdasarkan Daerah Asal Bahan Baku ................. 9 5. Karakteristik Nikel ...................................................................................... 16 6. Spontanitas Termodinamika......................................................................... 18 7. Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku. ................................................................. 27 8 Standar Mutu Rosin (Gondorukem) ............................................................. 27 9. Kelarutan Asam Abietat Kasar dalam Etanol 90% ..................................... 34 10. Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Asam Abietat Kasar ........................ 37 11. Tafsiran Hasil GCMS Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii) ..................... 39 12. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen) . ........... 41 13. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) . ........... 43 14. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) . ........... 45 15. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) . ......... 47 16. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5 % katalis nikel, 0 Bar Nitrogen) . .......... 49 17. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5 % katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) . .......... 51 18. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) . ........... 53 19. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (5% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) . ......... 55 20 Komposisi senyawa asam abietat kasar tiap perlakuan.............................. 58 21. Senyawa Terpen ........................................................................................ 61 22. Presentase Senyawa Terpen-O Kemungkinan Reaksi . ............................. 64 23. Entalpi Pembentukan. ................................................................................ 68 24 Entropi ........................................................................................................ 69 25. Energi Gibbs .............................................................................................. 70 26. Kemungkinan Reaksi . ............................................................................... 72
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Bagan Pengolahan Getah Pinus ...............................................................
8
2.
Struktur Molekul Asam-asam Resin Dalam Rosin ................................... 10
3.
Cara Katalisis Heterogen a) mekanisme Langmuir-Hinshelwood dan b) mekanisme Eley-Rideal (Thomas dan Thomas, 1997, hal 66) . .......... 14
4.
Energi aktivasi reaksi katalitik (Van Santen dan Nemantsverdriet, 1995 Hal 44) ..................................................................................................... 15
5.
Serbuk Nikel ............................................................................................ 16
6.
Energi Aktivasi Reaksi.............................................................................. 19
7.
Proses Sintesa Asam Abietat. .................................................................... 21
8
Diagram Alir Prosedur Penelitian ............................................................. 22
9.
Alat GC-MS .............................................................................................. 26
10. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Asam Produk Asam Abietat Kasar ................................................................................. 29 11. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Penyabunan Asam Abietat Kasar . ........................................................................................... 31 12. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Iod Asam Abietat Kasar ......................................................................................................... 33 13. FTIR Produk Sintesa Asam Abietat .......................................................... 36 14. Kromatogram Gas Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii) ........................... 39 15. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 1 (3% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen . .................................................................................................... 41 16. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 2 (3% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen . .................................................................................................... 43 17. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 3 (3% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen . .................................................................................................... 45 18. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 4 (3% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen . .................................................................................................... 47 19. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 5 (3% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen . .................................................................................................. 49
vi
20. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 6 (5% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen . ................................................................................................... 51 21. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 7 (5% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen . .................................................................................................... 53 22. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 8 (5% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen . ................................................................................................... 55 23. Spektrum Massa Asam Abietat ................................................................ 57 24. Grafik Rendemen Asam Abietat ............................................................... 59 25. Grafik Perbandingan Komposisi Asam Tipe Pimarat dan Tipe Abietat Setelah Reaksi Isomerisasi ......................................................................... 60 26. Senyawa Terpen ......................................................................................... 61 27. Komposisi Senyawa Terpen ....................................................................... 62 28. Komposisi Senyawa Terpen ....................................................................... 64 29 Komposisi Senyawa Terpen O ................................................................... 64 30. Penampakan Nikel Setelah Reaksi Berlangsung....................................... 66 31. Fungsi Katalis ........................................................................................... 67 32. Energi Gibbs Reaksi Konversi Asam Abietat. .......................................... 71 33. Reaksi Isomerisasi Asam Abietat ............................................................. 73 34. Mekanisme Reaksi Isomerisasi Asam Abietat ......................................... 74 35. Reaksi Isomerisasi Senyawa Terpen ......................................................... 75 36. Reaksi Isomerisasi Luar ke Luar. .............................................................. 75 37. Kurva Zat Karbokation ............................................................................. 76 38. Reaksi isomerisasi dari dalam cincin ke luar cincin ................................. 77 39. Reaksi Pembentukan Terpen -O ............................................................... 77 39. Reaksi Hidrasi ........................................................................................... 79
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. FTIR (Fourier Transformed Infra Red) ...................................................... 86 2. Spektrum Massa .......................................................................................... 95 3. Perhitungan Termodinamika Reaksi Kimia ................................................. 110 4 Analisa Data Statitik .................................................................................... 111
viii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Getah pinus merupakan salah satu komiditi ekspor non migas andalan Indonesia (Wiyono, 2007). Getah pinus Indonesia biasa dihasilkan dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara maupun Sulawesi Selatan Sebelum dipasarkan getah pinus terlebih dahulu diolah untuk memberikan nilai tambah (added value) agar dapat meningkatkan nilai jualnya. Menurut Silitonga (1973) pengolahan getah pinus dimaksudkan untuk memisahkan komponen gondorukem dan terpentin serta membersihkan dari kotoran (impurties) dari getah pinus. Pengolahan getah pinus, secara umum akan menghasilkan dua produk utama yakni gondorukem (rosin) dan minyak terpentin. Getah pinus merupakan salah satu produk unggulan sektor kehutanan Indonesia. Hampir 60 persen dari total produksi getah pinus tersebut diekspor ke luar negeri. Dengan harga rata-rata 889 dollar AS per ton, produk di atas mampu menyumbang sekitar 67 persen dari total ekspor hasil hutan nonkayu. Ini berarti sebanyak 12,87 juta dollar AS dihasilkan dari penjualan getah pinus per tahunnnya. Tabel 1. Produksi getah pinus di Indonesia Tahun Produksi 2002 2003 2004 2005 2006
Volume (Kg) 5.529.959 5.495.180 8.267.970 513.681 463.594
Nilai/Value (US$) 2.555.658 2.277.210 4.024.094 374.078 253.423
Sumber/Source : Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan (2007)
Gondorukem merupakan residu penyulingan getah pinus yang komponen utamanya berupa asam-asam resin dan terpentin. Salah satu asam resin yang paling dominan adalah asam abietat yang banyak dimanfaatkan pada industri makanan, kosmetik maupun obat-obatan. Pada industri makanan, asam abietat biasa dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam
1
kecap, bahan pengkeruh untuk minuman kesehatan seperti sari vitamin C yang banyak dijual di pasaran, juga untuk berbagai minuman mengandung soda. Sedangkan pada industri kosmetik, asam abietat biasa digunakan pada produk kecantikan seperti lipstik; agar lipstik terlihat berkilau, dan pada gel rambut pria. Sejauh ini, kebutuhan asam abietat yang dibutuhkan oleh industri, baik industri makanan, industri kosmetik, maupun industri obat-obatan, biasanya dalam bentuk gondorukem. Padahal jika ditilik lebih lanjut, pada gondorukem masih terdapat komponen minyak terpentin yang jika secara tak sengaja terkonsumsi dapat membahayakan kesehatan. Namun pasar masih tetap menggunakan gondorukem untuk memenuhi kebutuhan akan asam abietat, hal tersebut dikarenakan adanya asumsi bahwa penggunaan gondorukem hanya dalam jumlah yang sedikit. Namun demikian, jika hal ini berlangsung terus menerus maka dapat membahayakan kesehatan. Lebih lanjut, sintesa asam abietat ini adalah suatu sarana guna meningkatkan nilai tambah dari produk olahan getah pinus. Berdasarkan nilai ekonominya, harga asam abietat di pasaran akan lebih tinggi daripada harga gondorukem kelas utama (WW). Satu ton asam abietat akan dihargai dalam kisaran nilai $1031. Kisaran harga asam abietat akan menjadi sangat tinggi bila dibandingkan dengan gondurkem kelas WW yang hanya mencapai $889 per tonnya Belum lagi jika dibandingkan dengan harga jual gondorukem kualitas yang lebih rendah misalnya WG, maka tentunya harga yang diperoleh akan lebih rendah lagi
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian terhadap pengaruh suhu, tekanan, dan konsentrasi katalis terhadap asam abietat yang terbentuk
C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah karakterisasi getah pinus yang telah direaksikan dengan penambahan H2SO4 pekat dan katalis nikel pada
2
reaktor bertekanan, menentukan pengaruh tekanan dan konsenterasi katalis terhadap asam abietat yang terbentuk.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Baku 1. Getah Pinus Pinus merupakan jenis tanaman yang tersebar luas hampir di seluruh dunia dan menempati ratusan juta hektar wilayah hutan. Terdapat kurang lebih 105 jenis pinus yang tersebar secara alami di berbagai tempat tumbuh yang berbeda-beda di benua Eropa, Amerika, Afrika dan Asia. Tanaman ini sebagian besar berada di sebelah utara garis khatulistiwa. Getah pinus (colophony) merupakan cairan yang transparan dan agak pucat, jernih, kental, lengket, memiliki daya rekat yang cukup tinggi dan apabila diuapkan akan menjadi rapuh. Jenis getah ini terutama mengandung senyawa-senyawa terpenoid, hidrokarbon dan senyawa netral. Getah pinus adalah getah atau oleoresin yang dihasilkan dari berbagai tanaman pinus. Oleoresin merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila saluran resin pada kayu atau kulit pohon jenis daun jarum tersayat atau pecah (Mulyaningrum, 2008). Penamaan oleoresin ini, adalah cara untuk membedakannya dari getah yang muncul pada kulit atau rongga jaringan kayu dari berbagai genus anggota Dipterocarpae, Leguminoseae, Caesalpiniceae. Oleoresin banyak dihasilkan dari Pinus pallustris dan Pinus ellioti di Amerika Serikat, Pinus pinaster dan Pinus halepensis di Perancis, Italia, Portugal, Spanyol dan Yunani, Pinus roxburghii di India dan Pakistan, Pinus massioana dan Pinus tabulaeformis di Cina, Pinus caribeae van hondurensis serta Pinus oocarpa di Amerika Tengah dan Amerika Latin. Menurut Suwardi (1973), getah pinus di Indonesia merupakan hasil sadapan dari spesies Pinus merkusii Jungh et de Vriese.
4
Tabel 2. Komponen kimia dalam getah pinus Komponen -Pinene Kamfen - Pinene Myrcene Dipentene -Terpineol Longifolene Trans-Carryophylene Farnesene 8, 15 Asam Isopimarat Asam Pimarat Asam Communic Asam Sandarakopimarat Asam Isopimarat Asam Rosin (Palustrat dan Levopimarat ) Asam Dehydroabietat Asam Abietat Asam Neoabietat Asam Mercusic
Pinus massoniana 31.7 0.5 1.2 0.4 0.5 Tr 9.5 1.4 0.5 0.1 0.1 4.1 1.3 0.2 21.5
Pinus murkusiii 37.4 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 Tr 0.3 0.1 0.3 0.1 3.7 10.6 24.3
Pinus kesiya var.langbianensis 38.8 0.4 0.4 0.5 0.5 0.1 2.1 Tr 0.1 0.1 0.2 4.1 1.2 1.1 28.5
Pinus yunnanensis 38.5 0.5 2.0 0.5 1.7 0.1 Tr 0.1 0.1 0.7 2.9 1.4 1.4 31.0
Pinus elliottii 15.2 0.3 12.4 0.4 3.2 Tr 0.1 0.9 2.8 3.8 11.2 26.0
Pinus armandi 21.8 0.3 2.3 0.6 0.8 0.1 1.7 0.3 0.2 1.0 0.4 2.6 1.3 14.0 7.7
1.7 10.9 9.9 -
1.2 8.2 2.7 8.2
2.7 8.2 8.5 -
2.6 5.5 8.7 -
2.05 4.7 11.3 -
0.7 20.1 4.2 -
Sumber: Shen Zaobang (1995)
2. Pengolahan Getah Pinus. Pada umumnya, kumpulan asam-asam resin dijual dalam bentuk gondorukem (rosin). Gondorukem merupakan hasil penyulingan getah pinus yang menghasilkan residu berupa minyak terpentin. Komponen utama gondorukem biasanya adalah asam-asam resin seperti asam abietat, asam pimarat, dll. Sedangkan, komponen utama yang terkandung dalam minyak terpentin adalah komponen-komponen terpen terutama komponen diterpen, seperti alpha pinen dan komponen turunannya seperti kamfen, delta limonene, alloocimene. Secara umum proses pengolahan getah pinus yang umumnya diolah menjadi gondorukem meliputi penampungan getah, pemurnian getah dari kotoran dan pemisahan terpentin dari gondorukem. Dari pengolahan getah pinus biasanya akan dhasilkan 65% gondorukem dan 30-33% minyak terpentin (Wiyono, 2006). Urutan proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin adalah sebagai berikut:
5
1. Getah pinus yang diterima pabrik ditampung dalam bak penampungan getah yang memiliki kapasitas 240 ton. Dari bak getah, getah dimasukkan ke tangki melter untuk proses pengenceran dan penyaringan awal. Untuk proses pengenceran, maka ke dalam tangki melter dilakukan penambahan terpentin 2. Getah dalam tangki melter diaduk dengan semburan uap dari boiler sampai getah larut merata atau homogen dengan terpentin. Suhu dalam tangki ini dipertahankan sekitar 70-80oC. Larutan getah disaring dengan saringan kasar sebelum getah dimasukkan ke dalam tangki settler 3. Dalam tangki settler, dilakukan penambahan asam oksalat sebanyak 0,2% - 0,25% dari berat getah. Selanjutnya pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk mekanik selama 5 menit dan setelah itu getah diendapkan minimal 10 menit. Endapan yang terbentuk dikeluarkan dan ditampung dalam bak limbah. Larutan getah yang sudah terpisah dari endapan tangki settler disaring dengan filter gaf berukuran 5 mikron. 4. Larutan yang telah disaring dialirkan ke tangki penampungan getah bersih dan menunggu untuk dimasak. Getah bersih dari penampungan dialirkan masuk ke ketel pemasak atau tangki pemasak melewati filter gaf berukuran 1 mikron. 5. Di dalam ketel pemasak, larutan getah dipanaskan dengan uap yang dialirkan lewat pipa spiral (close steam) dan open steam dalam ketel tersebut. Larutan getah tersebut diaduk dengan semburan uap panas dari boiler untuk mempercepat proses penguapan terpentin. 6. Uap terpentin dari ketel pemasak menguap dan mengalir melalui tangki kondensor. Tangki ini berfungsi mengembunkan terpentin yang berasal dari tangki pemasakan. Dari tangki kondensor masuk ke tangki separator yang berfungsi memisahkan terpentin dan air. Karena perbedaan berat jenis maka terpentin mengambang di atas dan air turun ke dasar tangki. Terpentin dialirkan ke tangki penampung terpentin 1 dan 2, sedangkan airnya dialirkan ke tangki penampungan
6
kondensat. Terpentin dari tangki penampungan, dialirkan lewat dehydrator yang berisi garam industry atau NaCl untuk meminimalisir kadar airnya dan seterusnya dimasukkan ke dalam tangki terpentin persediaan yang siap dipasarkan. 7. Setelah suhu mencapai 165oC dan waktu pemasakan kurang lebih 2 jam serta apabila laju alir cairan (campuran terpentin dan air) mencapai sekitar 10 persen dibandingkan laju awal maka proses pemasakan akan dihentikan. Cairan gondorukem yang tertinggal di tangki pemasakan dialirkan dan ditampung di dalam drum-drum kemasan yang berkapasitas 240 kg gondorukem. 8. Selama pemasakan, tangki pemasak, kondensor, separator, tangki kondensat dan tangki terpentin penampung hasil pemasakan divakum dengan pompa vakum; tujuannya adalah untuk mempercepat penguapan terpentin dan mencegah terjadinya ledakan pada tangki pemasakan. 9. Proses produksi menghasilkan limbah yang ditampung di bak penampungan
limbah
untuk
kemudian
diendapkan.
Hasil
pengendapan limbah, berupa getah yang berada di bagian atas, serta air dan kotoran yang berada di bagian dasar tangki. Getahnya dipompa ke tangki melter untuk diproses kembali. Air hasil pengendapan dinetralkan terlebih dahulu karena bersifat asam (pH=4). Proses penetralan dilakukan dengan penambahan air kapur sampai pH netral dan diendapkan. Air limbah yang telah dinetralkan dibuang ke saluran pembuangan. Digaram alir proses produksi dapat dilihat pada gambar 1.
7
Getah Pinus
Penampungan
Pengenceran
Terpentin
Pengendapan dan Penyaringan Getah
Pencucian
Air
Getah Pengendapan dan Penyaringan Getah
Larutan
Kotoran
Getah Penyaringan 5 Mikron
Pembuangan Limbah
Pengendapan
Penyaringan 1 Mikron
Pemasakan
Gondorukem
Terpentin
Gambar 1. Bagan pengolahan getah pinus
B. Asam Resin Menurut Silitonga dan Suwardi (1977), getah pinus, sama halnya dengan gondorukem terdiri dari senyawa asam. Asam-asam yang terdapat dalam getah pinus ataupun produk olahannya seperti gondorukem disebut
8
juga asam-asam resin. Asam resin ini merupakan derivat diterpenoidmonokarboksilat dari alkil hidropenanthren yang mempunyai rumus molekul C20H30O2 (Kirk dan Othmer, 1972). Namun demikian, selain mengandung sejumlah asam, getah pinus juga mengandung senyawa terpen lainnya. Komposisi asam resin pada hasil olahan getah pinus seperti pada gondorukem berbeda berdasarkan letak geografi maupun jenisnya. Tabel 3. Asam Resin Berdasarkan Letak Geografis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Asam Resin As. Pimarat As. Sandrakopimarat As. Palustrat As. Isopimarat As. Abietat As. Dehidroabietat As. Neoabietat As. Dihidroabietat As. Merkusat
Indonesia 0,2 7,8 18,5 16,0 28,9 3,6 6,0 0,0 6,5
Cina 8,3 2,3 13,1 1,5 48,4 4,5 12,4 0,8 0,0
Meksiko 5,4 1,3 23,4 12,4 12,8 5,4 10,3 0,6 0,0
Portugal 8,6 1,9 21,5 4,5 26,3 5,9 18,1 0,0 0,0
Brazil 4,0 2,0 12,3 15,9 36,1 3,1 12,8 0,4 0,0
Sumber: Moyers et al (1989)
Tabel 4. Komposisi Asam Resin Berdasarkan Daerah Asal Bahan Baku No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Asam Resin As. Pimarat As. Sandrakopimarat As. Palustrat As. Isopimarat As. Dehidroabietat As. Abietat As. Neoabietat As. Merkusat
Jawa Barat 0,0 12,2 17,9 9,7 27,7 17,0 1,3 14,2
Jawa Timur 0,0 11,7 17,6 17,2 15,6 24,0 1,5 12,3
Sumatera Utara 0,0 11,0 18,8 12,7 11,6 33,8 2,5 9,7
Sumber: Wiyono et al (2006)
Asam resin secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tipe abietat dan tipe pimarat. Tipe abietat terdiri dari asam-asam abietat, levopimarat, palustrat, neoabietat, dehidroabietat. Tipe pimarat terdiri dari asam pimarat dan isopimarat. Asam abietat, neoabietat dan levopimarat bersifat tidak stabil dan mudah terisomer oleh panas dalam suasana asam, sedangkan tipe pimarat biasanya akan cenderung lebih stabil (Harris dalam Silitonga dan Suwardi, 1977).
9
Asam Resin Tipe Abietat
H
H
O
H
O
O
HO
HO
HO
Abietat
Neoabietat
H
Palustrik
H
O
O
HO Dehidroabietat
HO
Levopimarat
Asam Resin Tipe Pimarat
H
H
O
H
O
HO
HO
Pimarat
O HO
Isopimarat
Sandarakopimarat
Gambar 2. Struktur molekul asam-asam resin dalam rosin (shen zaobang, 1995) Asam Abietat Asam abietat semi netral (telah ternetralisir 50% atau lebih) dapat digunakan untuk mencegah korosif bahan bakar terhadap besi dan baja. Asam abietat kasar dapat digunakan untuk mencegah korosi terhadap alumunium, logam magnesium dan alloys dari bahan yang sedang diuji. Asam abietat
10
semi murni ataupun murni dapat digunakan untuk mencegah bahan bakar polar (seperti bio ethanol) dari kerusakan yang disebabkan oleh zat-zat besi ataupun pengotor lainnya. Asam abietat murni adalah serbuk resin berwarna kekuningan dengan titik lunak 182oC yang biasanya dipersiapkan dari ekstraksi alkoholisis getah pinus ataupun gondorukem. Formula dari asam abietat adalah C44H64O5, C19H29COOH, dan C20H30O2. Asam abietat dapat larut dalam brebagai pelarut organik seperti alkohol, eter, kloroform dan benzene. Namun demikian, asam abietat tidak larut dalam air (Moyesr, 1989)
C. Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis 1. Katalis Katalis didefinisikan sebagai bahan yang mengakseslerasi atau mempercepat reaksi kimia tanpa ikut bereaksi (Twigg, 1989). Katalis mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi dari reaksi tersebut, sehingga sebelum reaksi lain terjadi reaksi yang diinginkan dapat terjadi terlebih dahulu. Sehingga dengan demikian fungsi sebenarnya dari katalis adalah menspesifikasi terjadinya suatu reaksi. Dalam perkembangan
lebih
lanjut
tentang
konsep
katalis
Barzelius, Oswald pada tahun 1901 mendefinisikan katalis sebagai zat atau senyawa yang dapat mempercepat
reaksi
tanpa
turut bereaksi
(Moore dan Pearson, 1981). Setelah ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa katalis dan reaktan ternyata berinteraksi sebelum suatu reaksi terjadi, maka definisi Oswald perlu disempurnakan. Definisi katalis yang umum diterima saat ini adalah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa ‘dirinya sendiri’ terlibat dalam reaksi secara permanen (Augustine, 1996). Dengan demikian pada akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi. Entalpi reaksi dan faktor-faktor termodinamika lainnya merupakan fungsi sifat dasar dari reaktan dan produk, sehingga tidak
dapat
diubah
dengan
katalis.
