TATALAKSANA INFEKSI OPORTUNISTIK (IO) PADA PENDERITA HIV / AIDS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 1/2
Ditetapkan Direktur RSUD Palabuhanratu SPO
Tanggal Terbit Dr. H.Asep Rustandi NIP 196106261989031005
1. Pengertian 2. Tujuan 3. Kebijakan
3. 1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ; 3. 2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ; 3. 3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996. Tentang Tenaga Kesehatan (lembaran negara tahun 1996 no49, tambahan lembaran negara no 3637 ); 3. 4. Keputusan Menteri Kesehatan No 1277/Menkes/SK/XII/ 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 3. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No 438/Menkes/SK/VI/ 1996
Tentang
Standar Pelayanan Keperawatan ; 3. 6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi Dan Praktek Perawat ; 3. 7. Keputusan Menteri Kesehatan No 900/Menkes/SK/VII/ 2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan ; 3. 8. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; 3. 9. SK Dirjen Yan Med No.Ym.00.03.2.6.7637 Tentang Berlakunya Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit 18 Agustus 1993; 3. 10. SK Dirjen Pelayanan Medik No. Ym.00.03.2.6.734 Tertanggal 17 Juli 1995 Tentang Berlakunya Instrumen Evaluasi Penerapan Sak Di Rumah Sakit; 3. 11. Peraturan Bupati No 81 Tahun 2012, Tentang Struktur Organisasi Tata
Kerja
TATALAKSANA INFEKSI OPORTUNISTIK (IO) PADA PENDERITA HIV / AIDS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Rsud Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 3. 12. Kumpulan Prosedur Tetap RSUP Hasan Sadikin Bandung. 5. Unit Terkait
5. 1. Instalasi Rawat Inap 5. 2. Instalasi Gawat Darurat 5. 3. Instalasi Rawat Jalan 5. 4. Instalasi Rekam Medik 5. 5. Instalasi Laboratorium
Halaman : 2/3
PEMBERIAN COTRIMOXAZOLE PROFILAKSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 1/3
Ditetapkan Direktur RSUD Palabuhanratu SPO
Tanggal Terbit
1. Pengertian
Dr. H.Asep Rustandi NIP 196106261989031005 Pemberian Co-Trimoxazole Profilaksis adalah bagian dari standar pelayanan
2. Tujuan 3. Kebijakan
untuk pencegahan pneumocystis Jiroveci Pneuminia (PCP) dan Toxoplasmosis untuk pencegahan pneumocystis Jiroveci Pneuminia (PCP) dan Toxoplasmosis 3. 1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ; 3. 2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ; 3. 3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996. Tentang Tenaga Kesehatan (lembaran negara tahun 1996 no49, tambahan lembaran negara no 3637 ); 3. 4. Keputusan Menteri Kesehatan No 1277/Menkes/SK/XII/ 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 3. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No 438/Menkes/SK/VI/ 1996
Tentang
Standar Pelayanan Keperawatan ; 3. 6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi Dan Praktek Perawat ; 3. 7. Keputusan Menteri Kesehatan No 900/Menkes/SK/VII/ 2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan ; 3. 8. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; 3. 9. SK Dirjen Yan Med No.Ym.00.03.2.6.7637 Tentang Berlakunya Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit 18 Agustus 1993; 3. 10.
SK Dirjen Pelayanan Medik No. Ym.00.03.2.6.734 Tertanggal 17
Juli 1995 Tentang Berlakunya Instrumen Evaluasi Penerapan Sak Di Rumah
Sakit; PEMBERIAN COTRIMOXAZOLE PROFILAKSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 2/3
3. 11. Peraturan Bupati No 81 Tahun 2012, Tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Rsud Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 3. 12.
4. Prosedur
4. 1. 4.1.1. -
Kumpulan Prosedur Tetap RSUP Hasan Sadikin Bandung. Kriteria Diagnosis : Sebagai Prifilaksis Primer : Semua pasien simtomatik stadium 2, 3, 4 WHO Pasien asimtomatik dengan jumlah CD4 < 200 Pada wanita hamil dengan persyaratan diatas, pemberian Cotrimoxazole tanpa memandang umur kehamilan
4.1.2. Sebagai Profilaksis Sekunder : Pada semua pasien yang pernah terinfeksi PCP, toxoplasmosis. 4. 2. 4.2.1
Penatalaksanaan Rejimen Obat
1 x sehari 1 tablet double strength (DS) atau 1 x 2 tablet single strenght (SS). DS = Sulfametoxazole 800 mg + trimetoprim 160 mg SS = Sulfametoxazole 400 mg + trimetoprim 80 mg Pada kasus adanya reaksi obat : -
-
-
Grade 1 : erythema ; lanjutkan co-trimoxazole dengan observasi cermat, berikan antihistamin. Grade 2 : maculo papular rash yang difuse, deskuamasi kering; lanjutkan co-trimoxazole dengan observasi cermat dan follow up, berikan anti histamin. Grade 3 : vesikel, ulcerasi mukosa ; hentikan co-trimoxazole sampai reaksi hilang (biasanya 2 minggu) dan kemudian pertimbangkan pemberian ulang dengan desensitisasi. Grade 4 : dermatitis exfoliatif, steven jhonson syndrom atau eritema multiforme, hentikan co-trimoxazole secara permanen.
PEMBERIAN COTRIMOXAZOLE PROFILAKSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 3/3
Protokol desensitisasi co-trimoxazole Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6
4.2.2
5. Unit Terkait
: 80 mg sulfametoxazole + 16 trimetoprim ( 2 ml suspensi); : 160 mg sulfametoxazole + 32 trimetoprim ( 4 ml suspensi); : 240 mg sulfametoxazole + 48 trimetoprim ( 6 ml suspensi); : 320 mg sulfametoxazole + 64 trimetoxazole ( 8 ml suspensi); : 1 tablet SS : 2 tablet SS atau 1 tablet DS
Rejimen alternatif
Jika co-trimoxazole tidak dapat ditoleransi, berikan dapsone 50 mg PO 2 x sehari atai 1 x 100mg 5. 1. Instalasi Rawat Inap 5. 2. Instalasi Gawat Darurat 5. 3. Instalasi Rawat Jalan 5. 4. Instalasi Rekam Medik 5. 5. Instalasi Laboratorium
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 1/16
Ditetapkan Direktur RSUD Palabuhanratu SPO
1. Pengertian
Tanggal Terbit Dr. H.Asep Rustandi NIP 196106261989031005 Standar pelayanan medis ini merupakan pedoman bagi pengelolaan penderita ODHA yang disertai dengan penyakit tuberkulosis (TB) baik secara diagnosis dugaan maupun pasti. TB adalah penyakit penyerta dan penyebab kematian yang paling sering mempengaruhi penderita dengan infeksi HIV. Karena kerentanan imunologis pasien saat terinfeksi HIV, kemungkinan terjadinya oleh infeksi M.tuberculosis meningkat sampai 20 x lipat (Ref), dan besar kemungnannya hal tersebut akan mengancam jiwa. Sebaliknya, adanya infeksi TB pada orang dengan ODHA mengakibatkan keadaan penyakit AIDS-nya memburuk dengan lebih cepat. Penyakit TB yang muncul pada penderita HIV dapat terjadi dengan gambaran klinis yang tipikal (khas) maupun tidak. Gambaran yang tidak khas muncul lebih sering pada penderita dengan tingkat penurunan kekebalan imunitas yang lebih berat. Munculnya penyakit TB pada ODHA dapat terjadi di semua fase perkembangan infeksi HIV, baik sebelum infeksi HIV bermanifestasi sebagai penyakit maupun saat pasien menjadi AIDS. Tambahan lagi, penyakit TB dapat
2. Tujuan
terjadi di paru maupun di luar paru. Untuk melakukan ODHA yang disertai dengan penyakit tuberkulosis (TB) baik secara diagnosis dugaan maupun pasti.
