1� UMU
IAnalisis Mekanisme Kitosan Berat Molekul Rendah sebagai Kandidat Bahan Kemoterapi Pengganti Cisplatin untuk Kanker Mulot
Nama Penyusun Laporan : Yuniardini Septorini Wimardhani Anandina Irmagita Febrina Rahmayanti
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA
2012
Analisis Mekanisme Kitosan Berat Molekul Rendah sebagai Kandidat Bahan Kemoterapi Pengganti Cisplatin untuk Kanker Mulut
Nama Penyusun Lapo,.an : Yuniardini Septorini "'imardbani Anandina I rmagita Febrina Rahmayanti
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS L�DONESIA JAKARTA
2012
LEMBAR PENGESAHAN DAN PERNYATAAN Pernyataan Peneliti Dengan ini kami: menyatakan telah melakukan riset dengan judul seperti tertera pada butir 3; menyatakan keaslian riset ini dan bel urn pemah dilakukan oleh peneliti lain;
•
menyatakan bahwa riset ini bukan merupakan ulangan ataupun bagian dari program
•
kegiatan riset lainnya maupun kegiatan yang telah mendapatkan bantuan dari program lain dan program insentif riset kompetitif lainnya; menyatakan bahwa peneliti belwn pernah menjadi peneliti dalam program lain maupun
•
hibah lainnya yang bersifat nasional maupun internasional; Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benamya dan bila dikemudian hari terbukti tidak sesuai dengan pemyataan ini maka kami bersedia mengembalikan dana yang telah dipergunakan kepada pemerintah. Peneliti utama
Tanggal
Yuniardini Septorini Wimardhani
Peneliti
1
15 Febuari 2012
Tanggal
Anandina Irmagita
15 Peneliti 2
Febuari
2012
Tanggal
Febrina Rahmayanti
15 Febuari 2012
.
Pengesahan Institusi Penanggung Jawab Dengan ini kami: •
menyatakan persetujuan dilakukannya usulan riset dengan judul seperti tertera pada butir 3 di institusi kami dan bersedia untuk bertanggung jawab terhadap riset tersebut;
•
menyatakan bahwa usulan riset ini sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang ada pada institusi kami dan bersedia untuk mendukung riset ini dalam hal-hal tersebut.
Nama Dekan/Direktur/K (Wakil Dekan FKG Ul) Prof. Dr. M. Suharsini Soe Institusi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
1
A. LAPORAN HASJL PENELITIAN
•
2
RINGKASAN
Di banyak negara termasuk Indonesia, sebagian besar pasien ditemukan sudah pada stadium lanjut dan kemoterapi diberikan sebagai terapi induksi pada pasien stadium lanjut ini, karena pengangkatan jaringan tumor tidak dapat segera dilakukan. Kemoterapi untuk kanker regio kepala dan leher berhasil mengkontrol rekurensi lokal regional, namun tercatat peningkatan insidensi metastasis pada pasien dengan terapi ini. Seluruh golongan obat antikanker bertujuan mengganggu sintesis DNA pada proses pembelahan sel, proses pembentuk.an molekul untuk fungsi biologis sel dengan kecepatan mitosis yang tinggi dan akhimya memberikan efek sitotoksik. Selain efek sitotoksik yang tidak selektif, kemoresistensi sel kanker terhadap obat kemoterapi juga merupakan masalah yang besar. Oleh karena itu dibutuhan penemuan bahan antikanker yang bersifat selektif terhadap sel kanker sehingga menurunkan efek samping bahan kemoterapi. Sifat antikanker kitosan, suatu produk alam hasil deasetilasi sebagian dari kitin, telah ditelitii pada berbagai jenis sel tumor, namun belum dilakukan pada kanker mulut. Terdapat variasi sediaan kitosan yang diteliti dan beberapa kemungkinan mekanisme antikanker yang terlibat yang disebabkan oleh spesifisitas suatu bahan dapat berbeda pada setiap jenis sel kanker. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sitotoksisitas KMBR terhadap galur sel Ca922 dan kemungkinan mekanisme antikanker yang tetjadi. Penelitian ini menggunakan MTT assay untuk menetapkan efek sitotoksistas berdasarkan viabilitas sel Ca9-22 yang tersisa setelah paparan KMBR dan menganalisis sifat selektif toksisitas KBMR terhadap €a9-22 dibanding cisplatin. Uji TUNEL digunakan untuk mendeteksi populasi sel apoptosis dan Laser Scanning Cytometry digunakan untuk menganalisis konten DNA untuk mengetahui populasi sel pada setiap fase siklus sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KBMR mempunyai sifat sitotoksisitas selektif terhadap sel Ca9-22 dibandingkan cisplatin, walaupun IC5o cisplatin hanya 11100 dari KMBR. Efek paparan KBMR pada sel HaCaT jauh lebih aman dibandingkan cisplatin, dengan viabilitas 90% dibandingkan 49%(p
Kata kunci: kitosan, kanker mulut, sitotoksisitas selektif, apoptosis, siklus sel
3
PRAKATA
Assalamu'alaikum Wr Wb Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang karena ijin-Nya kami dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul "Analisis Mekanisme Kifosan Berat Molekul Rendah Sebagai Kandidat Bahan Kemoterapi Pengganti Cisplatin Untuk Kanker Mulut" yang dibiayai oleh Litbangkes Kementrian Kesehatan RI tahun anggaran 201 1 . Kami
sangat bersyukur karena
kami
telah berhasil
lotos
seleksi
dan diberi
kepercayaan untuk meneliti dan mengolah dana yang diberikan untuk kepentingan penelitian ini. Berhasilnya proposal penelitian ini lolos seleksi telah membuka kesempatan saya selaku peneliti utama khususnya dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia umumnya untuk meneruskan penelitian di bidang kanker mulut umumnya yang merupakan bidang yang masih termasuk jarang diteliti di Indonesia, serta pemanfaatan bahan alam kitosan untuk dikembangkan menjadi bahan altematif terapi kanker mulut. Terima kasih kami ucapkan kepada panel pakar bidang Penyakit Tidak Menular, Prof. Dr. Sofia Mubarika, MmedSc, PhD,
Dr dr Ahmad Hamim
Sadewa, dr. Nurjati Chairani Siregar, MS, Phd, SpPA(K), dr. Alida Harahap, S-pPK., Ph.D, dan DR. rer physiol, dr. Septelia Inawati Wanandi yang setia mengawal dan memberi masukan terhadap jalannya penelitian ini, mulai dari proposal hingga akhimya selesai . .
Beberapa hambatan dalam pelaksanaan rancangan awal metode penelitian yang meliputi masalah teknis metode laboratoriumm dapat teratasi dengan baik dengan adanya kerjasama dengan institusi yang memiliki fasilitas. Namun, kami menyadari bahwa ini adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian di bidang teknik biologi molekuler.
Ketekunan , kerja dan berpikir keras adalah kunci
kberhasilannya. Kendala dengan pengadaan barang masih ada pada pelaksanaan penelitian tahun ini,
namun
semuanya dapat teratasi
berkat kerjasama
dengan
beberapa peneliti lain yang berada di lingk:ungan FKGUI dan Lembaga Eijkman. Kami mengucapkan terimak.asih yang sebesar-besamya atas bantuan berbagai pihak dalam membantu terlaksananya penelitian ini, mulai dari staf administrasi, panitia pengadaan barang sampai teksnis laboratorium. Semoga dengan penelitian ini akan lahir penelitian-penelitian berikut yang akan terus memberikan sumbangsih terhadap kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kanker mulut yang akhirnya akan dapat mencegah dan mengatasi masalah ini.
Wassalamu'alaikum Wr Wb drg. Yuniardini S Wimardhani, MScDent
4
DAFTARISI
Lembar Pengesahan .
. .
.............
.
...
.
..
.
. .................
.
....
.
.
.........
.
. ............ ... .......
....
.. ...
...
.......
1
A. Laporan Hasil Penelitian ...... .................................................................................... 2 Ringkasan Prakata
......
.
.
. ..
.
.
.......... ...........
...........
. .......
.
. .
... .
.
.
.
.. .....
................... ..
3
. .. . ... ...
........... .
4
...........................................................................................................................
Daftar lsi
..
....
...
.
.
.
.
. ....
......... . .
Daftar Gambar. . .
.
.. ...
.
.
.....
.
.
Daftar Lampiran .
.
...............
... ......
............
. .......
Bab
.
. ...
I Pendahuluan . .. ..
.
Bab II Tinjauan Pustaka
.
.....
.....
.
..
...
... .. . .
....
.
. .. .
..
.
.......
. .
.
...
....
.
........
.
.
. ....... ..
.........................
.
. ........ ......... .......
.
.
.
. ..
. . . ..
..
. .....
...
....... .......... ......
.. .
.............
.
.
........
.
. . ..
.. ..........
........ . ........... .....
..
.............
.
.
.
.. ..
......
.
.
.... ..... ........ .........
.
.
....
.
..
..
.
..
..
....
.....
.........
.
.
. .. ...
.. . .. ...............
.... . .
..........
.
. ...... . .
..
.
. ........
...
.
........ .......
5
6
.......
.
.... ...
7
8
.. .11 ..
Bab III Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 17 Bah IV Metode Penelitian
. .. .
....... . .
BAb V Hasil dan Pembahasan .
. ..........
. ....
.
...........
.
.
........
.
.. .. ........ ............. ............ ... . ..... .. . .
...
Bab VI Kesimpulan dan Saran . .. . ..
Ucapan Terimakasih
..
..............
.................
..
.
. ...... .............
...
... .. . .
. .......................
.
.
. ..... ........ ...
.
.......
.
.
......
...
. ...
.
........
.
.
.... ...... . ... .. .. . ...
..
.
.. .
..
.
. ...
.
.
18 22
. .32
............. .
. .................... .................. .....
34
Daftar Pustaka ............................................................................................................35 Lampiran
...
.
....
..
.
.
...
...
.
. ............. ..... . ...........
......
B. Draft Publikasi Sinopsis Penelitian Lanjutan
. ......
.................. ....... .
C.
.
.. ..
.
......
.
....
.
....................
...................
. ............
.
.
. ...
. .
.
. ......
.. . .
.
...
.
. . ... . ...
.
..
........
.
.
.
..
..... .......... ..
. .... ...
..........
.
..... .......
. . .. .. .
..
.
..
. ..
......
.. .
.
...
41
.
.. ...
....
....
45
. 46
... .
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Efek paparan KBMR pada galur KSSRM dibandingkan dengan sel HaCaT 22 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
Gambar 2.
Memperlihatkan efek sitotoksisitas KBMR dibanding cisplatin pada sel Ca922 .......................................................................23
Gambar 3.
Perbandingan rata-rata persentasi viabilitas atau proliferasi sel HaCaT dan Ca9-22 yang diberi KBMR dan cisplatin padaiC5o.................... 24
Gambar 4.
Memperlihatkan morfologi sel apoptosis yang positif .................. 25
Gambar 5.
Hasil uji TUNEL sel Ca9-22 pada pembesaran akhir x300 dengan counterstain metilen hijau.......................................... 26
Gambar 6.
Hasil uji TUNEL sel HaCaT pada pembesaran akhir x300 dengan counterstain metilen hijau. ........................................ 26
Gambar 7_.
Grafik perbandingan persentasi jumlah sel Ca9-22 dibandingkan dengan HaCaT yang positif TUNEL....................................... 27
Gambar 8.
Analisis siklus sel Ca9-22 setelah paparan K.BMR dengan LSC ...... .28
Gambar 9.
Diagram batang yang memperlihatkan perbandingan populasi sel Ca9-22 dan HaCaT setelah paparan K.BMR dengan LSC........... 29
Gambar 10. Perbandingan morfologi sel Ca9-22 yang diberi KBMR atau
cisplatin dibandingkan dengan kontrol
. . . . . . .
..
. . . . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . .
. . . .
. 31 .
6
! �!
.
... !
Bl:!:i� . ·---·r
DAFTAR LAMPIRAN
Tabell.
Uji ANOVA Newman-Keuls Multiple Comparison Test Perbedaan Mean ±SD Viabilitas Sel Ca9-22 dan HaCaT setelah pemberian KBMR atau Cisplatin ........... ..... . . . . . . . . ................ . . ......... . . . ..40
Tabel2.
Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase SubGl Sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR . . . . . . ............. . .. . .... ............ ............41
Tabel3.
Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase G1 Sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR
Tabel4.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41
Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase S Sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR .............................. .....................42
TabeiS.
Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase SM Sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR ..
Tabel6.
. . .
.
. . .
.. .. .
. .
. . . . . . . .... ..... .
. . .
.. ... .
42
. . . . . ....
Uji ANOVA Newman-Keuls Multiple Comparison Test Perbedaan Mean±SD uji TUNEL pada sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR atau Cisplatin . . . .. ....... ..............................43
•
7
ilil .. '
..
,) ,
' !.- "' � , -
!!i·!i l ja!iioi!l �i;:rr �.., ,,,
BABI PENDAHULUAN
.
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis keganasan yang prevalensinya mencapai lebih dari 90% dari seluruh kasus keganasan di rongga mulut. Karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan masalah kesehatan di dunia karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas serta adanya perbedaan laju insidensi berdasarkan letak geografis. Di India, KSSRM merupakan masalah kesehatan utama karena merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi pada pria dan normer tiga tersering pada wanita (Sharma bertahap
yang
et al., 2010).
kompleks
sudah
Walaupun karsinogenesis merupakan proses ditetapkan
bahwa
terdapat
beberapa
faktor
predisposisi yang berhubungan dengan KSSRM yaitu merokok, konsumsi minuman beralkohol
dan nginang. Namun,
adanya
perbedaan dallam angka prevalensi
kemungkinan lebih disebabkan oleh latarbelakang genetik dan gaya hidup masyarakat di suatu area geografis (Copper
et a/.,1995). Prognosis pasien dengan KSSRM masih
ditentukan oleh stadium penyakit pada saat diagnosis yang akan menentukan modalitas terapi. Di banyak negara tennasuk Indonesia, sebagian besar pasien ditemukan sudah pada stadium lanjut sehingga prognosisnya menjadi kurang baik. Hal ini yang menyebabkan angka harapan hidup pasien dengan KSSRM di dunia belum meningkat dari sekitar 50% sejak beberapa dekade.
Saat ini kemoterapi diberikan untuk terapi induksi pada pasien stadium lanjut jika pengangkatan jaringan tumor tidak dapat segera dilakukan. Kemoterapi untuk kanker mulut yang digunakan saat ini menggunakan cisplatin, 5-fluoro-uracil (5-FU) dan docetaxel masih menimbulkan masalah bagi klinisi, karena besamya masalah efek samping yang ditimbulkannya seperti toksisitas pada sel myeloproliferatif, sel imun, dan pada sistem gastrointestinal yang akhirnya menyebabakn penurunan berat badan (Andreadisa
et al., 2003; Shibuya et al., 2004). Saat ini penelitian yang berupaya
menemukan suatu bahan antikanker dari alam yang dapat menurukan toksisitas terhadap sel normal banyak dilakukan.
8
Kitosan Sebagai Kandidat Bahan Alam Untuk Terapi Kanker Kitosan adalah polisakarida bermuatan positif yang merupakan produk deaseti1asi sebagian dari kitin. Kitosan banyak terdapat dalam kulit udang dan kepiting dan
mempunyai gugus D-glukosamin
dan N-asetil
glukosamin
yan� terdistribusi
acak
(Dutta eta/., 2004). Jumlah gugus N-asetil yang hilang menentukan derajat deasetilasi kitosan (DD). Kitosan merupakan biomaterial yang telah banyak digunakan k arena sifatnya yang biokompatibel, biodegradabel, tidak toksik dan adsorptif (Singla and Chawla, 2001; Suh and Matthew, 2000). Awalnya, kitosan dikenal dengan efeknya dalam menurunkan tingkat kolesterol plasma (Gallaher et a/., 2000; Sugano et a/., 1980). Data dari literatur beberapa tahun terakhir memperlihatkan bahwa kitosan mempunyai aktifitas biologis yang menarik, berupa efek peningkatan imunitas (Zaharoff et al., 2007), aktivitas antimikroba (Martinez et a/., 2010), membantu penyembuhan luka (Howling et al., 2001; Cai etal., 2010) dan aktitifitas antikanker (Maeda and Kimura, 2004; Takimoto eta/., 2004;
Qi et al., 2005a). Hubungan antara
karakteristik kitosan dengan aktifitas antimikrobanya juga telah dilaporkan (No eta/., 2002; Seyfarth etal., 2008; Zhang etal., 2010).