Adanya
katalis
dapat
11
mempengaruhi faktor-faktor kinetik suatu reaksi seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain (Augustine, 1996). Katalis pertama kali diperkenalkan oleh Berzelius pada tahun 1836 dalam bahasa Yunani, yang dalam bahasa Inggris berarti loosening down atau dalam bahasa Indonesia berarti longgar atau lepas. Beliau mengatakan bahwa katalis adalah sesuatu yang misterius. Fenomena katalis telah dipelajari secara intensif sejak awal decade abad ke-19, dimana Kirchoff pada tahun 1814 menemukan asam sebagai katalis hidrolisis tepung/kanji, yang merupakan contoh klasik dari katalis homogen (Thomas dan Thomas,1997) Katalis sebagai bahan atau senyawaan kimia dapat mempercepat laju reaksi (Van Santen dan Niemantsverdriet, 1995). Katalis dapat menurunkan energi aktivasi dengan menempuh jalur alternatif untuk menghindari tahap lambat atau tahap penentu dari laju pada reaksi non katalitik, sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat pada suhu yang sama (Atkins, 1986) Berdasarkan fasanya, material katalis dapat digolongkan menjadi katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen ialah katalis yang
mempunyai
fasa
sama
dengan
fasa
campuran reaksinya,
sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang berbeda fasa dengan campuran reaksinya. Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan dengan katalis heterogen karena heterogenitas permukaannya (Kalangit, 1995). Walaupun demikian, karena mudah dipisahkan dari campuran reaksinya
dan
kestabilannya
terhadap
perlakuan
panas,
katalis
heterogen lebih banyak digunakan dalam industri kimia. Pada pembahasan selanjutnya tentang katalis, hanya membahas katalis heterogen karena katalis yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah katalis hetrogen Untuk menilai baik tidaknya suatu katalis, ada beberapa parameter yang harus diperhatikan : a.
Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi produk yang diinginkan.
12
b.
Selektivitas, yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di antara beberapa reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan produk
sampingan
seminimal mungkin.
Selektivitas katalis merupakan ukuran sejauh mana reaksi yang diinginkan diperoleh pada kondisi tertentu. Untuk katalis tertentu, selektivitas merupakan fungsi dari suhu reaksi, kecepatan gas umpan, komposisi gas umpan, bentuk reactor , dan tingkat konversi. c.
Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti pada keadaan semula.
d.
Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan yang terkonsumsi.
e.
Kemudahan diregenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas dan selektivitas katalis seperti semula.
Deaktivasi dan Racun Katalis Katalis dapat kehilangan aktivitas selama waktu reaksinya dengan berbagai alasan: a. Sisi aktif katalis teracuni oleh adsorpsi pengotor yang terdapat dalam umpan (bahan baku) b. Penutupan permukaan dan penutupan pori-pori katalis oleh residu karbon sebagai hasil pemecahan hidrokarbon c. Kehilangan spesies katalitik karena terjadi transformasi kimia atau penguapan selama reaksi
Mekanisme poisoned catalyst adalah sebagai berikut; pada saat reaksi, zat-zat pengotor (impurities) yang ada pada bahan baku akan menjadi racun katalis yang kemudian akan diadsorpsi secara kimiawi pada permukaan katalis sehingga mengurangi jumlah sisi aktif katalis yang ada untuk proses kemisorpsi reaktan. Senyawa-senyawa yang dikenal luas sebagai racun katalis adalah H2S, NH3, CO, dan senyawa heterosiklik organik yang mengandung nitrogen atau sulfur. Senyawa-senyawa tersebut akan
cenderung diadsorpsi
secara
irreversible
oleh katalis
dan
13
berkompetisi dengan reaktan sehingga selanjutnya dapat menghilangkan fungsinya sebagai katalis. Racun lemah diadsorpsi secara reversible dan aktivitas katalis dapat dipulihakan kembali. (Thomas dan Thomas, 1997).
Adsorpsi pada Permukaan Katalis Proses katalitik harus diawali dengan adsorbsi. Bila senyawa A dan senyawa B berinteraksi secara katalitik membentuk senyawa C maka terdapat dua mekanisme kemungkinan reaksi yang dapat ditempuh yaitu kedua spesies teradsorpsi pada permukaan kemudian terjadi pengaturan kembali
atomik
pada
permukaan
dengan
mekanisme
Langmuir-
Hinshelwood (Gambar 3) atau hanya salah satu dari spesies reaktan yang teradsorpsi pada permukaan, dan akan bereaksi dengan permukaan reaktan lain dalam keadaan gas untuk membentuk produk C, yang disebut dengan mekanisme Eley-Rideal (Gambar 3) (Thomas dan Thomas, 1997)
a
b.
Gambar 3. Cara Katalisis Heterogen a) mekanisme Langmuir-Hinshelwood dan b) mekanisme Eley-Rideal (Thomas dan Thomas, 1997, hal 66)
Bila reaktan A dan B membentuk produk C dan D melalui reaksi katalitik pada permukaan padat, maka tahap-tahap yang dialui adalah sebagai berikut: a.
Adsorpsi reaktan pada permukaan katalis. Molekul diadsorpsi dalam bentuk molecular atau terdisosiasi ke dalam atom
14
b.
Reaksi spesies-spesies yang teradsorpsi pada permukaan, biasanya merupakan tahap reaksi konsekutif..
c.
Desorpsi atau pelepasan produk dari permukaan, meninggalkan sisi aktif yang kemudian ditempati oleh molekul berikutnya (Van Santen, dan Niemantsverdriet, 1995)
Gambar 4. Energi aktivasi reaksi katalitik (Van Santen dan Nemantsverdriet, 1995 Hal 44) Dari persamaan Arrhenius, k=Ae-Ea/RT, reaksi dapat terjadi bila energi aktivasi untuk reaksi tersebut bisa dilewati. Laju reaksi katalitik lebih cepat karena energi aktivasi keseluruhan dari reaksi katalitik lebih rendah dari reaksi non katalitik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar di atas. Ilustrasi penting lainnya dari reaksi katalitik adalah perubahan energi bebas (∆G) sebelum dan setelah reaksi adalah sama, baik reaksi katalitik maupun reaksi non katalitik, hanya energi aktivasi saja yang berbeda. Jadi katalis hanya mempercepat waktu kesetimbangan saja, tidak merubah konsentrasi
spesies
pada
kesetimbangannya
(Van
Santen
dan
Niemantsverdriet, 1995).
Nikel Sebagai Katalis Pemanfaatan logam nikel sebagai katalis sudah dilakukan sejak lama, seperti misal, Bartholomew (1976) mempelajari kimia katalis nikel
15
meliputi preparasi perlakuan dan reduksi katalis. Zielinski (1982) mempelajari morfologi katalis nikel, McCarty
dan Wise (1979)
mempelajari reaksi hidrogenasi karbon permukaan dengan bantuan katalis nikel. Disamping sebagai katalis hidrogensi, logam nikel juga digunakan sebagai katalis steam reforming (wei et al, 2000, Kim et al, 2000)
Gambar 5. Serbuk Nikel Serbuk nikel memiliki ukuran partikel 0.05 to 1.0 µm dan memiliki luasan layer yang sangat tipis. (Anonim, 2006). Nikel memiliki sifat yang fleksibel dan mempunyai karakteristik-karakteristik yang unik seperti tidak berubah sifatnya bila terkena udara, ketahanannya terhadap oksidasi dan kemampuannya untuk mempertahankan sifat-sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim maka nikel biasa digunakan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi, misalnya pada reaksi disproporsionasi, hidrogenansi, sintesa mentol, juga pada cracking minyak bumi. Karakteristik dari nikel dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 . Karakteristik nikel Karakteristik Warna Massa Atom Konfigurasi elektron Massa jenis (sekitar suhu kamar) Massa jenis cair pada titik lebur 7 Titik lebur Titik didih Kalor peleburan
Nilai Opaque, perak,hitam (serbuk) 58.6934(2) g/mol [Ar] 3d8 4s2 8.908 g/cm³ 8.81 g/cm³ 1728K (1455 °C, 2651 °F) 3186K (2913 °C, 5275 °F) 17.48 kJ/mol
Sumber: http://www.wikipedia.org
16
2. Termodinamika Reaksi Parameter termodinamika untuk perubahan keadaan diperlukan untuk mendeskripsikan ikatan kimia, struktur dan reaksi. Hal ini juga berlaku dalam kimia anorganik, dan konsep paling penting dalam termodinamika dipaparkan di bagian ini. Pengetahuan termodinamika sederhana sangat bermanfaat untuk memutuskan apakah struktur suatu senyawa akan stabil, kemungkinan kespontanan reaksi, perhitungan kalor reaksi, penentuan mekanisme reaksi dan pemahaman elektrokimia. Hukum Termodinamika II memberikan suatu mekanisme dimana terjadi perubahan entalpi dan perubahan entropi secara bersamaan hingga menghasilkan suatu kumpulan termodinamika energi yang disebut Energi Bebas Gibbs G = H – TS Pada tekanan (P) dan temperature (T) yang konstan maka: ∆G=∆H – T ∆S Berdasarkan Hukum Termodinamika II tersebut\, reaksi yang mungkin terjadi dalam suatu proses akan ditentukan oleh seberapa besar energi bebas yang dimiliki oleh proses tersebut, yang berarti ∆G haruslah bernilai negatif (∆G<0). Perubahan energi bebas Gibbs ditentukan oleh dua faktor yakni ∆H dan ∆S Entalpi adalah kandungan kalor sistem dalam tekanan tetap. Perubahan entalpi (ΔH) bernilai negatif untuk reaksi eksoterm, dan positif untuk reaksi endoterm. Entalpi reaksi standar, ΔH0, adalah perubahan entalpi dari 1 mol reaktan dan produk pada keadaan standar (105 Pa dan 298.15 oK). Entalpi pembentukan standar, ΔHf0, suatu senyawa adalah entalpi reaksi standar untuk pembentukan senyawa dari unsur-unsurnya. Karena entalpi adalah fungsi keadaan, entalpi reaksi standar dihitung dengan mendefinisikan entalpi pembentukan zat sederhana (unsur) bernilai nol. Dengan demikian: f ΔH0 = ΣΔH0 Produk – ΣΔH0 Reaktan Entropi adalah fungsi keadaan, dan merupakan kriteria yang menentukan apakah suatu keadaan dapat dicapai dengan spontan dari
17
keadaan lain. Hukum ke-2 termodinamika menyatakan bahwa entropi, S, sistem yang terisolasi dalam proses spontan meningkat. Dinyatakan secara matematis ΔS > 0. Jika ∆G negatif, maka reaksi yang terjadi bersifat spontan dan mungkin terjadi, jadi hukum termodinamik menggambarkan sebuah spontanitas reaksi termodinamika, yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Spontanitas Termodinamika ∆H (–) (+) (+) (–)
∆S (+) (–) (+) (–)
Keterangan Spontan pada semua suhu Nonspontan pada semua suhu Spontan hanya pada suhu tinggi Spontan hanya pada suhu rendah
Dalam perhitungan selanjutnya maka untuk menentukan energi bebas yang terdapat dalam suatu reaksi dapat dihitung melalui rumus: ∆G reaksi = ∆G produk - ∆G reaktan Rumus tersebut juga berlaku untuk menghitung perubahan entalpi dan entropi dari suatu reaksi. Termodinamika reaksi sangat erat kaitannya dengan kinetika reaksi. Dan kinetika reaksi akan berhubungan dengan energi aktivasi. Eakt adalah energi keadaan transisi realtif terhadap pereaksi. Oleh karena itu, terdapat hubungan antara laju relatif reaksi dan energi keadaan transisi. Diantara reaksi-reaksi yang bersaing, dengan bahan awal sama, reaksi dengan energi transmisi yang rendah adalah reaksi yang memiliki Eakt lebih kecil. Reaksi dengan struktur yang lebih stabil adalah reaksi yang paling cepat. Konsep ini digunakan untuk menganalisa reaksi yang mana yang paling mungkin terjadi.
18
Reaksi 1 : Eakt lebih tinggi, lebih lambat, produk lebih sedikit
Reaksi 2 : keadaan transisi lebih stabil, Eakt lebih rendah, lebih cepat, produk lebih banyak Berlangsungnya reaksi (E)
Eakt Eakt
Berlangsungnya reaksi
Gambar 6. Energi Aktivasi Reaksi (Fessenden dan Fessenden, 1986) Agar reaktan dapat menjadi produk yang ditunjukkan dengan bertumbukkannya molekul-molekul reaktan, yang kemudian diusahakan mencapai kondisi transisi, maka dibutuhkan suatu energi yang dinamakan energi aktivasi. Pada keadaan transisi molekul-molekul memiliki pilihan yang sama mudahnya yakni kembali menjadi pereaksi atau menjadi produk. Selisih antara energi potensial dengan energi aktivasi disebut perubahan entalpi
19
BAB III. METODOLOGI
A.
Alat dan Bahan Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan reaksi yaitu reaktor bertekanan, peralatan gelas (gelas piala, pipet volumetrik dan beaker glass), kertas saring, dan neraca analitik. Sedangkan peralatan untuk analisa digunakan buret, gelas ukur, tabung reaksi, hot plate, GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectra) dan FTIR (Fourier Transform Infra Red). Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah getah Pinus Merkusii olahan, yang telah mengalami proses pemisahan kotoran, penambahan terpentin dan oksalat serta penyaringan dengan filter gaf 1 dan 5 mikron. Bahan baku yang digunakan berasal dari PT Perhutani Anugerah Kimia, anak PT Perhutani PGT Trenggalek. Katalis yang digunakan adalah serbuk nikel. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pengujian dan karakterisasi adalah Gas N2, H2SO4 25%, dan etanol teknis 95 %.
B.
Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2008 di laboratorium Minyak Atsiri Bidang Teknologi Proses dan Katalisis, Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia- Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPI-PUSPITEK) Serpong Tangerang, Banten.
C.
Metode Tahapan Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengkarakterisasi bahan baku melalui beberapa uji, diantaranya yakni; bilangan asam, iod dan penyabunan, kelarutan dalam alkohol 90%, dan kadar asam abietat.
20
2. Penelitian Utama a. Prosedur Penelitian Pada penelitian utama dilakukan proses terhadap bahan baku (getah pinus) pada Nitrogen Blanket dengan menggunakan berbagai variasi tekanan. Perlakuan yang diberikan pada penelitian utama adalah variasi tekanan yakni 0, 2, 5 dan 10 bar Nitrogen Blanket, dengan penambahan katalis sebesar 3% dan 5%.
Gambar 7. Proses Sintesa Asam Abietat
Tata laksana penelitian utama yaitu bahan baku getah pinus ditimbang sebanyak 302.2 gram (1 mol), lalu katalis nikel ditimbang sebanyak 3% dan 5 % (w/w) getah pinus, serta H2SO4 ditimbang sebesar 0.01-0.02% (w/w) getah pinus. Ketiga bahan tersebut dimasukkan ke dalam reaktor. Suhu reaksi ditetapkan sebesar 1500C (kisaran suhu pada reaktor 148 – 153oC) dan keluaran gas Nitrogen diatur sebesar 1 bar. Tombol suhu dan kecepatan diatur pada posisi on dan katup gas dibuka, kemudian gas dalam reaktor dibuang pada suhu kamar dengan tekanan 1 bar. Klep pembuangan gas pada reaktor ditutup dan kemudian gas nitrogen kembali dimasukan ke dalam reaktor sesuai dengan jumlah yang telah divariasikan. Suhu awal bahan pada reaktor terukur sebesar 27oC. Reaktor kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 150oC, dan reaksi dilangsungkan selama 6 jam. Setelah proses selesai dilakukan pemisahan katalis nikel dari bahan dengan menggunakan kertas saring.
21
Mulai
Getah pinus yang telah dibersihkan, dipanaskan dan dicuci H2SO4 0,01-0,02% Katalis Nikel 3%, 5%
Dialirkan Gas N2 (0,2,5, dan 10 Bar)
Dipanasakan pada suhu 150oC selama 6 jam
Filtrasi
Analisa dengan GC-MS dan FTIR
Analisa sifat fisika kimia
Selesai Gambar 8. Diagram Alir Prosedur Penelitian
b. Rancangan Penelitian Rancangan
penelitian
yang dilakukan pada tahapan ini
melibatkan dua faktor yakni konsentrasi katalis (A), dan tekanan (B). Untuk faktor katalis, dilakukan 2 kali amatan (3% dan 5%), sedangkan untuk faktor tekanan dilakukan 4 kali amatan (0, 2, 5, dan 10 bar). Dari setiap amatan dilakukan tiga kali pengulangan, untuk meminimalisir eror yang terjadi.
22
Setelah itu dari setiap faktor, kita akan dapat menentukan amatan mana yang memberikan perbedaan nyata terhadap produk yang ingin kita hasilkan. Sehingga rancangan percobaan yang dapat digunakan adalah rancangan percobaan acak lengkap 2 faktorial. Bentuk umum dari model linier aditif dari rancangan ini dapat dituliskan sebagai berikut : Yij = + αi+ βj+( αβ)ij+ijk Dimana : Yijk
: Nilai pengamatan faktor A taraf ke-i faktor B taraf
ke-j dan ulangan ke k (, αi, βj)
: Kelompok aditif dari rataan, pengaruh utama
faktor A dan pengaruh utama faktor B, (αβij)
: Interaksi antara faktor A dan faktor B
ijk
: Pengaruh acak yang menyebar Normal (0, σ2)
Hipotesis yang dapat disusun dari rancangan acak lengkap tersebut adalah sebagai berikut:
Pengaruh utama faktor A H0: α1= ... = αa = 0 (faktor A tidak berpengaruh) H1: paling sedikit ada satu i dimana αi≠0 Pengaruh utama faktor B H0: β1= ... = βb = 0 (faktor B tidak berpengaruh) H1: paling sedikit ada satu j dimana βj≠0 Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B: H0: (αβ)11 = (αβ)12 = ... = (βα)ab = 0 (interaksi dari faktor A dengan faktor B tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1: paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (αβ)ij≠0
23
D.
Analisa Laboratoris Analisa kuantitatif yang dilakukan pada penelitian ini adalah berupa karakterisasi produk asam abietat kasar hasil sintesa yakni meliputi analisa; bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod dan kelarutan dalam alkohol. 1.
Kelarutan dalam etanol, heksan dan benzene (SP-SMP-19-1975) Sebanyak 1 ml rosin diukur dengan teliti dalam gelas ukur yang tertutup berukuran 10 ml atau 25 ml, dan ditambahkan pelarut nonpolar dengan Molaritas tertentu. Pada setiap ml penambahan pelarut non polar dikocok dan diamati apakah minyak larut atau tidak. Penambahan berlangsung hingga diperoleh suatu larutan yang jernih.
2.
Bilangan asam Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam erlenmayer 100 ml lalu ditambahkan 25 ml alkohol 90 %. Kemudian ditambahkan indikator pp tiga tetes dan dititrasi dengan KOH 0.5 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Perhitungan : Bilangan asam = ml KOH x N KOH x 56.1 Bobot contoh (g) dimana : ml KOH = Jumlah KOH yang digunakan untuk titrasi N KOH = Normalitas larutan KOH dalam alkohol 56.1
3.
= Bobot molekul KOH
Bilangan Penyabunan Sampel ditimbang sebesar 2 g dalam Erlenmeyer. Tambahkan 25 ml larutan KOH dan didihkan selama 1 jam di bawah pendingin udara. Didinginkan dan tambahkan 4 – 5 tetes indikator phenolftalin lalu titar dengan 0,5 N larutan HCI sampai warna larutan tepat berubah menjadi merah jambu. Ulangi prosedur di atas tanpa contoh (minyak) untuk blanko.
24
Perhitungan: Bilangan penyabunan =
V V1 x N x 56,1 W
di mana : V1 = ml larutan V2 = ml larutan W = bobot contoh N = normalitas larutan 4.
Bilangan Iod Timbang contoh minyak dengan teliti sebanyak 0,25 g, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer bertutup asah. Larutkan dengan 15 ml karbon tetra klorida. Dengan pipet (pergunakan pompa isap) tambahkan 25 ml larutan wijs dan simpan selama 30 menit dalam tempat atau kamar gelap. Tambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 100 ml air, segera labu ditutup. Kemudian titar dengan larutan baku tio dan sebagai indikator pergunakan larutan kanji. Ulangi cara kerja di atas tanpa menggunakan contoh minyak (penetapan blangko). Perhitungan : Bilangan Iod =
V V1 x N x 12,69 W
di mana : V1 = ml larutan baku natrium tiosulfat untuk penitaran contoh V = ml larutan baku natrium tiosulfat untuk penitaran blangko W = bobot contoh minyak N = normalitas larutan baku Na2S2O7 Analisa kualitiatif yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisa instrumen FT-IR dan GC-MS. 1. Analisa FTIR Analisa gugus fungsi pada spektrum FTIR didasarkan pada kecocokan dengan peta korelasi, khususnya kuatnya gugus karboksilat yang terbentuk. Pengukuran FTIR dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer FTIR Tensor 37 (Bruker Spektroskopin) yang dilengkapi dengan detektor DTGS. Personal komputer operasi dilengkapi dengan oftware OPUS versi 4,2 yang digunakan untuk mengontrol kerja spektrofotometer dalam menghasilkan spektrum pada range 400-4000
25
cm-1. Spektrum dihasilkan dengan kecepatan 30 detik dengan resolusi 4 cm-1.
