8
2.
BAB II
LANDASAN TEORI
Salah satu proses yang Penulis lakukan di penelitian ini adalah studi literatur antara lain yang berasal dari jurnal penelitian nasional dan internasional. Penelitian tersebut menganalisa mengenai perencanaan pengadaan bahan baku atau perhitungan kasar untuk kapasitas mesin yang tersedia. Namun, dari jurnal – jurnal tersebut Penulis tidak menemukan adanya penelitian yang telah menggabungkan analisa antara perhitungan kapasitas mesin yang tersedia dengan jumlah kebutuhan produksi untuk kemudian diteruskan ke penyusunan Master Production Schedule (MPS) dan Material Requirement Planning I (MRP I). Tahap studi literatur sangat membantu Penulis dalam menyusun landasan teori sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian Laporan Skripsi ini. Di bawah ini Penulis merangkum jurnal yang telah menjadi sumber referensi bagi penulisan Laporan Skripsi di tabel 2.1.
9
Tabel 2.1 Studi Literatur (Jurnal Penelitian Nasional dan Internasional)
UKP
√
√
Orders
7
√
√
Lead Time
Elsevier
√
√
BOM
6
Dec 2011
√
Inventory Record File MPS
5
Jurnal Eksekutif, Vol. 3
Can Manufacture in Indonesia
√
Demand
BPPT
2012
RCCP
4
Anonymous
Safety Stock
3
Int. Bussines Research Vol. 3
Year’s Issue
Lead Time
UMB
Alfa Firdaus dan Freddy F. S. Ajeng Y.S., M. Kholil, dan Sidik Nuryadi
Variable for Material Requirement Planning I (MRP I)
Object Of Case Study
Capacity Boundries
2
Production Capacity Planning With Rough Cut Capacity Planning Methode (RCCP) at PT XYZ Pengendalian Stock Cutting Tool Dengan Metode Material Requirement Planning (MRP) di Workshop United Can Company
Variable for Master Production Schedule (MPS)
Total Demand Inv. Status
UMB
Author
Lead Time
1
Journal Titles
MPS
Institution
Bill of Recources
No.
Variable for Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
√
√
√
√
√
√ √
An MRP Model for Supply Chains
Lutfu S. Dan M. Nurettin Alabay
Anonymous
Oct 2010
√
Penerapan Sistem MRP Untuk Peningkatan Kinerja di Industri Proses
Muslim E. H.
Chemical Company in Skotland
Dec 2009
√
√
√
√
Kuswartini, Suharyani A., dan Susana
Traditional Wine Manufacture in Indonesia
Aug 2006
√
√
√
√
Aircraft Industry in British
2004
√
Contractor Company in Indonesia
March 2001
Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Produk Minuman Anggur Buah Beraroma dan Anggur Beras Kencur dengan Metode MRP Menggunakan Program Quantitative System (QS) Vers. 3 The Material Requirement Planning System for Aircraft Maintenance and Inventory Control Aplikasi Material Requirement Planning Untuk Mengendalikan Investasi Pengadaan Material pada PT JHS Piling System
Adel, A. Ghobbar dan Chris H. Fiend Herry P. Chandra, Harry P., Garry C., dan Michael A.
√
√
√
√
√
√
10
2.1
Pengukuran Waktu (Time Study)1 Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu
penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (standard time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternatif metode kerja terbaik, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik – teknik pengukuran kerja (work measurement atau time study). Pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian yaitu : 1.
Pengukuran waktu secara langsung Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling).
2.
Pengukuran secara tidak langsung Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat harus ditempat kerja yang diukur. Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan.
2.1.1 Stopwatch Time Study2 Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stopwatch) sebagai alat utamanya. Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu waktu kerjanya baik setiap elemen
1
Wignjosoebroto. Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya : Guna Widya, 2000. 2 Program Studi Teknik Industri. Modul 10 Analisa Perancangan Kerja. Universitas Mercu Buana 2012.
