STUDI STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING DAN PENGARUH KALSIUM TERHADAP CEMARAN GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
DORLY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
115
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul ‘Studi Struktur Sekretori Getah Kuning dan Pengaruh Kalsium terhadap Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)’ adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi di manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dalam disertasi ini.
Bogor, Agustus 2009 Dorly G 361040011
115
ABSTRACT DORLY. Study of Yellow Latex Secretory Structure and the Effect of Calcium on Yellow Latex Contamination on Mangosteen Fruits (Garcinia mangostana L.). Supervised by: SOEKISMAN TJITROSEMITO as the chairman, ROEDHY POERWANTO and DARDA EFENDI as the member of advisory commitee. Yellow latex is the main problem in mangosteen agribusiness, because it becomes a factor that reduce the fruit quality. The research was carried out to study : 1) study on morphological and anatomical fruit growth of mangosteen, 2) structure of yellow latex secretory ducts in mangosteen fruit and qualitative yellow latex phytochemistry compounds, 3) the effect of calcium application through dolomite fertilizing in soil on mangosteen fruit, 4) the effect of calcium spraying on mangosteen fruit quality. The first part of the research showed that the mangosteen fruit growth curve based on transversal and longitudinal diameters was double sigmoid curve. The fruits grew rapidly in the first six weeks along with the fruit anatomical development on all parameters. The number of exocarp layers during of young fruit development until mature increased in parallel with the fruit growth. The second part of the research showed that the ducts were branched, canal-like type. They were found in the exocarp, mesocarp, endocarp, aril of the fruit, flower, stem and leaf. There were continuous secretory ducts from fruit stalk to the fruit. Ultrastructural observation showed that the ducts were surrounded by specific epithelial cells, which were living cells containing dense cytoplasm with plastid, mitochondria and golgi apparatus organelles. The qualitative test indicated that the yellow latex collected from stem bark, outer part of fruit, young fruit pericarp, mature aril and young aril contained terpenoid, flavonoid and tannin, but not alkaloid, saponin and steroid, except in the young aril containing which is also contained steroid. The thirth part of the reserch showed that calcium application improve soil pH and calcium content of the soil, exocarp and mangosteen leaves. Dolomite fertilizing using 18 and 24 ton/ha in the first year and 17,5 ton/ha in the second year effectively to reduced yellow latex spots on the outer part of fruit, however they were not able to reduce yellow latex in the aril of fruit. Dolomite applications did not affect the physical and chemical properties of the fruit. The fourth part of the research described the various calcium applications including CaCl2, Ca(OH)2, and Ca(NO3)24H2O. In the first year the application were ineffective to reduce yellow latex in the aril of the fruit. CaCl2 applications on various dosages in the second year were effective to reduce yellow latex spot either on the outer part of fruit or in the aril of the fruit, but they were insignificant among CaCl2 dosage levels. The effect of fruit spraying treatment in the first and second year were significantly different on the physical and chemical properties of mangosteen fruit except on the vitamin C content and total soluble solid and total titrated acid ratio. Kew words: fruit growth, epithelial cells, ultrastructural, dolomite.
115
RINGKASAN DORLY. Studi Struktur Sekretori Getah Kuning dan Pengaruh Kalsium terhadap Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Komisi Pembimbing: SOEKISMAN TJITROSEMITO (Ketua), ROEDHY POERWANTO dan DARDA EFENDI (Anggota) Masalah utama dalam agribisnis manggis saat ini adalah cemaran getah kuning, karena merupakan salah satu kriteria yang menurunkan kualitas buah. Studi tentang getah kuning pada buah manggis belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mempelajari morfologi dan anatomi perkembangan buah manggis, 2) mengamati struktur sekretori getah kuning pada buah manggis dan uji kualitatif senyawa fitokimia getah kuning, 3) mempelajari dampak pemberian kalsium dengan pengapuran dolomit melalui tanah pada buah manggis, 4) melakukan studi penyemprotan kalsium pada buah manggis. Bagian pertama dari penelitian ini mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis serta morfologi dan anatomi perkembangan buah manggis. Sampel buah manggis diambil di Kebun Sentra manggis di Leuwiliang sedangkan pengamatan morfologi dan anatomi dilakukan di Lab. Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Depatemen Biologi-IPB. Studi morfologi dilakukan dengan mengamati 5 buah manggis per pohon yang diambil secara acak dari 3 ulangan pohon untuk masing-masing umur mulai dari 1 hingga 16 minggu setelah antesis (MSA). Pengamatan anatomi dilakukan terhadap 3 ulangan buah yang diiris secara melintang dengan metode parafin. Kurva pertumbuhan buah manggis berdasarkan diameter transversal dan longitudinal adalah hiperbola. Kurva pertumbuhan manggis yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur 1 hingga 6 MSA, seiring dengan perkembangan anatomi buah pada semua peubah. Jumlah lapisan eksokarp selama perkembangan buah muda hingga dewasa bertambah seiring dengan perkembangan buah. Pengukuran terhadap densitas dan ukuran stomata pada berbagai stadia umur buah manggis berbeda nyata. Bagian kedua dari penelitian ini menunjukkan bahwa tipe saluran getah kuning pada manggis adalah saluran/kanal yang bercabang. Saluran getah tersebut dijumpai pada eksokarp, mesokarp, endokarp, aril buah, bunga, batang dan daun. Pada perikarp, diameter saluran sekretori getah kuning terbesar dijumpai di bagian endokarp. Struktur saluran getah kuning pada tangkai buah menyatu dengan saluran getah kuning yang ada pada buah. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel epitelium yang khas, merupakan sel hidup yang sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah kuning pada aril buah muda menunjukkan uji positif terhadap senyawa steroid. Bagian ketiga dari penelitian ini menunjukkan aplikasi kalsium dapat meningkatkan pH tanah dan kandungan kalsium dalam tanah, eksokarp dan daun manggis. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit
116
luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah. Aplikasi pengapuran dolomit tidak meningkatkan kualitas fisik dan kimia buah seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji, edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan total terlarut (PTT), total asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin C buah manggis. Pada bagian keempat dari penelitian ini dipelajari pengaruh penyemprotan berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan konsentrasi berturut-turut 22.5, 12.33, dan 35.757 g/l dan berbagai dosis CaCl2 yaitu 0, 5, 15, 22.5 dan 30 g/l terhadap cemaran getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis. Aplikasi kalsium untuk setiap perlakuan di tahun I dan ke II dilakukan masing-masing terhadap 20 buah/pohon secara acak pada tanaman manggis berumur sekitar 30 tahun. Penyemprotan kalsium di tahun I dilakukan pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis (MSA), sedangkan di tahun ke II penyemprotan dilakukan pada 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 MSA. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Penyemprotan kalsium dilakukan sampai buah basah sekitar 10 ml per buah. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah. Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis di tahun ke II efektif mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I pada beberapa perlakuan penyemprotan kalsium meningkat dibanding kontrol. Di tahun ke II, kandungan kalsium kulit buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2 lainnya. Perlakuan penyemprotan buah di tahun I dan ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis, kecuali pada kandungan vitamin C dan rasio padatan total terlarut dan total asam tertitrasi (PTT/TAT)
Kata kunci: pola pertumbuhan, sel epitelium, ultrastruktur, dolomit
116
115
©Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STUDI STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING DAN PENGARUH KALSIUM TERHADAP CEMARAN GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
DORLY
Disertasi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
115
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Hamim, M.Si Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Ujian Terbuka : 1. Dr. Rugayah, M.Sc Herbarium Bogoriense, Puslitbang Biologi LIPI 2. Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Judul Disertasi
: Studi Struktur Sekretori Getah Kuning dan Pengaruh Kalsium terhadap Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Nama
: Dorly
NIM
: G361040011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Anggota
Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 04 Agustus 2009
Tanggal Lulus:
115
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih banyak dan penghargaan kepada seluruh komisi pembimbing, yaitu ketua komisi Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc, para anggota komisi Prof.Dr.Ir.Roedhy Poerwanto M.Sc dan Dr.Ir. Darda Efendi M.Si, yang telah banyak memberi masukan, bimbingan, arahan, saran, kesabaran, pengkayaan wawasan, kritik, saran, dan motivasi dari awal penelitian hingga penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr.Dedy Duryadi, DEA, selaku Ketua Program Studi Biologi dan rekan-rekan di Departemen Biologi yang selalu memberikan dukungan dan perhatian. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada Dr. Ir. Hamim M.Si dan Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada saat ujian tertutup. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Rugayah, MSc dan Dr.Ir. Miftahudin M.Si untuk kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada saat ujian terbuka. Ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Juliarni, M.Agr dan Dr.Ir. Theresia Prawitasari, M.Si (alm.) yang telah banyak memberi masukan, arahan dan dukungan dan motivasi sejak dimulainya penyusunan proposal dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dikerjakan selama dua tahun. Penelitian pada tahun ke II dikerjakan bersama dengan dua orang mahasiswa S1 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor yaitu Indah Wulandari dan Febriyanti Barasa. Atas kerjasamanya diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang mendalam juga disampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor atas dukungan dana penelitian dan fasilitas laboratorium melalui proyek RUSNAS. Demikian juga terima kasih disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS selama penulis mengikuti pendidikan di Program Studi Biologi IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dra. Yohana C. Sulistyaningsih, M.Si, Berry Juliandi, S.Si, M.Si, Kanthi S.Si, M.Si dan Kak Ance atas penyediaan bahan jurnal yang diperlukan dalam penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada keluarga besar Bapak H. Sayuti di Leuwiliang atas izin dan bantuan fasilitas pemakaian kebun dan tanaman manggisnya. Demikian juga dengan keluarga Bapak Atin yang membantu selama penelitian di lapang. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs Eko, MSi. Ir. Ani Kurniawati M.Si, Dr Lizawati, Dr Arief Nasoetion, Sulassih SP, Sapitri Rusdi S.Si, Ina S.Si, Nunuk, Nio, Novita dan Supiah atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian dan penulisan berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dra. Esther, M. Adhi, Dr. Aam MSi, Dr. Budi Nugroho, dan Dr. Budi Susetyo untuk masukannya dan kesediaannya meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis.
116
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua (alm.) dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang yang tulus dan dorongan morilnya serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi di Program Pascasarjana. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu penyelesaian disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Sebagian dari penelitian ini telah ditulis dalam artikel yang berjudul “ Secretory Duct Structure and Phytochemistry Compounds of Yellow Latex in Mangosteen Fruit” pada Hayati-Journal of Bioscience tahun 2008, Volume 15, No 3 dan “Studi Pemberian Kalsium dengan Pengapuran Dolomit untuk Mengatasi Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)” pada Jurnal Agronomi Indonesia inpress. Akhir kata, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2009 Dorly
116
115
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Minas, Riau pada tanggal 16 April 1964 dari pasangan H. Situmeang dan T. Siahaan, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SDN 1 Minas pada tahun 1976, pendidikan menengah pertama di SMP Cendana Rumbai diselesaikan pada tahun 1979, dan menengah atas di SMA Cendana Rumbai pada tahun 1983. Pada tahun 1983 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek Perintis II. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 1989 di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 1997 penulis menyelesaikan Program S2 di Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan menempuh program doktor pada Program Studi Biologi dengan mendapatkan beasiswa dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (BPPS), Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB sejak tahun 1990. Penulis bergabung di dalam Bagian Ekologi dan Sumberdaya Tumbuhan, dengan minat bidang Anatomi dan Morfologi Tumbuhan.
115
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xviii
I. PENDAHULUAN ................................................................................ Latar Belakang................................................................................ Tujuan ............................................................................................. Manfaat ........................................................................................... Hipotesis .........................................................................................
1 1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6 Asal dan Distribusi Manggis............................................................. 6 Botani ............................................................................................... 6 Syarat Tumbuh ................................................................................. 7 Pertumbuhan dan Perkembangan Buah ............................................ 8 Studi Histologi Perkembangan Buah ............................................... 10 Getah Kuning (Gamboge) .................................................................10 Kandungan Kimia Manggis dan Kerabatnya ................................... 12 Struktur Sekretori Pada Tanaman...................................................... 13 Pengaruh Aplikasi Kalsium Melalui Penyemprotan Pada Buah ...... 14 Peran Kalsium Terhadap Struktur Dinding Sel ................................ 15 Aplikasi Kalsium Melalui Pengapuran Pada Tanah ......................... 15 III. STUDI MORFOLOGI DAN ANATOMI PERKEMBANGAN BUAH MANGGIS............................................................................................. 17 Abstrak .............................................................................................. 18 Abstract.............................................................................................. 19 Pendahuluan ...................................................................................... 19 Latar Belakang ...................................................................... 20 Tujuan Penelitian .................................................................. 20 Manfaat Penelitian ................................................................ 20 Hipotesis ............................................................................... 21 Bahan dan Metode............................................................................. 21 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 21 Bahan dan Alat Penelitian .................................................... 21 Metode Penelitin ................................................................... 21 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 24 Kurva Pertumbuhan Buah Manggis ...................................... 24 Morfologi Buah .................................................................... 26 Anatomi Buah ....................................................................... 30
116
Halaman Analisis Densitas dan Ukuran Stomata pada Berbagai Tahapan Umur Buah Manggis ............................................. 32 Simpulan .......................................................................................... 35 IV. STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS DAN UJI KALITATIF SENYAWA FITOKIMIA GETAH KUNING .............................................................................. 36 Abstrak ............................................................................................. 36 Abstract............................................................................................. 37 Pendahuluan...................................................................................... 38 Latar Belakang .......................................................................... 38 Tujuan Penelitian ...................................................................... 39 Manfaat Penelitian ..................................................................... 39 Hipotesis .................................................................................... 39 Bahan dan Metode ............................................................................ 39 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 39 Bahan dan Alat Penelitian ......................................................... 40 Metode Penelitian ...................................................................... 40 Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 44 Distribusi dan Perkembangan Saluran Getah Kunig Pada Buah Manggis ......................................................................................44 Saluran Getah Kuning Pada Tangkai Buah ............................... 48 Saluran Getah Kuning Pada Bibit Manggis ............................... 48 Ultrastruktur Saluran Getah Kuning padaBuah Manggis .......... 51 Struktur Sekretori Pada Embrio Biji Dewasa ............................ 53 Analisis Terpenoid Pada Buah Manggis dengan Uji Histokimia.53 Uji Kualitatif Kandungan Senyawa Kimia Getah Kuning ......... 54 Simpulan ......................................................................................... 55 V. STUDI PEMBERIAN KALSIUM DENGAN PENGAPURAN DOLOMIT MELALUI TANAH PADA BUAH MANGGIS .................................. 56 Abstrak.............................................................................................. 56 Abstract ............................................................................................ 57 Pendahuluan ..................................................................................... 58 Latar Belakang ...................................................................... 58 Tujuan Penelitian .................................................................. 59 Manfaat Penelitian ................................................................ 59 Hipotesis ............................................................................... 59 Bahan dan Motode ........................................................................... 60 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 60 Bahan dan Alat Penelitaian ................................................... 60 Metode Penelitian ................................................................. 60 Hasil dan Pembahasan .................................................................... 65 Sifat Kimia Tanah ................................................................. 65 Getah Kuning Pada Buah ...................................................... 68
116
117
Halaman Kandungan Kalsium Kulit Buah dan Daun Manggis ........... 74 Faktor yang Mempengaruhi Getah Kuning pada Kulit dan Aril Buah............................................................................. 76 Sifat Fisik Buah Manggis ................................................... 78 Sifat Kimia Buah Manggis .................................................. 80 Simpulan .......................................................................................... 81
VI. STUDI PENYEMPROTAN KALSIUM PADA BUAH MANGGIS .. 83 Abstrak ............................................................................................ 83 Abstract ........................................................................................... 84 Pendahuluan .................................................................................... 85 Latar Belakang .................................................................... 85 Tujuan Penelitian ................................................................ 86 Manfaat Penelitian .............................................................. 87 Hipotesis .............................................................................. 87 Bahan dan Metode .......................................................................... 87 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 88 Bahan dan Alat Penelitian .................................................. 88 Metode Penelitian ................................................................ 88 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 90 Getah Kuning Pada Buah Manggis ...................................... 90 Kandungan Kalsium Kulit Buah .......................................... 98 Sifat Fisik Buah Manggis ..................................................... 99 Sifat Kimia Buah Manggis .................................................. 102 Korelasi ................................................................................ 106 Simpulan ........................................................................................... 108 VII. PEMBAHASAN UMUM .................................................................... 109 VIII. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 119 Simpulan .......................................................................................... 119 Saran ................................................................................................ 120 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 121 LAMPIRAN ................................................................................................ 130
117
115
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Indeks kemasakan buah manggis ........................................................... 8 2. Koefisien regresi (slope) dari persamaan linier antara umur dan diameter buah, tebal aril dan biji, tebal biji dan tebal kulit .................... 26 3. Densitas dan ukuran stomata pada berbagai tingkatan umur buah manggis pada tahun I ............................................................................. 34 4. Diameter (μm) dan densitas (jumlah/mm2) saluran getah kuning pada berbagai perkembangan buah mangis pada ovari bunga dan perikarp buah............................................................................................ 45 5. Uji kualitatif senyawa fitokimia getah kuning manggis ......................... 54 6. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan pH tanah pada tahun I dan tahun ke II ................................. 66 7. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan Ca tanah pada tahun I dan tahun ke II ................................
67
8. Pengaruh pemberian dolomit dengan dosis yang berbeda terhadap nilai KTK, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium pada tahun I ....................................................................... 68 9. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap skor getah kuning pada buah manggis saat panen pada tahun I dan tahun ke II ...... 69 10. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap Kandungan kalsium pada perikarp buah dan daun manggis pada saat panen ............................................................................................
75
11. Hubungan regresi skor getah kuning di kulit luar dan aril buah dengan beberapa peubah yang diamati berdasarkan model regresi linier, kuadratik dan kubik ...................................................................... 77 12.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap diameter Dan bobot buah mangis .......................................................................... 79 13.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap edible portion bobot biji dan bobot aril dan biji pada buah manggi ...... 79
116
Halaman 14.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kekerasan dan ketebalan kulit buah mangnggis ....................................... 80 15.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap Padatan Total Terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT.. 81 16.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap pH aril dan kandungan vitamin C pada buah manggis .............................................. 81 17.Pengaruh penyemproton berbagai kalsium terhadap skor getah kuning Tahun I ...................................................................................................... 91 18.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap skor getah Kuning tahun ke II...................................................................................... 92 19.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium pada buah terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun I ............................................ 98 20.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium pada buah terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun II................................. 99 21.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap diameter, bobot buah dan Biji manggis pada tahun I ..................................................................... 100 22.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap diameter, bobot buah dan kekerasan kulit buag manggis pada tahun II ................................ 101 23.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap ketebalan dan Kekerasan kulit buah serta edible portion pada tahun I ............................... 103 24.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap nilai Padatan Total Terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun I........................................................................................................... 104 25.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap nilai Padatan Total Terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun II ..................................................................... 104 26.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap pH aril dan Kandungan vitamin C pada buah manggis pada tahun I .............................. 105 27.Korelasi setiap peubah yag diamati di tahun ke I ........................................ 107 28.Korelasi setiap peubah yang diamati di tahun ke II ..................................... 107
116
115
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Komposisi larutan seri Johansen ............................................................
131
2. Data curah hujan tahun 2006-2007 di Kecamatan Leuwiliang ................
132
3. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1982)..
133
4. Pengaruh pemberian kapur dolomit dengan dosis yang berbeda terhadap nilai kejenuhan basa (KB), kandungan Al, K, Na, Fe, Mn, Zn dan Cu pada tahun I ...........................................................................
133
5. Tabel rekapitulasi sidik ragam untuk peubah getah kuning pada kulit luar buah (1), getah kuning pada aril buah (2), pH tanah setelah 5 bln perlakuan pengapuran dolomit pada tahun I dan ke II (3), pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada kulit buah dengan berbagai kalsium dibanding kontrol (4), dan pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada aril buah dengan berbagai kalsium dibanding kontrol (5) ................................................................................
134
1
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana L.) anggota suku Guttiferae, dengan buah merupakan salah satu komoditas buah primadona ekspor Indonesia, yang dijuluki sebagai Queen of tropical fruits. Ekspor manggis Indonesia meningkat tajam dari tahun 1992 hingga sekarang. Pada tahun 2006 volume ekspor manggis 5.697 ribu ton dengan nilai devisa US$ 3.61 juta, sedangkan pada tahun 2007 (Januari hingga Mei) volume ekspor mencapai 7.411 ribu ton dengan nilai devisa US$ 3.81 juta (Deptan 2008). Tujuan ekspor manggis Indonesia adalah ke negara-negara Eropa, dan beberapa negara Asia seperti China, Taiwan, Jepang, Singapura, Hongkong, dan lain-lain (Deptan, 2008). Meskipun buah manggis sudah diekspor, ketersediaan buah dengan kualitas yang baik masih kurang. Kualitas buah manggis yang dihasilkan di berbagai sentra produksi beragam karena pengelolaan kebun manggis masih bersifat tradisional. Salah satu faktor yang berperan menurunkan kualitas buah adalah cemaran getah kuning. Menurut Yaacob dan Tindall (1995) getah kuning merupakan penyakit fisiologis dengan gejala daging buah tercemar getah berwarna kuning.
Getah kuning
merupakan masalah utama dalam agribisnis manggis saat ini. Getah kuning bukan hanya merusak penampakan dan kebersihan kulit buah, tetapi juga menyebabkan daging buah (aril) menjadi pahit.
Menurut beberapa eksportir, salah satu
persyaratan buah manggis untuk diekspor ke negara Asia Timur (Taiwan, Jepang dan Korea) serta negara Timur Tengah (Uni Emirat, Arab Saudi dan Kuwait) adalah tidak bergetah kuning. Penyebab terjadinya getah kuning belum diketahui secara pasti. Getah kuning diduga merupakan getah alami yang terdapat pada buah manggis, seperti yang dijumpai pada ranting, tangkai daun, daun, dan kulit batang. Seluruh bagian tanaman akan mengeluarkan eksudat getah kuning apabila dilukai. Getah kuning diduga disekresi oleh jaringan sekretori yang tipenya belum diketahui. Penelitian untuk mempelajari jaringan atau struktur penghasil getah kuning perlu dilakukan. Selain itu perlu juga dipelajari kesinambungan jaringan sekretori pada bagian
2
buah dengan bagian tangkai buah. Getah kuning yang dijumpai pada aril diduga keluar dari endokarp oleh karena itu perlu diketahui bagaimana dan kapan getah kuning tersebut keluar. Untuk menjawab ini perlu dilakukan studi morfologi dan anatomi perkembangan buah. Isolasi senyawa pada bagian daun dan kulit buah (Parveen et al., 1991 dan Ketsa & Atantee, 1998) telah dilaporkan. Sedangkan penelitian yang mengungkap tentang kandungan senyawa getah kuning yang mencemari aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, permukaan luar kulit buah dan kulit batang belum pernah dilaporkan.
Penelitian dirancang untuk
mengetahui kandungan senyawa pada getah kuning untuk membuktikan getah yang mencemari aril sama dengan di pohon. Manggis biasanya ditanam pada lahan dengan pH rendah, sehingga ketersediaan kandungan kalsium (Ca) dalam tanah rendah. Pecahnya dinding sel penyusun buah diduga berkaitan dengan defisiensi kalsium pada dinding sel bagian dalam (endokarp) buah.
Penelitian ini juga mempelajari cara untuk
memperkuat dinding sel buah agar tidak mudah pecah sehingga dapat mengurangi insiden getah kuning pada buah manggis. Penelitian dilakukan dengan dua cara yaitu pemberian kalsium melalui tanah dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) dan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O. Alur pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Tujuan 1. Mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis yang dikaitkan dengan munculnya getah kuning di aril buah. 2. Mengetahui struktur sekretori getah kuning pada buah manggis. Sebagai pembanding diamati juga struktur sekretori pada akar, batang dan daun bibit muda manggis. 3. Mengidentifikasi kandungan senyawa kimia pada getah kuning yang terdapat di kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, dan kulit batang untuk mengetahui apakah getah kuning yang mencemari aril sama dengan getah yang diproduksi tanaman manggis. 4. Mempelajari pengaruh aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit {CaMg(CO3)2} dan penyemprotan pada buah dengan berbagai kalsium
2
3
CaCl2, Ca(OH)2, Ca(NO3)24H2O terhadap getah kuning yang mencemari kulit luar dan aril buah. 5. Mengembangkan teknologi untuk mengatasi cemaran getah kuning pada kulit luar dan aril buah.
Manfaat 1. Diketahui pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis sehingga dapat menjelaskan munculnya getah kuning di aril buah. 2. Diketahui tipe struktur jaringan sekretori yang mensekresi getah kuning pada buah manggis dan bagaimana getah kuning keluar dari saluran tersebut. 3. Diketahui jenis senyawa kimia yang terkandung pada getah kuning yang dijumpai pada kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, dan kulit batang. Dapat diketahui apakah getah kuning yang mencemari aril sama dengan getah kuning yang diproduksi pada seluruh bagian tanaman. 4. Diperoleh teknologi mengatasi pecah dinding sel saluran getah kuning dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2 dan penyemprotan berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O pada buah manggis.
Hipotesis 1. Pada perkembangan buah diduga terjadi desakan akibat pertambahan dan pembesaran sel-sel penyusun aril dan biji dari arah dalam menuju ke luar sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada perikarp buah yang berkaitan dengan rendahnya kandungan Ca pada dinding sel penyususn saluran getah kuning. 2. Getah kuning yang mencemari aril sama dengan yang dihasilkan bagian tanaman lainnya dan merupakan getah alami yang diproduksi oleh tanaman manggis. 3. Pemberian dolomit akan mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar dan aril buah 4. Aplikasi kalsium melalui penyemprotan CaCl2, Ca(OH)2, atau Ca(NO3)24H2O pada buah akan mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar dan aril buah.
3
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Distribusi Manggis Garcinia merupakan marga yang besar dan terutama dijumpai di daerah tropik. Manggis (G. mangostana L.) satu-satunya marga Garcinia yang dikenal sebagai tanaman budidaya. Tanaman ini terutama dibudidayakan di Asia tenggara dan juga dipercaya tempat manggis berasal. Telah dilaporkan bahwa spesies liar di Malaysia, yaitu G. hombroniana Piere (2n = 48) dan G. malaccensis T. Anderson (2n = 42), merupakan tanaman asli di Malaysia. Tanaman manggis kemungkinan tanaman allotetraploid (2n = 90) yang merupakan hibrida dari kedua spesies di atas (Richards, 1990; Verheij, 1992). Di Indonesia manggis tersebar hampir di semua pulau dengan luas panen lebih kurang 9.354 ha. Daerah dengan luas panen tertinggi adalah Jawa Barat (2.678 ha), diikuti oleh Sumatera Barat (1.049 ha), Jawa Timur (671 ha), Sumatera Utara (657 ha), dan Banten (625 ha) (Deptan, 2005). Umumnya tanaman manggis yang telah berproduksi saat ini berupa tanaman tua yang sudah berumur puluhan tahun. Sebagian besar tanaman tersebut merupakan tanaman pekarangan atau tumbuh di kebun bersama dengan tanaman buah-buahan lain, seperti duku dan durian dengan jarak tanam yang tidak teratur dan tanpa tindakan pemeliharaan. Botani Manggis merupakan tumbuhan dioecius, dengan tinggi tanaman mencapai 6-25 m. Pohon tegak lurus dengan percabangan simetri membentuk kerucut. Semua bagian tanaman mengeluarkan eksudat getah kuning apabila dilukai (Verheij, 1992). Daun manggis tunggal dan duduk berpasangan di sisi ranting.
Panjang
tangkai daun 1.5-2 cm dengan helaian daun berbentuk bulat telur, bulat panjang atau elips dengan panjang 15-25 cm x lebar 7-13 cm; mengkilap, tebal dan kaku, ujung daun meruncing dan licin.
Permukaan atas daun berwarna hijau tua sedangkan
bagian bawahnya berwarna hijau kekuningan dengan tulang daun hijau pucat dan menonjol pada kedua sisinya (Verheij, 1992). G. mangostana L. merupakan tanaman dioecious dengan bunga betina berdiameter 5-6 cm dan memiliki 4 sepal dan 4 petal dengan tangkai bunga pendek
6
dan tebal.
Ke empat sepal tersebut berukuran besar, kuat dan menyirip ganda
(biseriate). Pada kuncup bunga, dua sepal bagian dalam secara keseluruhan tertutup oleh pasangan luarnya dengan panjang 2 cm, berukuran lebih kecil dengan pinggiran kemerah-merahan. Dua sepal bagian luar panjangnya juga 2 cm berwarna hijau kekuningan, cekung dan tumpul, dua sepal bagian dalam lebih pendek dan berwarna merah muda. Empat petal pada umumnya lebih besar, bulat telur, tumpul, tebal dan berdaging, berwarna hijau kekuningan dan juga dengan pinggiran kemerah-merahan, berukuran lebar 2.5 cm dan panjang 3.0 cm. Benangsari yang jumlahnya banyak tersusun dalam 1-3 kelompok dalam 1-2 baris, membentuk cincin di sekitar dasar ovari.
Benangsari ini bebas dan pendek muncul bersamaan pada dasar bunga,
panjangnya 0.5 cm, kecil dan memiliki serbuk sari yang steril. Ovari melekat pada dasar bunga , hampir bulat dengan 4-8 ruang (Yaacob dan Tindall, 1995). Tipe buah manggis termasuk tipe berri, pipih pada bagian dasarnya dan di bagian pangkalnya terdapat kelopak dan rongga-rongga stigma yang tetap tinggal pada ujung buahnya. Buah berbentuk bulat atau agak pipih dan relatif kecil dengan diameter 3.5-8 cm. Berat buah bervariasi dari 75- 150 g (Yaacob dan Tindall, 1995). Perikarp atau kulit buah manggis memiliki permukaan luar yang
halus
dengan tebal 4-8 mm, keras, berwarna ungu kecoklatan pada bagian luarnya dan ungu pada bagian dalamnya pada buah tua, dan mengandung getah kuning yang pahit (Yaacob dan Tindall, 1995). Buah manggis mempunyai 4-8 segmen dan setiap segmen mengandung satu bakal biji diselimuti oleh aril (salut biji) berwarna putih, empuk dan mengandung sari buah.
Tidak semua bakal biji dalam segmen dapat berkembang menjadi biji.
Umumnya hanya 1-3 bakal biji yang dapat berkembang menjadi biji. Biji-biji berwarna coklat dengan panjang 2-2.5 cm, lebar 1.5-2.0 cm dan tebalnya antara 0.71.2 cm, terbentuk dari jaringan nuselar dalam buah partenokarpi dan dihasilkan secara klonal karena bersifat apomiksis (Yaacob dan Tindall, 1995). Syarat Tumbuh Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada daratan rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis, dengan bertambah tingginya tempat tumbuh pertumbuhan akan semakin lambat dan awal pembungaannya akan semakin lama (Verheij, 1992).
Ketinggian 460 – 610 m di atas permukaan laut
6
7
merupakan tempat tumbuh manggis yang optimum. Iklim yang paling cocok untuk tanaman manggis adalah daerah lembab dengan curah hujan merata sepanjang tahun 1.500–2.500 mm/tahun dan kelembaban udara sekitar 80% dengan iklim kering pendek (Yaacob dan Tindall, 1995). Untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm/bulan dengan musim kering yang pendek untuk merangsang pembungaan.