2. Analisa GC-MS Analisa komponen kimia getah yang telah disintesa asam abietatnya dilakukan dengan Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph dan 5973 Mass Selective Detector dengan MSD Chem yang dilengkapi dengan kolom kapiler HP Ultra 2 (17 m x 0,25 mm i.d. dengan ketebalan film 0,2 µm). Kondisi suhu kolom mula-mula 80oC, dinaikkan hingga mencapai suhu 250oC dengan laju 10oC/menit. Gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju alir 0,6 µL/menit dan nisbah pemisahan 10:1. Injektor dijaga pada suhu 250oC
Gambar 9. Alat GC-MS
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Bahan Baku Pada tahap pertama penelitian ini dilakukan karakterisasi bahan baku yang digunakan, yaiu getah pinus yang telah mengalami proses pencucian. Hal itu dikarenakan belum ada standar khusus tentang karakteristik asam abietat yang banyak terkandung dalam getah pinus. Sifat fisiko kimia bahan baku (Tabel 7) akan mempengaruhi proses sintesa asam abietat yang dilakukan. Tabel 7. Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku Karakteristik Penampilan
Nilai Bahan Baku Cairan bening agak kuning muda
Kelarutan dalam etanol 90%
Larut sempurna (1:1)
Bilangan Asam
134,2
Bilangan Iod
44,37
Bilangan Penyabunan
251,45
Kadar Asam Abietat (%)
8,9
Dikarenakan belum ada standar yang baku mengenai asam abietat, maka secara umum tidak dapat ditentukan apakah bahan baku merupakan bahan baku terstandar atau tidak. Namun sebagai bandingan, dapat dilakukan dengan membandingkan bahan baku dengan produk olahannya yakni rosin (gondorukem). Tabel 8. Standar Mutu Rosin (Gondorukem) Karakteristik Penampilan* Bilangan Asam* Bilangan Penyabunan*
Nilai Bahan Baku Padatan angular berwarna kuning amber sampai kemerahan 160 – 190 170 – 220
Bilangan Iod*
5 – 25
Kadar Asam Abietat**
28 %
Sumber : *(SNI 01-5009-12-2001), **(Wiyono et al, 2006)
Dari tabel hasil karakterisasi bahan baku yang dibandingkan dengan tabel standar mutu gondorukem, dapat dilihat bahwa ada pebedaan antara
27
standar gondorukem dengan hasil analisa bahan baku. Dalam hal penampakan, bahan baku memiliki wujud cair menyerupai minyak, sedangkan gondorukem berbentuk padatan. Gondorukem larut dalam pelarut non polar seperti toluene, sedangkan getah pinus larut dalam pelarut polar seperti alkohol. Bilangan asam dari bahan baku lebih rendah daripada bilangan asam gondorukem. Bilangan asam bahan baku hanya berada pada nilai 134,2 mg KOH/gram sampel, sedangkan bilangan asam gondorukem berada pada kisaran 160-190 mg KOH/gram sampel. Hal itu menandakan bahwa asam-asam bebas yang terdapat dalam gondorukem lebih banyak dibandingkan asam-asam bebas yang terdapat pada getah pinus. Dari data bilangan iod, bilangan iod bahan baku (getah pinus) berada jauh di atas kisaran bilangan iod gondorukem. Bilangan iod bahan baku (getah pinus) mencapai nilai 44, 37 sedangkan kisaran nilai bilangan iod gondorukem yakni 5-25. Hal tersebut menandakan ikatan rangkap yang terdapat pada bahan baku lebih banyak daripada ikatan rangkap yang terdapat pada gondorukem.
B. Proses Sintesa Asam Abietat dengan Menggunakan Katalis Serbuk Nikel Proses sintesa asam abietat diawali dengan mencampurkan bahan baku utama (getah Pinus merkusii) dengan asam sulfat 25% sebesar 0,010,02%(w/w) untuk mengikat logam-logam yang bertindak sebagai impurities sehingga asam abietat hasil sintesa nantinya dapat murni tanpa pengotor apapun. Dari hasil analisa GCMS bahan baku, diketahui bahwa bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terkotori besi karbonil dalam jumlah yang cukup besar, sehingga pemanfaatan dari H2SO4 pekat adalah untuk menarik dan mengikat pengotor (logam). Pengotor (logam besi) yang ada pada bahan baku jika dibiarkan akan dapat mengganggu jalannya reaksi sintesa asam abietat nantinya. Selanjutnya, sintesa asam abietat dilanjutkan dengan memasukkan katalis serbuk (logam) nikel ke dalam reaktor bertekanan yang kemudian dihomogenkan dengan menggunakan stirrer. Selanjutnya untuk mengetahui sifat fisika-kimia senyawa baru yang diperoleh, dilakukan evaluasi dengan beberapa uji yakni; uji bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod,
28
kelarutan dalam alkohol, dan juga uji kualitatif dengan menggunakan alat analisis instrumenFTIR dan GCMS.
C. Karakterisasi Asam Abietat Kasar 1. Bilangan Asam Menurut Guenther (1947) bilangan asam adalah jumlah milligram KOH 0,1N yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam satu gram asam abietat kasar. Bilangan asam produk asam abietat kasar dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Asam Produk Asam Abietat Kasar
Belum ada standar yang menentukan kisaran nilai bilangan asam produk asam abietat kasar, sehingga pengujian bilangan asam dilakukan sebagai karakterisasi. Data analisis berdasarkan histogram di atas menunjukkan, asam abietat kasar memiliki bilangan asam yang cukup tinggi yakni dalam kisaran 111-127gr per gram sampel. Dikarenakan asam abietat kasar belum memiliki standar mutu, maka angka asam ini dibandingkan dengan standar gondorukem yang ada (SNI 2001). Pada SNI 2001, bilangan asam gondorukem berkisar antara angka 160-190 gr KOH/100 gr sampel. Dalam hal ini nilai bilangan asam dari asam abietat
29
kasar hasil sintesa terdapat berada di bawah range standar mutu rosin berdasarkan SNI 2001. Dari uji sidik ragam pada lampiran 4 menunjukan bahwa uji interaksi pada kedua faktor (katalis dan tekanan) memperlihatkan interaksi tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap nilai bilangan asam produk asam abietat kasar hasil sintesa (nilai P=0.0001, artinya P<0.05). Pengaruh interaksi katalis dan tekanan terhadap bilangan asam asam abietat kasar (rude abietic acid) dapat ditunjukkan oleh Gambar 10, dimana terlihat bilangan asam produk asam abietat kasar cenderung menurun. Reaksi isomerisasi yang tidak sempurna memungkinkan terjadinya degradasi dari molekul-molekul asam. Bilangan asam yang turun menunjukkan terjadinya reduksi/degradasi dari molekul-molekul C20 menjadi molekul-molekul yg lebih kecil misal C10. Namun, pada uji lanjut interaksi, baik katalis ataupun tekanan, tidak berepengaruh nyata terhadap bilangan asam asam abietat kasar hasil sintesa. Katalis ataupun tekanan yang tidak mempengaruhi bilangan asam dapat terjadi dikarenakan proses sempurna karena proses sintesa asam abietat
dilakukan
dalam
suasana
nitrogen
sehingga
mengurangi
kemungkinan terjadinya proses oksidasi yang utamanya mempengaruhi bilangan asam, sehingga efek katalis ataupun tekanan tidak berpengaruh terhadap bilangan asam asam abietat kasar.
2.
Bilangan Penyabunan Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya basa (mg KOH) yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Besarnya bilangan penyabunan bergantung dari massa molekul minyak, semakin besar massa molekul semakin rendah bilangan penyabunannya. Hal ini dapat dijelaskan, dengan semakin panjang rantai hidrokarbon suatu minyak, maka akan semakin kecil proporsi molar gugus karboksilat yang akan bereaksi dengan basa. Data analisis bilangan penyabunan asam abietat kasar hasil sintesa memiliki kisaran nilai 205-245 mg KOH/gram contoh, angka ini relatif
30
lebih besar bila dibandingkan bilangan penyabunan gondorukem yakni 170-220mg KOH/gram contoh. Bilangan penyabunan asam abietat kasar dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Penyabunan Asam Abietat Kasar
Dari gambar 11 dapat dilihat, bilangan penyabunan asam abietat kasar yang masuk ke dalam standar mutu gondorukem adalah asam abietat kasar dengan perlakuan tekanan 5 bar dan katalis 5%, tekanan 5 bar dan katalis 3%, kemudian disusul oleh asam abietat kasar dengan perlakuan tekanan 2 bar dan katalis 5%, sisanya memiliki bilangan penyabunan yang di atas standar mutu gondorukem Dari hasil uji sidik ragam pada lampiran 4, menunjukan bahwa interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai bilangan penyabunan asam abietat kasar hasil sintesa P=0.0001 (P < 0.05). Pengaruh interaksi katalis dan tekanan terhadap bilangan asam asam abietat kasar (rude abietic acid) dapat ditunjukkan oleh Gambar 11, dimana terlihat bilangan penyabunan asam abietat kasar cenderung turun. Hal itu dapat disebabkan dari terjadinya penurunan bilangan asam karena bilangan penyabunan merupakan penggabungan dari
31
bilangan asam dan bilangan ester. Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa bilangan asam tidak dipengaruhi oleh katalis ataupun tekanan, sehingga kemungkinan yang mempengaruhi adalah bilangan ester. Ester mungkin terjadi akibat adanya reaksi reduksi yang mengubah asam menjadi ester-ester dalam bentuk aldehid, keton atau bahkan dalam bentuk ester. Untuk membuktikannya dapat dilakukan analisa gas kromatografi spektroskopi massa. Namun, pada uji lanjut interaksi, baik katalis ataupun tekanan, tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan asam abietat kasar. Katalis ataupun tekanan yang tidak mempengaruhi bilangan penyabunan dapat terjadi dikarenakan proses sempurna karena proses sintesa asam abietat
dilakukan
dalam
suasana
nitrogen
sehingga
mengurangi
kemungkinan terjadinya proses oksidasi, sehingga efek katalis ataupun tekanan tidak berpengaruh terhadap bilangan asam asam abietat kasar yang akhirnya tidak akan mempengaruhi bilangan penyabunan asam abietat kasar
3. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan banyaknya molekul iod yang dapat mengadisi ikatan rangkap pada suatu senyawa yang dinyatakan dalam gram iod per gram sampel. Bilangan ini sangat penting dalam menentukan kualitas asam abietat kasar berdasarkan banyaknya ikatan rangkap dalam asam resinnya. Semakin besar bilangan iod, maka semakin banyak ikatan rangkap yang ada dalam asam suatu resin. Sedangkan semakin banyak ikatan rangkap dalam suatu senyawa, maka senyawa tersebut akan semakin mudah rusak, karena sifatnya yang mudah teroksidasi oksigen dalam udara, senyawa kimia atau proses pemanasan. Data analisis menunjukkan, asam abietat kasar memiliki bilangan iod yang cukup tinggi yakni dalam kisaran 21-24 gr iod/100 gram sampel. Dikarenakan asam abietat kasar belum memiliki standar mutu, maka angka iod ini dibandingkan dengan standar gondorukem yang ada (SNI 2001). Pada SNI 2001, bilangan iod gondorukem berkisar antara angka 5-25 gr
32
iod/100 gr sampel. Dalam hal ini nilai bilangan iod dari asam abietat kasar hasl sintesa terdapat dalam range standar mutu rosin berdasarkan SNI 2001. Bilangan iod asam abietat kasar dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Pengaruh Katalis dan Tekanan terhadap Bilangan Iod Asam Abietat Kasar Dari hasil uji sidik ragam pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh yang nyata terhadap nilai bilangan iod asam abietat kasar hasil sintesa (P = 0.1826). Hal itu menunjukkan bahwa interaksi antara katalis dan tekanan tidak mempengaruhi jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam asam abietat kasar yang berarti jumlah ikatan-ikatan rangkap relatif tetap dan tidak mengalami kerusakan baik melalui proses oksidasi ataupun melalui polimerisasi Dari hasil sidik ragam, dapat dilihat bahwa faktor katalis juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan iod asam abietat kasar hasil sintesa (Pr>F = 0.7443). Katalis nikel yang digunakan dalam proses sintesa asam abietat kasar tidak mempengaruhi bilangan iod asam abietat kasar. Hal tersebut dapat dikarenakan katalis nikel yang digunakan berfungsi menyediakan orbital kosong untuk tempat berpindahnya ikatan rangkap (ikatan phi), namun nikel tidak memutuskan ikatan rangkap
33
namun hanya memfasilitasi berpindahnya ikatan rangkap tersebut sehingga reaksi yang terjadi adalah reaksi isomerisasi asam abietat. Namun demikian, tekanan memiliki pengaruh terhadap nilai bilangan iod asam abietat kasar hasil sintesa Pr>F=0.0006 (P<0.05). Dari uji Duncan terhadap tekanan terlihat bahwa tekanan 0 bar memiliki pengaruh berbeda dengan yang lainnya, tekanan 10 bar dan 5 bar memiliki pengaruh yang sama terhadap Iodium. Pengaruh tekanan yang paling tinggi adalah tekanan 2 bar. Tekanan tersebut mempengaruhi turunnya bilangan iod asam abietat kasar. Bahan baku memiliki bilangan iod 44,37 yang kemudian turun, penurunan tersebut dapat dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan.
4. Kelarutan dalam Alkohol Kelarutan suatu zat di dalam alkohol
ditentukan oleh jenis
komponen kimia yang terkandung di dalam zat tersebut. Pada umumnya suatu zat yang mengandung hidrokarbon beroksigen lebih mudah larut daripada zat yang menyandung senyawa terpen. Asam abietat adalah senyawa yang dapat larut
dalam pelarut organik yang bersifat polar.
Berikut ini adalah tabel data kelarutan seluruh asam abietat kasar dalam etanol 90%. Tabel 9. Kelarutan Asam Abietat Kasar dalam Etanol 90% Ulangan 1
Ulangan 2
0 Bar
Larut sempurna (1:1)
Larut sempurna(1:1)
2 Bar
Larut sempurna(1:1)
Larut sempurna(1:1)
5 Bar
Larut sempurna (1:1)
Larut sempurna(1:1)
10 Bar
Larut sempurna (1:1)
Larut sempurna(1:1)
0 Bar
Larut sempurna(1:1)
Larut sempurna(1:1)
2 Bar
Larut sempurna(1:1)
Larut sempurna(1:1)
5 Bar
Larut sempurna(1:1)
Larut sempurna(1:1)
10 Bar
Larut sempurna(1:1)
Larut sempurna(1:1)
Katalis 3%
Katalis 5%
34
Dapat dilihat pada tabel, bahwa kelarutan dalam etanol 90% dari produk asam abietat kasar hasil sintesa dari seluruh kombinasi perlakuan bahwa asam abietat kasar mudah larut dalam etanol dan bersifat polar. Asam abietat dapat dapat larut dengan baik dalam etanol karena adanya kandungan senyawa oxygenated hydrocarbon dalam asam abietat kasar memiliki polaritas yang mendekati nilai polaritas etanol. Namun demikian, walaupun asam abietat memiliki gugus OH yang polar, namun asam tidak dapat larut dalam air. Hal itu dikarenakan asam abietat memiliki ikatan karbon yang panjang dan siklik yang bersifat nonpolar sehingga pada air yang memiliki kepolaran yang tinggi, gugus nonpolar (berupa rantai karbon yang panjang dan siklik) tidak akan dapat larut. Hal sama juga terjadi ketika asam abietat kasar dilarutkan dalam heksan yang merupakan pelarut non-polar. Dalam hal ini, asam abietat juga tidak akan terlarut, hal itu dikarenakan heksan merupakan pelarut non polar sedangkan asam abietat memiliki gugus OH yang berisfat polar. Berbeda dengan etanol. Etanol merupakan pelarut polar yang memiliki gugus non-polar. Gugus OH asam abietat kasar akan larut pada etanol karena etanol pun memeiliki gugs OH, begitu juga rantai karbon dan siklik yang berifat non-polar akan terlarut karena etanol juga memiliki gugs nonpolar (CH3CH2-). Hal tersebut menunjukkan asam abietat memiliki kelarutan hampir sama dengan etanol, yakni kepolaran di bawah air dan jah di atas heksan Hal itu senada dengan yang dikemukakan oleh Guenther (1948), bahwa komponen kimia yang terkandung dalam zat menentukan kelarutan zat tersebut dalam etanol. Biasanya zat dengan kandungan oxygenated hydrocarbon tinggi akan lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dengan zat dengan kandungan senyawa terpen tinggi. Salah satu komponen yang termasuk dalam golongan oxygenated hydrocarbon adalah senyawa yang memiliki gugus fungsi -COH (alkohol), yang artinya memiliki kepolaran yang hampir sama dengan pelarut alkohol (etanol). Semakin tinggi dominasi senyawa oxygenated hydrocarbon (terpen-O) lain dalam produk asam abietat kasar memiliki daya larut yang semakin
35
baik dalam alkohol. Dengan demikian semakin polar produk asam abietat kasar tersebut.
D. Analisa Spektrometri 1. Analisa Spektroskopi Inframerah (Fourier Transform Infra Red) Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui maupun untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1986). Identifikasi dengan spektroskopi inframerah adalah berdasarkan penentuan gugus fungsinya. Spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawaan yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Selain dari senyawaan isomer-optik, tidak satupun antara 2 senyawaan yang mempunyai kurva serapan inframerah yang identik. Daerah inframerah terletak pada daerah spektrum 4000-400 cm-1
Gambar 13. Grafik FTIR Getah pinus Pinus merkusii hasil reaksi dianalisis dengan inframerah bertujuan untuk melihat perubahan spektrum sebelum dan sesudah proses reaksi. Pencirian dilakukan pada pengukuran rentang bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Spektrum inframerah yang ditampilkan pada gambar 13 menunjukkan gugus hidroksil dari asam karboksilat menyerap kuat pada gelombang
36
1720 – 1680 cm-1. Nowrman et al (1975) mengemukakan bahwa serapan gugus karboksilat akan menguat pada panjang gelombang 165 –1540 cm-1 dan 1450 –1360 cm-1 untuk garam dari asam karboksilat, 1720 – 1680 cm-1 untuk dimer dari asam karboksilat, dan 1800 – 1740 cm-1 untuk monomer asam karboksilat. Selain itu dapat terlihat adanya senyawa OH kuat yang terdapat pada frekuensi 2838. Uluran pita OH yang berasal dari struktur asam karboksilat berada dalam asosiasi yang stabil dikarenakan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat. Fesenden dan Fessenden (1986) mengemukakan bahwa asam karboksilat menunjukkan serapan C=O yang khas dan juga menunjukkan pita O-H yang sangat terbedakan (distinctive) yang mulai sekitar 3330 cm-1 (3,0 µm) dan miring ke dalam pta adsorbsi CH alifatik. Gugus OH karbonil pada umumnya memiliki spektrum yang berbeda dengan OH karboksilat karena asam karboksilat membentuk dimer berdasarkan ikatan hydrogen. Tabel 10. Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Asam Abietat Kasar dengan FTIR Frekuensi absorpsi, v (cm-1)
Identifikasi Gugus
2838 (2400-3100)
-OH
3087 (3010-3090)
C=C (cincin benzena)
1690,50 (1680-1710)
C=O
Dari FTIR diatas, antara asam abietat kasar dengan bahan baku getah pinus memiliki frekuensi, v (cm-1) yang hampir sama. Hal ini berarti bahwa setiap senyawa memiliki gugus karboksilat yang semakin menguat, dimana menunjukkan terdapat asam dalam jumlah yang cukup besar. Mekanisme absorpsi radiasi inframerah terjadi pada saat inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (Vibration) atau osilasi. Kemudian inti atom tersebut menyerap radiasi inframerah sehingga menyebabkan kenaikan amplitudo yang dapat diperlihatkan dalam bentuk
37
puncak-puncak serapan inframerah dalam kurva yang tergambar (Fessenden dan Fessenden, 1986). Untuk memastikan senyawa-senyawa yang terbentuk maka analisa dilanjutkan dengan menggunakan GC-MS. 2. Analisis Gas Chramatography- Mass Spetroscopy (GC-MS) Marques et al.(1997) mengungkapkan bahwa, sintesa senyawa baru yang belum terdapat standar sebagai nilai pembanding, maka analisa yang sesuai yaitu dengan analisa pendeteksian jumlah bobot molekulnya diantaranya menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS). GCMS merupakan alat analisa yang memiliki 2 komponen utama yakni GC (Gas Chromatography) dan MS (Mass Spectroscopy), sehingga dari sekali analisa dengan menggunakan GC-MS, akan diperoleh dua informasi dasar sekaligus, yaitu kromatogram gas dan spektrum massa. Gas Chromatography adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui jumlah komponen yang dikandung olah sampel; getah pinus hasil modifikasi dari setiap perlakuan yang ditentukan dalam penelitian ini. Prinsip analisa kromatografi gas adalah pemisahan komponen berdasarkan perbedaan laju gerak komponen-komponen yang akan diidentifikasi. Berat molekul dan polaritas komponen adalah faktor-faktor yang akan mempengaruhi perbedaan laju gerak tersebut. Komponen yang akan menguap pada waktu awal pemisahan komponen adalah komponen dengan berat molekul rendah dan polaritas yang rendah pula. Komponen yang menguap dari Gas Chromatography akan diidentifikasi oleh Mass Spectroscopy menggunakan referensi data base yang tersedia. Analisa MS yang dilakukan dalam penelitian kali ini menggunakan database WILEY 275.L, NIST.L, W8085.L. Semakin banyak database akan lebih mengakurasikan hasil penafsiran dari kromatogram gas.
38
Tafsiran Kromatogram GC-MS Tafsiran hasil infra merah (FTIR) diperkuat dengan kromatogram GC-MS yang ditampilkan. Ditunjukkan bahwa asam pimarat, asam dehidroabietat, asam neoabietat, asam palustrat mengalami kecenderungan untuk berkurang konsentrasinya, hal itu ditunjukkan dengan semakin kecilnya area yang ditunjukkan oleh puncak-puncak yang ada pada kromatogram. Sementara di sisi lain, konsenterasi asam abietat semakin meningkat yang ditunjukkan oleh semakin menguat dan melebarnya puncak area pada kromatogram GC-MS. Abundance T IC : S R .D 2 .8 e + 0 7 2 .6 e + 0 7 2 .4 e + 0 7 2 .2 e + 0 7 2e+07
7 .1 0
1 .8 e + 0 7
1 3 .5 7
1 .6 e + 0 7 1 .4 e + 0 7 1 .2 e + 0 7 1 4 .1 85 6 .7 7
1e+07 8000000
5 .3 5
1 3 .9 8 1 4 .0 8
1 6 .8 8 1 8 .2 7
6000000 1 3 .2 4 1 3 .3 4
4000000
2 0 .0 8
2000000
4 .0 0
6 .0 0
8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
2 6 .0 0
2 8 .0 0
3 0 .0 0
3 2 .0 0
T im e -->
Gambar 14. Kromatogram Gas Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii) Tabel 11. Tafsiran Hasil GCMS Bahan Baku (Getah Pinus Merkusii) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 9. 11. 12. 13. 14. 15. 17.