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 2/16
3. Kebijakan
3. 1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ; 3. 2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ; 3. 3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996. Tentang Tenaga Kesehatan (lembaran negara tahun 1996 no49, tambahan lembaran negara no 3637 ); 3. 4. Keputusan Menteri Kesehatan No 1277/Menkes/SK/XII/ 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 3. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No 438/Menkes/SK/VI/ 1996 Tentang Standar Pelayanan Keperawatan ; 3. 6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi Dan Praktek Perawat ; 3. 7. Keputusan Menteri Kesehatan No 900/Menkes/SK/VII/ 2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan ; 3. 8. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; 3. 9. SK Dirjen Yan Med No.Ym.00.03.2.6.7637 Tentang Berlakunya Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit 18 Agustus 1993; 3. 10. SK Dirjen Pelayanan Medik No. Ym.00.03.2.6.734 Tertanggal 17 Juli 1995 Tentang Berlakunya Instrumen Evaluasi Penerapan Sak Di Rumah Sakit; 3. 11. Peraturan Bupati No 81 Tahun 2012, Tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Rsud Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 3. 12. Kumpulan Prosedur Tetap RSUP Hasan Sadikin Bandung.
4. Prosedur
4. 1. Diagnosis Pada TB paru, gejala yang sering timbul adalah : - Batuk yang lama selama lebih dari 3 (tiga) minggu dan tidak membaik dengan pengobatan antibiotik biasa; - Produksi dahak yang produktif, purulen, kadang disertai dengan bercak darah; - Demam atau panas badan ringan atau tinggi; - Berkeringat pada malam hari; - Penurunan berat badan dan nafsu makan yang menurun.
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 3/16
Disamping gejala diatas, untuk dapat mengkategorikan penderita TB-HIV dengan baik, perlu ditanyakan apakah ada riwayat pengobatan TBC sebelumnya. Adanya riwayat penyakit TB dapat diketahui bila ia pernah dikatakan sakit TB atau mendapatkan obat TB yang berjumlah paling sedikit 3 (tiga) macam disertai obat yang membuat urine berwarna merah. Bila ya apakah obat yang diberikan di konsumsi secara lengkap sampai 6 bulan atau tidak. Apakah dokter atau Puskesmas sudah menyatakan sembuh. TB ekstraparu dapat menunjukkan gejala – gejala diatas disertai dengan gejala yang berhubungan dengan lokasi radangnya. Manifestasi yang tersering adalah : limfadenitis, efusi pleura, peritonitis, TBC milier, meningitis. Gejala tersebut kemudian lebih jarang ditemukan, yaitu : perikarditis, artritis, osteomielitis atau enteritis dll. Pada penderita HIVAIDS yang dialami, gejala TB paru dan gambaran foto thoraks ditemukan lebih tidak tipikal ( Tabel 1. ) Tabel 1. Gejala Klinis dan radiologis TB Paru yang berkaitan dengan derajat immunosupresi Immunosupresi ringan Immunosupresi Berat Gejala dan tanda klinis Gambaran Klinis menyerupai TB Gambaran atipikal menyerupai TB paru disertai batuk yang berdahak paru primer
Foto Thoraks
Pemeriksaan hapusan dahak dapat menunjukkan hasil yang +
Sediaan apus putum positif sulit ditemukan
Biasanya menunjukkan gambaran menyerupai TB Paru pada non ODHA : Infiltrasi lobus atau dan/atau bilateral Kavitasi fibrosis
Gambaran thoraks dapat menyerupai pneumonia bakterial, infiltrasi unilateral, atau bilateral dapat ditemukan pada lobus bawah. Lesi di lobus atas atau kavitasi lebih jarang ditemukan. Penyakit TB Paru tak dapat disingkirkan dengan pemeriksaan foto thoraks
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 4/16
4. 2. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis pasti penyakit TB hanya dapat ditentukan dengan keberhasilan menunjukkan adanya kuman M.tb/BTA dengan pemeriksaan mikroskopik atau dengan mebiakkan kuman M.tb [TB guideline]. Untuk upaya ini, diusahakan agar bahan pemeriksaan diambil sesegera mungkin, sebelum obat TB dimulai, dari bahan yang sesuai dengan penyakitnya. Bahan pemeriksaan harus segera dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan. Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis tuberkulosis [Ref]. Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan seperti
pemeriksaan
thoraks
foto
PA,
pemeriksaan
histopatologis,
pemeriksaaan sitologi [Ref]. Pemeriksaan Mantoux test tidak banyak dapat membantu untuk menegakkan diagnosis karena respons immunologik yang rendah pada penderita HIV-AIDS [Ref]. Bila bukti klinis menunjang dengan kuat tetapi pemeriksaan penunjang tidak memberikan hasil positif, penderita harus mendapatkan therapi aksjuvantibus, disertai penilaian responsnya pada kunjungan berikutnya. 4. 3. Pembagian kategori penderita Untuk penatalaksanaanya yang rasional, penderita dibagi ke dalam kategori sebagai berikut : 4.3.1
Penderita HIV dengan TB Paru BTA Positif :
-
Satu pemeriksaan sputum BTA Positif dengan
-
Adanya infeksi HIV yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium atau
-
Bukti klinis yang kuat akan adanya infeksi HIV
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
4.3.2 -
No. Revisi :
Halaman : 5/16
Penderita HIV dengan TB Paru BTA negatif : Terdapat paling sedikit 2 (dua) kali pemeriksaan dahak yang menunjukkan hasil negatif dan
-
Pemeriksaan radiologis konsisten dengan gambaran tuberkulosis aktif dan
-
Adanya infeksi HIV yang dibuktikan secara laboratorium atau
-
Adanya bukti klinis yang kuat akan adanya infeksi HIV dan
-