Suhu yang dibutuhkan oleh tanaman
manggis berkisar antara 250C – 300C dengan naungan 40-70% (Verheij, 1992; Yaacob dan Tindall, 1995). Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, gembur banyak mengandung bahan organik dengan drainase yang baik. Permeabilitas tanah yang baik dengan kelembaban tinggi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman manggis terkait dengan lemahnya sistim perakaran, baik pada saat seedling maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall, 1995). Di samping itu Yaacob dan Tindall (1995) menyatakan bahwa derajat keasaman tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman manggis berkisar antara 5.5-7.0. Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Pertumbuhan merupakan perubahan kuantitatif dalam jumlah sel, ukuran dan massa sel yang tercermin dalam kenaikan bobot bagian tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Pola pertumbuhan pada buah persik menurut Blake dalam Tukey dan Young (1939), terdiri atas tiga periode pertumbuhan dengan kurva sigmoid ganda. Periode pertama adalah pada saat pertumbuhan buah cepat setelah antesis ditandai dengan meningkatnya
volume
endokarp
paling
pesat.
Periode
kedua
dijumpai
perkembangan buah yang lambat. Pada periode ketiga, pertumbuhan kembali pesat sampai masa panen. Perkembangan buah dan biji pada Chinese gooseberry (Actinidia chinensis Planch, cv.’Monty’) pada interval setelah bunga mekar dilaporkan oleh Hopping (1976). Pembelahan sel di dalam jaringan buah tersebut yaitu perikarp luar, perikarp dalam dan bagian pusat diawali yaitu berturut-turut pada hari ke 23, 33 dan 111 hari setelah bunga mekar. Perkembangan buah merupakan kurva sigmoid ganda yang ditandai dengan periode awal perbesaran sel pada semua jaringan (tahap I, 0-58 hari) diikuti periode perlambatan pembesaran sel (tahap II, 58-76 hari) dan akhirnya
7
8
diikuti dengan periode pembesaran sel-sel di bagian perikarp dalam (tahap III, 76160 hari setelah bunga mekar). Buah manggis dapat di panen apabila kulitnya berubah dari hijau kekuningan berubah menjadi merah keunguan. Umur panen buah manggis berkisar antara 104 – 110 hari setelah bunga mekar (Dirjen Hortikultura, 2007). Indeks panen didasarkan pada perkembangan intensitas warna pada kulit buah (perikarp). Jumlah getah akan berkurang seiring dengan kematangan buah, padatan total terlarut meningkat dan keasaman konstan (Nakasone dan Paull, 1977). Indeks panen warna kulit buah manggis ditetapkan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) manggis dapat dilihat pada Tabel 1 (PKBT, 2007). Tabel 1 Indeks kemasakan buah manggis
Indeks warna
Deskripsi
0
Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik. Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging kulit. Buah belum siap dipanen. Warna kulit buah hijau kemerahan dengan bercak merah hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging kulit. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor. Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor. Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor. Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah mulai masak dan siap dikonsumi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik. Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
1
2
3
4
5
6
8
9
Studi Anatomi Perkembangan Buah Studi anatomi perkembangan buah cherry (Prunus ceracus L.) dilakukan oleh Tukey dan Young (1939).
Dari hasil studi tersebut dijumpai tiga karakteristik
periode perkembangan buah yaitu, tahap I diawali saat bunga mulai mekar selama 20 hingga 22 hari; tahap II periode pertengahan yang perkembangannya lambat selama 12 hingga 16 hari; dan tahap III periode perkembangan cepat hingga pematangan buah yang memerlukan 21 hingga 23 hari. Perubahan ukuran pada buah selama tiga tahapan perkembangan terlihat pada studi ini oleh akibat pembelahan sel dan perbesaran sel dalam proporsi yang bervariasi pada jaringan berbeda pada waktu yang berbeda (Tukey dan Young, 1939). Perkembangan perikarp pada buah peach (Prunus persica) tidak berjalan dalam satu tahapan yang seragam.
Pada awal
perkembangan buah hingga umur delapan minggu, tebal perikarp meningkat dari 1,7 menjadi 37 mm, diikuti dengan periode ke dua selama empat minggu perkembangan perikarp yang melambat, dan akhirnya pada periode ke tiga yaitu setelah tiga minggu ditandai dengan laju perkembangan perikarp yang tinggi dan berakhir dengan kematangan buah (Harrold, 1935).
Studi embriologi pada buah manggis sudah
pernah dilakukan oleh Lan (1984). Hasil studi tersebut dilaporkan bahwa anter manggis bersifat tetrasporangiate dengan tipe ovul anatropus bitegmig dan mikrofil dibentuk oleh integumen luar. Perkembangan kantong embrio tipe poligonum dan endosperma merupakan tipe nuklear. Perkembangan embrio adventif integumentary tidak teratur dan kadang-kadang di dalam kantong embrio yang sama mungkin dapat dijumpai beberapa embrio yang dewasa berbentuk lurus. Selaput biji berkembang dari integumen luar. Biji tidak endospermous dan menunjukkan perkecambahan hipogeal dan 10% dari biji yang berkecambah menghasilkan semaian yang banyak (poliembrio).
Getah Kuning (Gamboge) Salah satu masalah utama yang terdapat pada buah manggis adalah gamboge yang ditunjukkan oleh adanya getah kuning yang mencemari kulit dipermukaan luar dan daging buah (Morton, 1987; Yaacob dan Tindall, 1995).
Buah yang telah
tercemari getah kuning akan menurun kualitasnya sehingga tidak layak untuk diekspor. Gamboge (getah kuning) yang mengucur dari saluran getah seringkali
9
10
mengotori buah manggis. Jika getah ini menembus ke dalam segmen daging buah yang berwarna puttih, daging buah akan menjadi kuning dan rasanya pahit. Gamboge juga sering dijumpai berbentuk bintik kuning pada kulit buah (Verheij, 1992).
Gamboge yang merupakan eksudat resin yang dijumpai pada berbagai
tanaman dari suku Guttiferae berasal dari saluran resin yang rusak (Asano et al., 1996; Pankasemsuk et al., 1996). Getah kuning dapat dijumpai pada buah muda maupun yang sudah masak. Penyakit gamboge merupakan penyakit fisiologis dengan gejala mengerasnya daging buah dan kemudian menjadi coklat kemerahan, sementara kulit buah dan daging buah kehilangan warna karena resin yang berwarna kuning dan rasa daging buahnya menjadi pahit. Penyakit getah kuning merupakan gejala fisiologis yang berkaitan dengan turgoritas sel yang menyusun kulit buah, yaitu pecahnya dinding sel penyusun jaringan endokarp akibat terjadi perubahan air tanah yang cukup fluktuatif dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase perkembangan buah sehingga terjadi perubahan tekanan turgor. Pada saat itulah dinding sel yang tidak terlalu kuat pecah dan mengeluarkan getah kuning (Syah, 2007; Verheij, 1992). Sedangkan spot getah kuning pada kulit luar buah tidak hanya disebabkan oleh faktor endogen tetapi juga karena adanya gangguan luar (mekanis) misalnya curah hujan berlebihan, angin, benturan, penanganan panen yang tidak hati-hati sehingga menyebabkan rusaknya kulit buah dan tusukan/gigitan serangga misalnya Capsids (Yaacob dan Tindall, 1995; Syah, 2007; Verheij, 2002). Buah yang terserang getah kuning pada bagian arilnya, sulit dibedakan dengan buah yang benar-benar sehat, sebelum buah manggisnya sendiri dibuka. Oleh karena itu menyulitkan dalam proses seleksi buah yang terbebas dari serangan getah kuning (PKBT, 2007).
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi,
adanya getah kuning diaril buah dapat dideteksi dengan gelombang ultrasonik (Nasution, 2006; Sandra, 2007). Sunarjono (1998) menyatakan bahwa getah kuning timbul akibat tusukan Helopeltis antonii yang mengeluarkaan toksin sehingga daging buah atau bekas tusukan menjadi kuning. Di sisi lain, ada pendapat yang melaporkan bahwa penyakit getah kuning bukanlah disebabkan oleh faktor fisiologis ataupun hama, melainkan disebabkan oleh patogen. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di
10
11
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, serangan getah kuning pada buah manggis berkaitan dengan serangan cendawan Fusarium oxysforum.
Apabila cendawan
tersebut menginfeksi buah manggis muda dengan bantuan kutu buah, maka cendawan tersebut akan terinkubasi pada buah dalam jangka waktu yang cukup lama, dan gejala getah kuning akan muncul setelah buah matang (Kurniadhi, 2008)
Kandungan Kimia Manggis dan Kerabatnya Getah kuning yang merupakan eksudat resin dari berbagai tanaman suku Guttiferae umumnya digunakan sebagai pewarna dan obat tradisional. Sebagai contoh adalah getah kuning pada tanaman G. hanburyii yang dimanfaatkan sebagai obat leukimia. Untuk tanaman manggis, penelitian yang telah dilakukan adalah mengisolasi senyawa pada bagian daun dan kulit buah (perikarp) manggis, sedangkan penelitian yang mengungkap tentang kandungan senyawa pada getah kuning baik yang ada di kulit permukaan luar maupun yang dijumpai di aril belum pernah dilaporkan Menurut Asano et al, (1995) dari getah kuning G. hanburyii telah diisolasi 11 senyawa xanton sitotoksik yaitu gambogin, morellin, dimethyl acetal, isomoreollin B,
moreollic
acid,
gambogenic
acid,
gambogenin,
isogambogenin,
desoxygambogenin, gambogenin dimethyl acetal, gambogellic acid dan hanburin. Parveen et al.
(1991) telah mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa triterpen
dari daun G. mangostana. Parveen dan Khan (1988) melaporkan 2 senyawa xanton yaitu 1,5,8–Trihydroxy–3-methoxy-2 [methyl-2-butenyl] xanton dan 1,6-hydroxy-3methoxy-2[3-methyl-2-butenyl] xanton yang di isolasi dari daun G. mangostana melalui studi 1H NMR, IR dan mass spektra. Gapalakrishnan dan Balagonesan (2000) melaporkan 2 senyawa xanton yaitu 2,7-di-(3-methylbut-2-enyl)-1,3,8trihydroxy-4-methyl-xanton
dan
2,8,-di-3-methylbut
-2-enyl)-7-carboxy-1,3-
dihydroxy xantone yang di isolasi dari kulit buah G. mangostana.
Selanjutnya
Ketsa dan Atantee (1998) melaporkan bahwa kulit buah manggis (G. mangostana L.) mengandung senyawa fenol dan lignin.
11
12
Struktur Sekretori pada Tanaman Produk sekretori yang disekresi oleh tanaman dijumpai dalam bentuk bervariasi yang merupakan senyawa organik kompleks, seperti minyak volatil (minyak esensial), cairan atau deposit yang tidak berbentuk yang disebut gum, resin, lateks, lendir, garam mineral, dan berbagai senyawa kimia seperti alkaloid, tanin, terpen, dan glikosida. Pada umumnya, senyawa kimia tersebut dihasilkan bersamaan dan disekresi pada struktur khusus atau sel yang disebut struktur sekretori dan sel sekretori (Dickison, 2000; Esau 1974; Esau, 1977; Fahn 1990). Senyawa yang disekresikan oleh tanaman dapat berperan sebagai pertahanan tanaman terhadap serangga, herbivora dan patogen yang membahayakan dan sebagai daya tarik terhadap hewan polinator.
Kadangkala peran senyawa yang disekresikan sering
tidak diketahui (Dickison, 2000; Harborne, 1988; Esau, 1977; McGarvey dan Croteau, 1995). Pada banyak tanaman yang berbeda memiliki saluran sekretori yang memanjang, duktus, atau rongga yang dikelilingi oleh sel pensekresi yang disebut sel epitelial. Struktur sekretori pada tanaman bisa dijumpai di bagian eksternal atau internal tubuh tanaman. Struktur sekretori internal dapat berupa sel-sel sekretori itu sendiri (sel minyak, sel mirosin dan sel idioblas), rongga sekretori (kelenjar minyak), duktus sekretori/kanal (saluran resin dan saluran gum), dan latisifer (saluran getah). Rongga sekretori dan duktus sekretori/kanal berbeda dengan sel sekretori, karena adanya ruangan interselular pada rongga dan duktus sekretori akibat dari luruhnya sekelompok sel (ruang lisigen), membesarnya ruang antar sel (ruang skizogen), atau kombinasi keduanya (ruang skizolisigen) (Dickison, 2000; Esau, 1974; Esau, 1977; Fahn, 1990). Getah kuning yang dihasilkan oleh manggis diduga merupakan getah (lateks). Diduga struktur sekretori penghasil getah kuning pada manggis adalah latisifer. Latisifer merupakan struktur sekresi pada tanaman yang terdiri dari deretan sel yang terjadi secara lisigen dan berisi cairan lateks.
Berdasarkan strukturnya latisifer
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama yaitu latisifer beruas (articulated laticifer) dan latisifer tak beruas (non-articulated laticifer). Pada beberapa tanaman latisifer tak beruas berkembang menjadi latisifer tak bersekat dan tak bercabang (non - articulated unbranched laticifers), atau latisifer tak bersekat dan bercabang yang
12
13
disebut non articulated branched laticifers. Latisifer bersekat di bedakan menjadi latisifer bersekat yang tidak bercabang (articulated non-anastomosing (unbranched) laticifers dan latisifer bersekat yang bercabang yang
articulated anatomising
(branched) laticifers (Dickison, 2000; Fahn, 1990; Esau 1974). Lateks yang merupakan suatu suspensi atau emulsi berbeda-beda pada berbagai spesies, misalnya suspensi partikel karet tersusun atas partikel karet {(C5H9)n}, lilin, resin, protein, minyak-minyak esensial, alkaloid, getah. Lateks berperan dalam proses penutupan luka, sebagai pertahanan terhadap insekta predator, dan pertahanan terhadap mikroorganisme (Fahn, 1990; Dickison, 2000). Dinding sel latisifer seluruhnya bersifat primer yang mengandung selulosa dan sebagian besar merupakan substansi pektat dan hemiselulosa. Dinding-dinding ini sangat terhidrasi, baik dinding tebal maupun dinding tipis yang tidak berbeda dari dinding-dinding sel parenkima disekitarnya, bersifat sangat elastis. (Fahn, 1990; Esau, 1974).
Peran Kalsium Terhadap Struktur Dinding Sel Kalsium merupakan komponen yang penting di dalam dinding sel dan membran sel. Unsur kalsium berperan penting dalam penyusunan struktur dinding sel sebagai Ca-pektat dalam lamela tengah (Marschner, 1995). Ikatan kalsium dengan pektin sangat bergantung terhadap ketersediaan muatan negatif grup karboksilat (grup uronic), yang kemungkinan akan diblokir oleh esterifikasi metil. Oleh karena itu, sintesis dan metabolisme pektin pada dinding sel mempengaruhi pembentukan kalsium struktural (Huang et al., 2005). Defisiensi kalsium pada leci cenderung menyebabkan pecah buah (Huang et al., 2005). Waktu aplikasi kalsium terhadap pecahnya buah berkaitan dengan pola penyerapan kalsium oleh buah selama perkembangannya.
Aplikasi kalsium dipengaruhi oleh anion yang menyertainya
sehingga perlu dipilih kombinasi formulasi kalsium yang tepat (Huang et al., 2005). Kalsium yang telah masuk ke bagian perikarp ditranslokasi ke bagian dinding sel. Kalsium merupakan unsur yang sifatnya kurang mobil, oleh karena itu perlu dilakukan penambahan agen pengkelat seperti asam organik (asam sitrat) dan NAA (Huang et al., 2005).
13
14
Aplikasi Kalsium Melalui Pengapuran Tanah di desa Karacak Kecamatan Leuwiliang pada umumnya memiliki keasaman yang tinggi yaitu dengan pH sekitar 4. Selain itu kandungan kalsium pada tanah menurut hasil penelitian Gunawan (2007) sebesar 0.98 me/100g dan Liferdi (2007) sebesar 0.87 me/100g termasuk kategori sangat rendah. Oleh karena itu tindakan pengapuran perlu dilakukan. Pengapuran pada tanah masam memberikan manfaat menaikkan pH tanah, menambah unsur-unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan unsur-unsur P, Mo, persentase kejenuhan basa, mengurangi keracunan Fe, Mn dan Al, serta memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah. (Hardjowigeno, 1989; Soepardi, 1983; Buckman & Brady, 1969.). Pada umumnya bahan kapur untuk pertanian adalah berupa kalsium karbonat (CaCO3), dolomit (CaMg(CO3)2), kapur bakar (CaO), dan kapur hidrat (Ca(OH)2 (Hardjowigeno, 1989; Collings, 1955; Pearson & Adams, 1967). Dolomit mengandung 21.6% Ca dan 13.1% Mg (Pearson & Adams 1967). Unsur Ca berperan dalam mempertahankan integritas sel dan permeabilitas membran, sedangkan unsur magnesium berperan pertumbuhan tanaman (pembentukan klorofil dan berperan dalam sistem enzim sebagai aktivator) (Marschner, 1995; Sanchez, 1976; Hardjowigeno, 1989).
Pengaruh Aplikasi Kalsium Melalui Penyemprotan pada Buah Kalsium merupakan unsur yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur kalsium di organ tubuh tanaman diperlukan untuk membentuk lamela tengah baru. Kalsium diserap tanaman dalam bentuk ion-ion Ca2+. Kalsium merupakan bagian integral dari dinding sel. Kalsium mempengaruhi ketegaran dinding sel dengan membentuk ikatan silang dengan rantai pektik (Marschner, 1995).
Beberapa
penelitian menunjukkan aplikasi kalsium efektif dalam mengurangi pecah buah pada sweet cherries (Brown et al., 1995; Glenn dan Poovaiah, 1989). Huang et al. (2005) melaporkan aplikasi kalsium umumnya mengurangi pecah buah, tetapi efeknya bervariasi dengan waktu aplikasi dan formulasi kalsium. Callan (1986) melaporkan bahwa pemberian Ca(OH)2 lebih efektif dibandingkan dengan CaCl2 mengurangi pecah buah pada sweet cherry.
dalam
Menurut Huang et al. (2005)
penyemprotan garam Ca(NO3)2 pada buah leci jauh lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan CaCl2.
14
15
Kalsium masuk ke buah dapat melewati lapisan kutikula dan stomata. Huang et al. (2005) melaporkan stomata terdapat dalam jumlah sedikit pada epidermis buah leci, oleh karena itu hanya sebagian kecil kalsium yang menempel pada permukaan buah yang dapat diserap.
Kondisi iklim seperti kelembaban dan temperatur
mempengaruhi tingkah laku stomata yang berpengaruh terhadap penyerapan kalsium. Aplikasi kalsium dengan cara disemprotkan pada buah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kandungan kalsium pada jaringan buah sehingga diharapkan dapat mengurangi rusak/pecahnya sel-sel penyusun jaringan buah. Setelah kalsium memasuki perikarp, kalsium harus ditranslokasikan pada dinding sel. Huang et al. (2005) melaporkan penyemprotan tunggal kalsium dengan formulasi berbeda pada tiga stadia perkembangan buah menunjukkan, pemberian kalsium paling efektif terjadi pada stadia awal (2 minggu setelah antesis), diikuti dengan pemberian kalsium sebelum perkembangan aril.
15
16
BAB III
STUDI MORFOLOGI DAN ANATOMI PERKEMBANGAN BUAH MANGGIS ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis melalui pengamatan morfologi dan anatomi perkembangan buah. Sampel buah manggis diambil di Kebun Sentra manggis di Leuwiliang, Bogor sedangkan pengamatan morfologi dan anatomi dilakukan di Lab. Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Depatemen Biologi-IPB. Studi morfologi dilakukan dengan mengamati 5 buah manggis per pohon yang diambil secara acak dari 3 ulangan pohon untuk masing-masing umur mulai dari 1 hingga 16 minggu setelah antesis (MSA). Pengamatan anatomi dilakukan terhadap 3 ulangan buah yang diiris secara melintang dengan metode parafin. Pola pertumbuhan buah manggis berdasarkan diameter transversal dan longitudinal adalah berupa kurva hiperbola. Kurva pertumbuhan manggis yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur 1 hingga 6 MSA, seiring dengan perkembangan anatomi buah pada semua peubah. Warna kulit buah, kelopak dan tangkai buah bervariasi seiring dengan perkembangan buah. Spot getah kuning di kulit luar buah sudah dijumpai pada saat buah muda, sedangkan spot getah kuning di aril baru dapat dideteksi pada saat buah berumur 14 -16 MSA. Jumlah lapisan eksokarp selama perkembangan buah muda hingga dewasa bertambah seiring dengan perkembangan buah. Densitas dan ukuran stomata pada buah pada berbagai stadia umur buah berbeda nyata. Kata kunci: minggu setelah antesis (MSA), kurva hiperbolada, getah kuning, densitas stomata
17
STUDY ON MORPHOLOGICAL AND ANATOMICAL FRUIT GROWTH OF MANGOSTEEN
Abstract The objectives of this research were to study growth and development pattern of mangosteen fruit based on the morphology and anatomy of mangosteen fruit development. Fruit samples were taken from the mangosteen plantation in Leuwiliang, Bogor while morphological and anatomical observations were caried out in Plant Anatomy and Morphologi Laboratory, Department of Biology, Bogor Agriculture University. Morphological study was conducted by observing five fruits/tree collected randomly from three replications at various stages started from one until sixteen weeks after anthesis (WAA). Anatomical observation was carried out on three transversally sectioned fruits using paraffin method. Mangosteen fruit growth curve based on transversal and longitudinal diameters was hyperbolic curve. The fruits grew rapidly in the first six weeks along with the fruit anatomical development on all parameters. Fruit skin, sepal and fruit stalk color was varied along with the fruit development. Yellow latex spots on the outer part of the fruit were found in the younger fruit, while yellow latex spot in the aril could be found in older fruit from 14 until 16 WAA. The number of exocarp layers increased during the young fruit development until mature in parallel with the fruit development. Stomatal density and sizes on various age stages of fruit were significantly different.
Keywords: week after anthesis (WAA), hiperbolic curve, yellow latex, stomatal density
18
Pendahuluan
Latar Belakang Penelitian perkembangan morfologi buah manggis sudah pernah dilakukan oleh Kartika (2004). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa diameter buah manggis di Leuwiliang memiliki pola pertumbuhan sigmoid ganda, sedangkan buah manggis yang berada di Taman Buah Mekar Sari menunjukkan pola pertumbuhan sigmoid tunggal.
Pertumbuhan buah di Leuwiliang cukup
bervariasi, pertumbuhan buah cukup pesat sejak minggu ke dua sampai minggu ketiga setelah antesis, kemudian pertumbuhannya melambat sampai melewati umur 50 HSA, setelah itu pertumbuhan menjadi pesat kembali sampai tiba masa panen. Pertumbuhan buah di Mekar Sari menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada umur 0-70 HSA, dan selama masa ini buah mengalami perbesaran dan peningkatan jumlah selnya. Kemudian pertumbuhannya menjadi lambat kembali sekitar tiga minggu menjelang panen, karena buah sedang dalam proses pematangan, sedangkan pertumbuhan dan perbesaran sel sudah tidak terjadi lagi pada masa tersebut. Pola pertumbuhan buah, diferensiasi jaringan dan perubahan fisiologi antara satu spesies dengan spesies yang lain sangat bervariasi.
Studi
perkembangan buah cherry (Prunus ceracus L.) yang dilakukan oleh Tukey dan Young (1939) menunjukkan pola pertumbuhan berupa kurva sigmoid ganda. Dari hasil studi tersebut dilaporkan bahwa dijumpai tiga karakteristik periode perkembangan buah yaitu, tahap I diawali saat bunga mulai mekar selama 20 hingga 22 hari; tahap II periode pertengahan yang perkembangannya lambat selama 12 hingga 16 hari; dan tahap III periode perkembangan cepat hingga pematangan buah yang memerlukan 21 hingga 23 hari. Perubahan ukuran pada buah selama tiga tahapan perkembangan terlihat pada studi ini oleh akibat pembelahan sel dan perbesaran sel dalam proporsi yang bervariasi pada jaringan berbeda pada waktu yang berbeda. Pola pertumbuhan pada buah persik menurut Blake dalam Tukey dan Young (1939), terdiri atas tiga periode pertumbuhan dengan kurva sigmoid ganda. Periode pertama adalah pada saat pertumbuhan buah cepat setelah antesis ditandai dengan meningkatnya volume endokarp paling
19
pesat. Periode kedua dijumpai perkembangan buah yang lambat. Pada periode ketiga, pertumbuhan kembali pesat sampai masa panen. Kuncup bunga manggis muncul di ujung ranting.
Kuncup bunga
memerlukan waktu kurang lebih 40 hari sampai bunga mekar (antesis) dan buah akan matang sekitar 100-120 hari setelah antesis (Rai et al., 2006; Verheij, 1992). Penelitian tentang getah kuning pada buah manggis telah dilakukan dan dilaporkan oleh penulis pada Bab IV. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa getah kuning pada aril dijumpai karena pecahnya saluran getah kuning yang dijumpai pada bagian dalam kulit buah (endokarp). Getah kuning mulai mengotori aril sejak buah berumur sekitar 14 minggu setelah bunga mekar (antesis).
Hal ini diduga berkaitan dengan fase pembesaran ukuran sel-sel
penyusun jaringan di dalam perkembangan buah. Diduga pada saat pembesaran sel-sel penyusun jaringan buah terjadi desakan semasa perkembangan buah sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada bagian endokarp buah. Oleh karena itu untuk membuktikan dugaan tersebut perlu dilakukan studi morfologi dan anatomi perkembangan buah terkait dengan munculnya getah kuning di aril buah.
Tujuan Penelitian 1. Mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis yang dikaitkan dengan munculnya getah kuning di aril buah. 2. Mempelajari morfologi dan anatomi perkembangan buah manggis sehingga dapat diketahui perubahan jumlah lapisan dan ukuran sel penyusun jaringan perikarp dan aril buah.
Manfaat Penelitian 1. Diketahui pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis sehingga dapat menjelaskan insiden getah kuning di aril buah. 2. Diketahui morfologi dan histologi perkembangan buah manggis sehingga dapat menjelaskan perubahan susunan dan ukuran sel penyusun jaringan buah.
20
Hipotesis 1. Diduga pola pertumbuhan buah manggis adalah kurva sigmoid seperti pada pola pertumbuhan buah lainnya. 2. Dijumpai perbedaan morfologi dan anatomi antara buah muda dan buah tua sehingga dapat menjelaskan perubahan jumlah lapisan dan ukuran sel. 3. Pada saat perkembangan buah diduga terjadi desakan akibat perkembangan pembesaran aril dan biji dari arah dalam menuju ke luar jaringan buah sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada endokarp buah.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2006 hingga Maret 2007. Pengambilan sampel buah di lapang dilakukan di sentra produksi manggis di kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan morfologi buah dilakukan di Lab. Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi - IPB.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian anatomi buah adalah pohon manggis yang sudah berproduksi. Buah diambil dari pohon yang telah berumur 30 tahun. Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk pembuatan sediaan mikroskopis antara lain parafin, tertier butil alkohol, safranin dan fast green. Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, penggaris, cutter, oven, mikrotom dan mikroskop.
Metode Penelitian 1. Pengamatan Morfologi Buah manggis Pengambilan Sampel.
Studi pertumbuhan buah dan anatomi buah
dilakukan pada buah muda hingga buah dewasa. Sebanyak 5 buah/pohon diambil secara acak dengan ulangan 3 pohon untuk pengamatan rutin setiap minggu sehingga total terdiri dari 15 buah yang dipanen, dimulai 1 minggu setelah antesis sampai 16 minggu setelah antesis (MSA). Selama pertumbuhan buah terdapat
21
enam belas kali pengambilan sampel yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 MSA. Untuk memperoleh buah dengan kriteria umur tersebut, dilakukan pelabelan pada bunga yang telah mekar yang digunakan sebagai ciri dari saat antesis terjadi. Buah manggis yang telah dilabel kemudian dipanen sesuai dengan umur pengambilan sampel sehingga pengamatan perkembangan buah tidak dilakukan pada buah yang sama. 2. Studi Anatomi Sediaan Mikroskopis Buah Sampel buah sebanyak 3 buah yang diambil secara acak juga diamati struktur anatomi buah. Pengamatan anatomi dilakukan terhadap sediaan mikroskopis yang dibuat dengan metode parafin (Johansen, 1940). Sediaan irisan transversal buah manggis 7 hingga 112 HSA dibuat dengan metode parafin. Buah difiksasi di dalam larutan FAA (5 ml formalin, 5 ml asam asetat glasial, 90 ml alkohol 50%). Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan embedding mengikuti metode Johansen (1940).
Sampel yang telah difiksasi
selama 48 jam di dalam larutan FAA dicuci dengan alkohol 50% sebanyak 4 kali masing-masing selama 1 jam.
Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam
sampel di dalam larutan seri Johansen (Lampiran 1). Infiltrasi parafin ke dalam jaringan dilakukan secara bertahap dengan menambahkan parafin beku ke dalam wadah yang berisi sampel, tertier butil alkohol dan minyak parafin, kemudian dibiarkan terbuka pada suhu ruang selama 1 – 4 jam dan dilanjutkan di dalam oven suhu parafin.
60 oC. Setelah melalui infiltrasi jaringan ditanam di dalam blok Selanjutnya sampel yang ada di dalam blok dilunakkan dengan
merendam di dalam larutan Gifford (80 bagian alkohol 60 %, 20 bagian asam asetat glasial dan 5 bagian gliserin) selama 1 bulan.
Kemudian sampel diiris
dengan ketebalan 10 μm dengan menggunakan mikrotom putar. Pita parafin yang diperoleh direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi dengan perekat albumingliserin dan dikeringkan di atas hotplate dengan suhu 40 oC selama 3 – 5 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan rangkap dua safranin 1% dan fastgreen 0.5%. Preparat yang telah diwarnai ditetesi entelan kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop.
22
3. Analisis Densitas dan Ukuran Stomata pada Buah Pengukuran densitas (jumlah stomata/mm2) dan ukuran stomata dilakukan pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA.
Pengukuran dilakukan pada lima buah
manggis/pohon masing-masing pada stadia umur di atas dengan menggunakan 3 ulangan pohon.
Kulit luar buah manggis di sayat dengan silet, kemudian
direndam sekitar 30 menit di dalam larutan bayclin (mengandung bahan aktif 5.25% NaHClO3 untuk melarutkan klorofil. Setelah itu sampel dicuci dengan aquades lalu diwarna dengan safranin 1 %. Sampel diletakkan di gelas obyek yang diberi medium gliserin 30% lalu ditutup dengan gelas penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya. Densitas dan ukuran stomata dihitung pada 5 ulangan bidang pandang.
4. Peubah Pengamatan Pengamatan perkembangan morfologi dan anatomi buah dilakukan setelah buah dipanen. Peubah yang diamati adalah: -
Perkembangan diameter transversal dan longitudinal buah diukur dengan jangka sorong mulai dari umur 1 hingga 16 MSA
-
Ketebalan perikarp buah diukur dengan penggaris mulai dari umur 1 hingga 16 MSA.
-
Tebal aril dan biji pada sektor yang paling berkembang pada sayatan melintang buah diukur dengan penggaris mulai dari umur 1 hingga 16 MSA.
-
Tebal biji yang paling berkembang pada sayatan melintang buah diukur dengan penggaris mulai dari umur 1 hingga 16 MSA.
-
Warna kulit luar buah, kelopak dan tangkai buah manggis diamati mulai umur 1 hingga 16 MSA dengan menggunakan Munsell Color Chart yang kemudian di sesesuaikan dengan Banana Color Charth.
-
Jumlah lapisan dan ukuran sel-sel penyusun jaringan eksokarp, mesokarp, endokarp dan aril buah diamati mulai dari umur 1 hingga 16 MSA.