11
dengan menggunakan alat yang telah disiapkan. Bila operator telah siap didepan mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjannya akan diukur, maka pengukur memilih posisi tempat dia berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan gerakannya ataupun merasa canggung karena terlampau merasa diamati, misalnya juga pengukur berdiri dekat didepan operator. Posisi ini pun hendaknya memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat mengikuti dengan baik saat suatu siklus/elemen bermula dan berakhir. Umumnya posisi agak menyamping dibelakang operator sejauh ± 1,5 meter merupakan tempat yang baik. Berikut ini adalah hal hal yang dikerjakan selama pengukuran berlangsung. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Pengukuran pendahuluan tahap pertama dilakukan dengan melakukan beberapa kali pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini dijalankan, tiga hal harus mengikutinya yaitu menguji keseragaman data, melakukan uji kecukupan data, dan bila jumlah pegukuran belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan tahap kedua. Jika tahap kedua selesai maka dilakukan lagi, ketiga hal yang sama seperti tadi dimana bila perlu dilanjutkan dengan pengukuran pendahulan tahap kerja. Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan pengukuran mencukupi untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang dikehendaki.
12
2.1.2 Uji Keseragaman Data3 Selama melakukan pengukuran, operator mungkin mendapatkan data yang tidak seragam. Untuk itu digunakan alat yang dapat mendeteksinya yaitu peta kendali. Batas kendali dibentuk dari data yang merupakan batas yang menentukan seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam jika berada dalam batas kontrol dan data dikatakan tidak seragam jika berada diluar batas kontrol. Rumus untuk menghitung keseragaman data dengan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% adalah :
Keterangan : : Waktu rata-rata
BKA : Batas Kontrol Atas
: Simpangan baku
BKB : Batas Kontrol Bawah
2.1.3 Uji Kecukupan Data4,5 Data yang telah dikumpulkan akan dilakukan pengujian terlebih dahulu agar data tersebut dapat dipergunakan kelayakan lebih lanjut. Test kecukupan data dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
3
Sutalaksana, Iftikar Z., dkk. Teknik Perancangan Sistem Kerja .Bandung : ITB. 2005. Modul Program Studi Teknik Industri. 2012. Modul 10 Analisa Perancangan Kerja. Universitas Mercu Buana. 5 Purnomo, 2004. Pengantar Teknik Industri.Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. 4
13
Keterangan : k
= Tingkat kepercayaan ( 99% ≈ 3 , 95% ≈ 2)
s
= Derajat ketelitian
N
= Jumlah data pengamatan
N’
= Jumlah data teoritis
(Lampiran 1 – Tabel Distribusi F untuk Probabilitas 0,05) 2.1.4 Rating Factor Rating factor6 adalah faktor yang diperoleh dengan membandingkan kecepatan bekerja dari seorang operator dengan kecepatan kerja normal menurut ukuran peneliti atau pengamat . Dari faktor ini dapat dilihat bahwa: 1.
Apabila operator dinyatakan terlalu cepat yaitu bekerja di normal maka rating factor ini akan lebih besar dari pada 1 (Rf > l).
2.
Apabila operator bekerja terlalu lambat yaitu bekerja dibawah kewajaran (normal) maka rating factor akan lebih kecil dari 1 (Rf < l).
3.
Apabila operator bekerja secara normal atau wajar maka rating factor ini diambil sama dengan 1 (Rf = 1). Untuk kondisi kerja dimana operasi secara penuh dilaksanakan oleh mesin (operating atau machine time) maka waktu yang diukur dianggap waktu yang normal.
6
Wignjosoebroto. Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya : Guna Widya.
14
Ada 5 sistem penyesuaian yang sering digunakan7, yaitu : 1.
Skill dan Effort Di sini faktor yang diperhatikan adalah kecakapan dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh operator pada saat bekerja, juga mempertimbangkan kelonggaran (allowance) waktu lainnya.
2.
Westinghouse System of Rating Ada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran a. Skill (keterampilan), adalah kemampuan untuk mengikuti cara kerja yang ditetapkan secara psikologis. b. Effort (usaha), adalah kesungguhan yang ditunjukkan oleh pekerja atau operator ketika melakukan pekerjaannya. c. Condition (kondisi kerja), kerja adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. d. Consistency (konsistensi), faktor ini perlu diperhatikan karena angkaangka yang dicatat pada setiap pengukuran waktu tidak pernah semuanya sama. Besar nilai rating performance secara terperinci menurut cara Westinghouse.