Laporan tentang aktifitas antikanker kitosan pada kanker mulut belum terdapat dalam literatur. Sebaliknya, penelitian in vitro dan in vivo efek antikanker kitosan pada jenis kanker lain telah banyak dilaporkan (Maeda and Kimura etal., 2004;
Qi
Qi eta/., 2005a;
eta/. 2006; Liu etal., 2010). Walaupun mekanisme yang menjelaskan bagaimana
kitosan berinteraksi dengan sel kanker masih belum jelas, beberapa mekanisme telah dihipotesis oleh penelitian terdahulu, yaitu ikatan mole.kul kitosan dengan sel membran atau endositosis atau internalisasi kitosan dalam bentuk nanopartikel (Huang eta!., 2004). Interaksi kitosan dengan membran sel ini mungkin diawali oleh adanya interaksi ionik antara molekul kitosan yang bermuatan positf dengan membran sel tumor yang bermuatan negatif {Yang et a/., 2009), yang akan mengaktifasi signalling pathway menuju apoptosis atau autofagi. Kemungkinan lain, interaksi dengan kitosan tersebut akan merusak membran sel dan mengganggu fungsi sel yang berguna untuk mempertahankan
viabilitas
sehingga menyebabkan nekrosis.
Hasil
penelitian in vitro menunjukkan bahwa efek antikanker kitosan bervariasi dan ditentukan oleh berat. molekul, ukuran partikel, dosis dan waktu inkubasi. Aktifitas
9
z::: M£ :=::ms aa
antikanker
in vivo kitosan menyebabkan penurunan berat dan volume tumor dan
ditentukan oleh cara pemberian (Qi
et al., 2006; Liu et a/., 2010). Cisplatin yang
merupakan obat antikanker yang umum digunakan untuk kemoterapi berbagai jenis kanker mempunyai sitotoksisitas yang jauh lebih tinggi dibanding kitosan (Qi
et al.,
2006). Namun, jika dilakukan penelitian lebih lanjut, kitosan mungkin mempunyai efek yang berbeda pada sel normal dibanding cisplatin (Luanpitpong
et a/., 2011 ),
karena kitosan dan bukan cisplatin, dapat menyebabkan proliferasi galur fibroblas dan keratinosit secara
in vitro (Howling et al., 2001), dimana kedua jenis sel tersebut
merupakan sel yang mengelilingi KSSRM. Aktifitas proliferatif kitosan pada fibrolas dan keratinosit berbanding lurus dengan DD (Howling berbanding terbalik dengan berat molekulnya (Wiegand
et al., 2001) namun
et a/., 2010). Uji pada sel
kanker seperti A549 yang menggunakan kitosan dan nanopartikel kitosan, sepertinya
zeta potential menentukan cellular uptake tapi tidak menentukan sitotoksisitas dan temyata berat molekul lebih menentukan zeta potensial daripada DD (Huang 2004). Oleh
et a/.,
karena itu, karakteristik kitosan mempunyai peran penting dalam
menentukan efeknya pada suatu sel, yang akan menyebabkan perbedaan efek yang tetjadi pada berbagai sel kanker yang diuji dengan kitosan pada penelitian-penelitian terdahulu (Pathak
et a/., 2007; Liu et al., 2009).
Dari semua uraian diatas, kemoterapi masih menjadi terapi awal pilihan untuk pasien KSSRM stadium lanjut, namun masalah yang berhubungan dengan farmakokinetik, resistensi dan toksisitas obat belum dapat diatasi. Diperlukan pengembangan bahan antikanker dari alam untuk dapat mengatasi masalah ini. Kitosan sudah diteliti mempunyai sifat antikanker pada beberpa jenis sel kanker. Aktifitas biologis kitosan terhadap sel kanker masih memperlihatkan hasil yang bervariasi, hal ini teijadi karena efek suatu bahan antikanker dapat berbeda tergantung jenis sel kanker yang diperiksa. Hal ini menyebabkan penelitian lebih lanjut dan lebih spesifik diperlukan untuk KSSRM, karena kemungkinan aktifitas kitosan dapat dibedakan oleh jenis sel yang sedang diteliti. Untuk nantinya dapat menjadi.kan kitosan kandidat bahan alam pengganti cisplatin dalam kemoterapi KSSRM.
10
BABll TINJAUAN PUSTAKA
Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) merupakan jenis kanker yang .
paling sering terjadi di rongga mulut dengan prevalensi >90% dari seluruh kasus keganasan di rongga mulut. Kanker ini menempati urutan keenam dari seluruh kanker yang sering terjadi di dunia dengan insidensi 500.000 kasus per tahun (Parkin et al., 1999).
Namun terdapat variasi laju insidensi dari tiap negara serta variasi dalam
kelompok-kelompok populasi di negara yang sama. Di Asia, terdapat peningkatan insidensi kanker mulut dengan 80% total kasus yang tercatat di dunia. Menurut laporan WHO, laju insidensi KSSRM di negara-negara maju bervariasi antara 2-4 kasus/1 00.000 sedangkan di Asia bagjan selatan mencapai 25 kasus/1 00.000 (Gupta et a/., 1999). Bel urn tersedia data survei epidemiologi nasional yang mencakup prevalensi dan faktor resiko untuk KSSRM di Indonesia, namun penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa prevalensi KSSRM adalah 0.05% (Zain et al., 1997) dan faktor resiko yang paling sering terlibat adalah kebiasaan menyirih dan konsumsi alkohol. Ter1epas dari beberapa faktor resiko yang sudab baku tersebut, adanya variasi dalam angka prevalensi juga dapat disebabkan oleb adanya keanekaragaman suku dalam masyarakat Asia Tenggara yang menyebabkan perbedaan genetik dan gaya bidup (Copper et al., 1995). Etiologi terjadinya KSSRM sangat kompleks (Silverman dan Sbilli.toe 1998) dan melibatkan beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya keganasan (Hanahan dan Weinberg, 2000). Sampai saat ini prognosis pasien dengan kanker mulut masih ditentukan oleb stadium penyakit pada saat pasien didiagnosis yang juga akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Di banyak negara termasuk Indonesia, sebagian besar pasien ditemukan sudah pada stadium •
lanjut sehingga prognosisnya menjadi kurang baik. Hal ini yang menyebabkan angka barapan bidup pasien dengan kanker mulut di dunia belum meningkat dari sekitar 50%
sejak beberapa dekade.
Saat ini kemoterapi diberikan untuk terapi induksi pada pasien stadium lanjut jika pengangkatan jaringan tumor tidak dapat segera dilakukan. Uji klinis terbaru melaporkan babwa kemoterapi sebagai terapi induksi atau kombinasi dengan radioterapi pada kanker regia kepala dan Ieber stadium lanjut memperlihatkan basil
11
yang sama atau lebih baik untuk angka survival dan preservasi organ dibandingkan dengan bedah dan radioterapi (Lamont
dan
Vokes 2001; Andreadisa
et a/.,
2003;
Argiris eta/., 2003a; Argiris eta/., 2003b). Kemoterapi untuk: kanker regio kepala dan Ieber berhasil mengkontrol rekurensi lokal regional, namun tercatat peningkatan insidensi metastasis pada pasien dengan terapi ini (Lamot dan
J./ okes
200 I). Oleh
karena itu peran kemoterapi juga menjadi lebih besar untuk mengatasi metastasis dan diperlukan penelitian untuk mendapatkan bahan kemoterapi baru yang dapat mengatasi masalah tersebut. Respon terhadap suatu obat antikanker dapat berbeda pada sekelompok pasien dengan jenis kanker yang sama. Pasien yang tidak memberikan respon
yang
baik
kemungkinan memerlukan obat antikanker yang sama sekali berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa respon terapi kanker tidak hanya ditentukan oleh jenis kanker, tetapi lebih jauh lagi pada variasi genetik yang terjadi pada masing-masing jenis kanker. Prinsipnya, terdapat dua pendekatan untuk menghilangkan sel tumor atau membatasi perkembangannya. Adanya defek fungsi diferensiasi pada sel kanker menjadi strategi pendekatan terapi antikanker melalui induksi diferensiasi sel ka.nker dengan mengkontrol fungsi siklus sel Startegi lain dikembangkan langsung untuk menginduksi kematian sel melalui aktivasi jalur apoptosis.
Proses apoptosis
merupakan proses yang sangat ketat dan melibatkan banyak molekul.
Hal ini
menyebabkan molekul yang berperan pada terjadinya apoptosis biasanya tidak berubah, walaupun pada jenis sel
kanker
yang paling agresif sekalipun. Oleh karena
itu molekul-molekul ini masih dapat dijadikan target untuk diaktivasi guna mematikan sel kanker. Sebenarnya, seluruh golongan obat antikanker bertujuan mengganggu sintesis DNA pada proses pembelahan sel, proses pembentukan molekul untuk fungsi biologis sel dengan kecepatan mitosis yang tinggi Namun, efek sitotoksik
ini
dan
akhirnya memberikan efek sitotoksik.
juga dapat mempengaruhi sel normal sehingga
menyebabkan efek samping berupa gangguan imunitas, gastrointestinal, hemostasis dan
kerusakan organ spesifik. Hal ini menyebabkan penentuan dosis kemoterapi harus
spesiflk untuk setiap pasien. Jika terlalu rendah maka tidak
akan
efektif terhadap
tumor, namun jika berlebih maka akan terjadi toksisitas yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien. Untuk itu diperlukan pembuatan skema dosis yang sangat detail yang
12
merupakan acuan pemberian dosis dan tindakan penyesua1an dosis jika terjadi toksisitas (Fouret
et a/., 2002; DeVita et a/., 2008).
Penelitian klinis tentang obat antikanker banyak dilakukan untuk kanker regio kepala dan leher, namun belum banyak yang dilakukan khusus untuk kan!<er mulut. Cisplatin (cis-diamminedichloroplatinum
II)
merupakan
obat
antikanker
yang
banyak
digunakan untuk terapi berbagai kanker, termasuk kanker di regio kepala dan leher. Cisplatin dapat berakumulasi di sel ginjal dan hati sehingga efektivitas kemoterapi cisplatin dibatasi oleh adanya efek nefrotoksitas dan kelainan hati yang berhubungan dengan dosis yang diberikan. Hal ini terjadi karena terjadi peningkatan peroksidasi lemak, peningkatan volume radikal bebas dalam plasma, penurunan tingkat enzim antioksidan dan glutathione dalam jaringan yang merupakan akibat induksi terjadinya
Reactive Oxigen Species (ROS) oleh cisplatin. Awalnya, cisplatin merupakan obat tunggal aktif yang digunakan untuk kemoterapi kanker Ieber dan kepala dengan respon sekiatr 30%, kemudian methotrexate, carboplatin, 5-fluorouracil (5FU) dan ifosfamid juga digunakan, namun responnya kurang baik. Obat-obatan generasi terbaru seperti taxanes, docetaxel dan paclitaxel memberikan respon yang tinggi namun tingkat toksisitas juga menjadi jauh lebih tinggi (Lamont dan Vokes 2001 ). Untuk kanker regio kepala dan leher, penelitian tentang efek terapi kombinasi cisplatin dan 5-fluorouracil telah dengan baik dilakukan dan memberikan angka respon sebesar 30-35% dengan remisi penuh pada 6% pasien dan telah diujikan dalam empat penelitian random besar dibandingkan terapi obat tunggal. Selanjutnya, dalam uji klinis pada pasien dengan kanker mulut, kemoterapi dengan kombinasi kedua bahan ini efektif meningkatkan angka harapan hidup bagi pasien yang mempunyai respon yang baik (Andreadisa
et al., 2003a). Kombinasi cisplatin dengan bahan lain
juga memberikan respon yang baik namun angka harapan hidup dan kualitas hidup pasien yang dipengaruhi oleh terjadinya efek samping belum dapat diperbaiki (Lamont dan Vokes, 2001 ).
Saat ini upaya pencarian kandidat bahan biopolimer untuk terapi kanker banyak dilakukan karena bahan ini bersifat biokompatibel dan biodegradabel sehingga dapat bermanfaat dalam memecahkan masalah fannakokinetik, toksisitas dan resistensi obat kemoterapi.
Hal
ini
memungkinkan
tercapainya
tujuan
kemoterapi
yang
mementingkan tingginya efesiensi obat di lokasi yang tepat dengan konsentrasi tinggi
13
dan
aman
pada waktu yang panjang. Salah satu bahan biopolimer yang saat ini
banyak diteliti adalah kitosan. Kitosan adalah produk hasil deasetilasi kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, banyak terdapat pada serangga, krustasea, dan jamur. Diperkirakan lebih dari 109-1010 ton kitosan diproduksi dari alam tiap tahun, sehingga nantinya tidak akan menjadi masalah jika bahan ini diperlukan dalam jumlah besar untuk produksi obat. Kitosan yang tersedia saat ini biasanya merupakan bahan polimer dengan variasi berat molekul (21kDa-2000kDa), viskositas dan tingkat deasetilasi (40%-98%) (Ilium, 1998; Takimoto et a/., 2004).
Kitosan tidak larut dalam larutan alkalin namun dapat membentuk garam dengan asam organik dan anorganik seperti asam glutamat, asam klorida, asam laktat dan asam asetat. Kitosan bermuatan positif dengan tingkat kelarutan yang tergantung derajat deasetilasi dan pH pelarut.
Hal ini membuat kitosan menjadi suatu bahan
bioadesif yang dapat berikatan dengan permukaan yang bermuatan negatif seperti membran mukosa. Saat ini banyak dikembangkan penelitian untuk mendapatkan struktur kimia kitosan yang dimodifikasi sehingga menghasilkan kitosan dengan berat molekul rendah yang larut pada larutan dengan pH netral seperti air (Cho
et a/.,
2006).
Sifat biokompatibilitas dan biodegradabel merupakan keunggulan dari kitosan (Tsai, 2000). Kitosan dapat dibentuk menjadi sediaan berupa gel, mebran,
film, bubuk,
serpihan atau cairan yang dapat digunakan untuk aplikasi di bidang industri dan biomedik (Matsunaga
et al., 2006). Aplikasi kitosan dalam bidang industri sudah
secara luas digunakan, beberapa contohnya adalah sebagai bahan penjemih air yang tercemar, pemumi bahan minuman, detoksiftkasi limbah metal, fungisida dan pelapis buah.
Kitosan
juga digunakan
sebagai
campuran
produksi
makanan,
industri
kosmetik, kedokteran gigi, produk perawatan rambut dan pembuatan lensa kontak (Ilium, 1998). Selain itu kitosan juga digunakan sebagai suplemen makanan yang dinyatakan dapat membantu penurunan berat badan dan bahan penurun kolesterol karena sifatnya yang mempengaruhi transportasi lemak dalam sistem pencemaan (Kato
et al., 2003).
14
Dalam bidang biomedik, aktivitas biologis kitosan sangat menarik sehingga memiliki sejumlah kemungkinan aplikasi yang menjanjikan (Kato
et al., 2003). Banyak
penelitian memperlihatkan aplikasi kitosan dan produk dengan bahan dasar kitosan di bidang kedokteran untuk penghantar obat, gen, spons dan hidrogel untuk transplantasi jaringan atau penyembuhan
luka (Gorzellanny
et a/., 2007).
Penelitian
lain
memperlihatkan peran kitosan dalam mempertahankan kultur sel osteoblas pada spons tiga dimensi yang menyebabkan mineralisasi spons (Heinemann et a!., 2009). Kitosan yang dipakai sebagai komponen pada bahan untuk tujuan penyembuhan luka juga menyebabkan percepatan penyembuhan yang kemungkinan disebabkan oleh efek peningkatan proliferasi fibroblas (Mizuno
et al., 2003).
