DOSIS DAN WAKTU APLIKASI KALSIUM DAN BORON UNTUK PENGENDALIAN CEMARAN GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DI TIGA SENTRA PRODUKSI
VANDRA KURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Dosis dan Waktu Aplikasi Kalsium dan Boron untuk Pengendalian Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) di Tiga Sentra Produksi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2017
Vandra Kurniawan A252130181
RINGKASAN VANDRA KURNIAWAN. 2016. Dosis dan Waktu Aplikasi Kalsium dan Boron untuk Pengendalian Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) di Tiga Sentra Produksi. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO dan DARDA EFENDI. Cemaran getah kuning menjadi salah satu masalah utama dalam produksi buah manggis. Cemaran getah kuning pada buah manggis akan mempengaruhi tampilan dan rasa buah manggis. Cemaran getah kuning terjadi saat getah ini keluar dari salurannya yang pecah dan mengotori aril (daging buah) atau kulit buah manggis. Pecahnya saluran getah terjadi karena sel-sel epitel penyusun saluran getah kuning mendapat tekanan yang disebabkan karena ada suatu masa perkembangan aril dan biji lebih cepat dibandingkan perkembangan kulitnya sehingga ada tekanan ke kulit buah, serta perubahan tekanan turgor secara tibatiba. Dinding sel yang lemah dan mudah pecah diduga akibat dinding sel-sel epital saluran getah kuning kekurangan kalsium. Kalsium berperan penting dalam penyusun struktur dinding sel sebagai Ca-pektat di lamela tengah. Unsur boron berperan mendukung fungsi dari kalsium dalam peningkatan kekuatan dinding sel-sel epitel saluran getah kuning. Peningkatan kekuatan dinding sel-sel epitel akan mengurangi resiko pecahnya saluran getah kuning dan menurunkan persentase buah tercemar dan skor cemaran getah kuning di buah manggis. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, aplikasi pemberian pupuk kalsium melalui tanah dapat mengurangi cemaran getah kuning pada buah manggis, namun dosis pupuk 3.12 ton kalsium/ha/tahun masih tergolong tinggi, sehingga petani tidak tertarik untuk mengaplikasikannya. Salah satu cara agar petani tertarik untuk mengaplikasikannya adalah mengurangi dosis pupuk kalsium. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi dosis pupuk kalsium dan boron serta waktu aplikasi yang tepat pada beberapa sentra produksi manggis yang memiliki masalah cemaran getah kuning, namun dalam penelitian ini hanya dilakukan pada tiga lokasi saja, yakni Citeureup, Cigudeg di Bogor dan Cikembar di Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perlakuan dosis kalsium dan boron yang terbaik dalam mengendalikan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis dan mendapatkan perlakuan waktu aplikasi kalsium dan boron yang terbaik dalam mengendalikan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial di tiga lokasi berbeda yaitu Citeureup, Cigudeg dan Cikembar. Faktor ke-1 adalah Dosis pupuk kalsium dan boron yaitu: 0 kg Ca/pohon+0 g B/pohon (kontrol), 1.6 kg Ca/pohon+1.553 g B/pohon dan 3.2 kg Ca/pohon+1.553 g B/pohon. Faktor ke-2 adalah waktu aplikasi yaitu pada saat antesis, stadia 1 (2 minggu setelah antesis), dan pada saat antesis+stadia 1. Pengamatan dilakukan terhadap (1) persentase cemaran getah kuning buah manggis pada aril, juring per buah dan kulit (2) skor cemaran getah kuning buah manggis pada aril dan kulit (3) sifat fisik buah meliputi: bobot buah, bobot kulit, bobot cupat, bobot biji, bobot aril, edible portion, diameter longitudinal, transversal, kekerasan dan ketebalan kulit, (4) sifat kimia buah yaitu: padatan terlarut total (PTT) dan asam tertitrasi total (ATT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kalsium dan boron yang terbaik adalah 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon dengan persentase penurunan cemaran getah kuning pada aril sebesar 46.79% di Citeureup, 59.61% di Cigudeg dan 63.30% di Cikembar dan pada kulit luar sebesar 30.13% di Citeureup, 14.78% di Cigudeg dan 51.76% di Cikembar. Waktu aplikasi kalsium dan boron yang terbaik adalah pada saat stadia 1 (2 minggu setelah antesis) dengan persentase penurunan cemaran getah kuning pada aril sebesar 59.07% di Citeureup, 29.08% di Cigudeg dan 23.86% di Cikembar, dan kulit luar sebesar 54.36% di Citeureup, 46.44% di Cigudeg dan 16.07% di Cikembar. Pemberian pupuk kalsium dan boron tidak mempengaruhi kualitas fisikokimia buah manggis diantaranya diameter, bobot buah, bobot kulit, bobot cupat, bobot biji, bobot aril, edible portion, kekerasan, ketebalan kulit, padatan terlarut total dan asam tertitrasi total di tiga lokasi penelitian. Kata kunci : dinding sel, hara tidak mobil, lokasi, pericap, pupuk.
SUMMARY VANDRA KURNIAWAN. 2016. Doses And Time Application of Calcium and Boron for Yellow Sap Contamination in Manggosteen Fruit (Garcinia mangostana L.) In Three Production Centre. Supervised by ROEDHY POERWANTO and DARDA EFENDI. Yellow sap contamination in the mangosteen fruit leads to low quality of the mangosteen fruit. Yellow sap contamination occurs because the cell walls of the fruit is weak due to lack of calcium (Ca) and boron (B). Ca and B plays role in maintaining the integrity of the cell wall. The study aims to get the best treatment of a dose and the time of application of Ca and B in controlling the contamination of yellow sap on the aryl and the rind (pericarp) of mangosteen. The research located in three mangosteen orchad in Citeureup, Cigudeg, Cikembar, and analysis of samples in Post Harvest Laboratory of Bogor Agricultural University in November 2014 to April 2015. The research was design by randomized complete block design (RCBD) with two factors. Factor 1 was combination dose of fertilizer, control, 1.6 kg Ca/tree+1.553 g B/tree, and 3.2 kg of Ca/tree+1.553 g B/tree. Factor 2 was time of fertilizer application at antesis stage, stage 1 (2 weeks after antesis), and antesis and stage 1. Variable measured: (1) the percentage of contamination of yellow sap mangosteen fruit on the aryl and pericarp, (2) score of contamination of yellow sap mangosteen fruit on the aryl and pericarp, (3) the physicochemical qualities that include diameter, weight, edible portion, hardness, total soluble solid and total tittrable acid. The result of this research indicated that the experiment was showed calcium and boron application proven to reduce the percentage and scores contamination on the aryl and pericarp. The most effective dose to reduce contamination of yellow sap in mangosteen was a dose of 1.6 kg Ca/tree+1.55 g B/tree percentage decreased in contamination yellow sap on the aryl 46.79% in Citeureup, 59.61% in Cigudeg and 63.30% in Cikembar and pericarp 30.13% in Citeureup, 14.78% in Cigudeg and 51.76% in Cikembar. The best time of fertilizer aplication was at stage 1 (2 weeks after antesis) percentage decreased in contamination yellow sap on the aryl 59.07% in Citeureup, 29.08% in Cigudeg, 23.86% in Cikembar, and pericarp 54.36% in Citeureup, 46.44% in Cigudeg and 16.07% in Cikembar. Ca and B did not affect the physicochemical qualities that include diameter, weight, edible portion, hardness, total soluble solid and total tittrable acid of mangosteen fruit in three study sites. Key words: cell wall, fertilization, immobile nutrient, location, pericarp.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DOSIS DAN WAKTU APLIKASI KALSIUM DAN BORON UNTUK PENGENDALIAN CEMARAN GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DI TIGA SENTRA PRODUKSI
VANDRA KURNIAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ade Wachjar, MS
Judul Tesis : Dosis dan Waktu Aplikasi Kalsium dan Boron untuk Pengendalian Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) di Tiga Sentra Produksi. Nama : Vandra Kurniawan NIM : A252130181
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc Ketua
Dr Ir Darda Efendi, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Maya Melati, MS MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 03 Februari 2017
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang memberikan rahmat serta hidayat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Dosis dan Waktu Aplikasi Kalsium dan Boron untuk Pengendalian Cemaran Getah Kuning Pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) di Tiga Sentra Produksi Penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada: 1. Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc dan Dr Ir Darda Efendi, MSi selaku pembimbing yang sabar mengajari, memberikan banyak ilmu, arahan, saran dan nasihat, serta menjadi teladan bagi penulis dalam berpikir dan bersikap. 2. Dr Ir Ade Wachjar, MS sebagai dosen penguji atas semua saran dan masukannya. 3. Dr Dewi Sukma, MSi selaku perwakilan dari program studi Agronomi dan Hortikultura atas semua saran dan masukannya. 4. Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Beasiswa BPPDN (Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri). 5. Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Hibah Kompetensi dengan judul Perbaikan Kualitas Buah Manggis dan Mangga sebagai Upaya Peningkatan Ekspor Buah Tropika Nusantara dengan nomor kontrak 035/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V/2013 atas nama Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc pada tanggal 13 Mei 2013. 6. Keluarga bapak Ayub petani manggis di Desa Citeureup, Kabupaten Bogor, keluarga bapak Mahmud dan bapak Sulis petani manggis di Desa Cigudeg, Kabupaten Bogor, dan keluarga ibu Iis petani manggis di Desa Cikembar Kabupaten Sukabumi, atas bantuan serta izin pemakaian kebun manggisnya sebagai tempat penelitian penulis. 7. Ayah dan ibu, beserta adik-adik dan seluruh keluarga atas segala doa, nasihat dan kasih sayangnya. 8. Teman-teman Program Studi Agronomi dan Hortikultura dan teman-teman Pascasarjana IPB yang telah memberikan kritikan, bantuan, saran, dan semangat kepada penulis. 9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pendidikan hingga selesainya penulisan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Maret 2017
Vandra Kurniawan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis
1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Manggis Getah Kuning Kalsium Boron
3 4 5 6
3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan
7 7 8 9 10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sifat Kimia Tanah Cemaran Getah Kuning pada Aril, Juring dan Kulit Buah Manggis Persentase Cemaran Getah Kuning Skor Cemaran Getah Kuning Kualitas Fisik Buah Kualitas Kimia Buah Persepsi Petani Terhadap Cemaran Getah Kuning Pembahasan Umum
13 13 14 15 18 20 23 24 28
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk, waktu aplikasi kalsium dan boron serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. 15 2 Persentase buah tercemar getah kuning pada aril, juring dan kulit buah dengan perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. 16 3 Skor cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. 19 4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk, waktu aplikasi kalsium dan boron serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron terhadap sifat fisik buah manggis di tiga lokasi penelitian. 20 5 Diameter transversal (T) dan longitudinal (L) buah manggis dengan perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. 21 6 Bobot buah dan bobot bagian-bagian buah manggis pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. 22 7 Tingkat kekerasan dan ketebalan kulit buah manggis pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. 23 8 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk waktu aplikasi kalsium dan boron, serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron terhadap sifat kimia buah di tiga lokasi penelitian. 23 9 PTT dan ATT buah manggis pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. 24 10 Faktor internal petani yang mempengaruhi usahatani manggis (%) 25 11 Faktor eksternal petani yang mempengaruhi usahatani manggis (%) 27 12 Persepsi petani responden terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (%) 28 13 Kemauan petani responden menerapkan pupuk kalsium dan boron (%) 28
DAFTAR GAMBAR 1 Aplikasi perlakuan 2 Lokasi penelitian
9 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner persepsi petani terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.) 2 Data curah hujan bulan agustus 2014 sampai maret 2015 3 Klasifikasi buah manggis berdasarkan diameter dan bobot buah (BSN 2009) 4 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1982) 5 Kandungan hara dan tekstur tanah pada tanah areal kebun manggis di tiga lokasi percobaan
36 39 40 41 42
1 PENDAHULUAN Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura andalan Indonesia, baik untuk pasar domestik maupun internasional. Volume ekspor manggis Indonesia meningkat dari 7 647 ton pada tahun 2013 menjadi 10 082 ton pada tahun 2014 dengan tujuan ekspor Hongkong, Taiwan, China, Uni Emirat Arab, Singapura, dan negara-negara Eropa (Kementan 2015). Total produksi manggis Indonesia dari tahun 2013 sampai 2014 mencapai 254 357 ton namun yang dapat di ekspor tergolong masih rendah berkisar hanya 6.97% dari total produksi (Ditjen Hortikultura 2015). Rendahnya volume ekspor manggis Indonesia disebabkan karena ketersediaan produk bermutu yang memenuhi standar ekspor masih rendah. Salah satu penyebab utama rendahnya mutu manggis yang layak ekspor adalah adanya cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah. Getah kuning yang mencemari aril menimbulkan rasa pahit dan pada kulit buah menyebabkan kotornya kulit buah sehingga penampilan buah kurang menarik. Persyaratan mutu buah untuk tujuan ekspor adalah buah manggis kelas super dengan mutu kulit buah mulus tidak bercacat mikrobiologis maupun cacat mekanis dengan toleransi kecacatan untuk burik dan getah kuning tidak lebih dari 5% (BSN 2009). Getah kuning adalah getah yang dihasilkan secara alami pada setiap organ tanaman manggis. Getah kuning pada dasarnya diproduksi oleh tanaman untuk keperluan metabolisme dan sistem pertahanan tanaman. Saluran getah kuning terdapat pada semua jaringan tanaman manggis. Getah kuning menjadi masalah ketika keluar dari saluran getah kuning yang pecah dan mengotori aril (daging buah) atau kulit buah (pericarp) manggis (Dorly et al. 2008). Pecahnya saluran getah kuning terkait oleh perbedaan laju pertumbuhan antara aril dan biji dengan pericarp selama fase pembesaran buah yang menimbulkan desakan mekanik dari biji dan aril ke pericarp. Selain itu juga, adanya peningkatan potensial cairan sel akibat menyerap air berlebih pada saat terjadi perubahan potensial air tanah yang mendadak. Apabila dinding sel epitel lemah akibat kekurangan kalsium maka selsel akan mudah pecah dan mengeluarkan getah kuning (Poerwanto et al. 2010). Kalsium berperan sebagai perekat pada struktur dinding sel dalam bentuk Capektat yang mengikat rantai pektin (Marschner 1995; Huang et al. 2005). Kalsium merupakan unsur hara makro bersifat tidak mobil sehingga tidak dapat didistribusikan kembali ke jaringan lain termasuk buah (Depari 2011). Selain kalsium, boron juga berperan meningkatkan kekuatan dinding sel. Boron berfungsi dalam pembelahan dan pembesaran sel selama fase pertumbuhan (Dear dan Weir 2004). Boron merupakan komponen struktural sel yang berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel dan integritas membran plasma. Ikatan boron terhadap pektin akan mendukung fungsi kalsium dalam meningkatkan kekuatan dinding sel, khususnya dinding sel-sel epitel penyusun saluran getah kuning (Marschner 1995). Serapan kalsium ke jaringan buah dipengaruhi oleh dosis pupuk dan waktu aplikasi, sehingga dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium menjadi penting untuk mendapatkan pengaruh yang terbaik dalam mengurangi cemaran getah kuning
2
pada buah. Menurut Depari (2011) aplikasi kalsium pada akhir stadia 1 dapat menurunkan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis dan meningkatkan kandungan kalsium pada endokarp. Hasil penelitian Kurniadinata (2015) menunjukkan bahwa antesis adalah waktu yang terbaik sebagai awal dari aplikasi kalsium. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan pemberian pupuk kalsium dan boron, terbukti mampu menurunkan cemaran getah kuning pada kebun manggis di lokasi penelitian yang berbeda. Dorly (2009) menggunakan pupuk kalsium sebanyak 6 ton kalsium ha/tahun di Leuwiliang. Depari (2011) menggunakan pupuk kalsium sebanyak 3.5 ton kalsium ha/tahun di Lampung mampu menurunkan persentase cemaran getah kuning sebesar 20% di aril, 63% di kulit dan 19% di juring per buah. Saribu (2011) menggunakan pupuk kalsium dan boron sebanyak 3.62 ton kalsium ha/tahun+0.8 kg boron pohon/tahun di Leuwiliang dapat menurunkan cemaran getah kuning pada aril hingga menjadi 0% cemaran. Primilestari (2011) menggunakan pupuk kalsium sebanyak 2 ton kalsium ha/tahun dapat menurunkan persentase juring yang tercemar getah kuning sebesar 95.71% di Lampung dan Purnama (2014) menggunakan pupuk kalsium dan boron sebanyak 3.12 ton kalsium ha/tahun+0.8 kg boron pohon/tahun di Purwakarta dapat menurunkan persentase buah yang arilnya tercemar getah kuning sebesar 98% dari 66.67% menjadi 1.05%. Dosis pupuk kalsium yang digunakan tersebut relatif masih tinggi sehingga tidak efektif dan ekonomis bila diterapkan oleh petani. Salah satu cara agar petani tertarik untuk mengaplikasikannya adalah mengurangi dosis pupuk kalsium. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi dosis pupuk kalsium dan boron serta waktu aplikasi yang tepat pada beberapa sentra produksi manggis yang memiliki masalah cemaran getah kuning, namun dalam penelitian ini hanya dilakukan pada tiga lokasi yakni Citeureup, Cigudeg di Bogor dan Cikembar di Sukabumi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan perlakuan dosis kalsium dan boron yang terbaik untuk mengendalikan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis, 2. Mendapatkan perlakuan waktu aplikasi kalsium dan boron yang terbaik untuk mengendalikan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis, 3. Mengetahui persepsi dan kemauan petani terhadap cemaran getah kuning dan pengendaliannya. Hipotesis 1. Dosis pupuk kalsium 1.6 kg Ca/pohon+boron 1.55 g B/pohon merupakan perlakuan yang terbaik dalam menurunan cemaran getah kuning pada buah manggis. 2. Aplikasi pupuk kalsium dan boron berdasarkan stadia pertumbuhan dan perkembangan buah dapat menurunkan cemaran getah kuning pada buah manggis.