23
Pengukuran dilakukan secara acak terhadap 5 sel pada 5 ulangan bidang pandang dengan 3 ulangan buah. -
Pengukuran densitas (jumlah stomata/mm2) dan ukuran stomata pada buah umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA dengan menggunakan mikroskop pada 5 ulangan bidang pandang. Hasil dan Pembahasan
Kurva Pertumbuhan Buah Manggis. Dari data yang diperoleh, dijumpai bahwa kurva hiperbola dapat dipakai untuk menggambarkan pertumbuhan buah berdasarkan diameter transversal dan longitudinal (Gambar 2A dan 2B).
Hal ini berbeda dengan penelitian
perkembangan morfologi buah manggis yang dilakukan oleh Kartika (2004). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa diameter buah manggis di Leuwiliang memiliki pola pertumbuhan sigmoid ganda, sedangkan buah manggis yang berada di Taman Buah Mekar Sari menunjukkan pola pertumbuhan sigmoid tunggal. Demikian juga berbeda dengan yang dilaporkan oleh Ognjanov et al., (1995); Tukey dan Young, (1939); Ryugo (1988) yaitu kurva pertumbuhan sigmoid ganda dijumpai pada buah peach, cherry dan fig (Esau, 1974). Diameter transversal makin lama makin besar, kemudian kecepatan tumbuh makin lama makin turun, membentuk grafik hiperbola. Demikian juga halnya dengan diameter longitudinal (Gambar 2A dan 2B).
Sedangkan
pertumbuhan aril dan tebal biji meningkat terus dengan kecepatan yang sama (Gambar 2C dan 2D). Pada minggu ke- 10, kecepatan pertumbuhan buah baik diameter transversal dan longitudinal turun, sedangkan tebal biji dan aril naik. Pada waktu itu terjadi seolah-olah adanya tekanan dari dalam terhadap jaringan diantara kulit dan aril. Hal ini kemungkinan bisa menyebabkan pecahnya sel-sel epitel saluran getah kuning. Diameter rata-rata transversal dan longitudinal pada buah umur panen (16 MSA) berturut-turut berkisar antara 5,5-6,4 cm dan 5,4-6,2 cm Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Sidik (2004) yang melaporkan bahwa diameter transversal dan longitudinal manggis di Leuwiliang, Bogor berturut-turut 5,2 dan 5,7 cm pada saat buah umur panen. Pada awal pengamatan waktu antesis terjadi
24
sekitar bulan September 2006 dengan intesitas hujan yang masih rendah, yaitu 40 mm/bulan (Lampiran 2).
Intensitas hujan mulai meningkat sejak bulan
November (404 mm/bulan).
A
B
C
D
E Gambar 2 Pola perkembangan buah manggis pada 1-16 MSA. A. pertumbuhan kumulatif diameter transversal buah; B. Pertumbuhan kumulatif diameter longitudinal buah; C. Pertumbuhan kumulatif tebal biji; D. Pertumbuhan kumulatif tebal aril dan biji; E. Pertumbuhan kumulatif tebal kulit.
25
Tebal aril dan biji yang paling berkembang pada sayatan transversal buah tampak meningkat tajam mulai dari 1 MSA hinggga 7 MSA.
Kemudian
meningkat perlahan hingga umur 12 MSA dan meningkat kembali tajam pada umur 13 MSA, lalu meningkat perlahan hingga umur 15 MSA dan akhirnya meningkat tajam pada umur 16 MSA (Gambar 2C).
Menipisnya ketebalan
perikarp pada buah manggis umur 13 hingga 16 MSA seiring dengan meningkatnya ketebalan aril dan biji serta tebal biji. Kurva linier menggambarkan perkembangan aril dan biji pada buah manggis (Gambar 2C dan 2D). Tebal biji pada sayatan transversal buah tampak meningkat tajam mulai dari 1 MSA hinggga 10 MSA. Setelah minggu kesepuluh biji tumbuh terus, sedangkan aril tumbuh melambat. Tebal biji kemudian meningkat perlahan hingga umur 11 MSA dan meningkat kembali tajam hingga umur 16 MSA (Gambar 2D). Tipe kurva yang sama dengan perkembangan tebal aril dan biji, yaitu linier untuk menggambarkan pertumbuhan tebal biji. Berdasarkan data ketebalan kulit, kurva kuadratik menggambarkan pertambahan ketebalan kulit pada buah manggis. Rata-rata ketebalan kulit buah (perikarp) meningkat tajam mulai dari umur 1 MSA hingga 5 MSA. Pada minggu ke lima, ketebalan kulit buah mulai menurun, kemudian ketebalan kulit meningkat perlahan dan mencapai ukuran maksimum pada umur 9 MSA, lalu menurun perlahan hingga umur 15 MSA dan menurun tajam pada umur 16 MSA (Gambar 2E). Pada buah yang tua, kadar air lebih rendah dibandingkan dengan buah muda, sehingga sel-sel penyusun jaringan perikarp mengkerut dan akibatnya kulit buah menjadi tipis. Pada Tabel 2 terlihat bahwa koefisien regresi (slope) untuk diameter transversal dan longitudinal pada 10 minggu pertama kurang lebih sama sekitar 0.3 dan pada minggu 11-16 minggu setelah antesis menurun drastis menjadi sekitar 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan diameter buah tumbuh melambat pada 11-16 MSA. Untuk tebal aril dan biji serta tebal biji koefisien regresi cenderung tetap sekitar 0.1. Hal ini berarti bahwa tebal aril dan biji meningkat terus dari 1 hingga 16 MSA. Nilai koefisien regresi tebal biji pada 1-5 MSA sekitar 0.1, kemudian tumbuh melambat pada 6-10 MSA dan akhirnya tumbuh cepat pada 11-16 MSA. Koefisien regresi tebal kulit pada 1-5 MSA
26
sebesar 0.0693 kemudian pada 6-10 MSA menurun dan akhirnya pada 11-16 MSA menurun menjadi negatif. Hal ini mnunjukkan pertumbuhan tebal kulit melambat dan akhirnya menurun pada 11-16 MSA.
Morfologi Buah Buah manggis pada umur 1 hingga 7 MSA berwarna hijau muda (light green). Makin tua umur buah pada umur 8 hingga 12 MSA buah berwarna hijau sedang (medium green) (Gambar 3A), selanjutnya buah pada umur 13 MSA berwarna hijau muda dengan sedikit bercak garis merah muda di sekitar kelopak. Pada umur 14 MSA kulit buah manggis berwarna hijau muda dengan guratan garis berwarna merah jambu. Pada umur 15 MSA kulit buah berwarna merah jambu, sedangkan buah akan berwarna ungu ketika sudah tua pada16 MSA (Gambar 3B). Tabel 2 Laju pertumbuhan (cm/minggu) dari diameter buah, tebal aril dan biji, tebal biji dan tebal kulit, diturunkan dari persamaan linier dengan waktu Umur (MSA) 1-5
Diameter Diameter transversal longitudinal 0.3831 0.3136
Tebal aril dan biji 0.1728
Tebal biji
Tebal kulit
0.1039
0.0693
6-10
0.3789
0.3303
0.1677
0.0783
0.0002
11-16
0.1090
0.1068
0.1650
0.1175
-0.0161
Warna kelopak buah manggis pada umur 1 hingga 11 MSA berwarna hijau sedang (medium green), sedangkan pada umur 12 hingga 15 MSA kelopak buah manggis berwarna hijau (green) dan warna kelopak akhirnya berwarna
hijau
tua (dark green) ketika buah matang pada umur 16 MSA
(Gambar 3B). Tangkai buah manggis sejak umur 1 hingga 5 MSA berwarna hijau sedang, sedangkan pada umur 6 hingga 15 MSA berwarna hijau, dan warna tangkai buah berubah menjadi hijau tua ketika sudah tua (Gambar 3). Spot getah kuning di luar kulit buah dapat dijumpai pada buah muda hingga buah tua (Gambar 4).
Spot getah kuning tersebut dapat dibersihkan
dengan cara di lap dengan kain halus. Apabila getah kuning masih menempel
27
pada kulit buah, pembersihan selanjutnya dapat menggunakan tangan dengan cara mencongkel (PKBT, 2007).
12 MSA 9 MSA
11 MSA
10 MSA
8 MSA
7 MSA
6 MSA 5 MSA
A
B
1 MSA
1 3 MSA
2 MSA
1 4 MSA
3 MSA
1 5 MSA
4 MSA
1 6 MSA
Gambar 3. Perkembangan morfologi buah manggis A. umur 1 hingga 12 MSA dan B. morfologi buah umur 13 hingga 16 MSA (Sumber: Tesis, Siti Ropiah, 2009)
28
Gambar 4 Spot getah kuning di kulit luar buah manggis berumur 13 MSA.
Getah kuning pada mesokarp Aril Biji
Gambar 5 Getah kuning pada perikarp dan aril buah manggis umur 7 MSA.
Aril
perikarp
Gambar 6 Getah kuning pada aril buah manggis berumur 16 MSA.
29
Spot getah kuning pada aril buah muda sulit dideteksi, karena aril masih melekat dengan kulit buah dan kulit buah muda masih banyak mengandung getah yang encer, sehingga pada waktu kulit buah disayat getah akan keluar mengotori aril.
Pada buah muda, jika dibelah secara melintang akan tampak getah kuning
keluar dari kulit buah (perikarp) maupun aril buah. Getah yang ada di aril, pada awalnya berwarna kuning, setelah dibiarkan beberapa saat akan berubah menjadi merah (Gambar 5). Keluarnya getah kuning dari perikarp dan aril buah muda sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan pada bab IV, yaitu bahwa saluran getah dijumpai tidak hanya di perikarp melainkan juga di jaringan aril. Getah kuning di aril hanya dapat diketahui jika buah dibuka (Gambar 6). Pengalaman penyortir menunjukkan bahwa buah manggis yang terkena getah kuning memiliki bobot relatif lebih berat dari pada uah yang sehat (PKBT, 2007). Insiden getah kuning di aril dapat dijumpai pada buah manggis umur 14 hingga 16 MSA. Hal ini bisa terjadi, karena kemungkinan pada aril buah yang bergetah proses respirasi terganggu, sehingga laju respirasi lebih rendah dari buah normal akibatnya bobot buah menjadi lebih berat. Terganggunya laju respirasi tersebut, belum diketahui penyebabnya. Adanya getah kuning mengotori aril kemungkinan karena getah kuning tersebut masih berupa gluko terpen dengan kandungan air yang lebih banyak (encer). Pada
saat perkembangan buah, biji bertambah besar terus, tetapi
pertambahan volume sedikit, dan terjadi desakan dari dalam (Tabel 2), sehingga sel epitel yang mengelilingi saluran getah kuning yang ada di endokarp pecah dan getah kuning yang masih encer tersebut keluar dari saluran getah mengotori aril. Getah kuning pada aril buah disertai dengan buah berwarna bening (transparan) dan daging buah melekat ke kulit dengan rasa buah yang pahit. Anatomi Buah Pengamatan anatomi buah manggis dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9. Lapisan terluar buah manggis adalah kutikula yang ditandai dengan warna merah. Bagian eksokarp buah tersusun atas jaringan sklereid tipe brakisklereid yang penebalan dinding selnya mengandung lignin
ditandai dengan warna merah
terhadap pewarna safranin (Gambar 7). Jumlah lapisan eksokarp dari buah
30
muda hingga dewasa bertambah seiring dengan perkembangan buah. Jumlah lapisan terbanyak dijumpai pada buah umur 11 MSA. Namun pada buah umur 12 MSA jumlah lapisan sel eksokarp menurun perlahan dan cenderung stabil hingga umur 16 MSA (Gambar 8). Lapisan endokarp sulit dibedakan dengan lapisan mesokarp buah. Oleh karena itu pengamatan jumlah lapisan mesokarp dan eksokarp Saluran getah kuning mesokarp
Saluran getah kuning Saluran getah kuning
endokarp
arilus
Saluran getah kuning
500µm
Gambar 7 Sayatan melintang buah manggis umur 12 MSA.
Gambar 8 Perubahan jumlah lapisan sel eksokarp dan total sel mesokarp dan endokarp pada buah manggis umur 1-16 MSA.
31
endokarp digabung menjadi satu data. Pada saat umur 1 MSA, sel eksokarp terdiri hanya 1 lapis dan aril serta biji dengan penelitian Rai (2006) yang
sudah
terbentuk.
Hal
ini
sesuai
melaporkan bahwa segmen aril telah
mulai berkembang pada stadium delapan yaitu pada saat enam hari sebelum bunga mekar, sedangkan pada stadium sembilan yaitu saat bunga mekar primordia bakal biji sudah terbentuk. Pada kurva pertumbuhan manggis saat umur 1 hingga 7 MSA, tampak bahwa perkembangan
histologi buah manggis
minggu 1 hingga 6 MSA
meningkat pesat untuk semua peubah histologi yaitu jumlah lapisan eksokarp, jumlah total lapisan mesokarp dan endokarp, ukuran sel jaringan eksokarp, mesokarp, endokarp, dan aril. Pada minggu ke 6 hingga 8 MSA jumlah lapisan eksokarp, ukuran eksokarp, mesokarp, endokarp dan aril, serta jumlah lapisan mesokarp dan endokarp meningkat perlahan. Pada saat manggis berumur 14 MSA terlihat bahwa jumlah lapisan mesokarp dan endokarp paling tinggi yaitu sebanyak 258 lapis, sedangkan pada manggis umur 15 hingga 16 MSA dijumpai jumlah lapisan sel mesokarp dan endokarp menurun perlahan (Gambar 8). Ukuran sel eksokarp, mesokarp, endokarp dan aril pada minggu pertama dijumpai berukuran paling kecil dan ukuran sel terbesar dijumpai pada jaringan aril pada umur 13 MSA yaitu dengan panjang 57.5 hingga 400 µm (Gambar 9). Diameter buah di minggu ke tujuh dan delapan keadaannya yang merata, juga diikuti oleh data anatomi untuk peubah jumlah lapisan sel eksokarp dan total lapisan sel mesokarp dan endokarp, namun tidak demikian halnya pada peubah ukuran sel eksokarp, sel mesokarp, sel endokarp, dan sel aril. Ukuran sel pada peubah tersebut dijumpai menurun pada minggu ke delapan. Pada Gambar 9 C terlihat bahwa pertumbuhan ukuran sel endokarp meningkat tajam pada buah umur 14 hingga 15 MSA. Selain itu, pertumbuhan kumulatif tebal aril dan biji serta tebal biji meningkat tajam pada buah umur 14 hingga 16 MSA (Gambar 2D dan E). Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang mendesak dari bagian dalam ke arah luar buah, sehingga diduga berkaitan dengan pecahnya saluran getah kuning dijumpai pada endokarp buah. Spot getah kuning di aril baru dapat dideteksi pada umur 14-16 MSA. Ukuran tebal kulit yang menurun pada buah umur 16 MSA juga diikuti dengan penurunan ukuran pada peubah sel eksokarp, endokarp dan
32
aril buah. Hal ini sesuai dengan penelitian pada buah peach dan almond berturutturut yang dilaporkan oleh Ognjanov, et al. (1995) dan Hawker dan Buttrose (1980) yaitu, bahwa perubahan morfologi buah seiring dengan perkembangan anatomi buah. Pada buah manggis, ketika ovari berkembang menjadi buah, dinding ovari berkembang
menjadi
perikarp.
meningkatnya jumlah sel.
Pematangan
perikarp
seiring
dengan
Perikarp berdiferensiasi menjadi tiga bagian yaitu
eksokarp, mesokarp dan endokarp. Pola perkembangan morfologi buah seiring dengan perkembangan histologi buah. Pembelahan sel pada putik sudah terjadi sejak muncul primordia seiring dengn peningkatan ukuran buah, setelah pembelahan sel dilanjutkan dengan pembesaran sel (Esau (1974; Ryugo, 1988). Kurva pertumbuhan manggis yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur 1 hingga 6 MSA, seiring dengan perkembangan histologi buah pada peubah jumlah lapisan sel eksokarp, jumlah lapisan sel mesokarp dan endokarp, ukuran sel eksokarp, mesokarp, endokarp. Pada minggu ke lima setelah antesis, kulit buah mulai menipis, diikuti dengan pertumbuhan biji yang pesat. Pada minggu ke sepuluh setelah antesis, biji tumbuh pesat, tetapi aril mulai tumbuh melambat. Pertambahan volume buah sedikit, tetapi pertambahan biji pesat, sehingga terjadi desakan dari dalam. Desakan ini berupa stres mekanik sehingga kemungkinan saluran getah kuning banyak pecah pada buah setelah buah berumur 10 minggu setelah antesis (MSA). Pada hasil pengamatan diperoleh bahwa getah kuning mulai mengotori aril pada saat buah berumur 14 minggu setelah antessis (MSA). Pada buah yang arilnya terkena getah kuning, tampak rusaknya sel epitel saluran getah kuning.
Analisis Densitas dan Ukuran Stomata pada Berbagai Tahapan Umur Buah Manggis Pengamatan stomata pada kulit luar buah dilakukan pada berbagai tahapan umur buah manggis dilakukan untuk melihat apakah ada
perbedaaan dalam
densitas dan ukuran pada stadia umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pada Bab VI dilakukan studi penyemprotan kalsium pada buah manggis pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis (MSA). Kalsium masuk ke buah salah satunya melewati
33
A
B
C
D Gambar 9 Perubahan ukuran sel eksokarp (A), sel mesokarp (B), sel endokarp (C), dan sel aril (D) pada buah manggis umur 1-16 MSA.
34
stomata yang dijumpai pada buah selain melalui lentisel dan trikoma (Saure, 2005). Oleh karena itu, dilakukan pengukuran densitas (jumlah stomata/mm2) dan ukuran stomata pada buah manggis pada umur 2, 4, 6, 8 dan 10 MSA untuk melihat kemungkinan masuknya kalsium melalui stomata pada berbagai stadia umur buah manggis. Pada Tabel 3 tampak bahwa densitas stomata pada berbagai stadia umur buah berbeda nyata. Densitas terendah (27.29/mm2) dijumpai pada stadia buah umur 10 MSA dengan lebar stomata terendah (19.17/mm2). Panjang stomata terkecil (30.00 µm) dijumpai pada stadia umur 2 MSA, namun tidak berbeda nyata dengan buah manggis berumur 6 dan 10 MSA. Hal ini berarti, waktu penyemprotan garam kalsium pada stadia umur buah mulai dari 2 MSA sudah tepat, karena kalsium dapat masuk ke dalam buah lewat stomata secara optimal. Agar aplikasi kalsium efektif, kation kalsium harus masuk ke dalam jaringan perikarp. Kalsium masuk ke dalam buah dapat melalui kutikula, lentisel, pangkal trikoma dan stomata (Gambar 10) apabila tekanan permukaan cairan kurang dari 30 dyne/cm (Saure, 2005; Huang 2007; Bangerth, 1979; Schonherr dan Bukovac, 1972), namun masuknya kalsium tersebut ke dalam buah sangat sulit (Shear, 1975). Pada kulit buah leci stomata dijumpai sangat
sedikit.
Aplikasi
penyemprotan kalsium pada buah umur 2 minggu setelah antesis lebih efektif dibanding 5 dan 8 minggu setelah antesis (Huang et al., 2005).
Tabel 3 Densitas dan ukuran stomata pada berbagai tingkatan umur buah manggis pada tahun I Umur buah Densitas (jumlah/mm2) (MSA)
Panjang stomata (µm)
Lebar stomata (µm)
2
33.71a
30.00c
21.67a
4
32.11a
31.67b
21.39a
6
34.52a
30.28bc
21.11a
8
33.31a
33.33a
21.48a
10
27.29b
31.11bc
19.17b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
35
50μm
Gambar 10 Distribusi stomata di permukaan kulit luar buah manggis pada umur 4 minggu setelah antesis.
Simpulan 1. Kurva pertumbuhan buah manggis berdasarkan diameter transversal dan longitudinal buah adalah kurva hiperbola. 2. Warna kulit buah, kelopak dan tangkai buah bervariasi seiring dengan perkembangan buah. 3. Jumlah lapisan eksokarp selama perkembangan buah muda hingga dewasa bertambah seiring dengan perkembangan buah. 4. Kurva pertumbuhan manggis yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur 1 hingga 6 MSA, seiring dengan perkembangan anatomi buah pada semua peubah. 5. Pada saat perkembangan buah pada minggu ke-10 terjadi desakan akibat perkembangan pembesaran aril dan biji dari arah dalam menuju ke luar jaringan buah sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada endokarp buah.
36
BAB IV
STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS DAN UJI KUALITATIF SENYAWA FITOKIMIA GETAH KUNING ABSTRAK Masalah utama dalam agribisnis manggis saat ini adalah insiden getah kuning, karena merupakan salah satu faktor yang menurunkan kualitas buah. Struktur saluran getah kuning pada bunga, buah, akar, batang dan daun bibit muda manggis (Garcinia mangostana L.) dan uji kualitatif fitokimia getah kuning dipelajari. Tipe saluran getah kuning pada manggis adalah saluran kanal yang bercabang. Saluran getah tersebut dijumpai pada eksokarp, mesokarp, endokarp, aril buah, bunga, batang dan daun. Pada perikarp, diameter saluran sekretori getah kuning terbesar dijumpai di bagian endokarp. Struktur saluran getah kuning pada tangkai buah menyatu dengan saluran getah kuning yang ada pada buah. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel epitelium yang khas, merupakan sel hidup yang sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah kuning pada aril buah muda yang menunjukkan uji positif terhadap senyawa steroid. Kata kunci: saluran sekretori, getah kuning, perikarp, aril, sel epitelium.
37
STRUCTURE OF YELLOW LATEX SECRETORY DUCTS IN MANGOSTEEN FRUIT AND QUALITATIVE TEST OF YELLOW LATEX PHYTOCHEMISTRY COMPOUNDS ABSTRACT Yellow latex is the main problem in mangosteen agribusiness, because it becomes a factor that reduce fruit quality. The structure of yellow latex secretory ducts in the flower and fruit as well as in the root, stem and leaf of mangosteen (Garcinia mangostana L.) seedling and the qualitative phytochemistry of yellow latex were studied. The ducts were branched, canal-like type. They were found in the exocarp, mesocarp, endocarp, aril of the fruit, flower, stem and leaf. In the fruit, the biggest diameter of the secretory ducts was found in the endocarp. There were continuous secretory ducts from fruit stalk to the fruit. Ultrastructural observation showed that the ducts surrounded by specific epithelial cells, which were living cells containing dense cytoplasm with plastid, mitochondria and golgi apparatus organelles. The qualitative test indicated that the yellow latex collected from stem bark, outer part of fruit, young fruit pericarp, mature aril and young aril contained terpenoid, flavonoid and tannin, but not alkaloid, saponin and steroid, except in the young aril that contained steroid.
Keywords: fruit quality, cytoplasm, endocarp, aril, epithelial cells
37
38
Pendahuluan Latar Belakang Getah kuning pada manggis akan keluar dari saluran getah yang rusak jika bagian tanaman terlukai. Getah kuning merupakan eksudat yang dapat mengotori bagian kulit luar buah maupun daging buah (aril) manggis. Adanya getah tersebut akan mengurangi kualitas buah manggis, sehingga tidak layak ekspor. Struktur dan tipe saluran getah kuning pada manggis belum diketahui, oleh karena itu perlu diteliti.
Penelitian mengenai struktur saluran getah/lateks pada tanaman lain
sudah banyak dilakukan seperti pada Gnetum gnemon (Behnke & Herman, 1978); Jatropha dioica (Cass, 1985); Hypericum perforatum (Ciccarelli et al., 2001); Camphotheca acuminata (Monacelli et al, 2005); Prunus dulcis (Morrison & Polito, 1985); dan Ficus carica (Rachmilevitz & Fahn, 1982). Menurut Syah et al. (2007), saluran getah kuning pada manggis dijumpai pada perikarp buah.
Saluran getah kuning yang ada pada buah diamati
penyebarannya di perikarp buah yaitu di bagian eksokarp, mesokarp dan endokarp buah. Namun perlu ditelusuri lebih jauh apakah saluran getah kuning pada buah tersebut menyatu dengan saluran getah kuning yang dijumpai pada tangkai buah. Getah kuning yang diproduksi tanaman manggis dilaporkan mengandung senyawa resin (Yaacob & Tindall, 1995) dan hal ini diduga berkaitan dengan pertahanan diri tanaman manggis akibat luka terhadap serangan serangga, bakteri dan patogen (Harborne, 1988; McGarvey & Croteau, 1995). Beberapa tanaman diketahui menghasilkan getah yang mengandung senyawa fenol seperti flavonoid dan tanin serta terpenoid yang berkaitan dengan pertahanan diri (Monacelli et al., 2005; Nagy et al., 2000; Martin et al., 2002; Topcu et al., 1995; Behnke & Herrmann, 1978). Pada tanaman manggis, isolasi senyawa pada bagian daun dan kulit buah (Parveen et al., 1991 dan Ketsa & Atantee, 1998) telah dilakukan. Sedangkan penelitian yang mengungkap tentang kandungan senyawa pada getah kuning yang berasal dari permukaan luar kulit buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, dan kulit batang belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa pada getah kuning masih perlu dilakukan untuk meyakinkan apakah kandungan getah ini sama dengan yang ada pada bagian yang lain dari tanaman.
38
39
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui struktur sekretori getah kuning pada buah manggis. Sebagai pembanding diamati juga struktur sekretori pada akar, batang dan daun bibit muda manggis. 2. Mempelajari perkembangan awal struktur sekretori yang diamati pada biji manggis. 3. Mengidentifikasi kandungan senyawa kimia pada getah kuning yang terdapat di kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, dan kulit batang untuk mengetahui apakah getah kuning yang mencemari aril sama dengan getah yang diproduksi.
Manfaat Penelitian 1. Diketahui tipe struktur jaringan sekretori yang mensekresi getah kuning pada buah manggis dan bagaimana getah kuning keluar dari saluran tersebut. 2. Diketahui jenis senyawa kimia yang terkandung pada getah kuning yang dijumpai pada kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, dan kulit batang. Dapat diketahui apakah getah kuning yang mencemari aril sama dengan getah kuning yang diproduksi pada seluruh bagian tanaman.
Hipotesis 1. Tipe struktur sekretori getah kuning pada buah manggis diduga sama dengan tipe getah pada akar, batang dan daun bibit muda manggis. 2. Getah kuning yang mencemari aril sama dengan yang dihasilkan bagian tanaman lainnya dan merupakan getah alami yang diproduksi oleh tanaman manggis.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2006 hingga Juli 2008. Pengambilan sampel buah di lapang dilakukan di sentra produksi manggis di
39
40
kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan struktur sekretori dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi IPB. Penelitian fitokimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian anatomi buah adalah tanaman manggis yang sudah berproduksi dan berumur kurang lebih 20 tahun. Selain itu digunakan juga tanaman bibit muda umur 1 bulan setelah semai dan biji yang dikecambahkan berturut-turut mulai dari 0 hingga 6 hari. Sedangkan bahan getah yang digunakan untuk analisis fitokimia berasal dari tanaman manggis berumur 20 tahun dan buah manggis yang dijual di pasar. Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk pembuatan sediaan mikroskopis dan bahan kimia untuk analisis biokimia getah kuning. Peralatan yang digunakan adalah mikrotom, mikroskop binokuler, dan TEM (Transmission Electron Microscope).
Metode Penelitian 1. Studi Struktur Sekretori Getah Kuning pada Buah dan Tangkai Buah Manggis Pengambilan Sampel. Studi anatomi buah dilakukan pada kuncup bunga hingga buah dewasa beserta tangkai bunga dan buah. Sebanyak 10 buah diambil secara acak pada pohon untuk pengamatan rutin setiap minggu, dimulai 1 minggu sebelum antesis sampai 15 minggu setelah antesis (MSA). Terdapat tujuh belas kali pengambilan sampel yaitu -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 MSA. Sampel buah yang telah diambil, diamati struktur sekretori getah kuning pada perikarp buah. Pengamatan struktur sekretori getah kuning dilakukan terhadap sediaan mikroskopis yang dibuat dengan berbagai metode yaitu metode parafin (Johansen, 1940), metode beku (Martin et al., 2002), dan pengamatan dengan TEM (Transmision Electron Microscope). Untuk pembanding diamati juga struktur sekretori getah kuning pada akar, batang dan daun bibit muda
40
41
tanaman manggis yang berumur 1 bulan setelah semai. Sampel diambil dari 3 ulangan tanaman. Selain itu studi perkembangan awal struktur sekretori diamati pada biji dewasa yang dikecambahkan pada umur 0 hingga 6 hari. Sampel organ akar, batang dan daun serta embrio dibuat sediaan mikroskopis dengan metode parafin (Johansen, 1940).
1.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis Buah, Tangkai Buah, Organ Tanaman Bibit Muda dan Biji Dewasa Manggis dengan Metode Parafin Sediaan irisan transversal dan longitudinal buah manggis dan tangkai manggis -1 hingga 15 MSA, organ akar batang dan daun bibit muda serta embrio dewasa dibuat dengan metode parafin. Buah, tangkai buah, organ tanaman dan embrio dewasa difiksasi di dalam larutan FAA (5 ml formalin, 5 ml asam asetat glasial, 90 ml alkohol 50%). Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan embedding mengikuti metode Johansen (1940). Infiltrasi parafin ke dalam jaringan dilakukan secara bertahap kemudian ditanam di dalam blok parafin. Selanjutnya sampel dilunakkan dengan merendam di dalam larutan Gifford (80 bagian alkohol 60 %, 20 bagian asam asetat glasial dan 5 bagian gliserin) selama 1 bulan. Kemudian sampel diiris dengan ketebalan 10 μm dengan menggunakan mikrotom putar. Pita parafin selanjutnya diwarnai dengan safranin 1% dan fastgreen 0.5%. Preparat yang telah diwarnai ditetesi entelan kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop.
1.2. Analisis Terpenoid pada Buah Manggis dengan Uji Histokimia Menggunakan Metode Beku Sampel buah manggis pada stadia 1 hingga 15 MSA disiapkan untuk cryosectioning dengan cara merendam 1 x 0.5 x 1 cm kulit buah ke dalam larutan formaldehid 4% (w/v) dan 100 mM K2HPO4 (pH 7.5) selama 4 jam. Kemudian sampel dicuci dengan akuades. Sampel selanjutnya dibekukan pada suhu -18o C sebelum disayat dengan mikrotom beku (Yamato RV-240). Sampel disayat secara melintang setebal 20 μm kemudian irisan diletakkan di gelas obyek.
Untuk
pengamatan senyawa terpenoid, sayatan ditetesi dengan larutan tembaga asetat 50%, dan supaya preparat tidak cepat mengering, diberi media gliserin 30% dan
41
42
ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop cahaya.