Walaupun belurn diketahui dengan jelas mekanisme dan manfaatnya, bahan-bahan suplemen makanan tennasuk kitosan telah banyak digunakan oleh pasien dengan kanker di Jepang (Eguchi
et al., 2000). Dalam perkembangannya, saat ini sedang
banyak diteliti peran kitosan sebagai bahan antikanker yang dapat berdiri sendiri. Kitosan diketahui meningkatkan aktifitas sitotoksik makrofak dalam perkembangan tumor (Ni �himura
et al., 1984). Selanjutnya pada eksperimen paparan gel kitosan
pada model hewan coba dengan kanker payudara terlihat adanya efek terhadap hambatan metastasis (Chen
et al., 1997). Apoptosis pada sel melanoma juga
diakibatkan oleh paparan langsung kitosan (Murata
et al., 1989) sementara penelitian
lain memperlihatkan efek kematian sel tumor ini adalah akibat pen urunan uptake glukosa dan ATP oleh sel tumor (Guminska et al. , 1996). Kitosan yang terlarut dalam air dan berberat molekul rendah (KBMR) (21-120kDa) memperlihatkan efek anti tumor pada eksperimen yang menggunakan tikus yang diinduksi dengan sel Sarkoma 180 dan kemungkinan tetjadi karena efek pada peningkatan aktivitas sel NK di limfosit intraepitelial (Maeda dan Kimura 2004). Berikutnya, paparan kitosan dapat menyebabkan tetjadinya apoptosis pada sel tumor bladder melalui aktivasi Caspase-3 (Hasegawa
et al., 2001). Kemudian pada tumor yang sama diketahui bahwa kitosan
meningkatkan aktivitas caspase-8, yang menjelaskan bahwa aktivitas apoptosis yang tetjadi berhubungan dengan aktivasi
death receptor yang kemungkinan berhubungan
dengan interaksi kitosan dengan-TNFa/TNF-Rl(Takimoto
et a/., 2004). Penelitian
yang melihat efek penggunaan nanopartikel kitosan pada beberapa sel galur tumor secara
in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan mempunyai efek
sitotosik pada sel
tumor melalui mekanisme nekrosis dengan menetralisir tegangan
15
permukaan sel, menurunkan potensial membran mitokondria dan induksi peroksidase lemak
(Qi
et a/., 2007). Hasil penelitian in vivo menunjukkan bahwa pemberian
kitosan per oral selama
enam
minggu dapat memberikan efek antikanker dengan
adanya peningkatan ekspresi p21/Cip dan p27/Kip yang merupakan protein inhibitor sildus sel dan dikonfirmasi dengan penurunan ekspresi
antigen (PCNA)(Lin et al, 2007)
proliferating cell nuclear
.
Dari semua uraian diatas, kemoterapi masih menjadi terapi awal pilihan untuk pasien kanker
mulut
stadium
lanjut,
namun
farmakokinetik, resistensi dan toksisitas
masalah obat
yang
belwn
berhubungan
dapat
dengan
diatasi. Diperlukan
pengembangan bahan antikanker dari alam untuk dapat mengatasi masalah ini. Kitosan sudah diteliti mempunyai sifat antikanker pada beberpa jenis sel kanker. Aktivitas biologis kitosan terhadap sel kanker masih memperlihatkan hasil yang bervariasi, hal ini terjadi karena efek suatu bahan antikanker dapat berbeda tergantung jenis sel kanker yang diperiksa. Hal ini menyebabkan penelitian lebih lanjut dan lebih spesifik diperlukan untuk kanker mulut, karena kemungkinan aktivitas kitosan dapat dibedakan oleh jenis sel yang sedang diteliti. Untuk nantinya dapat menjadikan kitosan kandidat bahan alam pengganti cisplatin dalam kemoterapi kanker mulut.
•
16
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
TUJUAN PENELITIAN 1.
Menganalisis
toksisitas KBMR
dibandingkan
dengan cisplatin terhadap
keratinosit (sel HaCaT). 2. Menganalisis mekanisme antikanker KBMR dibandingkan dengan cisplatin terhadap sel kanker mulut (sel Ca9-22) khusus pada apoptosis dan proliferasi sel.
MANFAAT PENELITIAN 1.
Penelitian ini merupakan p.enelitian pionir yang menganalisis efek paparan kitosan pada KSSRM.
2.
Apabila KBMR memiliki sitotoksisitas terhadap galur KSSRM, maka akan menambah data
manfaat biologis
kitosan sebagai bahan alam yang
jumlahnya sangat melimpah di Indonesia, sehingga pemanfaatannya akan lebih optimal. 3.
Apabila KBMR memiliki sitotoksisitas selektif terhadap galur KSSRM, maka bahan ini akan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan antikanker yang dapat meminimalisir efek samping penggunaan obat antikanker konvensional.
4.
Diketahuinya mekanisme antikanker (apoptosis/ hambatan proliferasi) yang te:tjadi setelah paparan KBMR merupakan landasan teori yang akan menjadi dasar penelitian lanjutan, yang mengeksplorasi peran berbagai molekul lain yang terlibat.
17
BABIV METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah uji eksperimental laboratorium meng¥Wl akan sel Ca9-22 sebagai kultur sel perlakukan dengan kultur sel kontrol sel HaCaT. Eksperimental laboratorium menggunakan cisplatin sebagai bahan antikanker pembanding KBMR, juga akan dilakukan pada kedua sel tersebut. Disain penelitian yang digunakan adalah uji perbedaan antara kelompok perlakukan dengan kelompok kontrol.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Laboratorium Institute ofHuman
Virology and Cancer Biology
of The University of Indonesia (IHVCB-UJ), Laboraorium Histologi Lembaga Eijkman dan Laboratorium
Section of Molecular Embryology, Graduate School,
Tokyo Medical and Dental University. ALUR PENELITIAN
·
1. l:JJI TOKSISITAS KBMR vs OSPLATIN 2. ·. EF£KTIVITAS. A.N-TJKANkER t
PENENTUAN fC50 (KBMR DAN CISPLATIN)
SEL Cag-22 DAN SEL HaCat
ANALISIS VIABI LITAS ANALISJS SIKLUS SEL ANALISIS TUNEL
Analisis viabilitas sel kanker mulut setelah paparan kitosan Telah dilakukan uji viabilitas sel kanker mulut setelah paparan kitosan dibandingkan dengan Cisplatin. Sel Ca9-22 (sel kanker mulut dari yang dikembangkan dari gingiva oral squamous cell carcinoma JCRB0625) dan sel HaCaT
(dermal keratinocyte origin
cell line, immortalized, not tumorigenic (Boukamp, 1988)) dikultur selama 2 hari sebelum eksperimen dalam inkubator pada kondisi 5% C02, 37°C menggunakan
18
Dulbecco 's Modified Eagle 's Medium (DMEM) yang disuplementasi dengan 10%
Fetal Bovine Serum (FBS) dengan 100 IU/mL Penicillin, lOOmg/ml Streptomycin dan 2.5ug/ml Fungizone.
Kultur sel dicuci dengan bufer fosfat (PBS), dan diekspos
dengan 0.025% trypsin untuk melepaskannya dari wadah kultur.
Pada hari eksperimen, sel dipanen dan disentrifugasi (2000rpm, 4°C, 10 menit) diresuspensi dengan medium kultur. Dilakukan penghitungan jumlah sel, kemudian sejumlah 5.0 X 10 5 sel dalam lOOfll dimasukkan pada setiap well eksperimen dari plat 96 well berdasar rata yang sudah berisi medium kultur. Sel tersebut distabilisasi dalam inkubator selama 1 jam sebelum diekspos dengan kitosan/cisplatin. Kemudian sel diekspos dengan berbagai konsentrasi kitosan (stok 1%) dengan konsentrasi akhir 150, 200, 250, 300, 1000
dan
5000 �-tg/ml
dan
berbagai konsentrasi cisplatin (stok
lOmg/ml) dengan konsentrasi akhir 5, 10, 15, 20�-tg/ml. Setelah itu sel diinkubasi selama 24 jam.
Uji
viabilitas
sel
dilakukan
diphenyltetrazoliumbromide) mitokondria.
Larutan
dengan
yang
MTT
megukur
(3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl}2,5aktivitas
enzim
dehidrogenase
MTT disiapkan dengan membuat larutan 5mg/ml dalam 0.9%
NaCl dan 50�-tl larutan ini dimasukkan dalam setiap well eksperimen. Plat dimasukk:an dalam inkubator selama 3 jam dan pembentukan kristal formazan dilakukan dengan menambahkan I 00�-tl acidified isopropanol pada setiap well eksperimen. Plat diinkubasi pada suhu ruang di atas orbital shaker selama 1 jam. Kemudian diukur pada absorbansi 490nm menggunakan microplate reader (BioRad). Telah dilakukan tiga eksperimen terpisah dengan masing-masing eksperimen dibuat rangkap tiga. Sitotoksisitas kitosan dan cisplatin dicantumkan sebagai nilai ICso. Nilai ini didapat •
dari analisis persentasi hambatan kitosan
dan
cisplatin pada enam konsentrasi yang
berbeda dan dihitung menggunakan kurva sitotoksisitas dengan software GraphPad Prism 5. Persentasi viabilitas sel dihitung dengan rumus (mean absorbansi
eksperimenlmean absorbansi kontrol)x I 00%. Analisis siklus sel setelah paparan kitosan
Analisis siklus sel awalnya direncanakan menggunakan Flow Cytometry, namun terdapat hambatan teknis akibat tersumbatnya aliran sel dalam mesin FACS
untuk
dibaca, karena masih adanya material kitosan dalam sediaan sampel. Diputuskan 19
untuk menganalisa sampel menggunakan Laser Scanning Cytometry.
Setelah sel dikultur dan siap untuk dilakukan eksperimen,
sel dipanen
dan
dimasukkan dalam tube 15ml. Sel disentrifugasi pada 1500rpm, 5 menit, 4°C. Dilakukan pencucian 2X dengan PBS setelah itu sel difiksasi dengan 100% ETOH dingin.
Suspensi
diinkubasi
selama
30
menit pada
-20°C.
Setelah itu,
sel
disentrifugasi 2500rpm 4°C 5 menit. Dilakukan pencucian 2X dengan PBS. Sel diresuspensi dengan 3X volume PBS yang berisi Propidium Iodide 0.05mg/ml dan 0.2mg/ml RNAse A. Dilakukan inkubasi 30 menit pada 37°C. PBS kemudian ditambahkan mencapai lml. Mixing hams dilakukan dengan baik, sehingga menjadi suspensi sel tunggal dan merata pada saat dibuat apusan di atas gelas
slide. Sebanyak
20�-tg/ml suspensi sel diteteskan diatas gelas slide diapus dengan coverslip persegi dan tepinya diseal dengan cat kuku transparan. Dilakukan analisis menggunakan LSC Olympus.
Analisis
Terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated dUTP-biotin Nick End
Labeling (!UNEL) Sudah dilakuk.an optimasi analisis menggunakan
imunohistokimia TUNEL pada sel Ca9-22
"In situ cell death detection kit, POD", Roche (Cat#. 1 1 68481791 0).
Sel Ca9-22 sebanyak
100000 sel dikultur dalam
slide chamber menggunakan
Dulbecco's Modified Eagle's Medium (DMEM) yang disuplementasi dengan 10% Fetal Bovine Serum (FBS) dengan 100 IU/mL Penicillin, lOOmg/ml Streptomycin dan 2.5ug/ml Fungizone. Pada hari ekseperimen sel dicuci dengan PBS kemudian dilakukan difiksasi selama 1 jam pada suhu ruang dengan larutan paraformaldehida 4% dalam PBS pH 7.4 yang barn disiapkan. Sel kemudian dicuci dengan PBS •
sebanyak 2 kali masing-masing pencucian lamanya 2 menit.
Blocking aktifitas
peroksidase endogen dilakukan dengan 3% hidrogen peroksida dalam metanol selama 1 0 menit.
Untuk mendapatkan keadaan positif kontrol yang teroptimasi, dilakukan
variasi pada waktu paparan sampel dengan larutan permeabilisasi (0 .1% triton X-100 dalam 0.1% sodium sitrat) selama 2,
3, 5
atau 10 menit atau waktu paparan DNAse I
(3U/ml dalam 50mM Tris-HCl pH 7 .5, 1 mM MgC12, 1mg/ml BSA) selama 10, 12, 15, 20 menit.
Kontrol negatif diinkubasi dengan PBS, sementara sample diinkubasi
dalam larutan reaksi TUNEL dan diinkubasi selama 1 jam dalam ruangan gelap lembab bersuhu 37°C.
Setelah pencucian dengan PBS,
dilakukan pemberian
20
Converter POD dan diinkubasi selama 30 menit dalam ruang gelap lembab bersuhu 37°C. Pemberian substrat DAB dilakuk.an selama 10 menit pada keadaan lembab di suhu ruangan. Setelah pencucian dengan PBS, dilakukan counterstaining dengan
methyl green 0.5% dalam bufer asetat selama 5 menit. Pencucian dengan ddH20 dilakukan sampai
slide terlihat bersih. Slide kemudian ditutup dengan coverslip
menggunakan jel gliserin.
Manajemen data Semua data hasil eksperimen yang dilakukan pada penelitian ini disimpan dalam bentuk digital dan disimpan dalam bentuk arsip digital dalam komputer.
Analisis data Data dianalisis menggunakan perangkat lunak
GraphPad Prism 5 (GraphPad
Software, Inc., CA, USA). Dilakukan analisa deskriptif ditampilkan dalam bentuk rerata (nilai rerata), median, modus dan simpang baku (SD). Penghitungan nilai ICso dilakukan menggunakan kurva sitotoksisitas melalui persamaan regresi linear yang terdapat pada perangkat lunak
GraphPad Prism 5 (GraphPad Software, Inc., CA,
USA).
Selanjutnya p-erbedaan rerata antara kelompok eksperimen yang dianalisis secara statistik dengan
unpaired two tailed t-test untuk membandingkan 2 kelompok
eksperimen dan uji ANOVA dengan Newman-Keuls
Multiple Comparison Test, jika
terdapat lebih dari 2 kelompok eksperimen yang dibandingkan. Nilai p bermakna hila
p < 0,05.
21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Kitosan berat molekul rendah mempu nyai sitotoksisitas selektif terhadap sel Ca9-22 Kitosan berat molekul rendah (KBMR) secara signifl.kan mempengaruhi viabilitas sel Ca9-22 dibandingkan sel HaCaT. Terlihat adanya penurunan viabilitas sel Ca9-22 yang berbanding lurus dengan dosis KBMR (dosis 150 �tg/ml - 5000 �g/ml). Kitosan Berat Molekul Rendah menimbulkan efek sitotoksik terhadap sel Ca9-22 (ICso 800r..tg/ml), hal ini secara statistik berbeda bermakna dibandingkan efeknya terhadap sel
HaCaT
dimana
pada
konsentrasi
tersebut menimbulkan
proliferasi.
Efek
sitotoksistas pada sel HaCaT terjadi pada IC5opada 3813 r..tg/rnl (p<0,05) (Gambar 1).
KBMR
... HaCaT + Ca9-22
Konsentras! (llQ/ml)
Gambar 1. Efek paparan KBMR pada galur KSSRM dibandingkan dengan sel HaCaT. Sel dipapar dengan berbagai konsentrasi KBMR dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C, 5% C02 • Viabilitas atau proliferasi ditetapkan berdasarkan uji MTT. Nilai % viabilitas atau proliferasi (jika viabilitas > 100%) adalah rerata ± SD dari tiga eksperimen terpisah rangkap tiga. Bar adalah SD.
Walaupun KBMR mempunyai efek sitotoksik te rhadap sel Ca9-22, namun efek sitotoksik bahan kemoterapi Cisplatin terhadap sel ini masih lebih kuat, dan perbedaan ini secara statistik bermakna.
Sitoksisitas KBMR terhadap Ca9-22 hanya
kurang lebih 11100 dari Cisplatin (ICso KBMR 800r..tg/ml dibandingkan ICso cisplatin 8�g/ml) (p
22
... KBMR IC50800±1 31.45�gml ... Cisplatin IC50 8±0.0291Jgml
<:) <:l
<:) "'
� "':> �
5) , !:) ,C\ !:) _ C\ !:) �<:) "'J"' <:l r::: �:, .._ _, r6S rV �
Konsentrasi (IJg/ml) Gambar 2. Memperlihatkan efek sitotoksisitas KBMR dibanding cisplatin pada sel Ca922. Terlihat bahwa sitotoksisitas cisplatin jauh lebih kuat pada Ca9-22. Grafik ini membandingkan efek sitotoksisitas KBMR dan cisplatin pada beberapa konsentrasi yang dipaparkan pada sel Ca9-22 dan setelah 24 jam inkubasi pada suhu 37oC, 5% C02, viabilitas sel dibandingkan kontrol ditetapkan berdasarkan uji MTT. Data merupakan rerata :t SD dari data rangkap riga dari riga eksperimen terpisah Adanya proliferasi dinyatakan jika viabilitas sel >100%. Bar= SD. Nilai IC50 LMWC dan cisplatin terlihat disebelah kanan grafik. Efek sitotoksisitas kuat Cisplatin yang terjadi pada sel Ca9-22 juga terlihat pada sel HaCaT dan perbedaannya tidak signifikan. Sitotoksisitas cisplatin terhadap sel HaCaT lebih tinggi jika dibandingkan dengan efek sitotoksisitas KBMR.
