2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem produksi Sistem produksi (Bambang, 2005) merupakan sistem integral yang
mempunyai komponen struktural dan fungsional. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Produksi dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengolah atau membuat bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.Produksi dapat juga diartikan sebagai tindakan intensional untuk menghasilkan sesuatu yang berguna. Produksi (Magfuri, 1987) adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, di mana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal-balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Produksi dan teknologi saling membutuhkan. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan kualitas dan produktivitas, dan
menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti keuangan, personalia, dan lain-lain. Komponen atau elemen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari: bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah dan lain-lain. Sedangkan komponen atau elemen fungsional terdiri dari: supervise, perencanaan, pengendalian, koordinasi, dan kepemimpinan, yang kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Suatu sistem produksi selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan seperti perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi, serta kebijakan pemerintah akan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi itu.
Gambar 2.1 Alur Sistem Produksi
2.1.1
Sistem Produksi dan Operasi Manajemen produksi (Sugiarto, 2010) dan operasi merupakan manajemen
dari suatu sistem informasi yang mengkonversikan masukan (input) menjadi keluaran (output)yang berupa barang atau jasa. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan fungsi produksi dan operasi memerlukan serangkaian kegiatan yang merupakan suatu sistem. Sistem produksi mempunyai unsur-unsur yaitu masukan, pentransformasian dan keluaran. Sedang produksi dan operasi merupakan suatu sistem untuk meyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan dan akan dikombinasi oleh anggota masyarakat. Yang dimaksud dengan sistem adalah merupakan suatu rangkaian unsur-unsur yang saling terkait dan dan tergantung serta
saling
pengaruh-mempengaruhi
satu
dengan
yang
lainnya,
yang
keseluruhannya merupakan suatu kesatuan bagi pelaksanaan kegiatan bagi pencapaian suatu tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem produksi dan operasi adalah suatu keterkaitan unsur-unsur yang berbeda secara terpadu, menyatu dan menyeluruh dalam pentransformasian masukan menjadi keluaran. Sistem produksi tidak hanya terdapat pada industri manufaktur, tetapi juga dalam industri jasa seperti perbankan, asuransi, pasar swalayan dan rumah sakit. Sistem produksi dan operasi dalam industri jasa menggunakan bauran yang berbeda dari masukan yang dipergunakan dalam industri manufaktur. Sebagai contoh suatu perusahaan telekomunikasi dalam pengoperasiannya membutuhkan modal untuk suku cadang dan komponen elektronik serta peralatan yang terdapat dalam suatu bangunan, disamping peralatan transmissi suara
melalui sistem kabel, menara microwave, station, computers dan operator telepon. Contoh sistem Produksi dan Operasi adalah sebagai berikut : Sistem produksi mempunyai masukan yang dapat berupa, bahan baku, komponen atau bagian dari produk, barang setengah jadi, formulir-formulir, para pemesan atau langganan dari para pasien. Keluaran dari sistem produksi dapat berupa barang jadi, barang setengah jadi, bahan-bahan kimia, pelayanan kepada pembeli dan pasien, formulir-formulir yang telah selesai diisi dan diproses. Sistem produksi yang sering dipergunakan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : 1. Proses produksi yang kontinue (continuous process) – dimana peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dengan memperhatikan uruturutan kegiatan atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, serta arus bahan dalam proses telah distandardisir. 2. Proses produksi yang terputus-putus (intermitten process) – dimana kegiatan produksi dilakukan tidak standar, tetapi didasarkan produk yang dikerjakan, sehingga peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur yang dapat bersifat lebih luwes ( flexible ) untuk dapat dipergunakan bagi menghasilkan berbagai produk dan berbagai ukuran. 3. Proses produksi yang bersifat proyek – dimana kegiatan produksi dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan di tempat atau lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan dan pada saat yang direncanakan.