(Lampiran 2 – Tabel Rating Factor Westinghouse) 3.
Shumard Rating Cara ini memberikan penilaian melalui kelas – kelas performansi kerja dimana setiap kelas memiliki nilai tersendiri. Faktor ini diperoleh dengan membandingkan nilai performansi kerja dari kelas yang bersangkutan dengan nilai performansi normal. Dalam hal ini pengukur diberi patokan
7
Sutalaksana, Iftikar Z., dkk. 2005. Teknik Perancangan Sistem Kerja .Bandung : ITB.
15
untuk menilai performansi kerja dari operator menurut kelas – kelas tertentu. 4.
Objective Rating Cara
objektif
adalah
cara
menentukan
rating
performance
yang
memperhatikan faktor kecepatan dan faktor tingkat kesulitan pekerjaan. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini pengukur melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukkan oleh operator. 5.
Synthetic Rating Metode ini mengevaluasi kecepatan operator berdasarkan data waktu gerakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Prosedurnya adalah dengan mengukur waktu penyelesaian dari setiap elemen gerakan kemudian dibandingkan dengan waktu aktual dari data tabel waktu gerakan untuk kemudian dihitung harga rata – ratanya. Harga rata – rata inilah yang digunakan sebagai faktor penyesuaian.
2.1.5 Penetapan Kelonggaran (Allowance) Kelonggaran8 pada dasarnya adalah suatu faktor koreksi yang harus diberikan kepada waktu kerja operator, karena dalam pekerjaannya operator sering kali terganggu oleh hal – hal yang tidak diinginkan namun bersifat alamiah. Secara umum kelonggaran dapat dibagi menjadi tiga9, yakni : 1.
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, seperti rasa haus ataupun keingin untuk ke toilet.
8 9
Baroto , T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta Modul Program Studi Teknik Industri. 2012. Modul 10 Analisa Perancangan Kerja. Universitas Mercu Buana.
16
2.
Kelonggaran
untuk
menghilangkan
kelelahan,
seperti
melakukan
peregangan untuk mengurangi rasa lelah karena rutinitas pekerjaan. 3.
Kelonggaran untuk hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan, seperti mesin rusak ataupun listrik padam.
(Lampiran 3 – Tabel Allowance) 2.1.6 Perhitungan Waktu Baku Waktu baku10 adalah waktu yang digunakan untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan yang dilakukan menurut metode kerja tertentu pada kecepatan normal dengan mempertimbangkan rating performance dan kelonggaran. Untuk menghitung waktu standar perlu dihitung waktu siklus rata-rata yang disebut dengan waktu terpilih, rating factor, waktu normal dan allowance. Untuk menghitung waktu baku dengan menggunakan stopwatch dapat menggunakan formula11 sebagai berikut :
Keterangan : WB
= Waktu baku
RF
= Performance Rating / rating factor
All
= Kelonggaran (Allowance)
10
Modul Program Studi Teknik Industri. 2012. Modul 10 Analisa Perancangan Kerja. Universitas Mercu Buana 11 Purnomo, 2004. Pengantar Teknik Industri.Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
17
2.2
Peramalan (Forecast) Aktivitas peramalan12 merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha
memperkirakan jumlah penjualan dan permintaan sehingga dapat diproduksi tepat mendekati jumlah permintaan aktual. Aktivtas peramalan merupakan bagian dari manajemen permintaan yang bersifat tidak pasti. Manajemen permintaan didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusun jadwal induk (master scheduler) mengetahui dan menyadari semua permintaan produk itu.
Manajemen Permintaan
Peramalan (Tidak Pasti)
Pelayanan Pesanan (Pasti)
Diagram Alir 2.1 Aktivitas Utama dalam Manajemen Permintaan (Sumber : Gaspersz, 2009).