Penelitian ini membuktikan bahwa paparan KBMR inemberikan efek sitotoksik pada se] Ca9-22 sehingga menyebabkan penurunan viabilitas yang berbanding lurus dengan peningkatan dosis menggunakan uji MTT dibandingkan dengan kelompok uji tanpa KBMR. Penurunan viabilitas tersebut mulai terlihat pada paparan KBMR pada konsentrasi 200-250 IJ.g/ml. Jika KBMR pada konsentrasi tersebut diberikan pada set HaCaT, yang terjadi adalah aktifitas proliferasi sel. Analisa menggunakan
curve
fitting software GraphPad Prism 5, ditetapkan bahwa nilai ICso KBMR untuk sel Ca922 adalah 800gg/ml. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa ketika konsentrasi ini
diujikan
kembali
pada sel Ca9-22,
53,26±5,22% dibandingkan dengan kontrol
terjadi penurunan
(p
viabilitas
menjadi
Kitosan berat molekul rendah
memperlihatkan efek yang selektif terhadap sel Ca9-22 karena viabilitas sel HaCaT setelah paparan KBMR masih sekitar 89,69±16,56%. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kitosan dapat meningkatkan aktifitas mitogenesis pada penelitian yang menggunakan fibroblas dan keratinosit (Huang
et al, 2004).
23
ns
I
KBMR
Ca9·22
HaCaT
+
Ctsplatin
+ +
�I
Gambar 3. Perbandingan rata-rata persentasi viabilitas atau proliferasi sel HaCaT dan Ca9-22 yang diberi
KBMR dan cisplatin pada IC50• Viabilitas sel ditetapkan berdasarkan uji MIT, dinyatakan dengan nilai
rerata±SD dari tiga eksperimen terpisah. Bar menunjukkan SD, dimana tanda (**) menyatakan p
ns=tidak bermakna, ANOVA Newman-Keuls Multiple Comparison Test.
Sebaliknya, nilai ICso cisplatin untuk set Ca9-22 adalah 1/100 nilai ICso KBMR (8 J.lg/ml), yang menunjukkan bahwa cisplatin rnerupakan bahan antikanker yang lebih kuat dibariding KBMR, namun pada konsentrasi tersebut cisplatin juga sitotoksik untuk sel HaCaT dengan viabilitas 48,94±5,52%. Hasil ini memperlihatkan bahwa walaupun dengan konsentrasi yang tinggi, KBMR menyebabkan sitotoksisitas pada galur KSSRM (sel Ca9-22), namun relatif aman untuk sel normal bukan kanker (sel HaCaT), sehingga penggunaan bahan ini mungkin dapat menurunkan efek samping kemoterapi. Tingginya nilai IC5o K.BMR dibanding cisplatin pada penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang memperlihatkan bahwa aktifitas trimetil-kitosan (TMC) baru mulai tetjadi pada konsentrasi
di
atas 74l !J.g/ml (Huang et al, 2004),
sehingga tidak adanya efek yang terjadi pada paparan 3,2�tg/ml kitosan pada penelitian yang lain tidak akan memberikan efek apapun terhadap sel. Tingginya konsentrasi kitosan yang diperlukan untuk menjadi sitotoksik terhadap sel kanker in vitro kemungkinan tidak akan menimbulkan kendala di kemudian hari jika harus
melakukan uji in vivo karena kitosan merupakan bahan alami yang aman karena toksisitas oral-nya yang mencapai lebih
dari
16g!harilkg berat badan (Hirano et
al,
1996).
Selanjutnya, sifat toksisitas selektif yand dirniliki KBMR menjadikannya rnemiliki
24
prospek yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai bahan antikanker. Penelitian ini
masih merupakan
tahap
uji
fannakodinamik
dari
KBMR.
Untuk
dapat
dikembangkan menjadi bahan obat, penelitian lanjutan uj i sitotoksisitas pada hewan coba, pengembangan formulasi obat dan akhirnya uji klinis pada manusia masih harus dilalui. Hanya sedikit ditemukan populasi sel apoptosis positif TUNEL setelah paparan KBMR terhadap sel Ca9-22. Berdasarkan hasil optimasi metode perwamaan TUNEL untuk kontrol positif, didapatkan kondisi yang optimal pada permeabilisasi 5 menit dan pemberian DNAse I 1 0 menit.
Positif kontrol
•
Gambar 4. Memperlihatkan morfologi sel apoptosis yang positif (tanda *) berdasarkan uji TUNEL berupa (1) kondensasi kromatin dan sitoplasma, (2) fragmen sitoplasma dengan atau tanpa kondensasi kromatin (badan apoptosis), dan (3) fragmen kromatin (mikronukleus).
25
tE[E": .. -::::::J:i:: :-·· -· : .! -'
Gambar 5. Hasil uji TUNEL set Ca9·22 pada pembesaran akhir x300 dengan counterstain metilen hijau. (A) Sampel kontrol negatif (tanpa pemberian reaksi TUNEL), (B) Sampel kontro l positif (dengan pemberian 3U/ml DNAse 1), (C) Sample kontrol tanpa paparan KBMR atau cisplatin, (D) Set Ca9·22 yang diberi paparan KBMR 800J.lg/ml dan (E) sel Ca9 22 yang diberi paparan cisplatin 8 J.tg/ml ·
•
Gambar 6. Hasil uji TUNEL sel HaCaT pada pembesaran akhir x300 dengan counterstain metilen hijau. (A) Sampel kontrol negatif (tanpa pemberian reaksi TUNEL), (B) Sampel kontrol positif (dengan pemberian 3U/ml DNAse 1), (C) Sample kontrol tanpa pemberian KBMR atau cisplatin, (D) Sel HaCaT yang diberi paparan KBMR 800J.1g/ml dan (E) sel HaCaT yang diberi paparan cisplatin 8 J.lg/ml
26
ns
....
L!iL II ._:_ l .n ***
•
_ _ _
�
30
i= � Cll 8.
20
� ..J w z
Qj !II ..c s E
....
10
:I ..,
0
KBMR Cisplatin
Ca9-22
HaCaT
+
+ +
+
Gambar 7. Graflk perbandingan persentasi jumlah sel Ca9-22 dibandingkan dengan HaCaT yang positif TUNEL setelah paparan KBMR atau cisplatin pada IC50• Nilai persentasi adalah nilai rerata±SD, uji ANOVA dengan Newman-Keuls Multiple Comparison Test memperlihatkan hubungan rerata setiap kelompok uji. Bar menunjukkan SD. Dengan tanda (*) p<0,05, (**) p
Uji
TUNEL
yang bertujuan untuk memberi pewamaan pada sel yang mengalami
:fragmentasi DNA yang menandakan terjadinya apoptosis. Pada sel Ca9-22 terlihat peningkatan populasi sel apoptosis setelah paparan KBMR dibandingkan dengan kontrol, walaupun peningkatan tersebut bermakna secara statistik namun perlu diingat kemungkinan adanya false positif yang mungkin teljadi pada saat penilaian. Penilaian sel apoptosis yang dilakukan pada penelitian ini didasarkan pada jumlah sel positif per 250 sel yang dihitung, pada lapangan pandang yang ditetapkan secara acak dan dilakukan tiga kali penghitungan yang diulang dua kali. Khusus untuk sel Ca9-22 yang diberi KBMR, teljadi kesulitan penghitungan jumlah total sel yang disebabkan "
oleh gambaran material kitosan yang seolah-olah menutupi sel yang temyata tidak menyerap wama terlalu banyak.
Counterstain metilen hijau yang digunakan juga
tidak dapat masuk sempuma ke dalam sel. Penghitungan oleh lebih dari satu orang kemungkinan dapat meminimalisir hal tersebut.
Selain itu, pewamaan TUNEL
dengan kit fluoresens mungkin dapat meminimalisir terjadinya pada sampel oleh DAB
non spesific staining
substrat (Qi et al, 2005) atau penghitungan analisis
kolorimetri kuantitatif terhadap fragmentasi DNA yang teljadi dilakukan dalam plat dengan 96 sumur, sehingga dapat dilakukan tanpa penghitungan sel.
27
f.l ..:L...
::c::;:
• d i¥ 11 * * ""
Banya sedikit populasi sel apoptosis pada fase SubGl setelah paparan KBMR terhadap sel Ca9-22. Walaupun analisis dengan MTT memperlihatkan bahwa viabilitas sel Ca9-22 berkurang secara signi:fikan,
namun
setelah dilakukan analisis dengan LSC, ternyata
tidak dibarengi dengan terlihatnya populasi sel yang mengalami apoptosis (fraksi Sub-0 1). ***
.......
•
01Jg/ml 8001Jg/ml
M O�glml 8001Jglml
33±1.53
51±3.05
24±1.00 37±1.54 32±1.53
9±1.08
Gam bar 8. Analisis siklus sel Ca9-22 setelab paparan KBMR dengan LSC. (A). Histogram DNA content berdasarkan intensitas PI di dalam sel, memperlihatkan populasi sel yang berada pada setiap
fase siklus sel. (B). Diagram batang yang memperlibatkan distribusi sel Ca9-22 per fase sikJus sel setelah dianalisis dengan LSC. Perbedaan nilai rerata ±SD antara fase siklus sel Ca9-22 kontr
Selanjutnya, kenaikan persentasi sel pada fase subGl siklus sel Ca9-22 yang diberi KBMR tidak berbeda bermakna dengan yang terjadi dengan kontrol. Selain itu, sel Ca9-22 yang diberi cisplatin menunjukkan peningkatan persentasi jumlah sel pada fase sub G l sebanyak 22% dibandingkan kontrol (Liu
et al, 2011). Hasil yang
memperlihatkan bahwa peningkatan persentasi sel pada fase sub G 1 ini tidak berm.akna.
Peningkatan populasi sel Ca9-22 pada fase G 1 setelah paparan KBMR menunjukkan terjadinya
arrest pada fase tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
perubahan tingkat ekspresi protein pengatur siklus sel, khususnya yang menghambat berlanjutnya siklus ke fase S. Fenomena ini kemungkinan terjadi tanpa keterlibatan p53, karena pada sel Ca9-22 terdapat mutasi p53 pada posisi basa 248 yaitu COG menjadi TOG (Arginine menjadi Proline) (Kamiya dan Ohshima, 2005). Biasanya
28
terjadinya G liS checkpoint disebabkan oleh adanya kerusakan DNA sel yang akan memicu kinerja gen p53 (Vermeulen
et a/, 2003) yang selanjutnya melibatkan CKI
p21. Namun, jika sel mendeteksi adanya kerusakan DNA, kemungkinan hambatan siklus sel yang pertama harus segera dilakukan adalah yang tidak melibatkan mekanisme yang mengharuskan adanya proses transkripsi dan sintesis protein yang berlangsung lebih cepat (Bartek et a/, 2001). Jika checkpoint G1/S tetjadi pada tahap awal fase G l , kemungkinan tetjadi hambatan keija kompleks Cdk-4/Cdk-6 dengan Cyclin yang berperan pada fase Gl oleh CKI p 1 5 dan p27 yang kineijanya tetjadi tanpa melibatkan p53, namun akibat adanya stimulasi oleh TGF Beta dengan cara menghambat fosforilasi RB (Hannon
et a/, 1994; Reynisdottir et a/, 1995).
**
**
-
0 �
SubG1
Gambar
S
G1
•
Ca9-22
lil3
HaCaT
M
Ca9-22
7±1 .57
51 ±3.05
32± 1 .53
9±1 .08
HaCaT
2±0.50
25±1.53
45±2.51
25±1.53
9. Diagram batang yang memperlihatkan perbandingan
paparan KBMR pada konsentrasi
800
distribusi sel Ca9-22 dan HaCaT setelah
$g/ml per fase siklus sel setelah dianalisis dengan LSC. Perbedaan
nilai rerata ±SO antara fase siklus sel Ca9-22 dan HaCaT yang dipapar KBMR diuji dengan unpaired t-test
two-tailed.
Bar menunjukk:an SO. Tanda (**)
p
dan (***)p
Kemungkinan yang kedua adalah ballwa berlangsungnya fase Gl dapat terhenti jika proses untuk melewati
restriction point yang ada pada tahap tengah-akhir fase G 1
terhambat. Hal ini dapat teijadi jika ada hambatan fosforilasi RB (pada fase tengah) atau hambatan aktifitas Cyclin E-Cdk2 (pada fase akhir yang lebih dekat dengan transisi G 1) tetjadi. Penelitian memperlihatkan bahwa ketika sel mamalia terpapar oleh sinar UV atau radiasi, terlepas dari status p53 yang terdapat di dalam sel, akan mengaktifkan ATM/ATR yang kemudian akan memfosforilasi Cdc25A melalui
29
Chkl/Chk2 menyebabkan degradasi akibat proteasom (ubiquitin) Cdc25A sehingga jumlah dan aktifitasnya menurun. Hal ini akan menyebabkan hambatan fosforilasi Cdk2
sehingga menimbulkan inaktifasi ikatan Cyclin E-Cdk2
mengakibatkan blokade transisi fase 0 1 ke S (Bartek
yang akhirnya
et al, 2001). Oleh karena itu,
proses berantai TGF beta-pl 5/p27-Cdk4/Cdk6 atau proses bGrantai ATM/ATR Chkl/Chk2-Cdc25A-Cdk2 yang merupakan proses yang melibatkan interaksi antar protein berupa fosforilasi, ubiquitinasi dan proteolosis yang mempunyai target Cdc25A, merupakan mekanisme hambatan fase G 1 untuk masuk fase S yang mungkin terjadi setelah sel Ca9-22 terpapar oleh KBMR. Namun studi lanjutan untuk membuktikan teori ini masih perlu dilakukan, karena hal ini barn diketahui pada sel yang terpapar oleh sinar UV atau radiasi (Bartek
et al, 2001). Sebaliknya, pada sel
HaCaT yang diberi KBMR tidak terjadi hambatan dalam proses siklus sel yang biasanya sangat diatur pada fase G 1 , sehingga justru memperlihatkan bahwa KBMR memberikan kesempatan pada sel untuk masuk ke fase siklus sel berikutnya.
Peningkatan jumlah sel pada fase S setelah paparan KBMR menunjukkan adanya efek S checkpoint. Berbeda dengan hambatan fase G1
yang mempunyai dua jalur
(melibatkan!tidak melibatkan p53), tidak ada peran spesifik p53 atau p21 dalam pengaturan checkpoint fase S. Mekanisme yang mungkin terjadi pada sel Ca9-22 adalah karena adanya proses berantai yang melibatkan ATM-Chk2-Cdc25A-Cdk2 yang menyebabkan hambatan sintesis DNA pada fase S selama beberapa jam (Falck
et al, 2001 ).
Hal ini
juga merupakan kemungkinan yang terjadi
pada adanya
hambatan fase S pada sel Ca9-22 setelah paparan KBMR. Penelitian lanjutan untuk membuktikan teori ini juga masih perlu dilakukan.
•
Adanya sedikit kejadian apotosis serta checkpoint siklus sel pada fase G 1 dan S setelah paparan KBMR pada sel Ca9-22, menyebabkan populasi sel pada fase M menurun tajam. Hal ini kemungkian dapat terjadi jika sel Ca9-22 yang terpapar KBMR mengalami kerusakan DNA yang menyebabkan siklus sel hams dihentikan pada fase sebelumnya (subG1 , Gl dan S), sehingga mitosis pada sel yang mengalami kerusakan ini dicegah.
Hambatan siklus sel pada fase Gl dan S yang terjadi setelah paparan KBMR harus diteliti .lebih lanjut untuk mengetahui apakah akhirnya sel pada fase tersebut terhenti
30
sementara atau hambatan tersebut menetap dan berakhir pada kematian sel melalui apoptosis atau senecence dengan menganalisis pada waktu lebih dari 24 jam dan menggunakan marker molekul yang spesifik.