Setiap sistem terdiri dari subsistem yang lebih kecil, sehingga dalam perusahaan sebagai suatu organisasi, sistem pengorganisasiannya terdiri dari beberapa subsistem, yang merupakan subsistem fungsional. Ada 3 Macam Subsistem Dalam Perusahaan Yang Dapat Dibedakan yaitu : 1. Sistem Perumusan Kebijaksanaan (Policy Formulating System) – Fungsinya adalah menyelarakan kebijaksanaan organisasi perusahaan yang mendasar dan menyeluruh dengan memproses dan mengolah serta menganalisis informasi yang mencerminkan keadaan perusahaan dan lingkungan sekarang ini , keadaan di masa depan bagi pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Sistem Pengendalian Umum (General Control System) Fungsi utamanya adalah mengubah dan mentransformasikan informasi untuk dasar pengukuran, pengevaluasian dan pemantauan terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan, strategi dan program perencanaan serta sekaligus memberikan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk perbaikan atau koreksi agar tujuan dan sasaran yang direncanakan dapat tercapai. 3. Sistem Pengorganisasian Antara (Intermediate Organisasi System) Fungsinya
adalah
untuk
memberikan
dukungan
pelayanan
yang
dibutuhkan oleh subsistem yang terdapat dalam organisasi perusahaan atau sekaligus mendukung sistem organisasi perusahaan. Dukungan pelayanan yang tekait dengan fungsi dari sistem ini termasuk pengendalian, pelimpahan wewenang, penyampaian saran dan keputusan serta dukungan pelayanan lainnya.
Pentransformasian informasi dalam sistem produksi dan operasi dapat dilakukan dengan menggunakan model-model matematis, terutama guna menggambarkan dan memprediksi hubungan fungsi-fungsi yang ada dalam sistem produksi dan operasi. Sebagai contoh penggunaan model-model matematis dalam sistem produksi dan operasi terdapat dalam pemecahan optimisasi produksi, optimisasi biaya produksi, optimisasi persediaan, optimisasi keseimbangan kapasitas dan lain-lain. Model-model yang digunakan sangat bermanfaat bagi penganalisisan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. 2.1.2
Proses Produksi Kegiatan utama yang bersangkutan dengan manajemen produksi adalah
proses produksi. Sebelum membahas proses produksi, ada baiknya kita perlu mengetahui arti dari proses dan produksi. Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumbersumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Jadi proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada. Jenis-jenis proses produksi itu sangatlah banyak. Tetapi yang umum terdapat 2 jenis proses produksi yaitu : 1. Proses produksi terus-menerus (continuous processes) adalah suatu proses produksi yang mempunyai pola atau urutan yang selalu sama dalam pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan.
2. Proses produksi terputus-putus (intermitten processes) adalah suatu proses produksi dimana arus proses yang ada dalam perusahaan tidak selalu sama. Ciri-ciri proses produksi terus-menerus adalah : 1. Produksi dalam jumlah besar (produksi massa), variasi produk sangat kecil dan sudah distandardisir. 2. Menggunakan product lay out atau departementation by product. 3. Mesin bersifat khusus (special purpose machines). 4. Operator tidak mempunyai keahlian/skill yang tinggi. 5. Salah satu mesin /peralatan rusak atau terhenti, seluruh proses produksi terhenti. 6. Tenaga kerja sedikit. 7. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses kecil. 8. Dibutuhkan maintenance specialist yang berpengetahuan dan pengalaman yang banyak. 9. Pemindahan bahan dengan peralatan handling yang fixed ( fixed path equipment ) menggunakan ban berjalan ( conveyor ). Keuntungan proses produksi terus-menerus adalah : 1. Biaya per unit rendah bila produk dalam volume yang besar dan distandardisir. 2. Pemborosan dapat diperkecil, karena menggunakan tenga mesin. 3. Biaya tenaga kerja rendah. 4. Biaya pemindahan bahan di pabrik rendah karena jaraknya lebih pendek. Sedangkan kekurangan proses produksi terus-menerus adalah :
1. Terdapat kesulitan dalam perubahan produk. 2. Proses produksi mudah terhenti, yang menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi 3. Terdapat kesulitan menghadapi perubahan tingkat permintaan. Ciri-ciri proses produksi yang terputus-putus adalah : 1. Produk yang dihasilkan dalam jumlah kecil, variasi sangat besar dan berdasarkan pesanan. 2. Menggunakan process lay out (departementation by equipment). 3. Menggunakan mesin-mesin bersifat umum (general purpose machines) dan kurang otomatis. 4. Operator mempunyai keahlian yang tinggi. 5. Proses produksi tidak mudah berhenti walaupun terjadi kerusakan di salah satu mesin. 6. Menimbulkan pengawasan yang lebih sukar. 7. Persediaan bahan mentah tinggi 8. Pemindahan bahan dengan peralatan handling yang flexible (varied path equipment) menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong (forklift). 9. Membutuhkan tempat yang besar. Kelebihan proses produksi terputus-putus adalah : 1. Flexibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan produk yang berhubungan dengan, process lay out, mesin bersifat umum (general purpose machines), sistem pemindahan menggunakan tenaga manusia. 2. Diperoleh penghematan uang dalam investasi mesin yang bersifat umum.