3
2
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Manggis
Tanaman manggis merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara luas di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Saat ini manggis telah menyebar ke daerah-daerah tropika lainnya, seperti Birma, Srilanka, Madagaskar, India Selatan, China, Brazil dan sebagian Australia bagian Utara (Almeyda dan Martin 1976). Daerah yang cocok untuk budidaya manggis adalah daerah yang memiliki curah hujan tahunan 1 500 sampai 2 500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu rata-rata berkisar antara 25 sampai 30 oC. Tanah yang paling baik untuk budidaya manggis adalah tanah yang subur, gembur, mengandung bahan organik. Derajat kemasaman tanah (pH tanah) ideal untuk budidaya manggis adalah 5.5 sampai 7.0. Pertumbuhan tanaman manggis memerlukan daerah dengan drainase baik dan tidak tergenang serta air tanah berada pada kedalaman 50 sampai 200 m. Pohon manggis dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai pada ketinggian di bawah 1 000 m diatas permukaan laut (dpl). Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di bawah 500 sampai 600 m dpl. Untuk pertumbuhan yang baik, tanaman manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan dengan musim kering yang pendek untuk menstimulasi pembungaan. Meskipun demikian, manggis dapat tumbuh dengan baik pada tempat lain dengan persyaratan air tetap tersedia dimusim kemarau (Yaacob dan Tindall 1995). Pohon manggis berdaun rapat (rimbun), batang lurus dan tinggi dapat mencapai 6 sampai 25 m, cabang simetris membentuk piramid ke arah ujung tanaman, dan bentuk kanopinya sangat baik untuk hiasan di pekarangan. Duduk daun berlawanan, tangkai daun pendek. Bunganya soliter atau berpasangan di ujung tunas, tangkai bunga pendek dan tebal (Ashari 2006). Tanaman manggis memiliki akar tunggang dan akar lateral tetapi tidak terdapat akar rambut pada akar tunggang maupun akar lateral tersebut. Tidak adanya akar rambut tersebut dapat menghambat penyerapan hara karena akar rambut berfungsi sebagai penyerap hara. Akar tunggang manggis dapat menembus tanah hingga kedalaman > 5 m sedangkan akar lateral dapat tumbuh ke samping hingga sejauh 5 sampai 30 cm dari pangkal batang (Yaacob dan Tindall 1995). Daun manggis letaknya berhadapan bentuknya membujur bulat panjang (lonjong) bagian pucuknya tajam dengan tekstur tebal dan kasar. Panjang daun berkisar antara 15 sampai 25 cm dan lebarnya 7 sampai 13 cm. Bentuk permukaan atas daun mengkilap licin dan berwarna hijau muda sampai hijau tua tergantung umurnya sedangkan bagian bawahnya berwarna hijau muda sampai kekuningan (Verheij 1992). Bunga manggis bersifat unisex diecious (berumah dua) tetapi hanya bunga betina yang dijumpai sedangkan organ bunga jantan tidak berkembang sempurna (rudimeter) yaitu tumbuh kecil kemudian mengering dan tidak dapat berfungsi lagi oleh karena itu buah manggis dihasilkan tanpa penyerbukan (Mulyani 2000). Bunga tanaman manggis tumbuh dari ujung ranting, menyendiri atau berpasangan, bergagang pendek dan tebal, berdiameter sekitar 5 sampai 6.2 cm, daun kelopak empat helai tersusun dalam 2 pasang. Daun mahkota juga terdiri atas 4 helai, tebal
4
dan berdaging, berwarna kuning dengan pinggiran kemerah-merahan. Benang sari semu banyak, berseri 1 sampai 2, dengan panjang sekitar 0.5 cm. Bakal buah tidak bertangkai, berbentuk agak bulat, beruang 4 sampai 8, memiliki kepala putik yang tidak bertangkai, bercuping 4 sampai 8 (Verheij 1992). Buah berbentuk bulat atau agak pipih dan relatif kecil dengan diameter 3.5 sampai 8 cm. Bobot buah bervariasi 75 sampai150 g bergantung pada umur pohon dan daerah geografisnya dengan tebal kulit buah 0.8 sampai 1 cm. Pada buah yang matang struktur kulit buah yang keras merupakan pelindung yang sangat baik bagi daging buah yang lembut dan dapat dimakan serta memudahkan pengepakan dan pengangkutan (Qosim 2009). Menurut Verheij (1992) buah manggis matang pada waktu 100 sampai 120 hari setelah antesis (HSA). Menurut Poovarodom (2009) 65% akumulasi kalsium pada buah terjadi dalam 7 minggu setelah fruitset, yaitu pada stadia I sampai pertengahan stadia II perkembangan buah. Pada buah manggis terdiri dari tiga stadia perkembangan buah yaitu stadia I 1-4 minggu setelah antesis (MSA) terjadi proses pembelahan sel, stadia II 5-13 MSA terjadi pembelahan dan pembesaran sel yang ditandai dengan peningkatan berat segar secara linier dengan umur buah, kemudian pertumbuhan mulai menurun pada stadia III 14-15 MSA. Peningkatan ukuran diameter terjadi secara cepat pada umur 1-6 MSA dan pada saat itu juga terjadi penambahan jumlah dan ukuran sel-sel di aril dan perikarp buah (eksokarp, mesokarp dan endokarp). Selanjutnya peningkatan ukuran sel berlangsung lambat sejak minggu ke-8 setelah antesis. Ketebalan perikarp menurun seiring dengan meningkatnya ketebalan aril dan biji serta tebal biji meningkat tajam pada umur 14-16 MSA. Ukuran tebal kulit menurun pada buah umur 16 MSA juga diikuti dengan penurunan ukuran peubah sel eksokarp, endokarp dan aril buah (Dorly et al. 2010). Pola perkembangan biji dan aril berbeda dengan perkembangan eksokarp, mesokarp dan endokarp. Pertumbuhan tebal biji dan aril justru meningkat pada umur 14-16 MSA. Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang mendesak dari dalam ke arah luar, sehingga menyebabkan saluran getah kuning di endokarp buah pecah. Pecahnya saluran getah kuning tesebut menyebabkan getah keluar dari salurannya dan mengotori aril manggis. Cemaran getah kuning pada aril mulai terdeteksi sejak buah berumur 14 MSA (Dorly et al. 2010). Getah Kuning Getah kuning merupakan eksudat resin berwarna kuning yang tumpah akibat pecahnya saluran resin (Asano et al. 1996). Getah kuning merupakan gummi yang dijumpai pada berbagai tanaman dari famili Guttiferae. Sebagai famili Guttiferae tanaman manggis memiliki getah kuning hampir di seluruh tubuh atau organ tanaman manggis. Gummi resin terdapat pada ruang-ruang skizogen dalam korteks floem, daun, bunga dan biji pada tanaman dari famili Guttiferae. (Tjitrosoepromo 1994). Getah kuning pada dasarnya diproduksi oleh tanaman untuk keperluan metabolisme dan sistem pertahanan tanaman. Keluarnya getah kuning diakibatkan oleh kerusakan saluran resin akan mencemari jaringan lain yang ada di sekitar saluran tersebut. Kerusakan saluran epitel pada tanaman manggis dapat mengakibatkan keluarnya getah kuning dan mengakibatkan pencemaran aril dan
5
perikarp buah manggis. Pencemaran oleh getah kuning pada buah manggis dapat terjadi pada buah yang masih muda maupun yang sudah masak (Dorly 2009). Dorly et al. (2008) mengembangkan pengetahuan tentang penyebab kerusakan pada dinding sel epitel dan menduga pecahnya saluran sekretori sebagai akibat konsentrasi kalsium yang rendah pada dinding sel epitel. Rusaknya saluran getah kuning juga dapat terjadi akibat faktor perkembangan buah. Perbedaan perkembangan aril dan biji dengan kulit buah selama pertumbuhan mengakibatkan kerusakan saluran getah kuning. Dugaan penyebab pencemaran getah kuning adalah perubahan tekanan turgor akibat terjadinya perubahan air tanah yang fluktuatif dan ekstrim. Peningkatan serapan air yang ekstrim oleh akar tanaman menyebabkan dinding sel saluran getah kuning pecah dan mengeluarkan cairan getah berwarna kuning (Dorly et al. 2008). Dugaan lain terhadap penyebab getah kuning adalah akibat kerusakan mekanis berupa benturan, gangguan serangga dan cara panen yang kurang hati-hati (Syah et al. 2010). Getah kuning manggis tidak akan menjadi masalah apabila tetap berada di dalam saluran getah. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada buah manggis, yaitu desakan akibat perubahan turgor dan desakan akibat perbedaan perkembangan bagian buah manggis. Dorly (2009) menyebutkan bahwa kulit buah mulai menipis pada minggu kelima setelah antesis, diikuti dengan pertumbuhan biji yang pesat. Pada minggu kesepuluh setelah antesis, biji tumbuh pesat, namun pertumbuhan pericarp semakin melambat. Pertambahan volume buah sedikit, tetapi pertambahan biji meningkat pesat sehingga muncul desakan dari dalam berupa stres mekanik yang dapat menyebabkan saluran getah kuning pecah pada 10 MSA dan mulai mengotori aril pada 14 MSA. Mekanisme terjadinya cemaran getah kuning terkait dengan perkembangan buah, perubahan potensial air dan peran kalsium. Pada saat perkembangan buah, biji bertambah besar dengan pertambahan volume yang sedikit sehingga terjadi desakan dari dalam ke arah perikarp. Akibatnya sel-sel epitel saluran getah kuning mengalami tekanan dan akan mudah pecah sehingga menyebabkan bocornya saluran getah kuning. Tekanan turgor yang tinggi juga akan menyebabkan pecahnya saluran getah. Tekanan turgor yang tinggi tersebut terjadi apabila fluktuasi potensial air tanah terjadi secara drastis dalam waktu yang pendek. Perubahan tekanan turgor akan memberikan tekanan pada dinding sel epitel, baik dari dalam (karena turgor plasma sel) maupun dari luar (turgor cairan sel). Buah manggis yang memiliki dinding sel epitel yang lemah akan menyebabkan pecahnya saluran getah kuning akibat desakan dari perubahan turgor dan perbedaan perkembangan buah. Lemahnya dinding sel epitel tersebut disebabkan oleh rendahnya kandungan kalsium di dalam sel. Keutuhan dinding sel epitel akan terjadi apabila kebutuhan akan kalsium tercukupi sehingga dapat mencegah pecahnya saluran getah kuning (Poerwanto et al. 2010). Kalsium Kalsium merupakan salah satu unsur hara makro yang diperlukan oleh tanaman dan diserap dalam bentuk ion-ion Ca++. Kalsium merupakan bagian integral dari dinding sel. Kalsium mempengaruhi ketegaran dinding sel dengan
6
membentuk ikatan silang dengan rantai pektin (Marschner 1995). Kalsium berbeda dengan nutrisi lainnya karena diangkut ke buah hanya dalam jumlah kecil dibanding ke daun (Bangerth 1979). Walaupun kalsium tersedia di dalam tanah, defisiensi kalsium menjadi masalah pada beberapa tanaman buah-buahan dan sayuran (Saure 2005). Defisiensi kalsium merupakan salah satu penyebab utama terjadinya cemaran getah kuning pada buah manggis yang disebabkan kebutuhan kalsium yang tidak terpenuhi pada bagian buah. Rendahnya konsentrasi kalsium pada buah tidak hanya disebabkan defisiensi kalsium maupun rendahnya penyerapan kalsium namun dapat juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan akar dalam menyerap kalsium untuk didistribusikan melalui xylem. Oleh karena itu upaya meningkatkan kandungan kalsium tanah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi cemaran getah kuning buah manggis (Dorly 2009). Aplikasi kalsium melalui tanah untuk meningkatkan kandungannya pada buah manggis secara efektif seharusnya tidak dibatasi pada periode awal setelah fruit set tetapi diperpanjang sampai panen (Poovarodom 2009). Ketersediaan unsur kalsium dalam tanah dapat ditingkatkan dengan memberikan kapur atau pupuk kalsium dengan waktu dan konsentrasi tertentu (Hardjowigeno 1992). Pengapuran pada tanah masam memberikan manfaat menaikkan pH tanah, menambah unsur kalsium, menambah ketersediaan unsurunsur fosfor, persentase kejenuhan basa, mengurangi keracunan besi, mangan dan aluminium, serta memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah. Pada tanahtanah yang netral sampai alkalin, kalsium diberikan dalam bentuk senyawa lain yang mudah tersedia misalnya kalsium klorida (CaCl2) ataupun kalsium nitrat (Ca(NO3)2) yang juga dapat diberikan melalui daun. Bahan kapur yang biasa digunakan adalah kapur bakar (CaO), kapur hidrat (Ca(OH)2), kapur kalsit (CaCO3), kapur dolomit (CaMg(CO3)2) dan kulit kerang (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Boron Boron adalah salah satu dari 16 unsur hara penting untuk pertumbuhan tanaman. Konsentrasi boron dalam batuan berkisar antara 5-10 mg/kg. Di dalam tanah boron dapat berbentuk sebagai mineral primer (mika dan tourmaline) mineral sekunder (terjerap oleh liat dan bahan organik). Disamping itu boron juga dapat ditemukan dalam larutan (boric acid dan borate anion) dan dalam bahan organik serta biomas mikroba (Shorrocks 1997). Dalam sistem apoplas, boron yang diserap oleh akar tanaman bergerak sesuai dengan aliran transpirasi dan terakumulasi pada daun dan batang (Blevins dan Lukaszewski 1998). Selain itu boron juga diangkut melalui floem untuk jaringan reproduksi dan vegetatif (Shelp et al. 1995). Unsur hara boron merupakan bagian dari komponen struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel, mendukung bentuk, kekuatan sel tanaman (Hu dan Brown 1997). Ketersediaan hara boron bagi tanaman pada tanah tertentu dikendalikan oleh sifat fisik, kimia, tekstur, mineral liat serta bahan organik (Goldberg 1997). Pada kondisi pH rendah boron terjerap oleh Al dan pada pH tinggi terjerap oleh liat tanah (Shorrocks 1997). Dalam kondisi tanah yang lembab penyerapan unsur boron akan lebih baik. Boron berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel pada bagian tanaman yang
