1S5i ··UMU LAPORAN PENELffiAN
ANALISIS HUBUNGAN SOLUBLE FMS .LIKE TIROSINKINASE-1 (sFLT-1), PLACENTAL GROWTH FACTOR (PIGF), HIPOXIA INDUCE FACTORS (HIF) DAN VITAMIN E DENGAN KEJADIAN PREEKLAMSIA
John Wantania, Meilany Durry, Janno Bernadus
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
RISET PEMBINAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN (RISBIN IPTEKDOK)- 2011
LAPORAN PENELITIAN
ANALISIS HUBUNGAN SOLUBLE FMS LIKE TIROSINKINASE-1 (sFLT-1) , PLACENTAL GROWTH FACTOR (PIGF), HIPOXIA INDUCE FACTORS (HIF) DAN VITAMIN E DENGAN KEJADIAN PREEKLAMSIA
John Wantania, Meilany Durry ,'Janno Bernadus
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
RISET PEMBINAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN (RISBIN IPTEKDOK) - 2011
BABI PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Preeklamsia sampai sekarang masih merupakan masalah obstetrik yang belum dapat dipecahkan secara tuntas. Kelainan ini menyebabkan 5-15% penyulit kehamilan dan mempakan salah satu dari riga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal., disamping perdarahan dan infeksi. Insiden preeklamsia menurut WHO (World Health Organization) adalah 0,5% dari seluruh kehamilan. Insiden ini dipengaruhi oleh paritas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan Ini berarti terjadi
700.000
kasus
preeklamsia
pertahun
dan
43.000
diantaranya
mengalami
kematian
(Cunningham.,2005; Wagner,2004; Emery,2005 ; Barton,2007). Di Indonesia, frekuensi preeklamsia sekitar 3-10% (Triatmojo,2003). Preeklamsia di Indonesia masih merupakan salah satu faktor utama pencetus tingginya angka kematian ibu {AKI) setelah perdarahan dan infeksi. AKT akibat Preeklamsia di Indonesia tahun 2005 sebesar 4,91 % (8.379 dari 170.725) (Roeshadi,2006). Dari segi paritas, frekuensinya ditemukan lebih tinggi pada primigravida , terutama primigravida muda, dibanding dengan multigravida. Di Kalimantan Timur selama periode 1 Januari 2000 - 31 Desember 2000 ditemukan kasus preeklamsia/eklamsia sebanyak 74 kasus dari 1431 persalinan, dengan preeklamsia sebanyak 61 kasus dan eklam sia sebanyak 13 kasus. Pada kasus-kasus ini terbanyak ditemukan pada usia 20-24 tahun dengan primigravida ( 17,5%) (Sudinaya,2000) . Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia lebih dari 35 tahun, merupakan faktor predisposisi terjadinya preeklamsia (Trijatmo , 2005). Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa angk.a kejadian preeklamsia dipengaruhi oleh paritas, dimana insidensi tertinggi terjadi pada paritas 1-3 (Surjadi,1999). Di rumah sakit kami (RSU Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado), selama tahun 2007 didapatkan angka kejadian preeklamsia dan eklamsia sebesar 9,4% dan 0,4% dari total 3360 persalinan. Sejumlah fal..1:or telah dikaitkan dengan kejadian Preeklamsia, baik sebagai faktor risiko maupun sebagai faktor protektif. Secara umum, faktor risiko yang ada bisa dikelompokkan sebagai faktor maternal ( misalnya
umur
yang ekstrim, paritas, riwayat preeklamsia ), faktor risiko medis (misalnya hipertensi
kronis, diabetes melitus ataupun penyakit ginjal) dan faktor plasenta (misalnya hiperplasentosis pada
1
gemelli , penyakit trofoblas gestasioJ;l8.1). Sekalipun demikian, faktor-faktor ini hampir selurulmya merupakan faktor predisposisi dengan mekanisme yang belum jelas. Menurut TanK H dkk (2006) terdapat peningkatan risiko preeklamsia pad� usia maternal mulai dari 1,6% dibawah
usia
20 tahun menjadi 16,4% padausia 45 tahun atau lebih. Dari sebuah studi kohort
didapatkan bahwa wanita dengan IMT > 35 sebelum kehamilan mempunyai risiko terjadinya preeklamsia 4 kali lebih besar dibandingkan dengan IMT I 9-27. (Bianco AT, 1998)
Kebiasaan merokok juga merupakan salah satu faktor risiko yang telah dipahami bisa menyebabkan berbagai penyulit dalam kehamilan, terhadap ibu dan terutama janin yang dikandungnya. Dalam penelitian belakangan ini, selain efek merugikan, rokok juga ditengarai dapat bersifat protektif terhadap preeklamsia (Ness,2008). Sekalipun kebiasaan merokok selama kehamilan kelihatannya dapat memberikan nilai protektif terhadap preeklamsia, namun dapat memperberat komplikasi yang ditimbulkan akibat preeklamsianya (Pipkin,2008). Untuk mendapatkan suatu sirkulasi yang baik antara ibu & janin, agar suplai oksigen & nutrien ke janin terjamin, diperlukan angiogenesis yang ekstensif . Angiogenesis ini melibatkan berbagai
macam
faktor
proangiogenik
dan
antiangiogenik
yang
bekerja
sama
dalam
perkembangan plasenta. Preeklamsia berhubungan dengan disfungsi dan kerusakan endotel dengan mekanisme yang diperkirakan berawal dari kegagalan invasi trofoblas pada arteri spiralis ibu. Dampak kerusakan lebih lanjut
tidak hanya penurunan fungsi fetoplasenter, tetapi juga pengeluaran
faktor-faktor pada sirkulasi darah ibu yang mengarah pada kerusakan endothelial ibu dan menimbulkan manifestasi klinis. Lewat
penemuan
jalur
molekular
yang
mengatur
pseudo
vasculogenesis
dapat
memberikan kemungkinan potensi faktor-faktor yang terlibat didalamnya untuk menjadi faktor prediktor
preeklamsia.
Faktor-faktor
tersebut
reseptomya atau antiangiogenik. Dalam
dapat
berupa
faktor
angiogenik
penelitian terakhir didapatkan
maupun
adanya 2 protein
antiangiogenik yang diproduksi secara berlebihan dan meningkat dalam sirkulasi maternal sehingga turut bertanggung jawab terhadap fenotipe preeklamsia,
yaitu
sFlt-1 dan sEng.
sedangkan faktor-faktor proangiogeniknya adalal1 VEGF, PlGF dan TGF�-1.
2
Vascular end.hothelial growth factor (VEGF) adalah faktor proangiogenik yang bersifat mitogen selektif pada sel endothelial mediasi
vaskulogenesis
dan muncul untuk memainkan peranan yang besar sebagai
(perubahan
sel endotel
menjadi
pembuluh
darah
baru) serta
.
angiogenesis (munculnya pembuluh darah yang barn dari pembuluh darah yang sudah ada). VEGF juga dapat meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler dan mengindukasi faktor koagulan jaringan pada sel endotel dengan aktivitas yang sama baiknya pada monosit. Penelitian oleh Lyall,
dkk (2007) mendapatkan penurunan konsentrasi kadar VEGF pada
preeklamsia dibandingkan dengan kehamilan normal. Didapatkan kadar VEGF pada wanita hamil yang normal adalah 12,89 pg!mL, dtbandingkan kadar VEGF pada wanita preeklamsia sebesar 2,34 pg!mL. Helskel. S
dkk (2001) mendapatkan adanya peningkatan reseptor VEGF
yaitu s -FLTl pada preeklamsia sehingga kadar VEGF pada penderita preeklamsia menurun. Masuyama
H dkk (2005) mendapatkan penurunan konsentrasi kadar VEGF dan PIGF bebas
selama preeklamsia dan sebelum teijadinya preeklamsia. Soluble Fms Like Tirokinase 1 (sFLT-1) adalah reseptor VEGF yang banyak diprodu.ksi oleh sitotrofoblas pada saat terjadi invasi trofoblas pada jaringan sekitarnya dan peningkatan dari s-FLTl ditemukan terjadi pada pasien preeklamsia (Noris,2005). Placenta growth factors (PlGF) ditemukan menurun pada wanita dengan preeklamsia seiring dengan meningkatnya Soluble fms-like tirosin kinase ditetapkan onset
-
1 (Sflt-1). Namun belum
dari perubahan PlGF dan sflt-1 dengan onset preeklamsia. Penelitian Ohkuchi,
dick (2007) menunjukkan bahwa semakin dini onset dari preeklamsia, maka penurunan PlGF akan semakin tinggi (Obkuchi,2007). Kadar dari plgf pada kehamilan normal adalah
>
20 pg!ml
(Okamoto,2003). Meskipun ditemukan menurun pada preeklamsia, temyata PIGF ditemukan menurun pada mola
hidatidosa,
hal ini menunjukkan bahwa proliferasi trofoblas tidak
mempengaruhi plgf. Namun Okamoto menemukan bahwa kadar PIGF akan meningkat secara signifikan pada kasus koriokarsinoma dan mola hidatidosa persisten (Okamoto,2003). Oleh karena itu peran dari PIGF dalam perkembangan plasenta masih perlu diteliti lebih Ian jut. Endoglin pada preeklamsia berada dalam bentuk terlarut ( Soluble endoglin
I sEng)
(Baumann,2008). Kadar sEng meningkat dalam 2 bulan terakhir kehamilan normal, pada kasus 3
preeklamsia peningkatan sEng ini _akan lebih dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Peningkatan sEng akan seiring dengan peningkatan Plgf. Peningkatan sEng mungkin dapat digunakan untuk membedakan preeklamsia dengan hipertensi gestasional lain dimana tidak .
disertai dengan peningkatan sEng (Baumann, 2008). Etiologi peningkatan konsentrasi sFlt-1
dan sEng pada preeklamsia belum diketahui.
Namun diperkirakan faktor-faktor genetik, hipoksia, imunologi, stress oksidatif, maupun faktor faktor risiko lainnya ikut terlibat. Petanda hipoksia yang sering digunakan adalah lllF (Hypoxia Inducible Factor) maupun VEGF.
