PERLAKUAN SONIKASI TERHADAP KITOSAN : VISKOSITAS DAN BOBOT MOLEKUL KITOSAN
ARDILA LARA KENCANA
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
terUntuk : kedua orangtuaku... mama (Hetty) dan Papa (Aceng) dan kedua adikku... Icha dan reva
Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran 191)
ABSTRAK ARDILA LARA KENCANA. Perlakuan Sonikasi Terhadap Kitosan : Viskositas dan Bobot Molekul Kitosan. Dibimbing oleh MERSI KURNIATI, M. Si dan JAJANG JUANSAH, M. Si. Penggunaan kitosan telah meluas di berbagai bidang mulai dari pengolahan limbah, biomedis, kosmetik, hingga pangan. Aplikasi kitosan di berbagai bidang tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh bobot molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD) kitosan. Dalam bidang medis contohnya, terutama dalam pengembangan sistem penghantaran obat, bobot molekul mempengaruhi laju pelepasan obat dalam tubuh. Degradasi polimer kitosan yaitu viskositas, BM, dan struktur kristal akibat perlakuan sonikasi telah dipelajari. Kitosan yang digunakan memiliki karakteristik DD sebesar 73,894%, viskositas intrinsik 462,27 ml/g dan BM sebesar 8,95 x 105 g/mol. Pencirian karakteristik DD kitosan dilakukan dengan karakterisasi FTIR dan pengukuran viskositas menggunakan viskometer bola jatuh Gilmont. Perlakuan sonikasi diberikan dengan ultrasonics processor Cole-Palmer 20 kHz 130 watt dengan variasi waktu lama sonikasi 2, 4, 6, 8, dan 60 menit dengan pulsa nyala 5 detik mati 1 detik. Konsentrasi larutan kitosan tidak divariasikan, yaitu 2% (b/v) pada pelarut asam asetat 2% (v/v). Sebagai surfaktan digunakan Tween80 dengan konsentrasi 2% (v/v) dengan perbandingan larutan kitosan dan Tween80 sebesar 2:1. Viskositas kitosan setelah sonikasi mengalami penurunan linear pada 8 menit pertama dan setelah 60 menit penurunan viskositas terlihat signifikan terhadap viskositas awal. Bobot molekul yang dihitung melalui persamaan Mark-Houwink yang menghubungkan BM dengan viskositas intrinsik juga menunjukkan adanya penurunan BM kitosan. Viskositas intrinsik dan BM setelah disonikasi selama 2, 4, 6, 8, dan 60 menit masing-masing adalah sebesar 475.04; 475.50; 434.89; 381.17; 213.81 ml/g dan 6,68x105; 6,69x105; 6,15x105; 5,42x105; 3,8x10-4 g/mol. Pola XRD menunjukkan adanya perubahan struktur kitosan dari bentuk anhydrous menjadi amorf sementara spektra inframerah (IR) tidak menunjukkan adanya gugus selain gugus yang dimiliki kitosan dan tidak adanya perubahan DD. Gambar SEM memperlihatkan bentuk partikel yang bulat namun menggumpal yang diduga akibat kurangnya Tween80 sebagai pengemulsi larutan yang juga diperkuat dari pola XRD dan spektra IR yang tidak menunjukkan adanya Tween80 dalam sampel. Kata kunci: sonikasi, kitosan, viskositas, derajat deasetilasi, bobot molekul.
PERLAKUAN SONIKASI TERHADAP KITOSAN : VISKOSITAS DAN BOBOT MOLEKUL KITOSAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
ARDILA LARA KENCANA
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
: Perlakuan Sonikasi Terhadap Kitosan : Viskositas dan Bobot Molekul Kitosan
Nama
: Ardila Lara Kencana
NRP
: G74104027
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
(Mersi Kurniati, M.Si)
(Jajang Juansah, M. Si)
NIP. 132 206 237
NIP. 132 311 933
Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
(Dr. drh. Hasim, DEA) NIP. 131 578 806
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Alhamdulillaahhirabbal’alamiin. Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Perlakuan Sonikasi Terhadap Kitosan : Viskositas dan Bobot Molekul Kitosan” ini tak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak selama pengerjaannya. Ucapan terimakasih ditujukan bagi mereka yang membantu dalam pengerjaan skripsi tugas akhir ini: Kedua orangtua: Mama, Papa, serta kedua adeku Icha dan Reva yang senantiasa memotivasi dan mendoakan serta mendukung kaka selama ini. Ibu Mersi Kurniati, M.Si dan Bpk Jajang Juansah, M.Si selaku pembimbing yang selalu sabar dalam membimbing penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Bpk Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si Bpk Nurwanto dari Pusat Antar Universitas IPB untuk pengering semprot. Ibu Titis dari Biofarmaka untuk karakterisasi FTIR. Bpk Dadang dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan serta Bpk Sulistyo Giat MT dari BATAN untuk karakterisasi XRD. Bpk Wikanda dan Bpk Wawan dari PPGL Bandung untuk karakterisasi SEM. Tim Penguji Sidang : Bpk Sidikrubadi Pramudito, M.Si, Ibu Siti Nikmatin, M.Si, dan Bpk Dr. Ir. Irmansyah, M.Si Dosen-dosen Departemen Fisika: P’Irzaman, P’Indro, P’Irmansyah, P’Dahlan, P’Husin, P’Sidik, P’Faozan, P’Jamil, P’ Akhir, Bu Mersi, Bu Anik, P’Agus, P’Mahfudin, P’Hanedi, P’Edward, P’Jajang, P’ Umar, P’Ardian. Staff departemen fisika: P’Firman, P’Suharno, P’Maulana, P’Asep, P’Jun, Bu Elly, Bu Dini, Bu Grace, Pa Yani, Pa Yaya, Pa Toni, Pa Rahmat. Kawan-kawan fisika’41: Uwai, Devi, Vera, Nunung, Ulil, Inna, Asfiny, Riski, Elly, Fazmi, Tebe, Farid, Rizki, Casnan, Iphie, Heri, Hasti, Saor, Romzie, Agung, Rahma, Rahmi, Ade, Ulul, Arum, Aep, Isran, Grice, Dimi, FiZah, Vter, Qori, Ana, Rina, Mb’Mel, Eka, Nope, Erdi, dan Puji. Senang dan bangga menjadi bagian dari kalian semua, kawan. Thanks for everything. Rekan-rekan fisika 40, 42, 43, 44 Teman-teman Ananda2 dan d’ex: T’Tya, T’Lia, T’Uci, T’La, T’Atik, T’Tatha, T’Asih, Nina, Syifa, Ika, Denise, Vio, Ditta, Nophe, Yulan, Kiki, Tika. Serta semua yang mungkin tidak tersebut satu-persatu atas do’a, dukungan, dorongan semangat dan kesabarannya terhadap penulis selama ini.