Adanya keputusan dari klinisi untuk memberikan pengobatan tuberkulosis yang lengkap atau
-
Pasien dengan pemeriksaan sputum BTA negatif tetapi pemeriksaan kultur menunjukkan hasil yang positif untuk M. tuberkulosis
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 6/16
Algorithm for the diagnosis of tuberculosis in ambulatory HIVpositive patient
Ambulatory patient with cough 2 – 3 weeks and no danger signs a AFB HIV test b HIV + or status unknown c
AFB positive d Threat for TB CPT d HIV assesment f
AFB positive d
TB likely
CXR e Sputum AFB and culture g Cinical asessment g TB unlikely
AFB positive d
Responsel
AFB positive d
No or patial response Reassess for TB
Responsel
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
4.3.3 -
No. Revisi :
Halaman : 7/16
Penderita HIV dengan tuberkulosis ekstraparu Terdapat hasil pemeriksaaan kultur positif atau BTA positif dari spesimen yang diperoleh dari satu lesi ekstrapulmonal atau
-
Pemeriksaan histopatologis menunjukkan bukti klinis yang konsisten dengan tuberkulosis ekstrapulmonal yang aktif dan
-
Adanya infeksi HIV yang dibuktikan secara laboratorium atau
-
Adanya bukti klinis yang kuat akan adanya infeksi HIV dan
-
Adanya keputusan dari klinisi untuk memberikan pengobatan tuberkulosis yang lengkap
4.3.4
Penderita HIV dengan tuberkulosis berat / memerlukan
segera (paling sedikit 1 gejala) -
Tak dapat berjalan tanpa dibantu
-
Frekuensi nafas lebih dari 30 kali permenit
-
Panas badan lebih dari 390 C
-
Nadi lebih cepat dari 120 kali permenit
4. 4. Penatalaksanaan 4.4.1
Pengobatan TBC
Rawat pasien TB sesuai panduan program nasional tuberkulosis dan bekerjasama dengan otoritas lokal seperti tim DOTS Rsud Palabuhanratu dan pengawas tingkat kabupaten. Daftarkan pasien untuk memperoleh obat program TB nasional dan memastikan agar penderita bisa mendapatkan pengelolaan tindak lanjutan dengan tepat.
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 8/16
Tabel 2. Anjuran rejimen terapi TB untuk penderita TB-HIV dengan kategori diagnosis TB
Lokasi Penyakit TB Paru
Hasil Laboratorium BTA Positif
Tipe Pasien Baru Lama
sesuai
Kategori yang dianjurkan Kat 1
Relaps Kembali setelah gagal Kembali setelah putus berobat MDR tb atau kronik
BTA Negatif Extrapulmonary
Kat 2 Kat 2 Kat 2 Kat 4 Kat 1 atau 3 Kat 1 atau 3
sebagai berikut dalam tabel 3. Kategori I
Fase intensif 2 – 3 bulan pertama 2RHEZ
II III
2RHEZS – 1RHEZ 2RHZ
IV
Chronic case, refer to specialized center
Fase intermiten 4 – 6 bulan kemudian 4 R3H3 4 RH 6 HE 5R3H3E3 4 R3H3 4 RH 6 HE Chronic case, refer to specialized center
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 9/16
Monitoring kesembuhan pada penderita dengan sputum BTA positif, monitoring keberhasilan lakukan pemeriksaan sediaan apus sputum BTA dengan pola sebagai berikut : -
Pada akhir fase awal
-
Saat fase lanjutan – pada akhir bulan 5
-
Saat perawatan selesai – bulan 6 atau 8
Bila menggunakan rejimen kategori 1 dan ditemukan hasil pemeriksaan yang
positif pada akhir fase intensif. Ulangi lagi pemeriksaan foto thoraks
sebagai alat pemeriksaan penunjang tidak diperlukan untuk monitoring keadaan penderita dan dianggap mubazir (ref : panduan program TB nasional 4.4.2
Pemberian obat ARV
Waktu dan urutan pemberian obat TB dan obat HIV sangat penting untuk diperhatikan, pemberian ARV yang terlalu cepat akan dapat memberikan reaksi paradoksial. Bila memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan CD4 pada penderita yang baru di diagnosis agar dapat ditentukan waktu pemberian ARV terbaik (tabel 4). Secara umum di tentukan bahwa sebaiknya terapi TB diselesaikan dahulu sebelum memulai perawatan ARV, kecuali jika ada resiko tinggi terjainya perburukan AIDS dan kematian pada saat terapi TB. Jika pengobatan TB perlu diberikan bersama dengan HIV bersamaan, pilihan obat lini pertama sebaiknya terdiri dari ZDV/3TC ditambah NNRTI atau ABC. Bila digunakan regimen berbasis NNRTI, maka EFZ adalah obat terpilih mengingat potensi terjadinya hepatotoksisitas terapi TB akan lebih kecil dibandingkan dengan NVP. Kecuali untuk SQV/r, PI’s tidak direkomendasikan untuk diberikan selama
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 10/16
terapi TB dengan rifampicin karena adanya interaksi dengan obat tersebut (tabel 4). Tabel 4. Timing pemberian terapi ARV CD4 cell count
Anjuran ARV
CD4 < 200
ARV dianjurkan untuk diberikan a ARV dianjurkan untuk diberikan Tunda pemberian ARV c
CD4 antara 200-350 cells/mm3 CD4 > 350 sel / mm3 CD4 tidak diperiksa
a.
b. c. d.
ARV dianjurkan untuk diberikan d
Timing pemberian ART sehubungan dengan mulainya terapi TB Antara 2 sampai dengan 8 minggu sesudah terapi TB b Sesudah 8 minggu terapi TB Evaluasi ulang pasien setelah 8 minggu dan pada akhir terapi TB Antara 2 sampai dengan 8 minggu setelah terapi TB
Dianjurkan menggunakan rejimen yang menggunakan EFV sebagai lini pertama, sebagai alternatif dapat digunakan NVP dan NRTI (berbasis TDF atau ABC). Untuk rejimen yang mengandung NVP, pemeriksaan SGPT harus dilakukan di setiap; ARV harus segera di mulai setelah terapi TB dapat ditoleransi, terlebih lagi pada penderita dengan gangguan imunosupresi yang berat; ARV harus segera di mulai bila ada kelainan / penyakit stadium 3 atau 4 lain ditemukan; Untuk penyakit tbc tanpa komplikasi yang umumnya memberikan respons yang baik pada terapi tb (limfadenopati, pleura efusi), penundaan terapi ARV harus dipertimbangkan.