7
sedang tumbuh atau berkembang (Dear dan Weir 2004). Penelitian Matoh et al. (1993) pada tanaman lobak menduga bahwa interaksi antara borat dan pektin penting bagi struktur dinding sel untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Defisiensi boron menyebabkan terjadinya abnormalitas dalam dinding sel sehingga pengaturan sel untuk mitosis terganggu, akibatnya penambahan sel terhenti (Blevins dan Lukaszewski 1998). Defisiensi boron juga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia meliputi perubahan struktur dinding sel, fungsi dan integritas membran, aktifitas enzim serta produksi sebagian besar metabolit tanaman. Defisiensi boron juga mengakibatkan ketidakteraturan dinding sel dan terhambatnya pertumbuhan tanaman (Johansen et al. 2006). Disamping itu juga mengakibatkan perkembangan buah tidak sempurna dan merusak keteraturan pada kulit serta daging buah (Dear dan Weir 2004). Kelebihan boron menyebabkan efek fisiologi yang negatif seperti penurunan klorofil daun, penghambatan fotosintesis, menurunkan konduktifitas stomata (Lovvat dan Bates 1984), endapan lignin dan suberin (Ghanati et al. 2002), peroksidasi lipid dan mengubah jalur aktivitas antioksidan (Karabal et al. 2003). Toksisitas boron menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan dinding sel, metabolik dengan mengikat dinding gugus ribose ATP, NADH dan NADPH, serta terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel (Reid et al. 2004). Aplikasi boron secara berlebih dapat meningkatkan aktivitas superoksida (SOD), peroksidase (POD), polifenol oksidase (PPO) serta menurunkan konsentrasi P, K dan Ca yang signifikan pada daun tomat (Kaya et al. 2009). Selain itu juga tanaman yang keracunan boron mengalami peningkatan malondialdehyde (MDA) dan hydrogen peroksida (H2O2) juga mengakibatkan stress oksidatif dan peroksida membran (Cervilla et al. 2007)
3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada November 2014 sampai April 2015 di tiga lokasi yaitu Kabupaten Bogor tepatnya di Desa Leuwikaret Kecamatan Citeureup dan Desa Wargajaya Kecamatan Cigudeg serta di Kabupaten Sukabumi tepatnya di Desa Bojongkembar Kecamatan Cikembar. Pengamatan cemaran getah kuning serta sifat fisik dan kimia buah dilakukan di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah dolomit [CaMg (CO3)2] sebagai sumber kalsium, finbor (48% B2 03 ) sebagai sumber boron dan buah manggis yang berasal dari tanaman manggis asal biji, larutan natrium hidroksida (NaOH) 0.1 N, indikator phenolphthalein (PP) dan akuades. Alat yang digunakan terdiri atas hand refractometer, penetrometer, jangka sorong, timbangan analitik, serta alat-alat laboratorium dan lainnya.
8
Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial di tiga lokasi berbeda yaitu Citeureup, Cigudeg dan Cikembar. Faktor pertama adalah dosis pupuk kalsium dan boron yaitu: 1. Kontrol (tanpa dolomit dan finbor). 2. 1.6 kg Ca/pohon (5.33 kg dolomit/pohon)+1.55 g B/pohon (3.2 g finbor/pohon). 3. 3.2 kg Ca/pohon (10.67 kg dolomit/pohon)+1.55 g B/pohon (3.2 g finbor/pohon). Faktor kedua adalah waktu aplikasi kalsium dan boron yaitu: 1. Pada saat antesis (80% dari populasi bunga mekar) 2. Pada saat stadia 1 (2 minggu setelah antesis). 3. Pada saat antesis dan stadia 1 (masing-masing diberi kalsium dan boron setengah dari dosis yang ditetapkan). Total kombinasi perlakuan adalah sembilan perlakuan. Seluruh perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan pada masing-masing lokasi penelitian. Setiap satuan percobaan menggunakan satu tanaman manggis. Pengamatan cemaran getah kuning dan sifat fisikokimia dilakukan pada 40 sampel buah per tanaman yang diambil secara acak. Lokasi yang dipilih menjadi kebun penelitian adalah kebun yang belum pernah diteliti sebelumnya. Penggunaan dosis kalsium dan boron merupakan hasil modifikasi dari dosis hasil penelitian Purnama (2014). Penelitian ini menggunakan dosis kalsium yang lebih rendah untuk menguji keefektifan kalsium dalam menurunkan cemaran getah kuning dimana 1.6 kg kalsium/pohon setara dengan 1 ton kalsium/ha bersumber dari 3.3 ton dolomit/ha dan 3.2 kg kalsium/pohon setara dengan 2 ton kalsium/ha bersumber dari 6.7 ton dolomit/ha. Dosis boron yang digunakan merupakan dosis yang paling efektif menurunkan cemaran getah kuning pada penelitian Purnama (2014) yaitu dosis 1.55 g boron/pohon yang setara dengan 1.6 kg finbor/ha. Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk = μ + αi + βj + Ck + (βC)ij + εijk. Keterangan: i = 1, 2, 3,.....n, j = 1, 2, 3,........n, dan k = 1, 2, 3, 4,…....n Yijk = nilai pengamatan pada faktor dosis kombinasi kalsium dan boron (β) taraf ke-j, faktor waktu aplikasi (C) taraf ke-k dan kelompok ke-i μ = rataan umum αi = pengaruh kelompok ke-i βj = pengaruh faktor β taraf ke-j Ck = pengaruh faktor C taraf ke-k (βC)jk = interaksi dari faktor β taraf ke-j dan faktor C taraf ke-k Εijk = pengaruh galat faktor β taraf ke-j, faktor C taraf ke-k dan kelompok ke-i. Variabel skoring getah kuning aril dan kulit luar diuji dengan uji KruskalWallis dan Uji Dunn. Analisis statistik yang digunakan untuk Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut :
9
12
K=N(N+1) ∑ki =1
Ri2 ni
-3(N+1)
Keterangan: K = nilai Kruskal Wallis Ri = jumlah ranking dari perlakuan ke i (mean rank) Ni = banyaknya ulangan pada perlakuan ke i k = banyaknya perlakuan ( i=1.2.3......k) N = jumlah seluruh data ( N=n1+n2+n3+...+nk) Selain itu, untuk mengetahui persepsi petani terhadap getah kuning dan cara pengendaliannya maka akan dilakukan survey terhadap petani manggis. Responden terpilih ditentukan secara purposive sampling yaitu petani yang memiliki atau mengelola kebun manggis. Jumlah responden masing-masing lokasi adalah 10 orang. Survey dilakukan dengan mewawancarai petani manggis menggunakan kuesioner terstruktur dengan pertanyaan bersifat terbuka (Lampiran 1). Peubah yang ditanyakan kepada petani meliputi faktor internal petani seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan pengalaman, sedangkan faktor eksternal petani seperti luas lahan yang dikelola, status kepemilikan lahan, jumlah pohon manggis, pola tanam, jarak tanam, pemupukan, pengendalian gulma, hama dan penyakit, sistem pemasaran dan standar mutu, selain itu ditanyakan pula tentang persepsi dan kemampuan petani terhadap penyerapan informasi cemaran getah kuning pada buah manggis. Data yang diperoleh berupa data primer dari petani, kemudian data dianalisis berdasarkan frekuensi jawaban petani dan tabulasi. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan tanaman Pohon manggis yang digunakan adalah pohon manggis berumur lebih dari 20 tahun yang berada pada fase bunga mekar (antesis) dari kebun manggis Citeureup, Cigudeg, dan Cikembar. 2. Pelabelan buah Pelabelan buah dilakukan terhadap 40 bunga/pohon. Pelabelan bertujuan untuk menentukan buah-buah yang akan digunakan selama pengamatan 3. Aplikasi kalsium dan boron Sumber kalsium yang digunakan berasal dari pupuk dolomit [CaMg(CO3)2] yang memiliki kandungan CaO3 sebesar 30%. Aplikasi dolomit dilakukan dengan cara ditaburkan dalam larikan yang dibuat pada sekeliling pohon manggis sesuai tajuk tanaman lalu ditutup kembali dengan tanah (Gambar 1a). Sumber boron berasal dari finbor. Aplikasi finbor dilakukan dengan cara dilarutkan dalam air kemudian disiramkan di bawah tajuk tanaman (Gambar 1b).
10
(a) (b) Gambar 1 Aplikasi perlakuan a. pemberian dolomit dan b. pemberian finbor 4.
Pemanenan buah Buah dipanen ketika telah memenuhi syarat umur pemanenan. Buah yang dipanen pada umumnya berumur 105 sampai 114 hari setelah antesis (HSA) Pengamatan
Persentase cemaran getah kuning pada buah manggis Pengamatan terhadap persentase cemaran getah kuning dilakukan untuk mengetahui intensitas cemaran yang terjadi, baik pada buah dalam satu pohon maupun pada juring per buah. Persentase cemaran tidak memperhatikan parah atau tidaknya jumlah getah yang mencemari buah. Buah dianggap tercemar meskipun getah kuning yang mengotori kulit atau aril hanya sedikit. Skor cemaran getah kuning menunjukkan tingkat keparahan getah kuning yang mencemari buah. Skor cemaran getah kuning dari 1 sampai 5, dengan nilai 1 (terburuk) hingga 5 (terbaik). Semakin tinggi nilai skor menunjukkan buah tidak tercemar getah kuning. Sampel yang digunakan pada pengamatan persentase dan skor cemaran getah kuning pada buah manggis sebanyak 40 buah/pohon. 1.
Cemaran getah kuning pada kulit buah a. Persentase cemaran getah kuning pada kulit buah dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: PGK Kulit =
Jumlah buah yang kulitnya tercemar getah kuning Jumlah buah yang diamati
x 100%
b. Skor cemaran getah kuning pada kulit buah dilakukan dengan menggunakan metode skoring (Kartika 2004 yang dimodifikasi). Skor 1: Buruk sekali, kulit kotor karena terdapat tetesan getah kuning dan membentuk jalur berwarna kuning di permukaan buah dan warna buah kusam. Skor 2: Buruk, kulit buah kotor karena tetesan getah kuning dan bekas aliran yang menguning dan membentuk jalur berwarna kuning di permukaan buah. Skor 3: Cukup baik, kulit buah mulus dengan 6-10 tetesan getah kuning yang mengering tanpa mempengaruhi warna buah. Skor 4: Baik, kulit buah mulus dengan 1-5 gumpalan kecil getah kuning yang mengering tanpa mempengaruhi warna buah. Skor 5: Baik Sekali, kulit mulus tanpa tetesan getah kuning.
11
2.
Cemaran getah kuning pada aril buah a. Persentase cemaran getah kuning pada aril dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: PGK Aril =
Jumlah buah yang aril tercemar getah kuning Jumlah buah yang diamati
x 100%
b. Persentase cemaran getah kuning pada juring per buah dihitung menggunakan rums sebagai berikut: PJGK = c.
Jumlah juring aril tercemar getah kuning Jumlah juring aril yang diamati
x 100%
Skor cemaran getah kuning pada aril buah dilakukan dengan menggunakan metode skoring (Kartika 2004 yang dimodifikasi). Skor 1:
Skor 2:
Skor 3:
Skor 4:
Skor 5:
Buruk sekali, terdapat noda/gumpalan besar baik di juring, diantara juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit dan warna aril menjadi bening. Buruk, terdapat noda/gumpalan getah kuning baik di ujung juring, diantara juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit. Cukup baik, terdapat beberapa noda noda (bercak) getah kuning disalah satu juring atau diantara juring dan mengotori aril. Baik, aril putih, terdapat 1 sampai 2 noda (bercak kecil) karena getah kuning pada satu ujung aril, namun tidak memberikan rasa pahit. Baik sekali, aril putih bersih, tidak terdapat getah kuning baik diantara aril dengan kulit buah maupun di pembuluh buah Komponen Sifat Fisik Buah
Pengamatan sifat fisik dan kimia buah dilakukan adalah: 1. Diameter buah (cm) Pengukuran diameter buah dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan arah horizontal melingkar (diameter transversal) dan arah vertikal (diameter longitudinal). 2.
Bobot buah dan bagian-bagiannya (gram) Bobot buah dihitung dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran ini meliputi bobot buah, bobot kulit, bobot cupat, bobot aril dan bobot biji.
3.
Edible portion (%) Edible portion adalah presentase bagian aril yang dapat dimakan terhadap bobot buah secara keseluruhan. bobot aril-bobot biji Edible portion = x 100% bobot buah
12
4.
Kekerasan kulit buah (mm/kg/det). Pengukuran dilakukan dengan menusukkan jarum penetrometer pada kulit bagian pangkal, tengah, ujung dan selanjutnya diambil rata-rata buah manggis. Kekerasan buah kemudian dapat dilihat pada skala yang tertera pada alat.