Bogor, Mei 2009
Ardila Lara Kencana
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 22 Oktober 1986 di Sukabumi, Jawa Barat sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Aceng Suandi dan Hetty Hebertina Nasution. Penulis mengenyam pendidikan mulai dari SDN 4 Cilegon (1992 – 1998), yang dilanjutkan ke SLTPN 2 Cilegon (1998 – 2001), hingga ke SMUN 1 Cilegon (2001 – 2004). Pada tahun 2004 penulis lulus SMU dan ditahun yang sama pula diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Fisika FMIPA IPB untuk pendidikan sarjana strata satu (S1). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis sempat aktif di SERUM G sebagai staf infokom (2005) dan staf SAS (2006 – 2007), staf infokom HIMAFI (2007), serta pernah menjadi panitia di beberapa kegiatan seperti KIPAS (2006 dan 2007) dan Kompetisi Fisika PESTA SAINS 2006.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ......................................................................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vi RIWAYAT HIDUP ............................................................................................................ vii DAFTAR ISI...................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................................... xi PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian...................................................................................................... 1 Hipotesis .................................................................................................................. 2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 2 Kitosan..................................................................................................................... 2 Polisorbat 80 (Tween®80)........................................................................................ 2 Ultrasonik ................................................................................................................ 3 Sonokimia................................................................................................................ 4 Viskositas (η) ........................................................................................................... 4 Difraksi Sinar-X (XRD)............................................................................................ 6 Spektroskopi Fourier Transform InfraRed (FTIR)..................................................... 6 Mikroskop Susuran Elektron (SEM) ......................................................................... 6 BAHAN DAN METODE ................................................................................................... 7 Bahan dan Alat......................................................................................................... 7 Metode Penelitian..................................................................................................... 7 Pencirian Kitosan............................................................................................... 7 Pengukuran Viskositas....................................................................................... 7 Pembuatan Serbuk Partikel Kitosan.................................................................... 7 Karakterisasi FTIR ............................................................................................ 7 Karakterisasi XRD............................................................................................. 7 Karakterisasi SEM............................................................................................. 7 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................... 8 Viskositas awal dan bobot molekul kitosan ............................................................... 8 Efek sonikasi terhadap viskositas dan bobot molekul kitosan..................................... 8 Spektra FTIR............................................................................................................ 9 Analisa XRD............................................................................................................ 9 Analisa morfologi SEM............................................................................................ 10 KESIMPULAN .................................................................................................................. 12 SARAN.............................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12 LAMPIRAN....................................................................................................................... 14
DAFTAR TABEL Halaman 1 Spesifikasi kitosan niaga ................................................................................................. 2 2 Spesifikasi Tween80 ....................................................................................................... 3 3 Kode sampel ................................................................................................................... 7 4 Perubahan viskositas, viskositas spesifik per konsentrasi larutan, dan bobot molekul kitosan setelah sonikasi...................................................................... 9 5 Perbandingan indeks dan derajat kristalinitas................................................................... 10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8
Struktur kimia kitosan ..................................................................................................... 2 Struktur kimia Tween80.................................................................................................. 3 Range frekuensi suara ..................................................................................................... 4 Kavitasi akustik pada medium cairan............................................................................... 4 Ilustrasi bola jatuh dalam sistem fluida beserta tinjauan gaya-gayanya ............................. 5 Hukum Bragg ................................................................................................................. 6 Viskositas awal kitosan pada berbagai nilai konsentrasi ................................................... 8 Viskositas spesifik per konsentrasi larutan kitosan (g/ml) pada berbagai nilai konsentrasi...................................................................................................................... 8 9 Pola spektra FTIR kitosan awal, A1, A2, A3, A4, dan A5 ................................................ 10 10 Pola XRD kitosan murni (atas) dan sampel kitosan tersonikasi 2, 4, 6, 8, dan 60 menit (bawah).................................................................................................... 10 11 Morfologi serbuk partikel kitosan; A1(a), A2(b), A3(c), A4(d), dan (e)A511.................................................................................................................. 11
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5