Untuk menilai stress stress oksidatif, selain petanda stress oksidatif-nya, kajian juga
sering dilakukan terhadap kadar antioksidan. Mohan dkk (2007) , mendapatkan peningkatan level 1\IDA dan penurunan GSH, asam askorbat, vitamin E dan aktivitas katalase yang mendukung keterlibatan stress oksidatif pada Preeklamsia. Sharma dkk (2006) mendapatkan level GPX, SOD dan 1\IDA secara signifikan lebih tinggi pada wanita dengan preeklamsia dan lebih tinggi lagi pada preeklamsia berat. Sebaliknya, kadar vitamin
C dan lycopene lebih rendah pada wanita preeklamsia , dan lebih
rendah lagi pada preeklamsia berat. Sekalipun demikian, Hulya dkk (2003) tidak mendapatkan temuan ini bisa membedakan preeklamsia ringan & berat Belum jelasnya hubungan antara petanda angiogenik dengan kejadian preeklamsia serta kaitannya dengan petanda stress oksidatif, mendorong kami untuk melakukan penelitian ini. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas timbul permasalahan sebagai berikut Apakah terdapat hubungan antara kadar petanda angiogenik (s-FLTl, PlGF) dengan preeklamsia ? Apakah terdapat hubungan antara kadar petanda antioksidan (vitamin E) dengan beratnya preeklamsia ? Apakah terdapat hubungan antara petanda hipoksia (HIF) dengan preeklamsia ?
4
Apakah terdapat hubungan an.tara petanda angiogenik, hipoksia &
kadar antioksidan pada
preeklamsia ?
5
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN II.l TUJUAN UMUM
-
Mengetahui gambaran petanda angiogenik, petanda hipoksia dan kadar antioksidan (Vitamin E) pada penderita preeklamsia & normotensi yang pada akhimya secara umum diharapkan dapat menunmkan angk.a kejadian dan memperbaiki luaran Preeklamsia
11.2 TUJUAN KHUSUS
-
Mengetahui hubungan an tara kadar petanda angiogenik ( s-FLTl, PIGF) dengan petanda hipoksia (HIF) & antioksidan (vitamin E) pada wanita preeklamsia dibandingkan dengan yang normotensi
II. 3 MANFAAT PENELITIAN
I. Aspek Pengembangan Ilmu Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengetahui Sejauh mana hubungan kadar petanda angiogenik (s-FLTI, PlGF) dengan preeklamsia. Sejauh mana hubungan kadar antioksidan (vitamin E) dengan preeklamsia. Sejauh mana hubungan petanda hipoksia (HIF) dengan preeklamsia. -
Bagaimana hubungan antara petanda angiogenik, antioksidan dan hipoksia pada preeklamsia
2. Aspek Aplikasi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai untuk memperkirakan kejadian preeklamsia berdasarkan kadar petanda angiogenik (s-FLTl, PIGF), serta hubungannya dengan kadar antioksidan dan keadaan hipoksia , yang pada akhirnya akan berkaitan dengan rencana pengelolaan I terminasi yang lebih awal
6
pada kasus yang cenderung berkembang menjadi berat.
(dapat dilanjutkan
dengan penelitian kohort) 11.4 HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara kadar petanda angiogenik (s-FLTI, PIGF) dengan preeklamsia. Terdapat hubungan antara kadar antioksidan (vitamin E) dengan preeklamsia. Terdapat hubungan antara petanda hipoksia (HIF) dengan preeklamsia. Terdapat hubungan antara kadar petanda angiogenik dengan antioksidan dan atau hipoksia pada preeklamsia.
7
-
--
-
-
--
-
:::;;,.... ..:_.;:... � . _ =- �= -;;..
. ...: ----=. � ::;:.::_ -
� -
BAB III METODE PENELITIAN
10.1 DESAIN PENELITIAN Cross Sectional untuk menilai kadar petanda angiogenik
(sFLT-1 dan PIGF)
dan petanda hipoksia (IDF) serta kadar antioksidan (Vitamin E) pada wanita hamil (preeklamsia & normotensi)
111.2 POPULASI DAN SAMPEL
-
Populasi: wanita hamil usia reproduksi yang masuk di bagian Obstetri Ginekologi RSU. Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado dan RS jejaring sekitar. Sampel:
Sampel
penelitian
adalah
anggota
populasi
penelitian
yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai Preeklamsia dan Normotensi. 111.3 BESAR SAMPEL Besar sampel untuk masalah peneli tian korelatif dua varia bel d.ihitung berdasarkan rum us (Jerrold N. Zar,
1996: 380 "Biostatistical Analysis" 3rd) =
n=Za-Zp0.5lni+r1-r2+3 Agar rumus ini dapat digunakan
maka diperlukan informasi awal tentang:
1. Nilai a yang akan digunakan untuk menguji Ho 2. Nilai � atau power yang akan digunakan (power = 1 - �). dan 3. Nilai koefisien X dan Y, yakni nilai r (nilai ini dapat diperoleh dari penelitian sebelumnya atau dalam literature, atau melalui prapenelitian) 4.
Jika digunakan
a= 0.05 dan power = 0.80 serta r=0.40 maka diperoleh
n= 1.64-{-0.842)0.5lnl+0.401-0.402+3=37.3=38(per kelompok)
8
--
--
III.4 DEFINISI OPERASIONAL 1. Preeklamsia
adalah penyakit yang timbul setelah
ditandai dengan tekanan darah
umur
kehamilan 20 minggu yang
� 140/90 mmHg yang disertai proteinuri. Pengukuran
tekanan darah dilakukan pada lengan atas 2-3 em dari fossa kubiti. Dimana pengukuran tekana.tl darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. 2.
Hamil normotensi adalah kehamilan dengan tekanan darah normal skala nominal
3. Preeklamsia ringan adalah hipertensi yang terjadi pada usia kehamilan dengan tekanan darah � 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik :::::
> 20 minggu
15 mmHg atau
tekanan sistolik ::::: 30 mmHg disertai adanya proteinuri � 300 mg/24 jan1 atau
1+
pada pemeriksaan kualitatif. 4. Preeklamsia berat adalah preeklan1sia dengan salah satu atau lebih gejala
dan tanda
P.ibawah ini : a. Tekanan darah sistolik � 160 mmHg
dan tekanan
darah diastolik
>
90 mmHg
skala nominal. b. Proteinuri > 5 gram/24 jam atau 3+ atau c.
Oliguria ( <500cc/24 jam )
d.
Kenaikan kreatinin serum
e.
Edema paru dan sianosis
f.
Nyeri epigastrium
4+ pada pemeriksaan kualitatif
g. Gangguan visus dan serebral (pandangan kabur, nyen kepala, perubahan kesadaran) h.
Sindroma HELLP
9
5. Usia kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 37�42 minggu dari hari pertama
haid terakhir
6. Proteinuri adalah adanya protein dalam urin yang diperiksa secara kualitatif 7. Pemeriksaan kadar petanda angiogenik, hipoksia & antioksidan melalui serum darah
maternal dimana darah diambil sebanyak 10 ml kemudian disentrifuge, dipisahkan
dan disimpan dalam lemari pendingin kemudian dikirim ke Laboratorium utk dinilai kadarnya
8. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu dan menetap setelal1 12 minggu post partum, atau didapatkan adauya riwayat hipertensi sebelumnya dengan proteinuri negatif 9.
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang timbul selama kehamilan tanpa proteinuri dan tekanan darah kembali normal setelah melahirkan.
10. Paritas
a. Nulipara: Wanita yang belum pernah melahirkan bayi dengan usia kehamilan >
20 minggu atau Berat Janin > 500 gram
b. Primipara: Wan.ita yang barn 1 kali melahirkan bayi dengan usia kehamilan > 20 minggu atau Berat J anin > 500 gram
c. Multipara : Wanita yang pemah melahirkan � 2 kali, bayi dengan usia kehamilan > 20 minggu atau Berat Janin > 500 gram,
11. Umtir : usia sesuai tahun kelahiran (dalam tahun) a. Usia Reproduksi Sehat : usia ibu hamil 20- 35 tahun b. Usia Reproduksi Ekstrim: usia ibu hamil < 20 talmn atau > 35 tahun 10
12. Berat Badan: Berat Ibu hamil yang dihitung dengan menggunakan timbangan Perhitungan yang digunakan : a.
Berat Badan saat diagnosa
b.
Indeks Massa Tubul1 (hanya sebagai pembanding), yaitu: BB ( kg ) IMT
=
-----------------
TB (m) 2 Pembagian IMT (WH0,2004): IMT <18,5 IMT 18,5 - 22,9 IMT 23
c.
-
24,9
=
Berat badan kurang
=
Normal
=
IMT 25,0 - 29,9
=
IMT >=30,0
=
Normal tinggi Gemuk Obesitas
Selisih pertambahan Berat Badan (dengan sebelum hamil atau saat trimester I)
13. Merokok a.
Aktif
: Penderita yang menghisap rokok secara langsung
b.
Pasif
: Penderita yang tidak menghisap rokok tapi hampir setiap hari terpapar dengan lingkungan yang berasap
III.S. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Sampel penelitian adalah anggota populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai kasus dan kontrol, yaitu :
11
- Kriteria inklusi :
1. Kehamilan dengan Preeklamsia (sesuai defmisi operasional) 2. Kehamilan dengan Normotensi untuk Kontrol 3. Usia kehamilan > 24 minggu
4. Menggunakan standar pengobatan yang sama I sesuai protokol
-
Kriteria Eksklusi
1. Hipertensi kronis (mumi) 2. Kehamilan dengan Riwayat Kelainan Medik. Berat (DM, Asma & penyak:it kronis) 3. Pengguna supIemen khusus vitamin E yang reguler I rutin
4. Tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian
5. Tidak ada penyulit Obstetrik lain.
111.6. PROSEDUR PENELITIAN a.
Penelitian ini dilakukan pada subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan diberikan penjelasan tentang prosedur penelitian yang ak:an dilakukan dan kegunaannya.
b. Bagi calon subyek penelitian yang bersedia mengikuti penelitian ini diminta mengisi formulir protokol dan menandatangani formulir persetujuan ( informed consent ) yang telah tersedia. c.