2.2.1 Pengertian Peramalan Peramalan13 adalah suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramalan berdasarkan deret waktu historis atau suatu proses dalam menggunakan data historis. Setiap pengambilan keputusan yang menyangkut keadaan di masa yang akan datang, maka pasti ada peramalan yang melandasi pengambilan keputusan tersebut14.
12
Gaspersz, V. 2009. Production Planning and Inventory Control. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. 13 Gaspersz, V. 2009. Production Planning and Inventory Control. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. 14 Assauri, S. 1993. Manajemen Produksi. Graha Ilmu. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.
18
Peramalan15 ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengendalian dari sistem persediaan (inventory), membuat perencanaan produksi, pembebanan mesin, menentukan kebutuhan mesin, peralatan, bahan serta untuk menentukan tingkat tenaga kerja selama periode produksi. 2.2.2 Tahapan Peramalan Terdapat sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan dalam manajemen permintaan16: 1.
Menentukan tujuan dilakukannya peramalan.
2.
Memilih item independent demand yang akan diramalkan.
3.
Menentukan horizon waktu dari peramalan.
4.
Memilih model – model peramalan.
5.
Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan.
6.
Membuat peramalan.
7.
Validasi hasil peramalan.
8.
Implementasi hasil peramalan.
9.
Memantau keandalan hasil peramalan.
2.2.3 Metode Peramalan Time Series17 Metode time series adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Langkah penting dalam memilih suatu metode time series yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
15
Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta. Gaspersz, V. 2012. Production and Inventory Management For Supply Chain Professionals. Vinchristo Publication. Bogor. 17 Makridakis, dkk. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta : Erlangga. 2003 16
19
1.
Pola horizontal, terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata – rata yang konstan (deret seperti itu adalah stasioner terhadap nilai rataratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat dan menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini.
2.
Pola musiman, terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruang menunjukkan jenis pola ini.
3.
Pola siklis, terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja menunjukkan jenis pola ini.
4.
Pola trend, terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GDP), dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi mengikuti suatu pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
Metode-metode peramalan dengan menggunkan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, atau analisa deret waktu, terdiri dari: Metode Moving Average (MA)18 Rumus metode Moving Average (MA) (Teguh, 2002) adalah :
Dimana : 18
Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta
20
= perkiraan permintaan pada periode t ft
= Permintaan aktual pada periode t
m
= Jumlah periode yang dipergunakan sebagai dasar peramalan (nilai minimal m adalah 2)
Metode Weight Moving Average (WMA)19 Rumus metode Weight Moving Average (WMA) (Teguh, 2002) adalah :
Dimana : = Ramalan permintaan real untuk periode t ft
= Permintaan aktual pada periode t
ct
= Bobot masing – masing data yang dipergunakan (Σct = 1 dan pemberian bobot diberikan melalui intuisi)
m
= Jumlah periode yang dipergunakan sebagai dasar peramalan (nilai minimal m adalah 2)
2.2.4 Validasi Peramalan20 Untuk memperkuat keyakinan akan pemilihan metode peramalan yang telah dipilih, hasil peramalan harus divalidasi agar dapat diketahui tingkat akurasi atau ketepatan hasil peramalannya. Tracking signal adalah ukuran seberapa tepatnya suatu hasil peramalan untuk dipergunakan layaknya nilai – nilai aktual.
19 20
Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta Gaspersz, V. 2012. Production and Inventory Management For Supply Chain Professionals. Vinchristo Publication. Bogor.
21
Menurut Vincent Gasperz (1998) tracking signal dihitung sebagai running sum of the forecast erros (RSFE) dibagi dengan Mean Absolute Deviation (MAD). Berikut perumusannya.