Perubahan morfologi sel Ca9-22
Terlihat perubahan rnorfologi sel Ca9-22 setelah paparan KBMR yang kemungkingan berhubungan dengan tipe kematian sel yang diinduksi oleh KBMR (Gambar 10). Hasil ini harus dikonfirmasi dengan analisis Scanning electron microscopy danlatau Transmission Electron Microscopy untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Pada plat kultur yang dipapar KBMR atau cisplatin terlihat jumlah sel yang lebih sedikit. Jika masing-masing gambar dibagi menjadi 4 kuadran, rerata jumlah sel/kuadran pada kelompok kontrol adalah 91,25±12,42, sedangkan pada kelompok yang dipapar KBMR terdapat 37,5±7 ,52 sel/kuadran dan pada kelompok yang dipapar cisplatin terdapat 3 1 ,75±10,34sellkuadran. Ketika pengamatan dilakukan pada tepi sel, terlihat perubahan pada tepi membran sel pada sel Ca9-22 yang dipapar KBMR dan cisplatin dibandingkan kontrol Selanjutnya, ukuran sel Ca9-22 yang dipapar KBMR yang tersisa pada plat kultur terlihat relatif lebih besar dibandingkan kontrol dan kelompok yang dipapar cisplatin dengan ukuran sel umumnya #2mm menggunakan milimeter grid.
•
Gambar 10. Perbandingan morfologi sel Ca9-22 yang diberi KBMR atau cisplatin dibandingkan dengan kontrol. Selularitas sel yang tampak pada sumur yang difoto terlihat berkurang dibandingkan kontrol. Tepi membran sel yang diberi kitosan terlihat tidak rata dengan ukuran sel yang terlihat lebih besar dibanding kontrol Kemungkinan KBMR dan cisplatin mempunyai mekanisme interaksi yang berbeda sehingga menimbulkan perubahan morfologi. Pembesaran akhir x300.
31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: Hipotesis bahwa
1.
KBMR mempunyai sifat toksik selektif terhadap sel
Ca922 dapat diterima. Dibuktikan dengan menurunnya viabilitas sel Ca922 sebanyak 50% dibandingkan dengan viabilitas sel HaCaT yang viabilitasnya masih 90% dengan paparan pada ICso yang bermakna secara statistik (p
Hipotesis bahwa
KBMR dapat menimbulkan apoptosis pada sel Ca9-22
tidak dapat diterima. Apoptosis bukan merupakan mekanisme utama kematian sel
setelah paparan
KBMR dibuktikan dengan rendahnya
populasi sel apoptosis pada sel Ca9-22 setelah paparan
KBMR dibanding
cisplatin
(p
paparan
KBMR. Hipotesis bahwa KBMR dapat menyebabkan hambatan
·
siklus sel dapat diterima. Dibuktikan dengan adanya peningkatan populasi sel pada fase Gl
(p
drastis sel pada fase
M (p
kontrol.
3. Dari penelitian ini dibuktikan bahwa KBMR mempunyai prospek yang baik untuk dapat dikembangkan sebagai bahan antikanker. Penelitian ini masih merupakan tahap uji farmakodinamik dari
KBMR, untuk dapat
dikembangkan menjadi bahan obat, penelitian lanjutan uji sitotoksisitas pada hewan coba, pengembangan formulasi obat dan akhimya uji klinis •
pada manusia masih harus dilalui.
Saran
1. Belum dik:etahui pastinya mekanisme interaksi antara molekul KBMR dengan sel kanker, masih merupakan bidang penelitian yang harus digali. Identifikasi morfologi ultrastruktur sel setelah paparan kitosan yang mungkin akan menjawab mekanisme interaksi dan mekanisme kematian sel yang tetjadi. Penelitian yang khusus menganalisis mekanisme interaksi
32
KBMR dengan membran sel kanker perlu dilakukan untuk menj awab
pertanyaan besar tentang awal mekanisme kerja antikanker kitosan
yang
akhirnya menyebabkan efek biologis berupa hambatan siklus sel. 2. Identifikasi populasi sel yang mengalami apoptosis setelah paparan
KBMR perlu dilakukan menggunakan teknik lain yang lebih sensitif sehingga morfologi atau k:uantitas penanda sel apoptosis dapat diketahui lebih jelas. 3.
Identifikasi molekul yang berperan pada hambatan siklus sel yang terjadi setelah paparan KBMR dan menganalisis sifat hambatan siklus sel yang terjadi.
4. Eksperimen lanjutan perbandingan efek sitotoksisitas KBMR dengan
variabel waktu paparan diperlukan untuk mendapatkan data efek jangka panjang KBMR terhadap sel. 5.
Eksperimen lanjutan yang menguji efek pemberian KBMR yang digabung dengan cisplatin perlu dilakukan, untuk menganalisis apakah dengan ini akan didapatkan efek sitotoksisitas yang sama besar dengan efek yang dihasilkan oleh cisplatin, namun dengan adanya sifat sitotoksik mandiri KBMR dapat menurunkan dosis terapi cisplatin dan akhirnya menurunkan
efek samping akibat penurunan dosis cisplatin dan sifat selektif toksisitas KBMR. 6.
Selanjutnya, adanya fakta dalam penelitian ini bahwa KBMR mempunyai sitotoksisitas yang lebih baik dibandingkan KBMT, menjadikan penelitian lanjutan yang melihat efek paparan kitosan dalam bentuk nanopartikel terhadap galur KSSRM perlu dilakukan, untuk membuktikan lebih jauh apakah memang berat molekul
•
dan
ukuran partikel mempengaruhi
sitotoksisitas kitosan terhadap sel kanker.
33
_fr: ; r : ;
_
_
:t:o: · S it iii!M : : : :::::::; --
: :J
UCAPAN T'I:RBI...\KASm
Ucapan terimaksih kepada Kementrian
�
R.epublik Indonesia melalui
ot'V!-::nrm dan Teknologi Kedokteran Program Dana penelitian Riset Binaan Ilmu Pf:lle tahun 201 1 yang telah membiayai penelitian ini.
•
34
DAFTAR PUSTAKA
Andreadisa
C,
Vahtsevanosb
K,
Sidirasc
T, Thomaidisc I, Antoniadisb K,
Mouratidoua D. 5-Fluorouracil and cisplatin in the treatment of advanced oral cancer.
Oral Onco/ 2003;39:380-5. Argiris A, Haraf D, Kies M, Vokes E. Intensive concurrent chemoradiotherapy for head and neck
cancer with
5-Fluorouracil-
reversing a pattern of failure. Oncologist.
and
hydroxyurea-based regimens:
2003;8(4):350-60.
Argiris A, Smith S, Stenson K, Mittal B, Pelzer H, Kies M, et a/. Concurrent chemoradiotherapy for N2 or N3 squamous cell carcinoma of the head and neck from
2003 Aug; 14(8): 1306-1 1 . Bartek J, Lukas J . Mammalian G l - and S-phase checkpoints in response to DNA
an occult primary. Ann Oncol. damage.
Curr Opin Cell Bioi. 2001;13:738-47.
Boukamp P, Petrussevska R, Breitkreutz D, Hornung J, Markham A, Fusenig N. Normal keratinization in a spontaneously immortalized aneuploid human keratinocyte cell line. J Cell Bio/
1988;106:761-71.
Cai Z, Mo X, Zhang K, Fan L, Yin A, He C, et al Fabrication of chitosanlsilk fibroin composite nanofibersfor wound-dressing applications. Jnt J Mol Sci 2010;1 1 :3529-39. Carvalho
f..,
Singh B, Spiro R, Kowalski L, Shah J. Cancer of the oral cavity: a
comparison between institutions in a developing and a developed nation.
Head Neck
2004;26:31-8. Chen W, Adams R,
Carubelli R, Nordquist R. Laserphotosensitizer assisted
immunotherapy: A novel modality for cancer treatment. . Cancer Lett.
1 997; 1 15:25-
30. Cho J, Grant J, Piqutte-Miller M, Allen C. Synthesis and Physicochemical and Dynamic Mechanical Properties of a Water Soluble Chitosan Derivate Biomaterial. Biomacromolecules.
a
2006;7(10):2845-55.
Copper M, Jovanovic A, Nauta J, Braakhuis B, de Vries N, van der Waal, •
as
et a! Role
of genetic factors in the etiology of squamous cell carcinoma of the head and neck.
Arch Otolayngol Head Neck Surg 1995;121:157-60. Darzynkiewicz Z, Halicka D, Zhao H. Analysis of Cellular DNA Content by Flow and Laser Scanning Cytometry. Adv Exp
Med Bio/ 2010;676:137-47.
DeVita V, Lawrence T, Rosenberg S. Cancer Principles & Practice ofOncology.
8 ed.
Philadelphia Baltimore New York London Buenos Aires Hong Kong Sydney Tokyo: Wolter Kluwer Lippincott Williams & Wilkins Health;
2008.
Dutta P, Dutta J, Tripathi V. Chitin & Chitosan: chemistry, properties and application. J Sci lnd Res 2004;62:20-31.
35
.... �....! -�c== . =: 1 . . ::=.�-��:....._:._1
Eguchi K, Hyodo I, Saeki H. Current statutus of cancer patient's perception of alternative medicine in Japan . A preliminary cross-sectional survey. Support Care Cancer, 2000;8:28-32. Falck J MN, Syljuasen RG, Bartek J, Lukas J. The ATM-Chk2-Cdc25A checkpoint pathway
guards
against
radioresistant
DNA
synthesis.
Nature
2001
12;410(6830):842-7. Fouret P, Temam S, Charlotte F, Lacau-St-Guily J. Tumour stage, node stage, p53 gene status, and bcl-2 protein expression as predictors of tumour response to platin fluorouracil chemotherapy in patients with squamous-cell carcinoma of the head and neck. British Journal of Cancer. 2002;87:1 390-5. Gallaher CM, Munion J, Hesslink
R, Jr, Wise J, Gallaher D.
Cholesterol reduction by
glucomannan and chitosan is mediated by changes in cholesterol absorption and bile acid and fat excretion in rats. J Nutr 2000; 130 :2753-9. Gorzelanny G, Poppelmann B, E. S. Specific interaction between chitosan and matrix metalloprotease
2
decrease
the
invasive
activity
of human
melanoma
cells.
Biomacromolecules. 2007;8:3035-40. Guminska M, Ignacak J, E. W. In vitro inhibitory effect of chitosan and its degradation products on energy metabolism in Ehrlich ascites tumour cells (EAT) . . Polish J Pharmacol 1996;48(495-501). Gupta P, Hebert J, Bhonsle R, Murti P, Mehta H, F. M. Influence of dietary factors on oral precancerous lesions in a population-based case-control study in Kerala, India. Cancer. 1999;85: 1 885-93. Hannon G, Beach D. p 15INK4B is a potential effector ofTGF-beta-induced cell cycle arrest. Nature 1994;371 (6494):257-6 1 . Hasegawa M, Yagi K, Iwakawa S , Hirai M . Chitosan induces apoptosis via caspase-3 activation in bladder tumor cells. . Jpn J Cancer Res 2001 ;92(459-466). Heinemann C, Heinemann S, Lode A, Bernhardt A, Worch H, Hanke T. In Vitro Evaluation of Textile Chitosan Scaffolds for Tissue Engineering using Human Bone Marrow Stromal Cells. Biomacromolecules 2009; 10:1 305-10 . •
Hirano S. Chitin biotechnology applications. Biotechnol Annu Rev 1996;2:237 -58. i G, Dettmar P, Goddard P, Hampson F, Dornish M, Wood E. The effect of Howlng chitin and chito san on the proliferation of human skin fibroblasts and keratinocytes in vitro.
Biomaterials 200 I ;22:2959-66.
Huang M, Khor E, Lim L. Uptake and cytotoxicity of chitosan molecules and nanoparticles: Effect of molecular weight and degree of deacetylation.
Pharm Res
2004;2:344-53. Ichwan SJ, Yamada S, Sumrejkanchanakij P, Ibrahim-Auerkari E, Eto K, Ikeda MA.
36
Defect in serine 46 phosphorylation ofp53 contributes to acquisition ofp53 resistance in oral squamous cell carcinoma cells. Dlum L. Chitosan and its use
as
Oncogene 2006 23;25(8):121 6-24.
a paharmaceutical excipient. . 1998;15(9):1326-3 1.
Kamiya Y, Ohshima T. The individual cell properties of oral squamous cell carcinoma and p53 tumor suppressor gene mutation.
Oral Sci Int 2005;2(2):104-17.
Kaneda Y, Shimamoto H, Matsumura K, Arvind R, Zhang S, Sakai E,
et al Role of
caspase 8 as a determinant in chemosensitivity of p53-mutated head and neck squamous cell carcinoma cell lines. J Med Dent Sci 2006;53:57-66. Kato Y, Onishi H, Machida Y. Application of Chitin and Chitosan Derivatives in the Pharmaceutical Field. Current Pharmaceutical Biotechnology. 2003;4:303-9. Lin S, Chan H, Shen F, Chen M, Wang Y, Yu C. Chitosan prevents the development of AOM-induced aberrant crypt foci in mice and suppressed the proliferation of AGS cells by inhibiting DNA synthesis
.
.
J Cell Biochem. 2007; 100:1573-80.
Liu J, Uematsu H, Tsuchida N, Ikeda M. Essential Role of Caspase-8 in p53/p73Dependent Apoptosis Induced by Etoposide in Head and Neck Carcinoma Cells.
Mol
Cancer 201 1 ; 1 0(95). Liu J, Uematsu H, Tsuchida N, Ikeda M. Essential Role of Caspase-8 in p53/p73Dependent Apoptosis Induced by Etoposide in Head and Neck Carcinoma Cells. Mol Cancer 201 1 ; 1 0(95). Liu J, Uematsu H, Tsuchida N, Ikeda MA. Association of caspase-8 mutation with chemoresistance to cisplatin in HOC 3 1 3 head and neck squamous cell carcinoma cells.
Biochem Biophys Res Commun 2009;390:989-94.
et al Anti-tumor activity of N trimethyl chitosan-encapsulated camptothecin in a mouse melanoma model. J Exp Clin Cancer Res 2010;29:76-84. Liu X, Zhou S, Li X, Chen X, Zhao X, Qian Z,
Luanpitpong S, Nimmannit U, Chanvorachote P, Leonard S, Pongrakhananon V, Wang L,
et al Hydroxyl radical mediates cisplatin-induced apoptosis in human hair
follicle dermal papilla cells and keratinocytes through Bcl-2-dependent mechanism. •
Apoptoss i 2011; 16(8) :7 69-82 . Ma P, Lavertu M, Winnik F, Buschmann M. New insights into Chitosan-DNA interactions
using
isothermal
titration
microcalorimetry.
Biomacromolecules
2009; 1 0( 6): 1490-99. Maeda Y, Kimura Y. Antitumor effects of various low-molecular-weight chitosans are due to increased natural killer activity of intestinal intraepithelial lymphocytes in sarcoma 180-bearing mice. J Nutr 2004;1 34:945-50. Martinez L, Mihu M, Tar M, Cordero R, Han G, Friedman A,
et a/ Demonstration of
Antibiofilm and Antifungal Efficacy of Chitosan against Candida! Biofilms, Using an In
Vivo
Central
Venous
Catheter
Model.
Journal
of
Infectious
Diseases
37
20 10;20 1 (9): 1436-40. Matsunaga T, Yanagiguchi K, Yamada S, Ohara N, Ikeda T, Hayashi Y. Chitosan monomer promotes tissue regeneration on dental pulp wounds. . J Biomed Mater Res
2006 Mar 15;76(4):71 1 -20. Mizuno K, Yamamura K, Yano K, Osada T, Saeki S, Takimoto·N,
et al. Effect of
chitosan film containing basic fibroblast growth factor on wound healing m genetically diabetic mice. J Biomed Mater Res A 2003 Jan
1;64(1):177-81 .
I. Inhibitory effect of 16-BL6 melanoma. Jpn J Cancer Res.
Murata J, Saiki I, Nishimura S, Nishi N, Tokura S, Azuma chitin heparinoids on the lung metastasis of
1989;80:866-72. Nishimura K, Nishimura S, Nishi N, Saiki I, Tokura S, Azuma I. Immunological activity of chitin and its derivatives. Vaccine.
1984;2:93-9.