Subyek penelitian kemudian diperiksa tekanan darah dan penilaian proteimrria
12
d. Pengambilan darah vena sebanyak 8 cc Kadar petanda angiogenik (sFlt-1, PlGF) , petanda hipoksia (IDF) dan kadar antioksidan (Vitamin E) serta
win untuk
menilai kadar
proteinuri . .
e. Pengambilan darah vena dan serum 1. Darah vena atau plasenta diambil dengan menggunakan j arum suntik sebanyak 10 cc dan dimasukkan dalam tabung SST dibagi dalam 4 tabung).
(Serum Separator Tube)
Tabung SST
dibolak-balik
sebanyak 4 x 2,5 cc (
sebanyak
3-5 kali untuk
memisahkan bagian serum dan sel darah merah . 2. Darah diletakkan tegak lurus dalam wadah ice box dan ice
atau
ice gel
kemudian diberikan
dry
untuk menjaga suhu berada pada 2-8 °C. Tutup ice box dengan
penutup dan dibawah dengan hati-bati ke laboratorium pada box dengan suhu 2-8 °C f.
Transportasi sampel 1. Darah segera dibawa ke laboratorium ldinik dalam waktu kurang dari 4 jam untuk disentrifus dan segera dikerjakan ataupun disimpan dalam freezer dengan suhu <-20°C 2. Selama transportasi sampel berada dalam
ice box
g. Pengeijaan sampel dan penyimpanan sampel di laboratorium 1. Sampel serum dalam tabung SST dibiarkan tegak Iurus dalam suhu ruangan selama 30 menit kemudian di sentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 1000 X g 2. Ambil bagian semm yang ada dengan hati-hati dan kemudian diperiksa dengan menggunakan Elisa kit yang ada.
13
3 . Untuk sampel yang belum diperiksa, segera aliquot ke dalam tabung 1,5 cc dan tutup dengan rapat kemudian simpan dalamfreezer dengan suhu
h.
<
-20°C
Reagen yang digunakan 1.
sFlt-1 1.
Human Soluble VEGF R I I Flt-1 Immunoassay
11.
Quantikine I R&D Catalog Number DVR 1OOB
2. PIGF: 1.
11.
HumanPIGF Quantikine I R&D Catalog Number DPGOO
3. IDF-1 alfa: 1.
n.
Human Hypoxia-Inducible Factor 1 (IDF-1) ELISA kit Cusabio Catalog No. CSB-El2112h
4. Vitamin E: 1.
Human Vitamin E (VE) ELISA Kit
ii. Cusabio Catalog No. CSB-E07893h 1.
Prosedur kerja ELISA 1. Persiapan reagen, sampel dan standard sesuai instruksi
2. Tambahkan 100 uL pelarut (Assay Diluent) pada tiap well
3.
Tambahkan 100 uL standard dan sampel pada tiap well. Inkubasi selama 2 jam pada suhu ruangan.
14
4.
Aspirasi & cuci 4 kali.dalam washer
5. Tambahkan 200 uL konjugat ke tiap well. Inkubasi 2 jam pada suhu ruangan. 6.
Aspirasi & cuci 4 kali dalam washer
7.
Tambahkan 200 uL substrat larutan ke tiap well. Inkubasi
30 menit ke atas meja.
Hindari cahaya.
8.
Tambahkan
50
uL "Stop Solution" ke tiap well.
menit. Koreksi pada panjang gelombang
Baca pada
450
nm
dalam
30
540 nm.
III. 7 ANALISIS DATA 1. Deskriptif
2. Korelasi dan Regresi Logistik -
Untuk pengujian Hipotesis digunakan Analisis Korelasi dan Regresi Logistik
- Diolah dengan menggunakan program SPSS
Solutions) verst
(Statistical Package for Sciences
17.
III. 8 PERSETUJUAN ETIK
Setiap pasien yang akan diikutsertakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan prinsip etika penelitian, yaitu setiap wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan maksud
dan
dalam penelitian telah dilakukan konseling terlebih dahulu dengan penjelasan
dan tujuan penelitian ini. Setelah mendapatkan penjelasan maka subyek penelitian
menandatangani surat persetujuan penelitian ( informed consent ).
Penelitian ini dilakukan dengan persetujuan ijin dari Direktur
I Komisi Medik Etik
RSU Prof. Dr. R.D. Kandou I Fakultas Kedokteran Unsrat Manado (terlampir) 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.l KARAKTERISTIK SAMPEL Karakteristik sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel I. Tabell. Karakteristik Sampel
NORMOTENSI Umur (thn) �20 21-30 31-35 >35
PREEKLAMSIA
8
6
20 7
13 11
5
10
18
15
Paritas Nulipara (PO) Primipara (Pl) Multipara (P2: 2)
13
8
9
17
BeratBadan <60
28
6
61-.80
12
23
0
ll
8 1 -100
Riwayat Merokok Tidakada Pasif Aktif Belum I sudah inpartu Belum Inpartu Sudah Inpartu Usia kehamilan (minggu)
18
39
21
0
2
1
26
27
14
13
<34
1
5
34-<37
2
2
37-40
24
23
>40
13
10
Derajat Tek Darah I Preeklamsia Normotensi Preeklamsia Ringan PreeklamsiaBeratl
40
0
0
16
0
24
16
IV.2 HUBUNGAN PETANDA ANGIOGENIK DAN PREEKLAMSIA Hubungan petanda angiogenik VEGFR-1 atau sFLT-1 dan PlGF dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. TabeL2 Kadar sFLT-1 pada pasien normotensi dan preeklamsia PREEKLAMSIA
NORMOTENSI
sFltl
RATA-RATA
KISARAN
RATA-RATA
( STDDEV)
(INTERVAL)
( STD DEV)
2251,33
755,45-2624.71
2950.7763 (221.34)
IK
KISARAN (INTERVAL)
2012.37-3245.07
95%
( 4 1 6.12)
Kadar sFlt-1 pada normotensi dan preeldamsia , secara berurut, yaitu 2251.32 , SD 416,17 .dan 2950.78 , SD 221.34
,
CI 95% , berhubungan sangat bermakna dengan
kejadian preeklamsia ( p < 0.001), sensitivitas 90%, spesifisitas 100%.
,..
I '
• • •
'
' '
I soo .oo
, 000 ;00
1 500 00
:zooo .oo
z.soo .oo
3 000. 00
3500.00
VEGF_R1
Grafik 1. Hubungan antara VEGF R l dan Peluang Terjadi Preeklamsia (Hubungan Positif)
17
Jika digunakan Cut value
P
0.05 batas peluang terjadi Preeklamsia, maka nilai ini
=
bersesuaian dengan cut of point kadar VEGF Rl
=
2587.36 pg/dl
Tabel 3. Kadar PIGF pada pasien normotensi dan preeklamsia
NORMOTENSI
PIGF
PREEKLAMSIA
RATA-RATA
KISARAN
RATA-RATA
(STDD EV)
( INTERVAL)
( STD DEV)
391.67
75.8-1653.2
150.15
IK
KISARAN (INT ERVAL)
4.88-479.64
95%
(105.33)
(293.92)
Kadar PlGF pada normotensi dan preeklamsia, secara bemmt, yaitu 391.67 , SD 293.92 dan 150.15 , SD 105.34 , CI 95%
•
berhubungan sangat bermakna dengan kejadian
preeklamsia ( p < 0.001 ) • sensitivitas 8 0 %. spesifisitas 72.5 %.
\ •
'
\
• • I
\ \
• •
\
••
.�, � .---r �-� ------� 1500.00 1000.00 15110.00 2000.00 .00 PIGF
Grafik 2. Hubungan antara PIGF dan Peluang Terjadi Preeklamsia (Hubungan Negatif)
18
Jika digunakan Cut value P.
=
0.05 batas peluang terjadi Preeklamsia, maka nilai ini
bersesuaian dengan cut of point kadar PIGF
s-FLTl
=
238.67 pg/dl
merupakan reseptor VEGF yang banyak diproduksi oleh sitotrofoblas
pada saat terjadi invasi trofoblas pada jaringan sekitarnya. Produksi Flt-1 melalui sekresi secara endogen menghasilkan potongan Flt-1 yang bersifat larut disebut soluble Flt-1 (sFlt-1) yang dilepaskan ke sirkulasi. sFlt-1 merupakan bentuk Flt-1 yang kehilangan domain sitoplasmik
dan transmembran tetapi masih memiliki domain ligand-binding.
sFlt-1 berfungsi sebagai umpan selama perkembangan
dan mencegah VEGF berikatan
dengan reseptor KDR. (Davidson, 2004 )
Faktor pertumbuhan angiogenik ini kelihatannya memainkan peranan penting dalam fungsi
dan pembentukan vaskularisasi maternal selama kehamilan termasuk arteri
spiralis di uterus untuk memenuhi perfusi drui plasenta. Soluble Flt-1 (s-Flt-1) mengikat VEGF dan PlGF, berkompetisi dengan ikatan pada reseptor yang terletak di endometrium
dan berhubungan dengan kegagalan dari fungsi vaskularisasi. Levine
dkk melaporkan
adanya perbedaan faktor angiogenik yang signifikan pada preeklamsia, penurunan kadar VEGF disaat konsentrasi sFlt-1 meningkat.
Kadar
SFlt-1 meningkat pada plasenta dan serum
pasien preeklamsia yang
umumnya terdeteksi pada minggu ke-5 sebelum onset preeklamsia
dan menurun drastis
segera setelah persalinan. Kadar SFlt-1 normalnya akan berbanding terbalik dengan usia kehamilan. (Holger 2008, Dechend 2006).