RT 3.22 3.37 3.83 5.35 6.77 7.09 12.91 13.23 13.56 13.71 13.98 14.28 14.69
Area 3,34 0,25 0,38 18,68 0,14 15,44 0,44 4,68 30,79 8,67 10,46 5,09 1,65
Formula C10H16 C10H16 C10H16 C21H22FeN205 C15H24 C21H22FeN205 C20H30O2 C20H30O2 C20H30O2 C19H26O2 C20H30O2 C20H30O2 C20H30O2
Nama Senyawa Delta 3 Carene Beta Pellandrene Alpha-terpinolene Besi (Iron) Trans-Carryophylene Besi (Iron) 7,15 Asam Isopimarat Asam Pimarat Asam Rosin Asam Dehidroabietat Asam Abietat Asam Neobaietat Asam Palustrat
Quality 97 95 98 87 99 91 35 50 93 99 99 60 42
39
Dari hasil tafsiran analisa GCMS bahan baku, dapat diketahui bahwa komponen terbesar dari bahan baku adalah asam rosin dengan waktu retensi 13.56 menit dengan kualitas 99 dan kisaran area mencapai 30,79%. Menurut Wiyono (2006), asam rosin adalah merupakan gabungan dari asam pallustrat dan asam levopimarat. Komponen asam-asam resin lainnya seperti asam abietat, asam alpha pimarat, asam dehidroabietat, asam pallustrat dan asam neoabietat juga ditemukan dalam bahan baku, namun dengan jumlah yang relative lebih sedikit dibandingkan dengan asam rosin. Shen Zaobang (1995), komponen asam abietat yang seharusnya ada pada Pinus adalah 4,1-20% Untuk membandingkan kadar asam abietat bahan baku, dikarenakan sampai saat ini belum ada standar yang baku, maka, kadar asam abietat bahan baku yang berupa getah pinus dibandingkan dengan kadar asam abietat yang terdapat pada olahan getah pinus yang ada di pasaran, yakni dalam bentuk gondorukem. Gondorukem atau dikenal juga dengan gum rosin adalah hasil penyulingan getah pinus yang komponen utamanya adalah asam-asam resin, terutama asam abietat. Wiyono et al (2008) mencatatkan bahwa gondorukem Indonesia memiliki kadar asam abietat sebesar 28,9%. Sedangkan apabila kita bandingakan kadar asam abietat gondorukem berdasarkan sumber bahan baku maka kadar asam abietat jawa barat 7,0, jawa timur 24,0, dan Sumatera Utara 33,8. Jika membandingkan dengan kadar asam abietat bahan baku dengan kadar asam abietat gondorukem, maka dapat dilihat bahwa kadar asam abietat bahan baku tergolong rendah. Namun demikian, hal tersebut dapat dimengerti karena pada bahan baku masih terdapat banyak komponen terpenoid terutama senyawa C10H16 yang merupakan senyawa dari minyak terpentin, sedangkan pada gondorukem senyawasenyawa tersebut hampir sebagian besar sudah diuapkan sehingga kadar asam abietat menjadi semakin meningkat.
40
A bundanc e T IC : R D 4 .D
2800000 2600000
Asam Rosin 2400000 1 3 .0 7 2200000 2000000
Asam Abietat
1 3 .5 2
1800000 1600000 1400000 1200000
Alpha terpinolene
1000000 800000
Asam Dehidroabietat
600000 1 3 .2 6 1 2 . 01 72 . 8 1
3 .4 2 400000
1 2 .9 4
200000
4 .0 0
6 .0 0
8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .0 0
Metil Abietat
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
T im e - - >
Gambar 15. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 1 (3% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen) Tabel 12. Tafsiran Hasil GCMS RUN 1 (3% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
RT 3.41 3.70 4.28 10.64 12.08 13.06 13.26 13.52
Area 3,04 4,21 0,27 0,32 4,53 25,79 8,83 52,96
Formula C10H16 C10H16 C10H18O C20H30O2 C15H24 C20H30O2 C19H26O2 C20H30O2
Nama Senyawa Alpha Terpinolene Alloocimene Alpha Terpineol Asam Isopimarat Trans Carryophylene Asam Rosin Asam Dehidroabietat Asam Abietat
Quality 97 98 95 86 95 99 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 0 bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 52,96% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar 25,79%, asam dehidroabietat dengan luas area 8,83% yang terdeteksi pada menit ke 13.26, trans carryophylene dengan luas area 4,53% yang terdeteksi pada menit ke 12.08, alloocimene dengan luas area 4,21% yang terdeteksi pada menit ke 3.70, alpha terpinolene dengan luas area 3,04% yang terdeteksi pada menit ke 3.41, asam isopimarat dengan total persentase sebesar 0,32% pada
41
waktu retensi menit ke 10,64 dan terakhir alpha terpineol dengan luas area 0,27% yang terdeteksi pada menit ke 4.28. Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan asam adalah sebesar 87,95% yang terdiri atas asam abietat (52,96%), asam rosin (25,79%), asam dehidroabietat (8,83%), asam 7,15 isopimarat (0,32%). Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan jumlah sebesar 0,32% dan asam resin tipe abietat (asam abietat, asam rosin, dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 87,63%. Selain dari asam-asam rosin, terdapat juga senyawa terpen dan terpen-O. Pada asam abietat kasar RUN 8 ditemukan senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 11,78% yang terdiri atas komponen alpha terpinolene (3,04%), alloocimene (4,21%) dan trans carryophylene (4,53%), serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah 0,27% dalam bentuk alpha terpineol. Dari tabel 12, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke 13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.52, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah 14 menit.
42
Abundanc e T IC: R D 5 .D
1800000
Asam Abietat
1600000
1 3 .5 2 1400000 1200000
Asam Rosin
1000000
1 3 .0 6 800000
Alpha terpinolene
6 0 0 0 0 0 3 .4 2
Asam Dehidroabietat
200000
1 7 .5 7 1 8 .3 6
1 2 .0 7 1 3 .2 5
400000 3 .7441.1.229
1122.8 .914
Alpha terpineol
Metil Abietat 4 .0 0
6 .0 0
8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
T ime -->
Gambar 16. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 2 (3% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) Tabel 13. Senyawa Hasil GCMS RUN 2 (3% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
RT 3.41 3.70 4.13 4.28 10.64 12.06 12.93 13.06 13.26 13.52
Area 4,79 2,23 1,79 1,39 0,35 3,71 1,65 18,61 9,55 55,93
Formula C10H16 C10H16 C10H18O C10H18O C20H30O2 C15H24 C21H32O2 C20H30O2 C19H26O2 C20H30O2
Nama Senyawa Alpha Terpinolene Alloocimene Isoborneol Alpha terpineol 7,15 Asam Isopimarat Trans Carryophylene Metil Abietat Asam Rosin Asam Dehidroabietat Asam Abietat
Quality 98 97 95 94 91 55 86 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 2 bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 55,93% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar 18,61%, asam dehidroabietat dengan luas area 9,55% yang terdeteksi pada menit ke 13.26, alpha terpinolene dengan luas area 4,79% yang terdeteksi pada menit ke 3.41, trans carryophylene dengan luas area 3,71% yang terdeteksi pada menit ke 12.06, alloocimene dengan luas area 2,23% yang terdeteksi pada
43
menit ke 3.70, isoborneol dengan luas area 1,79% yang terdeteksi pada menit ke 4.13, metil abietat dengan luas area 1,65% yang terdeteksi pada menit ke 12.93, alpha terpineol dengan luas area 1,39% yang terdeteksi pada menit ke 4.28, dan terakhir asam 7,15 isopimarat dengan total persentase sebesar 0,35% pada waktu retensi menit ke 10,64. Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan asam adalah sebesar 87,95% yang terdiri atas asam abietat (55,93%), asam rosin (18,61%), asam dehidroabietat (9,55%), asam 7,15 isopimarat (0,35%), dan metil abietat (1,65%). Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan jumlah sebesar 0,35% dan asam resin tipe abietat (asam abietat, asam rosin, dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 87,60%. Selain dari asamasam rosin, terdapat juga senyawa terpen dan terpen-O. Pada asam abietat RUN 8 ditemukan senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 9,22% yang terdiri atas komponen alpha terpinolene (4,79%), alloocimene (2,23%) dan trans carryophylene (3,71%), serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah 3,18% dalam bentuk isoborneol (1,79%) dan alpha terpineol (1,39%). Dari tabel 13, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke 13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke 4.11 (isoborneol) dan menit ke 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.52, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah 14 menit.
44
Abundanc e T IC: R D 6 .D
1800000 1600000
Asam Abietat
1400000
1 3 .5 2
1200000 1000000
Asam Rosin
800000
1 3 .0 6
Trans Carryoph,ylene
600000
Asam Pallustrat
Alpha terpinolene 400000 200000
1 2 .0 7
3 .7 1
4 .0 0
.914 1122.8
Alloocimene 6 .0 0
8 .0 0
1 7 .5 7 1 8 .3 6
1 4 .1 1
3 .4 2
Metil Abietat 1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
T ime -->
Gambar 17. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 3 (3% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) Tabel 14. Tafsiran Hasil GCMS RUN 3 (3% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
RT 3.41 3.70 10.64 12.06 12.67 12.93 13.06 13.52 14.11
Area 1,29 1,77 0,22 1,79 0,46 1,41 9,59 56,64 26,83
Formula C10H16 C10H16 C20H30O2 C15H24 C19H26O2 C21H32O2 C20H30O2 C20H30O2 C20H30O2
Nama Senyawa Alpha Terpinolene Alloocimene 7,15 Asam Isopimarat Trans-carryophylene Asam Dehidroabietat Metil abietat Asam Rosin Asam Abietat Asam Pallustrat
Quality 97 96 68 83 98 93 90 99 55
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 5 bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 56,64% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh asam pallustrat dengan luas area 26,83% yang terdeteksi pada menit ke 14.11, kemudian asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam levopimarat
yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area
sebesar 9,59%, trans carryophylene dengan luas area 1,79% yang terdeteksi pada menit ke 12.06, alloocimene dengan luas area 1,77% yang terdeteksi pada menit ke 3.70, metil abietat dengan luas area 1,41% yang terdeteksi pada menit ke 12.93, alpha terpinolene dengan luas area 1,29% yang terdeteksi pada
45
menit ke 3.41, asam dehidroabietat dengan luas area 0,46% yang terdeteksi pada menit ke 12.67 dan yang terakhir adalah asam 7,15 isopimarat dengan luas area 0,22% yang terdeteksi pada menit ke 10.64. Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan asam adalah sebesar 95,15% yang terdiri atas asam abietat (56,64%), asam rosin (9,59%), asam pallustrat (26,83), asam dehidroabietat (0,46%), asam 7,15 isopimarat (0,22%), dan metil abietat (1,41%). Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan jumlah sebesar 0,22% dan asam resin tipe abietat (asam abietat, asam rosin, asam pallustrat, dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 94,93%. Sisanya adalah senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 4,85% yang terdiri atas komponen alpha terpinolene (1,29%), alloocimene (1,77%) dan trans carryophylene (1,79%). Dari tabel 14, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke 13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh senyawa asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene). Selanjutnya adalah golongan asamasam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam pallustrat pada menit ke 14.11, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 3 adalah 15 menit.
46
A bundanc e T IC : R D 7 .D
2800000
Asam Abietat
2600000 2400000
1 3 .5 5 2200000
Asam 7,15 pimarat
Asam Sandrakopimarat 2000000 1800000
Asam Dehidroabietat 1 3 .0 7
1600000
Alpha terpineol 1400000 1200000
3 .4 2
Isoborneol
Trans Caryophylene
1000000
Alpha terpinolene
1 7 .5 8
Alloocimene
800000 600000
1 2 .0 7 1122. .8914
400000 200000
1 8 .3 6
3 . 7 41 . 2 9 3 .48 . 21 2
4 .0 0
1 0 .7 8
6 .0 0
8 .0 0
1 0 .0 0
1 6 .8 5
1122. .5678
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .6 5
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
T im e - - >
Gambar 18. Kromatogram gas asam abietat kasar GCMS RUN 4 (3% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) Tabel 15. Senyawa Hasil GCMS RUN 4 (3% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
RT 3.41 3.70 3.83 4.13 4.28 10.45 10.64 12.08 12.67 12.93 13.06 13.54
Area 2,51 0,83 0,41 0,48 0,55 0,12 0,24 1,45 0,45 1,44 9,35 82,17
Formula C10H16 C10H16 C10H16 C10H18O C10H18O C20H30O2 C20H30O2 C15H24 C19H26O2 C21H32O2 C20H30O2 C20H30O2
Nama Senyawa Alpha Terpinolene Alloocimene Alloocimene Isoborneol Alpha Terpineol Asam sandrakopimarat 7,15 Asam Isopimarat Trans-Carryophylene Asam Dehidroabietat Metil Abietat Asam Rosin Asam Abietat
Quality 98 98 95 78 91 93 94 87 99 38 91 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 3% katalis nikel pada 2 bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 82,17% pada waktu retensi menit ke 13.54. Disusul oleh asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar 9,35%, alpha terpinolene dengan luas area 2,51% yang terdeteksi pada menit ke 3.41, trans carryophylene dengan luas area 1,45% yang terdeteksi pada
47
menit ke 12.08, metil abietat dengan luas area 1,44% yang terdeteksi pada menit ke 12.93, alloocimene dengan luas area 0,83 dan 0,41% yang terdeteksi pada menit ke 3.70 dan 3.83, alpha terpineol dengan luas area 0,55% yang terdeteksi pada menit ke 4.28, isoborneol dengan luas area 0,48% yang terdeteksi pada menit ke 4.13, asam 7,15 isopimarat dengan total persentase sebesar 0,24% pada waktu retensi menit ke 10,64, dan terakhir asam sandrakopimarat yang terdeteksi pada menit ke 10.45 dengan luasan area 0,12% Dari tabel 14, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke 13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke 4.11 (isoborneol) dan menit ke 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.52, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah 14 menit.
48
A bundanc e T IC : R D 4 .D
2800000 2600000
Asam Rosin 2400000 1 3 .0 7 2200000 2000000
Asam Abietat 1 3 .5 2
1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000
Alpha Terpinolene
Asam Dehidroabietat
600000 1 3 .2 6 1 2 . 01 72 . 8 1
3 .4 2 400000
Metil Abietat
200000
4 .0 0
6 .0 0
8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .9 4
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
T im e - - >
Gambar 19. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 1 (5% katalis nikel, 0 Bar Nitrogen) Tabel 16. Senyawa Hasil GCMS RUN 5 (5% katalis nikel, 0 bar nitrogen) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
RT 3.41 3.70 4.28 10.64 12.08 12.93 13.06 13.26 13.52
Area 2,83 0,27 0,52 0,32 3,09 1,69 33,97 9,48 47,83
Formula C10H16 C10H16 C10H18O C20H30O2 C15H24 C21H32O2 C20H30O2 C19H26O2 C20H30O2
Nama Senyawa Alpha Terpinolene Alloocimene Alpha Terpineol 7,15 Asam Isopimarat Trans Carryophylene Metil abietat Asam rosin Asam Dehidroabietat Asam Abietat
Quality 97 98 95 86 47 95 99 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 0 bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 47,83% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh asam rosin; yakni merupakan gabungan antara asam pallusstrat dan levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar 33,97%, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh asam dehidroabietat dengan total persentase sebesar 9,48% pada waktu retensi menit ke 13.26, trans carryophylene dengan total persentase sebesar 3,09% pada waktu retensi menit ke 12.08, alpha terpinolene dengan total persentase sebesar 2,83% pada waktu retensi menit ke 3.41, metil abietat dengan total persentase sebesar 1,69% pada
49
waktu retensi menit ke 12.93, alpha terpineol dengan total persentase sebesar 0,52% pada waktu retensi menit ke 4.28, asam 7, 15 isopimarat dengan total persentase sebesar 0,32% pada waktu retensi menit ke 10.64, dan terakhir adalah alloocimena dengan total persentase sebesar 0,27% pada waktu retensi menit ke 3.70. Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan asam adalah sebesar 93,26 % yang terdiri atas 7,15 asam isopimarat (0,32%), methyl abietat (1,69%), asam rosin (33,97%), asam abietat (47,83%), dan asam dehidroabietat (9,48%). Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya asam 7,15 isopimarat yang merupakan asam rosin tipe pimarat sedangkan lainnya merupakan asam rosin tipe abietat. Selain dari asam-asam rosin, terdapat juga komponen lainnya yakni komponen diterpen C10H16 dan C15H24 dengan jumlah 6,21% yakni alpha terpinolene (2,8%) dan alloocimene (0,27%), serta trans carryophylene (3,09%), sisanya adalah golongan terpen-O dalam bentuk alpha terpineol sebesar 0,52%. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O yang ditemukan pada menit ke 4.28. Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi.
50
Abundance T I C : D I S -1 . D 33. .2336 2800000 2600000 2400000
Asam Abietat
2200000
1 3 .9 0
D-Limonene
2000000 1800000
Asam Rosin
1600000 1400000
1 3 .4 6
1200000
Delta 3 Carene
1000000
Asam Dehidroabietat
800000 1 3 .6 4
Alpha terpinolene
600000 400000
4 .2 3 3 .8 3 2 0 0 0 0 0 3 . 54 8. 1 1 4 .0 0
1 3 . 2 11 4 . 2 3
Alloocimene
1 2 .5 1 1 1 .2 2 1 3 .1 0
7 .1 6 6 .0 0
8 .0 0
Asam Neoabietat
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 5 .7 5 1 6 .0 0
1 8 . 5139 . 4 4
1 8 .0 0
2 0 .0 0
222444. .5.77818 2 2 .0 0
2 4 .0 0
2 6 .0 0
2 8 .0 0
T im e -->
Gambar 20. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 6 (5% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) Tabel 17. Senyawa Hasil GCMS RUN6 6 (5% katalis nikel, 2 Bar Nitrogen) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
RT 3.22 3.55 3.83 4.11 13.45 13.65 13.91 14.21
Area 16,18 18,72 1,64 1,62 15,49 9,17 29,15 8,03
Formula C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C20H30O2 C19H26O2 C20H30O2 C20H30O2
Nama Senyawa Delta 3 Carene D-Limonene Alpha-Terpinolene Alloocimene Asam Rosin Asam Dehidroabietat Asam Abietat Asam Neoabietat
Quality 96 98 97 97 70 93 99 91
Hasil analisa GCMS RUN 6 kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 2 bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 29,15% pada waktu retensi menit ke 13.91. Disusul berturut-turut oleh d-limonen dengan total persentase sebesar 18,72% pada waktu retensi menit ke 3.55, delta 3-carene dengan total persentase sebesar 16,18% pada waktu retensi menit ke 3.22, asam rosin; yakni merupakan gabungan antara asam pallusstrat dan levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.45 dengan luas area sebesar 15,49%. kemudian secara berturut-turut diikuti oleh asam dehidroabietat dengan total persentase sebesar 9,17% pada waktu retensi menit ke 13.65, asam neoabietat dengan total persentase sebesar
51
8,03% pada waktu retensi menit ke 14.21, alpha terpinolene dengan total persentase sebesar 1,64% pada waktu retensi menit ke 3.83, dan terakhir adalah alloocimena dengan total persentase sebesar 1,62% pada waktu retensi menit ke 4.11. Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan asam adalah sebesar 61,84 % yang terdiri atas; asam rosin (15,49 %), asam abietat (29,15%%), asam dehidroabietat (9,17%) dan asam neoabietat (8,03%). Dari golongan asam yang terdeteksi, keseluruhannya merupakan asam rosin tipe abietat. Selain dari asam-asam rosin, komponen lainnya yakni adalah komponen diterpen C10H16 dengan jumlah 38,16 % yang terdiri atas delta 3 carene (16,18), d-limonene (18,72), alpha terpinolene (1,64%) dan alloocimene (1,62%) Dari tabel 17, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke 13.91. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.22 (delta 3 carene), 3.55 (d-limonene), 3.83 (alpha terpinolene) dan 4.11 (alloocimene). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam neoabietat pada menit ke 14.21, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 6 ini adalah 15 menit.
52
A b u n d a n c e T IC : R D 2 .D 7 5 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 6 5 0 0 0 0
Alpha Terpinolene 3 .4 2
6 0 0 0 0 0 5 5 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 4 5 0 0 0 0
Asam Abietat
4 0 0 0 0 0 1 3 .4 9
3 5 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 2 5 0 0 0 0
Asam Isopimarat
1 3 .0 4
Alloocimene Asam Rosin
2 0 0 0 0 0 3 . 7 41 . 2 9 1 5 0 0 0 0
1 2 .0 7
Alpha Terpineol
1 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0
4 .0 0
6 .0 0
8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
T im e - - >
Gambar 21. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 7 (5% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) Tabel 18. Senyawa Hasil GCMS RUN 7 (5% katalis nikel, 5 Bar Nitrogen) No.
RT
Area
Formula
Nama Senyawa
Quality
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
3.41 3.70 4.11 4.28 12.67 13.04 13.50
28,93 10,02 3,65 6,92 0,99 22,57 26,92
C10H16 C10H16 C10H18O C10H18O C19H26O2 C20H30O2 C20H30O2
Alpha-Terpinolene Alloocimene Isoborneol Alpha Terpineol Asam Dehidroabietat Asam Isopimarat Asam Abietat
96 98 91 95 99 92 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 5 bar nitrogen diperoleh alpha terpinolene sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 28,93% pada waktu retensi menit ke 3.41. Disusul oleh asam abietat yang ditemukan pada menit ke 13.50 dengan luas area sebesar 26,92%, asam isopimarat dengan luas area 22,57% yang terdeteksi pada menit ke 13.04, alloocimene dengan luas area 10,02% yang terdeteksi pada menit ke 3.70, alpha terpineol dengan luas area 6,92% yang terdeteksi pada menit ke 4.28, isoborneol dengan luas area 3,65% yang terdeteksi pada menit ke 4.11, dan terakhir asam dehidroabietat dengan total persentase sebesar 0,99% pada waktu retensi menit ke 12.67.
53
Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan asam adalah sebesar 50,48% yang terdiri atas asam isopimarat (22,57%), asam abietat (26,92%), dan asam dehidroabietat (0,99%). Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan jumlah sebesar 22,57% dan asam resin tipe abietat (asam abietat dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 27,91%. Selain dari asam-asam rosin, terdapat juga senyawa terpen dan terpen-O. Pada asam abietat RUN 7 ditemukan senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 39% yang terdiri atas komponen alpha terpinolene (28,93%) dan alloocimene (10,02%), serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah 9,52% dalam bentuk alpha terpineol (6,92%) dan isoborneol (3,65). Dari tabel 18, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke 13.50. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke 4.11 (isoborneol), 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asamasam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.50, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 7 adalah 14 menit.