4.4.3
TB yang timbul saat penderita sedang menjalani terapi ARV
Bila tuberkulosis timbul pada saat penderita sudah menjalani terapi ARV, rejimen terapi ARV perlu di substitusi. Pola substitusi ARV adalah sebagai tercantum dalam tabel 5.
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 11/16
Tabel 5. Anjuran modifikasi pengobatan ARV pada penderita yang menderita TB dalam 6 bulan pertama terapi ARV
Lini pertama atau Kedua Lini Pertama
Rejimen triple NRTI 2 NRTI + PI
Lini Kedua
4.4.1
Rejimen ARV saat penyakit TBC timbul 2 NRTI + EFV 2 NRTI + NVP
Pilihan Terapi Lanjutkan dengan 2 NRTI’s atau EFV Ganti ke EFV atau Ganti rejimen triple NRTI Lanjutkan dengan 2 NRTI + NVP Lanjutkan dengan rejimen triple NRTI Ganti atau Lanjutkan (kalau sudah mulai) rejimenLPV/r atau rejimen dengan SQV/r. Sesuaikan dosis dengan RTV
Reaksi pradoks / Sindroma reaksi rekonstitusi imun (IRIS) Sindroma rekonstitusi imun dapat muncul dalam bentuk perburukan gejala klinis TB setelah perbaikan. Reaksi IRIS dapat muncul pada lebih kurang 1 dari 3 penderita TB-HIV yang memulai terapi ARV. Umumnya IRIS muncul pada 3 bulan pertama mulainya terapi ARV tetapi paling cepat dapat muncul setelah 5 hari. Gejala yang sering ditemukan adalah panas badan, perburukan dari limfadenopati dan penyakit parunya. Pada kebanyakan kasus IRIS dapat sembuh sendiri. Pada reaksi yang berat, misalnya pada pembekakan limfadenopati yang besar, bahkan mengganggu pernafasan diperlukan terapi kortikosteroid.
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 12/16
4. 1. Bahan / Peralatan -
Formulir standar pengelolaan ARV, Baseline, Follow up, Registrasi
-
Formulir standar pengelolaan TB, TB01, TB02, TB05, TB06
-
Sputum pot steril
-
Wadah pengumpulan spesimen
-
Alat – alat untuk pengumpulan spesimen darah
-
Obat tuberkulosis
-
Obat ARV
4. 2. Indikator klinis 4.2.1
Awal
Diagnosis TB berdasarkan kategori -
TBC paru BTA (+) (baru, kambuh, kembali setelah DO, transfer)
-
TBC paru BTA (-), rontgen + (baru, kambuh, kembali setelah DO, transfer), + kultur sputum untuk TBC*
-
TBC ekstra paru
Diagnosis HIV berdasarkan stage -
Stage 1-4
-
Dengan sakit berat ?
-
Infeksi Oppotunistik
-
Tipe Resiko
Status ARV (belum, first line, second line, gagal)
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
4.2.2
No. Revisi :
Halaman : 13/16
Selama Pengobatan
Nilai kepatuhan pada pengobatan TB Nilai kepatuhan pada pengobatan ARV Kejadian efek samping obat, dan yang mana ? Kejadian sindroma Reaksi Rekonstitusi Imunologi Konversi Sputum BTA bulan ke-2 Konversi Sputum kultur bulan ke-2, dan ke 5* Nilai kadar CD4* dan viral load 4.2.3
Akhir Pengobatan
Kriteria TB (sembuh, komplit, putus berobat, meninggal, gagal, transfer) Kriteria HIV (kapan ?) (……… , meninggal, transfer) Sembuh / perbaikan / mati Konversi sputum BTA di akhir terapi Nilai CD4 dan viral load 4. 3. Alur pasien masuk dan pencatatan 4.3.1 Alur pasien masuk dan pasien dari poli TB / DOTS Pasien TB
Nilai Faktor Resiko HIV ya
TB 01, TB 03
Tambah Data
Faktor Resiko
Tidak
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 14/16
TB 01, TB 03
VCT / PITC
Isi Data VCT Nomor
VCT Tanggal Testing
Tidak Register VCT
ya
Hasil ?
No. Reg TB
Neq
TB 01
Isi Data No. Reg HIV
Dos Register HIV Perawatan HIV
Isi Data Asal Pasien Tanggal Terima
Baseline HIV
Isi Data Asal Pasien Tanggal Terima No. Reg TB
Tgl mulai th TB
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 15/16
4.3.1
Alur pasien masuk dan pasien dari poli anyelir
Pasien anyelir
Nilai TB Algoritma Diagnostik
Tidak suspek
Register HIV
Isi data Suspek TB
TB 06 Melati TB 05* ke lab
Isi data Suspek TB
No. Lab TB04
suspek
Laboratorium Sputum BTA Sputum kultur Toraks foto Algoritma TB*
Diobati TB
Baseline HIV
Isi data Hasil Sputum Hasil toraks
Hasil penilaian TB Tidak
ya TB 01
Isi data No reg HIV
Tanggal Masuk
Kirim Poli DOTS Pengobatan TB Baseline HIV
Isi data No reg TB Tgl mulai th TB
Kategori TB
PENGELOLAAN PENDERITA HIV DENGAN KO-INFEKSI MYCOBACTERIUM TUBERKULOSIS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
5. Unit Terkait
No. Dokumen
5. 1. Instalasi Rawat Inap
No. Revisi :
Halaman : 16/16
5. 2. Instalasi Gawat Darurat 5. 3. Instalasi Rawat Jalan 5. 4. Instalasi Rekam Medik 5. 5. Instalasi Laboratorium
PENANGANAN JENAZAH INFEKSIUS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
SPO
No. Dokumen
Tanggal Terbit
No. Revisi :
Halaman : 1/5
Ditetapkan Direktur RSUD Palabuhanratu
1. Pengertian
Dr. H.Asep Rustandi NIP 196106261989031005 1. 1. Jenazah Infectious adalah jenazah yang berpotensial menularkan penyakit wabah yang beresiko tinggi 1. 2. Penyakit wabah beresiko tinggi adalah penyakit yang mudah menular dan mengancam kematian
2. Tujuan
Menangani jenazah yang beresiko tinggi yang berpontensial menularkan penyakit dan mengancam kematian
3. Kebijakan
3. 1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ; 3. 2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ; 3. 3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996. Tentang Tenaga Kesehatan (lembaran negara tahun 1996 no49, tambahan lembaran negara no 3637 ); 3. 4. Keputusan Menteri Kesehatan No 1277/Menkes/SK/XII/ 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 3. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No 438/Menkes/SK/VI/ 1996
Tentang
Standar Pelayanan Keperawatan ; 3. 6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi Dan Praktek Perawat ; 3. 7. Keputusan Menteri Kesehatan No 900/Menkes/SK/VII/ 2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan ; 3. 8. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang
Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; PENANGANAN JENAZAH INFEKSIUS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 2/5