Keterangan : MAD = 2.2.5 Kriteria yang digunakan Untuk Pemilihan Hasil Peramalan21 Beberapa kriteria yang digunakan untuk menguji ketepatan ramalan adalah (Teguh, 2002) : Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat / MSE (Mean Square Error)
Nilai Kesalahan Persentase Absolut / MAPE (Mean Absolute Percentage Error)
Nilai Tengah Deviasi Absolut / (Mean Absolute Deviation)
Jumlah Kuadrat Kesalahan / ( Sum Square Error )
21
Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta
22
Keterangan : Xt-Ft
= Kesalahan pada periode ke–i
Ft = Nilai ramalan pada periode ke – i
Xt
= Data aktual pada periode ke–i
N
2.3
= Banyaknya periode waktu
Konsep Dasar Perencanaan Kebutuhan Material22 Perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning I = MRP
I) adalah metode penjadwalan untuk purchase planned orders dan manufactured planned orders. Planned manufacturing orders kemudian diajukan untuk analisis lanjutan
berkenaan
dengan
ketersediaan
kapasitas
dan
keseimbangan
menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirements Planning = CRP). Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item – item dependent demand, dimana permintaan cenderung discontinuous and lumpy. Item – item yang termasuk dalam dependent demand adalah ; bahan baku (raw material), parts, subassemblies, dan assemblies, yang kesemuanya disebut manufacturing inventories. Teknik – teknik MRP dan CRP paling cocok diterapkan di dalam lingkungan job shop manufacturing, meskipun MRP dapat pula diadopsi dalam lingkungan repetitive manufacturing. Dalam struktur hierarki perencanaan prioritas (priority planning) dalam sistem MRP II, perencanaan kebutuhan material (MRP) termasuk ke dalam tingkat perencanaan operasional (Level 3), yang berada langsung di bawah MPS (tingkat perencanaan taktikal, level 2) dan di bawah perencanaan produksi (tingkat perencanaan strategik, level 1). Tingkat pelaksanaan dan pengendalian dalam
22
Gaspersz, Vincent. Production Planning and Invetory Control. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2009
23
sistem manufacturing berada di bawah kendali Pengendalian Aktivitas Produksi (production activity control = PAC), yang merupakan level 4 dalam hierarki perencanaan prioritas.
Diagram Alir 2.2 Konsep Dasar Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Sumber : Fransisca, 2012) 2.4
Material Requirement Planning I (MRP I) Material Requirement Planning I23 (MRP I) adalah suatu sistem
perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses/fase atau dengan kata lain adalah suatu 23
Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta : Grafindo Persada.
24
rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masingmasing komponen suatu produk yang akan dibuat. Sistem MRP I merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia pada saat dibutuhkan. Ukuran lot adalah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang dapat meminimalkan biaya persediaan sehingga perusahaan akan memperoleh keuntungan. Sistem pengendalian dengan menggunakan metode MRP I memang lebih kompleks pengelolaannya, namun mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem ukuran pesanan tetap untuk pengendalian barang-barang produksi. Kelebihan MRP I dalam menangani barang-barang24 diantaranya : • Meningkatkan Pelayanan Dan Kepuasan Pelanggan. Sistem MRP I merencanakan produk yang akan dihasilkan dan kapan produk tersebut akan diproduksi sehingga produk akan tersedia sesuai dengan permintaan atau pesanan konsumen yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen terhadap perusahaan. • Meningkatkan Penggunaan Fasilitas Dan Tenaga Kerja Untuk menghasilkan produk sesuai dengan permintaan konsumen, pada sistem MRP I dibuat MPS yang berisi jadwal produksi dan komponen yang diperlukan
24
dalam
proses
produksinya,
sehingga
akan
meningkatkan
Heizer, J., Render, B. 1993. Production and Operation Management. Allyn and Bacon.
25
penggunaan fasilias dan tenaga kerja agar proses produksi dapat sesuai dengan jadwal produksinya. • Perencanaan Dan Penjadwalan Yang Lebih Baik Dalam sistem MRP I terdapat penjadwalan produksi yang memuat komponen yang diperlukan dalam proses produksi, sehingga dengan sistem ini bahanbahan yang diperlukan akan tersedia pada saat proses produksi berjalan. • Respon Lebih Cepat Terhadap Permintaan Pasar Sistem MRP I masih memungkinkan adanya perubahan permintaan pasar, sehingga dengan sistem ini akan lebih cepat merespon permintaan pasar. • Mengurangi Tingkat Persediaan Tanpa Mengurangi Pelayanan Kepada Pelanggan Adanya jadwal produksi memungkinkan perusahaan untuk menyimpan persediaan dalam jumlah yang cukup dan tidak terlalu besar sesuai dengan kebutuhannya sehingga tidak mengganggu kelancaran produksi perusahaan.