54
A bundanc e T IC : R D 3 .D
Asam Abietat
2800000 2600000
1 3 .5 3
2400000
Metil Abietat
2200000
1 3 .0 7
2000000 1800000 1600000
7,15 Asam Isopimarat
1400000 1200000
Alpha terpineolene 1000000 3 .4 2
Asam Dehidroabietat
800000 600000 400000
Asam Rosin
Alloocimene 3 .7 1 4 .2 9 4 .1 2
200000
4 .0 0
1 2 .8 1
1 7 .5 8 1 8 .3 6
1 3 .2 5
Alpha terpineol
6 .0 0
8 .0 0
Trans Carryophylene
1 2 .0 7 1 2 .9 4
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
T im e - - >
Gambar 22. Kromatogram gas asam abietat kasar RUN 8 (5% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) Tabel 19. Senyawa Hasil GCMS RUN 8 (5% katalis nikel, 10 Bar Nitrogen) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
RT 3.41 3.70 4.28 10.64 12.08 12.93 13.06 13.26 13.52
Area 4,72 2,18 1,18 0,34 2,56 1,73 27,95 8,83 50,51
Formula C10H16 C10H16 C10H18O C20H30O2 C15H24 C21H32O2 C20H30O2 C19H26O2 C20H30O2
Nama Senyawa Alpha Terpinolene Alloocimene Alpha Terpineol 7,15 Asam Isopimarat Trans Carryophylene Metil Abietat Asam Rosin Asam Dehidroabietat Asam Abietat
Quality 97 94 97 86 93 93 93 99
Hasil analisa GCMS kombinasi perlakuan 5% katalis nikel pada 10 bar nitrogen diperoleh asam abietat sebagai komponen terbesar dengan total persentase sebesar 50,51% pada waktu retensi menit ke 13.52. Disusul oleh asam rosin; yang merupakan gabungan antara asam pallustrat dan asam levopimarat yang ditemukan pada menit ke 13.06 dengan luas area sebesar 27,95%, asam dehidroabietat dengan luas area 8,83% yang terdeteksi pada menit ke 13.26, alpha terpinolene dengan luas area 4,72% yang terdeteksi pada menit ke 3.41, trans carryophylene dengan luas area 2,56% yang terdeteksi pada menit ke 12.08, alloocimene dengan luas area 2,18% yang terdeteksi pada menit ke 3.70, metil abietat dengan luas area 1,73% yang terdeteksi pada menit
55
ke 12.93, alpha terpineol dengan luas area 1,18% yang terdeteksi pada menit ke 4.28, dan terakhir asam 7,15 isopimarat dengan total persentase sebesar 0,34% pada waktu retensi menit ke 10,64. Dari hasil analisa tersebut, dapat diperlihatkan total jumlah golongan asam adalah sebesar 89,36% yang terdiri atas asam abietat (50,51%), asam rosin (27,95%), asam dehidroabietat (8,83%), asam 7,15 isopimarat (0,34%), dan metil abietat (1,73%),. Dari golongan asam yang terdeteksi, hanya terdapat dua tipe asam resin yakni asam resin tipe pimarat (asam pimarat) dengan jumlah sebesar 0,34% dan asam resin tipe abietat (asam abietat, asam rosin, dan asam dehidroabietat) dengan jumlah sebesar 89,32%. Selain dari asamasam rosin, terdapat juga senyawa terpen dan terpen-O. Pada asam abietat RUN 8 ditemukan senyawa terpen golongan C10H16 sejumlah 9,46% yang terdiri atas komponen alpha terpinolene (4,72%), alloocimene (2,18%) dan trans carryophylene (2,56%), serta sisanya adalah golongan terpen-O sejumlah 1,18% dalam bentuk alpha terpineol. Dari tabel 19, dapat diketahui bahwa asam abietat muncul pada menit ke 13.52. Dari hasil analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa golongan terpen akan terdeteksi lebih dahulu, baru kemudian disusul oleh golongan terpen-O dan yang terakhir adalah golongan asam. Hal itu dapat dilihat pada tabel, dimana golongan terpen muncul pada menit ke 3.41 (alpha terpinolene) dan 3.70 (alloocimene), kemudian disusul oleh golongan terpen-O pada menit ke 4.28 (alpha terpineol). Selanjutnya adalah golongan asam-asam rosin yang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Perbedaan waktu retensi dari tiap golongan ini tergantung pada bobot molekul masing-masing senyawa, semakin kecil bobot molekulnya maka akan lebih mudah senyawa tersebut menguap dan akhirnya tertangkap oleh syringer pada kromatografi. Setelah dideteksinya asam abietat pada menit ke 13.52, tidak ditemukan senyawa lainnya, maka waktu retensi dari senyawa RUN 8 adalah 14 menit.
56
Pada analisa kromatografi gas, terpenoid terutama komponen-komponen diterpen (C10H16) seperti allo ocimen, alpha terpinolene, 3-carene, d-limonene akan menguap terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh golongan diterpen-O seperti alpha terpineol dan borenol, yang memiliki polaritas dan bobot molekul yang lebih besar dibandingkan dengan komponen diterpen. Berikutnya akan keluar golongan asam-asam resin yang memiliki polaritas dan bobot molekul terbesar (Guenther, 1987). Abundance S c a n 5 0 0 (1 3 . 9 7 5 m in ): S R . D 302
650000 600000 550000 500000 450000 400000 350000 136
300000 250000 200000
241
150000 100000
79
50000 0 100
200
300
403
503
400
500
563
625 600
697
788
700
847
800
906
972
900
1038
1000
m / z -->
A bundanc e S c a n 5 0 0 ( 1 3 . 9 7 5 m in ) : S R . D 302 9000 8000 7000 6000 5000
136
4000 241
3000 2000 77
1000 0 0
100
200
300
403
503
400
500
563
625 600
683 700
742
800 800
883
944
1003
900
1000
900
1000
m / z --> A bundanc e # 4 8 5 7 6 7 : A b ie t ic a c id $ 1 - P h e n a n t h r e n e c a r b o x y lic a c id , 1 , 2 . . . 302 9000
105
8000 7000 6000 43
5000 4000
213
3000 2000 1000 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
m / z -->
Gambar 23. Spektrum Massa Asam Abietat
57
Dari seluruh kombinasi perlakuan yang diberikan terlihat bahwa konsenterasi asam abietat semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi asam abietat diikuti dengan penurunan konsenterasi asam pimarat, asam neoabietat, asam pallustrat, asam sandrakopimarat, asam 7,15 isopimarat, dan asam rosin. Diduga terjadi reaksi isomerisasi pada asam-asam resin tersebut yang kemudian terkonversi menjadi asam abietat. Konsentrasi asam abietat tertinggi dihasilkan oleh reaksi getah pinus dengan katalis nikel 3% pada tekanan 10 bar dalam suasana nitrogen. Selengkapnya seluruh kombinasi senyawa asam abietat kasar tiap kombinasi perlakuan hasil penafsiran analisa GC-MS dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Komposisi senyawa asam abietat kasar tiap kombinasi perlakuan
Nama Senyawa Delta 3 Carena D-Limonena Alpha Terpinolene Alloocimena Beta Pellandrena Alpha Terpineol Isoborneol Trans Carryophylene Asam Rosin Asam Dehidroabietat Asam Abietat Asam Neoabietat 7,15 Asam Isopimarat Asam Pimarat Asam Pallustrat Metil Abietat Asam Sandrakopimarat Besi Karbonil Jumlah
Bahan Baku 3,34 0,38 0,25 0,14 30,79 8,67 2,44 5,09 0,43 4,68 1,65 42,14 100
Katalis 3% 0 Bar 2 Bar 5 Bar 3,04 4,79 1,29 4,21 2,23 1,77 0,27 1,39 1,79 4,53 3,71 1,79 25,79 18,61 9,59 8,83 9,55 0,46 52,96 55,93 56,64 0,37 0,35 0,22 26,83 1,65 1,41 100
100
100
10 Bar 2,51 1,24 0,55 0,48 1,45 9,35 0,45 82,17 0,24 1,44 0,12 100
Katalis 5% 0 Bar 2 Bar 5 Bar 16,18 18,72 2,83 1,64 28,93 0,27 1,62 10,02 0,52 6,92 2,65 3,09 33,97 15,49 9,48 9,17 0,99 47,83 29,15 26,92 8,03 0,32 22,57 1,69 100
100
99
58
10 Bar 4,72 2,18 1,18 2,56 27,95 8,83 50,51 0,34 1,73 100
Dari tabel 19 di atas terlihat bahwa dalam proses sintesa asam abietat kasar juga terbentuk senyawa lain seperti senyawa lain, seperti senyawa terpenO. Hal itu diduga disebabkan terjadinya transformasi gugus fungsi dari golongan terpen menjadi golongan terpen-O. Transformasi tersebut diduga dimungkinkan karena adanya reaksi hidrasi golongan diterpen oleh H2SO4. Walaupun H2SO4 yang ditambahkan diawal sebenarnya berfungsi untuk mengikat zat-zat pengotor yang mengganggu reaksi, namun diduga terjadi reaksi sampingan yakni H2SO4 kemudian menghidrasi golongan terpen (C10H16) dan mengubahnya menjadi golongan terpen-O.
Gambar 24. Grafik Rendemen Asam Abietat Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 3% katalis, peningkatan tekanan akan meningkatkan kadar asam abietat yang dihasilkan. Hal itu terlihat dari grafik asam abietat yang semakin meningkat. Dari perlakuan katalis 3%, pada kondisi tekanan 2 bar, asam abietat yang dihasilkan sebesar 52,96%, pada 5 bar asam abietat yang dihasilkan meningkat menjadi 55,93%, kemudian setelah tekanan dinaikkan menjadi 5 bar, asam abietat yang dihasilkan pun meningkat menjadi 56,64%, pada tekanan 10 bar, asam abietat yang dihasilkan mengalami puncaknya yakni mencapai nilai 82,17%. Namun dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis, grafik yang terjadi tidak seperti pada perlakuan katalis 3% pada kondisi yang sama. Hal itu dapat dikarenakan katalis 3% lebih selektif ke arah pembentukan asam abietat sedangkan pada katalis 5% katalis telah mengalami
59
tingkat kejenuhan. Selain itu juga dapat dikarenakan reaksi yang terjadi adalah reaksi balik yang mengakibatkan yang dihasilkan adalah senyawa terpen dan bukan senyawa asam. Sehingga katalis yang memberikan pengaruh terbaik adalah katalis 3%. Kadar asam abietat tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan katalis 5% pada 10 bar tekanan, sedangkan kadar asam abietat terendah dihasilkan dari kombinasi katalis 5% pada tekanan 5 bar.
Gambar 25. Grafik Perbandingan Komposisi Asam Tipe Pimarat dan Tipe Abietat Setelah Reaksi Isomerisasi Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis, asam resin tipe abietat mengalami titik terendahnya sedangkan asam resin tipe pimarat mengalami titik tertingginya. Walaupun tidak terlihat secara signifikan, dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis asam resin tipe abietat mengalami titk terendahnya sedangkan asam resin tipe pimarat mengalami titik tertingginya. Pada dasarnya kata terpen digunakan untuk menyebutkan beberapa senyawa terpenoid. Aturan isoprene yang dikeluarkan oleh Wallach pada tahun 1887, mendefinisikan terpenoid sebagai senyawa dengan struktur raksasa yang mengandung rantai karbon yang terdiri atas satuan isoprene (2 metilbuta-1,3 diene). Isoprene mengandung lima atom karbon sehingga jumlah karbon pada setiap senyawa terpen adalah kelipatan lima, tergantung dari banyaknya isoprene yang dikandungnya. Degradasi senyawa-senyawa terpen akibat adanya proses kimiawi dan biokimiawi dapat mengakibatkan senyawa terpen kehilangan atom-atom karbonnya, sehingga jumlah karbon yang dimiliki tidak
60
lagi berupa kelipatan lima. Namun demikian, senyawa tersebut tetap digolongkan senyawa terpen. Sintesa asam abietat kasar selain menghasilkan asam abietat juga menghasilkan senyawa-senyawa terpen. Beberapa senyawa terpen yang dihasilkan dari sintesa asam abietat kasar dapat dilhat pada Tabel 21 Tabel 21. Senyawa Terpen Nama Senyawa Delta 3 Carena D-Limonena Alpha Terpinolene Alloocimena Trans Carryophylene Jumlah
Katalis 3% 0 Bar 2 Bar 5 Bar 3,04 4,79 1,29 4,21 2,23 1,77 4,53 3,71 1,79 11,78 10,73 4,85
10 Bar 2,51 1,24 1,45 5,2
Katalis 5% 0 Bar 2 Bar 5 Bar 16,18 18,72 2,83 1,64 28,93 0,27 1,62 10,02 3,09 6,19 38,16 38,95
10 Bar 4,72 2,18 2,56 9,46
Senyawa terpen yang masih terdapat dalam produk asam abietat kasar hasil sintesa adalah senyawa delta 3 carena, d-limonena, alpha terpinolena, alloocimena yang memiliki rumus molekul C10H16 dan trans carryophylena yang memiliki rumus molekul adalah dan C15H24.
Trans caryophyllene
Alpha Terpinolene
Alloocimene
Beta Pellandrene
D-Limonene
Delta 3 Carene
Gambar 26. Senyawa Terpen
61
Dari setiap perlakuan (katalis dan tekanan) menghasilkan komposisi senyawa terpen yang berbeda-beda. Komposisi presentase senyawa terpen yang dihasilkan dari tiap perlakuan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 27. Komposisi Senyawa Terpen
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 3% katalis, peningkatan tekanan memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah senyawa terpen yang dihasilkan. Hal itu terlihat dari grafik senyawa terpen katalis 3% yang semakin menurun seiring dengan peningkatan tekanan. Dari perlakuan katalis 3%, pada kondisi tekanan 0 bar, senyawa terpen yang dihasilkan sebesar 11,78%, sedangkan pada tekanan 2 bar, senyawa terpen berkurang menjadi 10,73%, dan pada tekanan 5 bar, senyawa terpen berkurang menjadi 4,85%, walaupun pada tekanan 10 bar, senyawa trerpen mengalami sedikit peningkatan namun secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peningkatan tekanan akan memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah senyawa terpen. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis, pada kondisi tekanan 0 bar, dihasilkan senyawa terpen yang dalam jumlah yang kecil yakni bernilai 6,19%, kemudian pada tekanan 2 bar, senyawa terpen yang dihasilkan meningkat secara signifikan menjadi 38,16%. Peningkatan tekanan menjadi 5 bar, juga meningkatkan senyawa terpen yang dihasilkan, walaupun tidak dalam jumlah yang signifikan. Namun, ketika kondisi tekanan dinaikkan
62
menjadi 10 bar, terjadi penurunan jumlah senyawa terpen yang dhasilkan menjadi 9,46%. Katalis 5% menghasilkan konversi asam abietat yang kecil yang juga menunjukkan konversi terpen yang lebih besar. Hal itu dikarenakan selektivitas dari katalis 5% yang kurang baik. Terjadi penjenuhan katalis. Untuk lebih jelasnya dibutuhkan penelitianm lanjutan. Peningkatan senyawa terpen-O yang dihasilkan pada proses sintesa asam abietat kasar dapat mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi asam abietat, yang tentunya akan mengurangi rendemen asam abietat. Peningkatan jumlah senyawa terpen akan mengakibatkan berkurangnya konversi asam abieatat, hal itu dikarenakan sebagian senyawa mengkonversi diri menjadi senyawa terpen. Semakin banyaknya senyawa terpen yang terbentuk akan semakin menunjukkan ketidakefektifan dan ketidakselektifan katalis dalam mengarahkan reaksi ke arah pembentukan asam abietat sehingga kemungkinanyang terjadi adalah katalis nikel yang digunakan bukan untuk memindahkan ikatan rangkap namun justru membantu mengadisi ikatan rangkap yang terdapat pada asam-asam resin sehingga terbentuklah senyawa terpen. Golongan terpen-O merupakan golongan hidrokarbon yang memiliki ikatan dengan oksigen (Ketaren, 1986). Guenther (1987) menyebutkan bahwa Perubahan komponen terpen menjadi terpen-O dapat terjadi melalui berbagai macam reaksi antara lain; oksidasi, dehidrogenasi dan dehidrasi. Selain itu, dapat juga terjadi transformasi antar sesama golongan terpen-O. Transformasi gugus fungsi dari golongan terpen-O menjadi golongan terpen-O lain ditandai dengan adanya proses pengikatan oksigen dari udara pada terpen sehingga menjadi terpen-O. Dari sintesa asam abietat kasar dapat dihasilkan senyawa terpen-O. Hal itu dapat diketahui dari hasil analisa GC-MS. Senyawa-senyawa terpen-O yang dapat dihasilkan sebagai hasil samping dari sintesa asam abietat dapat dilihat pada Tabel 22.
63
Tabel 22. Presentase Senyawa Terpen-O Katalis 3%
Nama Senyawa Alpha Terpineol Isoborneol Jumlah
Katalis 5%
0 Bar
2 Bar
5 Bar
10 Bar
0 Bar
2 Bar
5 Bar
10 Bar
0,27
1,39
-
0,55
0,52
-
6,92
1,18
-
1,79
-
0,48
-
-
2,65
0,27
3,18
0
1,03
0,52
0
9,57
1,-18
Senyawa terpen-O yang masih terdapat dalam produk asam abietat kasar hasil sintesa adalah senyawa alpha terpineol dan isoborneol. Rumus molekul kedua senyawa tersebut adalah C10H18O.
HO
Alpha Terpineol
OH
Isoborneol
Gambar 28. Senyawa Terpen O Dari setiap perlakuan (katalis dan tekanan) menghasilkan komposisi senyawa terpen-O yang berbeda-beda. Komposisi presentase senyawa terpen-O yang dihasilkan dari tiap perlakuan dapat dilhat pada gambar di bawah ini.
Gambar 29. Komposisi Senyawa Terpen O
64
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 3% katalis, pada kondisi tekanan 0 bar, dihasilkan senyawa terpen-O dalam jumlah yang kecil yakni bernilai 0,52%, kemudian pada tekanan 2 bar, senyawa terpen-O yang dihasilkan meningkat hingga mencapai angka 3,18%. Namun, ketika dilakukan peningkatan tekanan menjadi 5 bar, senyawa terpen-O tidak dihasilkan sama sekali. Ketika kondisi tekanan dinaikkan menjadi 10 bar, senyawa terpen-O dihasilkan kembali walaupun dalam jumlah yang relatif kecil yakni 1,18%. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 5% katalis, pada kondisi tekanan 0 bar, dihasilkan senyawa terpen-O dalam jumlah yang kecil yakni bernilai 0,27%, kemudian pada tekanan 2 bar, tidak ditemukan adanya senyawa terpen-O. Ketika dilakukan peningkatan tekanan menjadi 5 bar, terjadi peningkatan senyawa terpen-O dalam jumlah yang cukup signifikan hingga mencapai nilai 9,57%. Namun, ketika kondisi tekanan dinaikkan menjadi 10 bar, kembali terjadi penurunan jumlah senyawa terpen yang dhasilkan menjadi 1,18%. Dari grafik diatas, ditemukan sesutau yang menarik, bahwa ketika komposisi terpen-O pada perlakuan katalis 5% mengalami puncaknya yakni pada kondisi tekanan 5 bar, komposisi terpen-O pada katalis 3% pada tekanan yang sama mencapai titik terendahnya. Begitu juga sebaliknya, pada tekanan 2 bar, senyawa terpen-O yang dihasilkan oleh katalis 3% mengalami puncaknya, namun pada saat yang sama, senyawa terpen-O yang dihasilkan oleh perlakuan katalis 5% mengalami titik terendahnya (yakni 0%). Peningkatan jumlah senyawa terpen-O akan mengakibatkan berkurangnya konversi asam abietat, hal itu dikarenakan sebagian senyawa mengkonversi diri menjadi senyawa terpen-O. Katalis 5% menghasilkan konversi asam abietat yang kecil yang juga menunjukkan konversi terpen-O yang lebih besar. Hal itu dikarenakan selektivitas dari katalis 5% yang kurang baik. Terjadi penjenuhan katalis. Untuk lebih jelasnya dibutuhkan penelitian lanjutan. Peningkatan senyawa terpen O yang dihasilkan pada proses sintesa asam abietat kasar dapat mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi asam abietat, yang tentunya akan mengurangi rendemen asam abietat.
65
E. Mekanisme Reaksi Sintesa Asam Abietat Reaksi sintesa asam abietat pada dasarnya merupakan reaksi yang bersifat eksoterm, tetapi reaksi ini tidak berjalan spontan karena energi pengaktifan sangat tinggi. Biasanya untuk mensintesa asam abietat diperlukan suhu yang cukup tinggi yakni dalam kisaran 270-290oC, namun pada penelitian ini hanya dilakukan pemanasan dengan suhu 150oC (dengan kisaran suhu 148-153oC). Namun demikian, walaupun dilakukan proses pemanasan, suplai energi untuk membawa molekul tersebut kedalam keadaan transisi belum juga tercukupi, sehingga untuk dapat membuat reaksi tetap dapat berlangsung, harus ditambahkan katalis.
Gambar 30. Penampakan Nikel Setelah Reaksi Berlangsung Pada reaksi sintesa asam abietat, katalis serbuk nikel yang ditambahkan mengalami keracunan (poisoned catalyst). Poisoned catalyst menandakan bahwa selama reaksi berlangsung katalis telah mengalami deaktivasi sebagian sehingga katalis yang bekerja hanya sebagian yang tersisa.