3. 9. SK Dirjen Yan Med No.Ym.00.03.2.6.7637 Tentang Berlakunya Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit 18 Agustus 1993; 3. 10. SK Dirjen Pelayanan Medik No. Ym.00.03.2.6.734 Tertanggal 17 Juli
1995 Tentang Berlakunya Instrumen Evaluasi Penerapan Sak Di Rumah Sakit; 3. 11. Peraturan Bupati No 81 Tahun 2012, Tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Rsud Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 3. 12. Kumpulan Prosedur Tetap RSUP Hasan Sadikin Bandung. 4. Prosedur
4. 1. Kriteria Diagnosa : 4.1.1. Diagnosa pada Surat Keterangan Kematian Avian flu SARS HIV Hepatitis 4.1.2. Keterangan dari penyidik 4.1.3. Jenazah tak dikenal yang mencurigakan 4. 2. Penatalaksanaan
4.2.1
Persiapan Perawatan
Setiap
orang
yang
terlibat
langsung
menangani
harus
menggunakan APP Menggunakan sarung tangan rangkap 2 (dua) Mencuci tangan dengan sabun tetap dilakukan sesudah melepas sarung tangan Keluarga tidak boleh memeluk dan mencium jenazah
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
PENANGANAN JENAZAH INFEKSIUS No. Dokumen
4. Prosedur
4.2.2
No. Revisi :
Perawatan Jenazah
Dilakukan secepatnya, jangan ada waktu terbuang Tidak lebih dari yang diperlukan
Halaman : 3/5
Perawatan jenazah di ruang perawatan
Pemberitahuan ke kamar jenazah;
Alat kesehatan (infus set, catheter, maag slang, dll) dilepas, dimasukkan ke dalam kantung berisi disinfektan dan diperlakukan sebagai sampah medis;
Setiap luka ditutup plester kedap air;
Jenazah dimasukkan kedalam kantong/karung plastik tembus pandang, dikirim ke kamar jenazah pakai brankar stainless steel;
Kain/linen bekas direndam dalam sodium hypochlorite selama ½ jam (30 menit) sebelum dicuci;
Brankar
dan
alat
lain
yang
berhubungan
dengan
jenazah/cairan tubuh jenazah di disinfeksi dengan sodium hypochlorite. Perawatan di kamar jenazah
Plastik pembungkus jenazah dibuka / digunting memanjang di tengah;
Disiram
pelan-pelan
dengan
sodium
hypochlorite,
Pakaian/penutup jenazah dibuka dan langsung direndam dalam sodium hypochlorite;
PENANGANAN JENAZAH INFEKSIUS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
4. Prosedur
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 4/5
Perawatan di kamar jenazah
Plastik pembungkus jenazah dibuka / digunting memanjang di tengah;
Disiram
pelan-pelan
dengan
sodium
hypochlorite,
Pakaian/penutup jenazah dibuka dan langsung direndam dalam sodium hypochlorite;
Jenazah dimandikan dengan sodium hypochlorite yang diikuti dengan tata cara ritual agama, dapat dilakukan oleh petugas kesehatan atau petugas keagamaan di bawah supervisi dokter;
Membersihkan rongga mulut dan lubang-lubang tubuh lain menggunakan forceps atau alat lain yang sesuai;
Embalming, dengan larutan formalin
Semua lubang tubuh ditutup dengan kapas formalin lembab;
Luka/Isei kulit ditutup dengan kapas/kassa formalin lembab dan direkat/ditutup dengan plester kedap air
Menutup/membungkus jenazah : -
Jenazah muslim dimasukkan ke dalam kantung plastik tembus pandang, kemudian bungkus dengan kain kafan;
-
Jenazah non muslim dikenakan pakaian kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik tembus pandang. atau Dapat dimasukkan ke dalam Peti.
Mencuci tangan setelah melepaskan APP;
Desinfeksi
ruang
perawatan
jenazah
dengan
sodium
hypochlorite.
PENANGANAN JENAZAH INFEKSIUS BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
5. Unit Terkait
No. Dokumen
5. 1. Instalasi Rawat Inap 5. 2. Instalasi Gawat Darurat 5. 3. Instalasi Rawat Jalan 5. 4. Instalasi Rekam Medik
No. Revisi :
Halaman : 5/5
5. 5. Instalasi Laboratorium
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
1. Pengertian
PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS dan INFEKSI OPORTUNISTIK No. Dokumen No. Revisi :
Halaman : 1/5
1. 1. Infeksi HIV /AIDS adalah : Kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodefisiency Virus (HIV), yang merusak sistem kekebalan tubuh penderita dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi oportunistik yang
ditularkan melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada pengguna narkoba suntik, hubungan seksual kelamin sejenis maupun antar jenis kelamin, juga dapat ditularkan kepada bayi pada masa kehamilan, ketika melahirkan dan bila menyusui. 1. 2. Infeksi Oportunistik adalah : infeksi yang disebabkan kuman selain HIV 2. Tujuan 3. Kebijakan
yang menyertai penderita HIV/AIDS akibat daya tahan tubuh yang menurun Mengobati ODHA dengan infeksi oportunistik 3. 1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ; 3. 2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ; 3. 3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996. Tentang Tenaga Kesehatan (lembaran negara tahun 1996 no49, tambahan lembaran negara no 3637 ); 3. 4. Keputusan Menteri Kesehatan No 1277/Menkes/SK/XII/ 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 3. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No 438/Menkes/SK/VI/ 1996
Tentang
Standar Pelayanan Keperawatan ; 3. 6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi Dan Praktek Perawat ; 3. 7. Keputusan Menteri Kesehatan No 900/Menkes/SK/VII/ 2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan ;
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS dan INFEKSI OPORTUNISTIK No. Dokumen No. Revisi :
Halaman : 2/5
3. 8. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; 3. 9. SK Dirjen Yan Med No.Ym.00.03.2.6.7637 Tentang Berlakunya Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit 18 Agustus 1993; 3. 10. SK Dirjen Pelayanan Medik No. Ym.00.03.2.6.734 Tertanggal 17 Juli 1995 Tentang Berlakunya Instrumen Evaluasi Penerapan Sak Di Rumah
Sakit; 3. 11. Peraturan Bupati No 81 Tahun 2012, Tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Rsud Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 3. 12. Kumpulan Prosedur Tetap RSUP Hasan Sadikin Bandung.