1.3. Pembuatan Sediaan Mikroskopis Buah Manggis dengan Metode TEM Blok transversal Jaringan aril dan mesokarp dari buah manggis yang berumur 28 hari berukuran 2 x 1 x 2 mm difiksasi di dalam larutan glutaraldehid 5% dalam 0.1 M buffer sodium cacodilat pH 7.4 pada suhu 4oC selama 24 jam. Kemudian sampel di post-fiksasi di dalam osmium tetraoksida 2% pada bufer yang sama, suhu 4oC selama 2 jam. Sampel didehidrasi di dalam seri etanol bertingkat mulai dari etanol 80%, 90%, 100% dan dalam campuran etanol:propilen oxide 3:1, 1:1, dan 3:1 masing-masing selama 30 menit. Sampel diembedding di dalam Spurr’resin. Sebelumnya disiapkan resep resin standar yaitu campuran formula resep standar yang terdiri atas: Vinylcyclophene Dioxide Resin (VCD Resin): Diglycidyl Ether of Polypropylene Glycol (DER 736): Nonenyl Succinic Anhydride (NSA): Dimethylaminoethanol (DMAE) = 10 g : 4 g : 26 g : 0.4 g. Sampel dimasukkan ke dalam medium campuran resin:propylene oxide yaitu 1:1 digoyang selama 30 menit pada suhu kamar, lalu disentrifus dengan 3000 rpm dan supernatan dibuang. Kemudian dituang separuh bagian dari campuran dan ditambahkan resin murni sesuai dengan volume campuran digoyang selama 30 menit pada suhu kamar. Kemudian dituang semua larutan dan diganti dengan resin murni, disimpan selama 2-3 jam pada wadah vakum dan dipompa dengan vakum pada suhu kamar. Selanjutnya dituang semua resin, dan sampel ditanam di dalam tube cetakan dengan resin murni dalam oven vakum pada suhu 70oC selama 8-16 jam (overnight) sehingga resin menjadi kenyal dan mengeras. Selanjutnya sampel di trimming kasar dengan menggunakan ampelas diusahakan bidang irisan berbentuk trapesium dan ujung resin dibuat piramida. Kemudian dilanjutkan dengan trimming halus di bawah mikroskop binokuler yaitu dengan memasang spesimen pada holder dan dihaluskan dengan pisau silet yang tajam.
Sampel disayat dengan ultra mikrotom setebal 70 nm dengan
menggunakan pisau intan. Pita ditempel pada grid ukuran 200 mesh yang terbuat dari tembaga berbentuk lingkaran dengan diameter berkisar antara 2.3 – 3 mm. Pita selanjutnya diwarnai dengan uranil asetat 2% dan triple lead (lead nitrat, lead
42
43
asetat, dan lead sitrat) 4%.
Pita yang telah diwarnai diamati dengan mikroskop
elektron tipe JEM 1010 pada 80 kV.
1.4.
Peubah Pengamatan
-
Mengamati tipe struktur sekretori pada buah, tangkai buah, organ tanaman bibit nuda dan biji dewasa.
-
Menghitung densitas (jumlah saluran sekretori/mm2) dan mengukur diameter saluran sekretori.
-
Mempelajari kesinambungan saluran sekretori pada buah dan tangkai buah.
-
Melihat perkembangan struktur saluran sekretori pada embrio dewasa.
-
Mengamati ultrastruktur struktur saluran sekretori pada buah manggis.
2. Penentuan Jenis Senyawa Fitokimia pada Getah Kuning Sampel getah kuning dari aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, permukaan luar kulit buah dan kulit batang dilakukan uji kualitatif untuk mendeteksi keberadaan senyawa triterpenoid, flavonoid, tannin, saponin, alkaloid, dan steroid mengikuti metode Harborne (1987). Uji Keberadaan Senyawa Terpenoid (Triterpen) dan Steroid : sampel getah sekitar 1 g diberi 5 ml etanol pekat sambil dipanaskan kemudian filtrat disaring. Filtrat yang diperoleh dipanaskan hingga kering lalu ditambahkan 1 ml dietil eter, diaduk rata, kemudian diberi masing-masing 1 tetes asam sulfat pekat dan anhidrous asetat.
Uji keberadaan triterpenoid dan steroid menggunakan
pereaksi Lieberman-Burchard (anhidrous asetat +H2SO4 pekat + etanol). Jika diperoleh warna merah atau ungu menandakan positif senyawa triterpenoid, tetapi jika yang muncul warna hijau atau biru menandakan positif senyawa steroid. Uji Keberadaan Senyawa Fenol (Flavonoid, Tanin dan Saponin): sampel getah sekitar 5 g diberi sedikit akuades lalu dipanaskan selama 5 menit, disaring dan filtrat yang diperoleh masing-masing diuji untuk senyawa flavonoid, tanin, dan saponin. Untuk uji flavonoid ditambahkan sedikit serbuk Mg, beberapa tetes HCl pekat dan 2 ml amil alkohol. Jika diperoleh lapisan amil alkohol berwarna jingga menandakan positif senyawa flavonoid.
Untuk uji tanin,
43
44
terhadap filtrat dilakukan penambahan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 10% apabila muncul warna hitam kehijauan menunjukkan positif senyawa tanin. Untuk uji saponin, apabila filtrat dikocok kuat dan muncul buih yang stabil, maka uji positif terhadap senyawa saponin. Uji Keberadaan Senyawa Alkaloid: sampel sekitar 1 g diberi beberapa tetes NH3 kemudian dihaluskan lalu ditambahkan 5 ml CHCl3 lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diberi 5 ml H2SO4, lapisan asam yang diperoleh dibagi menjadi 3 bagian.
Terhadap masing-masing lapisan asam tesebut diberikan
pereaksi Dragendrof, Mayer, dan Warner. Jika diperoleh endapan jingga, putih dan coklat berturut-turut terhadap ketiga pereaksi di atas menandakan uji positif terhadap senyawa alkaloid.
Hasil dan Pembahasan Distribusi dan Perkembangan Saluran Getah Kuning pada Buah Manggis. Saluran getah kuning sudah dijumpai pada kuncup bunga (-1 MSA) dan bunga mekar/antesis (0 MSA), pada bagian ovari buah. Saluran getah kuning juga dijumpai pada buah muda (1-5 MSA), buah sedang (6-10 MSA) dan buah tua (1115 MSA) (Tabel 4). Pada ketiga umur buah tersebut, saluran getah dijumpai di ketiga lapisan kulit buah yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp. Di samping itu, saluran getah juga dijumpai pada daging buah (aril) (Gambar 7). Kerapatan saluran getah pada mesokarp buah menurun seiring dengan perkembangan ukuran buah. Berkurangnya nilai kerapatan saluran getah diikuti dengan meningkatnya ukuran diameter saluran getah (Tabel 4). Berdasarkan irisan melintang perikarp buah manggis dan struktur tiga dimensi tampak struktur saluran sekretori getah kuning memiliki lumen besar yang dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang khas (Gambar 11). Hal tersebut hampir sama dengan saluran lateks pada Mammillaria heyderi (Cactaceae) (Wittler & J.D. Mauseth, 1984). Sedangkan pada pengamatan irisan membujur perikarp buah manggis, struktur sekretori getah kuning berbentuk saluran memanjang dan bercabang (Gambar 12 dan 13) dan tipe saluran getah kuning pada manggis bukan merupakan tipe latisifer. Tipe saluran getah kuning pada tanaman manggis adalah saluran (kanal) yang bercabang dan kemungkinan
44
45
ruang sekretorinya terbentuk secara skizogen (Esau, 1974; Dickison, 2000; Fahn, 1990). Tabel 4 Diameter (µm) dan densitas (jumlah/mm2) saluran getah kuning pada berbagai perkembangan buah manggis pada ovari bunga dan perikarp buah. Diameter saluran getah (µm) Tahapan
Aril
Densitas * (jumlah/mm2)
Ovari luar/
Ovari tengah/
Ovari dalam/
Eksokarp
Mesokarp
Endokarp
- kuncup
10.0-17.5
25.0-43.5
30.0-67.5
-
-
- mekar
12.5-27.5
31.25-68.75
35.0-75.0
-
57.7-96.3
- muda
22.5-50.0
56.3-112.5
50.0-145.0
25.0-100.0
8.3-20.5
- sedang
27.5-67.5
62.5-168.8
62.5-190.0
45.0-112.5
6.5-7.6
- tua
30.0-82.5
67.5-175.0
112.5-262.5
45.0-137.5
5.1-6.3
Bunga
Buah
* Saluran getah kuning di ovari tengah atau mesokarp. Saluran sekretori getah kuning sudah dijumpai pada stadia kuncup bunga (-1 MSA) dan antesis (0 MSA). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rai et al. (2006) yang melaporkan bahwa pada tahapan 6 hari sebelum antesis, segmen aril sudah mulai berkembang ketika bunga belum mekar. Getah kuning mulai mengotori aril pada saat buah berumur 14 MSA (Dorly et al., 2008). Keadaan
ini
dapat
terlihat dengan kerusakan pada L
300 µm
E
50 µm
Gambar 11 Struktur saluran getah kuning pada irisan melintang mesokarp buah manggis. L: lumen, E: sel epitelium
45
46
E L
P 50 μM
A
50 μm
Gambar 12 Struktur sekretori sayatan melintang pada tulang daun manggis (A) dan model saluran getah kuning secara membujur (B). L: lumen, E: sel epitelium, P: sel parenkima sel-sel epitel penyusun saluran sekretori getah kuning (Gambar 14). Menurut Dorly et al. (2008), getah kuning yang mengotori aril adalah merupakan getah yang keluar karena rusaknya dinding sel epitel penyusun saluran sekretori getah kuning pada endokarp buah dan bukan merupakan eksudat bakteri. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilaporkan Nurcahyani (2005) yaitu bahwa bakteri
Corynebacterium spp. berasosiasi dengan getah kuning pada buah
manggis.
Menurut Syah et al. (2007) dinding saluran getah kuning di endokarp
pecah terjadi karena gangguan fisiologis tanaman, yaitu akibat terjadi perubahan air tanah yang cukup fluktuatif dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase berbuah, sehingga terjadi perubahan tekanan turgor. Pada saat itulah dinding sel epitel yang tidak terlalu kuat pecah dan membuka lubang pada saluran getah kuning, dan mengeluarkannya. Diduga bahwa dengan
rusaknya
saluran sekretori
getah
kuning
berkait
rendahnya konsentrasi kalsium pada dinding sel penyusun sel-sel
epitelial. Huang et al. (2005) melaporkan bahwa
kekurangan kalsium pada
buah leci menyebabkan pecah buah. Spot getah kuning pada kulit luar buah diduga karena rusaknya saluran getah kuning pada bagian eksokarp buah manggis. Syah et al. (2007) dan Verheij (1992) menyatakan spot getah kuning pada kulit bagian luar disebabkan oleh gangguan mekanis seperti tusukan, gigitan serangga, benturan dan cara panen yang ceroboh. Getah kuning yang merupakan eksudat resin (terpenoid) yang dijumpai pada berbagai tanaman dari suku Guttiferae
46
47
berasal dari saluran resin yang rusak (Asano et al., 1996; Pankasemsuk et al., 1996).
2 mm
1 mm
Gambar 13 Mikrograf stereo kumpulan saluran getah kuning pada bagian endokarp buah manggis.
100 µm
Gambar 14 Sel epitelium yang rusak pada struktur saluran getah kuning pada ). sayatan membujur endokarp buah manggis (
Saluran Getah Kuning pada Tangkai Buah. Hasil sayatan membujur, menunjukkan struktur saluran getah kuning pada tangkai buah menyatu dengan saluran getah kuning yang ada pada buah (Gambar 15).
Hal yang sama juga dijumpai untuk saluran getah pada Ficus carica
(Rachmilevitz & Fahn, 1982). Saluran sekretori getah kuning pada tangkai buah dijumpai pada bagian korteks dan di antara jaringan penyusun berkas pembuluh. Ukuran diameter saluran getah kuning pada tangkai buah pada buah muda hingga buah tua di antara berkas pembuluh lebih besar dibanding pada bagian korteks, yaitu berturut-turut berkisar 30 – 162.5 µm dan 30 – 100 µm.
47
48
Saluran sekretori getah kuning
Buah
Tangkai buah 500µm
Gambar 15 Sayatan membujur tangkai dan dasar buah manggis. Saluran Getah Kuning pada Bibit Muda Manggis. Pengamatan saluran getah kuning pada bibit muda manggis umur 1 bulan bertujuan mempelajari kesinambungan struktur saluran getah tersebut. Pada akar tidak dijumpai saluran getah kuning. Pada batang bibit muda manggis ditemukan saluran getah kuning pada berbagai posisi mulai dari bagian bawah yaitu posisi A tepat 1 cm di atas permukaan tanah (Gambar 16) hingga posisi batang tempat munculnya daun pertama. Pada batang di posisi A, saluran getah kuning dijumpai hanya pada bagian korteks dan tidak dijumpai pada empulur batang. Sedangkan pada batang di posisi B dan C (Gambar 16), saluran getah kuning dijumpai baik pada korteks maupun empulur (Gambar 17). Behnke & Hermann (1978) melaporkan bahwa latisifer artikulat pada Gnetum gnemon dijumpai pada korteks dan empulur batang. Diameter saluran getah kuning pada batang di daerah korteks berkisar 17.5 – 50.0 µm, sedangkan pada bagian empulur berkisar antara 17.5 – 30.0 µm. Pada bagian korteks batang dijumpai sel-sel inisial pembentuk saluran getah kuning yang berjumlah 16-26 sel. Sel-sel inisial ini mudah dibedakan dari sel-sel parenkima penyusun korteks batang, karena selnya berukuran relatif lebih kecil (Gambar 18).
Sel-sel inisial pada Mammea americana dijumpai pada ovari
bagian mesofil (Mourao & Beltrati, 2000). Pada Nerium oleander dan Euphorbia
48
49
marginata berturut-turut dijumpai
28 dan 12 sel inisial (Mahlberg, 1961;
Mahlberg & Sabharwal, 1967), sedangkan pada Jatropha dioca dijumpai 5-7 sel inisial (Cass, 1985). Saluran getah kuning sudah dijumpai pada daun pertama pada bibit muda manggis yang berumur 1 bulan setelah semai. Pada daun, saluran getah kuning dijumpai pada jaringan parenkima tulang utama daun dengan diameter berkisar 30.0 – 37.5 µm. Pada helaian daun, saluran getah kuning terdapat di ruang antara sel-sel penyusun jaringan palisade dan sel-sel penyusun jaringan bunga karang berturut turut berdiameter 17.5 – 37.5 µm dan 25.0 – 37.5 µm (Gambar 19). Distribusi latisifer bercabang tidak bersekat pada Euphorbia supina dijumpai di seludang pembuluh tulang daun utama (Monacelli et al., 2005; Rosowski, 1968), ruang antar sel jaringan palisade dan ruang di antara sel-sel penyusun jaringan bunga
karang (Rosowski, 1968). Hal ini mirip dengan distribusi saluran
sekretori getah kuning yang dijumpai pada daun pertama bibit muda manggis. Studi sistematik untuk tipe dan ontogeni struktur saluran sekretori getah kuning pada manggis belum pernah dilakukan. tanaman dari famili yang sama
Tipe saluran lateks pada beberapa
tidak selalu sama.
Sebagai contoh, pada
Euphorbia marginata tipe saluran getahnya adalah latisifer tak bersekat (Mahlberg, 1959 ; Mahlberg & Sabharwal, 1967) sedangkan pada Hevea yang termasuk pada famili yang sama yaitu, Euphorbiaceae, saluran getahnya adalah tipe bersekat (Hao & Wu, 2000). Oleh karena itu, tipe latisifer tidak selalu menunjukkan hubungan secara taksonomi.
Ultrastruktur Saluran Getah Kuning pada Buah Manggis. Sel-sel inisial saluran sekretori memiliki vakuola berukuran besar, dengan kerapatan sitoplama mengandung banyak mitokondria, dan memiliki dinding sel yang tebal (Gambar 20A). Saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang khas.
Sel-sel epitelium tersebut merupakan sel hidup yang
sitoplasma nya dipadati oleh organel plastida,
mitokondria, dan badan golgi
(Gambar 20B dan 20C). Monacelli et al. (2005) melaporkan bahwa sel-sel yang mengelilingi saluran latisifer memiliki plastida dengan butir pati yang berlimpah
49
50
Gambar 16 Bibit muda manggis. A:1 cm, B: 5 cm, C: 9 cm dari permukaan tanah.
sgk
pith korteks
200µm
Gambar 17 Sayatan melintang batang bibit muda manggis. sgk: saluran getah kuning
50 µm
50 µm
Gambar 18 Sel-sel inisial pembentuk saluran getah kuning pada korteks batang tanaman bibit muda ( ).
50
51
sgk
pal
par
bk
200µm
Gambar 19 saluran Sayatan sekretori melintang getah daun bibit muda manggis. par:pada parenkima, pal:palisade, distribusi kuning yang dijumpai daun pertama bk: bunga karang, sgk: saluran getah kuning.
dengan vakuola yang kosong. Indikasi awal pada inisiasi saluran getah adalah diferensiasi sitoplasmik yang padat dari sel-sel sekretori pada bagian mesokarp parenkima vaskular (Morrison & Polito, 1985; Rachmilevitz & Fahn, 1982). Nesller dan Mahlberg (1978) melaporkan retikulum endoplasma, pada awalnya dominan membentuk ribosom kasar yang terbentuk pada bagian permukaannya, dan tampak menyebar di sepanjang sitoplasma yang padat dari sel-sel inisial saluran getah kuning. Menurut Wittler & Mauseth (1984) mitokondria dan badan lipid sangat umum pada sel-sel saluran sekretori yang baru terbentuk. Sel-sel inisial saluran gum pada buah almond ditandai dengan sitoplasma yang dipadati oleh organel diktiosom, vesikel diktiosom, mitokondria dan retikulum endoplasmik kasar (Morrison & Polito, 1985). Struktur Sekretori pada Embrio Biji Dewasa. Saluran sekretori getah kuning tidak dijumpai pada biji dewasa. Pada biji dewasa manggis yang telah dikecambahkan dari 0 hingga 6 hari tidak dijumpai struktur embrio. Struktur biji dewasa manggis dapat dilihat pada Gambar 21. Hal ini tidak sama seperti pada Nerium oleander dan Euphorbia marginata yaitu bahwa sel-sel inisial saluran getah latisifer dijumpai pada embrio (Mahlberg, 1961; Mahlberg dan Sabharwal, 1967).
51
52
2 µm
1 µm
B
A
1 µm
C Gambar 20 Mikrograf TEM sayatan melintang saluran sekretori getah kuning A-D. A. Sel-sel inisial saluran sekretori pada aril. B. Sel-sel epitel saluran sekretori pada aril. C. Sel-sel epitel saluran sekretori mesokarp buah. mt: mitokondria, ds:dinding sel, V: vakuola, TW: penebalan dinding sel, SE: sel epitel Sg: saluran getah kuning, P: plastida, G: aparatus golgi ,
Analisis Terpenoid pada Buah Manggis dengan Uji Histokimia. Senyawa terpenoid yang terkandung pada getah kuning diwarnai dengan pewarna tembaga asetat
pada uji histokimia ditandai
dengan
getah
berwarna kuning kecokelatan yang dijumpai pada perikarp dan aril buah manggis (Gambar 22A dan 22B). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Martin et al. (2002) untuk senyawa terpenoid yang terkandung dalam resin pada tanaman norway spruce.
52
53
A
B
50 µm
Gambar 21 Struktur biji dewasa (A) dan sayatan membujur biji dewasa (B).
A
50 µm
B
50 µm
kecokelatan pada perikarp dan aril buah kecoklatan) manggis (Gambar 23A dan pada 23B).jaringan Hal ini Gambar 22 Senyawa terpenoid (kuning yang terwarnai endokarp (A)yang dan dilaporkan aril buah (B). sesuai dengan penelitian oleh Martin et al. (2002) untuk senyawa
Uji Kualitatif Kandungan Senyawa Kimia Getah Kuning. Hasil uji kualitatif senyawa fitokimia sampel getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, bagian luar kulit buah, perikarp buah muda, aril dewasa, dan aril buah muda menunjukkan hasil reaksi positif terhadap senyawa terpen (triterpenoid), senyawa fenolik (flavonoid dan tanin). Akan tetapi semua sampel menunjukkan hasil uji negatif terhadap alkaloid, saponin (fenolik), dan senyawa steroid, kecuali pada aril muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa steroid (Tabel 5). Konsentrasi tertinggi untuk senyawa triterpenoid dijumpai pada sampel getah kuning yang dikoleksi dari bagian luar kulit buah sedangkan senyawa flavonoid dan tanin paling tinggi konsentrasinya dijumpai pada getah kuning yang dikoleksi dari perikarp buah muda. Latisifer pada tumbuhan tinggi
53
54
Tabel 5 Uji kualitatif senyawa fitokimia getah kuning manggis Kandungan
Terpenoid - Triterpenoid Steroid Fenol - Flavonoid - Tanin - Saponin Alkaloid
Getah kuning kulit batang
Getah kuning kulit luar buah
Getah kuning perikarp buah muda
Getah kuning aril dewasa
Getah kuning aril muda
+
+++
++
++
*
-
-
-
-
+
+ ++ -
+ + -
++ +++ -
+ + -
+ + -
Catatan: +++ : konsentrasi tinggi, ++: sedang, +: rendah, - : tidak terdeteksi * Uji triterpenoid : -, uji histokimia terpenoid: +
diketahui mengakumulasi berbagai macam metabolit sekunder yang bermanfaat. Getah kuning pada manggis mengandung senyawa triterpenoid yang diduga berguna untuk mempertahankan diri terhadap herbivora dan parasit (Harborne, 1988; McGarvey & Croteau, 1995). Monacelly et al. (2005) melaporkan hasil uji fitokimia getah pada Cantotheca acuminata Decne (Nyssaceae) bahwa komponen utama yang terakumulasi pada getahnya adalah senyawa flavonoid dan tanin. Sedangkan pada resin norway spruce (Pinnaceae) selain senyawa polifenolik juga dijumpai komponen terpenoid (Nagy et al., 2000; Martin et al., 2002). Senyawa terpenoid dan flavonoid dijumpai pada Salvia candidissima (Topcu et al., 1995). Pada getah Gnetum gnemon sebagaimana dilaporkan oleh Behnke dan Herman (1978) juga dijumpai senyawa triterpenoid, tanin dan flavonoid yang juga dijumpai pada getah manggis. Uji senyawa fitokimia getah kuning pada manggis menunjukkan hasil negatif terhadap alkaloid. Hal ini berbeda dengan tanaman Papaver somniferum yang mengakumulasi alkaloid benzylisoquinoline pada sitoplasma multinukleat dari sel-sel latisifer di daerah jaringan vaskular hampir di semua bagian tanaman (Samanani et al., 2006). Uji terhadap resin, minyak esensial dan tanin menunjukkan respon yang berbeda pada bagian tanaman yang berbeda dari tanaman Hypericum perforatum (Ciccarelli et al., 2001; Soelberg et al., 2007).
Parveen et al. (1991) telah mengisolasi dan mengkarakterisasi
54
55
senyawa triterpen dari daun G. mangostana.
Selanjutnya Ketsa dan Atantee
(1998) melaporkan bahwa kulit buah manggis (G. mangostana L.) mengandung senyawa fenol dan lignin.
Studi senyawa kimia lain pada manggis telah
dilakukan, seperti senyawa xanthon dan benzophenons, yang lebih ditekankan pada aspek farmakologi (Gopalakrishnan & Balaganesan, 2000; Nilar et al., 2005; Parveen & Khan, 1988; Chairungsrilerd et al., 1996; Moongkarndi et al., 2004).
Simpulan 1. Tipe saluran getah kuning pada bunga, buah, tangkai buah, batang dan daun manggis adalah saluran kanal yang bercabang. Saluran getah kuning pada buah dijumpai pada perikarp (eksokarp, mesokarp, endokarp) dan aril buah. 2. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel epitelium yang khas, merupakan sel hidup yang sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi. 3. Getah kuning mengotori aril adalah getah yang keluar pada endokarp buah dan bukan merupakan eksudat bakteri. 4. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah kuning pada aril buah muda menunjukkan uji positif terhadap senyawa steroid.
55
56
BAB V STUDI APLIKASI DOLOMIT UNTUK MENGURANGI GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS Abstrak Kalsium merupakan salah satu unsur penting komponen membran dan penguat dinding sel yang berikatan dengan pektin sebagai komponen penyusun lamela tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian kalsium terhadap cemaran getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis. Aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah dilakukan dengan 4 taraf dosis yang berbeda masing-masing diulang tiga kali untuk penelitian di tahun I dan ke II. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi kalsium dapat meningkatkan pH tanah dan kandungan kalsium dalam tanah, eksokarp dan daun manggis. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah. Aplikasi pengapuran dolomit tidak mempengaruhi kualitas fisik dan kimia buah seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji, edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan total terlarut (PTT), total asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin C buah manggis. Kata kunci: pH tanah, kalsium, lamela tengah, sifat fisik dan kimia
57
STUDY OF DOLOMITE APPLICATION TO REDUCE YELLOW LATEX ON MANGOSTEEN FRUITS Abstract Calcium is one of the important elements that membrane component and strengthen cell wall which is normally bound to pectin compound as a middle lamella component. The objectives of the research were to study the effect of calcium application on yellow latex spots, physical and chemical properties of mangosteen fruit. The calcium application through dolomite fertilizing in the soil was carried out by 4 different levels of dosage, with three replications for two years. The results showed that calcium application improved soil pH and calcium content of the soil, exocarp and mangosteen leaves. Dolomite fertilizing using 18 and 24 ton/ha in the first year and 17,5 ton/ha in the second year effectively reduced yellow latex spots on the outer part of fruit, however they were not effective to reduce yellow latex in the aril of fruit. Dolomite fertilizing applications did not influence the physical and chemical properties of the fruit such as transversal and longitudinal diameters, fruit weight, seed weight, edible portion, fruit skin thickness, ftuit skin hardness, total soluble solid, total titrated acid, total soluble solid and total titrated acid ratio, and vitamin C content.
Keywords: soil pH, calcium, middle lamella, physical and chemical properties.
57
58
Pendahuluan Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah yang banyak digemari di pasar internasional namun ketersediaan produk bermutu yang memenuhi standar ekspor hanya 30% dari total produksi nasional. Hal ini wajar karena pengelolaannya masih bersifat tradional dan tergantung pada alam (PKBT, 2007). Getah kuning yang biasa disebut gamboge merupakan salah satu masalah utama yang menurunkan kualitas buah manggis (Morton, 1987; Yaacob dan Tindall, 1995). Salah satu persyaratan mutu buah untuk tujuan ekspor adalah tidak tercemar getah kuning baik di luar kulit
maupun di aril buah (Dirjen
Hortikultura, 2007). Gamboge yang merupakan eksudat resin yang dijumpai pada berbagai tanaman dari famili Guttiferae berasal dari saluran resin yang rusak (Asano et al., 1996; Pankasemsuk et al., 1996). Keluarnya getah kuning dapat terjadi pada buah muda maupun yang sudah masak.
Insiden getah kuning merupakan gejala
fisiologis yang berkaitan dengan turgoritas sel yang menyusun kulit buah, yaitu pecahnya dinding sel penyusun jaringan perikarp buah akibat terjadi perubahan air tanah yang fluktuatif dan ekstrim selama fase pertumbuhan buah sehingga terjadi perubahan tekanan turgor pada sel-sel penyusun jaringan perikarp buah. Pada saat itulah dinding sel saluran getah kuning yang tidak terlalu kuat pecah dan mengeluarkan getah kuning (Syah, 2007; Verheij, 1992). Kalsium merupakan salah satu unsur penting komponen membran dan penguat dinding sel yang berikatan dengan pektin sebagai komponen penyusun lamela tengah. Defisiensi kalsium banyak berkaitan dengan kelainan fisiologi (physiological disorder) pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran (Shear, 1975; Harker & Venis, 1991; Ryugo, 1988; Jones & Lunt, 1967; Sharma & Singh, 2009; Chiu, 1980). Rendahnya kandungan kalsium pada sel-sel penyusun kulit buah berkaitan dengan pecah buah (cracking) yang sudah diteliti pada berbagai macam tanaman seperti leci (Huang et al., 2005; Kanwar et al., 1972), sweet cherry (Brown et al., 1995; Fernandez dan Flore, 1998; Sekse et al., 2005), dan tomat (Astuti, 2002).
58
59
Pecah buah diindentikkan dengan pecahnya dinding sel epitel saluran getah kuning pada manggis. Pecahnya dinding saluran getah kuning diduga berkaitan dengan defisiensi kalsium. Aplikasi kalsium dengan pemberian kapur dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah dilakukan untuk mengurangi insiden getah kuning.
Diharapkan bahwa
kalsium akan diserap oleh akar dan ditranslokasikan sampai ke buah. Kalsium bisa sampai ke buah karena adanya aliran transpirasi oleh buah (Huang et al., 2005; Chiu,1980; Limami dan Lamaze, 1991; Bradfield, 1976; Shear dan Faust, 1970; Ferguson dan Bollard, 1976; White, 2001; Epstein, 1961; Guttridge et al., 1981). Tujuan Penelitian 1.
Untuk
mengetahui
pengaruh
kalsium
dengan
pengapuran
dolomit
{CaMg(CO3)2} berbagai dosis melalui tanah terhadap insiden getah kuning. 2.
Untuk
mengetahui
pengaruh
kalsium
dengan
pengapuran
dolomit
{CaMg(CO3)2} berbagai dosis melalui tanah terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis. Manfaat Penelitian Diperoleh teknologi mengatasi pecah dinding sel saluran getah kuning dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2 berbagai dosis melalui tanah sehingga insiden getah kuning pada kulit luar dan aril buah berkurang.
Hipotesis 1. Keluarnya getah kuning pada buah diduga terjadi karena rusaknya dinding sel epitel saluran getah kuning yang dijumpai pada kulit buah. Keluarnya getah kuning berkaitan dengan rendahnya kandungan Ca pada dinding sel epitel. 2. Pemberian dolomit melalui tanah akan mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar dan aril buah. 3. Pemberian dolomit akan meningkatkan sifat fisik dan kimia buah manggis.
59
60
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2006 hingga Maret 2007 pada tahun I dan bulan Oktober 2007 hingga April 2008 pada tahun ke II. Penelitian pemberian kalsium dengan pemberian dolomit {CaMg(CO3)2} pada tanah di lapang dilakukan di sentra produksi manggis yaitu di kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan sifat fisik dan kimia buah dilakukan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB. Sedangkan analisis kimia tanah dan analisis kandungan Ca pada perikarp buah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah IPB. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman manggis yang sudah berproduksi. Perlakuan pengapuran dolomit {CaMg(CO3)2} pada tanah dilakukan pada pohon manggis yang berumur kurang lebih 20 tahun. Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisis kualitas buah dan bahan kimia untuk analisis kimia tanah.
Peralatan yang
digunakan adalah refraktometer, perangkat titrasi, dan alat pengukur kandungan Ca pada tanah dan perikarp buah yaitu AAS (Atomic Absorption Spectrometer) merk Perkin Elmer model 1100 B dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis kimia tanah, sifat fisik dan kimia buah.
Metode Penelitian 1. Pemberian Kapur Dolomit pada Pohon Manggis Tanah latosol di Leuwiliang memiliki pH sekitar 4 disertai
dengan
kandungan kalsium pada tanah yang cukup rendah sekitar 0.9 me/100g (Liferdi, 2007; Gunawan, 2007).
Oleh karena itu pengapuran tanah dengan
dolomit (CaMg(CO3)2) perlu dilakukan.
Penelitian ini menggunakan
rancangan acak kelompok faktor tunggal, terdiri atas 4 taraf perlakuan pengapuran dengan 3 ulangan, tiap ulangan masing-masing terdiri atas 3 pohon yang kurang lebih seragam, sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Di tahun pertama perlakuan dolomit pada terdiri dari 0, 18, 24 dan 34 ton/ha.
60
61
Sedangkan di tahun ke II pemberian dolomit diulang kembali pada pohon yang sama dengan dosis 0, 12.5, 15, dan 17.5 ton/ha. Dosis perlakuan yang diaplikasikan ke tanaman manggis pada penelitian ini menggunakan metode diperoleh dari hasil pengukuran pH tanah pada awal penelitian dengan menggunakan metode SMP (Shoemaker, McLean, and Pratt). Dari data pH yang diperoleh dapat dihitung kebutuhan kapur dolomit untuk meningkatkan pH tanah menjadi 5, 5.5 dan 6. Pemberian kapur pada tahun I dilakukan pada bulan Agustus, 2006 sedangkan pada tahun ke II pada bulan Oktober, 2007 pada awal pembungaan manggis.