Diagram alir penelitian.................................................................................................... 15 Alat dan bahan yang digunakan....................................................................................... 16 Pengukuran viskositas larutan kitosan pada berbagai nilai konsentrasi.............................. 17 Metode penentuan tetapan k, α,dan bobot molekul kitosan............................................... 18 Pengukuran viskositas larutan kitosan 2% (b/v) yang disonikasi 2, 4, 6, 8, dan 60 menit ............................................................................................................... 19 6 Penentuan derajat deasetilasi kitosan dengan FTIR .......................................................... 20 7 Indeks kristalinitas kitosan dan sampel A1, A2, A3, A4, dan A5 dengan metode FTIR................................................................................................................... 21 8 Spektra inframerah kitosan murni.................................................................................... 22 9 Spektra inframerah sampel kode A1 ................................................................................ 22 10 Spektra inframerah sampel kode A2 .............................................................................. 23 11 Spektra inframerah sampel kode A3 .............................................................................. 23 12 Spektra inframerah sampel kode A4 .............................................................................. 24 13 Spektra inframerah sampel kode A5 .............................................................................. 24 14 Data JCPDS Kitosan ..................................................................................................... 25 15 Derajat kristalinitas ....................................................................................................... 26 16 Morfologi SEM kitosan tersonikasi (perbesaran 2000, 5000, dan 10000x) ........................................................................................................................ 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Udang merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil perikanan utama Indonesia. Pusat Data, Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2008 menunjukkan ekspor udang Indonesia meningkat selama periode tahun 2003 – 2007 sebesar 4,15 persen yaitu dari 137.636 ton pada 2003 menjadi 160.797 ton tahun 2007. Peningkatan volume ekspor tersebut mendorong peningkatan nilai produksi udang, yaitu dari US$ 850,222 juta pada 2003 menjadi US$ 1,048 miliar tahun 2007. Nilai ekspor udang ini mencapai hampir 50 persen dari nilai ekspor perikanan sebesar US$ 2,3 miliar. Selain itu produksi udang juga meningkat sebesar 16,39 persen, selama periode 20032007 yaitu dari 192.926 ton pada 2003 menjadi 352.220 ton tahun 2007. Sekitar 80 - 90% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit sehingga menghasilkan limbah yang bobotnya mencapai 25 - 30% dari bobot udang utuh (Sudibyo, 1991). Gambarannya, jika pada tahun 1990 diekspor kurang lebih 90.000 ton udang beku maka volume limbah yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 25.000 ton. Limbah udang yang potensial ini mudah sekali rusak karena degradasi enzimatik mikroorganisme sehingga menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan bagi industri pengolah dan membahayakan kesehatan. Selain itu limbah ini sangat menyita ruang sehingga dibutuhkan tempat tertutup yang luas untuk menampungnya. Disisi lain limbah ini dapat didayagunakan sebagai sumber bahan mentah penghasil kitin, kitosan dan turunan keduanya yang berdaya guna dan serta bernilai tinggi. Kulit udang atau kepiting merupakan bahan baku penghasil kiton dan kitosan. Kitosan adalah kitin yang telah diasetilasi. Kitosan merupakan polisakarida dengan struktur yang mirip dengan selulosa. Kitosan (2-asetamida-deoksi-α-D-glukosa) memiliki gugus amina bebas yang membuat polimer ini bersifat polikationik, sehingga polimer ini potensial untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan dan bioteknologi (Savant et al., 2000). Penelitian tentang kitosan telah banyak dilakukan diantaranya: Jamaludin (1994) mempelajari afinitas kitosan mengikat ion Pb2+, Cr6+, dan Ni2+; Wawensyah (2006) mempelajari penggunaan kitosan sebagai
bahan penyalut minyak atsiri dari jahe merah; Takeuchi et al., (2001) dan Vila et al., (2002) mengembangkan kitosan sebagai material pelapis untuk liposom, mikro/nanokapsul guna meningkatkan waktu tinggalnya sehingga meningkatkan bioavailability obat (Tiyaboonchai et al., 2003). Mikro/nanokapsul merupakan bagian dari penggunaan potensial teknologi nano dalam bidang biomedis, selain aplikasi dalam bidang lain seperti optik dan elektronik, yaitu nanotube dan nanowires. Teknologi mikro/nanokapsul berkembang dalam dunia medis karena manfaatnya dalam sistem penghantaran obat dimana dengan ukuran nano obat dapat dihantarkan tepat mencapai bagian yang sakit berada dalam tubuh. Metode yang umum digunakan dalam pembuatan nanopartikel adalah atrisi dan pirolisis. Metode lain yang berkembang yaitu metode sonokimia dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik. Penggunaan gelombang ultrasonik diyakini dapat menghasilkan material mikro/nano dengan dispersi yang seragam (Hielscher, 2005) dengan metode emulsifikasi jika dibandingkan penggunaan magnetik stirer yang hanya menghasilkan mikrosfer (Suardi, 2004). Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan terjadinya reduksi viskositas pada larutan makromolekul yang diberi gelombang ultrasonik (Grönroos et al., 2008). Jin Li et al. (2008) menyatakan adanya perubahan bobot molekul kitosan dengan adanya degradasi viskositas akibat pemberian gelombang ultrasonik. Sebelumnya Ariyandi, et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian gelombang ultrasonik pada polimer poly(vynyl alkohol)-poly(lactic acid) (PVAPLA) diketahui dapat merubah struktur dari polimer menjadi semakin amorf. Kitosan tercirikan oleh nilai derajat deasetilasinya, yaitu ukuran banyaknya gugus amino bebas yang dimilikinya dan kemampuan kitosan utamanya bergantung pada derajat kimia reaktif yang tinggi gugus aminonya (Khan et al., 2002). Pada penelitian ini akan dipelajari apakah degradasi viskositas dan penurunan bobot molekul akibat pemberian gelombang ultrasonik akan berpengaruh juga terhadap derajat deasetilasinya dan ukuran akhirnya. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisa partikel kitosan yang telah disonikasi menggunakan Fourier Transform InfraRed (FTIR), difraksi sinar-X (XRD), mikroskop
2
susuran elektron (SEM) serta mengamati pengaruh sonikasi terhadap perubahan viskositas yang berpengaruh terhadap bobot molekular kitosan tersebut. Hipotesa Sonikasi dapat memutuskan rantai polimer sehingga dapat digunakan untuk memodifikasi bobot molekul kitosan yang diperkirakan dapat memecah ukuran polimer kitosan. Sonikasi juga menghasilkan perubahan struktur kristal sementara struktur kimia kitosan tidak berubah. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofisika dan Material Fisika IPB. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah 10 bulan meliputi kegiatan penelitian pendahuluan, persiapan, pembuatan dan karakterisasi sampel serta penyusunan laporan. Penelitian ini dimulai Februari 2008 sampai Maret 2009.