4. Prosedur
4. 1. Kriteria Diagnosis : (penderita rawat inap / rawat jalan) 4.1.1.
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
Anamnesis
:
-
Riwayat narkoba suntik
-
Riwayat demam lama
-
Riwayat batuk lama
-
Riwayat diare lama
-
Riwayat sariawan
-
Riwayat sakit kepala, gangguan penglihatan, kelumpuhan
-
Riwayat penyakit kelamin
-
Riwayat penyakit kulit
-
Riwayat hub. Seksual yang tidak aman (sejenis/antar sejenis)
-
Riwayat penurunan berat badan
PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS dan INFEKSI OPORTUNISTIK No. Dokumen No. Revisi :
Halaman : 3/5
4. Prosedur
4.1.2. Pemeriksaan Fisik : - Tanda vital, status gizi - Kepala : Mata : konjungtiva dan sklera, gangguan pandangan Lidah : oral thrus, deviasi - Leher : kaku-kuduk, pembesaran kelenjar - Dada : Paru : perubahan suara nafas, suara nafas tambahan Jantung : Pembesaran jantung, perubahan bunyi jantung - Perut : Pembesaran perut, pembesaran hati, pembesaran limpa, kontur usus, nyeri tekan, pengumpulan cairan rongga -
perut, dll Alat kelamin : duh tubuh, dll Anggota gerak : tanda bekas suntukan, bercak kemerahan, papul dll Kelumpuhan Pembengkakan Pengecilan anggota gerak dll
4. 2. Pemeriksaan Penunjang 4.2.1 Pemeriksaan Laboratorik/Mikrobiologik : - Antibodi HIV, dengan 3 (tiga) metode berbeda - CD4 - Pemeriksaan lain yang diperlukan sesuai
dengan
infeksi
Oportunistikyang menyertai penderita, seperti : Pemeriksaan dahak, kultur dan resistensi (TB paru, PCP, Infeksi paru karena bakteri/jamur), fungsi faal hati serta pertanda hepatitis B dan hepatitis C, lg G Toxoplasma, LDH, alkali-fosfatase, pemeriksaan cairan ascites, cairan selaput paru dan otak secara kimia maupun
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS dan INFEKSI OPORTUNISTIK No. Dokumen No. Revisi :
Halaman : 4/5
4. Prosedur
-
biakan, bila diperlukan serta analisa gas darah dan aspirasi sumsum tulang untuk biakan dan pemeriksaan apusan sumsum tulang atas indikasi.
4.2.2
Pemeriksaan Radiologik
-
Foto dada (PA,AP,Lateral)
-
USG abdomen (hati,limpa,kelenjar getah bening perut)
-
CT scan (kepala, bagian tubuh lain)
4.2.3 -
Pemeriksaan Patologik Aspirasi jarum halus/biopsi jaringan (kulit, kelenjar getah bening, jaringan tubuh lain)
4. 3. Penatalaksanaan 4.3.1
Penderita Rawat inap :
-
Tirah baring;
-
Pemantauan keadaan umum penderita;
-
Pemberian cairan infus yang sesuai dengan keadaan medis penderita;
-
Pemberian oksigen atas indikasi medis;
-
Asupan nutrisi;
-
Penatalaksanaan infeksi oportunistik, skrining TB (kuesioner skrining TB);
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
-
Konseling kepatuhan (adherence) sebelum ARV;
-
VCT/PITC pasangan;
-
Pemberian ARV, setelah memungkinkan;
-
Pemasangan akses vena besar (CVP) bila diperlukan penderita;
-
Perawatan ICU bila memerlukan ventilasi mekanik. PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS dan INFEKSI OPORTUNISTIK No. Dokumen No. Revisi :
Halaman : 5/5
4.3.2 -
Penderita Rawat jalan : Penderita infeksi HIV/AIDS, tanpa indikasi rawat inap; Penderita kunjungan pertama; Penderita kunjungan setelah kunjungan pertama; Pementuan infeksi oportunistik/skrining TB dan terapi profilaksis
infeksi oportunistik; - VCT/PITC untuk pasangan; - Dukungan LSM; - Konseling kepatuhan (adherence) sebelum ARV; - Pemberian ARV, bila memungkinkan; - Pemantauan efek samping ARV; - Pemantauan kepatuhan berobat. 4. 4. Konsultasi : ke disiplin ilmu terkait, seperti kolaborasi TB-HIV konsultasi ke sub Bagian Pulmonologi 4. 5. Perawat Rumah Sakit : lampiran protokol 4. 6. Terapi : lampiran protokol 4. 7. Izin Tindakan : lampiran protokol 4. 8. Lama Perawatan : lampiran protokol Indikator klinis : penurunan angka kematian dan kesakitan yang disebabkan oleh infeksi HIV/AIDS 5. Unit Terkait
5. 1. Instalasi Rawat Inap 5. 2. Instalasi Gawat Darurat 5. 3. Instalasi Rawat Jalan 5. 4. Instalasi Rekam Medik 5. 5. Instalasi Laboratorium
STANDAR PELAYANAN MEDIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 1/4
Ditetapkan Direktur RSUD Palabuhanratu SPO
Tanggal Terbit Dr. H.Asep Rustandi NIP 196106261989031005
1. Pengertian
2. Tujuan 3. Kebijakan
Toksoplasmosis serebri adalah : penyakit yang disebabkan oleh infeksi pasatit Toxoplasma gondii varian gondii dan/atau gatii di dalam sistem saraf manusia. Kelainannya dapat berupa ensefalitis (radang otak) atau abses. Merupakan penyebab abses otak tersering pada penderita AIDS 3. 1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ; 3. 2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ; 3. 3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996. Tentang Tenaga Kesehatan (lembaran negara tahun 1996 no49, tambahan lembaran negara no 3637 ); 3. 4. Keputusan Menteri Kesehatan No 1277/Menkes/SK/XII/ 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 3. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No 438/Menkes/SK/VI/ 1996
Tentang
Standar Pelayanan Keperawatan ; 3. 6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi Dan Pra Keputusan Menteri Kesehatan No 900/Menkes/SK/VII/ 2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan ; 3. 7. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; 3. 8. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; 3. 9. SK Dirjen Yan Med No.Ym.00.03.2.6.7637 Tentang Berlakunya Standar
Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit 18 Agustus 1993;
STANDAR PELAYANAN MEDIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 2/4
3. 10. SK Dirjen Pelayanan Medik No. Ym.00.03.2.6.734 Tertanggal 17 Juli 1995 Tentang Berlakunya Instrumen Evaluasi Penerapan Sak Di Rumah Sakit; 3. 11. Peraturan Bupati No 81 Tahun 2012, Tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Rsud Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 3. 12. Kumpulan Prosedur Tetap RSUP Hasan Sadikin Bandung.