3. Proses produksi tidak mudah terhenti, walaupun ada kerusakan di salah satu mesin. Sedangkan kekurangan proses produksi terputus-putus adalah : 1. Dibutuhkan scheduling, routing yang banyak karena produk berbeda tergantung pemesan. 2. Pengawasan produksi sangat sukar dilakukan. 3. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses cukup besar. 4. Biaya tenaga kerja dan pemindahan bahan sangat tinggi, karena menggunakan tenaga kerja yang banyak dan mempunyai tenaga ahli. 2.1.3
Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output Proses produksi (Team Asisten LSP, 2000) merupakan cara, metode, dan
teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumberdaya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan dana) yang ada. Pada umumnya proses produksi dibagi menjadi dua yaitu: 1.
Proses Produksi Continous Pada proses ini sejak pabrik berdiri selalu mengerjakan jenis produk yang sama sehingga prosesnya tidak pernah terputus dengan mengerjakan barang lain. Set up atau persiapan fasilitas produksi dilakukan sekali pada saat pabrik mulai bekerja. Biasanya urutan proses produksinya selalu sama sehingga letak mesin - mesin serta fasilitas produksi yang lain disesuaikan dengan urutan proses produksinya agar produksi berjalan lancar dan efisien.
2.
Proses Produksi Intermittent
Proses ini adalah keterbalikan dari proses continous karena proses ini dilakukan untuk pabrik yang mengerjakan barang bermacam - macam, dengan jumlah setiap macam hanya sedikit. Macam barang selalu berganti - ganti sehingga selalu dilakukan persiapan produksi dan penyetelan mesin kembali setiap macam barang yang dibuat berganti. Perubahan proses produksi setiap saat terputus apabila terjadi perubahan macam barang yang dikerjakan. Oleh karena itu, tidak mungkin mengurutkan letak mesin sesuai dengan urutan proses pembuatan barang. 2.1.4
Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya Sistem produksi (Richard L. Daft, 2006) dilihat dari tujuan operasinya
mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen dan dapat dibedakan menjadi lima jenis, sebagai berikut: 1.
Desaign to order Dalam strategi ini perusahaan tidak memiliki inventory dimana bila ada pesanan dari pelanggan, perusahaan baru akan mengembangkan desain untuk produk yang diminta. Selanjutnya bila pelanggan dan produsen telah mencapai kesepakatan mengenai desain produk barulah perusahaan akan memesan material yang dibutuhkan, melakukan proses produksi. Dalam strategi ini perusahaan tidak memiliki resiko yang berkaitan dengan investasi inventori. Strategi tersebut sangat cocok untuk produk - produk yang baru atau unik secara total.
2.
Assemble to order Perusahaan dengan strategi ini akan memiliki inventory dalam bentuk subassembly atau modul. Pesanan dari pelanggan akan segera diproduksi dengan merakit modul - modul yang telah tersedia. Industri ini membutuhkan peramalan yang efektif dan penyimpanan modul dalam inventori dibandingkan peramalan untuk produk akhir. Strategi ini akan beresiko dengan investasi inventori.
3.
Make to demand Dalam strategi ini, penyerahan secara tepat berdasarkan pelanggan. Strategi ini memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap keinginan pelanggan dan penyerahan produk yang secepat strategi make to stock. Strategi ini dapat diterapkan pada produk - produk industri yang telah berada pada tahap menurun (declining stage) dari siklus hidup, karena produk - produk itu membutuhkan features dan pilihan - pilihan (options) yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang sangat kompetitif.
4.