Dolomit diaplikasikan di seluruh
permukaan tanah dibawah proyeksi tajuk tanaman manggis pada daerah perakaran tanaman manggis. Dolomit yang diaplikasikan sebagai sumber kalsium tersebut kemudian dibalik posisinya menggunakan cangkul sehingga dolomit tertutup tanah.
Hal ini dimaksudkan agar tanaman lebih mudah
menyerap unsur kalsium dari tanah dan menghindari pencucian dolomit oleh air hujan. 2. Pelabelan Buah Pelabelan buah dilakukan terhadap 25 bunga/pohon yang baru muncul setelah aplikasi dolomit pada setiap pohon sampel. Pelabelan ini bertujuan untuk menentukan buah yang akan digunakan untuk pengamatan. 3. Pemanenan Buah Buah dipanen pada umur sekitar 112 hari setelah antesis (bunga mekar). 4. Pengamatan Pengamatan sifat fisik dan kimia buah dilakukan setelah buah dipanen. Disamping itu dilakukan juga analisis sifat kimia tanah. Peubah yang diamati adalah: A. Pengukuran tingkat pencemaran getah kuning pada kulit buah manggis. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan skoring, seperti yang telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Skor getah kuning pada kulit luar buah mengacu pada Kartika (2004), yaitu: Skor 1: baik sekali, kulit mulus tanpa tetesan getah kuning. Skor 2: baik, kulit mulus dengan 1-5 tetes getah kuning yang mengering tanpa mempengaruhi warna buah.
61
62
Skor 3: cukup baik, kulit mulus dengan 6-10 tetes getah kuning yang mengering tanpa mempengaruhi warna buah. Skor 4: buruk, kulit kotor karena tetesan getah kuning dan bekas aliran yang menguning dan membentuk jalur-jalur berwarna kuning di permukaan buah. Skor 5: buruk sekali, kulit kotor karena tetesan getah kuning dan membentuk jalur-jalur berwarna kuning di permukaan buah, warna buah menjadi kusam. B. Pengukuran tingkat pencemaran getah kuning pada aril buah manggis. Pengukuran ini dilakukan juga dengan menggunakan skoring yang mengacu pada Kartika (2004), yaitu: Skor 1: baik sekali, aril putih bersih, tidak terdapat getah kuning baik diantara aril dengan kulit maupun di pembuluh buah. Skor 2: baik, aril putih dengan sedikit noda (hanya bercak kecil) karena getah kuning yang masih segar hanya pada satu ujung. Skor 3: cukup baik, terdapat sedikit noda (bercak) getah kuning di salah satu juring atau diantara juring yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit. Skor 4: buruk, terdapat noda (gumpalan) getah kuning baik di juring, diantara juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit. Skor 5: buruk sekali, terdapat noda (gumpalan) baik di juring, diantara juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit, warna aril menjadi bening. C. Penentuan kandungan Ca perikarp buah dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer, Perkin-Elmer model 1100B). Lima buah manggis secara komposit dari perlakuan dolomit yang sama dianalisis kandungan kalsiumnya masing-masing diulang tiga kali untuk kulit buah bagian luar (eksokarp), kulit buah bagian tengah (mesokarp), dan kulit buah bagian dalam (endokarp) untuk tahun I.
Untuk tahun II
kandungan Ca pada buah diukur hanya pada kulit buah (perikarp). Analisis Ca pada kulit buah manggis menggunakan Metode Pengabuan Basah.
62
63
Pertama-tama sampel kulit buah ditimbang sebanyak 0.2 g dan dimasukkan ke dalam labu takar berukuran 25 ml, lalu ditambahkan 5 ml campuran HNO3 + HClO4 (2:1) dan didiamkan semalam. Setelah itu dipanaskan pada suhu 150 oC selama 1½ jam , setelah itu didinginkan ± 30 menit, lalu ditambahkan HCl pekat 12 N sebanyak 1 ml. Kemudian dipanaskan kembali pada suhu 230 oC selama ½ jam, didinginkan lalu di tambahkan akuades sampai volume 25 ml. Dari larutan tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan 9 ml akuades siap untuk diukur dengan alat AAS. Disiapkan larutan standar Ca (0, 50, 100, 200, 300, 400, 500 ppm Ca). Kemudian sampel dan larutan standar diinjeksikan ke dalam alat AAS. D. Bobot utuh, bobot kulit, bobot aril, dan bobot biji. Pengamatan bobot utuh (g), bobot kulit (g), bobot aril (g) bobot biji (g) buah manggis dengan menggunakan neraca analitik. E. Ketebalan kulit buah. Pengamatan ketebalan kulit buah (mm) dilakukan dengan cara membelah kulit manggis secara transversal kemudian kulit buah diukur dengan jangka sorong. F. Diameter transversal. Diameter transversal (mm) diukur menggunakan jangka sorong secara melintang pada bagian tengah buah. G. Diameter longitudinal. Diameter longitudinal (mm) diukur menggunakan jangka sorong secara membujur dari ujung sampai pangkal buah. H. Edibel portion. Edibel portion merupakan bobot dari daging buah manggis yang dinyatakan dalam satuan (%). Edibel portion dirumuskan sebagai berikut: Edibel portion = Bobot daging buah (g) X 100% Bobot buah utuh (g) I. Padatan total terlarut (PTT). Padatan total terlarut (obrix) diukur dengan menggunakan refraktometer, dilakukan dengan meletakkan air perasan daging buah pada refraktometer dan angka dibaca melalui lensa refraktometer.
63
64
J. pH aril. pH aril diukur dengan menggunakan pH meter, dilakukan dengan meletakkan hancuran daging buah pada alat pH meter lalu angka menunjukkan nila pH dibaca pada alat. K. Total asam tertitrasi (TAT). Pengukuran total asam tertitrasi (%) dihitung melalui asam tertitrasi. Sejumlah 10 g hancuran buah ditambahkan akuades hingga 100 ml lalu disaring. Sejumlah 25 ml filtrat ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolftalin (pp) dititrasi dengan NAOH 0.1N hingga terbentuk perubahan warna merah jambu yang stabil. Titrasi dilakukan duplo. Total asam tertitrasi dihitung dalam bentuk persentase asam organik yaitu asam sitrat, dengan rumus: Total asam (%) = ml titran x N NaOH x fp x BE X100% Bobot contoh (mg) N : Normalitas larutan NaOH Fp : Faktor pengenceran (100/25) BE : Bobot ekivalen = 64 L. Rasio PTT/TAT. Rasio PTT/TAT diperoleh dari perbandingan antara padatan total terlarut dengan total asam tertitrasi. M. Kadar vitamin C. Pengukuran kadar vitamin C (mg/100g sampel) dengan cara menimbang sampel yaitu perasan buah kurang lebih 10 g. Hancuran buah ditambahkan akuades hingga 100 ml lalu disaring. Sejumlah 25 ml filtrat ditambahkan 2-3 tetes indikator iodium dititrasi dengan NAOH 0.1N hingga terbentuk perubahan warna biru yang stabil. Titrasi dilakukan duplo. Kadar vit C (mg/100g sampel) dihitung dengan rumus: Kadar vitamin C(mg/100g sampel) =
0.88 x ml titran NaOH X100 10 g berat sampel
N. Analisis sifat kimia tanah. Sampel tanah diambil secara komposit dari daerah perakaran tanaman manggis pada kedalaman 30 cm.
Tanah dikering udarakan, dan diayak
dengan ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama. Kemudian
64
65
tanah tersebut dianalisis sifat kimianya.
Sifat kimia tanah yang diamati
adalah pH, KTK, C-organik, kejenuhan basa, unsur hara makro N, P, K, Mg, Al, Na dan Ca serta unsur hara mikro Fe, Cu, Zn dan Mn. Pengukuran pH tanah dilakukan secara periodik yaitu saat awal penelitian, 2 dan 5 bulan setelah perlakuan kapur.
Sedangkan pengukuran kandungan Ca tanah
dilakukan pada 2 dan 5 bulan setelah perlakuan kapur. Pada tahun ke II dilakukan pengukuran kandungan Ca daun pada ssat 5 bulan setelah perlakuan kapur.
Sampel daun yang tua diambil pada ranting ke-5 dari
bawah, untuk setiap pohon diambil 3 daun. Penentuan kandungan Ca pada tanah dan daun dilakukan dengan menggunakan
alat AAS. Pengukuran
kandungan kimia tanah selain pH dan Ca dilakukan pada 5 bulan setelah perlakuan kapur.
Hasil dan Pembahasan Sifat Kimia Tanah Penelitian
ini dilakukan selama
2 tahun.
Pemberian dolomit
{CaMg(CO3)2} melalui tanah pada tahun I dilakukan dengan berbagai dosis yaitu 0, 18, 24, dan 34 ton/ha. Pemberian dolomit diulang di tahun ke II pada tanaman yang sama dengan dosis yang lebih rendah yaitu 0, 12.5, 15, dan 17.5 ton/ha. Perlakuan dolomit pada tanaman manggis melalui tanah pada Tabel 6 terlihat bahwa pH tanah sebelum perlakuan kapur tidak berbeda nyata di tahun I dengan nilai pH sekitar 4. Rendahnya pH pada lokasi penelitian disebabkan adanya proses pencucian kapur karena curah hujan yang tinggi (Lampiran 2). Selain itu rendahnya pH juga mungkin disebabkan berkurangnya basa-basa seperti K, Ca, Na dan Mg yang tergolong sangat rendah hingga rendah (Tabel 7, 8) dan Lampiran 4). Di tahun I nilai pH tanah 2 bulan setelah pemberian dolomit tidak meningkat, hal ini disebabkan rendahnya curah hujan pada 2 bulan pertama (Agustus-September) yaitu 38 dan 18 mm/bln (Lampiran 2) sehingga kapur belum terlarut di dalam tanah. Tetapi 5 bulan setelah pemberian dolomit pH tanah meningkat. Pemberian dolomit pada tanah dengan dosis 34 ton/ha meningkatkan pH tanah menjadi 6.3 (Tabel 6). Di awal tahun ke II sebelum pemberian dolomit, pH tanah diukur kembali, ternyata pH tanah menurun mendekati sekitar 4.5.
65
66
Penurunan pH tanah di awal tahun ke II dapat terjadi karena dolomit kemungkinan tercuci oleh air hujan. Pemberian dolomit diulangi kembali pada pohon yang sama dengan dosis yang berbeda dengan tahun I yaitu 0, 12.5, 15, dan 17.5 ton/ha. Pemberian dolomit menyebabkan peningkatan pH tanah dengan dosis 17.5 ton/ha menghasilkan pH tanah tertinggi meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian dolomit dosis 12.5 dan 15 ton/ha. Peningkatan pH tanah diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah serta dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Selain itu, peningkatan pH tanah juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur P, Mo, persentase kejenuhan basa, mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al serta memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 1989; Soepardi, 1983; Buckman & Brady, 1969). Tabel 6 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan pH tanah pada tahun I dan tahun ke II pH tanah (H2O) Tahun I
Tahun II
Dosis dolomit
Sebelum
Setelah
Setelah
Dosis dolomit
Sebelum
Setelah
(ton/ha)
dikapur
dikapur
dikapur
(ton/ha)
dikapur
dikapur
(2 bulan)
(5 bulan)
(5 bulan)
0
4.3
4.6
4.7 b
0.0
4.4
4.8 b
18
4.0
4.6
4.7 b
12.5
4.7
5.9 a
24
4.0
4.6
5.4 b
15.0
4.6
6.2 a
34
3.9
4.6
6.3 a
17.5
4.5
6.5 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Hasil analisis kalsium tanah pada Tabel 7 menunjukkan bahwa di tahun I setelah 2 bulan pemberian dolomit belum meningkatkan kalsium tanah. Kandungan kalsium di tanah meningkat setelah 5 bulan pemberian dolomit baik di tahun I maupun tahun ke II.
Kandungan kalsium tanah pada perlakuan
pemberian dolomit dijumpai berbeda nyata di tahun I dan berbeda sangat nyata di tahun ke II dengan perlakuan kontrol. Kandungan kalsium tanah setelah 5 bulan pemberian dolomit di tahun I tertinggi dijumpai pada perlakuan dosis dolomit 34
66
67
ton/ha yaitu 10.6 me/100g.
Hasil penelitian di tahun ke II menunjukkan
kandungan kalsium tanah tertinggi dijumpai pada perlakuan dosis dolomit 17.5 ton/ha yaitu 32.4 me/100g, walaupun tidak berbeda dengan perlakuan dolomit dosis 15 ton/ha (Tabel 7). Menurut Pusat Penelitian Tanah, 1982 (Lampiran 3) kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah kandungan Ca < 2 me/100g dikategorikan sangat rendah, pada kisaran 2-5 me/100g rendah, kisaran 6-10 me/100g sedang, kisaran 11-20 me/100g tinggi sedangkan kandungan Ca > 20 me/100g sangat tinggi. Dari kisaran nilai tersebut terlihat kandungan Ca tanah pada perlakuan pemberian dolomit setelah 5 bulan di tahun I untuk semua dosis dikategorikan sedang, sedangkan kandungan Ca tanah di tahun ke II untuk perlakuan dolomit dosis 12.5 ton/ha termasuk kategori tinggi dan dosis 15 dan 17.5 ton/ha sangat tinggi.
Menurut Pearson & Adams (1967), dolomit dapat meningkatkan
kandungan kalsium tanah dan dolomit mengandung 21.6% Ca.
Unsur Ca
berperan dalam mempertahankan integritas sel dan permeabilitas membran serta aktivator beberapa enzim, diantaranya α–amilase (Marschner, 1995; Jones dan Carbonell, 1984). Tabel 7 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan Ca tanah pada tahun I dan tahun ke II Kandungan Ca tanah (me/100g) Tahun I
Tahun II
Dosis dolomit
Setelah
Setelah
Dosis dolomit
Setelah
(ton/ha)
di kapur
di kapur
(ton/ha)
di kapur
(2 bulan)
(5 bulan)
0
0.63
0.8 c
0.0
2.5 c
18
0.97
2.1 c
12.5
13.1 b
24
0.68
6.5 b
15.0
29.2 a
34
1.24
10.6 a
17.5
32.4 a
(5 bulan)
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Nilai KTK, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium akibat pengaruh pemberian dolomit dengan dosis yang berbeda hanya diamati pada tahun I sedangkan untuk tahun ke II tidak diamati. Pada Tabel 8 terlihat bahwa
67
68
pemberian dolomit pada tanah dengan dosis 0-34 ton/ha tidak berpengaruh pada nilai KTK tanah, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium. Tanah yang menunjang pertumbuhan manggis ini baik, walaupun dikapur dengan dosis 0-34 ton/ha nilai KTK, C, N, P dan Mg tidak berubah. Berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Lampiran 3) nilai KTK, kandungan N dan Mg tanah adalah rendah, kandungan C tanah sedang, sedangkan kandungan P tanah tinggi. Kandungan kimia tanah yang lainnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari data tersebut terlihat pemberian kapur menyebabkan menurunnya kandungan Fe dan Al dibanding kontrol. Sedangkan nilai kejenuhan basa dan kandungan Mn, Zn dan Cu tidak berbeda nyata (Lampiran 4). Tabel 8 Pengaruh pemberian dolomit dengan dosis yang berbeda terhadap nilai KTK, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium pada tahun I setelah 5 bulan dikapur Dosis dolomit (ton/ha)
KTK (me/100g)
C-organik (%)
N-total (%)
P_Bray l (ppm)
Mg (me/100g)
0
15.60
2.75
0.22
11.97
0.43
18
14.82
2.12
0.17
12.27
0.30
24
11.83
1.65
0.13
9.53
0.45
34
12.66
1.78
0.17
11.70
0.46
Getah Kuning pada Buah Pemberian dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha menurunkan (p = 0.49) nilai skor getah kuning pada kulit luar buah dari 1.87 pada kontrol berturut-turut menjadi 1.71 dan 1.67, tetapi nilai skor tersebut naik lagi menjadi 1.86 pada dosis dolomit 34 ton/ha. Perlakuan dolomit memberikan pengaruh nyata terhadap skor getah kuning di kulit luar buah dengan pola respon kuadratik. Pada tahun ke II nilai skor getah kuning pada kulit luar buah menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan kontrol dengan pemberian kalsium dosis 17.5 ton/ha. Tanaman manggis yang tidak diberi perlakuan dolomit menunjukkan cemaran getah kuning pada kulit luar buah yang tinggi meskipun hasilnya tidak berbeda nyata dengan pemberian dolomit dosis 12.5 dan 15 ton/ha. Perlakuan dolomit
68
69
pada tahun ke II sangat nyata menurunkan skor getah kuning di kulit luar buah dengan pola respon linier dan nyata dengan pola respon kuadratik. Nilai skor getah kuning pada aril buah tidak terpengaruh oleh aplikasi dolomit baik di tahun I maupun ke II dan berkisar dari 1.22 hingga 1.38 di tahun I dan 1.30 hingga 1.53 di tahun ke II (Tabel 9). Kondisi tanaman manggis di tahun I sedang mengalami musim raya sedangkan di tahun ke II sedang tidak musim raya atau musim kecil (off year). Kondisi tanaman pada musim raya lebih prima mendukung untuk mampu berproduksi dengan kualitas buah yang lebih bagus, oleh karena itu kualitas buah manggis di tahun I jauh lebih baik dibanding dengan tahun ke II yang ditunjukkan dengan skor getah kuning yang lebih rendah baik di kulit luar maupun di aril buah. Tabel 9 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap skor getah kuning pada buah manggis saat panen pada tahun I dan tahun ke II Skor getah kuning (1-5) Tahun I Dosis dolomit
Kulit buah
Tahun II
Aril buah
(ton/ha)
Dosis dolomit
Kulit buah
Aril buah
(ton/ha)
0
1.87 a
1.38
0.0
3.72 a
1.54
18
1.71 b
1.22
12.5
2.83 ab
1.43
24
1.67 b
1.38
15.0
2.81 ab
1.42
34
1.86 a
1.26
17.5
1.87 b
1.30
Kurva respon - Linier - Kuadratik
*
-
** *
-
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Kurva respon diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; - = tidak berbeda nyata.
Kriteria buah layak ekspor dan tidak layak ekspor dikelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah manggis (Dirjen Hortikultura, 2007). Getah kuning pada kulit luar buah, skor 1 hingga skor 3 digolongkan sebagai buah yang layak ekspor sedangkan skor 4 dan 5 buah tidak layak ekspor. Pengelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada aril buah
69
70
untuk layak tidaknya buah manggis untuk tujuan ekspor, skor 1 dan 2 sebagai buah layak ekspor, sedangkan skor 3 hingga 5 dikategorikan sebagai buah yang tidak layak ekspor.
Pada Gambar 23A terlihat bahwa jumlah buah yang layak
ekspor berdasarkan skor getah kuning di kulit luar buah pada tahun I perlakuan kapur dolomit pada dosis 18 ton/ha persentase buah yang layak ekspor sebesar 100%.
Sedangkan pada dosis dolomit lainnya ada yang tidak layak ekspor,
namun persentasenya sangat rendah. Buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di aril buah pada tahun I menunjukkan persentase yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor (Gambar 23B). Pada Gambar 24A tampak bahwa pada perlakuan kontrol, persentase buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di kulit luar buah sebesar 33.33%. Hal ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan persentase buah yang tidak layak ekspor, yaitu sebesar 66.67%. Namun pada perlakuan dolomit dengan dosis 12.5 hingga 17.5 ton/ha persentase buah yang layak ekspor lebih banyak dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor. Pada perlakuan 17.5 ton/ha, pesentase buah layak ekspor (93.33%) jauh jauh lebih banyak dibandingkan dengan buah tidak layak ekspor (6.67%). Pada tahun ke II, buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di aril menunjukkan persentase yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor (Gambar 24B). Pengelompokkan distribusi skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah manggis juga dapat dilihat berdasarkan persentase untuk masing-masing skoring dari 1 hingga 5 (Gambar 25). Distribusi skoring getah kuning di kulit luar buah pada tahun I terlihat bahwa persentase skor 2 paling banyak, yaitu sekitar 60% dijumpai pada semua perlakuan, disusul dengan skor 1, 3, dan 4 (Gambar 25A). Distribusi skoring getah kuning di aril buah di tahun I terlihat bahwa persentase skor 1 dijumpai paling banyak (sekitar 80%) pada semua perlakuan, disusul skor 2 dan 3 (Gambar 25B). Pada tahun ke II perlakuan dolomit dosis 17.5 ton/ha dijumpai persentase skor 1 (kulit luar buah mulus, tanpa getah kuning) paling banyak dibanding perlakuan dolomit lainnya.
Pada kontrol dijumpai
persentase skor 4 dan 5 terbanyak dibanding perlakuan dolomit lainnya (Gambar 26A). Pada tahun ke II persentase skor 1 dijumpai paling banyak (sekitar 66.67-
70
71
76.67%) pada semua perlakuan, disusul dengan skor 2 pada perlakuan 12.5, 15 dan 17.5 ton/ha. Sedangkan persentase skor 3 terbanyak (14%) dijumpai pada perlakuan kontrol (Gambar 26B).
A
B
Gambar 23 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah kuning di kulit luar (A) dan di aril buah (B) pada tahun I.
71
72
A
B
Gambar 24 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah kuning di kulit luar (A) dan di aril buah (B) pada tahun II.
72
73
A
B
Gambar 25 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah buah (B) pada tahun I.
73
74
A
B Gambar 26 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan di aril buah (B) pada tahun II.
Kandungan Kalsium Kulit Buah dan Daun Manggis Pengaruh pemberian dolomit melalui tanah terhadap kandungan kalsium di kulit buah di tahun I diamati masing-masing baik pada bagian eksokarp, mesokarp dan endokarp. Sedangkan di tahun ke II kandungan kalsium di kulit buah diamati pada bagian perikarp (keseluruhan kulit buah) dan daun. Hasil penelitian di tahun I menunjukkan bahwa aplikasi kalsium berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan kalsium pada bagian eksokarp buah jika dibandingkan
74
75
kontrol. Kandungan kalsium pada eksokarp buah akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis dolomit yang diaplikasikan.
Meskipun demikian,
pemberian dolomit tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium di bagian mesokarp buah (Tabel 10). Hal yang menarik dijumpai adalah bahwa pola meningkatnya kandungan kalsium pada eksokarp buah tidak seiring dengan kandungan kalsium pada endokarp buah. Pada perlakuan kontrol kandungan kalsium di endokarp dijumpai lebih tinggi dibanding perlakuan aplikasi kalsium. Pada Tabel 10 tampak bahwa kandungan kalsium pada kulit buah (perikarp) di tahun ke II tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Meskipun demikian, pemberian kalsium berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium pada daun.
Kandungan kalsium pada daun akan semakin meningkat seiring
dengan peningkatan dosis dolomit yang diaplikasikan. Kandungan kalsium pada daun dijumpai lebih tinggi
dibandingan dengan perikarp buah.
Kalsium
merupakan unsur yang dapat larut dalam air. Unsur ini diambil dari dalam tanah dan ditranslokasikan bersama air ke bagian tumbuhan lain. Pada suhu lingkungan yang tinggi, air yang mengandung kalsium dan mineral lain Tabel 10
Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah dan daun manggis pada saat panen Kandungan kalsium (%) pada kulit buah dan daun
Dosis dolomit
Dosis
Tahun I Eksokarp
Mesokarp
Endokarp
(ton/ha)
dolomit
Tahun II Perikarp
Daun
(ton/ha)
0
0.18 b
0.29
0.44 a
0
0.18
1.23 b
18
0.20 b
0.29
0.38 ab
12.5
0.13
1.58 ab
24
0.28 a
0.29
0.31 bc
15.0
0.15
1.79 a
34
0.23 ab
0.26
0.23 c
17.5
0.17
1.80 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
bergerak cepat ke daun. Kebanyakan air ditranspirasikan melalui daun, sehingga banyak kalsium ditemukan dalam daun setelah proses transpirasi. Bagian buah tidak melakukan transpirasi sebanyak daun, sehingga hanya sedikit kalsium terakumulasi dalam buah (Marschner, 1995; Bangerth, 1979).
75
76
Faktor yang Mempengaruhi Getah Kuning pada Kulit dan Aril Buah Hasil uji regresi skor getah kuning di kulit luar dan aril buah manggis terhadap sifat kimia tanah dan kandungan kalsium pada kulit buah dan daun menunjukkan bahwa sebagian besar peubah yang diamati dalam penelitian ini tidak berbeda nyata satu sama lain. Hubungan regresi beberapa peubah yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 11. Skor getah kuning di kulit luar buah terhadap kandungan kalsium di tanah setelah dikapur yang berbeda nyata hanya di tahun II. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) pada Tabel 11 terlihat bahwa hubungan regresi antara kandungan kalsium di tanah dengan nilai skor getah kuning di kulit luar buah adalah linier dan kubik (masing-masing dengan nilai r = - 0.76 dan 0,78), yang bermakna bahwa skor getah kuning menurun ketika kandungan kalsium tanah tinggi. Hal ini dapat
terlihat
pada Tabel 9, yaitu perlakuan dolomit dosis 17.5 ton/ha
dijumpai skor getah kuning di kulit luar buah terendah yaitu 1.87. Hubungan regresi antara skor getah kuning di kulit luar buah dengan kandungan kalsium di kulit (tahun II) adalah linier dengan r = - 0.65. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan kalsium di kulit buah maka skor getah kuning di kulit luar buah akan semakin rendah.
Sedangkan hubungan
regresi antara skor getah kuning di aril buah dengan kandungan kalsium di kulit adalah sangat nyata untuk model regresi linier dan nyata untuk model regresi kuadratik dan kubik (Tabel 11). Pada Tabel 11 terlihat bahwa skor getah kuning di kulit luar buah (eksokarp) dengan kekerasan kulit buah (tahun I) berkorelasi positif nyata (r = 0.66) untuk model regresi linier. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor getah kuning di kulit luar buah maka buah semakin keras. Keadaan ini bisa
76
77
Tabel 11 Hubungan regresi skor getah kuning di kulit luar dan aril buah dengan beberapa peubah yang diamati berdasarkan model regresi linier, kuadratik dan kubik Nilai r, untuk model regresi Tahun I Linier
Kuadratik
Kubik
Linier
Tahun II Kuadratik
Kubik
- 0.02 ns
0.51 ns
0.70 ns
- 0.76 *
0.78 ns
0.78 *
Peubah yang diregresikan Skor getah kuning di kulit luar buah dengan kandungan Ca di tanah Persamaan regresi
Y=3.729-0.048x
- 0.65 *
Skor getah kuning di kulit luar buah dengan kandungan Ca di kulit Persamaan regresi Skor getah kuning di aril buah dengan kandungan Ca di kulit Persamaan regresi Kekerasan kulit buah (kg) dengan skor getah kuning di kulit luar buah Persamaan regresi
Y=3.941 -0.09x+0.001 x2+3.13E.006x3
0.65 ns
0.65 ns
- 0.71 **
0.72 *
0.72 *
Y=2.067-3.960x
Y=1.694+0.736x – 14.201x2
Y=1.790 -0.09x+0.00 x2+16.677x3
0.05 ns
0.12 ns
0.12 ns
Y=5.352-16.1418x
0.66 *
0.67 ns
0.67 ns
Y= -0.183+1.184x
Keterangan: model regresi diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata.
77
78
dijumpai karena saluran getah yang pecah menyebabkan cairan getah kuning keluar mengotori kulit luar buah sehingga sel-sel menjadi keras.
eksokarp mengkerut dan
Kulit buah yang keras belum tentu menunjukkan komponen
dinding sel yang tegar. Kekerasan kulit buah berkait dengan tipe sel penyusun perikarp buah. Pada eksokarp buah dijumpai lapisan sel-sel sklereid yang banyak mengandung lignin (zat kayu) sehingga menyebabkan kulit buah menjadi keras. Menurut Qanytah (2004), kekerasan buah tidak terkait dengan dinding sel tetapi terkait dengan ikatan sel-sel penyusun antar sel.
Sifat Fisik Buah Manggis. Hasil pengukuran pada Tabel 12 menunjukkan bahwa setiap perlakuan aplikasi dolomit tidak berpengaruh nyata terhadap diameter buah dan bobot buah baik di tahun I maupun tahun ke II. Tabel 12 menunjukkan bahwa semakin besar diameter buah baik transversal maupun longitudinal maka bobot buah akan semakin besar pula. Hal ini terjadi karena adanya penambahan luas dan volume buah. Kondisi tanaman manggis di tahun I sedang mengalami musim raya sedangkan di tahun ke II sedang tidak musim raya atau musim kecil (off year). Pada kondisi musim raya buah yang diproduksi lebih banyak, sehingga terjadi persaingan nutrisi antar buah, oleh karena itu diameter dan bobot buah di tahun I lebih kecil dibanding dengan buah di tahun ke II pada semua perlakuan. Diameter transversal buah pada tahun I yang berkisar 5.04 hingga 5.15 cm menurut kriteria Dirjen Hortikultura (2007) termasuk ke dalam kode ukuran 4, Sedangkan diameter transversal buah di tahun ke II berkisar 5.46 hingga 5.90 cm tergolong ke dalam kode ukuran 3. Hal yang sama dijumpai untuk bobot buah. Bobot buah manggis pada tahun I yang berkisar 67.29 hingga 71.94 g (kode ukuran 4) dan di tahun ke II berkisar 83.44 hingga 98.66 g (kode ukuran 3). Oleh karena itu buah tahun ke II lebih baik ukuran dan bobotnya dibanding buah tahun I. Pengaruh pemberian dolomit pada berbagai dosis tidak berbeda nyata terhadap edible portion (bagian buah yang dapat dimakan), bobot biji, dan bobot aril dan biji di tahun I maupun bobot aril dan biji di tahun ke II (Tabel 13).
79
Tabel 12 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap diameter dan bobot buah manggis Dosis
Dosis
Tahun I
(ton/ha
Diameter transversal (cm)
Diameter longitudinal (cm)
Bobot buah (g)
0
5.06
4.95
67.75
18
5.04
4.91
24
5.15
34
5.05
dolomit
Tahun II Diameter transversal (cm)
Bobot buah (g)
0.0
5.61
84.87
67.29
12.5
5.79
94.85
5.02
71.94
15.0
5.90
98.66
4.84
67.66
17.5
5.46
83.44
dolomit (ton/ha
Pada Tabel 14 terlihat bahwa perlakuan dolomit tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan kulit (tahun I) dan kekerasan kulit buah (di tahun ke II). Tingkat kekerasan kulit buah antar perlakuan dolomit menunjukkan perbedaan yang nyata di tahun I (Tabel 14). Tingkat kekerasan kulit buah tertinggi terdapat pada manggis perlakuan kontrol meskipun tidak berbeda nyata terhadap manggis perlakuan dolomit dosis 24 ton/ha dan 34 ton/ha. Tingkat kekerasan kulit buah terendah dijumpai pada manggis perlakuan dolomit dosis 18 ton/ha (Tabel 14).