Sasaran MRP I25 meliputi : • Pengurangan Jumlah Persediaan • Pengurangan Produksi Dan Tenggang Waktu Pengiriman • Komitmen Yang Realistis • Meningkatkan Efisiensi Menurut Rangkuti (2002), Komponen sistem MRP I terdiri dari : • Data Persediaan (Inventory Record File) • Jadwal Produksi (Master Production Schedule - MPS) 25
Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta : Grafindo Persada.
26
• Bill Of Material (BOM) • Tenggat Waktu (Lead time) Format yang digunakan pada sistem MRP I seperti pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Format Tabel Material Requirement Planning (MRP I) (Sumber : Rangkuti, 2002)
Keterangan : 1. Gross Requirements adalah total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi. 2. Projected On-Hand (POH) adalah perkiraan persediaan yang ada ditangan pada suatu periode. Apabila tidak terdapat net requirements dan planned order receipts pada periode tersebut, maka besarnya POH pada suatu periode tersebut adalah POH periode sebelumnya dikurangi gross requirements periode tersebut. Sedangkan apabila terdapat net requirements dan planned order receipts pada periode tersebut, maka POH untuk suatu periode adalah sebesar planned order receipts periode tersebut ditambah POH periode sebelumnya dikurangi gross requirement periode tersebut. 3. Net Requirements adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila POH lebih besar dari gross requirement, maka tidak terdapat net requirement untuk periode tersebut. Tetapi, jika POH lebih kecil dari gross requirement, maka net requirements
27
adalah gross requirements dikurangi dengan jumlah POH ditambah safety stock. 4. Planned Order Receipts adalah besar pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu periode tertentu. Besarnya planned order receipts ditentukan berdasarkan teknik penentuan lot yang digunakan, atau lot sizing. 5. Planned Order Release adalah besar rencana pesanan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat yang tepatPlanned order release besarnya sama dengan planned order receipts, hanya saja periode pelaksanaannya adalah sebesar waktu sebelum rencana penerimaan pesanan, ditentukan berdasarkan lead time, (Gaszper, 2002). 2.4.1 Tujuan Persediaan Tujuan dari persediaan adalah untuk mencapai efisiensi dan efektivitas optimal dalam penyimpanan material (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Menurut Rangkuti (2002) Persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi antara lain bertujuan untuk : Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang. Menghilangkan resiko barang yang rusak. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. Memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen. 2.4.2 Lotting – Lot for Lot26 Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pemesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan
26
Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta
28
kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Yang termasuk teknik lotting antara lain adalah teknik Lot for Lot, Fixed Order Quantity, dan Fixed Period Requirement. Teknik Lot for Lot (LFL) merupakan teknik pengukuran lot diskrit dimana perusahaan mencoba untuk memenuhi permintaan sesuai dengan yang telah direncanakan dalam suatu periode tertentu. Melalui penerapan ukuran lot, perusahaan tidak akan menghasilkan sisa jumlah komponen karena teknik LFL ini hanya memenuhi permintaan sesuai dengan yang direncanakan. Teknik LFL merupakan teknik yang paling sering dipergunakan oleh perusahaan. Penggunaan teknik ini ditujukan untuk meminimumkan ongkos simpan. Disamping itu teknik ini sering digunakan pada sistem manufaktur yang mempunyai sifat set-up permanen pada proses produksinya. Berikut contoh perhitungannya. Tabel 2.3 Penetapan Ukuran Lot dengan Metode Lot for Lot (Sumber : Baroto, 2002) Periode Nett Req. Order Persediaan
2.5
1 200 200 0
2 100 100 0
3 300 300 0
4 550 550 0
5 250 250 0
Penyusunan Master Production Schedule (MPS)27 Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule) ialah suatu
pernyataan tentang produk akhir apa atau item apa yang direncanakan untuk diproduksi, berapa banyak produk atau item tersebut akan diproduksi pada setiap periode sepanjang rentang waktu perencanaan. Rencana induk produksi berfungsi sebagai basis dalam penentuan jadwal proses operasi di lantai pabrik, jadwal 27
Sinulingga, Sukaria. Perencanaan & Pengendalian Produksi. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009
29
pengadaan bahan dari luar perusahaan (boughtout materials) dan jadwal alokasi sumber daya untuk mendukung jadwal pengiriman produk kepada pelanggan. Penyusunan MPS menjadwalkan kuantitas produksi dari level 0 pada produk bersangkutan untuk tiap bulannya.