Make to order Perusahaan dengan strategi ini hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam inventori, dari produk yang telah diproduksi sebelumnya. Perusahaan akan menyiapkan spesifikasi produk setelah menerima pesanan dari pelanggan. Perusahaan menawarkan harga dan waktu penyerahan kepada pelanggan, selanjutnya bila terjadi kesepakatan produksi akan dilakukan dengan
menggunakan strategi ini, perusahaan mempunyai resiko yang sangat kecil berkaitan dengan investasi inventori fokus operasional dari strategi tersebut adalah pada pesanan spesifik dari pelanggan bukan dari parts. 5.
Make to stock Perusahaan dengan strategi ini memiliki inventori yang besar pada produk akhir. Dalam strategi ini siklus waktu dimulai ketika produsen menspesifikasikan
produknya,
memperoleh
bahan
baku,
dan
memproduksi produk hingga akhir untuk disimpan sebagai stock. Pesanan pelanggan akan segera diambil dari stock yang ada dan dapat segera dikirimkan. Perusahaan dengan strategi ini memiliki resiko tinggi berkaitan dengan investasi inventori yang besar. Pesanan pelanggan tidak dapat diramalkan dan diidentifikasikan secara akurat. Fokus operasional dari industri yang menggunakan strategi ini terarah pada
pengisian
kembali
inventori,
dimana
sistem
produksi
menetapkan tingkat inventori berdasarkan pada antisipasi pesanan yang akan datang dan bukan berdasarkan pesanan yang ada sekarang. 2.1.5
Sistem Produksi Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk Krieria dalam mengklasifikasi proses produksi adalah jenis aliran operasi
dari unit-unit produk yang melalui tahapan konversi. Ada tiga operasi, yaitu Flow Shop, Job Shop, dan Proyek (Kostas, 1982). Ketiga jenis dasar aliran operasi ini berkembang menjadi aliran modifikasi dari ketiganya, yaitu: Batch dan Continous. Adapun karakteristik dari masing-masing aliran operasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Flow Shop Merupakan proses konversi dimana unit-unit output secara berturutturut melalui urutan operasi yang sama pada mesin-mesin khusus yang ditempatkan pada sepanjang lintasan produksi. Proses jenis ini biasanya digunakan untuk produk yang mempunyai desain dasar yang tetap sepanjang waktu yang lama dan ditunjukan untuk pasar yang luas, sehingga diperlukan penyusunan bentuk proses produksi Flow Shop yang bersifat MTS (Make To Stock). Contoh sistem produksi Flow Shop adalah: pabrik rokok gudang garam, pabrik Semen padang, dan pabrik Aqua.
2.
Job Shop Yaitu merupakan bentuk proses konversi dimana unit - unit yang dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Contoh sistem produksi Job Shop antara lain adalah: pabrik TOYOTA, pabrik Sepatu Nike, dan Pabrik motor Honda.
3.
Proyek Yaitu proses penciptaan satu jenis produk yang agak rumit dengan suatu pendifinisian urutan tugas - tugas yang teratur akan kebutuhan sumber daya dan dibatasi oleh waktu penyelesaian. Contoh sistem produksi Proyek antara lain adalah : proyek penggalian PDAM dan proyek monorail PT Bukaka.
4.
Batch Adalah bentuk maju dari Job Shop yang merupakan kombinasi dari Job Shop dan Flow Shop. Pada Batch, produk terstandarisasi, namun
tidak terlalu standarisasi seperti produk yang dihasilkan pada aliran lintasan perakitan Flow Shop. Sistem Batch memproduksi banyaknya variasi produk dan volume, lama proses produksi untuk setiap produk agak pendek, dan suatu lintasan produksi dapat dipakai untuk beberapa tipe produk. Pada sitem ini, pembuatan produk pada tipe yang berbeda akan mengakibatkan pergantian peralatan produksi, sehingga sistem tersebut harus “general purpose”, dan fleksibel untuk produk dengan volume rendah tetapi variasinya tinggi. 5.
Continuos Yaitu bentuk ekstrim dari Flow Shop dimana terjadi aliran material yang konstan. Contoh dari proses produksi Continuos adalah : industri penyulingan minyak, pemrosesan kimia, dan industri lainya yang tidak dapat mengidentifikasi unit - unit output urutan prosesnya secara tepat.