66
Tak dapat dilampaui tanpa katalis
Berlangsungnya reaksi (E)
Dapat dilampaui dengan katalis
Eakt (diturunkan)
DH (tak berubah)
Asam resin
Asam abietat
Berlangsungnya reaksi
Gambar 31. Fungsi Katalis Kerja katalis nikel dalam reaksi sintesa asam abietat ini adalah mulamula elektron ikatan phi yang terdapat pada isomer asam-asam abietat terabsorbsi pada permukaan logam nikel melalui fisiosorbsi dengan ikatan phi dari asam tersebut berikatan dengan orbital kosong yang terdapat dalam serbuk nikel. Molekul asam yang kehilangan elektron bergerak-gerak pada permukaan serbuk nikel sampai menabrak ikatan phi (rangkap) yang terikat pada ikatan logam. Ikatan rangkap kemudian berputar untuk mencari kestabilan pada rantai karbon siklik yang lain sehingga terbentuklah asam abietat dalam jumlah yang signifikan. Efek keseluruhan katalis nikel pada reaksi sintesa asam abietat ini adalah menyediakan suatu permukaan (orbital kosong) dimana reaksi dapat terjadi dan melemahkan ikatan-ikatan rangakp yang ada untuk bergerak ke tempat lainnya yang memerlukan energi aktinasi paling rendah. Ketika mencapai energi tersebut maka reaksi akan berhenti. Gambar 31 di atas menunjukkan diagram energi untuk reaksi sintesa asam abieta dimana dapat dilihat bahwa katalis nikel yang ditambahkan tidak mengubah energi pereaksi maupun produk. Entalpi tidak diubah oleh kerja katalitik, katalis nikel yang digunakan hanya mengubah energi aktivasi (Eakt)
67
Menurut aturan Markonikov (Fessenden dan Fessenden, 1986), dari suatu sintesa organik akan dimungkinkan terjadinya berbagai macam reaksi dengan berbagai macam produk yang terbentuk pula. Begitu pula halnya yang terjadi pada proses sintesa asam abietat kasar dari getah pinus ini.Untuk lebih memastikan analisa tersebut dan menduga reaksi yang mungkin dapat terjadi, aturan Hukum Termodinamika II dapat digunakan sebagai salah satu cara. Parameter berdasarkan Hukum Termodinamika dapat digunkan untuk mengukur kestabilan struktur suatu senyawa dan mekanisme reaksi. Ada tiga variabel yang disebutkan dalam Hukum Termodinamika II, yakni; energi bebas gibbs, entalpi dan entropi. 1. Entalpi Entalpi adalah kandungan kalor sistem dalam tekanan tetap. Kalor pembentukan bernilai negatif berarti reaksi bersifat eksoterm. Reaksireaksi eksoterm biasanya lebih mudah terjadi dibandingkan dengan reaksireaksi endoterm. Hal itu dikarenakan reaksi eksoterm membebaskan energi sedangkan reaksi endoterm justru membutuhkan energi. Dibawah ini adalah tabel entalpi dari senyawa-senyawa yang ditemukan berdasarkan hasil GCMS. Tabel 23. Entalpi Pembentukan Produk Kode
1
Delta 3 - Carene
-69,08
0
10,41
6,56
35,62
151,43
2
-58,67
-10,41
0
-3,85
25,21
141,02
3
Beta Pellandrene Alpha Terpinolene
-62,52
-6,56
3,85
0
29,06
144,87
4
D-limonene
-33,46
Alloocimene
82,35
-25,21 141,02
-29,06 144,87
0 115,81
115,81
5
-35,62 151,43
0
-213,6 209,75 238,81 354,62
6
Isoborneol
-272,27
203,19
213,6
209,75
238,81
354,62
0
-37,81
159,59
7
-310,08
241
251,41
247,56
276,62
392,43
197,4
43,6
54,01
50,16
79,22
195,03
37,81 159,59
0
-112,68
-197,4
0
9
Alpha Terpineol Transcarryophylene Asam Dehidroabietat
9 449,29 380,21 390,62 386,77 415,83 531,64 177,02 139,21 336,61
-449,29
380,21
390,62
386,77
415,83
531,64
177,02
139,21
336,61
0
-59,68
-17,76
-72,03
-57,76
-46,82
7,27
7,27
10
Metil Abietat
-508,97
439,89
450,3
446,45
475,51
591,32
236,7
198,89
396,29
59,68
0
41,92
-12,35
1,92
12,86
66,95
66,95
11
Asam Pimarat
-467,05
397,97
408,38
404,53
433,59
549,4
194,78
156,97
354,37
17,76
-41,92
0
-54,27
-40
-29,06
25,03
25,03
12
Asam Abietat
-521,32
452,24
462,65
458,8
487,86
603,67
249,05
211,24
408,64
72,03
12,35
54,27
0
14,27
25,21
79,3
79,3
13
Asam Pallustric
-507,05
437,97
448,38
444,53
473,59
589,4
234,78
196,97
394,37
57,76
-1,92
40
-14,27
0
10,94
65,03
65,03
14
-496,11
427,03
437,44
433,59
462,65
578,46
223,84
186,03
383,43
46,82
-12,86
29,06
-25,21
-10,94
0
54,09
54,09
15
Asam Neoabietat Asam 7,15 isopimarat
-442,02
372,94
383,35
379,5
408,56
524,37
169,75
131,94
329,34
-7,27
-66,95
-25,03
-79,3
-65,03
-54,09
0
0
16
Asam Sandrakopimarat
-442,02
372,94
383,35
379,5
408,56
524,37
169,75
131,94
329,34
-7,27
-66,95
-25,03
-79,3
-65,03
-54,09
0
0
Reaktan
8
1
2
3
4
5
-69,08
-58,67
-62,52
-33,46
82,35
6 272,27 203,19
7 310,08
8 112,68
-241 251,41 247,56 276,62 392,43
-43,6 -54,01 -50,16 -79,22 195,03
10 508,97 439,89
-236,7 198,89 396,29
-549,4 194,78 156,97 354,37
-458,8 487,86 603,67 249,05 211,24 408,64
-450,3 446,45 475,51 591,32
11 467,05 397,97 408,38 404,53 433,59
12 521,32 452,24 462,65
13 507,05 437,97 448,38 444,53 473,59
15 442,02 372,94 383,35
16 442,02 372,94 383,35
-589,4 234,78 196,97 394,37
14 496,11 427,03 437,44 433,59 462,65 578,46 223,84 186,03 383,43
-379,5 408,56 524,37 169,75 131,94 329,34
-379,5 408,56 524,37 169,75 131,94 329,34
68
Dari tabel entalpi di atas, kolom berwarna kuning menunjukkan bahwa reaksi mungkin terjadi. Golongan terpen hampir semuanya terkonversi menjadi senyawa lain baik menjadi senyawa terpen-O ataupun menjadi senyawa asam-asam resin. Dari tabel juga terlihat terjadinya isomerisasi antara sesama senyawa terpen ataupun sesama senyawa asam resin. Dari tabel di atas, pada kolom 12, yang menunjukkan asam abietat kasar, dapat terlihat bahwa hampir semua reaktan terdekomposisi menjadi asam abietat, hal itu ditandakan dari entalpi reaksi pembentukan asam abietat yang bernilai negatif.
2. Entropi Entropi adalah fungsi keadaan, dan merupakan kriteria yang menentukan apakah suatu keadaan dapat dicapai untuk terjadinya suatu reaksi atau tidak. Semakin tinggi nilai suatu entropi maka semakin mungkin reaksi tersebut terjadi. Dinyatakan secara matematis ΔS > 0 Tabel 24. Entropi Produk Kode 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0,735
0,622 0,113 0,039
0,641 0,094
0,845
0,853
0,961
1,306
1,563
1,462
1,464
1,399
1,443
1,388
1,388
0,11
0,118
0,226
0,571
0,828
0,727
0,729
0,664
0,708
0,653
0,653
0,184
0,192
0,3
0,645
0,902
0,801
0,803
0,738
0,782
0,727
0,727
0 0,019
0,019
0,586 0,149 0,075 0,036 0,055
0,223
0,231
0,339
0,684
0,941
0,84
0,842
0,777
0,821
0,766
0,766
0,204
0,212
0,32
0,665
0,922
0,821
0,823
0,758
0,802
0,747
0,747
0,055 0,204 0,212
0 0,259 0,267 0,375
0,259
0,267
0,375
0,72
0,977
0,876
0,878
0,813
0,857
0,802
0,802
0,116
0,461
0,718
0,617
0,619
0,554
0,598
0,543
0,543
0 0,108 0,453
0,108
0,453
0,71
0,609
0,611
0,546
0,59
0,535
0,535
0 0,345 0,602
0,345
0,602
0,501
0,503
0,438
0,482
0,427
0,427
-0,72 0,977
0 0,008 0,116 0,461 0,718
0,008
-0,3 0,645 0,902
0,036 0,223 0,231 0,339 0,684 0,941
0 0,257
0,257
0,156 0,101
0,158 0,099
0,093 0,164
0,137
0,082 0,175
0,082 0,175
0,801 0,803 0,738 0,782 0,727
-0,84 0,842 0,777 0,821 0,766
0,821 0,823 0,758 0,802 0,747
0,876 0,878 0,813 0,857 0,802
0,617 0,619 0,554 0,598 0,543
0,609 0,611 0,546
0,156 0,158 0,093 0,137 0,082
0,002
0,099
0,063 0,065
0,019 0,021
0,164
0,063
0,065
0,12
0,019
0,021
0 0,044
0,044
-0,59 0,535
0,501 0,503 0,438 0,482 0,427
0 0,002
0
0,074 0,076 0,011 0,055
0,074 0,076 0,011 0,055
1,388
0,727 0,729 0,664 0,708 0,653
0,175
0,074
0,076
0,011
0,055
0
0
1,388
0,653
0,727
0,766
0,747
0,802
0,543
0,535
0,427
0,082
0,175
0,074
0,076
0,011
0,055
0
0
1
Delta 3 - Carene
0,735
0
0,661 0,074
2
0,661
0,074
0
3
Beta Pellandrene Alpha Terpinolene
0,622
0,113
0,039
4
D-limonene
0,641
0,094
0,02
5
Alloocimene
0,586
0,149
6
Isoborneol
0,845
7
0,853
9
Alpha Terpineol Transcarryophylene Asam Dehidroabietat
10
Metil Abietat
1,563
-0,11 0,118 0,226 0,571 0,828
0,075 0,184 0,192
11
Asam Pimarat
1,462
12
Asam Abietat
1,464
13
Asam Pallustric
1,399
14
1,443
15
Asam Neoabietat Asam 7,15 isopimarat
16
Asam Sandrakopimarat
8
Reaktan
1
0,961 1,306
-0,02
0
-0,32 0,665 0,922
-0,71
0 0,101
0
-0,12
Dari tabel entropi di atas, kolom berwarna kuning menunjukkan bahwa reaksi mungkin terjadi. Berbeda dengan tabel entalpi, pada tabel entropi, reaksi yang mungkin terjadi akan menunjukkan nilai positif, hal ini dikarenakan semakin positif suatu entropi atau keadaan, maka semakin
69
negative nilai energi bebas gibbsnya, sehinggaa kemungkinan terjadinya reaksi pun akan semakin tinggi. Dari tabel di atas terlihat bahwa golongan terpen hampir semuanya terkonversi menjadi senyawa lain baik menjadi senyawa terpen-O ataupun menjadi senyawa asam-asam resin. Dari tabel juga terlihat terjadinya isomerisasi antara sesama senyawa terpen ataupun sesama senyawa asam resin. Dari tabel di atas, pada kolom 12, yang menunjukkan asam abietat kasar, dapat terlihat bahwa hampir semua reaktan terkonversi menjadi asam abietat, hal itu ditandakan dari entropi reaksi asam abietat yang bernilai positif. 3. Energi Bebas Gibbs Dalam suatu proses kimia, sebuah reaksi dapat berlangsung jika energi bebas Gibbs reaksi tersebut bernilai negatif. Maka kemungkinan berlangsung tidaknya sutau reaksi akan sangat bergantung pada variabel energi bebas Gibbs reaksi tersebut. Dibawah ini adalah tabel entalpi dari senyawa-senyawa yang ditemukan berdasarkan hasil GCMS. Tabel 25. Energi Gibbs Produk
Reaktan
Kode 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
149,85
138,37
122,72
157,39
256,88
-20,5
-55,88
196,63
-60
-43,15
-31,42
-85,11
-89,96
-66,09
-28,36
-28,36
1
Delta 3 - Carene
149,85
0
-11,48
-27,13
7,54
107,03
-170,35
-205,73
46,78
-209,85
-193
-181,27
-234,96
-239,81
-215,94
-178,21
-178,21
2
Beta Pellandrene
138,37
11,48
0
-15,65
19,02
118,51
-158,87
-194,25
58,26
-198,37
-181,52
-169,79
-223,48
-228,33
-204,46
-166,73
-166,73
3
Alpha Terpinolene
122,72
27,13
15,65
0
34,67
134,16
-143,22
-178,6
73,91
-182,72
-165,87
-154,14
-207,83
-212,68
-188,81
-151,08
-151,08
4
D-limonene
157,39
-7,54
-19,02
-34,67
0
99,49
-177,89
-213,27
39,24
-217,39
-200,54
-188,81
-242,5
-247,35
-223,48
-185,75
-185,75
5
Alloocimene
256,88
-107,03
-118,51
-134,16
-99,49
0
-277,38
-312,76
-60,25
-316,88
-300,03
-288,3
-341,99
-346,84
-322,97
-285,24
-285,24
6
Isoborneol
-20,5
170,35
158,87
143,22
177,89
277,38
0
-35,38
217,13
-39,5
-22,65
-10,92
-64,61
-69,46
-45,59
-7,86
-7,86
7
Alpha Terpineol
-55,88
205,73
194,25
178,6
213,27
312,76
35,38
0
252,51
-4,12
12,73
24,46
-29,23
-34,08
-10,21
27,52
27,52
8
Trans-carryophylene
196,63
-46,78
-58,26
-73,91
-39,24
60,25
-217,13
-252,51
0
-256,63
-239,78
-228,05
-281,74
-286,59
-262,72
-224,99
-224,99
9
Asam Dehidroabietat
-60
209,85
198,37
182,72
217,39
316,88
39,5
4,12
256,63
0
16,85
28,58
-25,11
-29,96
-6,09
31,64
31,64
10
Metil Abietat
-43,15
193
181,52
165,87
200,54
300,03
22,65
-12,73
239,78
-16,85
0
11,73
-41,96
-46,81
-22,94
14,79
14,79
11
Asam Pimarat
-31,42
181,27
169,79
154,14
188,81
288,3
10,92
-24,46
228,05
-28,58
-11,73
0
-53,69
-58,54
-34,67
3,06
3,06
12
Asam Abietat
-85,11
234,96
223,48
207,83
242,5
341,99
64,61
29,23
281,74
25,11
41,96
53,69
0
-4,85
19,02
56,75
56,75
13
Asam Pallustric
-89,96
239,81
228,33
212,68
247,35
346,84
69,46
34,08
286,59
29,96
46,81
58,54
4,85
0
23,87
61,6
61,6
14
Asam Neoabietat
-66,09
215,94
204,46
188,81
223,48
322,97
45,59
10,21
262,72
6,09
22,94
34,67
-19,02
-23,87
0
37,73
37,73
15
Asam 7,15 isopimarat
-28,36
178,21
166,73
151,08
185,75
285,24
7,86
-27,52
224,99
-31,64
-14,79
-3,06
-56,75
-61,6
-37,73
0
0
16
Asam Sandrakopimarat
-28,36
178,21
166,73
151,08
185,75
285,24
7,86
-27,52
224,99
-31,64
-14,79
-3,06
-56,75
-61,6
-37,73
0
0
Dari tabel energi gibbs di atas, kolom berwarna kuning menunjukkan bahwa reaksi mungkin terjadi. Pada tabel energi gibbs di atas, reaksi yang
70
mungkin terjadi akan menunjukkan nilai negative. Dari tabel di atas terlihat bahwa golongan terpen hampir semuanya terkonversi menjadi senyawa lain baik menjadi senyawa terpen-O ataupun menjadi senyawa asam-asam resin. Dari tabel juga terlihat terjadinya isomerisasi antara sesama senyawa terpen ataupun sesama senyawa asam resin. Dari tabel di atas, pada kolom 12, yang menunjukkan asam abietat kasar, dapat terlihat bahwa hampir semua reaktan terkonversi menjadi asam abietat, hal itu ditandakan dari energi bebas gibbs asam abietat yang bernilai negatif.
Asam dehidroabietat
Berlangsungnya reaksi (E)
DG = -25,11KJoule/mol
Asam abietat
Berlangsungnya reaksi
Gambar 32. Energi Gibbs Reaksi Konversi Asam Abietat Dari perhitungan energi Gibbs yang telah dilakukan (Lampiran 4) yang terinterpretasi pada gambar di atas dapat diketahui, bahwa energi Gibbs akan menentukan berlangsung tidaknya suatu reaksi. Dari grafik terlihat bahwa energi reaksi isomerisasi asam dehidroabietat menjadi asam abietat bernilai 25,11 Kj/mol, dimana terlihat bahwa energi bebas yang dimiliki oleh asam dehidroabietat berada jauh di atas energi bebas yang dimiliki oleh asam abietat, Suatu reaksi akan terjadi apabila menemukan suatu sistem dengan energi pengaktivan yang sesuai, terutama dengan tingkat energi yang rendah. Dikarenakan energi pengaktivan asam abietat lebih rendah daripada energi pengaktivan asam dehidroabietat sehingga asam dehidroabietatlah yang terkonversi menjadi asama abietat dan bukan sebaliknya.
71
Penentuan mungkin tidaknya suatu reaksi diperoleh dari penggabungan nilai entalpi, entropi dan eneergi gibbs. Reaksi yang memungkinkan terjadi dapat dicari melalui persamaan ∆G= ∆H - T ∆S, dimana ∆G harus bernilai negatif. Hasil dari penggabungan tersebut, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 26. Kemungkinan reaksi Produk
reaktan
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1
Delta 3 - Carene
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
2
Beta Pellandrene
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
2.13
2.14
2.15
2.16
3
Alpha Terpinolene
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
3.14
3.15
3.16
4
D-limonene
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
5
Alloocimene
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
5.14
5.15
5.16
6
Isoborneol
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
6.10
6.11
6.12
6.13
6.14
6.15
6.16
7
Alpha Terpineol
7,1
7.2
7.3
7.4
7.5
7.6
7.7
7.8
7.9
7.10
7.11
7.12
7.13
7.14
7.15
7.16
8
Trans-carryophylene
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
8.7
8.8
8.9
8.10
8.11
8.12
8.13
8.14
8.15
8.16
9
Asam Dehidroabietat
9.1
9.2
9.3
9.4
9.5
9.6
9.7
9.8
9.9
9.10
9.11
9.12
9.13
9.14
9.15
9.16
10
Metil Abietat
10.1
10.2
10.3
10.4
10.5
10.6
10.7
10.8
10.9
10.10
10.11
10.12
10.13
10.14
10.15
10.16
11
Asam Pimarat
11.1
11.2
11.3
11.4
11.5
11.6
11.7
11.8
11.9
11.10
11.11
11.12
11.13
11.14
11.15
11.16
12
Asam Abietat
12.1
12.2
12.3
12.4
12.5
12.6
12.7
12.8
12.9
12.10
12.11
12.12
12.13
12.14
12.15
12.16
13
Asam Pallustric
13.1
13.2
13.3
13.4
13.5
13.6
13.7
13.8
13.9
13.10
13.11
13.12
13.13
13.14
13.15
13.16
14
Asam Neoabietat
14.1
14.2
14.3
14.4
14.5
14.6
14.7
14.8
14.9
14.10
14.11
14.12
14.13
14.14
14.15
14.16
15
Asam 7,15 isopimarat
15.1
15.2
15.3
15.4
15.5
15.6
15.7
15.8
15.9
15.10
15.11
15.12
15.13
15.14
15.15
15.16
16
Asam Sandrakopimarat
16.1
16.2
16.3
16.4
16.5
16.6
16.7
16.8
16.9
16.10
16.11
16.12
16.13
16.14
16.15
16.16
Dari tabel (22) dapat diketahui bahwa asam abietat (12) dihasilkan dari semua reaktan. Hal itu menandakan bahwa asam abietat adalah jenis asam yang cukup stabil. Hal itu didasarkan pada teori dimana suatu reaksi berlangsung untuk mencapai sutau keadaan stabil, sehingga ketika diperoleh keadaan seimbang, sistem akan stabil. Berdasarkan tabel kemungkinan reaksi di atas dapat dijabarkan secara umum bahwa terdapat dua macam reaksi dalam proses sintesa asam abietat, yakni; reaksi pembentukan asam abietat dan reaksi sampingan. 1. Reaksi Pembentukan Asam Abietat Dalam sintesa asam abietat, unuk meningkatkan rasio konversi asam abietat, maka dibutuhkan suatu reaksi yang tepat. Reaksi yang memungkinkan terjadinya konversi asam-asam resin lainnya ataupun
72
komponen-komponen lainnya seperti molekul trerpen yang terdapat dalam bahan baku (getah pinus) menjadi asam abietat diantaranya dapat melalui reaksi isomerisasi . Dari tabel kemungkinan reaksi di atas beberapa kemungkinan reaksi isomerisasi yang terjadi dapat dilihat dari gambar di bawah ini: H
H
O
O
HO
HO
Asam Dehidroabietat
Asam Palustrik
H
O HO
Asam Abietat H H
O O HO HO
Asam Pimarat
Asam Neoabietat
Gambar 33. Reaksi isomerisasi asam abietat
Sedangkan salah satu contoh reaksi isomerisasi dari sekian banyak reaksi isomerisasi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H
H
O
O HO Asam Neoabietat
HO Asam Abietat
dan
73
H
H
H
O
O HO
Asam Pimarat
O HO
HO Asam Abietat
Gambar 34. Mekanisme reaksi isomerisasi asam abietat
2. Reaksi Sampingan Proses sintesa asam abietat dari getah pinus dengan menggunakan katalis nikel bertujuan untuk menghasilkan lebih banyak asam abietat, sehingga reaksi konversi asam abietatlah yang diinginkan. Namun demikian dalam suatu proses sintesa, selalu akan ada kemungkinan terjadinya produk lain hasil dari reaksi sampingan proses tersebut (Fessenden, 1986). Dalam sintesa asam abietat ini terdapat beberapa reaksi sampingan yang akhirnya menghasilkan atau meningkatkan jumlah produk lain selain asam abietat. Reaksi sampingan yang terjadi tersebut diantaranya adalah reaksi isomerisasi dan reaksi hidrasi.
a. Reaksi Isomerisasi Dari reaksi yang memungkinkan terjadi, salah satunya adalah reaksi isomerisasi gugus fungsi C10H16. Jika dilihat terjadi perubahan jumlah ataupun perubahan komponen dari bahan baku hingga hasil sintesa. Salah satu yang memungkinkan hal tersebut terjadi adalah reaksi isomerisasi ikatan rangkap pada senyawa terpen.