No H, Park N, Lee S, Meyers S. Antibacterial activity of chitosans and chitosan oligomers with different molecular weights. Jnt J Food Microbio/ 2002;74:65-72. Parkin D, Pisani P, Ferlay J. Estimates of the worldwide incidence of cancers in
25 major
1990. Int J Cancer. 1999;80(827-841.).
Pathak K, Juvekar A, Radhakrishnan D, Deshpande M, Pai V, Chaturvedi P,
et al In
vitro chemosensitivity profile of oral squamous cell cancer and its correlation with clinical response to chemotherapy. Indian J Cancer 2007;44:142-6. Qi F, Xu Z, Li Y, Jiang X, Han X. In vitro effects of chitosan nanoparticles on proliferation
of human gastric
carcinoma
cell line MGC803
cells.
World J
Gastroentero/ 2005a; l 1 :5136-41. Qi F, Xu Z. In vivo antitumor activity of chitosan nanoparticles.
Bioorg Med Chem
Lett. 2006; 16:4243-5. Qi L, Xu Z, Chen M. In vitro suppression of hepatocellular carcinoma growth by chitosan nanoparticle. Eur J Cancer.
2007;43(1):184-93.
Reynisd6ttir I, Polyak K, Iavarone A , Massague J. Kip/Cip and cooperate to
induce cell
cycle arrest in response to
Ink4 Cdk inhibitors Genes Dev
TGF -beta.
1995;9(1 5): 1831-45. Sakai E, Tsuchida N. Most human squamous cell carcinomas in the oral cavity contain mutated
p53 tumor-suppressor genes. Oncogenes 1992;7:927-33.
Senturk S, Mumcuoglu M, Gursoy-Yuzugullu 0, Cingoz B, Akcali K, Ozturk M. Transforming growth factor-beta induces senescence in hepatocellular carcinoma cells and inhibits tumor growth. Hepatology.
2010;52(3):966-74.
Seyfarth F, Schliemann S, Elsner P, Hipler U. Antifungal effect of high- and low . molecular-weight
chitosan
hydrochloride,
carboxymethyl
chitosan,
chitosan
oligosaccharide and N-acetyl-D-glucosamine against Candida albicans, Candida
38
krusei and Candida glabrata. Jnt J Pharm
2008;353:139-48.
Sharma P, Saxena S, Aggarwal P. Trends in the epidemiology of oral squamous cell carcinoma in Western UP: An institutional study. Indian JDent Res 2010;2 1 :316-9. Shibuya Y, Tanimoto H, Umeda M, Yokoo S, Komori T. Induction chemotherapy· with Docetaxel, Cisplatin and 5-fluorouracil for tongue cancel".
Kobe J Med Sci
2004;50:1-7. Silverman S, Shillitoe E. Etiology and Predisposing Factor in Oral Cancer. Cancer. London: BC Decker;
Oral
1998. p. 7-24.
Singla A, Chawla M. Chitosan: some pharmaceutical and biological aspects--an update. J Pharm Pharmaco/ 2001;53:1047-67. Sugano M, Fujikawa T, Hiratsuji Y, Nakashima K, Fukuda N, Hasegawa Y. A novel use
of chitosan
as
a hypocholesterolemic agent in rats.
Am J Clin Nutr.
1980;33(4):87-93. Suh J, Matthew H. Application of chitosan-based polysaccharide biomaterials in cartilage tissue engineering: a review.
Biomaterials 2000;21:2589-98.
Takimoto H, Hasegawa M, Yagi K, Nakamura T, Sakaeda T, Hirai M. Proapoptotic effect of a dietary supplement:water soluble chitosan activates caspase-8 and modulating death receptor expression.
Drug Metab Pharmaco/...in 2004;19:76-82.
Tsai G. Antibactrial activity of a chitooligosaccharide mixture prepared by cellulose digestion of shrimp chitosan and its application to milk preservation . . J Food Prot.
2000;63(6):747-52. Vermeulen K, van Bockstaele D, Bememan Z. The cell cycle: a review of regulation, deregulation and therapeutic targets in cancer. Wiegand C, Winter D, Hipler U.
Cell Prolif2003;36:13 1-49.
Molecular-weight-dependent toxic effects of
chitosans on the human keratinocyte cell line HaCaT.
Skin Pharmacal Physiol
2010;23:164-70. Yang R, Shim W, Cui F, Cheng G, Han X, Jin •
Q, et a! Enhanced electrostatic Int J Pharm
interaction between chitosan-modified PLGA nanoparticle and tumor.
2009;371( 1-2):42 Zaharoff D , Rogers C, Hance K, Schlom J, Greiner J. Chitosan solution enhances both humoral and cell-mediated immune responses to subcutaneous vaccination.
Vaccine 2007;25:2085-94. Zain R, Ikeda N, Razak I, Axell T, Majid Z, Gupta P,
et
al. A national
epidemiological survey of oral mucosal lesions in Malaysia. . Community Dent Oral Epidemiol.
1997 ;25(3 77-3 83).
39
Zhang
J, Xia W, Liu P, Cheng Q, Tahirou T, Gu W, et al Chitosan Modification and Marine Drugs 201 0;8: 1962-8
Pharmaceutical/Biomedical Applications.
40
LAMPIRAN
Tabel l. Uji ANOVA Newman-Keuls Multiple Comparison Test Perbedaan Mean ±SD Viabilitas Sel Ca9-22 dan HaCaT setelah pemberian KBMR atau Cisplatin
Table Analyzed
Cis Chi HaCaT Ca922 Mean SD
One-way analysis of variance P value P value summary Are means signif. different? (P < 0.05) Number of groups F
R square
0.0037 **
Yes 4 10.54 0.7981 ss
df
MS
Treatment (between columns)
2999
3
999.8
Residual (within columns)
758.7
8
94.83
Total
3758
11
Mean Diff.
Significant? P < 0.05?
-37.75
q 6.714
-4.320
0.7684
No
ns
No
ns
ANOVA Table
Newman-Keuls Multiple Comparison Test Ca9-22 Cisplatin vs HaCaT KBMR Ca9-22 Cisplatin vs Ca9-22 KBMR Ca9-22 Cisplatin vs HaCaT Cisplatin
-0.07000
HaCaT Cisplatin vs HaCaT KBMR
-37.68
HaCaT Cisplatin vs Ca9-22 KBMR
-4.250
Ca9-22 KBMR vs HaCaT KBMR
-33.43
6.702
Yes
Yes No
5.946
Yes
•
41
Summary **
** ns **
Tabel 2. Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase SubG 1 Sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR Table Analyzed Column A VS
Column B Unpaired t test P value P value summary Are means signif. different? (P < 0.05) One- or two-tailed P value? t, df How big is the difference? Mean ± SEM of column A Mean ± SEM of column B Difference between means 95% confidence interval R square F test to compare variances F,DFn, Dfd P value P value summary Are variances significantly different?
Data sub G I Ca922 Kontrol VS
800uglml
0.0532 ns No Two-tailed t=2.7l 5 df=4
3.333 ± 0.8819 N=3 6.767 ± 0.9062 N"'3 -3.433 ± 1.264 -6.944 to 0.07684 0.6483
1.056, 2, 2 0.9729 us No
Tabel 3. Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase G 1 Sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR Table Analyzed Column A vs Column B Unpaired t test P value P value summary Are means signif. different? (P < 0.05) One- or two-tailed P value? t, df
Data G1 O�g/ml VS
800�g/ml Ca9-22
0.0002 ***
Yes Two-tailed t=l3.91 df=4
•
How big is the difference? Mean ± SEM of column A Mem1 ± SEM ofcolumn B Difference between means 95% confidence interval R square F test to compare variances F,DFn, Dfd P value P value summary Are variances significantly differen?t
34.00 ± 0.5774 N=3 48.67 ± 0.8819 N=3 -14.67 ± 1.054 -17.59 to -11.74 0.9798
2.333, 2, 2 0.6000 ns No
42
Tabel 4.
Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase S Set Ca9-22 setelab pemberian KBMR
Table Analyzed Column A VS
Data S Ca922 O)lg/ml vs
Column B
SOO)lg/ml Ca9-22
Unpaired t test P value
0.0014
P value summary Are means signif. different? (P < 0.05) One- or two-tailed P value? t, df
**
Yes Two-tailed t=7.906 df=4
How big is the difference? Mean ± SEM of column A
24.00 ± 0.5774 N=3
Mean ± SEM of column B
32.33 ± 0.881 9 N=3
Difference between means 95% confidence interval
R square
-8.333 ± 1.054 -11.26 to -5.407 0.9398
F test to compare variances F,DFn, Dfd P value summary
Are variances significantly different?
Tabel S.
2.333, 2, 2 0.6000
P value
ns No
Uji t-test Perbedaan Mean ±SD fase SM Sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR
Table Analyzed Column A VS
Column B
Data G2 OJ.Lg/ml vs
800f!g/ml Ca9-22
Unpaired t test P value P value summary Are means signif. different? (P < 0.05) One- or two-tailed P value? •
t, df
< 0.0001
****
Yes Two-tailed t=27.38 df=4
How big is the difference? Mean ± SEM of column A
36.67 ± 0.8819 N=3
Mean ± SEM of column B
10.23 ± 0.3930 N=3
Difference between means
26.43 ± 0.9655
95% confidence interval
23.75 to 29.11
R square
0.9947
F test to compare variances F,DFn, Dfd P value P value summary Are variances significantly different?
5.036, 2, 2 0.3313 ns No
43
Tabel 6. Uji ANOVA Newman-Keuls Multiple Comparison Test Perbedaan Mean±SD uji TUNEL pada sel Ca9-22 setelah pemberian KBMR atau Cisplatin
Table Analyzed One-way analysis ofvariance P value P value summary Are means signif. different? (P < 0.05) Number of groups F
R square ANOVA Table Treatment (between columns) Residual (within columns) Total Newman-Keuls Multiple Comparison Test Ca9-22 Kontrol vs HaCaT Cisplatin Ca9-22 Kontrol vs Ca9-22 Cisplatin Ca9-22 Kontrol vs Ca9-22 KBMR Ca9-22 Kontrol vs HaCaT Kontrol Ca9-22 Kontrol vs HaCaT KBMR HaCaT KBMR vs HaCaT Cisplatin HaCaT KBMR vs Ca9-22'Cisplatin HaCaT KBMR vs Ca9-22 KBMR HaCaT KBMR vs HaCaT Kontrol HaCaT Kontrol vs HaCaT Cisplatin HaCaT Kontrol vs Ca9-22 Cisplatin HaCaT Kontrol vs Ca9-22 KBMR Ca9-22 KBMR vs HaCaT Cisplatin Ca9-22 KBMR vs Ca9-22 Cisplatin Ca9-22 Cisplatin vs HaCaT Cisplatin
TUNEL Chi Cis HaCaT Ca9-22
< 0.0001
****
Yes 6 73.88 0.9685 ss 1284 41.72 1326
df 5 12 17
MS 256.9 3.477
Mean Diff. -22.40 -19.40 -7.600 -4.600 -2.730 -19.67 -16.67 -4.870 -1.870 -17.80 -14.80 -3.000 -14.80 -11.80 -3.000
q 20.81 18.02 7.060 4.273 2.536 18.27 15.49 4.524 1.737 16.53 13.75 2.787 13.75 10.96 2.787
Significant? P < 0.05? Yes Yes Yes Yes No Yes Yes Yes No Yes Yes No Yes
Summary *** *** ** *
ns
*** *** *
ns
*** ***
ns
***
Yes
***
No
ns
•
44
B. DRAFT PUBLIKASI ILMIAH
•
45
Low Molecular Weight Cbitosan: Antitumor Efficiency against Oral Cancer Cells Yuniardini Septorini Wimardhani1, Dewi Fatma Suniarti2, HJ Freisleben1·, Septelia Inawati Wanande, Masa-Aki Ikeda4 Affiliations:
1Graduate Study Program in Biomedical Scien.ce, Faculty of Medicine Universitas Indonesia 2Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry Universitas Indonesia 3Department ofBiochemistry and Molecular Biology Faculty of Medicine Universitas Indonesia 4Section of Molecular Embryology, Graduate School of Medical and Dental S�iences Tokyo Medical and Dental University, Japan t agent with specific cytotoxic effect on oral Background, Research in finding alternative anicancer
cancer cells and minimal effect on normal cells is still needed. Chitosan, a multipurpose biomaterial has been shown to have anticancer effects on several types of cancer. However, data on its effects on oral squamous cell carcinoma (SCC) cells and keratinocytes compared to cisplatin has not been available. Objectives, To analyze the anticancer properties of low molecular weight chitosan (LMWC) on oral sec cell line in terms of cytotoxicity and analysis of is t effect on apoptosis and cell proliferation to elucidate the possible mechanism of cell death. Methods, Cytotoxicity assay ofLMWC on Ca9-22 cells was performed using 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyltetrazoliumbromide (MTT) assay to determine the IC50• Terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated dUTP-biotin Nick End Labeling (TUNEL) assay were perfonned to determine apoptotic event related to LMWC exposure. Cell cycle was profiled using Laser Scanning Cytometer to analyze the percentage of cells in each cell cycle phase in order to configure the proliferation status after LMWC exposure. This laboratory experimental also use HaCaT cell culture as control and cisplatin as reference drug for oral cancer treatment. Results, Cisplatin showed much higher cytotoxicity on Ca9-22 cell compared to LMWC with IC50 8±0.029�glml vs 800± 131.45�-tg/ml,p=0.00051. However, LMWC showed safety to HaCaT cells, 53.26±5.22% vs 89.69±16.56%,p
0.05. Slight increase in TUNEL positive cells were noted in LMWC-exposed Ca9-22 cells, 9.0:t.:3.6%,p0.05. Increased cells in G 1 from 34% to 51%, p<0.001 and in S phase from 24% to 32%, p<0.01 were noted., therefore causing major decreased in M phase cell population 37±1.15% to 9±1.07%, p<0.000 1. Discussion, Although high concentration ofLMWC was needed to become cytotoxic to cancer cell (Ca9-22 cells) in v:itro, it showed safety to non-cancer cells (HaCaT cells), therefore might reduce chemotherapy side effects. Apoptosis might not the major cell death mechanism involved after LMWC exposure as shown by TUNEL and subG 1 cell population. Cell cycle arrest at G 1 and S phases after LMWC exposure might be regulated by a number of checkpoint proteins, which need further identification in future studies. Conclusion, Low molecular weight chitosan has selective cytotoxicity on Ca9-22 cells with relatively safer to HaCaT cells in comparison with cisplatin. Apoptosis is not the major cell death mechanism involved after exposure of LMWC as analyzed by TUNEL assay and cell cycle analysis (suGl population). Cell cycle arrest is the possible cell death mechanism involved after exposure ofLMWC. This study showed that LMWC has a good prospect to be developed as anticancer agent. However, further studies n i clude in vivo experiments, drug formulation and finally clinical studies still have to be done. •
Keywords: chitosan, selective cytotoxicity, apoptosis, proliferation, oral cancer
Background
Squamous cell carcinoma (SCC) is the most prevalent type of cancer found in > 90% of at! oral cancer cases. Oral sec contributes to worldwide health burden since it causes high morbidity and mortality with geographical diversity in incidence rates. In India, oral sec represents a major health problem responsible for the most prevalent cancer in male and the
third most common cancer in females (Sharma et al., 2010). Although oral carcinogenesis is a complex multistep process, several long established predisposing factors of oral sec, including tobacco smoking, alcohol drinking and betel quid chewing have been known. However, variation of prevalence rates may also correlate with genetic background and way of life of people in a certain geographical areas (Copper et a/.,1995). The overall
incidence and mortality of oral sec
still a
Although the mechanism(s) of how chitosan
dilemma with only 50% survival rates, despite
interacts with cancer cells is still unclear
are
�
several advances in diagnostic and therapeutic
several
approaches (Carvalho eta/., 2004). The type of
suggested by previous studies: extracellularly
treatment and prognosis for patients with oral
binding of bigger-molecule chitosan to cell
sec are influenced by the stage of disease at
membrane, or endocytosis or internalization of chitosan nanoparticle (Huang et al., 2004).
diagnosis.
possible
mechanisms
have
bee
These interactions might be initiated by ionic interaction between positively charge chitosan
Problems related to cancer chemotherapy Chemotherapy for treatment of oral cancer is still
practiced
with
the
application
of
chemotherapeutic agents such as cisplatin, 5 fluoro-uracil (5-FU) and docetaxel which have challenged clinicians through serious adverse reactions
such
as
myelo-,
immune-,
and
gastrointestinal toxicity as well as body weight loss (Andreadisa et al., 2003; Shibuya et al., 2004). Research aiming to discover anticancer agents from natural sources with minimal toxicity
to
normal
cells
is
still
being
performed.