bergantung pada faktor intrinsik seperti derajat deasetilasi, distribusi grup asetil, bobot molekular, dan distribusinya (Jin Li et al., 2008). Karakteristik fisikokimia kitosan dapat dilihat pada Tabel 1. Derajat deasetilasi merupakan salah satu sifat kimia yang penting, yang dapat mempengaruhi kegunaannya dalam berbagai aplikasi. Derajat deasetilasi menyatakan banyaknya gugus amino bebas dalam polisakarida. Kitosan merupakan kitin dengan derajat deasetilasi lebih dari 70%. Deasetilasi adalah proses pengubahan gugus asetil (NHCOCH3) dari rantai molekular kitin menjadi gugus amina lengkap (-NH2) pada kitosan dengan penambahan NaOH konsentrasi tinggi. Reaksi deasetilasi kitin pada dasarnya adalah suatu reaksi hidrolisis amida dari α-(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-Dglukosa (Kusumaningsih et al., 2004). Kemampuan kitosan utamanya bergantung pada derajat kimia reaktif yang tinggi gugus aminonya (Khan et al., 2002).
TINJAUAN PUSTAKA Kitosan Kitosan (poli(2-amino-2-deoksi-β-(1,4)-Dglukopiranosa) adalah poliaminosakarida yang diperoleh dari penghilangan gugus asetil (deasetilasi) kitin (poli(2-asetamido-2-deoksiβ-(1,4)-D-glukopiranosa), yang diekstraksi dari serbuk cangkang crustaceae seperti udang dan kepiting. Kitosan (C6H11NO4)n dengan rotasi spesifik [α]D11 -3o hingga -10o (pada konsentrasi asam asetat 2%) adalah padatan amorf, merupakan satu dari sedikit polimer alami yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan asam organik (Jamaluddin, 2004). Kata ‘Kitosan’ menunjukkan pada sejumlah besar polimer, dengan N-deasetilasi (40 - 98%) dan bobot molekuler yang berbeda-beda (50000 - 20000000 Dalton). Kedua karakteristik ini sangat penting bagi sifat fisikokimianya dan mungkin memiliki efek utama pada sifat-sifat biologis. Garam kitosan larut dalam air; kelarutan bergantung pada derajat deasetilasi dan pH larutan. Kebutuhan farmasi akan kitosan adalah: ukuran partikel < 30 µm, densitas antara 1,35 dan 1,40 g/cm3, pH 6,5 - 7,5, tidak larut dalam air, dan larut sebagian dalam asam (Hejazi dan Amiji, 2003 dalam Tarirai et al., 2005). Karakteristik fisikokimia kitosan seperti fleksibilitas rantai dalam larutan, sifat reologi, ukuran kristal dan kristalinitas kitosan
Gambar 1 Struktur kimia kitosan Tabel 1 Spesifikasi kitosan niaga No 1
Parameter Ukuran partikel
2 3
Warna Kelarutan
4 5 6 7 8 9
Kadar abu (%) Kadar air (%) Warna larutan N-deasetilasi (%) Ph Viskositas (cPs) - rendah - medium - tinggi - sangat tinggi Titik leleh
10
Ciri Serbuk sampai bubuk Putih kelabu 97% dalam 1% asam asetat 2,0 10,0 Tak berwarna 70,0 6,5 – 8,0 200 200 – 799 800 – 2000 2000 Tak ada data
Polisorbat 80 (Tween®80) Polisorbat 80 (Tween80) memiliki sinonim seperti: Crillet 4, Crillet 50, Montanox 80, Polyoxyethyene 20 oleate, (Z)-sorbitan mono9-octadecenoate, Tween 80. Nama kimiawi Tween 80 adalah polyoxyethyene 20-sorbitan
3
42 monooleate dengan rumus formula C64H124O26 dan bobot molekul 1310 g/mol. Struktur Tween80 terlihat pada Gambar 2 dibawah ini, dengan w + x +y + z = 20 pada Tween 80, dan R adalah gugus asam lemak. Tween 80 merupakan sabun nonionik dan pengemulsi yang diperoleh dari polyoxilated sorbitol dan asam oleat (Tarirai et al., 2005). Tween 80 berwujud cairan kental berwarna kuning yang larut dalam air (Tabel 2). Grup hidrofilik senyawa ini adalah poliester yang juga diketahui sebagai grup polioksietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida (Anonim).