5. Ketebalan kulit buah (mm) Ketebalan kulit buah diukur dengan cara membelah buah secara melingkar kemudian diukur menggunakan jangka sorong. Komponen Sifat Kimia Buah 1.
Padatan terlarut total (obrix) Daging buah dari beberapa buah sampel diambil dari setiap perlakuan dan diukur padatan terlarut total (PTT) dengan menggunakan alat hand refractometer Pengukuran dilakukan dengan cara memberikan setetes cairan buah pada lensa pembaca hand refractometer. Angka yang muncul pada layar merupakan PTT dalam buah manggis.
2.
Asam tertitrasi total (%) Kandungan asam tertitrasi total dalam buah manggis diukur dengan menggunakan metode titrasi NaOH. Pengukuran asam tertitrasi total (%) dihitung melalui asam tertitrasi. Jumlah NaOH 0.1 N yang terpakai untuk mendapatkan perubahan warna merah jambu hasil titrasi stabil merupakan angka yang digunakan untuk pengukuran asam tertitrasi total (ATT). Aril dilepas dan disaring menggunakan kain saring kemudian hasil saringan ditimbang sebanyak 10 g. Bahan tersebut ditambahkan akuades sehingga total larutan 100 ml. Sebanyak 25 ml larutan ditempatkan dalam erlenmeyer dan diberi indikator PP sebanyak tiga tetes. Selanjutnya campuran larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 N, titrasi dilakukan hingga terbentuk warna merah muda yang stabil. Perhitungan total asam tertitrasi dilakukan dengan rumus: Asam tertitrasi total (%) = Keterangan: ml NaOH N NaOH fp 64 mg contoh
ml NaOH x N NaOH x fp x 64 mg contoh
x 100%
= volume NaOH yang terpakai pada titrasi = normalitas NaOH (0.1 N) = faktor pengenceran (100mL/25mL) = faktor asam dominan = 10 000 mg
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi dengan karakteristik yang berbeda. Lokasi pertama adalah Citeureup yang terletak di ketinggian 221 m dpl pada koordinat lintang 6°30’32.97”S dan bujur 106°56’45.58”T. Tanaman manggis di lokasi tersebut memiliki jarak tanam yang tidak beraturan karena ditanam di pekarangan rumah (Gambar 2a). Lokasi kedua di Cigudeg pada ketinggian tempat 370 m dpl dengan koordinat lintang 6°29’32.91°S dan bujur 106°33’30.27”T. Tanaman manggis memiliki pola terasering karena keadaan lahan yang tidak merata dengan jarak tanam 4 m x 4 m bersamaan dengan tanaman lain seperti sengon, durian dan duku (Gambar 2b). Lokasi ketiga adalah Cikembar yang terletak di kabupaten Sukabumi dengan ketinggian tempat 378 m dpl pada koordinat lintang 6°58’5.87”S dan bujur 106°48’21.74”T. Kebun manggis ini memiliki jarak tanam 4 m x 5 m dan tidak ternaungi oleh tanaman lain (Gambar 2c). Selama penelitian berlangsung curah hujan rata-rata yang tercatat oleh Badan Meteorologi dan Geofisika sebesar 295 mm/bulan di Citeureup, 275 mm/bulan di Cigudeg dan 509 mm/bulan di Cikembar (Lampiran 2). Berdasarkan klasifikasi iklim oleh Schmidt-Ferguson, bulan kering terjadi dimana curah hujan yang kurang dari 60 mm/bulan. Bulan kering akan menginduksi pembungaan pada tanaman manggis. Curah hujan yang rendah terjadi pada bulan SeptemberOktober, sehingga antesis terjadi pada bulan November.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Lokasi penelitian a. kebun manggis Citeureup, b. kebun manggis Cigudeg dan c. kebun manggis Cikembar Sifat Kimia Tanah Hasil analisis tanah sebelum perlakuan menunjukkan kebun manggis di daerah Citeureup, Cigudeg dan Cikembar memiliki tingkat kemasaman yang tinggi dengan pH rata-rata 4.14. Kandungan N, P, K dan Ca pada tiga lokasi penelitian tergolong rendah, sedangkan kandungan Mg dan KTK masuk dalam kategori sedang. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1982), berdasarkan kriteria
14
penilaian sifat-sifat kimia tanah kandungan Ca < 2 me/100 g dikategorikan sangat rendah, pada kisaran 2-5 me/100 g rendah, kisaran 6-10 me/100 g sedang, kisaran 11-20 me/100 g tinggi sedangkan kandungan Ca > 20 me/100 g sangat tinggi (Lampiran 4). Berdasarkan hasil analisis tanah (Lampiran 5) maka diketahui bahwa kandungan kalsium pada lahan percobaan di Citeureup, Cigudeg dan Cikembar masuk dalam kategori rendah. Rendahnya hara terutama disebabkan oleh tingginya tingkat pencucian akibat curah hujan yang terjadi sepanjang tahun. Hasil analisis tanah pada akhir penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan tingkat kemasaman dari sangat masam menjadi agak masam di Citeureup dan Cigudeg, sedangkan di Cikembar tingkat kemasaman meningkat dari sangat masam menjadi normal. Setelah pemupukan dengan dolomit, terjadi peningkatan kandungan hara N, P, K, Ca, Mg dan KTK di tiga lokasi penelitian jika dibandingkan dengan pengamatan awal. Di Citeureup terjadi peningkatan hara N sebesar 13.64%, P sebesar 51.06%, K sebesar 64.86%, Ca sebesar 58.58%, Mg sebesar 55.63% dan KTK sebesar 21.14%. pada lokasi penelitian Cigudeg terjadi peningkatan hara N sebesar 52.00%, P sebesar 51.17%, K sebesar 50%, Ca sebesar 73.08%, Mg sebesar 50% dan KTK sebesar 44.54%. Sedangkan di Citeureup terjadi peningkatan hara N sebesar 34.60%, P sebesar 58.58%, K sebesar 93.23%, Ca sebesar 88.37%, Mg sebesar 73.96% dan KTK sebesar 33.97%. Perubahan sifat kimia tanah tersebut terindikasi ada kaitan yang erat antara pH tanah terhadap status ketersediaan Ca dalam larutan tanah akibat adanya pengikatan ion H oleh ion CO3-2 yang terdapat dalam dolomit. Menurut Tisdale et al. (2005) reaksi yang terjadi pada saat pemberian dolomit, mula-mula CaCO3MgCO3 terurai membentuk ion CO32+ dan ion Ca2+ atau Mg2+. Ion CO3-2 akan menarik ion H+ dari kompleks jerapan tanah sehingga terbentuk H2CO3. Ion Ca2+ atau Mg2+ akan mengisi kompleks jerapan tanah yang ditinggalkan oleh ion H+ dengan demikian pH tanah akan naik. Akibatnya ketersediaan unsur hara akan meningkat. Cemaran Getah Kuning pada Aril, Juring dan Kulit Buah Manggis Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk kalsium+boron berpengaruh nyata terhadap persentase cemaran getah kuning pada aril, juring dan kulit luar di Citeureup dan Cikembar. Pada lokasi penelitian Cigudeg, dosis pupuk kalsium+boron berpengaruh nyata terhadap persentase cemaran getah kuning pada aril dan juring. Waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap persentase cemaran getah kuning pada aril dan kulit luar di Citeureup. Pada lokasi penelitian Cigudeg, waktu aplikasi hanya berpengaruh nyata terhadap persentase cemaran getah kuning pada kulit luar buah. Sedangkan pada lokasi penelitian Cikembar, waktu aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap cemaran getah kuning pada aril, juring dan kulit luar. Interaksi antara dosis dan waktu aplikasi pupuk kalsium+boron tidak berpegaruh nyata terhadap persentase cemaran getah kuning pada aril, juring dan kulit luar di tiga lokasi penelitian (Tabel 1).
15
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk, waktu aplikasi kalsium dan boron serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. Peubah persentase buah tercemar getah kuning (%)
Dosis
Sumber Keragaman Waktu Interaksi
KK (%)
I. Citeureup Aril * * Juring * tn Kulit luar * * II. Cigudeg Aril ** tn Juring ** tn Kulit luar tn * III. Cikembar Aril ** tn Juring * tn Kulit luar * tn Keterangan : **= sangat nyata, *= nyata, tn= tidak nyata, KK= berdasarkan uji F pada taraf α= 5%
tn tn tn
46.84 54.77 44.01
tn tn tn
46.84 57.65 45.16
tn 43.91 tn 70.28 tn 61.65 koefisien keragaman
Persentase Cemaran Getah Kuning Persentase cemaran getah kuning pada aril, juring dan kulit buah di tiga lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Aplikasi pupuk kalsium dan boron dengan dosis 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon (1 ton Ca/ha/tahun) dan 3.2 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon (2 ton Ca/ha/tahun) sama baiknya dalam menurunkan persentase cemaran getah kuning pada aril, juring per buah dan kulit luar buah manggis di tiga lokasi penelitian. Dengan demikian perlakuan pupuk 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon yang terbaik karena lebih efektif dari segi ekonomi untuk diterapkan oleh petani. Dosis pupuk kalsium dan boron 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon menurunkan cemaran getah kuning pada aril sebesar 46.79% di Citeureup, 59.61% di Cigudeg dan 63.30% di Cikembar. Dosis pupuk tersebut juga efektif menurunkan cemaran getah kuning pada juring per buah sebesar 52.28% di Citeureup, 67.71% di Cigudeg dan 69.69% di Cikembar. Demikian pula halnya pada persentase cemaran getah kuning di kulit luar buah sebesar 30.13% di Citeureup, 14.78% di Cigudeg dan 51.76% di Cikembar. Pada lokasi penelitian Citeureup, waktu aplikasi kalsium dan boron pada saat stadia 1 (2 MSA) merupakan perlakuan waktu aplikasi yang terbaik dalam menurunkan cemaran getah kuning pada aril sebesar 59.07%, 44.20% pada juring per buah dan 54.36% pada kulit luar. Waktu aplikasi kalsium dan boron saat antesis, stadia 1 dan antesis+stadia 1 sama baiknya dalam menurunkan cemaran getah kuning pada aril, juring per buah dan kulit luar di Cigudeg dan Cikembar.
16
Tabel 2
Persentase buah tercemar getah kuning pada aril, juring dan kulit dengan perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian
Perlakuan
Ctp
% Penurunan
Cgd
46.79
44.37a 17.92b 15.83b
Dosis Ca+B
% Penurunan Aril (%)
Ckb
% Penurunan
(kg Ca/pohon+g B/pohon)
0+0 48.54a 1.6+1.55 25.83b 3.2+1.55 32.08b Waktu Aplikasi Antesis 43.33a Stadia 1 18.33b Antesis+Stadia 1 44.79a Dosis Ca+B (kg Ca/pohon+g B/pohon) 0+0 23.24a 1.6+1.55 11.09b 3.2+1.55 15.46b Waktu Aplikasi Antesis
17.81
59.07
52.28
35.42a 13.00b 19.00b
63.30
29.37 20.83 29.08 27.92 Juring (%)
22.67 19.67 25.08
23.86
18.86a 6.09b 5.85b
19.96a 6.05b 8.35b
59.61
67.71
9.42 12.13 10.67 10.72 Kulit buah (%)
69.69
11.11
44.20 4.55 Stadia 1 11.45 11.64 Antesis+Stadia 1 20.52 11.62 Dosis Ca+B (kg Ca/pohon+g B/pohon) 0+0 50.21a 42.29 44.92a 1.6+1.55 32.08b 30.13 36.04 14.78 21.67b 51.76 3.2+1.55 33.33b 36.25 21.25b Waktu Aplikasi Antesis 47.92a 52.50a 27.75 Stadia 1 21.87b 54.36 28.12b 46.44 27.42 16.07 Antesis+Stadia 1 45.83a 33.96b 32.67 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%; Ctp= Citeureup, Cgd= Cigudeg dan Ckb= Cikembar.
Berdasarkan hasil penelitian, dosis pupuk 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon (setara dengan 1 ton kalsium ha/tahun+0.8 kg boron pohon/tahun) merupakan perlakuan pupuk yang terbaik karena lebih efektif dan ekonomis jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Aplikasi kalsium dan boron untuk menurunkan cemaran getah kuning buah manggis pada penelitian sebelumnya tergolong masih tinggi dalam penggunaan dolomit sebagai sumber kalsium. Dorly (2009) menyatakan bahwa aplikasi 6 ton kalsium ha/tahun dapat menurunkan cemaran getah kuning. Selanjutnya Depari (2011) menggunakan dosis yang lebih rendah yaitu 3.5 ton kalsium ha/tahun mampu menurunkan persentase cemaran getah kuning sebesar 20% di aril, 63% di kulit dan 19% di juring per buah. Pada penelitian selanjutnya Purnama (2014) menyatakan bahwa
17
3.12 ton kalsium ha/tahun+0.8 kg boron pohon/tahun dapat menurunkan persentase buah yang arilnya tercemar getah kuning sebesar 98% dari 66.67% menjadi 1.05%. Dosis pupuk yang tinggi dapat meningkatkan biaya produksi yang dianggap memberatkan bagi para petani manggis di Indonesia. Umumnya petani manggis Indonesia tidak melakukan perawatan terhadap tanaman manggis mereka, sehingga kualitas buah manggis yang dihasilkan menjadi rendah. Pemupukan dengan kalsium dan boron perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah manggis. Dosis aplikasi kalsium dan boron yang rendah pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemauan petani untuk melakukan pemupukan pada tanaman manggis. Penurunan persentase buah tercemar getah kuning pada aril, juring per buah maupun kulit luar buah manggis mengindikasikan bahwa kalsium dan boron menjadi unsur penting untuk mengendalikan cemaran getah kuning pada buah manggis. Kalsium berperan penting dalam aktivitas jaringan meristem dan sebagai perekat antar dinding sel dengan dinding sel yang lain pada saluran sekretori getah kuning. Keberadaan kalsium akan meningkatkan kekuatan dinding sel saluran getah kuning sehingga tidak mudah pecah. Tanaman yang tidak mendapatkan suplai kalsium yang cukup mengakibatkan kerusakan pada sel, termasuk pecahnya saluran getah kuning. Menurut Poerwanto et al. (2010) pemberian kalsium akan menjaga getah kuning tetap berada pada salurannya. Boron berperan mendukung fungsi kalsium dalam peningkatan kekuatan dinding sel-sel epitel saluran getah kuning (Hu et al. 1996). Menurut Martias (2012) bahwa peningkatan dosis kalsium dan boron di kulit buah dapat menurunkan cemaran getah kuning. Aplikasi kalsium dan boron akan meningkatkan ketahanan saluran dinding sel terhadap resiko terjadinya pecah pada saat terjadi tekanan terhadap saluran tersebut. Blevins dan Lukaszewski (1998) boron menjadi bagian dari komponen struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran struktur dinding sel serta integritas membran plasma. Pada stadia I (2 MSA), laju pembelahan dan pembesaran sel selama perkembangan buah sangat cepat sehingga membutuhkan kalsium yang tinggi. Menurut Depari (2011) aplikasi kalsium saat akhir stadia 1 (1 sampai 4 MSA) mampu menurunkan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis dengan meningkatnya kandungan kalsium pada pericarp. Lebih lanjut, Kurniadinata et al. (2016) menyatakan bahwa stadia 1 menjadi waktu kritis pemenuhan kebutuhan kalsium karena tingginya kebutuhan kalsium serta belum terjadi kerusakan xylem pada pedisel. Kalsium ditranslokasikan ke buah hanya dapat melalui jaringan xylem. Pemberian kalsium pada stadia I (2 MSA) akan membuat penyerapan kalsium ke buah lebih maksimal karena pada saat itu jaringan xylem di pedisel berfungsi optimal. Tingkat cemaran getah kuning pada kulit buah di tiga lokasi penelitian cenderung lebih tinggi dibandingkan pada aril dan juring per buah. Hal tersebut diduga karena cemaran getah kuning pada kulit tidak hanya disebabkan oleh kekurangan kalsium. Menurut Syah et al. (2010) dapat disebabkan oleh gangguan mekanis seperti tusukan atau gigitan serangga, benturan dan cara panen yang kurang hati-hati.