2.2
Pengertian Penjadwalan Penjadwalan (scheduling) merupakan salah satu kegiatan yang penting
dalam perusahaan. Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi,
yang
mencakup
kegiatan
mengalokasikan
fasilitas,
peralatan
maupun tenaga kerja, dan menentukan urutan pelaksanaan bagi suatu kegiatan operasi. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan antara lain dalam mengalokasikan tenaga operator, mesin dan peralatan produksi, urutan proses, jenis produk persediaan, serta penggunaan yang efisien dalam tenaga kerja, dan peralatan. Penjadwalan biasanya disusun dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan yang ada. (Thomas E. Morton dan David W. Pentico, 2001)
2.3
Tujuan Penjadwalan Bedworth
(1987)
mengidentifikasi
beberapa
tujuan
dan
aktivitas
penjadwalan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan
penggunaan
sumberdaya
atau
mengurangi
waktu
tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat meningkat. 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. Teori Baker mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi. 3. Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalti cost (biaya kelambatan). 4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan. 2.4
Masalah – Masalah Dan Hambatan Dalam Penjadwalan Pada umumnya masalah penjadwalan muncul karena adanya keterbatasan
waktu, tenaga kerja, jumlah mesin, sifat dan syarat pekerjaan yang akan dilaksanakan. ada dua permasalahan utama yang akan diselesaikan melalui penjadwalan, yaitu penentuan pengalokasian mesin yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu proses produksi dan pengurutan waktu pemakaian mesin tersebut (Teguh, 2002).
2.4.1. Masalah Dalam Penjadwalan. Masalah penjadwalan dapat ditinjau dari berbagai aspek diantaranya; 1. Aliran proses (terbagi atas Job Shop dan Flow Shop). Aliran proses Job Shop memungkinkan pekerjaan melalui lintasan yang berbeda antar sejenisnya. Sedangakan aliran Flow Shop sebaliknya. 2. Pola kedatangan pekerjaan, secara statis maupun dinamis. Dimana jika semua pekerjaan datang secara bersamaan dan semua fasilitas tersedia pada saat kedatangan pekerjaan disebut pola kedatangan pekerjaan statis. Sedangkan jika pekerjaan datang secara acak selama masa penjadwalan disebut pola kedatangan pekerjaan dinamis. 3. Elemen penjadwalan, mengenai ketidakpastian pada pekerjaan dan mesin. Terdiri dari elemen penjadwalan deterministik dan elemen penjadwalan stokastik. Jika elemen penjadwalannya deterministik, maka terdapat kapasitas tentang pekerjaan dan mesin, misalnya tentang waktu kedatangan, waktu set up dan waktu proses. Sebaliknya jika tidak terdapat kepastian mengenai pekerjaan dan mesin, maka disebut elemen penjadwalan stokastik. 2.4.2. Hambatan Dalam Penjadwalan Untuk mencapai suatu kriteria penjadwalan tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan, pada penjadwalan terdapat hambatan - hambatan yang menyebabkan suatu penjadwalan yang telah dilakukan dengan baik, namun tidak dapat diimplementasikan secara baik. Beberapa hambatan dalam penjadwalan diantaranya adalah (Teguh, 2002): a. Keterlambatan kedatangan bahan baku.
b. Tidak tercapainya target produksi yang telah ditetapkan. c. Kerusakan mesin atau peralatan yang menyebabkan kegiatan produksi menjadi terganggu. d. Produk yang dibuat merupakan produk pesanan, sehingga membutuhkan waktu penyesuaian untuk kegiatan produksi. e. Order yang datang saat jumlah order tengah diselesaikan. f. Kecelakaan kerja dan Ketidakhadiran karyawan. g. Pembatalan pemesanan. h. Hari libur menyebabkan kegiatan produksi tidak berjalan. i. Keterlambatan container untuk mengangkut produk yang telah jadi. 2.4.3. Kriteria Keberhasilan Dalam Aktivitas Penjadwalan Ukuran keberhasilan (Jay Heizer and Barry Render, 2001) dari suatu pelaksanaan aktivitas penjadwalan khususnya penjadwalan Job Shop adalah meminimasi kriteria -kriteria keberhasilan sebagai berikut: 1.