19
Pada penelitian ini didapatk:an juga kadar sFlt-1 dan PlGF yang berbanding terbalik dan berhubungan sangat bermakna dengan kejadian preeklamsia, meskipun dari segi kadar yang didapatkan sedikit lebih rendah dibanding beberapa penelitian lain. Levine (2004) dan Noris (2005) mengemukakan juga adanya peningkatan sFlt-1 pada pasien Preeklamsia. Pada penelitian Levine, dari 40 sampel yang diambil setelah onset preeklamsia, didapatk:an 16 wanita dengan kadar sFlt-1 yang tinggi (rata-rata 5746 pg/mL) dan 24 yang agak rendah (rata-rata 3007 pg/mL) Robinson dkk (2006), membandingkan kadar serum sFlt-1 & PlGF dari 80 pasien Preeklamsia Ringan (PER) atau Preeklamsia Berat (PEB) dengan 32 kontrol. Hasil dinyatakan dengan median. Pasien preeklamsia mengalami penurunan PlGF (75,1 ± 14 mg!mL) dibandingkan kontrol (391 ± 54 pg/mL) dengan p< .0001) . sFLt-1 meningkat pada pasien preeklamsia dibanding kontrol (1081
±
108 vs 100.1
±
26.9 pg/mL,
p<.OOOl)., Konsentrasi PlGF 3 kali lebih rendah pada pada pasien dengan PEB (n=53) dibanding PER. Walaupun kadar s-Fltl 1,5 kali lebih tinggi pada PEB dibanding PER tetapi secara statistik tidak berbeda bermalma. Perbedaan ini juga tidak bermakna pada pasien PEB dan sindrom HELLP. Hasil yang didapatk:an
ini juga
sesuai dengan banyak penelitian terdahulu yang
mengungkapkan bahwa kadar serum PIGF menurun pada preeklamsia. Penurunan kadar ini terjadi karena PlGF
bebas mempunyai struktur yang homolog dengan VEGF
sehingga dapat terikat dengan sejumlah besar sFlt-1 dalam serum
yang
muncul saat
Preeklamsia. Kadar PIGF berbanding terbalik dengan kadar sFlt-1. (Chen Yu 2009, . Welch,2006,
Lam 2005
) 20
Beberapa peneliti m�ndapatkan bahwa plasenta pada penderita preeklamsia mengalami ekspresi berlebihan
dari faktor angiogenik yaitu sFlt dan mRNA ENG. Para
peneliti lalu mengg unakan sEng dan sFlt
untuk mengindul<si preeklamsia pada tikus
hamil. Perlakukan tersebut menyebabkan perubahan tekanan darah, peningkatan enzim hati dan proteinuria (Rana,2007; Lindheimer, 2007)
Baumann dkk juga mendapatkan
kadar sEng dan sFlt-1 serum lebih tinggi pada
wanita yang mengalami preeklamsia dibandingkan kontrol (sEng 5.57 ± 1.18 ng/mL
vs
5.02 ± 1.01 ng/mL, P= .009 ; sFlt l 1764 ± 757 pg/mL vs 1537 ± 812 pg/mL, P= .036), di mana sensitivitas
dan spesifisitas untuk memprediksi preeklamsia adalah 63% dan
57% untuk sEng serta 64% dan 56% untuk sFlt-1.
Dibandingkan penelitian Baumann basil yang kami dapatkan lebih tinggi, klmsusnya untuk sFlt-1 yang sensitivitas dan spesifisitasnya mencapai 90 %
dan 100 %,
yang kemungkinan besar juga terkait dengan saat pengambilan kasus.
Ohkuchi, dkk (2007) juga menunjukkan bahwa semakin dini onset dari preeklamsia, maka penurunan PIGF akan semakin besar (Ohkuchi,2007).
Menurut Lam
dkk (2005) , preeklamsia tidak berkembang pada semua wanita
dengan sFlt-1 yang tinggi atau PIGF yang rendah, tetapi dapat juga terjadi pada sFlt-1 yang rendah dan PlGF yang tinggi, dengan mekanisme yang belum dapat dijelaskan. Ditengarai peningkatan faktor "soluble" ini terjadi karena hipoksia plasenta.
21
-
-=--
-
-
=-
-
IV.III HUBUNGAN HIPOKSIA DAN PREEKLAMSIA
Kadar petanda hipoksia (IDF 1a.) pada subyek penelitian preeklamsia dan normotensi dapat dilihat pada tabel 4 Tabel 4. Ka da r HIF la pada normotensi dan preeklamsia NORMOTENSI
mF
PREEKLAMSIA
RATA-RATA
KI SARAN
RATA-RATA
( STDDEV)
(INTERVAL)
( STD D EV )
981.23
58.1-8493.3
624.30
(1273.7)
Kadar lllF 1273.70
la
IK
KI SARAN (INTERVAL)
120.23-1530.57
95%
(323.44)
pada nonnotensi dan preeklamsia , secara berurut, yaitu �981.23 , SD
, dan 624.30 , SD 323.44 , CI 95% , berhubungan bermakna dengan kejadian
preeklamsia ( p
=
0.04), sensitivitas 62.5%, spesivisitas 57.5 %.
�-
1
Q. "0 •
ll" '6 ! II.
•
.00
2000.00
-1000 .00
1000 .00
8 000. 00
10000.00
HIF
Graflk 2.
Hubungan antara
.HlF dan
PeJuang Terjadi PreekJamsia (Hubungan Negatif)
22
Jika digunakan Cut value P � 0.05 batas peluang terjadi Preeklamsia, maka nilai ini bersesuaian dengan cut of point kadar lllF
Hipoksia
merupakan
kondisi
=
977,0 pg/dl
insufisiensi
oksigen
dibandingkan
dengan
kebutuhan. Adanya invasi trofoblas yang tidak adekuat dan kegagalan remodeling dari arteri spiralis uteri akan menyebabkan perfusi plasenta yang buruk. Hal inilah yang menjadi dasar dari patologi preeklamsia
dan retriksi pertumbuhan dalam rahim pada
kehamilan. (Granger JP, 2001)
Dalam masa kehamilan awal, diferensiasi trofoblas terjadi pada lingkungan dengan tekanan oksigen rendah yang penting untuk pertumbuhan embrio dan plasenta yang normal. Di sekitar I 0-12 minggu, saat ruang intervilli terbuka ke peredaran darah maternal, terjadi peningkatan tekanan 02. Pada preeklamsia, diperkirakan terjadi kegagalan pada mekanisme tersebut. (Caniggia, 2002) Hypoxia Inducible Factor-fa (IDF-la) merupakan sebuah elemen penting yang
.
digunakan dalam pengaturan transkripsi berbagai gen yang muncul dalam kondisi kadar oksigen yang rendah. HIF-la terdiri
dari 2 sub unit yaitu lllF-l
a dan HIF-1�. Dalam
kondisi normoksia, IDF-1a akan terdegradasi secara cepat. Pada kondisi hipoksia, IDF-1 a menjadi stabil dan pada akhirnya akan menginduksi gen-gen tertentu. ( Zagorska, 2004;
Hendrawan , 2009) lllF-la yang mengalami stabilisasi bergabung dengan IDF-1 � dan semua protein translokasi ke inti dan mengikat IDF-1 Respons Element (HRE) yang terdapat pada berbagai gen target. Sekalipun pada penelitian ini juga didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara lllF-la dengan kejadian preeklamsia, namun gambaran yang lebih tluktuatif 23
-= --==
-
=
� -
-
-
-
----= =----= =-====--
menunjukkan bahwa kondisi hipoksia ini lebih kompleks dan kelihatannya bisa terjadi dalam tiap tahapan khususnya pada proses yang lebih awal. Protein HIF-la, protein HlF-2a dan target gen, seperti Flt-1
dan hidrolase
tyrosine akan meningkat secara signifikan pada plasenta penderita preeklarnsia sebesar 50-100% dibandingkan kelompok kontrol kehamilan normal yang dipasangkan sesuai dengan umur kehamilannya. Rajakumar
mengemukakan bahwa mRNA illF-la. juga
terekspresi dalam level yang konstan pada semua
plasenta sepanjang
masa gestasi,
sementara mRNA HIF-2a. meningkat secara signiflkan sesuai dengan usia gestasi. Protein-protein IDF-1 a. dan HIF-2a. menurun secara signifikan sesuai dengan umur gestasi. Baik
protein IDF-la maupun protein HIF-2a., keduanya diekspresikan dalam
preeklamsia , dan kadar IDF-la. yang tinggi pada jaringan plasenta kehamilan dapat dihub�gkan dengan proses patogenesis dan patofisiologi hipertensi.
IV.4 HUBUNGAN VITAMIN E DAN PREEKLAMSIA Kadar antioksidan vitamin E pada subyek penelitian preeklamsia dan normotensi dapat
dilihat pada tabel5
Tabel 5. Kadar Vitamin E pada pasien normotensi dan preeklamsia NORMOTENSI
VitE
PREEKLAMSIA
RATA-RATA
KISARAN
RAT A-RATA
(ST D DEV)
(INTERVAL)
(STD DEY)
8537.21
5.8 -24365.2
700.61
( 6299.74)
IK
KISARAN (INTERVAL)
311.6 - 1158.4
95%
(233.90)
24
Kadar Vitamin 6299.74
E pada normptensi dan preeklamsia, secara berumt, yaitu 8537.21 , SD
dan 700.61 , SD 233.70 , dengan CI 95% , berhubungan bermakna dengan
kejadian preeklamsia ( p
=
0.002), sensitivitas 100%, spesivlsitas 80 %.
•
\ •
• • • . 00
•
5000 . 00
1 0000 . 00
1 5000 .00
W_E
20000.00
2�00. 00
GrafJ.k 4. Hubungan antara Vitamin E dan Peluang Terjadi Preeklamsia (Hubungan Negatif)
Jika digunakan Cut value P
=
0.05 batas peluang terjadi Preeklamsia, maka nilai ini
bersesuaian dengan cut of point kadar Vit. E
Beberapa
penelitian
=
2406.25 pg/dl
membuktikan
bahwa
plasenta
memproduksi sejumlah besar superoksida dan disertai seperti vitamin E dan aktifJ.tas enzim-enzim
penderita
Preeklamsia
penurunan kadar antioksidan
antioksidan. Pada penelitian ini kadar
vitamin E menurun secara bennakna pada Preeklamsia yaitu 700.61 , SD 233.70
dan
pada pasien normotensi 85 37.21 , SD 6299.74 dengan sensitifitas 100%dan spesillsitas 80%. Di sisi lain juga kondisi hipoksia plasenta dan stress oksidatif akan meningkatkan 25
produksi prostaglandin dan
_
peroksidasi lipid.