18
Skor Cemaran Getah Kuning Aplikasi kalsium dan boron mampu meningkatkan skor cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis di tiga lokasi penelitian (Tabel 3). Semakin tinggi nilai skor menunjukkan buah tidak tercemar getah kuning. Nilai skor aril dan kulit luar tercemar getah kuning terendah pada buah manggis dengan perlakuan tanpa kalsium dan boron yaitu rata-rata 2.2 yang artinya kondisi aril dan kulit luar buah yang buruk akibat adanya cemaran getah kuning. Skor 2 pada aril menunjukkan terdapat noda (gumpalan) getah kuning baik di ujung juring, antara juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit. Sedangkan skor 2 pada kulit luar menunjukkan kulit kotor karena tetesan getah kuning dan bekas aliran yang menguning dan membentuk jalur berwarna kuning di permukaan buah. Aplikasi kalsium dan boron dapat meningkatkan nilai skor cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis dengan rata-rata 4 di tiga lokasi penelitian. Nilai skor 4 menggambarkan kondisi buah dalam keadaan baik yaitu pada aril, daging buah putih dengan sedikit noda (hanya bercak kecil) karena getah kuning yang masih segar hanya pada satu ujung aril, namun tidak memberikan rasa pahit, sedangkan pada kulit menggambarkan kondisi kulit mulus dengan 1-5 tetes getah kuning yang mengering tanpa mempengaruhi warna buah. Dosis pupuk 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon memiliki nilai skor yang tidak berbeda nyata dengan dosis pupuk 3.2 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon di tiga lokasi penelitian. Hal tersebut menandakan kedua dosis pupuk tersebut memiliki pengaruh yang sama dalam menurunkan skor cemaran getah kuning baik pada aril maupun kulit buah manggis. Dosis 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon dianggap perlakuan pupuk yang terbaik karena lebih ekonomis dalam penggunaan pupuk sehingga bisa menekan biaya produksi. Aplikasi kalsium dan boron pada saat antesis, stadia 1 dan antesis+stadia 1 tidak mempengaruhi skor cemaran getah kuning di tiga lokasi penelitian. Kalsium dan boron mampu mengurangi cemaran getah kuning terutama dengan dosis 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dorly et al. (2011) dan Depari (2011) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara skor cemaran getah kuning dengan kandungan kalsium di kulit buah, yaitu peningkatan kandungan kalsium pada kulit buah dapat menurunkan skor getah cemaran kuning di kulit luar dan aril buah. Purnama (2014) juga menyatakan adanya korelasi negatif antara kandungan kalsium dan boron di perikarp dengan skor dan persentase cemaran getah kuning. Peningkatan skor cemaran getah kuning baik pada aril maupun pada kulit buah diduga terjadi akibat meningkatnya kandungan kalsium dan boron pada manggis yang telah diberi dolomit dan finbor. Menurut Marschner (1995) kalsium berperan sebagai perekat antar dinding sel. Kalsium diserap dalam bentuk Ca++ melalui aliran transpirasi dan intersepsi akar.
19
Tabel 3
Perlakuan
Skor cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah penelitian pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. Skor cemaran getah kuning Skor cemaran getah pada aril kuning pada kulit Rataan Peringkat Rataan Peringkat Citeureup
Dosis Ca+B (kg Ca/pohon + g B/pohon) 0+0 2.29 6.50b 2.34 6.50b 1.6+1.55 4.64 25.50a 4.63 24.83a 3.2+1.55 4.53 23.50a 4.63 24.17a Waktu Aplikasi Antesis 3.82 17.29 3.70 14.79 Stadia 1 3.93 21.46 4.00 23.08 Antesis + Stadia 1 3.71 16.73 3.85 17.63 Dosis Ca+B Cigudeg (kg Ca/pohon + g B/pohon) 0+0 2.26 6.50b 2.09 6.50b 1.6+1.55 4.45 23.17a 4.82 24.00a 3.2+1.55 4.52 25.83a 4.82 25.00a Waktu Aplikasi Antesis 3.68 15.17 3.89 18.38 Stadia 1 3.91 22.83 3.93 17.83 Antesis + Stadia 1 4.00 16.92 3.91 19.29 Dosis Ca+B Cikembar (kg Ca/pohon + g B/pohon) 0+0 2.08 6.50b 2.09 6.50b 1.6+1.55 4.77 25.46a 4.84 26.17a 3.2+1.55 4.74 23.54a 4.77 22.83a Waktu Aplikasi Antesis 3.97 20.63 3.95 19.67 Stadia 1 4.00 20.13 3.88 19.67 Antesis + Stadia 1 3.74 14.75 3.86 16.17 Keterangan: Data skoring diuji menggunakan uji peringkat Kruskal Wallis. Skor cemaran berdasar skor 1 sampai 5 dengan nilai 1 (terburuk/memiliki cemaran tertinggi) hingga nilai 5 (terbaik/tanpa cemaran). Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom skor getah kuning menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Dunn
Selain unsur kalsium, unsur boron berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel yang sedang berkembang (Dear dan Weir 2004). Peningkatan konsentrasi kalsium dan boron di kulit buah manggis dapat menurunkan cemaran getah kuning (Martias 2012). Pemberian dolomit dapat meningkatkan kandungan kalsium di eksokarp dan endocarp (Dorly et al. 2011; Depari 2011; Saribu 2011). Kombinasi kalsium dan boron akan menjamin suplai boron terhadap pertumbuhan dan perkembangan buah. Boron berperan mendukung fungsi kalsium dalam peningkatan kekuatan dinding sel-sel epitel saluran getah kuning (Hu et al. 1996).
20
Sifat Fisik Buah Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk kalsium dan boron, waktu aplikasi serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah sifat fisik buah manggis di tiga lokasi penelitian (Tabel 4). Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk, waktu aplikasi kalsium dan boron serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron terhadap sifat fisik buah manggis di tiga lokasi penelitian. Sifat fisik buah
Sumber Keragaman Waktu Dosis x Waktu
Dosis KK (%) I. Citeureup Diameter transversal tn tn tn 1.71 Diameter longitudinal tn tn tn 2.98 Bobot buah tn tn tn 11.93 Bobot kulit tn tn tn 16.07 Bobot cupat tn tn tn 20.57 Bobot aril tn tn tn 16.99 Bobot biji tn tn tn 8.70 Edible portion tn tn tn 7.83 Kekerasan tn tn tn 2.60 Ketebalan kulit tn tn tn 14.72 II. Cigudeg Diameter transversal tn tn tn 1.02 Diameter longitudinal tn tn tn 0.41 Bobot buah tn tn tn 3.04 Bobot kulit tn tn tn 3.04 Bobot cuat tn tn tn 18.78 Bobot aril tn tn tn 5.59 Bobot biji tn tn tn 7.79 Edible portion tn tn tn 4.74 Kekerasan tn tn tn 22.20 Ketebalan kulit tn tn tn 3.30 III. Cikembar Diameter transversal tn tn tn 4.23 Diameter longitudinal tn tn tn 15.02 Bobot buah tn tn tn 20.39 Bobot kulit tn tn tn 25.28 Bobot cuat tn tn tn 11.42 Bobot aril tn tn tn 30.33 Bobot biji tn tn tn 21.56 Edible portion tn tn tn 13.50 Kekerasan tn tn tn 38.28 Ketebalan kulit tn tn tn 21.51 Keterangan: tn= tidak nyata, berdasarkan uji F pada taraf α = 5%; KK= koefisien keragaman
Diameter transversal buah manggis yang dihasilkan pada penelitian ini adalah antara 49 sampai 59 mm, sedangkan diameter longitudinal nya adalah 42 sampai 56 mm. Diameter transversal dan longitudinal buah manggis tidak dipengaruhi oleh aplikasi kalsium dan boron (Tabel 5).
21
Tabel 5 Diameter transversal (T) dan longitudinal (L) buah manggis pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. Perlakuan Dosis Ca+B (kg Ca/pohon+g B/pohon) 0+0 1.6+1.55 3.2+1.55 Waktu Aplikasi Antesis Stadia 1 Antesis+Stadia 1
T L Citeureup
Diameter (mm) T L Cigudeg
T L Cikembar
49.47 49.33 49.15
43.93 43.23 42.96
55.51 55.42 55.55
50.42 50.28 50.33
57.65 58.22 58.75
56.19 51.16 51.70
49.72 48.84 49.39
44.09 42.87 43.15
55.52 55.52 55.43
50.30 50.44 50.30
56.90 58.95 58.77
51.33 52.17 55.56
Salah satu penentu mutu buah manggis adalah warna dan kesegaran sepal buah. Warna dan kesegaran sepal mempengaruhi penilaian mutu selama penyimpanan. Buah manggis segar memiliki warna sepal yang hijau segar kemudian berubah menjadi cokelat. Pada awal penyimpanan rata-rata sepal buah berwarna hijau kecoklatan dengan kesegaran sepal yang segar. Bobot buah di Citeureup berkisar 77.92 sampai 83.27 g, berbeda dengan bobot buah di Cigudeg yang berkisar 98.38 sampai 100.51 g dan Cikembar berkisar 105.72 sampai 112.39 g (Tabel 6). Berdasarkan ketetapan Badan Standar Nasional (BSN) (2009) (Lampiran 3), buah manggis di Citeureup dan Cigudeg termasuk pada kode ukuran 3 (76 sampai 100), sedangkan Cikembar termasuk pada kode ukuran 2 (101 sampai 125). Kisaran bobot bagian buah yang lain tidak jauh berbeda antar lokasi penelitian yaitu 41 g sampai 62 g untuk bobot kulit, 2 g sampai 3 g untuk bobot cupat, 28 sampai 36 g untuk bobot aril dan 4 sampai 8 g bobot biji. Pengamatan terhadap edible portion pada Tabel 6 yang relatif sama antar lokasi penelitian menunjukkan bahwa satu buah manggis memiliki 25 sampai 31% bagian yang dapat dikonsumsi. Bila dibandingkan dengan edible portion buah pepaya (75%), mangga (65%) dan alpukat (62%), manggis memiliki persentase edible portion yang kecil (Rai dan Poerwanto 2008). Menurut Daryono dan Sosrodiharjo (1986), sebagian besar buah manggis terdiri atas kulit sehingga nilai porsi buah manggis yang dapat dimakan rendah dan bahkan jauh lebih rendah dibandingkan buah-buah lain yang kebanyakan sekitar 60%. Perbedaan nilai kualitas fisik yang terjadi disebabkan oleh perbedaan ukuran buah yang dihasilkan pada masing-masing lokasi penelitian. Ukuran buah menentukan karakter fisik buah yang berkaitan dengan pertambahan volume. Semakin kecil ukuran buah maka bobotnya juga akan semakin kecil, begitu pula dengan diameter buah. Perbedaan ukuran buah yang dihasilkan pada masingmasing lokasi tidak dipengaruhi oleh pemberian kalsium dan boron. Primilestari (2011) menyatakan bahwa pertambahan bobot buah dipengaruhi oleh pertambahan luas dan volume sel yang tidak dipengaruhi kalsium.