Tabel 13 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap edible portion, bobot biji dan bobot aril dan biji pada buah manggis Dosis dolomit
Tahun I Edible portion (%)
Bobot biji (g)
Bobot aril+biji (g)
(ton/ha
Dosis
Tahun II
dolomit
Bobot aril+biji (g)
(ton/ha
0
31.32
1.30
21.76
0.0
26.64
18
30.62
1.21
21.95
12.5
29.30
24
29.08
1.14
22.35
15.0
28.52
34
29.88
1.07
21.76
17.5
26.20
79
80
Tabel 14 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kekerasan dan ketebalan kulit buah manggis Dosis dolomit
Tahun I Kekerasan kulit (kg)
Tebal kulit (cm)
Dosis
Tahun II
dolomit
Kekerasan kulit (kg)
(ton/ha
(ton/ha
0
1.71 a
0.64
0.0
0.84
18
1.59 b
0.62
12.5
0.85
24
1.64 ab
0.67
15.0
0.86
34
1.70 ab
0.64
17.5
0.82
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Sifat Kimia Buah Manggis. Pengaruh pemberian dolomit pada berbagai dosis tidak berbeda nyata terhadap padatan terlarut total (PTT), total asam tertitrasi (TAT) maupun rasio padatan total terlarut dan total asam tertitrasi baik pada tahun I maupun tahun ke II (Tabel 15). Hal ini berarti bahwa pemberian unsur kalsium pada buah melalui aplikasi dolomit tidak mengurangi kualitas buah. Pada Tabel 15, nilai padatan terlarut total dan total asam tertitrasi pada tahun I masing-masing sekitar 18 obrix dan 0.2%. Sedangkan nilai kedua peubah tersebut di tahun ke II jauh lebih tinggi yaitu masing-masing sekitar 20 obrix dan 0.5%. Akibatnya, nilai rasio PTT/TAT di tahun I jauh lebih tinggi dibanding tahun ke II. Menurut Satuhu (2004) pada buah manggis yang dipanen pada umur 120 hari memiliki kisaran nilai PTT sebesar 15 hingga 20 obrix. Pengaruh pemberian dolomit melalui tanah terhadap pH aril dan kandungan vitamin C pada buah diamati hanya pada tahun I. Pada Tabel 16 tampak bahwa pemberian kalsium berpengaruh nyata terhadap pH aril buah.
Nilai pH aril
terendah yaitu 3.65 dijumpai pada perlakuan dolomit dosis 24 ton/ha. pH aril perlakuan dosis dolomit 18 ton/ha, tidak berbeda dengan perlakuan dosis kapur 34 ton/ha dan kontrol. Nilai pH aril yang rendah menunjukkan tingkat keasaman buah yang tinggi. Meskipun demikian, pemberian kalsium
tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan vitamin C pada buah. Kandungan vitamin C yang
80
81
diukur adalah menggunakan metode titrasi dengan pendekatan
pengukuran
kandungan asam organik yang dominan yaitu asam sitrat.
Tabel 15 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap Padatan Total terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT Dosis
Dosis
Tahun I
dolomit
PTT
TAT (%)
(ton/ha
( brix)
0
18.75
0.23
18
18.64
24 34
PTT/TAT
TAT (%)
PTT/TAT
20.46
0.54
38.62
20.44
0.58
36.27
79.22
15.0 20.33
0.59
34.41
87.48
17.5 20.30
0.60
33.88
PTT
(ton/ha
( brix)
81.52
0.0
0.23
81.04
12.5
18.22
0.23
18.37
0.21
o
Tabel 16
dolomit
Tahun II o
Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap pH aril dan kandungan vitamin C pada buah manggis
Dosis dolomit
pH aril 3.77 ab 3.85 a 3.65 b 3.82 a
(ton/ha)
0 18 24 34
Tahun I Vitamin C (mg/100g) 3.53 3.66 3.79 3.58
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Simpulan 1. Aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah nyata meningkatkan kandungan kalsium dalam tanah, eksokarp dan daun serta meningkatkan pH tanah. 2. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada
81
82
kulit luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah. 3. Aplikasi pengapuran dolomit tidak mempengaruhi kualitas fisik dan kimia buah seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji, edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan total terlarut (PTT), total asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin C buah manggis.
82
83
BAB VI STUDI PENYEMPROTAN KALSIUM PADA BUAH MANGGIS Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penyemprotan berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan konsentrasi berturut-turut 22.5, 12.33, dan 35.757 g/l dan berbagai dosis CaCl2 yaitu 0, 5, 15, 22.5 dan 30 g/l terhadap insiden getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis. Aplikasi kalsium untuk setiap perlakuan di tahun I dan ke II dilakukan masing-masing terhadap 20 buah/pohon secara acak pada tanaman manggis berumur sekitar 30 tahun. Penyemprotan kalsium di tahun I dilakukan pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis (MSA), sedangkan di tahun ke II penyemprotan dilakukan pada 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 MSA. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Penyemprotan kalsium dilakukan sampai buah basah sekitar 10 ml per buah. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah. Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis di tahun ke II efektif mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I pada beberapa perlakuan penyemprotan kalsium meningkat dibanding kontrol. Di tahun ke II, kandungan kalsium kulit buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2 lainnya. Perlakuan penyemprotan buah di tahun I dan ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis, kecuali pada kandungan vitamin C dan rasio padatan total terlarut dan total asam tertitrasi (PTT/TAT)
Kata kunci: insiden getah kuning, dosis, efektif, minggu setelah antesis (MSA).
84
STUDY OF CALCIUM SPRAYING ON MANGOSTEEN FRUIT Abstract
The objectives of this research were to study the effect of fruit spraying using various kinds of calcium namely CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O with the concentration of 22.5, 12.33, and 35.757 g/l subsequently and various dosages of CaCl2 namely 0, 5, 15, 22.5 and 30 g/l on the incidence of yellow latex spots, physical and chemical properties on the mangosteen fruit. Calcium application of each treatmeant in the first and second year were conducted to 20 fruits/tree randomly from 30 year old trees. Calcium spraying in the first year was carried out 5 times at 2, 4, 6, 8, and 10 week after anthesis (WAA), while in the second year the spraying was conducted 7 times at 2, 4, 6, 8, 10, 12, and 14 WAA. Randomized block design was applied with three replications. The treatment was carried out, by spraying the fruit until the fruit wet thoroughly using approximately 10 ml solution per fruit. Various calcium applications namely CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O in the first year were ineffective to reduce yellow latex spot on the outer part of the fruit, but effectively reduced yellow latex spot in aril. CaCl2 applications on various dosages in the second year were effective to reduce yellow latex spot either on the outer part of fruit or in the aril of the fruit, but insignificant among CaCl2 dosage levels. Statistically, calcium content in the exocarp, mesocarp and endocarp of the fruit in the first year was significantly different. Calcium content in the exocarp, mesocarp and endocarp of the fruit in the first year on several calcium spraying treatments was higher than control treatment. In the second year, the calcium content of the pericarp on the 22.5g/l CaCl2 was higher than control treatment but insignifanctly different with other CaCl2 spraying treatments. Fruit spraying treatment in the first and second year were significantly different on the physical and chemical properties of mangosteen fruit except on the vitamin C content and total soluble solid and total titrated acid ratio. Keywords: yellow latex spot, dosage, effective,, week after anthesis (WAA)
84
85
Pendahuluan Latar Belakang Getah kuning merupakan masalah penting pada buah manggis, karena dapat menurunkan kualitas buah. Insiden getah kuning yang dijumpai pada kulit luar dan aril buah dapat menekan jumlah buah manggis yang layak ekspor ke berbagai negara. Pada bab IV dari rangkaian penelitian getah kuning pada buah manggis, dilaporkan bahwa getah kuning di hasilkan di dalam saluran getah yang berbentuk kanal bercabang. Pecahnya saluran getah kuning yang dijumpai pada kulit buah (perikarp) mengakibatkan getah kuning keluar sehingga mengotori kulit luar dan aril buah. Penyebab pecahnya saluran getah kuning tersebut belum dapat dibuktikan dan diduga berkaitan dengan rendahnya kandungan kalsium pada buah manggis. Kalsium berbeda dengan nutrisi lainnya, karena diangkut ke buah hanya dalam jumlah kecil, dibanding ke daun. Walaupun kalsium tersedia di dalam tanah, defisiensi kalsium menjadi masalah pada beberapa tanaman buah-buahan dan sayuran (Saure, 2005). Agar pemberian kalsium efektif ke dalam buah maka dilakukan penyemprotan langsung larutan kalsium
ke buah, sehingga dapat
mensuplai penambahan kalsium. Penyemprotan buah dengan kalsium diharapkan dapat memperkuat dinding sel agar saluran getah kuning pada perikarp tidak mudah pecah sehingga dapat mengurangi insiden getah kuning pada buah manggis. Kalsium merupakan elemen yang berkaitan dengan kelainan fisiologi (physiological disorder) pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran (Shear, 1975; Harker & Venis, 1991; Ryugo, 1988; Jones & Lunt, 1967; Sharma & Singh, 2009; Chiu, 1980). Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, rendahnya kandungan kalsium pada sel-sel penyusun kulit buah berkaitan dengan pecah buah (cracking) pada berbagai macam tanaman seperti leci, sweet cherry, apel dan tomat (Huang et al., 2005; Brown et al., 1995; Callan, 1986; Kanwar et al., 1972; Sekse, 1995; Sekse, 1998; Fernandez dan Flore, 1998; Sekse et al., 2005; Verner, 1938; Astuti, 2002). Kalsium masuk ke dalam buah dapat melalui kutikula, lentisel, pangkal trikoma dan stomata apabila tekanan permukaan cairan kurang dari 30 dyne/cm
85
86
(Saure, 2005; Huang 2007; Bangerth, 1979; Schonherr dan Bukovac, 1972), namun masuknya kalsium tersebut ke dalam buah sangat sulit (Shear, 1975). Oleh karena itu pada penelitian ini dicoba untuk mengaplikasikan berbagai macam kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan frekuensi pengulangan penyemprotan yaitu pada minggu ke 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis pada tahun I dan dan aplikasi berbagai dosis CaCl2 pada minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 minggu setelah antesis. Huang et al., (2005) melaporkan bahwa aplikasi garam kalsium CaCl2 pada minggu ke 4, 6 dan 8 setelah antesis pada leci lebih efektif mengurangi pecah buah dibanding kontrol.
Pada tanaman tomat,
frekuensi 2 dan 3 kali penyemprotan CaCl2 prapanen dapat meningkatkan kandungan kalsium pada buah tomat dari 0.843 mg/g pada kontrol menjadi 0.907 mg/g pada 2 kali aplikasi dan 0.977 mg/g pada 3 kali aplikasi (Astuti, 2002). Penyemprotan senyawa kalsium dengan senyawa pengkelat seperti asam sitrat (CA) pada buah lebih baik dibanding dengan aplikasi kalsium tunggal. Hal ini sesuai dengan penelitian dilaporkan oleh Combrink et al. (1995) dan Brown et al, (1995) dalam Huang et al., (2005), bahwa pemberian kalsium dengan senyawa pengkelat dapat mengurangi pecah buah pada melon dan sweet cherry. Huang (2005) melaporkan bahwa penambahan senyawa pengkelat CA terhadap CaCl2 dapat mengurangi pecah buah pada leci dibandingkan dengan CaCl2 tunggal. Pemberian
zat
pengatur
tumbuh
auksin
seperti
NAA
mampu
meningkatkan transpor dan akumulasi kalsium ke dalam buah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan Marcelle dan Clijster (1978). Pada penelitian ini dilakukan penyemprotan buah dengan berbagai macam kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O di tahun I dan penyemprotan berbagai dosis CaCl2 di tahun ke II. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh aplikasi kalsium melalui penyemprotan buah dengan berbagai senyawa kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O tanpa dan dengan senyawa pengkelat terhadap insiden getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis.
86
87
2. Mempelajari pengaruh pemberian senyawa pengkelat yang berperan agar kalsium mudah masuk ke dalam dinding sel perikarp buah. 3. Mempelajari pengaruh aplikasi kalsium melalui penyemprotan buah dengan berbagai dosis CaCl2 terhadap getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis. 4. Mengembangkan teknologi untuk mengatasi insiden getah kuning pada kulit luar dan aril buah. Manfaat Penelitian 1. Diperoleh teknologi mengatasi insiden getah kuning dengan penyemprotan berbagai kalsium CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O pada buah manggis. 2. Diperoleh dosis CaCl2 yang paling tepat untuk mengatasi insiden getah kuning pada buah manggis.
Hipotesis 1. Pecahnya saluran getah kuning diduga berkaitan dengan rendahnya kandungan kalsium pada membran dan dinding sel. 2. Aplikasi kalsium melalui penyemprotan CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O tanpa dan dengan senyawa pengkelat pada buah akan mengurangi insiden getah kuning di kulit luar dan aril buah. 3. Diperoleh dosis CaCl2 yang tepat untuk mengurangi insiden getah kuning pada kulit luar dan aril buah. 4. Aplikasi kalsium melalui penyemprotan CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O serta berbagai dosis CaCl2 pada buah akan meningkatkan sifat fisik dan kimia buah.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan September 2006 hingga Maret 2007 pada tahun I dan bulan Oktober 2007 hingga April 2008 pada tahun ke II. Penelitian pada tahun I yaitu perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai
87
88
kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O. Sedangkan penelitian pada tahun ke II adalah penyemprotan buah dengan berbagai dosis CaCl2. Penelitian di lapang dilakukan di sentra produksi manggis yaitu di kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan sifat fisik dan kimia buah dilakukan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman manggis yang sudah berproduksi. Ca(NO3)24H2O
Perlakuan penyemprotan kalsium CaCl2, Ca(OH)2,
dan berbagai dosis CaCl2 pada buah dilakukan pada pohon
manggis yang berumur kurang lebih 30 tahun. Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisis kualitas buah dan bahan kimia untuk analisis kimia tanah.
Peralatan yang
digunakan adalah refraktometer, perangkat titrasi, dan alat pengukur kandungan Ca perikarp buah yaitu AAS (Atomic Absorption Spectrometer) merk Perkin Elmer-model 1100B, mikroskop, dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis sifat fisik dan kimia buah.
Metode Penelitian 1. Penyemprotan Buah Manggis dengan berbagai kalsium CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O. Penyemprotan berbagai kalsium yaitu kalsium klorida (CaCl2), kalsium hidroksida {Ca(OH)2}, dan kalsium nitrat {Ca(NO3)24H2O} dilakukan masingmasing terhadap 20 buah secara acak pada tanaman manggis berumur kurang lebih seragam yaitu 30 tahun. Tiap perlakuan dilakukan masing-masing terhadap 3 ulangan pohon. Perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium yang diberikan secara tunggal maupun dikombinasi dengan senyawa pengkelat yaitu asam sitrat dan senyawa auksin yaitu NAA terdiri dari: 1. kontrol 2. CaCl2 22.5 g/l 3. CaCl2 22.5 g/l + NAA 40 mg/l 4. CaCl2 22.5 g/l + asam sitrat 27 mmol/l
88
89
5. CaCl2 22.5 g/l + NAA 40 mg/l + asam sitrat 27 mmol/l 6. Ca(OH)2 12.33 g/l 7. Ca(OH)2 12.33 g/l + NAA 40 mg/l 8. Ca(OH)2 12.33 g/l + asam sitrat 27 mmol/l 9. Ca(OH)2 12.33 g/L + NAA 40 mg/l + asam sitrat 27 mmol/l 10. Ca(NO3)24H2O 35.757 g/l 11. Ca(NO3)2 4H2O 35.757 g/L + NAA 40 mg/l 12. Ca(NO3)24H2O 35.757 g/l + asam sitrat 27 mmol/l 13. Ca(NO3)24H2O 35.757 g/l + NAA 40 mg/l + asam sitrat 27 mmol/l. Kalsium dilarutkan dengan 1 l air kemudian ditambahkan surfactant pro stiker dengan konsentrasi 0.5 ml/l larutan.
Penyemprotan larutan kalsium
dilakukan dengan menggunakan hand sprayer secara langsung ke buah dengan beberapa kali semprotan sampai seluruh permukaan buah basah dengan volume semprot sekitar 10 ml per buah pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis (MSA). Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. 2. Penyemprotan Buah Manggis dengan berbagai dosis CaCl2 Penyemprotan berbagai dosis (CaCl2) dilakukan masing-masing terhadap 20 buah secara acak pada tanaman manggis berumur kurang lebih seragam yaitu 30 tahun. Tiap perlakuan dilakukan masing-masing terhadap 3 ulangan pohon. Perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium yang diberikan dikombinasi dengan senyawa pengkelat yaitu asam sitrat terdiri dari: 1. kontrol 2. CaCl2 5 g/l+ asam sitrat 5 g/l 3. CaCl2 15 g/l + asam sitrat 5 g/l 4. CaCl2 22.5 g/l + asam sitrat 5 g/l 5. CaCl2 30 g/l + asam sitrat 5 g/l Kalsium dilarutkan dengan 1 l air kemudian ditambahkan surfactant pro stiker dengan konsentrasi 0.5 ml/L larutan.
Penyemprotan larutan kalsium
dilakukan dengan menggunakan hand sprayer secara langsung ke buah dengan beberapa kali semprotan sampai seluruh permukaan buah basah dengan volume semprot sekitar 10 ml per buah pada 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 minggu setelah
89
90
antesis (MSA). Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. 3. Pelabelan Buah Pelabelan buah saat bunga mekar (antesis) dilakukan terhadap 20 bunga/pohon pada setiap pohon sampel.
Pelabelan ini bertujuan untuk
menentukan buah yang akan diberikan perlakuan penyemprotan kalsium. 4. Pemanenan Buah Buah dipanen pada umur sekitar 112 hari setelah antesis. 5. Pengamatan Pengamatan sifat fisik dan kimia buah manggis dilakukan setelah buah dipanen. Peubah yang diamati sama dengan peubah pengamatan pada bab V. Hasil dan Pembahasan Getah Kuning Pada Buah Manggis Pada Tabel 17 terlihat bahwa penyemprotan berbagai kalsium CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O pada buah manggis terhadap skor getah kuning di kulit luar buah (tahun I) tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Meskipun demikian, penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap skor getah kuning di aril buah. Skor getah kuning di aril buah pada perlakuan penyemprotan Ca(NO3)24H2O + CA tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain tetapi lebih kecil dari perlakuan CaCl2 + NAA dan perlakuan Ca(OH)2 + NAA (Tabel 17). Skor getah kuning di kulit luar dan di aril buah tidak menunjukkan pola respon linier, kuadratik maupun kubik. Penelitian di tahun ke II, penyemprotan buah manggis dilakukan hanya dengan satu macam kalsium (CaCl2) dengan berbagai dosis yaitu 0, 5, 15, 22.5 dan 30 g/l.
Pada Tabel 18 terlihat bahwa aplikasi penyemprotan CaCl2
menurunkan skor getah kuning pada kulit luar dan aril buah manggis jika dibandingkan dengan kontrol. Skor getah kuning di kulit luar buah tidak berbeda nyata di antara perlakuan CaCl2 kecuali dengan perlakuan kontrol. (Tabel 18). Demikian juga skor getah kuning di aril pada perlakuan penyemprotan dengan berbagai dosis CaCl2 tidak berbeda nyata tetapi lebih rendah dari perlakuan kontrol.
90
91
Tabel 17 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap skor getah kuning tahun I Skor getah kuning (1-5) Perlakuan
Kulit luar buah
Aril buah
Kontrol (1) CaCl2 (2) CaCl2+CA (3) CaCl2+NAA (4) CaCl2+CA+NAA (5) Ca(OH)2 (6) Ca(OH) 2+CA (7) Ca(OH) 2+NAA (8) Ca(OH) 2+CA+NAA (9) Ca(NO3)24H2O (10) Ca(NO3)24H2O +CA (11) Ca(NO3)24H2O +NAA (12) Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13)
1.81 1.57 1.58 1.42 1.42 1.55 1.77 1.51 1.52 1.70 1.69 1.62 1.43
1.21 ab 1.16 ab 1.46 a 1.02 b 1.17 ab 1.23 ab 1.15 ab 1.09 b 1.16 ab 1.15 ab 1.44 a 1.35 ab 1.19 ab
Kurva respon - Linier - Kuadratik
-
-
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Kurva respon diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; - = tidak berbeda nyata.
Pada saat penelitian berlangsung, kondisi tahun
tanaman
manggis
pada
I sedang mengalami musim raya sedangkan di tahun ke II sedang tidak
musim raya atau musim kecil (off year). Kondisi tanaman pada musim raya lebih prima mendukung untuk mampu berproduksi dengan kualitas buah yang lebih bagus, oleh karena itu kualitas buah manggis pada tahun I jauh lebih baik dibanding dengan tahun ke II yang ditunjukkan dengan skor getah kuning yang lebih rendah baik di kulit luar maupun di aril buah. Gambar 27 merupakan gambaran mengenai kelayakan ekspor buah yang dikelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah buah manggis. Getah kuning di kulit luar buah, skor 1 hingga skor 3 digolongkan sebagai buah yang layak ekspor sedangkan skor 4 dan 5 buah tidak layak ekspor. Pada Gambar 27A terlihat bahwa jumlah buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di kulit luar buah pada tahun I perlakuan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan 13 persentase buah yang layak ekspor sebesar 100%. Sedangkan
91
92
Tabel 18 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap skor getah kuning tahun ke II Skor getah kuning (1-5) Perlakuan
Kulit luar buah
Kontrol
CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l) CaCl2 (15g/l) + CA (5g/l) CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l)) CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l) Kurva respon - Linier - Kuadratik - Kubik
Aril buah
4.25 a 3.07 b 2.97 b 2.79 b 2.34 b
2.52 a 1.60 b 1.27 b 1.19 b 1.35 b
** ** **
* ** **
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Kurva respon diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; - = tidak berbeda nyata.
pada perlakuan 5 ada yang tidak layak ekspor, namun persentasenya sangat rendah yaitu 2.63%. Pengelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada aril buah untuk layak tidaknya buah manggis untuk tujuan ekspor, skor 1 dan 2 sebagai buah layak ekspor, sedangkan skor 3 hingga 5 dikategorikan sebagai buah yang tidak layak ekspor. berdasarkan
Pada Gambar 27B terlihat bahwa buah yang layak ekspor skor
getah
kuning
di aril buah pada tahun I menunjukkan
persentase yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor. Di tahun I terlihat bahwa buah yang tidak layak ekspor berdasarkan getah kuning di aril dijumpai pada perlakuan 1, 5 dan 11. Pada Gambar 28 merupakan gambaran mengenai kelayakan ekspor buah yang dikelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah buah manggis di tahun ke II. Pada Gambar 28A tampak bahwa pada perlakuan kontrol, persentase buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di kulit luar buah di tahun ke II hanya sebesar 14%. Hal ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan persentase buah yang tidak layak ekspor, yaitu sebesar 86%. Namun pada perlakuan 5 hingga 30 g/l CaCl2 persentase buah yang layak ekspor lebih banyak dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor. Pada perlakuan 15 dan 30 g/l CaCl2, pesentase buah layak ekspor (83%) jauh
92
93
lebih banyak dibandingkan dengan buah tidak layak ekspor (17%). Pada Gambar 28B menunjukkan bahwa buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di aril buah pada tahun ke II menunjukkan persentase yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor.
Buah yang tidak layak
ekspor dijumpai pada perlakuan kontrol dan perlakuan 5 dan 15 g/l CaCl2. Pada perlakuan kontrol persentase buah tidak layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di aril dijumpai paling tinggi yaitu sebesar 32%. Pengelompokkan distribusi skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah manggis dapat dilihat berdasarkan persentase untuk masing-masing skoring dari 1 hingga 5. Distribusi skoring getah kuning di kulit luar buah pada tahun I terlihat bahwa persentase skor 2 paling banyak dijumpai pada semua perlakuan, disusul dengan skor 1, 3, dan 4 (Gambar 29A). Pada Gambar 29B terlihat bahwa persentase skor 1 berdasarkan distribusi skoring getah kuning di aril buah di tahun I dijumpai paling banyak pada semua perlakuan, disusul skor 2 dan 3. Persentase skor 1 tertinggi yaitu 96.88% dijumpai pada perlakuan 3 yaitu penyemprotan buah dengan kalsium CaCl2+CA. Distribusi skoring getah kuning di kulit luar dan aril buah pada tahun II dapat dilihat pada Gambar 30. Pada tahun ke II dijumpai persentase skor 1 (kulit luar buah mulus, tanpa getah kuning) hanya pada perlakuan penyemprotan CaCl2, dan tidak dijumpai pada perlakuan kontrol. Distribusi skor 3, 4 dan 5 dijumpai pada semua perlakuan. Pada kontrol dijumpai persentase skor 4 dan 5 terbanyak dibanding perlakuan penyemprotan CaCl2 lainnya (Gambar 30A). Persentase skor 1 berdasarkan distribusi skoring getah kuning di aril buah pada tahun ke II dijumpai paling banyak
pada semua
perlakuan, disusul dengan skor 2 pada perlakuan penyemprotan 5 hingga 15 g/l CaCl2 (Gambar 30B).
93
94
A
B
Gambar 27 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah (B) pada tahun I.
94
95
A
B
Gambar 28 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah (B) pada tahun II.
95
96
A
B Gambar 29 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah (B) pada tahun I.
96
97
A
B
Gambar 30 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah (B) pada tahun II.
97
98
Kandungan Kalsium Kulit Buah Pengaruh penyemprotan buah dengan berbagai kalsium terhadap kandungan kalsium di kulit buah di tahun I diamati masing-masing baik pada bagian eksokarp, mesokarp dan endokarp. Sedangkan di tahun ke II kandungan kalsium di kulit buah diamati pada bagian perikarp (keseluruhan kulit buah). Hasil penelitian di tahun I menunjukkan bahwa penyemprotan buah dengan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium pada bagian eksokarp, mesokarp dan endokarp buah. Pada Tabel 19 terlihat bahwa kandungan kalsium di eksokarp pada perlakuan Ca(OH)2+NAA, Ca(OH)2+CA+NAA dan CaCl2+CA+NAA adalah sama dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan kandungan kalsium di mesokarp pada perlakuan Ca(OH)2+CA+NAA dan Ca(NO3)24H2O+CA adalah sama dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Kandungan
kalsium
di
endokarp
tertinggi
dijumpai
pada
Ca(NO3)24H2O+CA+NAA dan Ca(OH)2+CA+NAA dan berbeda nyata dengan perlakuan peyemprotan lainnya. Dari data tersebut terlihat bahwa tidak semua penyemprotan dengan berbagai kalsium dapat meningkatkan kandungan kalsium di eksokarp, mesokarp dan endokarp buah jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tabel 19 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium pada buah terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun I Kandungan kalsium pada perikarp buah (%) Perlakuan
Eksokarp
Mesokarp
Endokarp
0.42 b 0.36 bc Kontrol (1) 0.36 c 0.33 cde CaCl2 (2) 0.29 e 0.24 f CaCl2+CA (3) 0.35 cd 0.34 bcd CaCl2+NAA (4) 0.44 ab 0.32 cde CaCl2+CA+NAA (5) 0.33 cde 0.31 cde Ca(OH)2 (6) 0.35 cde 0.30 cdef Ca(OH) 2+CA (7) 0.49 a 0.44 a Ca(OH) 2+NAA (8) 0.48 a 0.32 cde Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 0.35 cd 0.28 def Ca(NO3)24H2O (10) 0.31 cde 0.40 ab Ca(NO3)24H2O +CA (11) 0.29 e 0.29 cdef Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 0.30 de 0.27 ef Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
0.39 bc 0.30 ef 0.26 f 0.39 bc 0.37 cd 0.30 ef 0.34 cde 0.42 ab 0.32 de 0.32 e 0.39 bc 0.30 ef 0.46 a yang sama
98
99
Hasil penelitian di tahun II menunjukkan bahwa penyemprotan buah dengan berbagai dosis CaCl2 berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan kalsium pada kulit buah (perikarp) jika dibandingkan kontrol. Pada Tabel 20 terlihat bahwa penyemprotan dengan 22.5g/l CaCl2 menghasilkan kandungan kalsium di perikarp buah yang berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyemprotan buah dosis CaCl2 lainnya. Tabel 20 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium pada buah terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun II Perlakuan
Kontrol CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l) CaCl2 (15g/l) + CA (5g/l) CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l) CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l)
Kandungan kalsium pada perikarp buah (%) 0.16 b 0.24 ab 0.17 ab 0.25 a 0.23 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Sifat Fisik Buah Manggis. Hasil pengukuran di tahun I pada Tabel 21 menunjukkan bahwa setiap perlakuan penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap diameter transversal dan longitudinal, bobot buah dan bobot biji. Pada Tabel 19 terlihat bahwa diameter transversal pada perlakuan penyemprotan buah dengan CaCl2+CA tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan 2, 4, 5, 6, 9, 10, 11, dan 13. Diameter longitudinal pada perlakuan CaCl2+CA tidak berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan 2, 4, 5, 6, 7, 10, dan 11. Sedangkan bobot buah pada perlakuan CaCl2+CA tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, dan perlakuan 2, 4, 6, 7, 9, 11 dan 13. Pada perlakuan CaCl2+CA terlihat bahwa semakin besar diameter buah baik transversal maupun longitudinal maka bobot buah akan semakin besar pula. Hal ini terjadi karena adanya penambahan luas dan volume buah. Jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan penyemprotan berbagai kalsium tidak meningkatkan diameter transversal maupun diameter longitudinal buah, bobot buah dan bobot biji. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
99
100
Callan (1986) yang melaporkan bahwa aplikasi berbagai kalsium pada tanaman sweet cherry tidak berpengaruh terhadap ukuran buah. Perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2+NAA pada tahun I menghasilkan diameter transversal dan longitudinal serta bobot buah cenderung terendah walaupun tidak berbeda dengan beberapa perlakuan kalsium lainnya (Tabel 21). Pada Tabel 21 terlihat bobot biji cenderung terendah (1.03 g) dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2+CA. Sedangkan bobot biji tertinggi (2.22 g) dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(NO3)24H2O, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kalsium lainnya.
Tabel 21 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap diameter, bobot buah dan biji manggis pada tahun I Perlakuan
Diameter transversal (cm)
Diameter longitudinal
Bobot buah (g)
Bobot biji (g)
(cm) Kontrol (1)
5.64 ab
5.23 ab
87.04 ab
1.50 abc
CaCl2 (2)
5.51 abc
5.11 abc
83.17 abc
1.54 abc
CaCl2+CA (3)
5.74 a
5.41 a
93.82 a
1.19 bc
CaCl2+NAA (4)
5.51 abc
5.20 ab
83.24 abc
1.71 abc
CaCl2+CA+NAA (5)
5.36 bcd
5.10 abc
72.71 bc
1.29 bc
Ca(OH)2 (6)
5.55 abc
5.27 ab
87.31 ab
1.88 ab
Ca(OH) 2+CA (7)
5.44 abc
5.10 abc
78.46 abc
1.03 c
Ca(OH) 2+NAA (8)
5.12 d
4.76 c
66.50 c
1.31 bc
Ca(OH) 2+CA+NAA (9)
5.36 bcd
4.99 bc
79.91 abc
1.91 ab
Ca(NO3)24H2O (10)
5.45 abc
5.14 abc
73.89 bc
2.22 a
Ca(NO3)24H2O +CA (11)
5.54 abc
5.24 ab
87.64 ab
1.73 abc
Ca(NO3)24H2O +NAA (12)
5.31 cd
4.94 bc
73.42 bc
1.52 abc
Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13)
5.44 abc
4.97 bc
79.20 abc
1.64 abc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Hasil pengukuran di tahun II pada Tabel 22 menunjukkan bahwa setiap perlakuan penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap diameter
100
101
transversal dan bobot serta tingkat kekerasan kulit buah. Tabel 20 terlihat bahwa diameter transversal dan bobot buah tertinggi dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan 15 g/l CaCl2 yang berbeda nyata dengan perlakuan penyemprotan buah dengan 5 dan 30 g/l CaCl2 tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol. Tabel 22 menunjukkan bahwa semakin besar diameter transversal buah maka bobot buah akan semakin besar pula.