Gambar 2 Struktur kimia Tween80 Tabel 2 Spesifikasi Tween80 No 1 2 3
Parameter Rumus Molekular Massa molar Warna
4
Kerapatan
5 6
Titik leleh Kelarutan
7
Viskositas
Ciri C64H124O26 1310 g/mol Cairan kental berwarna amber 1,06 – 1,09 g/ mL, cairan minyak Tidak ada data Sangat larut dalam air, larut dalam ethanol 300 – 500 centistokes (@ 25o)
Tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi (1-15% konsentrasi); agen pelarut (1-10% konsentrasi); agen wetting, dispensing/suspending (0,1-3% konsentrasi) dan sebagai surfaktan non-ionik (Tarirai et al., 2005). Polisorbat memiliki karakteristik bau dan hangat, serta sedikit berasa pahit. Tween 80 merupakan cairan kuning berminyak pada 25 °C, larut dalam air dan etanol, tapi tidak larut dalam minyak sayuran dan mineral. (Tabel 2). Ultrasonik Ultrasonik merupakan vibrasi suara dengan frekuensi melebihi batas pendengaran
manusia, yaitu diatas 20 KHz. Gelombang suara ultrasonik dapat didengar dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh pendengaran beberapa jenis binatang, seperti anjing, kelelawar dan lumba-lumba (Tipler, 1998). Batas atas rentang ultrasonik mencapai 5 MHz untuk gas dan mencapai 500 MHz untuk cairan dan padatan. Penggunaan ultrasonik berdasarkan rentangnya yang luas ini dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama termasuk suara beramplitudo rendah (frekuensi lebih tinggi) dan berkaitan dengan efek fisik medium pada gelombang dan biasanya disebut “gelombang energi rendah” atau “ultrasonik frekuensi tinggi”. Biasanya, gelombang amplitudo rendah digunakan dalam tujuan analisis untuk mengukur kecepatan dan koefisien absorpsi gelombang dalam medium pada rentang 2 sampai 10 MHz. Yang kedua adalah gelombang energi tinggi (frekuensi rendah), yang dikenal dengan “ultrasonik energi tinggi” dan terletak antara 20 – 100 KHz. Jenis kedua ini digunakan untuk pembersihan, pembentukan plastik, dan yang terbaru adalah untuk sonokimia (Mason et al., 2002). Beberapa aspek penting dari sonokimia adalah aplikasinya dalam pembuatan dan modifikasi bahan-bahan organik maupun nonorganik. Ultrasonik intensitas tinggi dapat menginduksi konsekuensi fisika dan kimia yang cukup luas. Efek fisika dari ultrasonik intensitas tinggi salah satunya adalah emulsifikasi. Pada sistem polimer termasuk dispersi bahan pengisi dan bahan lainnya kedalam polimer dasar (contohnya pada formulasi cat), enkapsulasi partikel inorganik dengan polimer, modifikasi ukuran partikel pada serbuk polimer, hingga pembentukan dan pemotongan termoplastik (Suslick et al., 1999). Sedangkan efek kimianya, gelombang ultrasonik tidak secara langsung berinteraksi dengan molekul-molekul untuk menginduksi suatu perubahan kimiawi. Ini karena panjang gelombang ultrasonik yang terlalu panjang jika dibandingkan dengan panjang gelombang molekul-molekul. Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekul-molekul terjadi melalui media perantara berupa cairan. Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat tranduser) diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi akustik (Wardiyati et al., 2004), yang menyebabkan terjadinya temperatur dan tekanan lokal ekstrem dalam cairan dimana reaksi terjadi.