Rata - rata waktu alir (mean flow time), akan mengurangi persediaan barang setengah jadi.
2.
Makespan, yaitu total waktu proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kumpulan job. Dimaksudkan untuk meraih utilisasi yang tinggi dari peralatan dan sumber daya dengan cara menyelesaikan seluruh job secepatnya.
3.
Rata - rata kelambatan (mean tardiness).
4.
Jumlah job yang terlambat, akan meminimasi nilai dari maksimum ukuran kelambatan.
5.
Jumlah mesin yang menganggur.
6.
Jumlah persediaan.
2.5
Kriteria Penjadwalan Teknik scheduling yang benar bergantung kepada volume pesanan, sifat
alami produksi, dan kompleksitas job keseluruhan, demikian pula kepentingan yang ditempatkan pada setiap kriteria sebagai berikut: 1. Minimalisasi waktu penyelesaian. Kriteria ini dievaluasi dengan menentukan waktu penyelesaian rata-rata untuk setiap job. 2. Maksimalisasi utilitas. Kriteria ini dievaluasi dengan menghitung persentase waktu digunakannya fasilitas. 3. Minimalisasi persediaan work-in-process (WIP). Kriteria ini dievaluasi dengan menentukan jumlah job rata-rata dalam sistem tersebut. Hubungan antara banyaknya job dalam sistem dan persediaan WIP akan tinggi. 4. Minimalisasi waktu tunggu pelanggan. Kriteria ini dievaluasi dengan menentukan jumlah keterlambatan rata-rata. Kriteria diatas digunakan dalam industri untuk mengevaluasi kinerja scheduling. Pendekatan scheduling yang baik harus sederhana, jelas, mudah dipahami, mudah dilakukan, fleksibel, dan realistis. Dengan pertimbangan ini, “Tujuan scheduling adalah untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya sedemikian rupa sehingga tujuan produksi dapat dicapai”. 2.6
Istilah – Istilah Pada Penjadwalan Perlu diketahui istilah pada penjadwalan agar memahami penjadwalan yang
dikerjakan. Adapun beberapa istilah yang berkaitan dengan penjadwalan antara lain :
1. Processing Time (Waktu Proses). waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu operasi termasuk persiapan dan pengaturan proses. Simbol yang digunakan untuk waktu proses perkerjaan i adalah Ti. 2. Due Date (Batas Waktu). Merupakan waktu maksimal yang dapat diterima untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kelebihan waktu dari waku yang ditetapkan, merupakan suatu keterlambatan. Batas waktu ini disimbolkan sebagai di. 3. Completion Time (Waktu Penyelesaian) Merupakan rentang waktu mulai dari awal (t=0) sampai pekerjaan I selesai dikerjakan. Disimbolakan dengan Ci. 4. Lateness ( Keterlamabatan ) Adalah penyimpangan antara waktu penyelasaian pekerjaan dengan batas waktu. Li = ci - di < 0 ( negative ) : Saat penyelesaian memenuhi batas. Li = ci – di > 0 (positif)
: Saat penyelesaian melampaui batas.