Hal ini terjadi karena adanya
penambahan luas dan volume buah. Tingkat kekerasan kulit buah terendah terdapat pada manggis perlakuan penyemprotan buah dengan 15 dan 22.5 g/l CaCl2 yang berbeda nyata dengan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyemprotan dengan 5 dan 30 g/l CaCl2. Kekerasan kulit buah belum tentu menunjukkan ketegaran dinding sel. Kekerasan kulit buah berkait dengan tipe sel penyusun perikarp buah. Pada eksokarp buah dijumpai lapisan sel-sel sklereid yang banyak mengandung lignin (zat kayu) sehingga menyebabkan kulit buah menjadi keras. Kekerasan kulit juga dipengaruhi oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang berperan dalam pemutusan ikatan polimer penyusun komponen dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin (Srivastata, 2002).
Menurut Qanytah (2004),
kekerasan buah tidak terkait dengan dinding sel tetapi terkait dengan ikatan sel-sel penyusun antar sel.
Tabel 22 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap diameter, bobot buah dan kekerasan kulit buah manggis pada tahun II Perlakuan
Diameter transversal (cm)
Bobot buah (g)
Kekerasan kulit buah (kg)
Kontrol
5.95 a
114.51 a
0.75 a
CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l)
5.54 bc
94.90 bc
0.71 ab
CaCl2 (15g/l) + CA (5g/l)
5.98 a
115.03 a
0.68 b
CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l)
5.74 ab
105.34 ab
0.69 b
CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l)
5.31 c
82.34 c
0.7 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
101
102
Pada Tabel 23 terlihat bahwa perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium di tahun I berpengaruh nyata terhadap ketebalan dan kekerasan kulit buah serta edible portion (porsi buah yang dapat dimakan). Kulit buah yang paling tebal dijumpai pada perlakuan kontrol dan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2 yaitu 0.71 cm, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2, 3, 4, 5, 7, dan 11. Kulit yang tebal pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2 juga menyebabkan nilai edible portion yang paling rendah, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 2, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13. Hal ini menggambarkan bahwa porsi buah yang dapat dimakan akan berkurang dengan semakin tebalnya kulit buah. Komponen ketebalan dinding sel seperti lignin, selulose, pektin, hemiselulose, suberin, kutikula dan lilin berkait dengan tebalnya kulit buah (Fahn, 1990; Esau, 1974; Srivastata, 2002). Kulit yang paling tipis dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(NO3)24H2O, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya selain kontrol, Ca(OH)2 dan Ca(OH)2+CA (Tabel 23). Pada Tabel 23 terlihat bahwa tingkat kekerasan kulit buah tertinggi (1.75 kg) dijumpai perlakuan penyemprotan buah dengan kalsium CaCl2+CA dan Ca(OH)2+CA namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol, 2,4, 5, 8, 11, 12, dan 13. Satuhu (2004) menyatakan bahwa perendaman buah dalam larutan CaCl2 dapat memperbaiki tekstur buah segar. Tekstur buah menjadi lebih keras sehingga laju transpirasi maupun respirasi dapat ditekan.
Sifat Kimia Buah Manggis. Pengaruh penyemprotan buah dengan berbagai kalsium pada tahun I berbeda nyata terhadap padatan terlarut total (PTT) dan total asam tertitrasi (TAT). Namun tidak berbeda nyata untuk nilai rasio padatan total terlarut dan total asam tertitrasi (Tabel 24). Pada Tabel 24, nilai padatan terlarut total tertinggi dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan kalsium CaCl2+CA+NAA meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan perlakuan penyemprotan kalsium lainnya kecuali dengan Ca(OH) 2+CA. Nilai total asam tertitrasi terendah dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan
102
103
Ca(NO3)24H2O+CA tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan penyemprotan kalsium lainnya kecuali dengan CaCl2+NAA. Tabel 23
Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap ketebalan dan kekerasan kulit buah serta edible portion pada tahun I
Perlakuan
Tebal kulit (cm)
Kekerasan kulit buah (kg)
Edible portion (%)
0.71 a 1.52 ab 31.81abcd Kontrol (1) 0.65 abc 1.56 ab 31.62abcd CaCl2 (2) 0.67 abc 1.75 a 32.07abcd CaCl2+CA (3) 0.67 abc 1.56 ab 29.97 cd CaCl2+NAA (4) 0.65 abc 1.64 ab 31.08 bcd CaCl2+CA+NAA (5) 0.71 a 1.41 b 29.73 d Ca(OH)2 (6) 0.70 ab 1.75 a 33.19 ab Ca(OH) 2+CA (7) 0.61 c 1.60 ab 29.99 cd Ca(OH) 2+NAA (8) 0.61 c 1.43 b 31.94 abcd Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 0.58 c 1.47 b 33.85 a Ca(NO3)24H2O (10) 0.63 abc 1.57 ab 33.28 ab Ca(NO3)24H2O +CA (11) 0.62 bc 1.62 ab 32.03 abcd Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 0.61 c 1.64 ab 32.45 abc Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Pada Tabel 24, walaupun nilai PTT dan TAT berbeda nyata antar perlakuan namun nilai rasio PTT/TAT tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium tidak meningkatkan kualitas buah manggis. Rasio PTT/TAT merupakan salah satu parameter yang dipakai sebagai indikator kualitas buah manggis. Semakin tinggi nilai rasio PTT/TAT maka mutu buah untuk dikonsumsi akan semakin baik pula (Singleton dan Gortner, 1965 dalam Lodh dan Pantastico, 1986). Pada Tabel 25 terlihat bahwa perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai dosis kalsium di tahun II berbeda nyata untuk padatan terlarut total (PTT), total asam tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT.
Tabel 25 menunjukkan bahwa
perlakuan penyemprotan buah dengan CaCl2 meningkatkan nilai PTT jika dibandingkan kontrol.
Hal ini sesuai dengan penelitian Callan (1986) yang
melaporkan bahwa aplikasi penyemprotan Ca(OH)2 pada buah sweet cherry meningkatkan padatan total terlarut dibanding kontrol. Pada Tabel 25 terlihat bahwa nilai PTT tertinggi (19.82 obrix) dijumpai pada perlakuan penyemprotan
103
104
buah dengan 5 g/l CaCl2 walaupun tidak berbeda nyata dengan dosis 15, hingga 30 g/l CaCl2. Tabel 24 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap nilai Padatan Terlarut Total (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun I Perlakuan
PTT (obrix)
TAT (%)
Rasio PTT/TAT
19.64 ab 0.23 ab 85.32 Kontrol (1) 19.90 ab 0.23 ab 86.63 CaCl2 (2) 20.15 ab 0.23 ab 84.45 CaCl2+CA (3) 19.66 ab 0.24 a 81.87 CaCl2+NAA (4) 20.49 a 0.22 ab 91.16 CaCl2+CA+NAA (5) 19.68 ab 0.23 ab 85.08 Ca(OH)2 (6) 18.25 b 0.23 ab 81.24 Ca(OH) 2+CA (7) 20.26 a 0.23 ab 88.70 Ca(OH) 2+NAA (8) 19.94 ab 0.23 ab 84.56 Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 20.32 a 0.23 ab 89.42 Ca(NO3)24H2O (10) 19.55 ab 0.21 b 94.36 Ca(NO3)24H2O +CA (11) 20.49 a 0.23 ab 90.99 Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 19.58 ab 0.23 ab 87.16 Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Pada Tabel 25 terlihat bahwa nilai TAT terendah (0.55%) dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan 22.5 g/l CaCl2. Pada perlakuan yang sama nilai rasio PTT/TAT dijumpai tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan CaCl2 lainnya. Tabel 25 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap nilai Padatan Terlarut Total (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun II
Perlakuan Kontrol CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l) CaCl2 (15g/l) + CA ((5g/l) CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l) CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l))
PTT (obrix) 18.57 b 19.82 a 19.41 ab 19.06 ab 19.38 ab
TAT (%) 0.61 b 0.65 ab 0.69 a 0.55 c 0.63 b
Rasio PTT/TAT 30.60 b 30.35 b 28.34 b 34.66 a 30.78 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
104
105
Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap pH aril dan kandungan vitamin C pada buah diamati hanya pada tahun I. Pada Tabel 26 tampak bahwa penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap pH aril buah. Nilai pH aril tertingi yaitu 3.8 dijumpai pada perlakuan penyemprotan Ca(NO3)24H2O dan berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan penyemprotan kalsium Ca(OH)2, Ca(OH) 2+CA+NAA dan Ca(NO3)24H2O +CA. Sedangkan nilai pH aril terendah
yaitu 3.52 dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2 dan tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan penyemprotan kalsium lainnya kecuali CaCl2+CA+NAA, Ca(NO3)24H2O dan Ca(NO3)24H2O +NAA.
Nilai pH aril yang
rendah menunjukkan tingkat keasaman buah yang tinggi. Meskipun demikian, pemberian kalsium tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C pada buah. Kandungan vitamin C yang diukur adalah menggunakan metode titrasi dengan pendekatan pengukuran kandungan asam organik yang dominan yaitu asam sitrat. Tabel 26 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap pH aril dan kandungan vitamin C pada buah manggis pada tahun I Perlakuan
pH aril
Vitamin C (mg/100g) 3.85 3.97 3.97 3.58 4.15 3.94 3.37 3.44 3.87 4.07 3.91 4.57 3.67
3.58 bc Kontrol (1) 3.63 abc CaCl2 (2) 3.64 abc CaCl2+CA (3) 3.63 abc CaCl2+NAA (4) 3.73 ab CaCl2+CA+NAA (5) 3.52 c Ca(OH)2 (6) 3.62 abc Ca(OH) 2+CA (7) 3.65 abc Ca(OH) 2+NAA (8) 3.59 bc Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 3.80 a Ca(NO3)24H2O (10) 3.61 bc Ca(NO3)24H2O +CA (11) 3.74 ab Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 3.61 abc Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
105
106
Korelasi Hasil uji korelasi penelitian di tahun I (Tabel 27) dan tahun ke II (Tabel 28) menunjukkan bahwa sebagian besar peubah yang diamati tidak berkorelasi satu sama lain. Pada penelitian tahun I, diperoleh hasil bahwa skor getah kuning di kulit luar tidak berkorelasi dengan getah kuning di aril buah. Hal ini bisa terjadi, karena pecahnya saluran getah kuning yang dijumpai di eksokarp sehingga mengotori kulit luar buah, tidak hanya disebabkan faktor endogen (rendahnya kandungan kalsium di eksokarp), tetapi juga bisa disebabkan adanya gangguan luar (mekanis) misalnya curah hujan berlebihan, angin, benturan, penanganan panen yang tidak hati-hati sehingga menyebabkan rusaknya kulit buah dan tusukan/gigitan serangga misalnya Capsids (Yaacob dan Tindall, 1995; Syah, 2007; Verheij, 2002). Pada Tabel 27 terlihat bahwa bobot buah berkorelasi positif sangat nyata terhadap diameter transversal maupun longitudinal. Demikian juga halnya nilai pH aril terhadap nilai padatan terlarut total (PTT).
Nilai PTT menunjukkan
tingkat kemanisan buah (Lodh dan Pantastico dalam Pantastico, 1986). Oleh karena itu, nilai PTT yang tinggi menyebabkan pH aril semakin meningkat. Hasil penelitian di tahun ke II (Tabel 28) skor getah kuning di kulit luar berkorelasi positif nyata dengan dengan getah kuning di aril buah (r = 0.580). Hal ini menunjukkan bahwa insiden getah kuning di kulit buah diikuti juga dengan insiden getah kuning di aril. Keadaan ini dijumpai diduga keluarnya getah kuning mengotori buah disebabkan oleh faktor yang sama yaitu rendahnya kandungan kalsium di kulit buah (perikarp). Skor getah kuning di aril berkorelasi positif sangat nyata dengan tingkat kekerasan buah (r = 0.870) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi skor getah kuning di aril maka kulit akan semakin keras. Hal ini bisa terjadi, karena pecahnya saluran getah kuning menyebabkan cairan getah kuning keluar mengotori aril sehingga sel-sel perikarp mengkerut dan menjadi keras. Pada Tabel 28 peubah lain yang juga menunjukkan korelasi positif sangat nyata (r = 0.980) adalah bobot buah terhadap diameter transversal buah. Adapun nilai total asam tertitrasi (TAT) berkorelasi negatif sangat nyata (r = 0.900) terhadap rasio PTT/TAT.
106
107
Tabel 27 Korelasi setiap peubah yang diamati di tahun ke I
Gk kulit
Dt
Dl
Kk
Gk kulit Gk aril
0.16 0.090 ns
Bb
0.320 ns
0.922**
rasio PTT/TAT -0.007 ns
0.090 ns
0.173 ns
0.794**
pH aril Keterangan:
PTT ns
0.570**
0.281 ns
ns * ** Gk kulit Gk aril Dt Dl Kk Bb PTT
: tidak berbeda nyata : berbeda nyata pada taraf 5% : berbeda nyata pada taraf 1% : skor getah kuning di kulit luar buah : skor getah kuning di aril : diameter transversal buah : diameter longitudinal buah : kekerasan kulit buah : bobot buah : padatan total tertitrasi Rasio PTT/TAT: rasio padatan terlarut total /total asam tertitrasi
Tabel 28 Korelasi setiap peubah yang diamati di tahun ke II
Gk kulit
Diameter
Bobot
Gk kulit Gk aril
0.580**
Ca kulit
-0.370 ns
Bobot
-0.310 ns
PTT/TAT
0.400ns
0.057 ns
0.870**
-0.114 ns
-0.320 ns
0.980**
TAT Keterangan:
-0.363 ns
Kk
-0.900** ns * ** Gk kulit Gk aril Ca kulit Kk PTT TAT
: tidak berbeda nyata : berbeda nyata pada taraf 5% : berbeda nyata pada taraf 1% : skor getah kuning di kulit luar buah : skor getah kuning di aril : persentase kandungan kalsium pada kulit buah : kekerasan kulit buah : padatan total terlarut : total asam tertitrasi
107
108
Simpulan
1. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O tanpa atau dikombinasikan dengan zat pengkelat yaitu asam sitrat (CA) dan zat pengatur tumbuh asam 1-naphthalene-acetic (NAA) di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah. Skor getah kuning di aril buah lebih rendah pada perlakuan penyemprotan
CaCl2+NAA dan Ca(OH)2+NAA dan tidak
berbeda nyata dengan perlakuan yang lain kecuali dengan perlakuan CaCl2 + CA dan Ca(NO3)24H2O + CA 2. Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis yang dikombinasikan dengan zat pengkelat CA di tahun ke II efektif mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2. 3. Aplikasi 22.5 g/l CaCl2 menghasilkan kualitas buah yang layak ekspor dengan daging buah tanpa getah kuning sebesar 100%. 4. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium yang tinggi pada eksokarp mesokarp dan endokarp buah pada perlakuan Ca(OH)2+NAA menghasilkan skor getah kuning yang rendah di aril buah. Di tahun ke II, kandungan kalsium kulit buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2 lainnya. 5. Penyemprotan buah di tahun I berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis. Perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium tidak meningkatkan sifat fisik dan kimia buah manggis dibanding kontrol. 6. Penyemprotan buah di tahun ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis. Diameter transversal dan bobot buah tertinggi dijumpai pada perlakuan kontrol, 15 dan 22.5 g/l CaCl2, nilai PTT pada perlakuan 5 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan rasio PTT/TAT tertinggi dijumpai pada perlakuan 22.5 g CaCl2.
108
109
BAB VII PEMBAHASAN UMUM Terjadinya Cemaran Getah Kuning pada Aril Getah kuning merupakan salah satu faktor yang berperan menurunkan kualitas buah manggis.
Menurut Yaacob dan Tindall (1995) getah kuning
merupakan kelainan fisiologis dengan gejala daging buah tercemar getah berwarna kuning.
Getah kuning merupakan masalah utama dalam agribisnis
manggis saat ini. Getah kuning bukan hanya merusak penampakan dan kebersihan kulit buah, tetapi juga menyebabkan daging buah (aril) menjadi pahit. Sebelum penelitian ini dilakukan penyebab terjadinya getah kuning belum diketahui secara pasti. Dari penelitian ini diketahui bahwa getah kuning merupakan getah alami yang terdapat pada buah manggis, seperti yang dijumpai pada ranting, tangkai daun, daun, dan kulit batang. Seluruh bagian tanaman akan mengeluarkan eksudat getah kuning apabila dilukai. Getah kuning disekresi oleh jaringan sekretori yang berupa kanal bercabang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa struktur saluran sekretori getah kuning yang dijumpai pada bunga, buah, tangkai buah, batang, dan daun manggis memiliki tipe yang sama yaitu saluran/ kanal yang bercabang. Struktur saluran getah kuning terdiri atas lumen besar yang dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang khas. Sesuai dengan pendapat Verheij (1972) yang menyatakan bahwa pada manggis anggota famili Guttiferae hampir seluruh bagian tanamannya mengeluarkan getah apabila dilukai. Teori yang dibangkitkan dari hasil penelitian ini tentang bagaimana terjadinya cemaran getah kuning pada aril dibangun oleh empat hal. Hal yang pertama yaitu: pembentukan saluran getah. Menurut Esau (1974) terjadinya saluran getah terjadi oleh diferensiasi sel parenkima dengan cara skizogen membentuk ruang, dan ruangan bersambung membentuk saluran. Lamela tengah larut saat pembentukan saluran getah secara skizogen.
Dari hasil penelitian ini diperoleh saluran getah
kuning pada manggis berbentuk saluran memanjang dan bercabang.
Pada saat
perkembangan buah, pembelahan sel menyebabkan kandungan kalsium pada tiap sel perikarp terutama epitel saluran getah kuning rendah. Oleh karena lamela larut
110
saat pembentukan saluran getah dan rendahnya kandungan kalsium menyebabkan sel epitel lemah. Hal ke dua tentang bagaimana terjadinya cemaran getah kuning pada aril adalah teori perkembangan buah. Di sini terjadi perbedaan pertumbuhan antara biji dan aril dengan bagian perikarp buah selama fase pembesaran buah sehingga terjadi desakan mekanik. Akibat desakan tersebut, sel epitel saluran getah di yang lemah di endokarp akan rusak sehingga getah keluar mengotori aril. Teori ke tiga yang membangkitkan terjadinya cemaran getah kuning pada aril adalah faktor iklim. Perubahan dari musim kering ke musim penghujan dengan adanya air yang tiba-tiba, akar akan banyak menyerap air sehingga menimbulkan perubahan tekanan osmotik pada cairan getah dan sitoplasma sel epitel sehingga adanya tekanan osmotik ini bisa menyebabkan sel epitel pecah. Saat aplikasi dolomit dan penyemprotan berbagai kalsium pada tahun I pada saat awal perkembangan buah bulan September-Oktober kondisi iklim dengan curah hujan kering (18-55mm) dan pada saat panen Januari- Februari kondisi iklim dengan curah hujan basah (98-167 mm) (Lampiran 2). Pada tahun ke II kondisi iklim pada awal perkembangan buah bulan Oktober-November kondisi iklim dengan curah hujan basah (146-116 mm) pada saat panen Februari- Maret kondisi iklim dengan curah hujan basah (377-673 mm) (Lampiran 2).
Hal ini
menunjukkan adanya perubahan dari musim kering ke musim penghujan. Teori ke empat tentang bagaimana terjadinya cemaran getah kuning pada aril adalah penelitian pemberian kalsium.
Perlakuan kalsium menyebabkan
cemaran getah kuning menjadi lebih sedikit. Hal ini berrkaitan dengan bagaimana cara pemberian kalsium.
Pemberian kalsium dapat melalui pengapuran dan
penyemprotan langsung pada buah. Kandungan kalsium yang rendah pada tanah dan pembelahan sel pada saat perkembangan buah menyebabkan rendahnya kalsium pada dinding sel sehingga sel epitel saluran getah menjadi lemah. Dari hasil
penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa getah kuning
mengotori aril diduga karena rusaknya sel-sel epitelium penyusun saluran getah di endokarp buah akibat tekanan turgor dan tekanan mekanik yaitu desakan pertumbuhan aril dan biji ke arah luar selama fase pembesaran buah dan kemungkinan bukan karena tekanan turgor sel perikarp, serangan serangga,
110
111
cendawan, ataupun bakteri. Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Syah (2007), Sunarjono (1998), Kurniadhi (2008) dan Nurcahyani (2000). Syah et al. (2007) melaporkan getah kuning merupakan gejala fisiologis yang berkaitan dengan turgorits sel yang menyusun kulit buah, yaitu pecahnya dinding sel akibat perubahan tekanan turgor yang disebabkan oleh perubahan lingkungan secara ekstrim. Sunarjono (1998) menyatakan bahwa getah kuning timbul akibat tusukan Helopeltis antonii yang mengeluarkaan toksin sehingga daging buah atau bekas tusukan menjadi kuning. Hal ini kemungkinan menyebabkan munculnya spot getah kuning pada permukaan luar buah. Kurniadhi (2008) melaporkan bahwa penyakit getah kuning bukanlah disebabkan oleh faktor fisiologis ataupun hama, melainkan disebabkan oleh patogen. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, serangan getah kuning pada buah manggis berkaitan dengan serangan cendawan Fusarium oxysforum. Apabila cendawan tersebut menginfeksi buah manggis muda dengan bantuan kutu buah, maka cendawan tersebut akan terinkubasi pada buah dalam jangka waktu yang cukup lama, dan gejala getah kuning akan muncul setelah buah matang. Sedangkan penelitian Nurcahyani
(2005)
melaporkan
bahwa
bakteri
Corynebacterium spp. berasosiasi dengan getah kuning pada buah manggis. Pada hasil pengamatan diperoleh bahwa getah kuning mulai mengotori aril pada saat buah berumur 14 minggu setelah antessis (MSA). Pada buah yang arilnya terkena getah kuning, tampak rusaknya sel epitel saluran getah kuning. Perubahan tekanan turgor selama fase pertumbuhan buah terkait dengan turgor sel, sedangkan getah kuning bukan berada di dalam sel melainkan di dalam saluran. Berdasarkan hasil penelitian, getah kuning mengotori aril keluar dari saluran getah akibat rusaknya dinding sel epitel penyusun saluran getah. Rusaknya dinding sel epitel diduga karena tekanan mekanik dari dalam akibat perkembangan sel-sel aril dan biji selama fase perkebangan buah mulai dari umur 10 minggu setelah antesis (MSA). Verheij (2002) melaporkan bahwa benturan pada saat panen dapat menyebabkan keluarnya getah kuning dan mengotori aril buah. Pada saat buah matang, getah kuning sudah mengering, sehingga tidak benar kalau getah kuning mengotori aril.
111
112
Peran Kalsium Dalam Mengurangi Cemaran Getah Kuning Kalsium merupakan salah satu unsur penting penguat dinding sel yang berikatan dengan pektin sebagai komponen penyusun lamela tengah. Kalsium merupakan elemen yang berkaitan dengan kelainan fisiologi (physiological disorder) pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran. Rendahnya kandungan kalsium pada sel-sel penyusun kulit buah berkaitan dengan pecah buah (cracking) dan sudah diteliti pada berbagai macam buah seperti leci, sweet cherry, dan tomat (Huang et al., 2005; Brown et al., 1995; Astuti 2002). Pada fase perbesaran buah diperoleh jumlah sel dan volume sel penyusun buah membesar sehingga perlu lebih banyak tambahan kalsium. Kurangnya kalsium dan lemahnya dinding sel penyusun sel-sel epitelium serta adanya tekanan mekanik dari dalam akibat perkembangan sel-sel aril dan biji selama fase perkembangan buah mulai dari 10 minggu setelah antesis (MSA)
menyebabkan rusaknya
sel-sel epitelium
penyusun saluran getah di endokarp buah sehingga getah kuning mengotori aril. Aplikasi kalsium ke dalam sel-sel penyusun jaringan buah pada penelitian ini dilakukan dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) dengan berbagai dosis melalui tanah dan penyemprotan buah manggis dengan berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O tanpa dan dengan senyawa pengkelat dan beberapa taraf dosis CaCl2 dengan pemberiaan senyawa pengkelat CA. Aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH tanah, kandungan kalsium tanah, eksokarp dan daun jika dibandingkan dengan kontrol.
Sebelum perlakuan
dolomit, kondisi tanah latosol di Leuwiliang bersifat asam dengan pH sekitar 4 disertai dengan kandungan kalsium pada tanah yang cukup rendah sekitar 0.9 me/100g (Liferdi, 2007; Gunawan, 2007).
Defisiensi kalsium sangat jarang
dijumpai, tetapi bisa terjadi pada tanah yang tingkat keasamannya tinggi (White, dan Broadley, 2003). Oleh karena itu pengapuran dengan dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah pada penelitian ini perlu dilakukan. Skor getah kuning di kulit luar buah di tahun ke II berkorelasi negatif dengan kandungan Ca di tanah. Hal ini berarti bahwa, kandungan kalsium yang cukup tinggi di tanah efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar buah.
112
113
Kandungan kalsium pada daun dijumpai lebih tinggi jika dibandingkan dengan kulit buah.
Pemberian kapur dolomit berpengaruh nyata terhadap
kandungan kalsium pada daun.
Kandungan kalsium pada daun akan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan dosis kalsium yang diaplikasikan. Kandungan kalsium pada daun dijumpai lebih tinggi
dibandingan dengan
perikarp buah. Pada mangga terutama pada lahan yang kurang kalsium, aplikasi kalsium pada tahap awal, sebagian besar kalsium diserap oleh daun. Sedangkan pada aplikasi kalsium berikutnya diserap oleh buah (Wiston, 2009 komunikasi pribadi). Kalsium diserap oleh akar dari larutan tanah dan diangkut ke pucuk melalui xilem, yang bisa diangkut secara simplas ataupun apoplas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan Ferguson dan Bollar. (1976), perlakuan pada pucuk tanaman apel dengan media yang mengandung isotop kalsium,
ternyata
kalsium tersebut diangkut ke pucuk tanaman melalui xilem dan sebagian kecil ada yang diangkut melalui floem. Kalsium diangkut dari akar ke bagian pucuk tanaman melalui aliran transpirasi (Marschner, 1995; Bangerth, 1979; Saure, 2005).
Kebanyakan air ditranspirasikan melalui daun, sehingga kandungan
kalsium tinggi dijumpai dalam daun. Bagian buah tidak melakukan transpirasi sebanyak daun, sehingga hanya sedikit kalsium terakumulasi dalam buah (Marschner, 1995; Bangerth, 1979; Shear dan Faust, 1970). Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah. Cemaran getah kuning pada buah diduga ada hubungannya dengan kandungan kalsium pada perikarp buah. Perlakuan kapur dolomit di tahun I meningkatkan kandungan kalsium pada eksokarp buah. Kalsium yang tinggi pada eksokarp buah menyebabkan tegarnya dinding sel penyusun kulit luar buah sehingga insiden getah kuning pada kulit luar buah menjadi lebih rendah.
Namun
kandungan kalsium pada endokarp buah pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding perlakuan kapur dolomit. Di sini terlihat bahwa pola meningkatnya kandungan kalsium pada eksokarp buah tidak seiring dengan kandungan kalsium pada endokarp buah.
113
114
Aplikasi pengapuran dolomit tidak mempengaruhi kualitas sifat fisik dan kimia buah, seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji, edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan terlarut total (PTT), total asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin C buah manggis. Hal ini ditunjukkan pula oleh penelitian yang dilaporkan Alissa (2001) bahwa aplikasi dolomit pada tanaman tomat tidak efektif meningkatkan padatan terlarut total dan kekerasan kulit buah. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O tanpa atau dikombinasikan dengan zat pengkelat yaitu asam sitrat (CA) dan zat pengatur tumbuh yaitu, asam 1-naphthalene-acetic (NAA) dengan frekuensi pengulangan penyemprotan melalui buah pada minggu ke 2, 4, 6, 8, dan 10 setelah antesis di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah. Skor getah kuning di aril buah
lebih rendah pada perlakuan penyemprotan
CaCl2+NAA dan Ca(OH)2+NAA dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain kecuali dengan perlakuan CaCl2 + CA dan Ca(NO3)24H2O + CA. Di sini terlihat bahwa tipe kalsium Ca(OH)2 lebih berperan menurunkan getah kuning di aril dibanding Ca(NO3)24H2O. Respon tanaman terhadap tipe kalsium untuk mengurangi pecah buah tidak sama. Callan (1986) melaporkan bahwa Ca(OH)2 lebih efektif dibandingkan CaCl2 menurunkan laju pecah buah pada sweet cherry, sedangkan pada penelitian Huang (2005) dilaporkan bahwa larutan Ca(NO3)2 lebih efektif menurunkan pecah buah pada leci dibandingkan CaCl2. Pemberian zat pengatur tumbuh NAA pada penelitian ini dijumpai lebih nyata pengaruhnya menurunkan skor getah kuning di aril dibanding agen pengkelat (CA). Zat pengatur tumbuh NAA mampu meningkatkan transpor dan akumulasi kalsium ke dalam buah. Transpor kalsium ke buah melalui floem pada fase ke-dua perkembangan buah, sedangkan fase pertama, kalsium diangkut ke buah melalui xilem bersamaan dengan aliran transpirasi (Marcelle dan Clijster, 1978). Namun, pemberian kalsium dengan senyawa pengkelat lebih baik dibanding dengan aplikasi kalsium tunggal tanpa pengkelat.
Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilaporkan oleh Combrink et al. (1995) dan Brown et al, (1995) dalam Huang et al., (2005), bahwa pemberian kalsium dengan senyawa
114
115
pengkelat dapat mengurangi pecah buah pada melon dan sweet cherry. Huang (2005) melaporkan bahwa penambahan senyawa pengkelat CA dan zat pengatur tumbuh NAA terhadap CaCl2 dapat mengurangi pecah buah pada leci dibandingkan dengan CaCl2 tunggal. Pada penelitian ini, kalsium langsung diaplikasikan ke buah, karena jika diaplikasikan melalui daun tidak menjamin akan meningkatkan kalsium di buah. Hal ini berkaitan dengan sifat kalsium yang imobil dan sangat sedikit kemungkinannya diangkut melalui floem (Bangerth, 1979).
Larutan kalsium
berpenetrasi ke buah lewat kutikula, stomata, lenti sel, dan pangkal trikoma. Kalsium diangkut masuk melalui difusi secara apoplas yaitu melalui sistim dinding sel dan ruang antar sel ke dalam perikarp buah (Saure, 2005; Glenn et al, 1985). Dinamika dan faktor-faktor yang mempengaruhi lintasan atau penyerapan kalsium ke dalam buah hingga saat ini masih belum seluruhnya difahami (Saure, 2005). Saure (2005) melaporkan bahwa konsentrasi kalsium pada buah apel dapat berubah selama perkembangan buah dan tidak seragam di seluruh bagian buah. Pada buah matang, konsentrasi kalsium tertinggi pada buah apel dijumpai pada kulit, dan paling rendah pada daging buah. Dinding sel buah bervariasi dalam hal ketebalan dan bekait terhadap umur dan tipe sel. Umumnya, sel muda memiliki dinding sel lebih tipis dibanding sel tua. Berdasarkan perkembangan dan strukturnya dinding sel dibedakan kedalam tiga bagian yaitu lamela tengah, dinding primer, dan dinding sekunder. Lamela tengah tersusun atas senyawa pektat yang berikatan dengan kalsium yang menjaga ketegaran dinding sel. Senyawa pektat dapat dijumpai dalam tiga bentuk yaitu protopektin, pektin, dan asam pektat yang berikatan dengan senyawa polimer terutama asam uronat. Asam pektat tersebut bersifat sangat hidrofilik, sehingga memungkinkan memelihara keadaan hidrasi tinggi pada dinding buah muda (Esau, 1974).