4
dan koefisien absorpsi dalam medium cairan akibat konduksi termal dimana daerah tekanan tinggi memiliki temperatur diatas rata-rata sementara temperatur dari tekanan rendah akan dibawah rata-rata yang ditulis:
Pendengaran manusia Energi Ultrasound Konvensional
αth = 2 π2 K (γ-1) f2 / (ρ γ Cv c3)
Cakupan untuk sonokimia Ultrasound diagnosa
Gambar 3 Range frekuensi suara Sonokimia Pada cairan yang diiradiasi ultrasonik intensitas tinggi, kavitasi akustik (pembentukan, pertumbuhan dan ledakan gelembung) menghasilkan mekanisme utama untuk efek sonokimia. Selama kavitasi, ledakan gelembung menghasilkan pemanasan lokal yang kuat, tekanan tinggi, dan waktu hidup yang sangat singkat; peralihan ini melokalisir hot-spot yang menggerakkan reaksi kimia berenergi tinggi. Hot spot ini memiliki temperatur ~ 5000oC, tekanan sekitar 1000 atm, dan laju pemanasan dan pendinginan diatas 1010 K/s (Suslick et al., 1999) dan arus pancaran cairan yang besar sekitar 400 km/jam (Suslick, 1994). Gelembung kavitasi terbentuk selama siklus regangan gelombang saat cairan kacau untuk membentuk ruang kosong yang kecil yang akan pecah selama siklus rapatan. Gelombang suara biasanya diaplikasikan pada medium cairan menggunakan ultrasonic bath atau ultrasonic horn. Medan listrik bolak-balik (sekitar 20 - 50 KHz) menghasilkan vibrasi mekanis pada tranduser yang menyebabkan probe bervibrasi pada frekuensi medan listrik yang digunakan. Molekul-molekul cairan dibawah pengaruh medan akustik yang digunakan akan bervibrasi pada posisi seimbangnya dan tekanan akustik (Pa = PA sin 2π ft) akan tumpang tindih dengan tekanan lingkungan (biasanya tekanan hidrostatik, Ph). Selama perambatan gelombang suara dalam medium intensitas gelombang semakin menurun seiring makin besarnya jarak dari sumber radiasi dengan persamaan I = Io exp (-2αd)
dimana ηs = viskositas medium, f = frekuensi gelombang, ρ = massa jenis medium, c = cepat rambat bunyi dalam medium (Mason et al., 2002). Sonikasi pada cairan memiliki berbagai parameter, seperti frekuensi, tekanan, temperatur, viskositas, dan konsentrasi (Hielscher, 2005) dan aplikasinya pada polimer berpengaruh terhadap degradasi polimer tersebut. Frekuensi ultrasonik naik akan mengakibatkan produksi dan intensitas gelembung kavitasi dalam cairan menurun. Dengan frekuensi amat tinggi, siklus regangan-rapatan menjadi sangat pendek sehingga waktu yang dibutuhkan oleh siklus regangan terlalu sempit untuk memungkinkan gelembung kavitasi tumbuh hingga ukuran yang cukup untuk menimbulkan disrupsi cairan. Konstanta laju degradasi tidak bergantung pada frekuensi yang lebih kurang dari 500 kHz. Jika viskositas cairan dinaikkan, hal ini akan menaikkan gaya kohesif alami dalam cairan yang berarti naiknya ambang kavitasi (kavitasi semakin sulit) sehingga diperlukan tekanan negatif pada siklus regangan untuk mengatasi gaya tersebut. Naiknya viskositas juga berarti penurunan temperatur dan kenaikan tegangan permukaan (σ) serta turunnya tekanan uap pelarut (Pv) sehingga intensitas suara harus ditingkatkan agar gelembung kavitasi bisa teramati (Mason et al., 2002).
(1)
dimana α adalah koefisien atenuasi. Koefisien atenuasi (absorpsi) ini ada dua, yang pertama yaitu koefisien absorpsi dalam cairan akibat kehilangan gesekan dimana interaksi viskos yang ada menurunkan energi akustik menjadi panas yang ditulis: αs = (8 ηs π2 f2 ) / (3 ρ c3)
(3)
(2)
Gambar 4 Kavitasi akustik pada medium cairan Viskositas (η) Viskositas adalah kemampuan fluida menahan geseran atau tergeser terhadap lapisan-lapisannya. Besaran gaya diperlukan untuk menimbulkan kecepatan tertentu yang
5
berhubungan dengan viskositas suatu fluida. Pada fluida yang berbeda, makin viskos fluida tersebut maka makin besar gaya yang diperlukan. Pada zat cair, viskositas disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul. Sedangkan pada gas, viskositas disebabkan tumbukan antar molekul (Giancoli, 1996). Fluida yang berbeda mempunyai viskositas yang berbeda pula. Viskositas fluida dipengaruhi oleh temperatur, yaitu viskositas cairan menurun dengan adanya kenaikan temperatur sementara pada gas kenaikan temperatur mengakibatkan kenaikan viskositas juga (Munson et al., 2006). Tingkat kekentalan suatu fluida yang dinyatakan sebagai koefisien viskositas bisa dicari dengan prinsip bola jatuh (Gambar 4). Kecepatan terminal dicapai ketika resultan gaya nol, yaitu resultan dari gaya berat bola, gaya hambat fluida dan gaya apung. ρb dan ρf berturut-turut merupakan kerapatan dari bola dan fluida. Kecepatan didapat sebagai berikut:
F
y
0 Fbuoyancy F visc mg 4 4 r 3 f g 6rvt r 3 b g 3 3
( 4)
maka akan diperoleh 2 r2g (5) b f vt 9 atau bisa dinyatakan k (6) b f vt dimana 2r 2 g k 9 vt adalah kecepatan terminal. Persamaan diatas bisa digunakan untuk mencari nilai koefisien viskositas fluida jika kecepatan terminalnya diketahui. Atau jika koefisien viskositasnya diketahui maka bisa dicari jarijari dari bola dengan mengukur kecepatan terminal. Persamaan 6 diatas dapat ditulis kembali sebagai berikut : K ( b c ) K ( b c ) K ( b c )t v xt x K ( b air )t air b air tair air x cairan K ( b cairan )t cairan b cairan tcairan x air ( b cairan )tcairan cairan (7 ) ( b air )t air
Gambar 5