4. Prosedur
4. 1. Kriteria Diagnosis 4.1.1. Anamnesis Tidak ada anamnesis yang spesifik pada toksoplasmosis serebri. Keluhan yang sering didapatkan adalah nyeri kepala, demam, perubahan tingkah laku. Yang berjalan subakut sampai beberapa minggu. 4.1.2. Pemeriksaan Fisik Kadang – kadang bisa dijumpai tanda neurologi fokal (misalnya hemiparesis, kelumpuhan saraf kranial) atau kejang, tergantung letak lesi yang ada di dalam kepala. Dapat dijumpai papiledema dengan tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial yang jelas. 4. 2. Pemeriksaan penunjang 4.2.1 -
Laboratorium Delapan puluh persen (80%) pasien dengan toksoplasmosis serebri mempunyai CD4<100;
-
Imunoglobulin biasanya positif, terutama IgG, Jarang didapatkan IgM yang positif;
-
Pemeriksaan CSS tidak memberi nilai diagnostik yang bermakna
4.2.2
Radiologi
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan lesi multipel berbentuk cincin yang menyangat dengan pemberian kontras, 27-43% berupa lesi tunggal. Pada 10% kasus tidak didapatkan lesi STANDAR PELAYANAN MEDIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Revisi :
Halaman : 3/4
4. 3. Penatalaksanaan : 4.3.1
Medikamentosa :
-
Pengobatan diberikan minimal 6 (enam) minggu
-
Umumnya gabungan antara pirimetamin, sulfadiazin dan asam folinat atau pirimetamin, klindamisin dan asam folinat
4.3.2 -
Follow Up pengobatan Karena seringkali toksoplasmosis serebri sulit debedakan dari lesi lain di otak, pengobatan toksoplasmosis dilaksanakan secara exjuvanibus. Respon yang baik terhadap pengobatan selama 2 (dua) minggu + perbaikan gambaran CT scan kepala, mengkonfirmasikan diagnosis;
-
Evaluasi setelah 6 (enam) minggu meliputi evaluasi keadaan klinis dan gambaran CT scan. Jika didapatkan perbaikan, pengobatan dapat diganti ke regimen pencegahan sekunder.
4. 4. Pencegahan 4.4.1 -
Pencegahan paparan terhadap toksoplasma Penderita HIV harus diperiksa IgG toksoplasmanya untuk mengetahui ada/tidaknya infeksi laten T.Gondii;
-
Penderita HIV dianjurkan untuk menghindari kemungkinan kontak dengan sumber infeksi toksoplasma seperti daging yang tidak dimasak dengan baik, buah dan sayuran mentah, dll.
4.4.2 Pencegahan Primer - Penderita HIV dengan CD4<100 dianjurkan minum pencegahan primer terhadap toksoplasmosis (Trimetoprim-Sulfametoksazol sediaan forte 1x sehari)
STANDAR PELAYANAN MEDIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI No. Dokumen
BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
-
No. Revisi :
Halaman : 4/4
Jika ada perbaikan klinis dengan pemberian HAART, yang ditandai dengan CD4 > 200 selama setidaknya 3(tiga) bulan, dapat dipikirkan penghentian pencegahan primer
4.4.3 -
Pencegahan Sekunder Setelah pengobatan yang berhasil, dianjurkan untuk memberikan
chronic maintenance therapy berupa pirimetamin + sulfadiazin + leucovorin atau pirimetamin + klindamisin + leucovorine selama CD4 masih berkisar antara 100 – 200; -
Jika CD4 >200 selama setidaknya 3 (tiga) bulan setelah menjalani pencegahan sekunder, dapat dipikirkan penghentian pencegahan sekunder;
-
Jika CD4 kembali turun menjadi <200, dilakukan pengulangan kembali pencegahan sekunder.
4. 5. Konsultasi : ke disiplin ilmu terkait (Ilmu Penyakit Dalam) 5. Unit Terkait
Perawatan Rumah Sakit : selama menjalani terapi toksoplasmosis
penderita dianjurkan dirawat di Rumah Sakit 5. 1. Instalasi Rawat Inap 5. 2. Instalasi Gawat Darurat 5. 3. Instalasi Rawat Jalan 5. 4. Instalasi Rekam Medik 5. 5. Instalasi Laboratorium
STANDAR PELAYANAN RUJUKAN ODHA BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 1/6
Ditetapkan Direktur RSUD Palabuhanratu SPO
1. Pengertian
Tanggal Terbit Dr. H.Asep Rustandi NIP 196106261989031005 1.1 (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS
2. Tujuan
1.2 Sistem rujukan ODHA adalah sistem rujukan untuk pasien HIV/AIDS sehinggaPenatalaksanaan pasien dengan HIV dapat menyeluruh dan berkesinambungan 1. Memastikan pasien HIV yang dirujuk sampai ke UPK tujuan 2. Mengurangi angka putus obat pada ODHA yang sudah mendapat terapi ARV 3. Meminimalkan kejadian gagal pengobatan lini pertama 4.Penatalaksanaan
pasien
dengan
HIV
dapat
menyeluruh
dan
berkesinambungan 3. Kebijakan
1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ; 2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ; 3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996. Tentang Tenaga Kesehatan (lembaran negara tahun 1996 no49, tambahan lembaran negara no 3637 ); 4. Keputusan Menteri Kesehatan No 1277/Menkes/SK/XII/ 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 5. Keputusan Menteri Kesehatan No 438/Menkes/SK/VI/ 1996
Tentang
Standar Pelayanan Keperawatan ; 6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi Dan Praktek Perawat ; 7. Keputusan Menteri Kesehatan No 900/Menkes/SK/VII/ 2002 Tentang
STANDAR PELAYANAN RUJUKAN ODHA BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 2/6
8. Registrasi Dan Praktek Bidan ; 9. Keputusan Menteri Kesehatan No 836/Menkes/SK/VI/ 2005 Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan ; 10. SK Dirjen Yan Med No.Ym.00.03.2.6.7637 Tentang Berlakunya Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit 18 Agustus 1993; 11. SK Dirjen Pelayanan Medik No. Ym.00.03.2.6.734 Tertanggal 17 Juli 1995
Tentang Berlakunya Instrumen Evaluasi Penerapan Sak Di Rumah Sakit; 12. Peraturan Bupati No 81 Tahun 2012, Tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Rsud Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 13. SK Menkes No. 451/2012 tentang Rumah Sakit Rujukan ODHA
4. prosedur
Rujukan ODHA yang dilakukan Oleh RSUD Palabuhanratu meliputi : A. Rujukan Spesimen untuk Diagnosis HIV Sampel darah pasien dengan HIV/AIDS dirujuk ke fasilitas lain pada kondisi – kondisi berikut 1. Pada pemeriksaan anti HIV metode cepat (rapid) menunjukkan hasil yang meragukan (indeterminate); 2. Pada pasien HIV positif stadium 1 dan 2 yang bukan masuk kelompok risiko (WPS, pengguna narkoba suntik, kaum gay, pasangan serodiscordant) untuk pemeriksaan CD4; 3. Pada bayi/anak berusia kurang dari 18 bulan untuk diagnostik pasti HIV melalui pemeriksaan PCR; 4. Pada pasien HIV dalam terapi ARV lini pertama yang dicurigai terjadi gagal pengobatan untuk pemeriksaan viral load.