Lipid peroksida terbentuk jika radikal
bebas berinteraksi dengan asam lemak tak jenuh pada membran sel. Peroksidasi lipid yang berlebihan akan membutuhkan
sejumlah besar antioksidan
radikal bebas yang terbentuk dari proses tersebut sehingga antioksidan
dalam serum seperti vitamin
dalam lemak. Vitamin
menurunkan konsentrasi
E yang merupakan antioksidan yang larut
E dianggap antioksidan yang paling tepat untuk mencegah
pembentukan radikal bebas kadar vitamin
untuk menetralkan
dari lipid yang teroksidasi, hal
ini menerangkan mengapa
E pada Preeklamsia menurun. Namun tidak semua penelitian dapat
membuktikan penurunan kadar vitamin
E. Penurunan kadar vitamin E lebih sering
didapatkan pada kasus Preeklamsia berat. Berdasarkan hal-hal tersebut d i atas maka beberapa penelitian berusaha memberikan suplementasi vitamin
E untuk mencegah
terjadinya stress oksidatif plasenta yang diharapkan dapat menurunkan risiko terjadinya Preeklamsia, sekalipun basil dari banyak penelitian juga masih kontroversi.
( Roberts
2003, Raijmakers 2004, Rumbold 2006, )
IV.5 HUBUNGAN DAN GABUNGAN ANTAR PETANDA
DENGAN
KEJADIAN
PREEKLAMSIA Hubungan antar petanda angiogenik (sFLT-1 dan PIGF), petanda hipoksia (HIF) dan petanda antioksidan (Vitamin
E) terhadap kejadian preeklamsia baik secara tunggal maupun
dalam kombinasi dua petanda dapat dilihat pada tabel6.
26
Tabel. 6 Korelasi sFlt-1, PIGF, HIF la dan Vitamin E
PIGF VEGF_Rl
PIGF
HIF
IV.6
HUBUNGAN
-.443
Pearson Correlation
..
HIF
Vit E
-. 1 1 8
-.729••
Sig. (1 -tailed)
.000
. 1 48
.000
N
80
80
80
Pearson Correlation
.074
.222*
Sig. ( 1 -tailed)
.258
.024
N
80
80
Pearson Correlation
.203*
Sig. ( 1 -tailed)
.035
N
80
ANTARA
PETANDA
ANGIOGENIK
DENGAN
PETANDA
HIPOKSIA DAN KADAR ANTIOKSIDAN PADA PREEKLAMSIA Hubungan antara petanda angiogenik sFLT-1 dan PIGF dengan petanda hipoksia (HIF la) dan antioksidan (vitamin E) dapat dilihat pada tabel 7 .
27
-
_..=: ;::;: -:::
-
� --:::: -.=-
-
- --
� -
-
�
�� t;:!!::_
�-
�=--� --� � .= · -
-
- - -=
om-r. -=-=:-
-
Tabel
7 Korelasi
antar petanda
angiogenik dengan
petanda
hipoksia
dan
kadar
antioksidan
PETANDA ANGIOGENIK
IDPOKSIA
KADAR ANTIOKSIDAN
(HIF 1 alfa)
( Vitamin E )
-0,118 ( p > 0,05 )
-0,729 ( p < 0,01)
0,074 ( p > 0,05 )
0,222 ( p < 0,05 )
sFitl
PIGF
Hasil penelitian ini memmjukkan bahwa petanda tunggal terkuat yang berhubungan dengan kejadian preeklamsia adalah sFlt-1, dan hila digabung maka kombinasi yang baik yaitu sFlt-1 dan Vitamin E. Secara
umum,
didapatkan bubungan
antara petanda angiogenik dengan Vitamin E, tetapi tidak dengan petanda hpoksia i yang digunakan yaitu illF 1 a. Hal ini bisa dipahami mengingat patomekanisme preeklamsia yang sangat luas dan kompleks yang kelibatannya melewati proses penting tahapantahapan penting yang terjadi lebih dulu. Patogenesis preeklamsia melibatkan beberapa proses yaitu invasi trofoblast yang inadekuate sehingga remodeling arteri spiralis tidak sempurna yang mengakibatkan perfusi oksigen plasenta juga tidak sempurna. Secara teoritis, perfusi oksigen plasenta yang tidak sempurna selanjutnya menyebabkan hipoksia jaringan plasenta yang inemproduksi illF sebagai salah satu factor transkripsi dan Sflt-1 sebagai respon terhadap keadaan
hipoksia tersebut. Peningkatan kadar reseptor SFlt-1 ini
akan mengikat
sejumlah besar VEGF dan PIGF bebas yang diperlukan dalam proses angiogenesis 28
-= -=--= _ _
� -
--
-
-
-= _ ...,... -
plasenta sehingga keduanya tidak aktif secara biologis. Kadar PlGF yang terdeteksi pada penderita PE menurun
dan berbanding terbalik dengan kadar SFlt-1.
menyebabkan keadaan stress oksidatif d isertai pelepasan proinflamasi
•
Hipoksia juga
berbagai macam sitokin
dan proproliferasi serta radikal bebas reaktif oksigen spesies (ROS) yang
akan diimbangi oleh mekanisme pertahan dari antioksidan (salah satunya vitamin
E) yang
inadekuat maupun yang berlebihan. Reaksi ini selanjutuya menyebabkan cedera disfungsi endotel yang membangkitkan berbagai respon inflamasi
dan
dan berlanjut pada
munculnya gejala maternal Preeklamsia.
Kombinasi
kadar petanda angiogenik sFlt-1 dan antioksidan vitamin E pada
penelitian ini yang memeiliki hubungan bermakna dengan kejadian preeklamsia, dapat diterangkan berdasarkan teori hipoksialreperfusi dan stress oksidatif yang dikompensasi dengan· mekanisme pertahanan terhadap stress oksidatif tersebut dengan menggunakan senyawa-senyawa antioksidan.
Diperkirakan bahwa hipoksia plasenta menstimulasi produksi yang berlebihan dari faktor angioge� meskipun hipoksia tidak dapat digambarkan sesederhana gambaran IDF-la. (Redman, 2009). Hasil penelitian yang menggambarkan tidak adanya hubungan petanda angiogenik dengan hipoksia, bisa juga diartikan bahwa kondisi hipoksia memang sudah lebih dulu terjadi, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan dalam bentuk kohort untuk mengevaluasi status hipoksia preeklamsia lebih awal dalam kaitannya dengan perkembangan faktor-faktor angiogenik yang ada, serta menentukan mana yang lebih dulu terjadi.
29
Akhirnya, petanda-petanda biologik ini yang kadarnya mempunyai hubungan sangat bermakna dengan kejadian preeklamsi mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi faktor-faktor prediktif melalui penelitian lanjutan sehingga kemungkinan terjadinya preeklamsia sedini mungkin bisa diketahui dan dapat dilakukan intervensi untuk mengantisipasi atau bahkan mencegah penyulit yang bisa terjadi.
30
BAB V KESIMPULAN & SARAN V.l KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan sangat bermakna antara kadar petanda angiogenik (s-FLTI, PlGF) dengan preeklamsia. 2 . Terdapat hubungan sangat bermak:na antara kadar antioksidan (vitamin
E) dengan
preeklamsia. 3.
Terdapat. hubungan bermak:na antara kadar petanda hipoksia (HIF Ia) dengan preeklamsia.
4. Terdapat hubungan antara kadar petanda angiogenik dengan kadar antioksidan (Vitamin
E) tetapi tidak terdapat hubungan antara kadar petanda ang1ogenik dengan
kadar petanda hipoksa i (HIF la)pada preeklamsia. 5. Petanda yang memiliki hubungan paling kuat dengan kejadian Preeklamsia yaitu sFltl 6. Kombinasi petanda yang memiliki hubungan paling kuat yaitu antara sFltl dan Vitamin E
V.2 SARAN I REKOMENDASI
1. Petanda-petanda biologik yang mempunyai hubungan sangat bermakna (sFltl , PlGF, Vitamin
E) mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi faktor-
faktor prediktif, sehingga kemungkinan terjadinya preeklamsia sedini mungkin bisa diketahui dan dapat dilakukan intervensi untuk mengantisipasi atau babkan mencegah penyulit yang bisa terjadi, selain untuk menjadi bahan penelitian lanjutan. 2. Penelitian lanjutan dalam preeklamsia
lebih
bentuk kohort untuk mengevaluasi status hipoksia
awal dalam kaitannya
dengan perkembangan faktor-faktor 31
--
----==-
--::
--
--== � - - --_
--
---
._ -=- - - : - - = - - - �
-------
angiogenik yang ada, khususnya untuk menjelaskan mekanisme
mana yang lebih
dulu tetjadi. 3.
Penilaian & pemberian antioksidan (vitam in E), minimal·dimulai pada kasus-kasus risiko tinggi
32
Ucapan Terima Kasih Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes karena penelitian ini bisa terselenggara atas dana dari Risbin Iptekdok Balitbangkes Tahun 2011 dengan nomor grant : HK.06.01/1!1070/2011
33
DAFTAR PUSTAKA
1.
Barton JR, Sibai BM. 2007.
7th edition. Texas
Preeclampsia. In : Manual of Obstetric,
Lippincott Williams & Wilkins 2007 : 1 82-190
2. Baumann MU. Bersinger NA. Mohaupt MG. et al.2008. First-trimester serum
levels of soluble
endoglin and soluble fms-like tyrosine kinase-1 as first-trimester markers for late-onset preeclampsia. Am J Obstet Gyneco/ 2008;199:266.el-266.e6.
3.
Bianco AT. Smilen SW. Davis Y. Lopez S, Lapinski R, Lockwood CJ.
Pregnancy outcome and
weight gain recommendations for the morbidly obese woman. Obstet
Gynecol 1998;91 :97-
102.)
4. Caniggia I. Winter JL. 2002.
Adriana and Luisa Castellucci Award Lecture 2001 Hypoxia
Inducible Factor-1 : Oxygen Regulation of Trophoblast Differentiation in Normal and Pre eclamptic Pregnancies-A Review.
Placenta 2002; 23, Supplement A, Trophoblast Research.
16, S47-S57
.5.
Chen Y.
Novel Angiogenic Factors for Predicting Preeclampsia: sFlt-1, PIGF, and Soluble
Endoglin. The Open Clinical Chemistry Journal
2009; 2.: .1-6
6. Cwmingham FG, Grant NF. Laveno KJ et all. 2005.
Hypertensive Disorders in Pregnancy. In :
Williams Obstetric, 22nd edition. New York : Mac Graw Hill. 2005 : 787-93
7.
Davidson JM.
New Aspect in the Pathophysiology of Preeclampsia. J Am
Soc Nephrol 2004;
1.5: 2440-2448.