22
Tabel 6 Bobot buah dan bobot bagian-bagian buah manggis pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. Bobot (g) Perlakuan I. Citeureup Dosis Ca+B (kg Ca/pohon+g B/pohon) 0+0 1.6+1.55 3.2+1.55 Waktu Aplikasi Antesis Stadia 1 Antesis+Stadia 1 II. Cigudeg Dosis Ca+B (kg Ca/pohon+g B/pohon) 0+0 1.6+1.55 3.2+1.55 Waktu Aplikasi Antesis Stadia 1 Antesis+Stadia 1 III. Cikembar Dosis Ca+B (kg Ca/pohon+g B/pohon) 0+0 1.6+1.55 3.2+1.55 Waktu Aplikasi Antesis Stadia 1 Antesis+Stadia 1
Edible portion (%)
Buah
Kulit
Cupat
Aril
Biji
80.50 79.03 80.07
44.46 41.85 44.11
2.68 2.72 2.45
30.17 29.45 29.11
4.72 4.80 5.07
31.47 31.99 29.88
77.92 83.27 78.41
43.02 43.93 43.47
2.82 2.63 2.40
30.10 30.57 28.05
4.86 4.84 4.89
31.04 31.62 30.67
98.38 99.26 100.51
54.10 54.74 55.14
3.28 3.34 3.64
33.52 33.62 33.79
7.47 7.56 7.93
26.46 26.22 25.71
99.31 99.81 99.02
54.27 55.21 54.50
3.71 3.35 3.20
33.65 33.45 33.84
7.67 7.80 7.49
26.17 25.69 26.54
112.39 105.72 106.72
61.48 61.22 61.31
3.84 3.32 3.43
33.42 35.44 36.35
5.39 5.73 5.90
26.55 28.14 28.23
110.80 107.56 106.47
62.02 62.39 59.33
3.23 3.40 3.96
35.02 35.66 34.54
5.53 6.10 5.39
27.46 27.28 28.18
Kualitas fisik lain yang diamati adalah kekerasan dan ketebalan kulit buah (Tabel 7). Pemberian pupuk kalsium dikhawatirkan akan meningkatkan kekerasan kulit buah karena berkaitan dengan fungsi kalsium sebagai penjaga integritas dinding sel. Jika pengerasan kulit buah ini terjadi maka buah akan sulit untuk dibuka. Pupuk kalsium dan boron pada penelitian ini memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kekerasan buah manggis sehingga pemberian kalsium dan boron tidak menyebabkan peningkatan kekerasan buah. Aplikasi pupuk kalsium dan boron tidak meningkatkan kekerasan dan ketebalan kulit buah buah manggis di tiga lokasi penelitian. Kemudahan buah untuk dibuka merupakan parameter lain untuk menilai kualitas buah manggis. Kalsium merupakan penghubung antara rantai pektin pada dinding sel (Taiz dan Zeiger 1991). Kadar kalsium pada pericarp yang terlalu tinggi diduga menyebabkan ikatan antara rantai pektin menguat dan kulit buah menjadi keras. Kekerasan kulit buah berdampak negatif karena menyebabkan buah sulit dibuka. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kalsium yang
23
diaplikasikan tidak meningkatkan kekerasan dan ketebalan kulit buah manggis. Kekerasan kulit buah manggis yang diukur dengan penetrometer menghasilkan nilai 2.20 mm/g/dtk sampai 3.41 mm/g/dtk yang menunjukkan bahwa kekerasan kulit buah normal artinya buah masih dapat dibuka. Tabel 7 Tingkat kekerasan dan ketebalan kulit buah manggis pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian Perlakuan Dosis Ca+B (kgCa/pohon+g B/pohon) 0+0 1.6+1.55 3.2+1.55 Waktu Aplikasi Antesis Stadia 1 Antesis+Stadia 1
Kekerasan (mm/g/dtk) Tebal kulit (mm) Citeureup Cigudeg Cikembar Citeureup Cigudeg Cikembar
2.45 2.50 2.48
3.04 3.41 3.35
2.73 2.40 2.75
6.57 5.82 6.62
7.31 7.30 7.27
7.92 6.96 6.87
2.46 2.46 2.52
3.01 3.40 3.39
2.88 2.20 2.80
6.25 6.32 6.43
7.24 7.31 7.33
7.13 7.00 7.62
Sifat Kimia Buah Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk kalsium dan boron, waktu aplikasi serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah sifat kimia buah manggis di tiga lokasi penelitian (Tabel 8). Tabel 8 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk, waktu aplikasi kalsium dan boron, serta interaksi dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron terhadap sifat kimia buah manggis di tiga lokasi penelitian. Sifat kimia buah
Sumber Keragaman Waktu Dosis x Waktu
Dosis I. Citeureup PTT tn ATT tn II. Cigudeg PTT tn ATT tn III. Cikembar PTT tn ATT tn Keterangan: tn= tidak nyata, berdasarkan uji F keragaman
KK (%)
tn tn
tn tn
1.16 7.92
tn tn
tn tn
8.43 5.90
tn tn 19.46 tn tn 82.08 pada taraf α= 5%; KK= koefisien
Komponen kualitas kimia yang dapat mempengaruhi rasa buah manggis yaitu PTT dan ATT. PTT (obrix) menunjukkan kandungan gula yang terdapat dalam buah, semakin tinggi nilai PTT maka rasa buah akan semakin manis, sedangkan ATT menunjukkan total asam pada buah. PTT dan ATT buah manggis pada buah dengan perlakuan kalsium dan boron maupun tanpa kalsium dan boron yang diaplikasikan pada waktu antesis,
24
stadia 1 dan antesis+stadia 1 menunjukkan nilai yang relatif sama (Tabel 9). PTT pada penelitian ini berkisar 16.21 sampai 18.87 obrix, menurut Kader (2006) PTT buah manggis berkisar antara 17 sampai 20 obrix. Tabel 9
PTT dan ATT buah manggis pada perlakuan dosis pupuk dan waktu aplikasi kalsium dan boron di tiga lokasi penelitian. PTT (◦brix) ATT (%) Citeureup Cigudeg Cikembar Citeureup Cigudeg Cikembar
Perlakuan Dosis Ca+B (kg Ca/pohon+g B/pohon 0+0 1.6+1.55 3.2+1.55 Waktu Aplikasi Antesis Stadia 1 Antesis+Stadia 1
17.03 17.08 17.06 17.09 17.12 16.97
18.41 17.98 18.57 17.60 18.87 18.60
16.21 18.24 17.47 17.58 17.81 16.53
0.30 0.31 0.32 0.30 0.32 0.31
0.50 0.48 0.48 0.48 0.49 0.50
1.24 0.83 0.67 0.75 0.89 1.10
Persepsi Petani terhadap Cemaran Getah Kuning Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari usahatani manggis diantaranya faktor internal petani seperti usia, pendidikan, lalu faktor eksternal petani seperti luas kebun, pola tanam, pemupukan, dan persepsi petani responden terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis serta kemauan petani responden menerapkan pupuk kalsium dan boron. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut telah dilakukan wawancara sebelum penelitian terhadap 10 orang petani responden di setiap lokasi penelitian sehingga total keseluruhan responden menjadi 30 orang responden. Faktor internal petani yang mempengaruhi keberhasilan dalam berusaha tani manggis (Tabel 10), salah satunya adalah faktor usia. Usia petani merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha tani. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden di tiga lokasi penelitian, dapat dilihat bahwa sebagian besar petani manggis memiliki usia 40-60 tahun. Umumnya, usia seseorang dapat mempengaruhi aktivitas petani dalam mengelola usahataninya, yakni mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Semakin muda usia petani, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang usianya tua. Selain itu, petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya (Palebangan et al. 2006). Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh juga terhadap kemampuan dalam merespon suatu inovasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal diharapkan pola pikir dan daya nalar responden semakin rasional. Petani responden di tiga lokasi penelitian telah menempuh pendidikan formal walaupun sebagian besar sampai tingkat pendidikan sekolah sasar (SD). Di daerah Citeureup 90% pendidikan petani sampai tingkat sekolah dasar (SD) dan 10% pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sehingga sumberdaya manusia (SDM) petani manggis di Citeureup masih tergolong rendah.
25
Hal serupa di daerah Cigudeg dan Cikembar bahwa sebagian besar respoden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), namun di daerah Cikembar terdapat 20% petani dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas (SMA) sehingga dari segi pendidikan daerah Cikembar memiliki SDM yang lebih baik. Palebangan et al. (2006) menyatakan bahwa pengelolaan usahatani secara tradisional merupakan indikasi lemahnya kualitas SDM masyarakat pertanian di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut perlu diupayakan pembinaan secara kontinyu oleh semua pihak yang terkait terutama penyuluh pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka wawasan berpikirnya juga semakin luas dan tentunya akan lebih cepat dalam menerima suatu inovasi yang disampaikan. Pengembangan SDM pertanian sebagai pelaku utama pembangunan pertanian sangat diharapkan dan merupakan suatu investasi masa depan menuju pertanian berkelanjutan. Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan yang berbuah musiman sehingga petani beranggapan bahwa usahatani manggis tidak membutuhkan waktu yang banyak sehingga rata-rata responden memiliki pekerjaan lain seperti pedagang, pegawai negeri sipil (PNS) dan lain-lain. Pengalaman responden berpengaruh terhadap daya respon, tanggapan dan penerimaan suatu informasi teknologi. Semakin lama rentang waktu dalam berusahatani, maka tingkat respon terhadap suatu inovasi dan teknologi akan semakin tinggi. Pengalaman petani manggis responden di daerah Citeureup lebih lama dibandingkan dengan petani daerah Cigudeg dan Cikembar sekitar 11 tahun bahkan >20 tahun, namun kualitas buah manggis di Citeureup masih rendah dibandingkan dengan daerah Cigudeg dan Cikembar. Hal tersebut diduga karena tingkat pendidikan responden petani manggis di Citeureup lebih rendah. Tabel 10 Faktor internal petani yang mempengaruhi usahatani manggis (%) Peubah
Citeureup 20-40 10 Usia (Tahun) 41-60 90 >61 SD 90 SMP 10 Pendidikan SMA PT Petani 90 Pedagang 10 Pekerjaan PNS Lain-lain <5 20 5-10 20 Pengalaman 11-15 30 (Tahun) 16-20 >20 30 Sumber: Data primer setelah diolah, 2015
Lokasi Penelitian Cigudeg Cikembar 30 30 70 60 10 70 50 30 30 20 60 50 30 30 20 10 30 30 20 20 20 20 20 30 10
Usia produktif dihubungkan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman yang mumpuni akan berdampak pada inovasi petani manggis serta peningkatan terhadap pemahaman teknologi pertanian (Palebangan et al. 2006). Dengan
26
demikian, dampak luas yang terjadi adalah petani akan memperhatikan kualitas buah manggis yang akan dihasilkan. Faktor usia, tingkat pendidikan formal dan pengalaman petani merupakan faktor internal petani responden. Faktor ekternal petani juga mempengaruhi usahatani tanaman manggis diantaranya luas lahan, status kepemilikan lahan, pengendalian hama dan penyakit pada tanaman. Petani responden di tiga lokasi penelitian memiliki lahan yang relatif sempit. Sekitar 70% memiliki lahan seluas 0.25 sampai 1 ha, sisanya (30%) lebih besar dari 1 ha. Lahan garapan yang sempit akan berdampak terhadap pola penanaman manggis seperti jarak tanam yang tidak ideal dan tidak beraturan. Hal tersebut menyebabkan produksi buah manggis menjadi tidak maksimal. Sebagian besar responden menggarap lahan sendiri tanpa menyewakan ke petani lain. Responden yang menyewa lahan hanya di daerah Cigudeg. Dari sebaran data diketahui bahwa usahatani manggis responden masih skala kecil. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah manggis yang diusahakan masingmasing responden berkisar antara 50 sampai 100 pohon per lahan (Tabel 11). Rata-rata petani di Citeureup dan Cigudeg menerapkan pola tanam polikultur, tanaman manggis ditanam bersama dengan tanaman durian, nangka, pisang, jengkol dan mangga. Akibatnya, jarak tanam yang diterapkan menjadi tidak ideal serta pohon yang satu dengan lainnya saling menaungi. Berbeda halnya dengan responden di Cikembar yang menerapkan sistem monokultur. Berdasarkan hasil penelitian kualitas buah manggis di Cikembar lebih baik dibandingkan dengan buah manggis di Citeureup dan Cigudeg. Pola tanam monokultur tentu saja bernilai bagi responden karena mengusahakan satu tanaman saja berarti mereka harus menabung selama satu tahun untuk menunggu masa panen, sedangkan jika menggunakan pola tanam polikultur tentu saja dapat memanen beberapa tanaman secara bertahap, yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan hidup responden sehari-hari. Pola tanam secara monokultur, polikultur, ataupun secara alami (hutan) memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk mengantisipasinya dibutuhkan pemahaman yang baik bagi petani manggis sehingga produksi manggis menjadi meningkat. Dari sebaran data, rata-rata responden dari Citeureup dan Cikembar melakukan pemupukan (Tabel 11). Pupuk yang digunakan oleh responden adalah pupuk kandang. Alasan menggunakan pupuk kandang karena pupuk tersebut mudah didapatkan, murah, dan ramah lingkungan. Faktor eksternal petani lainnya adalah penyakit yang timbul pada tanaman manggis. Penyakit yang timbul apabila tidak diketahui sesegera mungkin maka akan berdampak pada tersebarnya penyakit secara merata yang mengakibatkan turunnya nilai buah manggis sehingga pendapatan petani manggis pun akan menurun. Pada data pengendalian gulma, hama dan penyakit (Tabel 11), responden tidak melakukan pengendaliannya. Sebagian besar responden dari tiga lokasi penelitian belum mengetahui tentang standar mutu buah manggis. Bagi responden, kegiatan memilah buah terlalu rumit untuk dilakukan sedangkan buah manggis merupakan buah yang cepat rusak dan menjadi keras kalau disimpan lama sehingga buah harus cepat dijual ke pedagang pengumpul agar tidak rugi.
27
Tabel 11 Faktor eksternal petani yang mempengaruhi usahatani manggis (%) Peubah Luas pengusahaan tananaman manggis (ha)
Status kepemilikan lahan
Jumlah pohon manggis
Pola tanam Jarak tanam Pemupukan
Pengendalian gulma, hama dan penyakit
<0.25 0.25-0.5 0.5-1 >1 Pemilik & Penggarap Penggarap Penyewa <50 50-100 >100 Monokultur Polikultur Teratur Tidak teratur Pupuk kandang Tidak dipupuk Dikendalikan
Tidak dikendalikan Pedagang Sistem pemasaran pengumpul Eksportir Ijon Standar mutu Tahu Tidak tahu Sumber: Data primer setelah diolah, 2015
Lokasi penelitian Citeureup Cigudeg Cikembar 10 10 30 10 60 40 50 30 20 40 100
80
100
70 20 10 100 10 90
10 10 60 30 10 40 60 60 40
10 60 30 100 100 -
100
90
100
-
10
-
-
-
100
100
100
100
100
100
0 100
100
30 70
-
Berdasarkan hasil wawancara pada Tabel 12, petani responden tidak memiliki pemahaman mengenai getah kuning, sehingga tidak melakukan usaha pengendalian untuk menurunkan cemaran getah kuning. Petani tidak mengetahui penyebab getah kuning tersebut bias mengotori di kulit dan aril buah manggis. Bagi petani, keluarnya getah kuning itu mengurangi pendapatan mereka. Buahbuah yang tingkat cemaran getah kuningnya parah, maka buah tersebut tidak laku di pasaran. Selain itu petani responden tidak melakukan pemangkasan ataupun pemupukan selain dengan pupuk kandang.
28
Tabel 12 Persepsi petani responden terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (%) Peubah Tahu Getah Kuning Tidak Tahu Tahu Penyebab getah kuning Tidak Tahu Dikendalikan Pengendalian getah kuning Dibiarkan saja Pernah Penyuluhan getah kuning Tidak pernah Sumber: Data primer setelah diolah, 2015
Citeureup 20 80 0 100 0 100 0 100
Lokasi Cigudeg 40 60 0 100 0 100 0 100
Cikembar 80 20 30 70 0 100 0 100
Petani responden tidak pernah mendapatkan informasi dan penyuluhan tentang getah kuning dan cara pengendaliannya sehingga pada saat survey lokasi penelitian sebagian petani manggis tidak ingin lahannya dijadikan objek penelitian. Ada yang beralasan takut tanamannya mati, produksi buah menjadi lebih sedikit, rasa buah akan tidak sesuai dengan selera konsumen, namun kekhawatiran responden tidak terbukti pada penelitian ini. Kualitas buah manggis yang dihasilkan dengan pemberian kalsium dan boron lebih baik dibandingan tanpa pupuk dan tidak mempengaruhi rasa buah. Hasil wawancara sesudah penelitian (Tabel 13) menunjukkan bahwa beberapa petani responden mau menerapkan pupuk kalsium dan boron walaupun beberapa dari petani responden belum menerapkan pupuk karena menganggap pupuk kalsium dan boron membutuhkan modal yang besar. Tabel 13 Kemauan petani responden menerapkan pupuk kalsium dan boron (%) Peubah Pupuk kalsium dan boron dapat mencegah cemaran getah kuning Pupuk kalsium dan boron akan diterapkan untuk selanjutnya
Ya Tidak Ya Tidak Ya Pupuk ini membutuhkan modal besar Tidak Sumber: Data primer setelah diolah, 2015
Lokasi Citeureup Cigudeg Cikembar 60 70 80 40 30 20 50 50 70 50 50 30 40 50 30 60 50 70
Pembahasan Umum Getah kuning merupakan salah satu faktor yang berperan menurunkan kualitas buah manggis. Menurut Yaacob dan Tindall (1995) getah kuning merupakan kelainan fisiologis dengan gejala daging buah tercemar getah berwarna kuning. Getah kuning merupakan masalah utama dalam agribisnis manggis saat ini. Getah kuning bukan hanya merusak penampilan dan kebersihan kulit buah, tetapi juga menyebabkan daging buah (aril) menjadi pahit.