STANDAR PELAYANAN RUJUKAN ODHA BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 3/6
4. prosedur
Tata cara merujuk spesimen untuk pemeriksaan lebih lanjut adalah sebagai berikut : 1. apabila pasien berasal dari ruang perawatan rawat inap, maka koordinator ruang perawatan akan melaporkan pasien kepada dokter CST atau konselor Tim Penanggulangan HIV/AIDS RSUD Palabuhanratu, tentang kondisi pasien dan pengobatan yang sudah diberikan. 2. Sebelum melakukan pemeriksaan, dilakukan konseling terlebih dahulu (PITC bila belum terdiagnosis HIV) tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, fungsi pemeriksaan tersebut, dan biaya yang akan dikenakan sehubungan dengan pemeriksaan tersebut. 3. Apabila pasien setuju, dokter CST akan membuat surat pengantar pemeriksaan laboratorium. 4. Untuk pemeriksaan CD4, pasien diberi pengantar rujukan untuk pemeriksaan laboratorium di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi. 5. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh petugas laboratorium sesuai dengan permintaan pemeriksaan dan standar prosedur operasional yang ada. 6. Setelah ada hasil pemeriksaan, hasil laboratorium diserahkan kepada dokter CST, dan kemudian hasilnya dicatat di rekam medis pasien dan ikhtisar perawatan ODHA.
STANDAR PELAYANAN RUJUKAN ODHA BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 4/6
4. prosedur
B. Rujukan Pengobatan ODHA Pasien dengan HIV/AIDS dirujuk ke UPK lain untuk penanganan lebih lanjut pada kondisi – kondisi berikut : 1. Untuk memulai terapi ARV atas permintaan ODHA (karena alasan pribadi atau akomodasi). 2. Untuk pasien HIV yang memerlukan penanganan lebih intensif dimana setelah dilakukan konsultasi kepada dokter spesialis terkait, diputuskan untuk dirujuk. Tata cara merujuk pasien yang telah didiagnosis HIV dan telah masuk kriteria untuk memulai terapi ARV, yang ingin memulai terapi ARV di UPK lain adalah sebagai berikut : 1. Poliklinik atau ruang perawatan rawat inap melaporkan pada dokter CST melalui koordinator ruangan masing-masing. 2. Dokter CST membuatkan surat rujukan ODHA 3. Dokter CST/Petugas RR mencatat data pasien yang dirujuk dalam buku bantu rujukan. 4. Pasien akan dirujuk ke RSUD AW. Sjahranie Samarinda atau UPK lain yang memiliki layanan CST dan terapi ARV. Dokter CST akan menginformasikan data pasien yang dirujuk kepada kontak person Tim CST UPK yang dituju. 5. Dokter CST akan melakukan follow up untuk memastikan pasien sampai ke UPK rujukan (melalui telepon atau pesan singkat). Tata cara merujuk pasien HIV yang telah teregistrasi dan menjalani terapi ARV dan ingin melanjutkan terapi ARV di UPK lain adalah sebagai berikut : 1. Poliklinik atau ruang perawatan rawat inap melaporkan pada dokter
STANDAR PELAYANAN RUJUKAN ODHA BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
CST melalui koordinator ruangan masing-masing.
Halaman : 5/6
2. Dokter CST membuatkan surat rujukan ODHA dan melampirkan ikhtisar perawatan ODHA. 3. Dokter CST/Petugas RR mencatat data pasien yang dirujuk dalam buku bantu rujukan dan dilaporkan sebagai pasien rujuk keluar di laporan bulanan. 4. Dokter CST/Petugas RR melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pada pasien dan pengawas minum obat (PMO) untuk menyerahkan surat rujukan dan atau paket obat ARV langsung kepada petugas CST UPK tujuan. 5. Pasien akan dirujuk ke RSUD AW. Sjahranie Samarinda atau UPK lain yang memiliki layanan CST dan terapi ARV. Dokter CST akan menginformasikan data pasien yang dirujuk kepada kontak person Tim CST UPK yang dituju. 6. Dokter CST akan melakukan follow up untuk memastikan pasien sampai ke UPK rujukan (melalui telepon atau pesan singkat). C. Menerima Rujukan Pasien HIV Adakalanya RSUD Palabuhanratu menjadi tempat rujukan pengobatan pasien HIV atau pasien yang sudah didiagnosis HIV positif untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Tata cara penanganan pasien HIV rujuk masuk adalah sebagai berikut : 1. Dokter CST atau konselor yang menerima pasien HIV rujukan dari UPK lain memeriksa lembar rujukan dan kelengkapan berkas atau paket obat ARV yang dibawa pasien.
STANDAR PELAYANAN RUJUKAN ODHA BLUD RSUD PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
No. Dokumen
No. Revisi :
Halaman : 6/6
1. Dokter CST atau konselor menghubungi Tim HIV/AIDS Dari UPK
asal rujukan untuk memberikan informasi bahwa pasien telah datang ke RSUD Palabuhanratu. 2.
Apabila pasien HIV yang dirujuk berlum menerima terapi ARV dan sudah memenuhi syarat untuk memulai terapi, maka pasien tersebut diregistrasi sebagai pasien HIV RSUD Palabuhanratu, untuk kemudian memulai terapi ARV.
3.
Apabila pasien HIV telah menerima ARV di UPK asal dan sudah teregistrasi, maka RSUD Palabuhanratu tidak perlu meregistrasi ulang pasien tersebut. Pasien dicarat sebagai pasien pindahan dan pengobatan yang dilakukan melanjutkan pengobatan ARV dari UPK asal.
4. Perihal rujuk masuk pasien dicatat dalam buku bantu rujukan dan dilaporkan dalam laporan bulanan.
5. Unit Terkait
5. 1. Instalasi Rawat Jalan 5. 2. Instalasi Rekam Medik 5. 3. Instalasi Laboratorium 5. 4. Klinik anyelir