8.
Dechend R, Luft F.
Angiogenesis factors and preeclampsia.
Nature Medicine. 2008: 14(11 ).p.
1 1 87-1188 34
9.
Emery PS. 2005. Hypertensive Disorder of Pregnancy: Overdiagnosis is Appropriate. Clev Clin J ofMed, 2005; 72(4): 345�52
10. Granger JP ,
Hypertension
Alexander BT, Llinas MT, Bennett WA, Khalil RA. 200 1. Pathophysiology of
During Preeclampsia
Linking
Placental Ischemia With
Endothelial
Dysfunction. Hypertension. 2001 ;38[part 2]:718-722
1 1 . Helskel
S, Vuorela P, Carpen 0 et al. Expression of Vascular Endothelial Growth Factor
Receptors 1,2 and 3 in Placentas from Normal and Complicated Pregnancies. Molecular Human Reproduction, 2001; 7: 205-1 0
12. Hendrawan S, Jusman SWA, Ferdinal F, Prijanti AR, Wanandi SI, Sadikin M. 2009. Expression
of hypoxia inducible factor-la
(HIF-la) gene and apoptosis in the heart induced by
systemic hypoxia. Med J Indones 2009; 18;97-101 .
13. Holger S. 2008. Angiogenic factors and preeclampsia: an early marker is needed. Clinical Science Immediate Publication 2008 ( CS20080598)
14. Hulya A, Seyithan T , Konca A, Ebubekir B,
Nuri
B,
Yakup K. Antioxidant potential and
transferring, ceruloplasmin, and lipid peroxidation levels in women witb preclampsia. J Invest Med 2003 ;51(5):284-7
15. Lam C., Lim K, Karumanchi SA. 2005. Circulating Angiogenic Factors in The Pathogenesis
and Prediction of Preeclampsia. Hypertension 2005 ; 46:1077.
16. Levine, RJ. 2004. Circulating Angiogenic Factors and the Risk of Preeclampsia.
N Engl J
Med, 2004, 350;7
35
17. Levine RJ, Qian C, Maynard SE, Yu KF, Epstein FH, Karumanchi SA. 2006. Serum sFltl concentration during preeclampsia and mid trimester blood pressure in healthy nulliparous women. AJOG 2006 � 194 : IV_1 034-1041
18. Lindheimer MD, Romoero R. 2007. Emerging Roles of Antiangiogenic and Angiogenic Proteins in Pathogenesis and Prediction of Preeclampsia . Hypertension 2007; 50:35-36
19. Lyall F, Bellfort M. 2007. Pre-eclampsia : etiology and clinical practice. Cambridge University Press. Cambridge. United Kingdom.
20. Masuyama H, Suwaki N, Nakatsukasa H, Maswnoto A, T ateishi
Y, Hiramatrsu Y.
Circulating
angiogenic factors in preeclampsia, gestational proteinuria and preeclampsia superimposed on chronic glomerulonephritis. AJOG 2006 ; 194 (2) : 551-6
2 1 . Mohan ](, Venkataramana G. Status of lipid peroxidation,gluthatione, ascorbic acid, vitamin E and antioxidant enzymes in patients with pregnancy - induced hypertension. Indian J
Physiol Pharmacol 2007; 51(3):284-8
22. Ness RB, Zhang J, Bass D, Klebanoff A.2008. Interactions between Smoking and Weight in Pregnancies Complicated by Preeclampsia and Small-for-Gilstational-Age Birth. Am J of
Epid. Vol.l68;427-433
23. Noris M, Perico M, Remuzzi G. 2005. Mechanism of Disease : Pre-eclampsia. Nat Clin Pr
Nephr 2005 1, 98-1 14
24. Ohkuchi A, Hirashima C, Matsunara S, Suzuki H, T akahashi H, et al. 2007. Alterations in placental growth factor levels before and after the onset of preeclampsia are more pronounced in women with early onset severe preeclampsia. Hypertension Research (2007)
30, 15 1-159
36
-----=-
_::_ --==---= =--- ----=-=-
=-_ __:_ _ -
-
�
-
--
-
25. Okamoto T, Niu R, Mizutani S, Yamada S. 2003. Levels of placenta growth factors in
gestational trophoblastic disease. Am J Obstet Gyneco/ (2003): 1 35-40.
26. Pipkin FB.2008. Smoking in Moderate/Severe Preeclampsia Worsens Pregnancy Outcome,
but Smoking Cessation Limits the Damage. Hypertension 2008;5 1 ; 1042-1046
27. Rachimhadhi T. 2005. Preeklamsia dan Eklamsia Dalam
llmu Kbidanan, Yayasan
Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
28. Rajakumar A, Conrad KP. 2000.
Expression, Ontogeny and Regulation of Hypoxia-Inducible
Transcription Factors in the Human Placenta. Bioi Reprod 2000; 63: 559-69 29. Rana S, Karumanchi SA, Levine RJ Venkatesha S, Rauh-H JA, Tamez H, et al. 2007. Sequential
Chang�s in Antiangiogenic Factors in Early Pregnancy and Risk of Developing Preecla mpsia. Hypertension 2007; 50:137-142
30. Redman
CWG, Sargent IL. 2009. Placental Stress and Pre-eclampsia: A Revised View.
Placenta 2009; 23: S38-S42
3 1 . Roberts J, Balk JL, Bodnar L, Beliza J. 2003 . Nutrient Involvement in Preeclampsia. J. Nutr. 2003; 133 : 1684S-1692S
32. Robinson CJ, Johnson DD, Chang EY, Armstrong DM, Wang W. 2006. Evaluation of placenta
growth factor and soluble Fms-like tyrosine kinase
1
receptor levels in mild and severe
preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 2006 ; 195 : 255-9.
37
33. Roesbadi H.R., 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian lbu pada Penderita Preeklamsia dan Eklampsia disampaikan pada pengukuhan Jabatan Guru Besar tetap
dalam Bidang ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Medan.
34. Rumbold A, Crowther C, Haslam R, Dekker G,Robinson J, 2006. Vitamins C and E and the Risks of Preeclampsia and Perinatal Complications. N Engl J Med 2006 ; 354 (17). :.1796-
806
35. Sharma JB, Sharma A, Bahadur A, Vimala N, Satyam A, Mittal S. Oxidative stress markers and antioxidant levels in normal pregnancy and pre-eclampsia . Int J Gynaecol Obstet 2006;
94(1):23-7.
36. Sudinaya IP. 2003. lnsidensi Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Kalimantan Timur -Tahun 2000. CDK 139,13-15 .
.
37. Surjadi ML.1999. Perbandingan Rasio Ekskresi K.alsium I Kreatinin Dalam Urin Antara Penderita Preeklamsia dan Dan Kehamilan Normal, Maj Obstet Ginekol Ind 23, 23-26.
38. Tan K H, Kwek K, Yeo G S H. Epidemiology of pre-eclampsia and eclampsia at the KK Women's and Children's Hospital, Singapore. Sing Med J 2006; 47(1 ) : 48-53)
39. Wagner LK. Diagnosis and Management of Preeclampsia. Am Fam Physician 2004;70(2) 2317-24.
40. Welch P, Amankwah KS, Miller P, McAsey ME, Tony D. 2006. Correlations of placental perfusion and PIGF protein expression in early Iauman pregnancy. AJOG 2006 ; 194.: 1625-
31
38
4 1 . WHO, Make every nwther anti child count, in The world health report. 2005, World Health Organization, Geneva, Switzerland, 2005.
42. Zagorska A. Dulak J. 2004.
H/F-1
:
the known and unknown of hypoxia .sensing. Acta
Biochimica Polonica 2004; 51 (3):563-78
39
LAMPIRAN I PENGAMBILAN DARAH I SERUM 1.
Darah vena atau plasenta diambil
dimasukkan dalam tabung SST
dengan menggunakan
(Serum Separator Tube)
tabung). Tabung SST dibolak-balik sebanyak darah merah .
sebanyak
(
10 cc
dan
dibagi dalam
4
3-5 kali untuk memisahkan bagian serum dan sel
2. Darah diletakkan tegak lurus dalam wadah ice box untuk menjaga suhu berada pada
jarum sulltik
sebanyak 4 x 2,5 cc
dan
kemudian diberikan dry ice atau ice gel
2-8 °C. Tutup ice box dengan penutup dan dibawah dengan hati ke
laboratorium
TRANSPORTASI SAMPEL 1 . Darah harus segera dibawah ke laboratorium dalam waktu kurang dari 4 jam untuk disentrifus dan segera diker:jakan ataupun disimpan dalam freezer dengan suhu <-20°C 2. Selama transportasi sampel diusahakan agar berada dalam ice box dengan suhu 2-8 °C
PENGERJAAN SAMPEL DAN PENYIMPANAN SAMPEL DI LABORATORIUM 1 . Sampel serum dalam tabung SST dibiarkan tegak lurus dalam suhu ruangan selama 30 menit kemudian di sentrifuse selama 1 5 menit dengan kecepatan 1000 x g 2. Ambil bagian serum yang ada dengan hati-hati dan segera diperiksa dengan menggunakan Elisa kit
yang ada.
3. Untuk sampel yang belurn diperiksa, segera aliquot ke dalam tabung 1,5 cc dan tutup dengan rapat kemudian simpan dalamfreezer dengan suhu < -20°C
40
LAMPIRAN 2.
PROSEDUR PENGERJAAN ELISA A.
SFlt-1 (
Human Soluble VEGF Rl / FLT-1)
1. Persiapan : Kit R&D Quatikine Human Soluble VEGF Rl/ FLt-1 immunoassay Catalog no. DVRJOOB , dibuka dari kemasannya yang terdiri dari : MATERIALS PROVIDED �sct1ptlon VEGF R1
Mlero�ate - 96 well polystyrene
8 \V911s) coato-j With VEGF R1
a mouse
conJuga1 o - 21
microplatE (12
strips of
monoclonal antibody against VEGF R 1 .
mLMal of
polyclonal antibody against
VEGF Rt oonlugatedto horseradish peroxidase wfth preSErtatlves.
VEGF R1 Standard · Recombinant human VEGF Rl In a buffer with phlllzad.
preservatiVes;
lyo
As$8y DilUent RD1-68
preservatives.
Ce II L.ysls Buffer 2
preservat lves.