29
Getah kuning pada dasarnya diproduksi oleh tanaman untuk keperluan metabolisme dan sistem pertahanan tanaman. Kerusakan saluran epitel pada tanaman manggis dapat mengakibatkan keluarnya getah kuning dan mengakibatkan pencemaran aril dan perikarp buah manggis. Pencemaran oleh getah kuning pada buah manggis dapat terjadi pada buah yang masih muda maupun yang sudah masak (Dorly 2009). Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kejadian getah kuning pada buah manggis erat kaitannya dengan kandungan kalsium pada jaringan buah. Dorly et al. (2008) mengembangkan pengetahuan tentang penyebab kerusakan pada dinding sel epitel dan menduga pecahnya saluran sekretori sebagai akibat konsentrasi kalsium yang rendah pada dinding sel epitel. Pemberian pupuk kalsium dan boron, terbukti mampu menurunkan cemaran getah kuning pada kebun manggis di lokasi penelitian yang berbeda. Dorly (2009) menggunakan pupuk kalsium sebanyak 6 ton kalsium ha/tahun di Leuwiliang. Depari (2011) menggunakan pupuk kalsium sebanyak 3.5 ton kalsium ha/tahun di Lampung mampu menurunkan persentase cemaran getah kuning sebesar 20% di aril, 63% di kulit dan 19% di juring per buah. Saribu (2011) menggunakan pupuk kalsium dan boron sebanyak 3.62 ton kalsium ha/tahun+0.8 kg boron pohon/tahun di Leuwiliang dapat menurunkan cemaran getah kuning pada aril hingga menjadi 0% cemaran. Primilestari (2011) menggunakan pupuk kalsium sebanyak 2 ton kalsium ha/tahun dapat menurunkan persentase juring yang tercemar getah kuning sebesar 95.71% di Lampung dan Purnama (2014) menggunakan pupuk kalsium dan boron sebanyak 3.12 ton kalsium ha/tahun+0.8 kg boron pohon/tahun di Purwakarta dapat menurunkan persentase buah yang arilnya tercemar getah kuning sebesar 98% dari 66.67% menjadi 1.05%. Upaya peningkatan kandungan kalsium pada perikarp buah manggis pada beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan, namun efisiensinya masih perlu ditingkatkan. Dosis pupuk kalsium yang digunakan tersebut relatif masih tinggi sehingga tidak efektif dan ekonomis bila diterapkan oleh petani. Dari hasil penelitian ini diperoleh dosis pemupukan yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kalsium dan boron yang terbaik adalah 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon dengan persentase penurunan cemaran getah kuning pada aril sebesar 46.79% di Citeureup, 59.61% di Cigudeg dan 63.30% di Cikembar dan pada kulit luar sebesar 30.13% di Citeureup, 14.78% di Cigudeg dan 51.76% di Cikembar. Penurunan persentase buah tercemar getah kuning pada aril, juring per buah maupun kulit luar buah manggis mengindikasikan bahwa kalsium dan boron menjadi unsur penting untuk mengendalikan cemaran getah kuning pada buah manggis. Kalsium berperan penting dalam aktivitas jaringan meristem dan sebagai perekat antar dinding sel dengan dinding sel yang lain pada saluran sekretori getah kuning. Keberadaan kalsium akan meningkatkan kekuatan dinding sel saluran getah kuning sehingga tidak mudah pecah. Tanaman yang tidak mendapatkan suplai kalsium yang cukup mengakibatkan kerusakan pada sel, termasuk pecahnya saluran getah kuning. Menurut Poerwanto et al. (2010) pemberian kalsium akan menjaga getah kuning tetap berada pada salurannya. Keberadaan kalsium sebagai penyusun dinding sel pada jaringan endocarp buah manggis akan meningkatkan ketahanan dinding saluran getah kuning
30
terhadap kerusakan dan pecah yang dapat menyebabkan keluarnya getah kuning dan mengotori juring dan aril buah. Harholt et al. (2010) menyatakan dalam tulisannya bahwa dinding sel tersusun oleh polisakarida dan protein. Polisakarida menjadi bagian utama pada dinding sel. Polisakarida diketahui terdiri atas tiga kelompok yaitu selulosa, hemiselulosa dan pektin. Pektin sebagai salah satu penyusun dinding sel terbagi pula atas empat kelompok besar yaitu Homogalacturonan (HG), Rhamnogalacturonan I (RGI), Rhamnogalacturonan II (RGII) dan Xylogalacturonan (XGA). Keempat kelompok ini terkait satu sama lain membentuk satu rantai panjang. Komposisi keempat kelompok ini berbedabeda pada setiap rantai pektin sesuai dengan jenis tanaman dan jenis jaringan tanaman. Namun secara umum HG menjadi kelompok yang dominan pada rantai pektin (lebih kurang 65% bagian pektin), RGI 20% sampai 35%, sedangkan XGA dan RGII masing-masing kurang dari 10%. Fungsi utama dinding sel adalah memberikan kekuatan fisik pada tanaman dan pertahanan terhadap pengaruh lingkungan. Pektin berfungsi untuk mendukung fungsi dari dinding sel. Pektin berada pada dinding sel primer (utama) dan lamela tengah (diantara sel-sel). Boron berperan mendukung fungsi kalsium dalam peningkatan kekuatan dinding sel-sel epitel saluran getah kuning (Hu et al. 1996). Menurut Martias (2012) bahwa peningkatan dosis kalsium dan boron di kulit buah dapat menurunkan cemaran getah kuning. Aplikasi kalsium dan boron akan meningkatkan ketahanan saluran dinding sel terhadap resiko terjadinya pecah pada saat terjadi tekanan terhadap saluran tersebut. Menurut Blevins dan Lukaszewski (1998) boron menjadi bagian dari komponen struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran struktur dinding sel serta integritas membran plasma. Kalsium merupakan unsur hara makro bersifat tidak mobil sehingga tidak dapat didistribusikan kembali ke jaringan lain termasuk buah (Depari 2011). Gardner et al. (1991) mencirikan kalsium sebagai unsur yang tidak dapat didistribusikan kembali ke jaringan yang lebih muda sehingga daun muda dan buah yang sedang berkembang secara penuh bergantung pada pengiriman kalsium dalam aliran transpirasi dari xylem. Oleh karena itu waktu aplikasi menjadi sangat penting agar kalsium dapat ditranslokasikan langsung ke buah yang sedang berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu aplikasi kalsium terbaik untuk mengendalikan getah kuning di Citeureup dan Cigudeg adalah pada Stadia 1 (2 MSA). Pada stadia I (2 MSA), laju pembelahan dan pembesaran sel selama perkembangan buah sangat cepat sehingga membutuhkan kalsium yang tinggi. Menurut Depari (2011) aplikasi kalsium saat akhir stadia 1 (1-4 MSA) mampu menurunkan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah manggis dengan meningkatnya kandungan kalsium pada pericarp. Lebih lanjut, Kurniadinata et al. (2015) menyatakan bahwa stadia 1 menjadi waktu kritis pemenuhan kebutuhan kalsium karena tingginya kebutuhan kalsium serta belum terjadi kerusakan xylem pada pedisel. Kalsium ditranslokasikan ke buah hanya dapat melalui jaringan xylem. Pemberian kalsium pada stadia I (2 MSA) akan membuat penyerapan kalsium ke buah lebih maksimal karena pada saat itu jaringan xylem di pedisel berfungsi optimal. Pada Stadia 1 (2 MSA) buah manggis tumbuh dengan cepat dan menjadi sink yang kuat sehingga bisa mengalihkan sebagian aliran air dan hara yang
31
terkandung di dalamnya dari akar ke buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa saat buah tumbuh dengan cepat merupakan sink terkuat dibandingkan dengan fase tumbuh lainnya sehingga pada fase tumbuh tersebut ketersediaan hara makro dan mikro sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah. Selain itu, Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan bahwa kekuatan sink dalam menggerakkan unsur hara ditentukan oleh aktivitas metabolisme. Hasil pengamatan Kurniadinata (2015) juga menunjukkan bahwa pada buah manggis yang sedang tumbuh cepat, saluran xylem pada pedisel buah manggis belum rusak sehingga memungkinkan aliran kalsium ke buah manggis lebih banyak. Penelitian tentang cemaran gerah kuning pada buah manggis banyak dilakukan di Indonesia, namun teknologi atau informasi yang disampaikan kepada petani sangat terbatas. Pada kenyataannya pengetahuan petani tentang cemaran getah kuning dan penyebabnya sangat minim. Petani manggis sangat berperan dalam mata rantai produksi manggis, mengingat buah manggis yang beredar saat ini baik untuk ekspor maupun untuk pasar dalam negeri berasal dari pertanaman manggis rakyat. Oleh karena itu informasi tentang cemaran getah kuning perlu disampaikan kepada petani. Usahatani manggis di Indonesia berskala kecil yang dicirikan dengan luas lahan kurang dari 1 ha dan jumlah pohon yang dikelola antara 50 hingga lebih dari 100 pohon. Kondisi pertanaman manggis berpencar, berada dalam hutan dan ditanam bersama dengan tanaman tahunan lainnya. Umumnya tanaman manggis yang ada sekarang adalah tanaman yang dikelola secara turun temurun dan sudah berumur lebih dari 20 tahun. Dosis pupuk yang tinggi dapat meningkatkan biaya produksi yang dianggap memberatkan bagi para petani manggis di Indonesia. Umumnya petani manggis Indonesia tidak melakukan perawatan terhadap tanaman manggis mereka, sehingga kualitas buah manggis yang dihasilkan menjadi rendah. Pemupukan dengan kalsium dan boron perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah manggis. Dosis aplikasi kalsium dan boron yang rendah pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemauan petani untuk melakukan pemupukan pada tanaman manggis. Perhatian petani dalam hal pemeliharaan tanaman manggis sangat minim, bila dibandingkan dengan cara mengelola tanaman palawija atau hortikultura lainnya. Dengan musim panen hanya satu tahun sekali dan sangat dipengaruhi oleh iklim, pendapatan dari usaha tani manggis belum bisa diandalkan untuk menopang kehidupan petani. Peran ekonomi usahatani manggis terhadap pendapatan petani perlu ditingkatkan dengan meningkatkan produktivitas maupun kualitas buah manggis, dan nilai tambah karena peningkatan ini hendaknya jatuh ke tangan petani. Petani manggis mengakui bahwa buah yang mengalami cemaran getah kuning sangat mempengaruhi harga jual manggis. Belum ada data tentang berapa kerugian petani akibat gejala cemaran getah kuning. Tindakan petani terhadap buah cemaran getah kuning ini hampir tidak ada. Kerugian secara ekonomi akibat cemaran getah kuning cukup besar, namun petani belum melakukan pengendalian. Hal ini mungkin karena ketidakberdayaan atau minimnya informasi cara mengatasi cemaran getah kuning pada buah manggis.
32
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Aplikasi kalsium dan boron terbukti mampu menurunkan persentase buah tercemar dan skor cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah. Perlakuan pupuk kalsium dan boron yang terbaik pada tiga lokasi penelitian adalah 1.6 kg Ca/pohon+1.55 g B/pohon dengan tingkat pengurangan cemaran getah kuning dapat mencapai 63.03% pada aril dan 51.76% pada kulit luar. Perlakuan waktu aplikasi kalsium dan boron yang terbaik pada tiga lokasi penelitian adalah pada saat stadia 1 (2 minggu setelah antesis) dengan tingkat pengurangan cemaran getah kuning dapat mencapai 59.07% di aril dan 54.36% di kulit buah. Pemberian pupuk kalsium dan boron tidak mempengaruhi kualitas fisikokimia buah manggis di tiga lokasi penelitian. Petani responden sebagian besar belum mengetahui tentang cemaran getah kuning dan cara pengendaliannya. Saran Kombinasi pupuk kalsium dan boron dengan dosis 1.6 kg Ca/pohon + 1.55 g B/pohon dapat digunakan untuk mengatasi cemaran getah kuning pada buah manggis secara berkelanjutan dan pemberian dolomit dan finbor sebagai sumber kalsium dan boron dapat dilakukan pada saat antesis dan stadia 1 untuk menurunkan pencemaran getah kuning pada buah manggis
DAFTAR PUSTAKA Almeyda N, Martin FW. 1976. Cultivation of neglected tropical fruit with promise. Part I. The Mangosteen. Agricultural Research Service. USA: Department of Agriculture. Asano J, Chiba K, Tada M, Yoshii T. 1996. Cytotoxic xanthones from Garcinia hanburyi. Phytochemistry. 41(3):815-820. Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta. 635 hal. Bangerth F. 1979. Calcium-related physiological disorders of plants. Annu Rev Phytopathol. 17:97-122. Blevins DG, Lukaszewski KM. 1998. Boron in plant structure and function. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 49. 481–500. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik: Hortikultura. [internet]. [diunduh 2015 Des 7]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI) Manggis. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional (BSN). SNI 3211:2009. Cervilla LM, Blasco B, Rios JJ, Romero L, Ruiz JM. 2007. Oxydative stress and antioxidants in tomato (Solanum lycopersicum) plants subjected to boron toxity. Ann Bot. 100: 747-756 Daryono M, Sosrodiharjo. 1986. Cara praktis penentuan saat pemanenan buah manggis dan sifat-sifatnya selama penyimpanan. Bul Pen Hort. 14:39-42.