74
Delta 3 Carene
Alpha Terpinolene
Beta Pellandrene
D-Limonene
Alloocimene
Gambar 35. Reaksi Isomerisasi Senyawa Terpen Mekanisme
reaksi isomerisasi ikatan rangkap pada
molekul C10H16 adalah sebagai berikut: 1. Reaksi Isomerisasi dari luar ke luar ataupun dari dalam ke dalam Reaksi isomerisasi luar ke luar adalah reaksi isomerisasai gugus gungsi dimana terjadi perpindahan letak ikatan rangkap yang berada di luar rantai benzene. Reaksi isomerisasi ikatan rangkap dari luar ke luar ini memerlukan energi yang relative lebih sedikit dibandingkan reaksi isomerisasi dari dalam ke luar ataupun luar ke dalam.
D-Limonene
Alpha Terpinolene
Gambar 36. Reaksi isomerisasi luar ke luar
75
Dari reaksi isomerisasi yang memungkinkan yang terjadi dalam sintesa asam abietat salah satu reaksinya adalah reaksi isomerisasi dari d-limonene menjadi alpha terpinolene ataupun sebaliknya. Ikatan rangkap yang terdapat pada rantai C ujung, memiliki ketidakstabilan yang tinggi sehingga ikatan phi tersebut mencari tempat yang lebih stabil untuk menyangganya. Dalam suatu reaksi, berubahnya suatu senyawa menjadi senyawa lainnya, baik melalui reaksi isomerisasi ataupun reaksi lainnya, akan melalui tahapan yang dinamakan tahapan transisi. Pada tahapan transisi ini, akan dihasilkan suatu zat yang disebut zat antara karbokation. Proses berlangsungnya suatu reaksi hingga menghasilkan produk baru dengan melalui karbokation terlebih dahulu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 37. Zat karbokation
Zat karbokation adalah suatu zat antara yang memiliki ketidakstabilan yang sangat tinggi, sehingga zat ini akan mencari suatu zat dengan energi transisi terendah namun sudah cukup membuatnya cukup stabil.
76
2. Reaksi Isomerisasi dari dalam ke luar atau luar ke dalam Reaksi isomerisasi ikatan rangkap dari dalam ke luar dan luar ke dalam dapat dilihat pada reaksi isomerisasi Beta Pellandrena menjadi alpha terpinolena, seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Alpha Terpinolene
Beta Pellandrene
Gambar 38. Reaksi isomerisasi dari dalam cincin ke luar cincin
b. Reaksi Hidrasi Reaksi hidrasi adalah salah satu jenis reaksi adisi ikatan rangkap oleh H2SO4. Dalam proses sintesa asam abietat dari getah pinus diduga terjadi reaksi antara molekul senyawa terpen golongan C10H16 dengan asam sulfat sehingga menghasilkan senyawa terpen-O seperti isoborneol dan alpha terpineol. Beberapa kemungkinan reaksi yang dapat menghasilkan alpha terpineol dan borneol tersaji dalam Gambar 39.
77
Alpha Terpinolene
Beta Pellandrene
HO
OH
Delta 3 Carene
Alpha Terpineol
Isoborneol
Alloocimene
D-Limonene
Gambar 39. Reaksi pembentukan terpen-O Salah satu contoh terjadinya reaksi hidrasi adalah reaksi dari dlimonen menjadi alpha terpineol
78
+
H
D-Limonen
+
HO-HSO3
OH
H
HO
Alpha Terpineol
Gambar 40. Reaksi Hidrasi Reaksi hidrasi D-Limonen menjadi alpha terpineol terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi protonasi ikatan rangkap pada rantai C ujung yang akhirnya menghasilkan karbokation. Tahap kedua adalah adisi nukleofil dalam hal ini adalah asam sulfat ke dalam karbokation tersebut. Karena mula-mula terbentuk karbokation maka kedua reaksi tersebut tunduk pada aturan Markonikov. Fesenden (1986) menyatakan bahwa ikatan rangkap yang terletak pada rantai yang tak simetris (yakni gugus-gugus yang terikat pada sp2 tidak sama) akan kemungkinan menghasilkan produk yang berlainan. Dalam adisi tersebut H+ dari suatu asam akan menuju karbon berikatan rangkapyang telah lebih banyak memiliki hidrogen.
79
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Hasil pengamatan terhadap karakteristik bahan baku yang berupa getah Pinus yang telah mengalami proses penyaringan kotoran, pemanasan hingga pencucian menunjukkan bahwa getah pinus masih memeiliki berbagai macam ion pengotor. Selain itu memiliki kadar asam abietat yang lebih sedikit dibandingkan
produk
olahannya
(gondorukem).
Sehingga
untuk
menghilangkan ion pengotor tersebut diperlukan suatu proses pemurnian, selain itu minimnya jumlah asam abietat yang terdapat pada getah pinus, menjadi alasan dilakukan serangkaian reaksi untuk meningkatkan kadar asam abietat dalam getah pinus itu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan katalis memberikan pengaruh yang nyata terhadap yield asam abietat yang dihasilkan, namun perlakuan tekanan tidak terlalu memberikan pengaruh yang nyata terhadap yield asam abietat yang terbentuk. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa rendemen asam abietat paling tinggi diperoleh dengan perlakuan katalis serbuk logam nikel 3% dan tekanan 10 bar nitrogen. Dari hasil penelitian, dan banyaknya asam abietat yang dihasilkan dari konversi asam-asam tipe abietat dan pimarat lainnya dapat disimpulkan bahwa asam abietat adalah jenis asam yang paling stabil dibandingkan dengan asam resin lainnya. Hal itu dilihat dari nilai konversi isomerisasi asam abietat yang lebih tinggi dibandingkan asam resin lainnya Dari hasil penelitian yang terlihat adalam GCMS dapat disimpulkan bahwa waktu retensi produk sintesa asam abietat adalah berkisar antara 14 – 15 menit, sedangkan asam abietat dapat terdeteksi pada menit ke-13. Di samping itu, dapat dismpulkan pula bahwa asam abietat merupakan asam resin yang cukup stabil dibandingkan asam resin lainya, terbukti dari terkonversinya hampir semua asam resin menjadi asam abietat
80
B. Saran Dari hasil penelitian yang telah ada disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan yakni dengan melakukan proses pemurnian asam abietat baik melalui isolasi ataupun melalui proses pemurnian lainnya. Setelah itu, dapat dilakukan juga proses pengaplikasian asam abietat yang telah dimurnikan tersebut. Selain itu, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kondisi proses yang optimum berdasarkan perlakuan tekanan dan katalis dengan cara memperbanyak variasi faktor dan memperkecil kisaran (range) variasi faktor. Dari penelitian yang telah dilakukan, peningkatan tekanan dapat dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan rendemen asam abietat kasar yang terbentuk
81
DAFTAR PUSTAKA Atkins, P.W.1986. Physical Chemistry, Third Eddition.Oxford University Press. Oxford Ault, A.1976. Techniquest and Experiments for Organic Chemistry. Halbrook Press Inc. Boston. Augustine, R.L. 1996. Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemist, First Edition, Marcel Dokker Inc. New York. Jurnal ILMU DASAR Vol. 4 No. 2, 2003: 70-76 Bartholomew C. H dan Robert J Faaruto. 1976. Chemistry of Nickel Alumina Catalyst. Journal of Catalyst, 45, Halaman 41-53 Brady, James E. 1990. General Chemistry Principles and Structure. St John University, Jamaica, New York Chamim Mashar, M. 1995. Analisis Produksi dan Harga Pokok Produk Gondorukem dan Terpentine Studi Kasus di PGT Winduaji KPH pekalongan Barat Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Tesis. Program Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Ditjen Bina Produksi Perkebunan dan Kehutanan. 2007. Getah Pinus, Gondorukem dan Terpentine. Statistik Perkebunan dan Kehutanan Indonesia. 2003-2006. 23 hal. Djatmiko B, Suwardi, S, dan Semangat Ketaren. 1973. Pengujian Kualitas Gondorukem. Laporan no 10. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Direktorat Jendral Kehutanan, Departemen Pertanian Djatmiko, B, Suwardi, , dan Semangat Ketaren. 1973. Pengolahan dan Pengawasan Kualitas Rosin dan Terpentin. Laporan no 9. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Direktorat Jendral Kehutanan, Departemen Pertanian Donker, Christien. 1999. The Chemistry of Tackifying Resins. Paper Douglas A. Skoog, Donald M. West, and F. James Holler. 1992. Fundamentals of Analytical Chemistry, 6th edition. Saunders College Publishing. Fardiaz, D. 1989. Kromatografi Gas Dalam Analisis Pangan, PAU, IPB, Bogor.
82
Fessenden, J.R. Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik. Alih Bahasa Aloysius Hadyana Pujaatmaka, edisi ketiga jilid I. Penerbit Erlangga:Jakarta. Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Terjemahan Ketaren S. UI Press. Jakarta. Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid 4. Terjemahan Ketaren S. UI Press. Jakarta. Heftman, E. 1976. Chromatographi of Steroids. Elsevier Scientific Publ.Co. New York. H.M. McNair dan E.J. Bonelli. 1988. Dasar Kromatografi Gas, edisi kelima. Penerbit ITB, Bandung. http://wwwchem.uwimona.edu.jm/courses/nickel.htm diakses tanggal 20 Juli 2008 http://www.wikipedia.org diakses tanggal 20 Juli 2008 Ho et al. 1988. Effect of Thermal Treatment on the Nickel and CO Hydrogenation Activity of Titania Supported Nickel Catalyst. Journal of Catalyst. 178, Hal 34-48 Juwita Wati, Indu. 2005. Esterifikasi Gondorukem dengan Penambahan gliserol atau Pentaerithrol. Skripsi. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Kalangit, H. 1995. Pembuatan dan Karakterisasi Nikel-Zeolit Sebagai Katalis dalam Proses Oksidasi n-Pentana. Tesis. Pascasarjana UGM. Yogyakarta. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta. Kim et al. 2000. Effect of Metal Partickel Size on Coking during CO2 Reforming of CH4, over Ni-alumina Aerogel Catalyst. Journal Applied Catalysis A General, 197 Halaman 191-200 Kirk, R. E, dan Othmer, D. F. 1972. Encyclopedia of Chemical Technology. Volume ke-17. The Interscience Encyclopedia, Inc. New York. Maatjikk AA dan Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan. Jurusan Statistika FMIPA IPB. Bogor Moore
J.W. and Pearson R.G. 1981. Kinetic
and Mechanism of Chemical
Reaction, Third Edition, John Wiley and Sons, Inc. New York.
83
Moyers et al. 1989. Compositional Differences and Variation in Gum Gondorukem. Hercules Incorporated Research Center. Wilmington Mulyaningrum. 2008. Metil Ester Gondorukem Sebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Nowrman et al .1975. Introduction to Infrared and Raman Spectroscopy. Academic Press. New York Pomeranz, Y. dan Meloan, C.E. 1994. Food Analysis, Theory and Practise, 3th Ed. Interntional Thomsn Publisher. Co., New York. Retno Utami Siregar, Muslina. 2002. Pengaruh Penambahan Asam Maleat dan Fumarat Terhadap Rendemen dan Kualitas Gondorukem Modifikasi. Tesis. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Standar Nasional Indonesia. 2001. Mutu dan Cara Uji Gondorukem. SNI 015009-12-2001. Dewan Standarisasi Nasional Republik Indonesia Sastrohamidjojo,
Hardjono.
1991.
Kromatografi,
edisi
kedua.
Liberty,
Yogyakarta. Sell, Charles S. 2003. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. Royal Society of Chemistry. Cambridge Silitonga, T, Suwardi, S, dan Sutarna, N. 1973. Pengolahan dan Pengawasan Kualitas Rosin dan Terpentin. Laporan no 9. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Direktorat Jendral Kehutanan, Departemen Pertanian Silitonga, T, dan Suwardi, S. 1977. Penurunan Kualitas Rosin Selama Penyaringan di Jawa Timur. Laporan: 87:2-10. Thomas dan Thomas. 1997. Principle and Practice of Heterogenous Catalysis. VHC Federal. Republic of Germany Tursiloadi, S, et al,. 2000. Pembuatan dan Formulasi Katalis untuk Hidrogenasi Asam Lemak. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Laporan Teknis Tursiloadi, S, et al,. 2000. Preparasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Katalisator Ni/Kiesulghur. Prosiding Seminar Nasional Kimia 22 Agustus 2000. Institiut Teknologi Sepuluh September Twigg, Martin F. 1989. Handbok of Catalyst. Wolf Publishing, LTd. England
84
Usman. 2001. Pengaruh Penyangga -Al2O3, TiO3, dan -Al2O3-TiO2 terhadap Aktivitas Katalis Nikel pada Reaksi Metanasi CO2 . Tesis. Program studi Magister Ilmu Kimia Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok. Van Santen dan Niemantsverdriet. 1995. Fundamental and Applied Catalysis. Chemical Kinetics and Catalysis. Plenum Press. New York Wade LG. 2003. Organic Chemistry Infrared Spestroscopy and Mass Spectrometry. Chapter 12 Edisi ke 15. Richand College. Dallas Wei et al. 2000. Highly Effective and Stable Ni/ZrO2 Catalyst for Syngas Production by CO2 reforming of Methane. Jurnal Applied Catalysis A General, 196, L167-L172 Wiyono B, Tachibana S, Tinambunan J. 2006. Chemical composition of Indosnesian Pinus merkusii Turpentine Oils, Gum Oleoresins and Gondorukems from Sumatra and Java. Pakistan Journal of Biological Science 9 (1):7-14 Wiyono B. 2006. Status Riset Pengolahan Getah Pinus dan Gondorukem. Prosiding Seminar Prospek Pengolahan Getah Pinus dan Gondorukem. Hotol Comfort, 7-8 Agustus. Makasar: BSPHH Wilayah XV. 1-18 Wiyono, B. 2007. Pengaruh Konsenterasi Bahan Kimia Maleat Anhidrida Terhadap Gondorukem Maleat dari Getah Pinus Merkusii (Effect of Maleic Anhydride Concentration on Properties of Maleopimaric Rosin directly made from Merkusii Pine resin). Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 25 No 1. Februari 2007 halaman 28-40 Zhaobang, Shen.1995. Production and Standards for Chemical Non-Wood Forest Products in China. CIFOR Occasional Paper No. 6 Zielinski. 1982. Morphology of Nickel-Alumina Catalys. Journal of Catalysis, 76, 157-163
85
Lampiran 1. Grafik FTIR 1.
Bahan Baku
86
2. Asam abietat kasar 3% Ni 0 Bar
87
3. Asam abietat kasar 3% Ni 2 Bar
88
4. Asam abietat kasar 3% Ni 5 Bar
89
5. Asam abietat kasar 3% Ni 10 Bar
90
6. RUN 5 (5% Ni 0 Bar)
91
7. Asam abietat kasar 5% Ni 2 Bar
92
8. RUN 7 (5% Ni 5 Bar)
93
9. Asam abietat kasar 5% Ni 10 Bar
94
Lampiran 2. Spektrum Massa 1. Spektra Massa Asam Abietat Abundance S c a n 5 0 0 (1 3 . 9 7 5 m in ): S R . D 302
650000 600000 550000 500000 450000 400000 350000 136
300000 250000 200000
241
150000 100000
79
50000 0 100
200
300
403
503
400
500
563
625 600
697
788
700
847
800
906
972
900
1038
1000
m / z -->
A bu n d a nc e S c a n 5 0 0 ( 1 3 . 9 7 5 m in ) : S R . D 3 0 2 9 0 00 8 0 00 7 0 00 6 0 00 5 0 00
1 3 6
4 0 00 2 4 1
3 0 00 2 0 00 7 7
1 0 00 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 3
5 0 3
4 0 0
5 0 0
5 6 3
6 2 5 6 0 0
6 8 3 7 0 0
7 4 2
8 0 0 8 0 0
8 8 3
9 4 4
1 0 03
9 0 0
1 0 00
9 0 0
1 0 00
m / z --> A bu n d a nc e # 4 8 5 7 6 7 : A b ie t i c a c id $ 1 - P h e n a n t h r e n e c a r b o x y l ic a c i d , 1 , 2 . . . 3 0 2 9 0 00
1 0 5
8 0 00 7 0 00 6 0 00 4 3
5 0 00 4 0 00
2 1 3
3 0 00 2 0 00 1 0 00 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
m / z -->
H
O HO
95
2. Spektra Massa Asam Rosin (Asam pallustrat dan Levopimarat) Abundanc e S c a n 4 8 1 (1 3 .5 6 1 min ): S R .D
2000000
287
1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 91 149
400000
213
200000
355
429
0 100
200
300
400
503
577
500
669
600
729
786
700
845
800
950 900
1042 1000
m/ z--> A bun danc e S c a n 4 8 1 ( 1 3 . 5 6 1 m in ) : S R . D 28 7 90 00 80 00 70 00 60 00 50 00 40 00 30 00
91
20 00
14 9 21 3
10 00
35 5
0 10 0
20 0
30 0
42 9 40 0
50 3 50 0
57 7
63 7
60 0
69 4
75 1
80 9
87 9
93 9
99 8
70 0
80 0
90 0
10 00
7 0 0
8 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 4 7 6 9 2 3 : R O S IN
A C ID S
2 8 7 9 0 0 0 8 0 0 0
4 1
7 0 0 0 6 0 0 0
1 0 4
5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0
1 8 5
2 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
m / z -->
H
O HO
96
3. Spektra Massa Beta Pelandrene A b u n d a n c e S c a n 1 3 ( 3 . 3 7 0 m in ) : S R . D 9 3 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0
2 0 7
0 0
1 0 0
2 0 0
2 6 7 3 0 0
3 5 5 4 6 7 4 0 0
5 0 0
5 4 9
6 5 9 6 0 0
7 3 1 7 0 0
8 0 3
8 7 5
8 0 0
9 5 4
1 0 2 8
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 3 2 0 5 3 : . b e t a . - P h e l l a n d r e n e $ $ C y c lo h e x e n e , 3 - m e t h y l e n e - 6 - . . . 9 3 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0
2 7
1 0 0 0 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
m / z -->
Beta Pellandrene
97
4. Spektra Massa D-Limonene A b u n d a n c e S c a n 1 2 ( 3 . 3 4 8 m in ) : S R . D 6 8 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 1 3 6
3 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0
2 0 7
0 1 0 0
2 0 0
2 6 7 3 0 0
3 5 5
4 2 3 4 0 0
4 8 5 5 0 0
5 6 5
6 3 0 6 0 0
6 8 8 7 0 0
7 7 8
8 7 7
8 0 0
9 5 1
1 0 1 4
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 3 1 9 8 6 : d l- L im o n e n e $ $ C y c lo h e x e n e , 1 - m e t h y l- 4 - ( 1 - m e t h y l e t . . . 6 8 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0
1 3 6
2 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
m / z -->
D-Limonene
98
5. Spektra Massa Trans Carryophylene A b un d an c e S c a n 1 6 9 ( 6 . 7 6 7 m in ) : S R . D 9 3 9 00 0 8 00 0 7 00 0 6 00 0 5 00 0 1 61
4 00 0 3 00 0
2 81
2 00 0 2 21
1 00 0
3 55 4 29
0 1 00
2 00
3 00
4 00
5 03 5 00
5 83 6 00
6 68 7 00
7 37
8 04 8 00
9 08
9 70
1 03 6
9 00
1 00 0
9 00
1 00 0
m / z --> A b un d an c e # 1 2 1 3 1 4 : t r a n s - C a r y o p h y lle n e $ $ B ic y c lo [ 7 . 2 . 0 ] u n d e c - 4 - e n e , . . . 9 3 9 00 0 8 00 0 7 00 0 6 00 0 5 00 0 4 00 0 3 00 0
1 61
2 00 0 1 00 0 0 1 00
2 00
3 00
4 00
5 00
6 00
7 00
8 00
m / z -->
Trans caryophyllene
99
6. Spektra Massa Asam Pimarat A b u n d a n c e S c a n 4 6 6 ( 1 3 . 2 3 5 m in ) : S R . D 1 2 1 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0
2 8 7
6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0
5 5
1 0 0 0
1 8 7 3 5 5
0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 2 9 4 0 0
5 0 3 5 0 0
5 9 5 6 0 0
6 7 0 7 0 0
7 7 1
8 2 8
8 0 0
8 8 7
9 4 6
1 0 0 4
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 2 5 2 4 5 5 : P i m a r i c a c id $ $ 1 - P h e n a n t h r e n e c a r b o x y l ic a c i d , 7 - . . . 1 2 1 9 0 0 0 8 0 0 0 2 8 7
7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
m / z -->
H
O HO
Asam Pimarat
100
7. Spektra Massa Alpha Terpineol A b u n da n c e S c a n 5 5 ( 4 . 2 8 5 m in ) : R D 3 . D 5 9 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 1 2 1
4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0
2 0 7
0 0
1 0 0
2 0 0
2 8 1 3 0 0
3 4 1
4 0 6 4 0 0
4 8 0 5 0 0
5 5 4
6 1 2 6 0 0
6 9 4 7 0 0
8 1 9
7 5 9
8 0 0
9 2 6
1 0 4 0
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n da n c e # 5 2 8 5 1 : ( + ) - . a lp h a . - T e r p in e o l ( p - m e n t h - 1 - e n - 8 - o l) 5 9 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 1 2 1
4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
m / z -->
HO
Alpha Terpineol
101
8. Spektra Massa Asam Dehidroabietat Abundanc e Sc an 468 (13.278 min): RD3.D 239
13000 91
12000 11000 10000 9000 8000 7000 6000
302
5000 4000
159
3000 2000 1000 401
0 100
200
300
400
462
553 500
628 600
700 700
818
759
800
885
951
900
1018 1000
m/ z-->
A b u n d a n c e S c a n 4 6 8 ( 1 3 . 2 7 8 m in ) : R D 3 . D 2 3 9 9 1
9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0
3 0 2
4 0 0 0 3 0 0 0
1 5 9
2 0 0 0 1 0 0 0 4 0 1
0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
4 6 8
5 5 3
5 0 0
6 2 8 6 0 0
7 0 0 7 0 0
7 5 9
8 1 8 8 0 0
8 8 5
9 5 1
1 0 1 8
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 1 2 5 0 3 4 : 1 - P h e n a n t h r e n e c a r b o x y lic 2 8 5
a c id , 1 , 2 , 3 , 4 , 4 a , 9 , 1 0 , 1 0 . . .