Dan simbol keterlambatan adalah Li. 5. Tardines (Ukuran Keterlambatan ) Merupakan ukuran untuk keterlambatan positif. Jika suatu pekerjaan diselesaikan lebih cepat dari batas waktu yang ditetapkan, maka mempunyai nilai keterlambatan negatif tetapi ukuran keterlambatan positif. Ukuran ini disimbolkan dengan Ti dimana Ti adalah maksimum dari (0, Li). 6. Slack Time ( Waktu Kelonggaran )
Yaitu ukuran yang digunkan untuk melihat selisih waktu antara waktu proses dengan batas waktu yang sudah ditetapkan atau waktu sisa yang tersedia bagi suatu pekerja (waktu proses – due date). Slack disimbolkan dengan Si dan dihitung dengan persamaan Si = di - ti. 7. Flow Time ( Waktu Aliran ) Adalah rentang waktu antra saat pekerjaan tersedia (dapat dimulai) dan saat pekerjaan selesai. Waktu aliran sama dengan waktu proses ditambah dengan waktu tunggu sebelum pekerjaan diproses. 8. Waiting Time ( Waktu Tunggu ) Yaitu waktu tunggu pekerja i dari saat pekerjaan siap dikerjakan sampai saat operasi pendahuluan selesai 2.7
Penjadwalan Berdasarkan Volume Produksi (Chang, 1999) mengumumkan kegiatan penjadwalan produksi makin
bertambah penting untuk pabrik yang menggunakan sistem make - to - order, yakni sistem produksi yang menggunakan acuan bahwa produk/barang baru dibuat jika ada order masuk. Sistem ini biasanya untuk produk/barang yang sangat unik (highly customized), yang jika perusahaan menyimpannya dalam inventory, tidak ada yg mau membelinya. 2.8
Penjadwalan Job Shop Yaitu proses produksi dengan pola aliran atau rute pada tiap mesin yang
spesifik untuk setiap pekerjaan, dan mungkin berbeda untuk tiap job. Pada pola aliran proses job shop, setiap job bergerak dari satu mesin atau stasiun kerja menuju ke stasiun kerja lainnya dengan pola random. (Nisa, 2012)
Gambar 2.2 Pola Aliran Job Shop 2.9
Penjadwalan Flow Shop Yaitu proses penentuan urutan pekerjaan yang memiliki lintasan produk
yang sama. Pada pola flowshop, operasi dari suatu job hanya dapat bergerak satu arah, yaitu dari proses awal di mesin awal sampai proses akhir di mesin akhir dan jumlah tahapan proses umumnya sama dengan jumlah jenis mesin yang digunakan. (Nisa, 2012)
Gambar 2.3 Pola Aliran Flow Shop Salah satu model yg dapat diterapkan dalam keadaan make - to - order ini adalah model penjadwalan flow shop. Dalam penjadwalan flow shop, ada sejumlah pekerjaan ( job ) yang tiap - tiap job memiliki urutan pekerjaan mesin yang sama. Terkadang, suatu penjadwalan bisa dimodelkan seabgai permasalahan penjadwalan Flow Shop apabila urutan pekerjaannya selaras. Urutan pekerjaan dikatakan selaras apabila urutan - urutan pekerjaan mesin tersebut dari satu job dengan job lainnya tidak ada yang memiliki urutan yang terbalik. Dalam problem ini, ada beberapa tujuan yang dapat dipertimbangkan, misalnya meminimumkan makespan (waktu terlama penyelesaian job-job tersebut), meminimumkan total waktu keterlambatan, dan lain sebagainya.
2.9.1 1.
Tujuan Perencanaan Flow Shop Mengkombinasikan beberapa aktifitas dengan persyaratan membutuhkan, keahlian, peralatan atau material sama.
2.
Memenuhi persyaratan operasi, misalnya memisahkan aktifitas produksi yang berdebu dengan aktitas yang membutuhkan lingkungan bersih.
3.
Membatasi pekerjaan yang dapat dilakukan di setiap stasiun kerja.
2.9.2
Tipe Dalam Flow Shop Flow Shop memiliki 3 tipe yaitu:
1.
Small - Batch Line Flow, mempunyai semua karakter Flow Shop, tetapi tidak semua memproses produk yang sama secara terus menerus. Memproses beberapa produk dengan ukuran batch kecil, dengan kebutuhan setup per batch. Digunakan ketika biaya proses bisa dipertimbangkan, permintaan part rendah, dan non - diskrit. Contohnya adalah farmasi.
2.
Large - Batch (Repetitive) Line Flow, memproduksi produk diskrit dalam volume besar tetapi tidak kontinu.
3.
Continuous Line Flow merefer pada proses kontinu dari fluida, bedak, logam, dan lain - lain. Biasa digunakan pada industri gula, minyak, dan logam lainnya.