Ilustrasi bola jatuh dalam sistem fluida beserta tinjauan gayagayanya
Untuk memahami perilaku aliran fluida, diperlukan persamaan gerak fluida dengan menggunakan alat viskometer. Ada beberapa macam viskometer, seperti Viskometer Bola Jatuh, Viskometer Kapiler, dan Viskometer Rotasional. Dalam penelitian ini digunakan jenis pertama, yaitu viskometer bola jatuh Gilmont tipe 1 dengan bola stainless steel. Viskositas diukur pada konsentrasi sekitar 0,5 g/100 ml pelarut dengan menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui pipa yang panjangnya tetap. Lamanya aliran dalam detik dicatat sebagai waktu untuk meniskus lewat antara dua tanda batas pada viskometer (Stevens, 2001). Jika η0 adalah viskositas pelarut murni, η adalah viskositas larutan yang menggunakan bahan pelarut tersebut, dan c adalah konsentrasi, ada beberapa bentuk viskositas larutan yang umum seperti: Viskositas relatif
r
0
Viskositas spesifik 0 1 sp r 0 Viskositas intrinsik
lim c0
sp c
(8) (9)
Viskositas spesifik merupakan kenaikan fraksi (bagian) dalam viskositas. Ketika konsentrasi bertambah, viskositas pun bertambah (Stevens, 2001). Menormalkan ηsp terhadap konsentrasi (ηsp /c) menyatakan kapasitas polimer untuk menyebabkan kenaikan viskositas larutan; yaitu pertambahan viskositas per satuan konsentrasi polimer. Ekstrapolasi nilai ηsp /c pada konsentrasi nol diketahui sebagai viskositas intrinsik [η] yang menunjukkan suatu fungsi dari bobot molekular (untuk pasangan polimer-pelarut tertentu) dan pengukuran [η] dapat digunakan untuk mengukur bobot molekular. Pengukuran bobot molekular polimer menggunakan viskositas intrinsik [η] dinyatakan dalam bentuk persamaan MarkHouwink:
6
KM v
(10) dimana Mv adalah bobot molekul rata-rata viskositas; K dan α adalah konstanta, yang nilainya bergantung pada jenis polimer dan pelarut yang dipilih (Stevens, 2001). Untuk kitosan, nilai K dan α diperoleh dari persamaan: K = 1,64.10-30 x DD14 α = -1,02.10-2 x DD + 1,82 (11) Difraksi Sinar-X (XRD) Analisis difraksi sinar-X menggunakan emisi sinar-X dihasilkan dari tumbukan antara elektron dan target berupa Cr, Fe, Co, Cu, Mo atau W. Emisi sinar-X didistribusikan secara kontinyu dan spesifik untuk setiap panjang gelombang target. Efek sampingnya, energi kinetik elektron berubah menjadi panas, sehingga kuantitas sinar-X dipengaruhi oleh titik leleh dan konduktivitas termal target. Analisis sinar-X dapat memberikan informasi mengenai struktur sampel, seperti sistem kristal, parameter kisi, dan orientasinya. Analisis sinar-X juga berguna untuk mengidentifikasi suatu campuran yang mana merupakan identifikasi fase sampel semi kuantitatif dengan menghitung fraksi volume suatu sampel, rasio fraksi area kristalin terhadap fraksi total area. Sinar-X ditransmisikan melewati sampel yang akan dikarakterisasi, sehingga sinar-X akan ditransform menjadi beragam jenis energi dan diserap sebagian. Interaksi sinar-X dengan sampel menciptakan berkas difraksi sekunder sinar-X yang berhubungan dengan jarak interplanar dalam serbuk kristalin berdasarkan persamaan matematis yang disebut Hukum Bragg dibawah ini: n λ =2 d sin θ
(12)
n merupakan integer, λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak interplanar yang dihasilkan dari difraksi, θ merupakan sudut difraksi. λ dan d diukur dalam satuan yang sama, biasanya dalam angstroms (Anonim).
Gambar 6 Hukum Bragg
Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) FT-IR (Fourier Transform Infrared) merupakan suatu metode spektroskopi IR. Spektrometer infrared (IR) dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada spektroskopi IR, radiasi IR dilewatkan pada sampel. Sebagian dari radiasi IR diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika frekuensi dari suatu vibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi IR yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut. Spektrum yang dihasilkan menggambarkan absorpsi dan transmisi molekular, membentuk suatu sidik jari molekular suatu sampel. Seperti sidik jari, tidak ada dua struktur molekular yang unik yang menghasilkan spektrum inframerah yang sama (Anonim). Mikroskop Susuran Elektron (SEM) Analisis SEM digunakan untuk mengidentifikasi morfologi permukaan nanopartikel kitosan yang terlihat melalui sebuah gambar. Gambar yang dihasilkan terbentuk dan ditampilkan dengan menggunakan elektron. Kolom SEM terdiri dari penembak elektron yang menghasilkan elektron dan lensa elektromagnetik yang terhubung dengan sistem kondenser. Tetapi, lensa-lensa ini dioperasikan sedemikian rupa untuk memproduksi berkas elektron yang amat tajam, yang difokuskan pada permukaan sampel. Dengan segera spesimen dibombardir dengan elektron pada area yang sangat kecil. Elektron-elektron ini direfleksikan secara elastik dari sampel atau diabsorpsi oleh sampel dan menghasilkan elektron sekunder dengan energi sangat rendah, bersama-sama dengan sinar-X. Keduanya, elektron sekunder dan sinar-X ini dapat diserap dan menghasilkan emisi sinar tampak. Dan juga menghasilkan arus listrik dalam sampel. Semua efek tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan suatu gambar. Sejauh ini biasanya pembentukan gambar adalah menggunakan elektron sekunder berenergi rendah (Anonim).