9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 1 9 7
3 0 0 0 2 0 0 0 4 3
1 0 0 0
1 2 9
0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
m / z -->
H
O HO
102
9. Spektra Massa Metil Abietat A b u n d a n c e S c a n 4 5 2 ( 1 2 . 9 3 0 m in ) : R D 3 . D 1 2 1 1 2 0 0 0
1 1 0 0 0
1 0 0 0 0
9 0 0 0
8 0 0 0
7 0 0 0
5 5
2 4 1
6 0 0 0
5 0 0 0
4 0 0 0 3 1 6
3 0 0 0
2 0 0 0
1 0 0 0 1 8 3 4 2 9
0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
4 9 4
5 5 1
5 0 0
6 1 1 6 0 0
7 1 0 7 0 0
7 9 2 8 0 0
8 8 4 9 0 0
9 7 8
1 0 4 0
1 0 0 0
m / z -->
Abundance S c a n 4 5 2 ( 1 2 . 9 3 0 m in ) : R D 3 . D 121 9000 8000 7000 6000 5000
55
241
4000 3000
316
2000 1000
183
429
0 100
200
300
400
494 500
551
611 600
710
792
884
978
1040
700
800
900
1000
700
800
900
1000
m / z -- > Abundance # 1 3 4 7 1 1 : M e t h y l a b ie t a t e 121 9000 8000 7000 6000 185
5000 4000
256
55 316
3000 2000 1000 0 100
200
300
400
500
600
m / z -- >
103
10. Spektra Massa Delta 3-Carene Abundanc e Sc an 6 (3.218 min): SR .D 93 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 150
0 100
207 200
355
267 300
413 400
471
571
500
636
600
716
780
700
862
800
936 900
1021 1000
m/ z-->
Abundance S c a n 6 ( 3 . 2 1 8 m in ) : S R . D 93 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 207
0 0
100
200
267 300
355
456 400
515 500
576
635
600
693
751
815
877
939
1000
700
800
900
1000
700
800
900
1000
m / z --> Abundance # 1 5 1 5 7 : 3 -C a re n e 93 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000
27
1000 0 0
100
200
300
400
500
600
m / z -->
Delta 3 Carene
104
11. Spektra Massa Asam Pallustrat Abundance S c a n 5 0 6 (1 4 . 1 0 6 m in ): R D 5 . D 91
10000
9000
8000 207 302 7000
6000
5000
4000
3000
148
2000
1000 405
463
0 100
200
300
400
539 500
599
679
600
839
748
700
800
899 900
967
1044
1000
m / z -->
Abundance S c a n 5 0 6 (1 4 . 1 0 6 m in ): R D 5 . D 91 9000 8000
207
7000
302
6000 5000 4000 3000 2000 1000
405
0 0
100
200
300
400
518 500
581 600
679
839
748
899
967
1044
700
800
900
1000
700
800
900
1000
m / z - -> Abundance # 1 2 6 1 4 4 : P a lu s t r ic a c id 302 9000 8000 7000 6000 5000
241
4000
105
3000 41
2000
171
1000 0 0
100
200
300
400
500
600
m / z -->
H
O HO
105
12. Spektra Massa Asam 7,15 Isopimarat A b u n d a n c e S c a n 4 5 7 ( 1 3 . 0 3 9 m in ) : R D 2 . D 2 8 7 1 2 0 0 0
1 1 0 0 0 9 1 1 0 0 0 0
9 0 0 0
8 0 0 0
7 0 0 0
6 0 0 0
5 0 0 0 2 0 7
4 0 0 0 1 4 9 3 0 0 0
2 0 0 0
1 0 0 0 3 5 5 0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 1 8 4 0 0
4 8 1
5 4 7
5 0 0
7 1 7
6 5 2 6 0 0
7 0 0
7 8 7 8 0 0
8 8 5 9 0 0
9 7 7
1 0 4 0
1 0 0 0
m / z -->
Abundance S c a n 4 5 7 ( 1 3 . 0 3 9 m in ) : R D 2 . D 287 9000 91
8000 7000 6000 5000 4000 3000
149
207
2000 1000 355
0 100
200
300
418 400
481 500
547
652 600
717 700
787 800
885 900
977
1040
1000
m / z --> Abundance
105
# 4 4 0 7 0 8 : 1 -P H E N A N T H R E N E C A R B O X Y L I C A C I D , 7 -E T H E N Y L -1 , 2 , 3 , 4 , . . . 241
9000
302
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
m / z -->
H
O HO
106
13. Spektra Massa Asam Sandrakopimarat Abundance S c a n 3 3 8 (1 0 . 4 4 7 m in ): R D 7 . D 137 2400 2200 2000 1800
55
1600 1400 207 1200 1000 800 600
272
400 200 355
0 100
200
300
415 400
477
534
500
602 600
669
729
700
798
859
800
951 900
1009 1000
m / z --> A b u n d a n c e S c a n 3 3 8 ( 1 0 . 4 4 7 m in ) : R D 7 . D 1 3 7 9 0 0 0 8 0 0 0 5 5
7 0 0 0 6 0 0 0
2 0 7
5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0
2 7 2
2 0 0 0 1 0 0 0
3 5 5
0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 1 5 4 0 0
4 7 7 5 0 0
5 3 4
6 0 2 6 0 0
6 6 9
7 2 9
7 0 0
7 9 8
8 5 9
8 0 0
9 5 1
1 0 0 9
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 2 1 6 6 7 2 : S a n d a r a c o p im a r a d ie n e $ $ P h e n a n t h r e n e , 7 - e t h e n y l- 1 . . . 1 3 7 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0
4 1
6 0 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0
2 5 7
2 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
m / z -->
H
O HO
107
14. Spektra Massa Silkonfett Abundance S c a n 4 2 9 (1 2 . 4 2 9 m in ): S R . D 73 35000
281
147
30000
221 355
25000
20000
429 15000
10000
5000
503
563
0 100
200
300
400
500
667 600
741
700
872
803 800
955
900
1018 1000
m / z --> A b u n d a n c e S c a n 4 2 9 ( 1 2 . 4 2 9 m in ) : S R . D 7 3 9 0 0 0 8 0 0 0
1 4 7
2 2 1
2 8 1
7 0 0 0
3 5 5
6 0 0 0 5 0 0 0 4 2 9
4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0
5 0 3
1 0 0 0
5 6 3
0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 6 7 6 0 0
7 2 7
7 0 0
8 3 3 8 0 0
9 2 3
1 0 1 8
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 3 9 2 0 4 2 : S IL IK O N F E T T
S E 3 0 ( G R E V E L S ) $ $ S i li c o n e o i l
7 3 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0
1 4 7
5 0 0 0
2 2 1 3 5 5
4 0 0 0 2 8 1
3 0 0 0
4 2 9
2 0 0 0
5 0 3
1 0 0 0
5 7 7
0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
6 5 2 7 0 0
8 0 0
m / z -->
108
15. Spektra Massa Iron carbonyl Abundance S c a n 4 2 9 (1 2 . 4 2 9 m in ): S R . D 73 35000
281
147
30000
221 355
25000
20000
429 15000
10000
5000
503
563
0 100
200
300
400
500
667 600
741
700
872
803 800
955
900
1018 1000
m / z --> A b u n d a n c e S c a n 4 2 9 ( 1 2 . 4 2 9 m in ) : S R . D 7 3 9 0 0 0 8 0 0 0
1 4 7
2 2 1
2 8 1
7 0 0 0
3 5 5
6 0 0 0 5 0 0 0 4 2 9
4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0
5 0 3
1 0 0 0
5 6 3
0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 6 7 6 0 0
7 2 7
7 0 0
8 3 3 8 0 0
9 2 3
1 0 1 8
9 0 0
1 0 0 0
9 0 0
1 0 0 0
m / z --> A b u n d a n c e # 3 5 0 3 4 2 : I r o n , m o n o c a r b o n y l- ( 1 , 3 - b u t a d i e n e - 1 , 4 - d i c a r b o n i c
...
7 3 9 0 0 0 8 0 0 0 7 0 0 0 6 0 0 0
1 4 7
5 0 0 0
2 2 1 3 5 5
4 0 0 0 2 8 1
3 0 0 0
4 2 9
2 0 0 0
5 0 3
1 0 0 0
5 7 7
0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
6 5 2 7 0 0
8 0 0
m / z -->
109
Lampiran 3. Perhitungan Termodinamika Reaksi Kimia
1. Entalpi ∆H reaksi
= ∆H produk - ∆H reaktan
∆H reaksi asam abietat
= ∆H asam abietat - ∆H asam dehidroabietat = -521,32 KJ/mol – (-449,29) KJ/mol = - 72,03 KJ/mol
2. Entropi ∆S reaksi
= ∆S produk - ∆S reaktan.
∆S reaksi asam abietat
= ∆S asam abietat - ∆S asam dehidroabietat = 1,464 – 1,306 = 0,158
3. Energi Bebas Gibbs ∆G reaksi
= ∆G produk - ∆G reaktan.
∆G reaksi asam abietat
= ∆G asam abietat - ∆G asam dehidroabietat = -85,11 KJ/mol – (-60)KJ/mol) = -25,11 KJ/mol
110
Lampiran 4. Analisis Data Statistik 1.
BILANGAN IOD
HIPOTESIS PENGARUH FAKTOR 1 (KATALIS) H0 : Katalis tidak berpengaruh terhadap Iodium H1 : Katalis berpengaruh terhadap Iodium PENGARUH FAKTOR 2 (TEKANAN) H0 : Tekanan tidak berpengaruh terhadap Iodium H1 : Tekanan berpengaruh terhadap Iodium PENGARUH INTERAKSI FAKTOR 1 DAN FAKTOR 2 H0 : Interaksi Katalis dan Tekanan tidak berpengaruh terhadap Iodium H1 : Interaksi Katalis dan Tekanan berpengaruh terhadap Iodium Tolak H0 jika nilai-p <0.05 Pertama kali yang dilihat adalah pengaruh interaksi, jika interaksi nyata maka lakukan uji lanjut interaksi. Jika interaksi tidak nyata maka lakukan uji lanjut masing-masing faktor. Between-Subjects Factors N Katalis Tekanan
3%KNi
12
5%KNi
12
N2_10Bar
6
N2_2Bar
6
N2_5Bar
6
Tanpa_N2
6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Iodium Katalis 3%KNi
5%KNi
Total
Tekanan N2_10Bar
Mean
Std. Deviation
N
22,633
,5033
3
N2_2Bar
24,033
,9452
3
N2_5Bar
23,567
,3786
3
Tanpa_N2
21,367
1,4012
3
Total
22,900
1,3129
12
N2_10Bar
23,200
,4583
3
N2_2Bar
23,800
,3606
3
N2_5Bar
22,367
,2082
3
Tanpa_N2
21,833
,8505
3
Total
22,800
,9075
12
N2_10Bar
22,917
,5307
6
N2_2Bar
23,917
,6524
6
N2_5Bar
22,967
,7118
6
Tanpa_N2
21,600
1,0677
6
Total
22,850
1,1049
24
111
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Iodium Type II Sum of Squares 12550,300(a)
Source Model Katalis
df 8
Mean Square 1568,788
F 2878,509
Sig. ,000
,060
1
,060
,110
,744
16,310
3
5,437
9,976
,001
Katalis * Tekanan
2,990
3
,997
1,829
,183
Error
8,720
16
,545
Tekanan
Total
12559,020 24 a R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999) Dari tabel ANOVA di atas terlihat bahwa interaksi antara Katalis dan tekanan tidak nyata, terlihat dari nilai sig. atau p-value 0.182 (> 0.05). Karena interaksinya tidak nyata maka dapat dilakukan uji lanjut masing-masing faktor dengan uji Duncan. Untuk uji lanjut katalis tidak muncul. Untuk uji lanjut Tekanan,dilakukan uji Duncan. Iodium Duncan Subset Tekanan Tanpa_N2
N 6
1 21,600
2
3
N2_10Bar
6
22,917
N2_5Bar
6
22,967
N2_2Bar
6
Sig.
23,917 1,000
,908
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,545. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 6,000. b Alpha = ,05. Dari uji Duncan di atas terlihat bahwa dalam subset yang sama memiliki pengaruh yang sama. Artinya, Tekanan tanpa N2 berbeda dengan yang lainnya, tekanan N2_10Bar dan N2_5Bar memiliki pengaruh yang sama terhadap Iodium. Pengaruh tekanan yang paling tinggi adalah tekanan N2_2Bar.
112
2. PENYABUNAN HIPOTESIS PENGARUH FAKTOR 1 (KATALIS) H0 : Katalis tidak berpengaruh terhadap Penyabunan H1 : Katalis berpengaruh terhadap Penyabunan PENGARUH FAKTOR 2 (TEKANAN) H0 : Tekanan tidak berpengaruh terhadap Penyabunan H1 : Tekanan berpengaruh terhadap Penyabunan PENGARUH INTERAKSI FAKTOR 1 DAN FAKTOR 2 H0 : Interaksi Katalis dan Tekanan tidak berpengaruh terhadap Penyabunan H1 : Interaksi Katalis dan Tekanan berpengaruh terhadap Penyabunan Tolak H0 jika nilai-p <0.05 Pertama kali yang dilihat adalah pengaruh interaksi, jika interaksi nyata maka lakukan uji lanjut interaksi. Jika interaksi tidak nyata maka lakukan uji lanjut masing-masing faktor. Between-Subjects Factors N Katalis Tekanan
3%KNi
12
5%KNi
12
N2_10Bar
6
N2_2Bar
6
N2_5Bar
6
Tanpa_N2
6 Descriptive Statistics
Dependent Variable: Penyabunan Katalis 3%KNi
5%KNi
Total
Tekanan N2_10Bar
Mean 221,9167
Std. Deviation 1,74749
N
N2_2Bar
224,0367
1,03351
3
N2_5Bar
217,2233
5,18384
3
Tanpa_N2
243,9300
1,20835
3
Total
226,7767
10,93285
12
N2_10Bar
221,3167
1,94706
3
N2_2Bar
219,1033
,29143
3
N2_5Bar
204,6800
1,11946
3
Tanpa_N2
242,2000
,70548
3
Total
221,8250
14,01793
12
N2_10Bar
221,6167
1,68698
6
N2_2Bar
221,5700
2,78614
6
N2_5Bar
210,9517
7,64531
6
Tanpa_N2
243,0650
1,29653
6
Total
224,3008
12,55153
24
3
Tests of Between-Subjects Effects
113
Dependent Variable: Penyabunan Type II Sum of Squares
Source Model
df
Mean Square
F
Sig.
1211008,009(a)
8
151376,001
31800,790
,000
147,114
1
147,114
30,905
,000
3269,738
3
1089,913
228,967
,000
130,425
3
43,475
9,133
,001
Error
76,162
16
4,760
Total
1211084,171
24
Katalis Tekanan Katalis * Tekanan
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Dari tabel ANOVA di atas terlihat bahwa interaksi antara Katalis dan tekanan nyata, terlihat dari nilai sig. atau p-value 0.001 (< 0.05). Karena interaksinya nyata maka dilakukan uji lanjut interaksi Untuk uji interaksi, kita menguji interaksi antara kombinasinya.
UJI INTERAKSI Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Penyabunan Source Model
Type II Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1211008,009(a)
8
151376,001
31800,790
,000
1211008,009
8
151376,001
31800,790
,000
Error
76,162
16
4,760
Total
1211084,171
24
interaksi
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Penyabunan Duncan Subset interaksi 5%*5Bar
N
1 3
2
3
4
5
204,6800
3%*5Bar
3
217,2233
5%*2Bar
3
219,1033
5%*10Bar
3
221,3167
221,3167
3%*10Bar
3
221,9167
221,9167
3%*2Bar
3
5%*0Bar
3
242,2000
3%*0Bar
3
243,9300
Sig.
219,1033
1,000 ,307 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4,760. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.
224,0367
,153
,166
,346
Dari uji interaksi di atas, terlihat bahwa pengaruh tertinggi adalah interaksi antara katalis 3% dan 0 bar (tanpa tekanan)
114
3.
BILANGAN ASAM Between-Subjects Factors N
Katalis Tekanan
3%KNi
12
5%KNi
12
N2_10Bar
6
N2_2Bar
6
N2_5Bar
6
Tanpa_N2
6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Abiosin Katalis 3%KNi
5%KNi
Total
Tekanan N2_10Bar
Mean 129,4333
Std. Deviation ,05774
N
N2_2Bar
125,3600
,18330
3
N2_5Bar
127,5167
1,65712
3
Tanpa_N2
127,3967
1,05642
3
Total
127,4267
1,72465
12
N2_10Bar
112,0000
,12530
3
N2_2Bar
123,1333
,49652
3
N2_5Bar
114,9400
2,64535
3
Tanpa_N2
116,7500
4,20154
3
Total
116,7058
4,76311
12
N2_10Bar
120,7167
9,54903
6
N2_2Bar
124,2467
1,26470
6
N2_5Bar
121,2283
7,16585
6
Tanpa_N2
122,0733
6,44306
6
Total
122,0663
6,50049
24
3
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abiosin Source Model
Type II Sum of Squares 358518,337(a)
Katalis Tekanan Katalis * Tekanan Error
df 8
Mean Square 44814,792
F 12443,354
Sig. ,000
689,618
1
689,618
191,480
,000
43,666
3
14,555
4,042
,026
180,987
3
60,329
16,751
,000
57,624
16
3,602
Total
358575,961 24 a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
115
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abiosin Source Model interaksi
Type II Sum of Squares 358518,337(a)
df 8
Mean Square 44814,792
F 12443,354
Sig. ,000
12443,354
,000
358518,337
8
44814,792
Error
57,624
16
3,602
Total
358575,961
24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Abiosin Duncan Subset interaksi 5%*10Bar
N
1
2
3
4
5
3
112,0000
5%*5Bar
3
114,9400
5%*0Bar
3
5%*2Bar
3
123,1333
3%*2Bar
3
125,3600
3%*0Bar
3
127,3967
127,3967
3%*5Bar
3
127,5167
127,5167
3%*10Bar
3
Sig.
114,9400 116,7500
,076 ,260 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3,602. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.
125,3600
129,4333 ,170
,205
,230
116
4. ABIETAT KASAR Between-Subjects Factors N Katalis Tekanan
3%KNi
12
5%KNi
12
N2_10Bar
6
N2_2Bar
6
N2_5Bar
6
Tanpa_N2
6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Abietat_kasar Katalis 3%KNi
5%KNi
Total
Tekanan N2_10Bar
Mean
Std. Deviation
N
111,3267
,11060
3
N2_2Bar
112,2833
,14434
3
N2_5Bar
104,1133
,89002
3
Tanpa_N2
117,5667
,70946
3
Total
111,3225
5,03002
12
N2_10Bar
112,0000
,12530
3
N2_2Bar
123,1333
,49652
3
N2_5Bar
114,9400
2,64535
3
Tanpa_N2
116,7500
4,20154
3
Total
116,7058
4,76311
12
N2_10Bar
111,6633
,38365
6
N2_2Bar
117,7083
5,95178
6
N2_5Bar
109,5267
6,18717
6
Tanpa_N2
117,1583
2,73177
6
Total
114,0142
5,52368
24
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abietat_kasar Source Model
Type II Sum of Squares 312630,794(a)
Katalis
173,882
Tekanan Katalis * Tekanan Error Total
df 8
Mean Square 39078,849
F 11913,572
Sig. ,000
1
173,882
53,010
,000
295,180
3
98,393
29,996
,000
180,208
3
60,069
18,313
,000
52,483
16
3,280
312683,278 a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
24
117
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Abietat_kasar Source Model interaksi
Type II Sum of Squares 312630,794(a)
df 8
Mean Square 39078,849
F 11913,572
Sig. ,000
11913,572
,000
312630,794
8
39078,849
Error
52,483
16
3,280
Total
312683,278
24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Abietat_kasar Duncan Subset interaksi 3%*5Bar
N
1 3
2
3
4
5
104,1133
3%*10Bar
3
111,3267
5%*10Bar
3
112,0000
112,0000
3%*2Bar
3
112,2833
112,2833
5%*5Bar
3
5%*0Bar
3
116,7500
3%*0Bar
3
117,5667
5%*2Bar
3
Sig.
114,9400
1,000 ,549 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3,280. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.
114,9400
123,1333 ,077
,111
1,000
118
5.
ASAM ABIETAT Between-Subjects Factors N
Katalis Tekanan
3%KNi
12
5%KNi
12
N2_10Bar
6
N2_2Bar
6
N2_5Bar
6
Tanpa_N2
6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Asam_Abietat Katalis 3%KNi
5%KNi
Total
Tekanan N2_10Bar
Mean 81,9900
Std. Deviation ,05568
N
N2_2Bar
55,7600
,03606
3
N2_5Bar
56,5200
,04359
3
Tanpa_N2
52,9600
,02646
3
Total
61,8075
12,24908
12
N2_10Bar
50,3500
,05568
3
N2_2Bar
29,1500
,04359
3
N2_5Bar
26,5300
,02646
3
Tanpa_N2
47,7200
,03464
3
Total
38,4375
11,15335
12
N2_10Bar
66,1700
17,33001
6
N2_2Bar
42,4550
14,57494
6
N2_5Bar
41,5250
16,42623
6
Tanpa_N2
50,3400
2,87020
6
Total
50,1225
16,54473
24
3
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Asam_Abietat Source Model
Type II Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
66590,082(a)
8
8323,760
4790653,381
,000
Katalis
3276,941
1
3276,941
1886009,439
,000
Tekanan
2341,663
3
780,554
449239,856
,000
677,118
3
225,706
129902,676
,000
Error
,028
16
,002
Total
66590,110
24
Katalis * Tekanan
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
119
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Asam_Abietat Source Model
Type II Sum of Squares 66590,082(a)
interaksi
df 8
Mean Square 8323,760
F 4790653,381
Sig. ,000
4790653,381
,000
66590,082
8
8323,760
Error
,028
16
,002
Total
66590,110
24
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Asam_Abietat Duncan interaksi
N
Subset
5%*5Bar
3
5%*2Bar
3
5%*0Bar
3
5%*10Bar
3
3%*0Bar
3
3%*2Bar
3
3%*5Bar
3
3%*10Bar
3
Sig.
1 26,5300
2
3
4
5
6
7
8
29,1500 47,7200 50,3500 52,9600 55,7600 56,5200 81,9900 1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,002. a Uses Harmonic Mean Sampel Size = 3,000. b Alpha = ,05.
120
1,000