2.9.3
Metode Yang Dipakai
1. Campbell Dudek and Smith Methode (CDS) Metode yang dikemukakan Campbell, Dudek and Smith (CDS) adalah pengembangan dari aturan yang telah dikemukakan oleh Jhonson, yang setiap
pekerjaan atau tugas yang akan diselesaikan harus melewati proses pada masing-masing mesin
Penjadwalan yang dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan harga makespan yang terkecil yang merupakan urutan pengerjaan tugas yang paling baik. Jhonson’s rule adalah suatu aturan meminimumkan makespan 2 mesin yang disusun pararel dan saat ini menjadi dasar teori penjadwalan. (Nisa, 2012) Untuk lebih jelasnya berikut adalah langkah-langkah perhitungan meode CDS: 1) Data tiap proses masing-masing job dalam tiap mesin. 2) Hitung banyak interasi yang dapat dilakukan. 3) Bandingkan waktu disetiap mesin, dengan aturan kombinasi sebagai berikut: 1. Bandingkan waktu proses di mesin pertama dengan waktu proses pada mesin terakhir. Bandingkan waktu proses M1 dengan Mm. 2. Bandingkan penjumlahan antara waktu waktu proses di mesin pertama dan waktu proses pada mesin selanjutnya, dengan penjumlahan antara waktu proses pada mesin dan waktu proses pada mesin sebelumnya. 4) Gunakan aturan johnson untuk menempatkan pekerjaan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. 5) Dari urutan-urutan pengerjaan yang diperoleh, hitung nilai makespan masing-masing urutan. 6) Pilih urutan yang memiliki makespan paling minim.
2. Metode Heuristik Palmer
Metode heuristik palmer ini ditemukan pada tahun 1965. Metode ini menempatkan urutan job-job berdasarkan suatu nilai yang dinamakan slope index. Urutan pekerjaan dimulai dari nilai slope index yang terbesar sampai terkecil. Nilai slope index atau Sj diperoleh dengan: Rumus Slope Index :
Dimana : Sj = Slope Index M = Jumlah mesin k = Mesin / Stasiun Kerja tjk = Waktu Proses Peroperasi 2.10 Istilah - Istilah Pada Penjadwalan Berbagai istilah yang umum digunakan dalam penjadwalan adalah sebagai berikut: 1.
Waktu proses (processing time), i t Waktu proses merupakan estimasi lamanya waktu yang dibutuhkan mesin ke - k untuk menyelesaikan operasi ke - j dari pekerjaan (job) ke - i, yang terkadang didalamnya sudah tercakup waktu yang dibutuhkan untuk persiapan dan pengaturan mesin (waktu set up).
2.
Waktu siap (ready time), R i Menunjukkan saat pekerjaan ke - i dapat dikerjakan (siap dijadwalkan)
3.
Batas waktu penyelesaian (due date), d i Batas waktu yang diperbolehkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
4.
Waktu menunggu (waiting time), W i Adalah waktu tunggu pekerjaan i dari saat pekerjaan siap dikerjakan sampai saat operasi pendahulu selesai.
5.
Waktu penyelesaian (completion time), C i Adalah rentang waktu mulai dari awal (t=0) sampai pekerjaan i selesai dikerjakan.
6.
Waktu tunggal (flow time), F i Adalah waktu antara saat dimana pekerjaan i telah siap untuk dikerjakan sampai pekerjaan selesai.
7.
Makespan (Ms) Adalah jangka penyelesaian suatu penjadwalan (penjumlahan seluruh waktu proses). M s =C max
8.
Keterlambatan (lateness), L i Adalah perbedaan antara completion time dengan due date, sehingga bisa (+) atau (-). Li = ci − di < 0 (negatif ): saat penyelesaian memenuhi batas Li = ci − di > 0 (positif ) : saat penyelesaian melampaui batas (tardyjob)
9.
Kelambatan (tardiness), T i Adalah keterlambatan penyelesaian suatu pekerjaan dari saat due date. T i = max {0, L i }: hanya melihat L yang > 0, dengan 1 ≤ i ≤ N
10.
Slack Time (SL i ) Adalah waktu sisa yang tersedia bagi suatu pekerjaan (waktu proses - due date). Si = d i− ti
11.
Set up Time (Si )
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan persiapan sebelum pemrosesan job dilaksanakan. 12.
Arrival Time (ai ) Adalah saat job mulai berada di shop floor.
13.
Delivery Date (di ) Adalah saat pengiriman job dari shop floor ke proses berikutnya atau ke konsumen.
14.
Gant Chart Merupakan peta visual yang menggambarkan loadling (menggambarkan beban mesin) dan scheduling (menggambarkan urutan pemrosesan job dan menggambarkan saat mulai dan saat selesai suatu job).