Chitosan is polycation polysaccharide, which is N-deacetylated derivative of chitin. It is naturally and abundantly present in crab and shrimp shells and has randomly distributed ( 1D-glucosamine
and
N-acetyl-D
glucosamine. composition (Dutta et al., 2004) and the number of removed N-acetyl lmit would determine its degree of deacetylation (DD).
It
has
multipurpose
been
widely
biomaterial
used
because
as
a
it
is
biocompatible, biodegradable, not toxic and adsorptive (Singla and Chawla, 2001; Sub and Matthew, 2000). Formerly, chitosan has been recognized for its plasma cholesterol lowering effects. Possible mechanisms of its effects are reducing the level of cholesterol absorption as well as complicating the absorption of bile acids (Gallaher et al., 2000; Sugano et al., 1980). Recently, literature has shown attractive biological chitosan activities, which include immuno-enhancing effects (Zaharoff et al., •
membrane (Yang et al., 2009), which may activate
signalling
pathways
leading
2007), antimicrobial activities (Martinez et al., 20 10), facilitating wound healing (Howling et
a/., 2001; Cai et a/., 2010) and antitumor activities (Maeda and Kimura, 2004; Takimoto
et al., 2004; Qi et al., 2005a). Correlation between molecular characteristics of chitosan and its antimicrobial activity has also been reported (No et a/., 2002; Seyfarth et a/., 2008; Zhang et al., 2010). Reports of antitumor activities of chitosan on oral sec cells are scarce despite many in vitro and in vivo reports on other cancer types (Maeda and Kimura et al., 2004; Qi et al., 2005a; Qi et al. 2006; Liu et a/., 2010).
to
apoptosis or authophage. Alternatively, such chitosan interaction with tumor cell membrane
may
disrupt
cellular
functions
needed to
maintain cell viability, resulting in necrosis. Results
of in
vitro
studies
showed
that
antitumor effects of chitosan vary depending
on its molecular weight (MW), particle size, dosage,
and
incubation
In
time.
vivo
anticancer activity of chitosan on tumour weight and volume reduction was
Chitosan as a candidate for anticancer agent
4)-linked
molecules with negatively charge tumor cell
clearly
different depending on its administration route with no effects on the animal body weight reduction and was significantly different from other conventional anticancer drugs (Qi et al., 2006; Liu et a/., 20 I 0). Cytotoxic effects of conventional
anticancer
agents
such
as
cisplatin surpassed chitosan against cancer cells (Qi et al., 2006). However, effects of chitosan on normal cells might be different from those of cisplatin (Luanpitpong et al., 2011),
since
chitosan,
but not cisplatin,
considerably induced proliferation of fibroblast and keratinocyte cell lines in vitro (Howling et
al., 2001),
which
are the
types of cells
surrounding oral sec. Proliferative activity of chitosan to fibroblasts and keratinocytes was positively correlated with its DD (Howling et
al., 2001) but negatively correlated with its MW (Wiegand et al., 2010). However, in cancer cells, such as A549, zeta potential seemed to determine the type of cellular uptake,
but not
cytotoxicity,
of chitosan
molecule and chitosan nanoparticle. It has
been shown that changes in MW had bigger effects than DD in altering the zeta potential of chitosan molecules and chitosan nanoparticle (Huang et al.,
2004).
Therefore,
characteristics of chitosan play
physical
significant
roles in determining its effects on a given cell, which may contribute to the variations of effects on different types of cancer cells in
previous studies (Pathak et a/., 2007; Liu et al., 2009).
Research aims To analyze the anticancer properties ofLMWC on oral sec cell line in terms of cytotoxicity and analysis of its effect on apoptosis and cell
1
proliferation to elucidate mechanism of cell death.
the
possible
Data analysis All data resulted from this research was stored digitally in a computer. Data analysis were performed using GraphPad Prism 5 (GraphPad Software, Inc., CA, USA). Descriptive analysis of data was presented in mean and standard deviation. Determination of IC50 concentration was performed using a linear regression equation of the cytotoxic curve on the GraphPad Prism 5. Furthermore, mean difference between experimental and control group was statistically analysed using unpaired two tailed t-test if comparing 2 experimental groups and one-way ANOVA followed by Newman-Keuls Multiple Comparison Test, if there are more than 2 groups were compared. Significance was determined atp < 0.05.
Results and discussion Cytotoxic effects of chitosan against oral cancer cell lines is molecular-weight dependent and cell-type-specific The decision of analysing the anticancer effect of LMWC on Ca9-22 cell line was based on our preliminary experiments that explored th.e physical characteristic and cytotoxic effect of two types Of chitosan [LMWC and high molecular weight chitosan (HMWC) (Sigma Aldrich Cat No. 4I,94I-9)] on a panel of oral SCC cell lines (HSC-3, HSC-4 and Ca9-22 cell lines). The HSC-3 and HSC-4 were oral squamous cell carcinoma established at the Second and First Departments of Oral and Maxillofacial Surgery, Faculty of Dentistry, Tokyo Medical and Dental University. HSC-3 and HSC-4 (assigned as JCRB0623 and JCRB0624) were established from tongue carcinoma. The culture conditions were performed as previously described.
•
Three oral SCC cell lines (HSC-3, HSC-4 and Ca-922) and a keratinocyte cell line (HaCaT) were treated with six different concentrations of two types of chitosan (LMWC and HMWC) and then cytotoxicity was measured by MIT assay. Based on three independent experiments, IC50 values were determined by using Non-linear regression: Dose response Inhibition (log (inhibitor) vs. normalized response (variable slope)) in GraphPad Prism 5 software. A l % (w/v) stock solution of each type of chitosan was prepared using I% acetic acid, which is commonly used for solving chitosan. The manufacturer of chitosan used in this
study only specified the DD and MW. Particles of each chitosan solution were measured for size distribution and zeta potential. Zeta potential s i defined as overall charges of chitosan particles in mediwn and is an indicator of its stability in a colloidal system. Characteristics of each chitosan type are presented in Table t· The two types of chitosan used in this study had slightly different DD and MW, which have been stated by the manufacturer. Particle size of LMWC was lower than that of HMWC, whereas zeta potentials of both types of chitosan were 38.81 and 37.62 mV respectively. The results showed that the MW of chitosan diluted in 1 % acetic acid positively correlated with their particle size and the particle charge of both types of chitosan were classified as stable, although the particles of LMWC had slightly more positive zeta potential than that of HMWC, in other words slightly more stable particle charge (Table 1). Overall, LMWC exerted stronger cytotoxic effects on all cancer cells than HMWC. The data showed that HSC-3 and Ca9-22 cells were more sensitive to both types of chitosan. The IC50 of HSC-3 and Ca9-22 cells for LMWC was 461.4±32.96 J.tg/ml and 779.1:±132.1 J.tg/ml, respectively, whereas that for HMWC was 101 2:t554.8 �tg/ml and I03hl92.2 J.tg/ml, respectively (Figure I). The IC5o values of LMWC for HSC-3 and Ca9-22 cells were 5-8 fold lower than for HaCaT cells, which were statistically significant (p<0.05) (Figure 1). In contrast to HSC-3 and Ca9-22 cells, HSC-4 cells were resistant to both, with HMWC was significantly less cytotoxic to HSC-4 cells than LMWC (p
2
response to chitosan, and thus the particle of
action time of chitosan and expression of cell
LMWC at this concentration would preferably
death-related
interact
facilitate
investigate the types of cell death foiJ.owing
proliferation in HSC-4 cells, as observed in
chitosan treatment and to understand more
HaCaT cells. Several studies have also shown
detailed anticancer mechanisms of chitosan.
with
molecules
which
that HSC-4 cells are less sensitive than HSC-3
molecules
are
needed
to
and Ca9-22 towards other anticancer agents
The preliminary results confirmed that the
(Okamura et al., 2008; Chu et al., 2009;
LMWC has stronger cytotoxic effect compared
Hoshikawa
et
explanation
2010).
al.,
for
different
A
possible
sensitivities
to HMWC on all oral SCC cell lines tested and
to
further experiments would use this type of
chitosans between HSC-4 cells and other cell
chitosan. The analysis of LMWC cytotoxicity
lines might be due to their different genetic
on oral sec cell line would be compared witll
backgrounds affecting their response to a given
that
stimulus. In this regard, the involvement of
Therefore, it was decided that the Ca9-22 cell
p53 mutation types (Sakai and Tsuchida, 1992;
line
K.amiya et al., 2005; lchwan, et al., 2006) or
experiments, since previous study has shown
of cisplatin
as
the
reference
drug.
was used instead of HSC-3 for further
alterations of other genes related to anticancer
that the Ca9-22 cell line was the most sensitive
agent sensitivity (Kaneda, et a/., 2006; Liu et
cell line to all types of chemotherapeutic agent
al., 2009) might affect the sensitivity to
studied
chitosan in these cell lines.
HSC-3 (Kaneda, eta/., 2006).
Importantly, both types of chitosan at certain
LMWC showed lower cytotoxic compared to cisplatin
concentrations (200 to 250 �tg/ml in LMWC, 200
to
300
J.lg/ml
in
HMWC)
induced
proliferation of HaCaT cells, although they inhibited
at higher
concentrations
(> 1000
J.lg/ml). In contrast, both of them did not induce proliferation of oral sec cell lines at
the concentrations that induced proliferation of HaCaT cells. Furthem1ore, HMWC showed
stronger proliferation activity than LMWC in
HaCaT cells. In particular, the cells treated wit11 HMWC at 300 !-1-g/ml showed almost 2fold proliferation activity compare to untreated cells (p
cytotoxic activity in all oral sec cell lines compared
to
HMWC,
which
is
consistent with other studies reported that cytotoxicity
effects
of
chitosan
were
negatively correlated with its MW (Maeda et
a!., 2004; Huang et al., 2004). Furthermore, while both types of chitosan inhibited the growth
of
HaCaT
cells
at
higher
concentrations, LMWC exhibited significantly higher cytotoxic effects than HMWC (Figure 1 ), indicating that the cytotoxicity of chitosan
on HaCaT cells is also negatively correlated with its MW. Although mechanism(s) involved in this phenomenon still remains unclear, the particle size of chitosan has been shown to influence the levels of its accumulation on tumor cells. It has been hypothesized that higher proton transfer to the glucosamine unit
of LMWC than that of HMWC may generate
more binding sites to cell membrane, resulting in increasing cytotoxicity effect of LMWC (Ma et a!., 2009). However, further time course
experiments
analyzing
the
optimal
cisplatin)
compared
to
effect
After three independent experiments analyzing cytotoxicity of six different concentration of LMWC on Ca9-22 cell line (as described in section 8.1 ), the result was compared with cisplatin as the reference drug. Cell suspension was exposed to different concentration of cisplatin and the cell viability was analysed with MTT assay (as described in section 6.3), ICso was determined as 8J.lg/ml using Non linear
regression
software.
From
in this
GraphPad observation,
Prism
5
altbough
LMWC had cytotoxic effect on Ca9-22 cell, cisplatin
This study revealed that LMWC had stronger tested
(including
significantly
showed
superior
cytotoxic effect, having IC50 only I /100 of that ofLMWC (p=0.00051)
(Figure 2).
LMWC showed selective cytotoxicity While causing cytotoxic effect on Ca9-22 at ICso
800!-tg/ml,
LMWC
proliferation of HaCaT
cells
resulted
in
at the same
concentration. The cell viability of HaCaT cells after LMWC exposure was higher by 40% than that of Ca9-22 cells (89.69±16.56% vs
53.26±5.22%)
and the difference
statistically significant
(p
Ne:wman-Keuls Multiple
Comparison
was
ANOVA
Test,
The result of this study was in
Figure 3).
accordance with previous study showing that chitosan could enhance mitogenic activity of fibroblasts and keratinocytes (Howling et a!., 2001). In contrast,
after exposure of cisplatin at
8J.lg/ml, the mean cell viability of Ca9-22 and HaCaT
cell
lines were 49.01±6.64%
and
48.94±5.52% respectively and the difference was
not
statistically
significant
(p>0.05,
3
ANOVA Newman-Keuls Multiple Comparison Test,
ANOVA Newman-Keuls Multiple Comparison Test). However, exposure of cisplatin showed
Figure 3).
a lot higher increase of the apotoptotic cell High concentration of LMWC was needed to show its cytotoxic effect on
Ca9-22
cell line.
populaton by 14 times compared to control to become
20.8±1.4%
(p
ANOVA
This result is in line with other study that
Newman-Keuls Multiple Comparison
showed cytotoxic effect of trimethyl-chitosan
However, cisplatin also caused 23.8±2.1% of
(TMC) started when given at the concentration
HaCaT cells
higher than 74l�g/ml (Huang et
2004).
cisplatin was proven to be a stronger apoptotic
This could explain results of other study that
inducer to both Ca9-22 and HaCaT cells
al.,
Test).
become apoptotic. Therefore,
could not see cytotoxic effect of cbitosan when
compared
given at 3.2Jlg/ml (Liu et al., 2010). Although
Newman-Keuls
to
LMWC
high concentration of chitosan was needed to
(Figure 4).
(p
Multiple
ANOVA
Comparison
Test)
become cytotoxic to cancer cell in vitro, might not result in problem in in vivo experiment, since cbitosan is a safe non toxic natural polymer which has LD >16g/day/kg body weight (Hirano, 1996).
When TUNEL assay was subjected to LMWC exposed HaCaT cells, it was showed
that only
4.13±0.9% of HaCaT cells were apoptotic (vs 9.0±3.6% of Ca9-22 cells; p<0.05, ANOVA Newman-Keuls
Multiple
Comparison
Test)
The mechanism(s) behind the opposite effects
(Figure
of chitosan on non-cancer cells and cancer
has antagonist effect on HaCaT cells and
cells might be related to the fact that the highly
4). This result confirmed
that
LMWC
apoptosis might only be partially contributed
positively charges of amino groups in chitosan
to cell death resulted from LMWC exposure to
molecules may attract tumor cell membrane,
Ca9-22 cells.
which is negatively charged in a greater extent than normal cells (Zhang et a/., 2010). Thus,
Determination of apoptotic cell in
chitosan might directly attack cancer cells
was
based
on
this
study
number of TUNEL positive
through interaction with tumor ceJI membrane
cells
or extracellularly with a particular receptor or
randomly chosen microscopic field and the
via endocytosis to induce cytotoxicity in vitro
counting was repeated two times. However,
(Huang et a/., 2004). Alternatively, chitosan
might
cause
men1brane
disruption
by
found
per
exposed
of inflammatory cytokines IL-6 and IL-8,
methylen
which have been
optimally stain
to have mitogenic
cells
counted in
a
field was found to be difficult in LMWC
electrostatic interaction leading to an increase
shown
250
counting of total cells on a given microscopic groups. green
In
this
experiment,
counterstain
could
the not
the cells making counting more
effects on normal fibroblasts and keratinocytes
difficult.
(Wiegand et a!., 2010). Cancer cells might Jose
apoptotic detection kit might provide more
The
use
of
fluorescence-based
the ability to respond the membrane damaging
sensitive method since possible non-specific
effects of chitosan, such as the release of such
binding by DAB substrate in the sample could
inflammatory cytokines.
be eliminated (Qi et al., 2005). Alternatively,
Taken into account its cytotoxic effects, there
fragmentation on a 96 well plate might serve a
is possibility that chitosan serve as a promising
non-cell counting analysis.
treatment of oral cancer. However, a lot of
LMWC only resulted in slight increase subGl cell population The subG l cell population after LWMC exposure increased by only 4% to become
quantitative material for a safer therapeutic option in the
•
the
future studies that should look into in vivo experiments,
drug
formulation
many steps of clinical
trials
and finally
still need to
be
colorimetric
analysis
of DNA
performed.
7±1.57%,
Apotosis is not the major mechanism of cell death resulted from exposure of LMWC
(Figure 7). In comparison, other study showed that dsplatin resulted 20% of subG 1 cell population to 22%
compared
to
control
(p>0.05,
unpaired t-test two-tailed)
compared to control (Liu et a!., 2011). The
Less TUNEL positive cells were shown after LMWC exposure
result of current study further confirms that
After counting the number of TUNEL positive
mechanism involved after LWMC exposure.
it was shown that LMWC exposure on Ca9-22
Cell cycle arrest might be tbe mechanism of cell death resulted from exposure of LMWC
cells according the criterion set on section 6.4,
cell increased the apoptotic cell population to 9.0±3.6% compared with
apoptosis
is
not
the
major
cell
death
control {p
4
There was increase of Ca9-22 cell population in G1 phase after LMWC exposure to 51±3.05% compared to control (p
,.