2.6
Rough Cut Capacity Planning (RCCP)28 Rough-Cut Capacity Planning menghitung kebutuhan kapasitas secara kasar
dan membandingkannya dengan kapasitas yang tersedia. Perhitungan secara kasar yang dimaksud terlihat dalam dua hal yang menjadi karakteristik RCCP yaitu : Pertama, kebutuhan kapasitas masih didasarkan kepada kelompok produk, bukan produk per produk dan kedua, tidak memperhitungkan jumlah persediaan yang telah ada. Rumus untuk menghitung kapasitas yang dibutuhkan Produk k pada Stasiun kerja i untuk Periode j yaitu :
untuk semua i,j. Keterangan : aik
=
Waktu baku pengerjaan produk k pada Stasiun Kerja i
bik
= Jumlah produk k yang akan dijadwalkan pada periode j Sedangkan besar kapasitas tersedia dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Utilitas adalah ukuran kemampuan stasiun kerja dalam memanfaatkan kapasitas tersedia secara efektif. Misalnya suatu stasiun kerja mempunyai kapasitas tersedia sebesar 48 jam/ minggu. Sehubungan dengan berbagai 28
Sinulingga, Sukaria. Perencanaan & Pengendalian Produksi. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009
30
permasalahan teknis yang berakibat tingginya idle time misalnya mencapai rata – rata 6 jam/ minggu, maka tingkat utilitas staisun kerja tersebut adalah sebesar [(48-6)/48] x 100% = 87,5%. Efisiensi menjelaskan keadaan seberapa jauh stasiun kerja tertentu mampu menggunakan kapasitas yang tersedia secara efisien. Efisiensi menjelaskan mengenai keadaan seberapa jauh suatu stasiun kerja mampu mempergunakan kapasitas yang disediakan secara efisien. Misalnya suatu operasi manufaktur di stasiun kerja tertentu seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 1,6 jam per unit. Sehubungan dengan berbagai kesulitan teknis yang dihadapi maka waktu yang digunakan dalam penyelesaian operasi misalnya 2 jam. Dengan demikian, inefficiency adalah [(2-1,6)/1,6] x 100% = 25% sehingga efisiensinya adalah sebesar 100% - 25% = 75%. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan apabila kapasitas yang tersedia tidak dapat memenuhi yang dibutuhkan, yaitu : 1.
Memproduksi produk pada periode yang lebih awal ataupun memproduksi pada periode yang akan datang.
2.
Menambah jam kerja tanpa mengubah jumlah tenaga kerja.
3.
Menambah jumlah tenaga kerja .
4.
Subkontrakkan kerja pada perusahaan lain.
5.
Mengkoreksi jumlah permintaan sampai jumlah yang dapat dipenuhi oleh kapasitas yang tersedia.
31
2.7
Perangkat Lunak WinQSB - Modul Forecasting (Peramalan) Program ini mempraktekkan time series peramalan dan linear regresi.
Metode time series meliputi simple average, moving average, dengan atau tanpa trend, single dan double exponential smoothing dengan atau tanpa trend, linear dan regresion, serta metode peramalan yang lainnya. Program ini dapat mengolah data historis lebih dari seribu data yang bergantung pada memori komputer. Pada program dapat menambah atau mengurangi data historis untuk waktu yang berjalan dengan memilih memodifikasi data asli.
Gambar 2.1 Tampilan Awal Perangkat Lunak WinQSB - Modul Forecasting