33
Dear BS, Weir RG. 2004. Boron deficiency in pastures and field crops. Agfact P1. AC.1 2nd edition. Depari SOS. 2011. Studi waktu aplikasi kalsium terhadap pengendalian getah kuning dan kualitas buah manggis (Garcinia mangostana L.). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Ditjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Ekspor Hortikultura Indonesia. [internet]. [diunduh 2016 Agustus 10]. Tersedia pada: http//hortikultura.deptan.go.id. Dorly, Tjitrosemito S, Poerwanto R, Juliarni. 2008. Secretory duct structure and phytochemistry coumpounds of yellow latex in mangosteen fruit. Hayati J Biosci. 15(3): 99-104. Dorly. 2009. Studi struktur sekretori getah kuning dan pengaruh kalsium terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.). [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dorly, Tjitrosemito S, Poerwanto R, Efendi D. 2010. Studi morfologi dan anatomi perkembangan buah dan kaitannya terhadap insiden getah kuning pada manggis (Garcinia mangostana L.). Seminar Nasional Hortikultura. 25-26 Januari 2010. Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Bali (ID): PERHORTI. [internet]. [diunduh 2013 November 28]. Tersedia pada: http://www.repository.ipb.ac.id. Dorly, Wulandari I, Tjitrosemitro S, Poerwanto R, Efendi D. 2011. Studi pemberian kalsium untuk mengatasi getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.). J Agron Indonesia. 39(1): 49-55. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Physiology of Crop Plant. Terjemahan: Susilo H. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta (ID). UI Press. Ghanati F, Morita A, Yokota H. 2002. Induction of suberin and increase of lignin content by excess boron in tobacco cell. Soil Sci. Plant Nutr. 48(3). 357-364 Goldberg S. 1997. Reactions of boron with soils. Plant and Soil. 193: 35–48. Hardjowigeno S. 1992. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Mediyatama Sarana Perkasa. Harholt J, Suttangkakul A, Scheller HV. 2010. Biosynthesis of Pektin. Plant Physiology. 153: 384-395. Hidayat R. 2002. Kajian ritme pertumbuhan tanaman manggis (Garcinia mangostana L) dan faktor-faktor yang mempengaruhi. [disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Hu H, Brown PH, Labavitch. 1996. Species variability in boron requirement is correlated with cell wall pektin. J Exp Bot. 47(295):227-232. Hu H, Brown PH. 1997. Absorption of boron by plant roots. Plant and Soil. 193: 49–58. Huang X, Wang HC, Li J, Yin J, Yuan W, Lu J, Huang HB. 2005. An Overview of Calcium’s Role in Lychee Fruit Cracking. In: Chomchalow N and Sukhvibul N (eds). Proceedings of the 2nd International Symposium on Lychee, Longan, Rambutan and Other Sapindaceae Plants. Chiang Mai. Thailand. Agt. 25-28. 2003. Belgium: Acta Hort. 665:231-240. Johansen JN, Vernhettes S, Hofte H. 2006. The ins and outs of plant cell walls. Current Opinion in Plant Biology 9: 616–620. Karabal E, Yücel M, Öktem HA. 2003. Antioxidants responses of tolerant and sensitive barley cultivars to boron toxity. Plant Science. 164: 925-933
34
Kader AA. 2006. Mangosteen facts, recommendations for maintaining postharvest quality. [Internet]. [diunduh 2014 Juli 2014]. Tersedia pada http://postharvest.ucdavis.edu.html. Kartika JG. 2004. Studi pertumbuhan buah, gejala getah kuning dan burik pada buah manggis (Garcinia mangostana L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kaya C, Tuna AL, Dikilitas M, Asharaf M, Koskeroglu S, Guneri M. 2009. Supplementari phosphorus can alleviate boron toxicity in tomato. Scientia Horticulturae. 121:284-288. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Ekspor impor komoditas pertanian. Kurniadinata OF. 2015. Peran kalsium dalam mengatasi cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L). [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kurniadinata OF, Depari SOS, Poerwanto R, Efendi D, Wachjar A 2016. Solving yellow sap contamination problem in mangosteen (Garcinia mangostana) with Ca2+ application based on fruit growth stage. Communications in Biometry and Crop Science. 11(2): 105-113. Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Diktat Kuliah: Pupuk dan Pemupukan. Bogor (ID): IPB Press. Lovvat CJ, Bates LM. 1984. Early effects of excess boron on photosynthesis and growth of Cururbita pepo. J Exp Bot. 35(152):297-305. Marschner H. 1995. Mineral Nutrion of Higher Plants. 2nd edition. London (GB): Academic Press. Martias. 2012. Studi peranan lingkungan (sifat kimia dan fisika tanah serta cuaca) terhadap cemaran getah kuning buah manggis (Garcinia mangostana L). [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Matoh T, Ishigaki KI, Ohno K, Azuma JI. 1993. Isolation and characterization of a boron-polysaccharide complex from radish roots. Plant Cell Physiol. 34(4): 639-642 Mulyani. 2000. Anatomi Tumbuhan. Jakarta (ID): Kanisius. Palebangan S, Hamzah F, Dahlan, Kaharuddin. 2006. Persepsi petani terhadap pemanfaatan bokashi jerami pada tanaman ubi jalar dalam penerapan sistem pertanian organik. J. Agrisistem. 12(1): 46-53 Poerwanto R. 2000. Teknologi Budidaya Manggis. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Bisnis dan teknologi Manggis. Kerjasama Pusat kajian Buah-Buahan tropika. LP-IPB dengan Direktorat jenderal hortikultura dan Aneka Tanaman. Departemen Pertanian. Poerwanto R, Dorly, Martias. 2010. Getah kuning manggis. Di dalam: Utama IMS. Susila AD. Antara NS. Putra NK. Susrusa KB. editor. Reorientasi Riset untuk Mengoptimalkan Produksi dan Rantai Nilai Hortikultura; 2010 Nop 25-26; Denpasar. Indonesia. Denpasar (ID): Perhorti. hlm 255-260. Poovarodom S. 2009. Growth and Nutrient Uptake into mangosteen (Garcinia mangostana L.) Fruit. The Proceedings of International Plant Nutrition Colloquim XVI. UC Davis. Primilestari S. 2011. Pengendalian getah kuning dan peningkatan kualitas buah manggis melalui aplikasi kalsium dengan sumber dan dosis berbeda. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
35
Purnama T. 2014. Pemberian kalsium dan boron untuk pengendalian cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian Tanah. 1982. Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Qosim WA. 2009. Buah Manggis Primadona Ekspor Indonesia. Bandung: Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Pajajaran Bandung. [internet]. [diunduh 2014 September 22. Tersedia pada: http://www.unpad.ac.id/berita/manggis-primadona-ekspor-buah-indonesia/ Rai IN, Poerwanto R, Darusman LK, Purwoko BS. 2006. Perubahan kandungan giberelin dan gula total pada fase-fase perkembangan bunga manggis. Hayati 13(3):101-106. Rai IN, Poerwanto R. 2008. Memproduksi Buah diluar Musim. Yogyakarta (ID). Lili Publisher. 19:102-103. Reid RJ, Hayes JE, Post A, Stangoulis JCR, Graham RD. 2004. A critical analysis of the causes of boron toxity in plants. Plant Cell Environ. 25: 1405-1414 Saribu PD. 2011. Studi aplikasi kalsium dan boron terhadap pengendalian getah kuning pada buah manggis. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saure MC. 2005. Calcium translocation to fleshy fruit: its mechanism and endogenous control. Scientia Horticulturae. 105: 65-89. Shelp BJ, Marentes E, Kitheka AM, Vivekanandan P. 1995. Boron mobility in plants. Physiologia. Plantarum. 94: 356-361. Shorrocks VM. 1997. The occurrence and correction of boron deficiency. Plant and Soil. 193: 121–148. Syah JAM, Mansyah E, Martias, Purnama T, Fatria D, Usman F. 2010. Pengaruh pemberian air dan pemupukan terhadap getah kuning pada buah manggis. J. Hort. 20(1):10-17. Taiz L, Zeiger E. 1991. Plant Physiology. New York (US). Cummings Publishing Co. Inc. 590 p. Tisdale SL, Nelson LN, Beaton JD, Havlin JL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers. An Intoduction to Nutrient Management. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Tjitrosoepromo G. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta (ID). Gajah Mada Univ Press. Verheij EWM. 1992. Garcinia mangostana L. In E.W.M Verheij (ed). Plant Resources of South East Asia, Edible Fruit and Nuts. Bogor a Selection. Wageningen: PUDOC. Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen cultivation. FAO Plant Production and Protection Paper 129. Ed ke-1. Belgia: Food and Agriculture Organization of The United Nations.
36
Lampiran 1. Kuesioner persepsi petani terhadap cemaran getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.) I. Karakteristik Petani 1. Nama: …………………………………….. 2. Usia: …………… tahun 3. Pendidikan tertinggi: …………………………………….. a. [ ] Tidak sekolah b. [ ] SD c. [ ] SMP d. [ ] SMU e. [ ] Perguruan Tinggi f. [ ] Mengikuti pelatihan ……………………………………… 4. Pekerjaan selain berusaha tani manggis: a. [ ] bertani b. [ ] berdagang c. [ ] PNS d. [ ] ………………………………...………. 5. Pengalaman berusaha tani manggis: a. [ ] < 5 tahun b. [ ] 5 - 10 tahun c. [ ] 10 – 15 tahun d. [ ] 15 – 20 tahun e. [ ] > 20 tahun 6. Luas kebun manggis yang diusahakan: a. [ ] < 0.25 ha b. [ ] 0.25 – 0.5 ha c. [ ] 0.5 – 1 ha d. [ ] > 1.0 ha 7. Jumlah pohon manggis yang diusahakan: a. [ ] < 50 pohon b. [ ] 50-100 pohon c. [ ] 100-250 pohon d. [ ] 250-500 pohon e. [ ] 500-1000 pohon f. [ ] > 1000 pohon 8. Status kepemilikan lahan: a. [ ] pemilik dan penggarap b. [ ] penyewa c. [ ] penggarap d. [ ] lainnya………………...……. 9. Pohon manggis yang ada saat ini: a. [ ] ditanam sendiri b.[ ]tanaman sudah ada secara turun temurun 10. Umur tanaman manggis yang dikelola sekarang adalah: a. [ ] kurang dari 10 tahun b. [ ] lebih dari 10 tahun II. Budidaya Manggis 11. Pola tanam: a. [ ] monokultur b. [ ] polikultur ………………………………….………….………… 12. Jarak tanam yang digunakan a. [ ] teratur: ……. m x ……. m b. [ ] tidak teratur 13. Jenis pupuk yang diberikan pada tanaman manggis: a) [ ] tidak pernah dipupuk b) [ ] dipupuk dengan : Jenis pupuk Frekuensi/tahun Dosis Pupuk kandang: …..................... Urea KCl SP3 Dolomit
37
Finbor 14. Pengendalian gulma: a) [ ] tidak pernah dikendalikan b) [ ] dikendalikan dengan: Cara pengendalian Frekuensi/tahun Jenis alat/herbisida Mekanik Kimiawi/herbisida 15. Pengendalian cemaran getah kuning: a. [ ] tidak pernah dikendalikan b. [ ] dikendalikan dengan: Cara pengendalian Frekuensi/tahun Jenis alat/pestisida Mekanik Kimiawi/insektisida III. Panen dan Pascapanen 16. Pemasaran: a. [ ] dijual ke pedagang pengumpul b. [ ] dijual langsung ke eksportir c. [ ] dijual ke kelompok tani manggis d. [ ] dijual borongan ke pedagang pengumpul dengan sistem ijon 17. Harga jual musim panen tahun lalu Rp ………………./kg 18. Apakah bapak mengetahui standar mutu buah manggis untuk ekspor? a. [ ] ya b. [ ] tidak 19. Siapakah yang melakukan penyortiran buah manggis? a. [ ] sendiri b. [ ] pembeli c. [ ] kelompok tani manggis Kendala yang dihadapi dalam memenuhi kriteria manggis untuk ekspor? ……………………………………………………………………… IV. Persepsi Petani Terhadap Getah Kuning 20. Apakah bapak mengenal getah kuning pada manggis? a. [ ] ya b. [ ] tidak 21. Apakah bapak mengetahui penyebab getah kuning pada manggis? a. [ ] tidak tahu b. [ ] tahu (sebutkan): …………………… 22.Menurut bapak, apakah kejadian getah kuning ada hubungannya dengan: a. [ ] kondisi kebun manggis b. [ ] iklim 23. Bagaimana usaha bapak mengatasi getah kuning? a. [ ] penyemprotan dengan insektisida b. [ ] penyiangan gulma c. [ ] dibiarkan saja d. [ ] lainnya: …………………….
38
24. Setiap kali panen, berapa banyak buah yang terkena getah kuning yang bapak peroleh? ……………………. ( kg ) ……………………. ( % ) 25. Apakah bapak pernah mendapat penyuluhan cara mengatasi getah kuning? a. [ ] tidak pernah b. [ ] pernah: V. Kemauan petani manggis menerapkan pupuk kalsium dan boron 26. Menurut bapak apakah pupuk kalsium dan boron pada tanaman manggis dapat mencegah cemaran getah kuning? a. [ ] ya b. [ ] tidak 27. Apakah bapak akan menerapkan sistem pupuk kalsium dan boron ini dengan sebaik mungkin? a. [ ] ya b. [ ] tidak 28. Menurut bapak, apakah sistem pupuk ini membutuhkan modal yang besar? a. [ ] ya b. [ ] tidak
39
Lampiran 2 Data curah hujan bulan Agustus 2014 sampai Maret 2015 Curah hujan (mm) Citeureup Cigudeg Cikembar 2014 Agustus 233 400 109 September 8 Oktober 122 75 X November 415 312 813 Desember 181 219 737 2015 Januari 376 364 436 Februari 313 282 251 Maret 91 298 308 Keterangan : - (tidak ada hujan). X (alat rusak) Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung Tahun
Bulan
40
Lampiran 3 Klasifikasi buah manggis berdasarkan diameter dan bobot buah (BSN 2009) Kode ukuran 1 2 3 4 5
Diameter (mm) > 62 59-62 53-58 46-52 38-45
Bobot (g) >125 101-125 76-100 51-75 30-50
41
Lampiran 4. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1982). Sifat Kimia Tanah KTK (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) C-organik (%) N-total (%) P-tersedia BrayI P205 Olsen Al-dd (me/100g) Kejenuhan basa (%) Kejenuhan Al (%) C/N (%) Cadangan mineral Salinitas Fe (ppm) Mn (ppm)
pH H2O
Sangat Masam <4.5
Sangat Rendah rendah <5 5-16 <0.1 0.1-0.3 <0.1 0.1-0.3 <2 2-5 <0.3 0.4-1 <1 1-2 <0.1 0.1-0.2 <4 5-7 <10 10-15 <10 10-20 <20 20-40 <20 5-21 <5 5-10 <5 5-10 <1 1-2 Kekurangan <50 <20 Masam Agak masam 4.5-5.5 5.6-6.5
Sedang
Tinggi
17-24 25-40 0.4-0.5 0.6-1 0.4-0.7 0.8-1 6-10 11-20 1.1-2 2.1-8 2.01-3 3.01-5 0.21-0.50 0.51-0.75 8-10 11-15 16-46 46-60 21-30 31-60 41-60 61-80 21-30 31-60 11-20 21-40 11-20 21-40 2-3 3-4 Cukup 50-250 20-500 Netral Agak alkali 6.6-7.5
7.6-8.5
Sangat tinggi >40 >1 >1 >20 >8 >5 >0.75 >15 >60 >60 >80 >60 >40 >40 >4 Keracunan ? >500 Alkali >8
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 21 Mei 1988. Penulis merupakan anak sulung dari 4 bersaudara dari ayah Nusyirwan A dan ibu Jasminiarti. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan didanai oleh Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Penulis selama menjalani program S2 mengikuti Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Hortikultura Indonesia (Perhorti) pada bulan Oktober 2015 sebagai presenter oral dan mempublikasikan hasil penelitian di Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 7 No.1 April 2016 dengan judul makalah yang sama yaitu Dosis dan Waktu Aplikasi Kalsium dan Boron Untuk Pengendalian Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) di Tiga Sentra Produksi