Alternatively, G l arrest could also presented when checkpoint occured in middle-late G 1 phase because of prevention of RB phosphorylation (middle phase) or inhibition of Cyclin E-Cdk2 activity (late phase) (Vermeulen, 2003). It was shown that UV/radiation-exposed mammalian cells would activate ATM/ATR to cause Cdc25A phosphorylation through Chkl/Chk2 that results in ubiquitination of Cdc25A. This would result decrease in Cdc25A concentration and activity, result in Cyclin E Cdk2 inactivation and arresting cells in G l phase (Bartek dan Lukas, 2001). Therefore, signalling between TGF beta-p 15/p27ATM/ATR-Chkl/Chk2or Cdk4/Cdk6 Cdc25A-Cdk2 might be the possible mechanism involved in GI arrest resulted by LMWC exposure (Bartek dan Lukas, 2001). However, further study _to analyze this theory needs to be performed. There was increase of Ca9-22 cell population in S phase after LMWC exposure to 32±1.53% compared to control (p<0.01, t-test two tailed) (Figure 7), showing that LMWC resulted in S arrest n i this population of cells. The regulation of S phase arrest generally does not involve specific role of p53 or p21, therefore
the mechanism might possibly involve ATM Chk2-Cdc25A-Cdk2 signalling that result in inhibition of DNA synthesis in S phase for several hours (Falck et a!., 2001). Further study to clarifY this theory need to be performed. The number of cells in G2/M phase was drastically decrease after LMWC exposure from 37±1.15% to 9±1.07% {p
Permanent cell cycle arrest that resulted in cellular senescence is the aim of anticancer treatment. Senecence is a major process of aging as wei as au important anticancer mechanism (Senturk et a!,. 201 0). Cell cycle arrest at G 1 and S phase resulted from LMWC exposure might be initiated by increased expression of TGF beta. This molecule might activate Smads 2/3 and Smad 4 that might further activate the function fo p15 and p21 as CKI on GI phase through Nox 4 and finally activate the production of some reactive oxygen species (ROS) that resulted in cell senescence (Senturk et at,. 2010). Further research to identify markers of cellular senescence could be performed to test the hypotheses. Other research focus on cells which were not attach to culture dish after chitosan exposure might give answer about cell fate and deeper insight to anticancer mechanism ofLMWC. LMWC-exposed Ca9-22 cells showed opposite cell cycle profile compared to LMWC-exposed HaCaT cells. The LMWC-exposed HaCaT cells presented a significantly different cell cycle profile than the LWMC-exposed Ca9-22, showing lower cell population in subG I phase (2±0.5%vs7±1.57%7; p
5
LMWC results in distinct morphological changes Observation through phasecontrast microscope
Copper M, Jovanovic A, Nauta J, Braakhuis B,
de Vries N, van der Waal, et al. Role of
revealed distinct morphological changes on the
genetic factors in the etiology of squamous cell
LMWC-exposed Ca9-22 cells compared to
carcinoma
control
and
the
cisplatin-exposed
Additionally, there was
ones.
decreased in
of the head and neck. Arch Otolayngol Head Neck Surg 1995; 121: 157-60.
cell
numbers observed in the LWMC-exposed and
Darzynkiewicz
cisplatin-exposed group.
Analysis of Cellular DNA Content by Flow
Conclusions
Bio/ 2010;676:137-47.
Z,
H;,alicka
D,
Zhao
H.
and Laser Scanning Cytometry. Adv Exp Med
Low molecular weight chitosan has selective cytotoxicity on Ca9-22 cells with relatively
Dutta P,
safer to HaCaT cells in comparison with
Chitosan:
cisplatin. Apoptosis is not the major cell death mechanism involved after exposure of LMWC
Dutta J, Tripathi V. chemistry,
Chitin &
properties
and
application. JSci Ind Res 2004;62:20-31 .
assay and cell cycle
Falck J MN, Syljuasen RG, Bartek J , Lukas J.
analysis (suG 1 population). Cell cycle arrest is
The ATM-Chk2-Cdc25A checkpoint pathway
the possible cell death mechanism involved
guards against radioresistant DNA synthesis.
after exposure of LMWC. Therefore, it is
Nature 2001 12;41 0(6830):842-7.
TUNEL
as analyzed by
concluded that LMWC would have a good prospect to be developed as anticancer agent providing
safer
compared
to
and
side
conventinal
effect reduction cytotoxic
drugs.
Gallaher CM, Munion J, Hesslink R, Jr, Wise J,
Gallaher
D.
Cholesterol
reduction
by
glucomannan and chitosan is mediated by
Although many future studies to complete this
changes in cholesterol absorption and bile acid
study including in vivo experiments,
and
drug
formulation and finally clinical trials are still
fat
excretion
m
rats.
J
Nutr
2000; 130:2753-9.
need to be done. Furthermore, attempts to study the possibility of combine treatment between
chitosan
and
other
conventional
anticancer dings would also provide a good
Hannon G, Beach D. p 15INK4B is a potential effector of TGF-beta-induced cell cycle arrest.
Nature 1994;371 (6494):257-61.
evidence of the potential use of chitosan in Hirano S. Chitin biotechnology applications.
anticancer treatment.
Biotechnol Annu Rev 1996;2:237-58.
References Andreadisa C, Vahtsevanosb K, Sidirasc T,
Howling G, Detttnar P, Goddard P, Hampson
Thomaidisc I, Antoniadisb K, Mouratidoua D.
5-Fluorouracil and cisplatin in the treatment of
F, Domish M, Wood E. The effect of chitin
advanced
and chitosan on skin fibroblasts
oral
cancer.
Oral
Oncol
2003;39:380-5.
Biomaterials 2001 ;22:2959-66.
Bartek J, Lukas J. Mammalian G l - and S
Huang M,
Khor
phase
cytotoxicity
of
checkpoints
in
response
to
DNA
damage. Curr Opin Cell Bioi. 2001;13:738-47. Boukamp P, Petrussevska R, Breitkreutz D,
Hornung J, Markham A, Fusenig N. Normal keratinization in a spontaneously immortalized
E,
Lim L.
chitosan
Uptake and
molecules
nanoparticles: Effect of molecular weight degree
"
the proliferation of human and keratinocytes in vitro.
of
deacetylation.
Pharm
and
and Res
2004;2:344-53. Ichwan SJ, Yamada S, Sumrejkanchanakij P,
aneuploid human keratinocyte cell line. J Cell
Ibrahim-Auerkari E, Eto K, Ikeda MA. Defect
Bio/ 1 988;106:761-71.
in serine 46 phosphorylation ofp53 contributes to
acquisition
squamous
a!.
2006 23;25(8):121 6-24.
Fabrication
composite
of
chitosanlsilk
nanofibersfor
fibroin
cell
of p53
Cai Z, Mo X, Zhang K, Fan L, Yin A, He C, et
resistance
carcinoma cells.
n i
oral
Oncogene
wound-dressing
applications. Int J Mol Sci 201 0; l l : 3529-39.
Kamiya Y, Ohshima T. The individual cell
Carvalho A, Singh B, Spiro R, Kowalski L,
p53 tumor suppressor gene mutation. Oral Sci
properties oforal squamous cell carcinoma and Shah J. Cancer ofthe oral cavity: a comparison
between institutions in a developing and developed nation. Head Neck 2004;26:31-8.
Int 2005;2(2): 1 04-17.
a
Kaneda Y,
Shimamoto H, Matsumura
K,
6
Arvind R, Zhang S, Sakai E, et al. Role of caspase 8 as a determinant n i chemosensitivity of p53-mutated bead and neck squamous cell carcinoma cell lines. J Med Dent Sci 2006;53:57-66.
Liu J, Uematsu H, Tsucbida N, Ikeda M. Essential Role of Caspase-8 in p53/p73Dependent Apoptosis Induced by Etoposide in Head and Neck Carcinoma Cells. Mol Cancer 2011; 10(95). Liu J, Uematsu H, Tsuchida N, Ikeda MA. Association of caspase-8 mutation with chemoresistance to cisplatin n i HOC3 13 head and neck squamous cell carcinoma cells. Biochem Biophys Res Commun 2009;390:98994.
Lin X, Zhou S, Li X, Chen X, Zhao X, Qian Z, et al. Anti-tumor activity of N-trimethyl chitosan-encapsulated camptothecin in a mouse melanoma model. J Exp Clin Cancer Res 2010;29:76-84.
Luanpitpong S, Nimmannit U, Chanvorachote P, Leonard S, Pongrakhananon V, Wang L, et a!. Hydroxyl radical mediates cisplatin induced apoptosis in human hair follicle dermal papilla cells and keratinocytes through Bcl-2-dependent mechanism. Apoptosis 20 1 1;16(8):769-82.
Ma P, Lavertu M, Winnik F, Buschmann M. New insights into Chitosan-DNA interactions using isothermal titration microcalorimetry. Biomacromolecules 2009; 1 0(6): 1490-99. Maeda Y, Kimura Y. Antitumor effects of various low-molecular-weight chitosans are due to increased natural killer activity of intestinal intraepithelial lymphocytes in sarcoma ! SO-bearing mice. J Nutr 2004; 134:945-50.
•
Martinez L, Mihu M, Tar M, Cordero R, Han G, Friedman A, et al. Demonstration of Antibiofilm and Antifungal Efficacy of Chitosan against Candida! Biofilms, Using an In Vivo Central Venous Catheter Modet. Journal Diseases of Infectious 20 1 0;201 (9): 1436-40. No H, Park N, Lee S, Meyers S. Antibacterial activity of chitosans and chitosan oligomers with different molecular weights. Int J Food Microbio/ 2002;14:65-72.
Pathak K, Juvekar A, Radhakrishnan D, Deshpande M, Pai V, Chaturvedi P, et al. h1
vitro chemosensitivity profile of oral squamous cell cancer and its correlation with clinical response to chemotherapy. Indian J Cancer 2007;44: 142-6.
Qi F, Xu Z, Li Y, Jiang X, Han X. In vitro effects of chitosan nanoparticles on proliferation of human.gastric carcinoma cell line MGC803 cells. World J Gastroenterol 2005a; 1 1 : 5 136-41. Qi F, Xu Z. In vivo antitumor acttvtty of chitosan nanoparticles. Bioorg Med Chern Lett. 2006;16:4243-5.
Reynisd6ttir I, Polyak K, Iavarone A, Massague J. Kip/Cip and Ink4 Cdk inhibitors cooperate to induce cell cycle arrest in response to TGF-beta. Genes Dev 1995;9(15):183 1-45.
Sakai E, Tsuchida N. Most human squamous cell carcinomas in the oral cavity contain mutated p53 tumor-suppressor genes. Oncogenes 1992;7:927-33. Sharma P, Saxena S, Aggarwal P. Trends in the epidemiology of oral squamous cell carcinoma in Western UP: An institutional study. Indian J Dent Res 2010;21:316-9. Senturk S, Mumcuoglu M, Gursoy-Yuzugullu 0, Cingoz B, Akcali K, Ozturk M. Transforming growth factor-beta induces senescence in hepatocellular carcinoma cells and inhibits tumor growth. Hepatology. 2010;52(3):966-74.
Seyfarth F, Schliemann S, Elsner P, Hipler U. Antifungal effect of high- and low-molecular weight chitosan hydrochloride, carboxymethyl chitosan, chitosan oligosaccharide and N acetyl-D-glucosamine against Candida albicans, Candida krusei and Candida glabrata. Int J Pharm 2008;353:139-48. Sharma P, Saxena S, Aggarwal P. Trends in the epidemiology of oral squamous cell carcinoma in Western UP: An institutional study. Indian JDent Res 2010;21 :316-9. Shibuya Y, Tanimoto H, Umeda M, Yokoo S, Komori T. Induction chemotherapy with Docetaxel, Cisplatin and 5-fluorouracil for tongue cancer. Kobe J Med Sci 2004;50: 1 -7. Singla A, Chawla M. Chitosan: some phannaceutical and biological aspects--au update. JPharm Pharmaco/ 2001;53: 1047-67.
7
--�!!!!!II !!
Sugano M, Fujikawa T, Hiratsuji Y, Nakashima K, Fukuda N, Hasegawa Y. A novel use of chitosan as a hypocholesterolemic agent in rats. Am J Clin Nutr. 1980;33(4):8793.
Suh J, Matthew H. Application of chitosan based polysaccharide biomaterials in cartilage tissue engineering: a review. Biomaterials 2000;21 :2589-98.
Takimoto H, Hasegawa M, Yagi K, Nakamura T, Sakaeda T, Hirai M. Proapoptotic effect of a dietary supplement:water soluble chitosan activates caspase-8 and modulating death receptor expression. Drug Metab Pharmacokin 2004; 19:76-82.
Vermeulen K, van Bockstaele D, Berneman Z. The cell cycle: a review of regulation, deregulation and therapeutic targets in cancer. Cell Prolif2003;36: 1 3 1 -49.
Wiegand C, Winter D, Hipler U. Molecular weight-dependent toxic effects of chitosans on the human kerainocyte t cell line HaCaT. Skin Pharmacal Physiol 20 1 0;23: 164-70.
Yang R, Shim W, Cui F, Cheng G, Han X, Jin Q, et al. Enhanced electrostatic interaction . between chitosan-modified PLGA nanoparticle and tumor. Jnt J Pharm 2009;371 (1 -2):42 Zaharoff D, Rogers C, Hance K, Schlom J, Greiner J. Chitosan solution enhances both humoral and cell-mediated immune responses Vaccine vaccination. to subcutaneous 2007;25:2085-94.
Zhang J, Xia W, Liu P, Cheng Q, Tahirou T, Gu W, et al. Chitosan Modification and Pharmaceutical/Biomedical Applications. Mari ne Drugs 2010;8:1962-87 .
•
8
C. SINO PSIS PENELITIAN LANJUTAN
•
46
� · .� ';.. , _
c: , t l r
,
: _ 1
Analisis Morfologi dan Integritas Membran Sel sebagai Upaya menjelaskan Interaksi Kitosan dengan Sel Kanker Mulut Abstrak Kitosan yang merupakan bahan alam multimanfaat yang dapat dibentuk menjadi berbagai sediaan dan memiliki banyak aktifitas biologis termasuk antikanker. Kitosan berat molekul rendah
(KBMR)
telah diteliti memiliki sifat sitoto1csik pada
beberapa
jenis sel kanker mulut dan memberikan efek yang bervariasi tergantung pada jenis sel kanker yang diperiksa.
Sel galurHSC-3 dan Ca9-22 merupakan sel yang sensitif
terhadap paparan KBMR dan memperlihatkan IC5o yang lebih rendah dibandingkan sel HSC-4. Namun mekanisme kematian sel yang terjadi setelah paparan kitosan belum diketahui dengan jelas. Analisis terjadinya apoptosis dengan uji
TUNEL dan
aktifitas Caspase memperlihatkan bahwa apoptosis bukan merupakan mekanisme kematian sel utama yang terjadi setelah paparan kitosan. Namun, terlihat bahwa paparan KBMR kemungkinan menyebabkan hambatan proliferasi pada fase G 1 dan S pada sel Ca9-22. Sebaliknya, berbeda dengan cisplatin, paparan KBMR tidak memberikan efek sitotoksik yang besar pada sel HaCaT yang merupakan sel galur keratinosit, yang menunjukkan bahwa terdapat mekanisme toksisitas selektif. Terjadinya
perbedaan
efek
paparan
KBMR
pada
kedua
jenis
sel
tersebut
kemungkinan dimulai oleh adanya interaksi antara KBMR dengan membran sel, hal ini menjadi hipotesis karena pada pengamatan pada penelitian pendahuluan terlihat perubahan morfologi sel setelah paparan kitosan secara mikroskopis
dengan
pembesaran x300. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis integritas membran sel yang dipapar kitosan untuk melihat kemungkinan terjadinya nekrosis pada sel kanker yang dipapar kitosan serta menganalisis morfologi ultrastruktur
permukaan dan
intraselular sel kanker setelah paparan kitosan. Keywords: Kitosan, LDH, SEM, TEM, kanker mulut
47