•
1 1 mL'vlal of a bu.1fered s-:>lutlon with
- 21 mUvlal ot a buffered solutlc·n with
calibrator Diluent R0&-10 - 21 with
mLJvlal ot a buffered protein base
sodium azide and other preservatives.
V/ash Buffer Concentrate . 21 mLJvla l of a 25·fold concentrated solutlcn o1 buffGted surfactant with preservativGs. Color Rt
Color RtJagent B - 12.5 mL.tvlal of stablllze:s chromogen (tcrtrsmothytbonzldlne).
OVR1 OOB
891095
1 plate
891096
1 vial
891097
3
v1als
895528
1 vial
895347
1 vial
895468
2 Vials
895003
1 "'lal
895000
1 vial
895001
1 vial
Stop Solution - El mllvlal of � N sulfuric acid.
895032
- Adhesive strips.
-
Plate Cove"'
Cat. It
Part 4i
1 vial 4
strips
2. Perbatikan cara penyunpanan dan k1t dan klta yang telah d1buka harus dikerJakan dalam waktu bulan .
STORAGE Unopened Kit
Store al ?
. go C. l)o nol use past kit expirdllon dale.
Uilutcd Wash 8u1tor St opSolution
Cell L�s BUtter 2
AssayDiluent nD1-68 Calibrator Diluent RD6·10 Opened!
ReconstltutM Reagents
May be stored for up to 1 mon1h at 2
- oo C. •
Conjugate
Unmixed Color Reagent A
Unmixed Color Reagent B DISC3rd after uso. uso a troSh &tandard tor oach
Standard
assay.
Microplate Wells
desiccant pad<, reseal along entire edge of zip-seal.
Return unused wGIIs to thQ roll pouch containing tM
May be stored lor up lo
I
month at ? 8• C.' •
41
3. Persiapan reagen dan Buffer: a. Wash buffer - Keluarkan Wash buffer Concentrate dari lemari pendingin biarkan dalam suhu ruangan hingga kristalnya mencair dan campurkan dengan baik - Campurkan 20 ml Wash buffer Concentrate dengan 480 ml distiled water untuk membuat 500 ml wash buffer. b. Substrate solution - Reagen warna A dan B dicampurkan dalam jumlah sama sesuai kebutuhan yang akan dipakai dan dibiarkan selama 15 menit bercampur sebelum dipindahkan ke setiap sumur. Untuk setiap sumur diperlukan 200 J.ll substrate solution yang terdiri dari 1 OOJ.!l Reagen warna A dan 1 00J.ll Reagen warna B. c. VEGF Rl standard - Buatlah stock soluution campuran standard VEGF R1 dengan Distilled water . Pipet 900 J.ll Calibration Diluent RD6-1 0 ke dalam 2000 pg/mL tube . Kemudian pipet 500J.1l ke tabung selanjutnya untuk menghasilkan seri dilusi sperti gambar dibawah ini :
� � nn n (�n l� d.L T
,�_:--·.
.;. .. !
!
I I I (I
• ;&
20,000
2000
pglmL
4.
pglmL
1000
pglmL
500
pglml
250
pgfmL
-
125
pglmL
62.5
pgfmL
31.2
pglmL
Persiapan alat elisa reader : a. Alat elisa reader dihidupkan dan dibiarkan running selama 30 menit b. Alat tersebut dikalibrasi dan dibuat standard sesuai pemeriksaan yang ada
5. Prosedur kerja pemeriksaan elisa : a. Setelah persiapan reagen, sampel dan standard siap serta alat elisa reader dihidupkan b. Ambil VEGF Rl microplate sesuai kebutuhanjumlah sumur (well) yang dibutuhkan.
,
c. Tambahkan 100 111 standard kontrol dan sampel ke masing-masing sumur . d. Jnkubasi selama 2 jam atau di shaker pada suhu ruangan 42
e. Aspirasi dan cuci sebanyak 4 kali .
f. Tambahkan 200 .tl f• conjugate pada setiap sumur . g. Inkubasi selama 2 jam atau di baker pada suhu ruangan
h . Aspirasi dan cuci sebanyak 4 kali .
i. tambahkan 2001-11 substrate solution pada setiap sumur j. lnkubasi 30 menit . bagian atas ditutup dengan untuk melindungi dari cahaya k. Tambahkan 501J.l stop solution pada setiap sumur
L Baca pada mesin elisa reader pada panjang gelombang 450
nm
selama 30 menit. Kemudian
dilakukan A. correction pada panjang gelombang 540 atau 570 run.
m. Hasil pembacaan diprint pada printer yang ada.
B.
PIGF ( Human Placenta Growth Factor)
1 . Persiapan
:
Kit R&D Quatikin£ Human PlGF immunoassay Catalog no. DPGOO dibuka dari
kemasannya . yang terdiri dari :
MATERIALS PROVIDED Description
P/GF Microplate - 96 well polystyrene microplate (12 strtps of 8 wells) coated with a mouse monoclonal antibody against P/GF. P/GF ConJugate - 21 mUvlal of polyclonal antibody against PlGF conjugated to horseradish peroxidase with preservative.
P/GF Stal'ldi!ltd - 1 nglvlal of recombinant human PlGF in a buffered protein base with preservative; lyophilized.
Part It
Cat. It DPGOO
890509
1 plate
890510
1 vial
89051 1
3- vlals
Assay Diluent RD1-22 - 1 1 ml.Nial or a buHered protein base with preservative. May contain crystals. Mix W911 to resusp9nd before using.
895490
1 vtal
Calibrator Diluent RDSK - 21 mL/VIal of a buffered protein base with preservative. For celt cuttu/"'9 sup9rnate samples.
895 1 1 9
1 vial
Calibrator Diluent R06-11 - 21 mUvlal of a buffered protein base with preservative. For sertlfT1/plasrna/urtne samples.
895489
1 vial
Wash Buffe r Concentrate - 21 ml.Nial of a 25-fold concentrated solution of buHered surfactant with preservative.
895003
1
vial
Color Reagent A - 12.5 mL/Vial o1 stabilized hydrogen peroxide.
895000
1
vial
895001
1 vial
895032
1 vial
Color Reagent B - 12.5 mL.Niaf o1 stabilized chromogen (tetramethylbenzldlne).
Stop Solution - s ml.Nial of 2 N sul1ur1c acid. Plate Covers - Adhesive strips.
--
4 strips
43
2. Perhatik.an cara penyimpanan dari kit dan kita yang telah dibuka harus dikerjakan dalam waktu •
�M.
STORAGE Unopened Kit
StorA at � - 8' C. Do not UM pRst kit Axpiri!1ion d�;ta.
Diluted Wash Buffer StopSolution
C311brator Diluent RD5K
Q\Hbrator Diluent ROG- 1 1
Opened/ Rcconstitut�d Reagents
ASsayDiluent RDt-22
I month at 2 - ac C. •
ConJugate unmrxed COlor Reagent A
Unrnix&d Color
Reagent B
Standard
Microplate Wells 3.
May tJq stored lor up to
01scard me PlQF s1ock s·JIUU·:m af!er 4 hours. Use a tr�h �ndam tc:r each ASAAy.
Rr.turn unus,;,d weiis to th,;, bi
pc.uch containing the
desiccant pact .. reseal e�long enUre �d·;,;l9 ol Lip-seal.
May:Je stcred l::>r upto 1 rr.onth at 2
•
a= c.·
•Provided thi!" is v.ithin the P.xpirAtion dAte of thP. kit. a. Wash buffer •
Keluarkan
Wash buffer Concentrate
dari lemari pendingin biarkan dalam suhu ruangan hingga
kristalnya mencair dan campurkan dengan baik •
Campurkan 20 ml
Wash buffer Concentrate
dengan 480 m1 distiled water untuk. membuat 500
m1 wash buffer. c.
Substrate solution
•
Reagen warna A dan B dicampurkan dalam jumlah
sama sesuai kebutuhan yang akan dipakai
dan dibiarkan selama 15 menit bercampur sebelum dipindahkan ke setiap sumur. Untuk setiap sumur diperlukan 200 111 substrate solution yang terdiri dari 1 OOJ.l] Reagen wama A dan 1 001!1
Reagen warna B. c. PLGF standard •
Buatlah stock soluution campuran standard PIGF Standard dengan RD6-l l
(untuk serum)
sebanyak 1 000 pg.mL. Biarkan sock solution standard selama 15 menit dan kocok perlahan sebelum membuatkan dilusi
44
-� = =�
- Pipet 500 Ill Calibration Diluent ke masing tube . Kemudian pipet 500j.il ke tabung selanjutnya untuk menghasilkan seri dilusi sperti gambar dibawah ini :
4. Persapan i alat eli; a. A1at elisa read -
. ll ll ll ll [I
-::= ._ ,.1 pglmL
pglrnL
1000
b. Alat tersebut
500
pglmL 250
P91mL 125
pglmL 62.5
pglmL 31.2
pglmL 15.6
5 . Prosedur kerja pemeriksaan elisa : a. Setelah persiapan reagen, sampel dan standard siap serta alat elisa reader dihidupkan b. Ambil PlGF microplate sesuai kebutuhanjumlah sumur (well) yang dibutuhkan c. Tambahkan lOOj.il Assay Diluent RDI-22 pada setiap sumur c. Tambahkan 100 Ill standard , kontrol dan sampel ke masing-masing sumur . d. Inkubasi selama 2 jam pada suhu ruangan e. Aspirasi dan cuci sebanyak 4 kali f. Tambahkan 200 j.il conjugate pada setiap sumur .
g. Inkubasi selama 2 jam pada suhu ruangan h. . Aspirasi dan cuci sebanyak 4 kali
i. tambahkan 200j.il substrate solution pada setiap sumur j. lnkubasi 30 menit . bagian atas ditutup dengan untuk melindungi dari cahaya k. Tambahkan 50j.il stop solution pada setiap sumur L Baca pada mesin elisa reader pada panjang gelombang 450 nm selama 30 menit. Kemudian
dilakukan 'A correction pada panjang gelombang 540 atau 570 nm.
m. Hasil pembacaan diprint pada printer yang ada.