Masuk dan keluarnya ion dan air ke dalam protoplasma sel
tanaman harus melewati dinding sel. Dinding sel umumnya bermuatan negatif, sehingga dapat berinteraksi berbeda dengan kation dan anion (Nobel, 1999). Aplikasi kalsium pada buah ditambahkan senyawa surfaktan yaitu pro stiker yang bersifat non ionik (tidak bermuatan) yang berfungsi membasahi senyawa kalsium sehingga mudah berpenetrasi ke dalam perikarp buah. Senyawa kimia penyusun
115
116
dinding sel terutama adalah selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin, sedangkan senyawa kutikula, kutin, suberin dan lilin merupakan komponen dinding sel epidermis buah atau eksokarp (Esau, 1974; Nobel, 1999; Taiz dan Zeiger, 1991). Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis yang dikombinasikan dengan zat pengkelat CA dengan frekuensi pengulangan penyemprotan melalui buah pada minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 setelah antesis di tahun II efektif mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2.
Perlakuan taraf dosis yang berbeda ini sesuai
dengan penelitian Schlegel dan Schonerr (2002) dalam Saure (2005) yang melaporkan bahwa penetrasi kalsium melalui buah tidak semata bergantung pada permeabilitas kutikula buah, tetapi juga terhadap konsentrasi dan jumlah larutan yang disemprotkan. Pada penelitian ini, penyemprotan buah dengan hand-sprayer dilakukan sampai buah basah dengan volume sekitar 10 ml/buah. Pada penelitian ini pemberian kalsium dilakukan dengan penyemprotan melalui buah pada minggu ke 2, 4, 6, 8, dan 10 setelah antesis untuk tahun I sedangkan untuk tahun ke II dilakukan penyemprotan pada minggu ke ke 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 setelah antesis. Pengulangan penyemprotan ini bertujuan agar konsentrasi kalsium meningkat di perikarp buah.
Huang et al. (2005)
melaporkan aplikasi CaCl2 dengan frekuensi pengulangan yaitu pada saat minggu ke 4, 6 dan 8 setelah bunga mekar pada leci lebih efektif mengurangi pecah buah dibanding kontrol. Pada tomat, frekuensi 2 kali dan 3 kali penyemprotan garam kalsium
CaCl2 prapanen dapat meningkatkan kandungan kalsium pada buah
tomat dari 0.843 mg/g pada kontrol menjadi 0.907 mg/g pada 2 kali aplikasi dan 0.977 mg/g pada 3 kali aplikasi (Astuti, 2002). Selanjutnya Marschner (1995) mengemukakan karena sifat imobilitas kalsium, maka aplikasi penyemprotan berulang kali ke buah akan lebih efektif. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium tertinggi pada eksokarp buah dijumpai pada perlakuan Ca(OH)2+NAA dan Ca(OH)2 +CA+NAA. Kandungan kalsium pada mesokarp buah tertinggi juga dijumpai pada perlakuan Ca(OH)2+ NAA, sedangkan kandungan kalsium pada endokarp tertinggi dijumpai pada perlakuan Ca(NO3)24H2O+CA+NAA.
Kandungan kalsium yang tinggi di
116
117
eksokarp dan mesokarp pada perlakuan Ca(OH)2+NAA, diduga berkaitan dengan rendahnya skor getah kuning di aril. Di tahun ke II, kandungan kalsium kulit buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2
lainnya.
Pada tomat,
penyemprotan CaCl2 prapanen dapat meningkatkan kandungan kalsium pada buah tomat (Astuti, 2002), sedangkan pada buah leci, varietas yang resisten pecah buah dijumpai kandungan kalsium di perikarp yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang rentan. Jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan penyemprotan berbagai kalsium tidak meningkatkan diameter transversal maupun diameter longitudinal buah, bobot buah dan bobot biji. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Callan (1986) yang melaporkan bahwa aplikasi berbagai kalsium pada tanaman sweet cherry tidak berpengaruh terhadap ukuran buah. Penyemprotan buah di tahun ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis. Diameter transversal dan bobot buah tertinggi dijumpai pada perlakuan kontrol, 15 dan 22.5 g/l CaCl2, nilai PTT pada perlakuan 5 hingga 30 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan rasio PTT/TAT tertinggi dijumpai pada perlakuan 22.5 g CaCl2. Nilai padatan total terlarut (PTT) dapat digunakan untuk menduga tingkat kemanisan buah. Sjaifullah (1986) menyatakan bahwa padatan total terlarut mencerminkan rasa manis sekaligus menunjukkan derajat kematangan buah. Ion kalsium berperan didalam regulasi dan sintesis αamilase pada barley dan padi (Jones & Carbonell, 1984; Mitsui et al., 1984). Oleh karena itu semakin tinggi kadar enzim α- amilase maka hidrolisis zat pati menjadi gula akan semakin meningkat sehingga tingkat kemanisan buah dipengaruhi oleh kandungan kalsium di dalam buah.
Rasio gula/asam merupakan salah satu
parameter untuk menilai mutu buah (Lodh & Pantastico, 1986). Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa aplikasi kalsium melalui pengapuran dolomit dan penyemprotan berbagai kalsium terhadap buah dapat mengurangi camaran getah kuning pada buah. Pada aplikasi dolomit lewat tanah selain memerlukan waktu yang lama, dosis yang diberikan terlalu tinggi dan kalsium juga lebih banyak di bawa ke daun, sehingga hanya sedikit yang terakumulasi di buah. Penyemprotan berbagai kalsium langsung ke buah sangat
117
118
sulit diaplikasikan, jika diperlakukan di kebun manggis yang cukup luas, karena memerlukan tenaga kerja yang trampil. Dari penelitian ini telah diketahui bahwa pemberian kalsium dapat menurunkan insiden getah kuning pada manggis. Tetapi cara aplikasi kalsium yang dilakukan kurang efektif dan ekonomis. Karena itu perlu penelitian lebih lanjut untuk cara pemberian kalsium agar lebih efektif dan ekonomis.
118
119
VIII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Tipe saluran getah kuning pada bunga, buah, batang dan daun manggis adalah saluran/kanal yang bercabang. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang khas, merupakan sel hidup yang sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi. 2. Getah kuning mengotori aril diduga karena rusaknya
sel-sel epitelium
penyusun saluran getah di endokarp buah yang terjadi secara skizogen sehingga tidak memiliki lamela tengah dan diikuti dengan tekanan mekanik yaitu desakan pertumbuhan aril dan biji ke arah luar selama fase pembesaran buah dan tekanan osmotik serta rendahnya kandungan Ca dan pH tanah dan kemungkinan bukan karena tekanan turgor sel, serangan serangga, cendawan, ataupun bakteri. 3. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah kuning pada aril buah muda menunjukkan uji positif terhadap senyawa steroid. 4. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah. Aplikasi pengapuran dolomit tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik dan kimia buah. 5. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan cara penyemprotan pada buah di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah.
Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis di tahun ke II efektif
120
mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2.
Saran 1. Pada perikarp buah perlu dilakukan analisis kandungan ion kalsium bebas dan kalsium terikat pada perlakuan pengapuran dolomit dan penyemprotan berbagai kalsium pada berbagai fase umur buah sehingga dapat diperoleh penafsiran yang lebih baik terhadap hasil penelitian. 2. Perlu diteliti lebih lanjut tekanan turgor buah pada fase perkembangan buah sehingga dapat menjelaskan kapan pecahnya dinding sel epitel saluran getah kuning. 3. Perlu diteliti uji kuantitatif kandungan senyawa kimia getah kuning.
Ucapan Terima Kasih Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian Pusat Kajian Buahbuahan Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor melalui Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) yang didanai oleh Dewan Riset Nasional. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pusat Kajian Buahbuahhan Tropika IPB dan Kementrian Negara Riset dan Teknologi atas bantuan dananya.
Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada BPPS Departemen
Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa program doktor.
120
121
DAFTAR PUSTAKA Alissa. 2001. Pengaruh aplikasi kalsit dan dolomit terhadap kualitas dan daya simpan buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Asano J, Chiba K, Tada M, Yoshii T. 1996. Cytotoxic xanthones from Garcinia hanburyi. Phytochemistry 41(3):815-820. Astuti YA. 2002. Pengaruh frekuensi aplikasi CaCl2 prapanen terhadap kualitas dan daya simpan buah tomat. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bangerth F. 1979. Calcium-related physiological disorders of plants. Ann. Rev. Phytopathol. 17:97-122. Barasa F. 2009. Pengaruh penyemprotan kalsium klorida (CaCl2) terhadap kondisi getah kuning buah manggis (Garcinia mangostana L.). (Skripsi). Departemen Budi Daya Pertanian. Faperta. IPB. Bogor. Baur P. 1999. Surfactant effects on cuticular penetration of neutral polar compounds:dependence on humidity and temperature. J.Agric.Food Chem. 47:753-761. Behnke HD, Herrmann S. 1978. Fine structure and development of laticifers in Gnetum gnemon L. Protoplasma 95:371-384. Bradfield EG. 1976. Calcium complexes in the xylem sap of apple shoots. Plant and Soil 44:495-499. Brown GS, Wilson S, Boucher W, Graham B, McGlasson B. 1995. Effects of copper- calcium sprays on fruit cracking in sweet cherry (Prunus avium). Scientia Horticulturae 62:75 – 80. Bush DS. 1993. Regulation of cytosolic calcium in plants. Plant Physiol. 103:7-13. Buckman HO, Brady NC. 1969. The Nature and Properties of Soils. New York: Macmillan Co. Callan, NW. 1986. Calcium hydroxide reduces splitting of ‘Lambert’ sweet cherry. J. Amer. Soc. Horti. Sci. 111:173-175. Cass DD. 1985. Origin and development of the non-articulated laticifers of Jatropha dioica. Phytomorphology 35:133-140. Chairungsrilerd N, Takeuchi K, Ohizumi Y, Nozoe S, Ohta T. 1996. Mangostanol, a prenyl xanthone from Garcinia mangostana. Phytochemistry 43:10991102.
122
Chiu TF. 1980. Calcium-45 mobility in young apple trees grown under different nutrient-calcium condition. Jour. Agric,Res. China 29:183-194. Ciccarelli D, Andreucci AC, Pagni AM. 2001. Translucent glands and secretory canal in Hypericum perforatum L. (Hypericaceae): morphological, anatomical and histochemical studies during the course of ontogenesis. Ann. Bot. 88:637-644. Collings GH. 1955. Commercial Fertilizer. Fifth Edition. New York: MC. Graw-Hill Book Company, Inc. Cutting JGM, Bower JP. 1990. Relationship between auxin transport and calcium allocation in vegetative and reproductive flushes in avocado. Acta Horticulturae 275: 469-476. Deptan. 2005. Luas Panen, produktivitas dan produksi manggis tahun 2003. http//www.deptan.go.id/ditbuah/. [2 Nop 2005]. Deptan. 2008a. Ekspor hortikultura Indonesia: Nilai dan Volume Ekspor Buahbuahan. http//www.deptan.go.id. [20 Sep 2008]. Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. Tokyo: Academic Press. Dirjen Hortikultura. 2007. Vandemekum Manggis. Jakarta: Direktorat Budidaya Tanaman Buah Direktorat Jenderal Hortikultura. Dorly, S. Tjitrosemito, R. Poerwanto, Juliarni. 2008. Secretory duct structure and phytochemistry compounds of yellow latex in mangosteen fruit. HAYATI Journal of BioScience 15: 99-104. Ehret DL, Ho LC. 1986. Translocation of calcium in relation to tomato fruit growth. Ann. Bot. 58:679-688. Epstein E. 1961. The essential role of calcium in selective cation transport by plant cells. Plant Physiol. 36:437-444. Esau K. 1974. Plant Anatomy. 2 nd ed. New Delhi: Wiley Eastern Private Ltd. Fahn A. 1990. Plant Anatomy. London: Butterworth-Heinemann Ltd. Fatmawati F. 2006. Pengaruh teras, pupuk kandang dan kapur terhadap pertumbuhan vegetatif, produktivitas dan kualitas buah manggis (Garcinia mangostana L.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Felle. H. 1998. Ca12+ - Selective Microelectrodes and Their Application to Plant Cells and Tissues. Plant Physiol 91:1239 – 1242.
122
123
Ferguson IB, Bollard EG. 1976. Ann.Bot. 40:1057-1065.
The movement of calcium in woody stems.
Fernandez RT., Flore JA. 1998. Intermittent apllication of CaCl2 to control rain cracking of sweet cherry. In: Ystaas J. (ed.). Proceedings of the 3 th International Symposium on Cherry Plants. ISHS. Acta Hort. 468:683-689. Glenn GM, Poovaiah BW, Rasmussen HP. 1985. Pathways of calcium penetration through isolated cuticles of golden delicious apple fruit. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 110:166-171. Glenn GM, Poovaiah BW. 1989. Cuticular properties and postharvest calcium applications influence cracking of sweet cherries J. Amer. Soc. Hort. Sci. 144 (5): 781 – 788. Gopalakrishnan G, Balaganesan B. 2000. Two novel xanthones from Garcinia mangostana. Fitoterapia 71:607-609. Gunawan E. 2007. Hubungan agroklimat dengan fenofisiologi tanaman dan kualitas buah manggis di lima sentra produksi di pulau Jawa. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Guttridge CG, Bradfield EG, Holder R. 1981. Dependence of calcium transport into strawberry leaves on positive pressure in the xylem. Ann. Bot. 48:473-480. Hadisutrisno B. 2002. Strategi pengendalian penyakit utama pada manggis: Penyakit getah kuning selayang pandang. Makalah disampaikan dalam Seminar Agribisnis Manggis 24 Juni 2002. Hotel Salak, Bogor. Hao BZ, Wu JL. 2000. Laticifer differentiation in Hevea brasiliensis: Induction by exogenous jasmonic acid and linolenic acid. Ann. Bot. 85:37-43. Harborne JB. 1987. Phytochemical Methods. 2nd ed. London: Chapman and Hall Ltd. Harborne JB. 1988. Introduction to Ecological Biochemistry. 3th ed. London: Academic Press. Hardjowigeno S. 203. Ilmu Tanah. Jakarta: CV Akademi Pressindo. Harker FR, Venis MA. 1991. Measurement of intacellular and extracellular free calcium in apple fruit cells using calcium-selective microelectrodes. Plant, Cell and Environment. 14:525-530. Harrold JT. 1935. Comparative study of the developing and aborting fruits of Prunus persica. Bot. Gaz. 96:505-520.
123
124
Hawker J.S, Buttrose MS. 1980. Development of the almond nut (Prunus dulcis (Mill.) D.A. Webb). Anatomy and chemical composition of fruit parts from anthesis to maturity. Ann. Bot. 46:313-321. Hopping ME. 1976. Structure and development of fruit and seeds in Chinese gooseberry (Actinidia chinensis Planch.). New Zealand Journal of Botany. 14:63-68. Huang X et al. 2005. An Overview of Calcium’s Role in Lychee Fruit Cracking. In: Chomchalow N and Sukhvibul N (eds.). Proceedings of the II nd International Symposium on lychee, Longan, Rambutan, and Other Sapindaceae Plants. Chiang Mai, Thailand, Agt. 25-28, 2003. Belgium: ISHS. pp:231-240. Johansen D.A. 1940. Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Jones RGW, Lunt OR, 1967 The function of calcium in plants. Bot Rev. 33:407-426. Jones RL, Carbonell J. 1984. Regulation of the synthesis of barley aleurone αamylase by gibberellic acid and calcium ions. Plant physiol. 76:213-218. Kanwar JS, Rajput MS, Bajwa MS. 1972. Sun-burning and skin-cracking in some varieties of litchi (Litchi chinensis Sonn.) and the factors affecting them. Indian. J. Agric. Sci. 42:772-775. Kartika JG. 2004. Studi pertumbuhan buah, gejala getah kuning dan burik pada buah manggis (Garcinia mangostana L.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ketsa S, Atantee S. 1998. Phenolics, lignin, peroxidase activity and increased firmness of damaged pericarp of mangosteen fruit after impact. Postharvest Biology and Technology 14 (1998 ) : 117 – 124. Konno H, Yamaya T, Yamasaki Y, Matsumoto H. 1984. Pectic polysaccaride breakdown of cell walls in cucumber root grown with calcium starvation. Plant Physiol. 76:633-637. Kraemer T, Hunsche M, Noga G. 2009. Cuticular calcium penetration is directly related to the area covered by calcium within droplet spread area. Scientia Horticulturae 120:201-206. Kurniadhi. 2008. Penyakit getah kuning kendala ekspor buah manggis. http:/www.mitra-bisnis.biz/newsview.php/id=464 [6 Sep 2004] Lan L.A. 1984. The embryology of Garcinia mangostana L. (Clusiaceae). Gard. Bull. Sing. 37 (1): 93-103.
124
125
Liferdi. 2007. Diagnosisstatus hara menggunakan analisis daun untuk menyusun rekomendasi pemupukan pada tanaman manggis (Garcinia mangostana L.). [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Limami A, Lamaze T. 1991. Calcium (45Ca) accumulation and transport in chicory (Cichorium intybus L.) root during bud development (forcing). Plant and Soil 138:115-121. Lodh SB, Pantastico Er B. 1986. Perubahan-perubahan Fisikokimiawi Selama Pertumbuhan Organ-organ Penimbun. Hal. 64-87. Dalam Er B Pantastico (ed.). Fisiologi Pasca panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press. Mahlberg PG. 1959. Development of non-articulated laticifer in proliferated embryos of Euphorbia marginata Pursh. Phytomorphology. 9:156-162. Mahlberg PG. 1961. Embryogeny and histogenesis in Nerium oleander. II. Origin and development of non-articulated laticifer. Amer. J. Bot. 48:90-99. Mahlberg PG, Sabharwal PS. 1967. Mitosis in the non-articulated laticifer of Euphorbia marginata. Amer. J. Bot. 54:465-472. Mahlberg PG, Sabharwal PS. 1968. Origin and early development of nonarticulated laticifer in embryos of Euphorbia marginata. Amer. J. Bot. 55:375-381. Marcelle R, Clijsters H. 1978. Effects of growth regulators on the absorption and distribution of calcium in fruits. Acta Horticulturae 80:353-360. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd ed. Academic Press.
New York:
Martin D, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann J. 2002. Methyl jasmonate induces traumatic resin ducts, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid accumulation in developing xylem of norway spruce stems. Plant Physiol. 129:1003-1018. McGarvey DJ, Croteau R. 1995. Terpenoid metabolism. The Plant Cell 7:10151026. Mitsui T, Christeller JT, Nishimura IH, Akazawa T. 1984. Possible roles of calcium and calmodulin in the biosynthesis and secretion of α-amylase in rice seed scutellar epithelium. Plant Physiol. 75:21-25. Monacelli B, Valletta A, Rascio N, Moro I, Pasqua G. 2005. Laticifers in Campthotheca acuminata Decne: distribution and structure. Protoplasma 226:155-161.
125
126
Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka S, Luanratana O, Pongpan N, Neungton N. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. Journal of Ethnopharmacology 90:161-166. Morrison JC, Polito VS. 1985. Gum duct development in almond fruit, Prunus dulcis (Mill.) D.A. Webb. Bot. Gaz. 146:15-25. Mourao KSM, Beltrati CM. 2000. Morphology and anatomy of developing fruits and seeds of Mammea americana L. (Clusiaceae). Rev. Bras. Biol. 60:1-12. Nagy NE, Franceschi VR, Solheim H, Krekling T, Christiansen E. 2000. Woundinduced traumatic resin duct development in stem of norway spruce (Pinaceae): anatomy and cytochemical traits. Amer. J. Bot. 87:302-313. Nakasone HY, Paull RE. 1977. Tropical Fruit. New York: Cab International. Nasution DA. 2006. Pengembangan sistem evaluasi buah manggis secara non destruktif dengan gelombang ultrasonik. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nessler CL, Mahlberg PG. 1978. Laticifer ultrastructure and differentiation in seedlings of Papaver bracteatum Lindl., population arya II (Papaveraceae). Amer. J. Bot. 65:978-983. Nilar, Nguyen LHD, Venkatraman G, Sim KY, Harrison LJ. 2005. Xanthones and benzophenones from Garcinia griffithii and Garcinia mangostana. Phytochemistry 66:1718-1723. Nobel PS. 1999. Plant Physiology. 2nd ed. New York: Academic Press Nurcahyani Y. 2005. Identifikasi bakteri yang berasosiasi dengan getah kuning pada buah manggis. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ognjanov V et al. 1995. Anatomical and biochemical studies of fruit development in peach. Scientia Horticulturae 64:33-48. Palzkill DA, Tibbitts TW, Williams PH. 1976. Enhancement of calcium transport to inner leaves of cabbage for prevention of tipburn. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 101:645-648. Pankasemsuk T, Garner Jr JO, Matta FB, Silva JL. 1996. Translucent flesh disorder of mangosteen fruit (Garcinia mangostana L.). HortScience 31:112-113. Parveen M, Khan NUD. 1988. Two xanthones from Garcinia mangostana. Phytochemistry 27:3694-3696.
126
127
Parveen M, Khan NUD, Achari B, Dutta PK. 1991. A triterpen from Garcinia mangostana. Phytochemistry 30:361-362. Pearson RW, Adams F. 1967. Soil Acidity and Liming. Madison: American Society of Agronomy, Publisher. PKBT.
2007. Standar Operasional Prosedur Manggis (Garcinia mangostana). Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPM-IPB.
Pusat Penelitian Tanah. 1982. Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Qanytah. 2004. Kajian perubahan mutu buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan perlakuan precooling dan penggunaan giberelin selama penyimpanan. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rachmilevitz T, Fahn A. 1982. Ultrastructure and development of the laticifers of Ficus carica L. Ann. Bot 49: 13-22. Rai IN, Poerwanto R, Darusman LK, Purwoko BS. 2006. Perubahan kandungan giberelin dan gula total pada fase-fase perkembangan bunga manggis. Hayati 13:101-106. Richards AJ. 1990. Studies in Garcinia, dioecious tropical forest trees:the origin of the mangosteen (Garcinia mangostana L.). Botanical Journal of The Linnean Society 103: 301-308. Rigney CJ, Wills RBH. 1981. Calcium movement, a regulating factor in the initiation of tomato fruit ripening. HortScience 16:550-551. Rosowski JR. 1968. Laticifers morphology in mature stem and leaf of Euphorbia supina. Bot. Gaz. 129:113-120. Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science and Art. New York: John Wiley & Son. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid III. Bandung: Penerbit ITB. Samanani N, Alcantara J, Bourgault R, Zulak KG, Facchini PJ. 2006. The role of phloem sieve elements and laticifers in the biosynthesis and accumulation of alkaloids in opium poppy. The Plant Journal 47:547-563. Sanchez PA. 1976. Properties and Management of Soil in the Tropics. New York: John Wiley & Sons, Inc.
127
128
Sandra. 2007. Pengembangan pemutuan buah manggis untuk ekspor secara non destruktif dengan jaringan syaraf tiruan. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Satuhu S. 2004. Penanganan dan Pengelolaan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Saure MC. 2005. Calcium translocation to fleshy fruit: its mechanism and endogenous control. Scientia Horticulturae 105:65-89. Schonherr J, Bukovac MJ. 1972. Penetration of stomata by liquids. Plant Physiol. 49:813-819. Sekse L. 1995. Fruit cracking in sweet cherries (Prunus avium L.), some physiological aspects – a mini review. Scientia Horticulturae 63:135-141. Sekse L. 1998. Fruit cracking mechanism in sweet cherries (Prunus avium L.) a review. In: Ystaas J. (ed.). Proceedings of the 3 th International Symposium on Cherry Plants. ISHS. Acta Hort. 468:637-648. Sekse L, Bjerke KL.,Vangdal E. 2005. Fruit cracking in sweet cherries – an integrated approach. In: Lang GA. (ed.). Proceedings of the 4 th International Symposium on Cherry Plants. ISHS. Acta Hort. 667:471-474. Setterfield G, Bayley ST. 1961. Structure and physiology of cell walls. Annu. Rev. Plant.Physiol. 12:35-62. Sharma RR, Singh R. 2009. The fruit pitting disorder-a physiological anomaly in manggo (Mangifera indica L.) due to deficiency of calcium and boron. Scientia Horticulturae 119 :388-391. Shear CB, Faust M. 1970. Calcium transport in apple trees. Plant Physiol. 45:670674. Shear CB. 1975. Calcium-related disorders of fruits and vegetables. HortScience. 10:361-365. Sidik P. 2004. Kualitas buah manggis (Garcinia mangostana) dari lima lokasi sentra produksi di pulau Jawa. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soelberg J, Jorgensen LB, Jager AK. 2007. Hyperforin accumulates in the translucent glands of Hypericum perforatum. Annals of Botany 99:10971100. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian-IPB. Song WY, Zhang ZB, Shao HB, Guo XL, Cao HX, Zhao HB, Fu ZY, Hu XJ. 2008. Relationship between calcium decoding elements and plant abiotic-stress resistance. Int.J.Biol.Sci. 4:116-125.
128
129
Srivastata LM. 2002. Plant Growth and Development Hormones and Environment. New York: Academic Press. Sunarjono H. 1998. Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Syah MJA, Ellina M, Titin, Dewi, Firdaus U. 2007. Teknologi Pengendalian Getah Kuning pada Buah Manggis. Search http//www.pustakadeptan.go.id/inovasi/kl070102.pdf. [16 Juni 2008]. Taiz L, Zeiger E. 1991. Plant Physiology. New York: Cummings Publishing Co, Inc. Topcu G, Tan N, Ulubelen A, Sun D, Watson WH. 1995. Terpenoids and flavonoids from the aerial parts of Salvia candidissima. Phytochemistry 40:501-504. Tukey HB. 1939. Histological study of the developing fruit of the sour cherry. The Botanical Gazette 100: 723-749. Verheij EWM. 1992. Garcinia mangostana L. In: Verheij EWM, Coronel RE (eds.) PROSEA, Edible Fruits and Nuts. Wageningen: Pudoc. pp. 177-181. Verner L. 1938. Histology of apple fruit tissue in relation to cracking. Journal of Agricultural Research. 57:813-824. White PJ, Broadley MR. 2003. Calcium in plants. Ann. Bot. 92:487-511. White PJ. 2001. The pathways of calcium movement to the xylem. J. Exp. Bot. 52:891-899. Wittler GH, Mauseth JD. 1984. The ultrastructure of developing latex ducts in Mammillaria hyderi (Cactaceae). Amer. J. Bot. 71:100-110. Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen Cultivation. FAO Plant Production and Protection Paper 129. 1st ed. Belgium: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
129
130
L A M P I R A N
131
Lampiran 1 Komposisi larutan seri Johansen Komposisi Larutan Air Etanol 95% Etanol 100% Tertier Butil Alkohol Minyak Parafin
Larutan Johansen I II III IV V VI VII 50% 30% 15% 40% 50% 50% 45% 25% 10% 20% 35% 55% 75% 100% 50% 50%
131
132
Lampiran 2. Data cuaca di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang Tahun
Bulan
2006
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Jumlah Rata-rata 2007
Jumlah Rata-rata 2008
Jumlah Rata-rata
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Januari Februari Maret April Mei Juni
Suhu (oC) 25.1 25.5 25.8 25.8 26.0 25.7 26.1 25.2 25.9 26.7 26.4 26.1 310.3 25.9 26.1 25.1 25.7 25.8 26.0 25.6 25.6 25.4 26.0 26.0 25.9 25.3 308.3 25.7 25.7 24.4 25.1 25.6 25.8 25.6 152.1 25.3
Kelembaban (%) 89 89 84 84 84 81 79 76 72 74 83 87 981.8 82 81 90 86 85 86 83 81 79 77 81 81 89 1000.0 83 84 90 87 86 82 83 513.1 86
Curah hujan (mm) 197 70 30 258 3 59 59 38 18 55 456 214 1457.0 121.4 98 167 164 247 175 149 30 90 50 146 116 211 1643.0 136.9 251 377 673 527 277 172 2275.8 379.3
Hari hujan 14 13 2 15 1 1 4 4 4 4 26 16 104 8.7 7 12 14 20 14 13 3 3 2 11 12 19 130 10.8 20 29 28 25 18 16 136 22.7
Sumber: Dinas Pengairan Kecamatan Leuwiliang
132
133
Lampiran 3 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1982) Sifat kimia tanah KTK (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) C-organik (%) N-total (%)
< 0.1
P-tersedia Bray I P2O5 Olsen Al-dd (me/100g) Kejenuhan basa (%) Kejenuhan Al (%) C/N (%) Cadangan mineral Salinitas Fe (ppm) Mn (ppm)
pH H2O
Sangat rendah <5 < 0.1 < 0.1 <2 < 0.3 <1
Sangat masam < 4.5
Rendah
Sedang
5-16 0.1-0.3 0.1-0.3 2-5 0.4-1 1-2
17-24 0.4-0.5 0.4-0.7 6-10 1.1-2 2.01-3.00
0.1-0.2
<4 5-7 <10 10-15 < 10 10-20 < 20 20-40 <5 5-21 <5 5-10 <5 5-10 <1 1-2 Kekurangan < 50 < 20 Masam Agak masam 4.5-5.5 5.6-6.5
Sangat tinggi > 40 >1 >1 > 20 >8 > 5.0
Tinggi
25-40 0..6-1 0.8-1 11-20 2.1-8 3.01-5.0 0.510.21-0.50 0.75 8-10 11-15 16-46 46-60 21-30 31-60 41-60 61-80 21-30 31-60 11-15 16-25 11-20 21-40 2-3 3-4 Cukup 50-250 20-500 Agak Netral alkali 6.6-7.5 7.6-8.5
> 0.75 > 15 > 60 > 60 > 80 >60 >25 >40 >4 Keracunan ? >500 Alkali > 8.5
Lampiran 4 Pengaruh pemberian kapur dolomit dengan dosis yang berbeda terhadap nilai kejenuhan basa (KB), kandungan Al, K, Na, Fe, Mn, Zn dan Cu pada tahun I CaMg (CO3)2 (ton/ha) 0
KB (%)
Al (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
Fe (ppm)
Mn (ppm)
Zn (ppm)
Cu (ppm)
10.43c
6.34a
0.26ab
0.14
9.01a
6.88
2.31
1.77a
0.15
0.55b
5.84
1.04
0.60b
0.21
3.20b
5.97
6.55
1.24ab
18
18.19c
4.45a
0.13b
24
61.89b
1.42b
0.26ab
34
0.38a 90.29a 0.24 2.71b 4.36 1.68 1.96a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
133
134
Lampiran 5 Tabel rekapitulasi sidik ragam untuk peubah getah kuning pada kulit luar buah (1), getah kuning pada aril buah (2), pH tanah setelah 5 bln perlakuan pengapuran dolomit pada tahun I dan ke II (3), pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada kulit buah dengan berbagai kalsium dibanding kontrol (4), dan pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada aril buah dengan berbagai kalsium dibanding kontrol (5).
_______________________________________________________________________________ No.
Peubah
Sumber JK KT F-hitung Pr > F Keragaman _______________________________________________________________________________ 1 Getah kuning pada Waktu 6.374 6.374 40.021 0.000 kulit luar buah Perlakuan 2.656 0.885 5.560 0.008 Waktu*perlakuan 2.618 0.873 5.560 0.008 2
Getah kuning pada Waktu 0.106 aril buah Perlakuan 0.109 Waktu*perlakuan 0.040
0.106 0.036 0.013
3.404 1.168 0.432
0.084 0.353 0.733
3.
pH tanah
1.984 5.655 1.361 0.133 0.208
1.984 1.885 0.454 0.044 0.104
4.496 4.272 1.028 0.724 1.705
0.050 0.021 0.406 0.574 0.259
0.013 0.066
0.004 0.033
0.866 6.583
0.508 0.031
Waktu Perlakuan Waktu*perlakuan 4. Getah kuning pada Perlakuan kulit luar buah ulangan (kalsium vs kontrol) 5. Getah kuning pada Perlakuan aril luar buah ulangan (kalsium vs kontrol)
134