45
� == =--
=
�
-==----=----
--
- -
.-·
-
-
-
C. HIF-1
a
1. Persiapan : Kit Cusabio Human Hipoxia-induciblefaclor-1 (HIF-1) (catalog No. CSB-12112h) dibuka dari kemasannya yang terdiri dari : .l.\-1A.T ERIALS PROVIDED Roe-A{til"UI"
QuAntlt.-y
A"'-ssay plate
1
Stnn<:L1rd
2
Sru:u.ple Diluen�
1
x.
20 n"ll
Biotin-antibody Diluent"
1
x.
1 0 nll
llR..P-<'1'--idin .I:>iluent
l x. l O nll
Biotin-antibody
1 X. 120j.tl
llR.P-Avidin
1
X
TMB Substrate
1
x.
1 0 nll
Stop Solution.
1
x
I O nJ.l
"W'ash Buffer
120pJ
1 x 20 nll (25 >
2. Perhatikan cara penyimpanan dari kit .
STORAGE 1.
Unopened test kits should be &tored at 2-8°C' upon receipt and the nticrotiter plate should be kept in a sealed bag \\"ith desiccants to minimize exposure to damp air. l11e test kit may be used rhrou�1out the expii·ation date of the kit. Refer to the package label for the ex'])iration date.
2.
Opened test kits will remaiu stable tmtil the e.'tpiring date shown. provided it is stored as presClibed above.
3. A microliter plate reader with a bandwidth of 10 nm or less and an optical density range of 3.
0-3 OD Ol' greater at 450nm wavelength is acceptable for use in absorbance measurement.
a. Wash buffer - Keluarkan Wash buffer Concentrate dari lemari pendingin biarkan dalam suhu ruangan hingga k:ristalnya mencair dan campurkan dengan baik - Campurkan 20 ml Wash buffer Concentrate dengan 480 ml disti/ed water untuk: membuat 500 ml wash buffer. b. Standard - Buatlah standard dengan 1 ml sample diluent untuk: membuat sampel solution 50 nglml. Biarkan standard selama 15 menit kemudian dicampirkan dengan pelan sebelum dilakukan serial 46
dilution.
Undiluted standard sebagai standard tertinggi (50ng/ml) sedangkan sample diluent
sebagai zero standard (0 ng/ml) c. Biotin antibody - Dilusi konsentrasi kerja sesuai yang tertera pada label dengan menggunakan biotin antibody diluent ( 1 : 1 00) d. HRP-avidin - Dilusi konsentrasi kerja sesuai yang tertera pada label dengan menggunakan HRP avidin diluent ( 1 : 1 00)
4. Persiapan alat elisa reader : a. Alat elisa reader dihidupkan dan dibiarkan running selama 30 menit
b.
Alat tersebut dikahbrasi dan dibuat standard sesuai pemeriksaan yang ada
S. Prosedur kerja pemeriksaan elisa : a. Setelah persiapan reagen, sampel dan standard siap serta alat elisa reader dihidupkan b. Biarkan semua reagen dan sampel dalam suhu ruangan sebentar. Siapka assay plate. c. Tambahkan I 00 � standard , kontrol dan sampel ke masing-masing sumur . Tutup dengan
Adhesive strip dan inkubasi selama 2 jam pada suhu 37 °C d. Keluarkan cairan pada setiap sumur dan jangan dicuci I wash e. Tambahkan
1 001-ll Biotin antibody working solution pada setiap sumur
f. Inkubasi selama 1 jam pada suhu 37°C g. Biotin antibody working solution akan kelihatan sedikit buram . Biarkan pada suhu ruangan dan campur perlahan hingga cairan menyatu. h. Aspirasi setiap sumur dan cuci sebanyak 3 kali dengan menggunakan wash buffer (350!-11). Keluarkan seluruh cairan dari setiap t.
sumur dan balikan diatas kertas tissue yang bersih
Tambahkan 1 00!-ll HRP avidin working solution pada setiap sumur . Tutup dengan plate dengan kertas adhesive strip yang baru. Inkubasi selama
1 jam pada suhu 37°C
k. Ulangi aspirasi seperti pada langkah "h" 1. Tambahkan 90J.ll TMB Substrate pada setiap sumur . Inkubasi 30 menit pada suhu 37°C . Hindari perubahan cahaya dan suhu dengan menaruh pada daerah yang gelap
47
m. Tambahkan 50J,Ll stop solution pada setiap sumur
.
Jika perubahan wama tidak menyeluruh ,
dengan hati plate digeserkan . n. Periksa pada mesin elisa reader dalam waktu 30 menit pada panjang gelombang 450 nm. Kemudian dilakukan ').. correction pada panjang gelombang 540 atau 570 nm.
m. Hasil pembacaan diprint pada printer yang ada.
D. VITAMIN E (ANTIOXIDANT) 1 . Persiapan : Kit Cusabio Human Vitamin E (VE) Elisa Kit (catalog No. CSB-E07893h) dibuka dari kemasannya yang terdiri dari :
M AT E R I ALS P·ROVI D E O Quantity
Reagent Assay plate
1
Stand ards (S 1 -S5)
5
Antibody
1 x 6 ml
HRP-conjugate
1 x 6 ml 1
Wash Buffer
x
f?nx,...n\ ncentrate
Substrate A
1 x 7 ml
Substrate B
1 x 7 ml
stop Solution
1 x 7 ml
Standard Concentration (�mol/ml)
1 5 ml
S1
S2
S3
S4
85
0. 1 5
0.62
2.5
10
40
48
2. Perhatikan cara penyimpanan dari kit STORAGE 1 .
unopened and
test
kits
the rnicrotiter
should
be
stored
at
2-B""C
plate s hou l d be kept. in a
upon
r ecei pt
�ealed bag. The
'tes.t kit may be used t.,roughout the expiration date of the kit,
provid ed
It
Is
stored
as
prescribed
above.
Refe r
to
the
package label for the expll'"atlon da"te.
2.
Opened test plate s h o u l d be stored at 2-e··· c In the a lu min um �oi l bag with des i ccan ts to rnt n l m lze exposure to darnp air. The
kits wi l l ren1aln steble until the expiring date shown. proVided ft.
t s stored 3.
as.
prescribed above.
A mtcrottter p l �te
re�der wtth
a bendwldth of
10
nm or
less
and an aptical density range of 0-$ OD or greater at 460nm wavelength
is
acceptable
1'or
use
in
absorbance
measurement.
3. Persiapan reagen dan Buffer: a. Wash buffer
- Keluarkan Wash buffer Concentrate dari lemari pendingin biarkan dalam suhu ruangan hingga kristalnya mencair dan campurkan dengan baik - Campurkan 20 ml Wash buffer Concentrate dengan 480 m1
distiled water
untuk membuat 500
ml wash buffer. b.
Standard - Buatlah standard dengan 1 ml sample diluent untuk membuat sampel solution 50 ng/ml. Biarkan standard selama 15 menit kemudian dicampirkan dengan pelan sebelum dilakukan serial dilution.
Undiluted standard sebagai standard tertinggi (50ng/ml) sedangkan sample diluent
sebagai zero standard (0 ng/ml) c . Biotin antibody - Dilusi konsentrasi kerja sesuai yang tertera pada label dengan menggunakan biotin antibody diluent ( 1 : 1 00)
d. HRP-avidin - Dilusi konsentrasi ketja sesuai yang tertera pada label dengan menggunakan HRP avidin
diluent ( 1 : 1 00)
49
4. Persiapan alat elisa reader : a. Alat elisa reader dihidupkan dan dibiarkan running selama 30 menit b. Alat tersebut dikalibrasi dan dibuat standard sesuai pemeriksaan yang ada 5. Prosedur kerja pemeriksaan elisa : a. Setelah persiapan reagen, sampel dan standard siap serta alat elisa reader dihidupkan b. Biarkan semua reagen dan sampel dalam suhu ruangan sebentar. Siapkan assayplate c. Tambahkan 50 J.1l standard dan sampel pada masing-masing sumur. Standard sebaiknya dibuat ganda/ duplo d. Tambah.kan
HRP Conjugate
VE pada setiap sumur yang sudah diisi standard dan sampel,
kemudian selajutnya ditambahkan 50J.1l antibody pada masing-masing sumur tersebut. Campur hingga merata dan inkubasi selama I jam pada suhu 37"C e. Isi tiap sumur dengan wash buffer
(± 250
Jl}) , diamkan selama 10 detik kemudian di spin. Ulangi
proses pencucian ini sebanyak tiga kali dan setiapkali penccucian , cairan harus dikeluarkan dengan baik. Pada akhir pencucian maka cairan harus dikeluarkan dengan baik dan dibalik diatas kertas tissue yang bersih d. Tambahkan 50J.1l Sustrate A dan Substrate B pada masing-masing sumur, campur dengan baik kemudian di inkubasi selama 1 jam pada suhu 3-r'C. Jaga plate dari cahaya dan perubahan suhu. e. Tambahkan 50J.1l stop solution pada setiap sumur. Setelah sumur yan g berisi standard berubah berwama biru. Jika perubahan warna tidak menyeluruh , dengan hati plate digeserkan . n. Periksa pada mesin elisa reader dalam waktu 10 menit pada panjang gelombang 450 run. Kemudian dilakukan A. correction pada panjang gelombang 540 atau 570 nm.
m. Hasil pembacaan dicetak
so
LAMPIRAN 3.
INFORMED CONSENT Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Umur Pekerjaan Alamat dengan ini memberikan ijin untuk dilakukan prosedur : Tanyajawab untuk pengambilan data guna pengisian kuesioner Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium Pemantauan perkembangan penyakit hingga akhir kehamilan Untuk penelitian : Analisa hubungan sFLT-1, PIGF, HlF dan vitamin E pada penderita preeklamsia
Saya telah mendapat penjelasan tentang risiko tindakan saat pengambilan darah. Saya juga telah dijelaskan bahwa prosedur ini tidak bertujuan untuk pengobatan melainkan hanya untuk pengambilan sampel penelitian. Jika tersedia sisa sampel darah saya setelah penelitian ini lengkap, saya mengijinkan sampel tersebut
digunakan untuk penelitian lanjutan dengan tidak mencantumkan nama saya.
Manado , Peneliti ,
Saksi ,
(dr.John Wantania,SpOG)
(
... ...... . . . . . . . .. . . . . . . .
2011
Pasien I Sampel penelitian ,
)
(
)
51