7
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain serbuk kitosan yang diperoleh dari Lab. Bioteknologi Dept. THP-FPIK IPB, asam asetat teknis 98%, Tween80, dan aquades. Peralatan yang digunakan antara lain Ultrasonics Processor (Cole Parmer 130 Watt 20 kHz), magnetic stirrer, peralatan gelas, termometer digital, neraca analitik, viskometer Gilmont, pengering semprot Buchi 190 di PAU IPB, spektrofotometer FTIR Bruker jenis Tentor 37 di Pusat Studi Biofarmaka IPB, analisis kristalinitas XRD di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor dan BATAN-Serpong, dan SEM di Lab Geologi Kuarter PPGL Bandung. Metode Penelitian Pencirian Kitosan Parameter kitosan yang ditentukan penelitian ini meliputi penghitungan molekul dengan viskometer bola jatuh et al., 2006) dan derajat deasetilasi dengan FTIR (Khan et al., 2002).
dalam bobot (Laka (DD)
Pengukuran Viskositas Viskositas larutan diukur dengan menggunakan Gilmont Falling Ball Viscometer dengan prosedur sebagai berikut: 1. Viskometer dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquades lalu dikeringkan dengan menggunakan aseton. 2. Disiapkan larutan kitosan mulai dari konsentrasi 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dan 0.6% (b/v) dalam asam asetat 2% (v/v). 3. Masukkan larutan yang akan diukur viskositasnya ke dalam viskosimeter. 4. Posisi viskosimeter dibalik sampai bola yang ada didalamnya turun, ketika bola sampai pada tanda tera pertama dihidupkan stopwatch kemudian dimatikan setelah tiba pada tanda tera kedua, dicatat waktu yang ditunjukan. Pengukuran dilakukan triplo. 5. Viskositas larutan diukur dengan persamaan 7 : cairan
( cairan )tcairan air b ( b air )t air
(7 )
dengan ηair = 1 cp, ρbola = 7960 kg m-3 (stainless steel), ρair = 1000 kg m-3, ρcairan = rasio massa larutan terhadap volume larutan (kg m-3), tair = 3,05 s dan tcairan adalah waktu alir bola viskometer dalam sekon.
Pembuatan Serbuk Partikel Kitosan 2 gram kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 2% (v/v) dan diaduk menggunakan stirer hingga kitosan larut dan diperoleh larutan kitosan 2% (b/v). 50 ml larutan kitosan tersebut ditambahkan dengan 25 ml larutan Tween80 2% sehingga rasio larutan kitosan : Tween80 = 2 : 1. Emulsifikasi kitosan-tween dilakukan dengan disonikasi menggunakan prosesor ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz dan berdaya 30 Watt dengan lamanya sonikasi mulai dari 2, 4, 6, 8, dan 60 menit dengan pemberian pulsa nyala 5 detik dan mati 1 detik. Selanjutnya ditambahkan air secara perlahan sebanyak 300 ml sambil distirer selama 30 menit dengan kecepatan sedang. Presipitasi polimer terjadi sebagai hasil difusi pelarut organik (dalam penelitian ini, asam asetat) kedalam air, menghasilkan pembentukan nanopartikel kitosan. Selanjutnya larutan kitosan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering semprot. Karakterisasi FTIR Dua milligram sampel dicampur dengan 100 mg KBr, dibuat pelet lalu di IR dengan jangkauan bilangan gelombang 4000 – 400 cm-1. Latar belakang absorpsi dihilangkan dengan cara pelet KBr dijadikan satu setiap pengukuran. Karakterisasi XRD Sekitar 200 mg sampel dicetak langsung pada aluminium ukuran 2x2,5 cm2 dengan bantuan perekat. Sampel dikarakterisasi menggunakan alat XRD dengan sumber Cu (λ = 1,5406 Å). Karakterisasi SEM Sampel diletakkan pada plat aluminium yang memiliki dua sisi kemudian dilapisi dengan lapisan emas setebal 48 mm. Sampel yang telah dilapisi diamati dengan menggunakan SEM dengan tegangan 10 kV dan perbesaran hingga 20000x. Tabel 3 Kode Sampel Waktu Sonikasi
Kode Sampel
2 menit 4 menit 6 menit 8 menit 60 menit
A1 A2 A3 A4 A5
8
HASIL DAN PEMBAHASAN 500
3.79
4.00 3.31
viskositas (cP)
3.50 3.00 2.50
2.26
2.58
2.51
2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
konsentrasi (g/ml)
Gambar 7
Viskositas Awal Kitosan pada Berbagai Nilai Konsentrasi
469.77 383.60
400
367.85
374.71
0.005
0.006
303.62 sp/c
Viskositas awal dan bobot molekul kitosan Viskositas awal kitosan dianalisis berdasarkan kelarutan kitosan dalam asam asetat 2% pada konsentrasi mulai dari 0,2 – 0,6 g/100 ml pelarut dengan menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui pipa yang panjangnya tetap. Dari hasil diperoleh nilai viskositas dinamik kitosan sebesar 1,3483 cP. Viskometer Gilmont tipe 1 memiliki jangkauan viskositas 0,2 – 10 cP sementara pada tabel 1 dikatakan viskositas kitosan dibedakan menjadi rendah (<200 cP), sedang (200 – 799 cP), tinggi (800 – 2000 cP), dan sangat tinggi (>2000 cP). Gambar 7 memperlihatkan kenaikan viskositas dengan bertambahnya konsentrasi mulai dari 0,002 g/ml hingga 0,006 g/ml. Viskositas bertambah besar dikarenakan bertambahnya jumlah partikel terlarut dalam larutan kitosan sehingga larutan pun semakin kental. Larutan semakin kental, gaya gesek antar lapisannya pun bertambah. Untuk mengukur sifat ‘intrinsik’ polimer seperti kitosan, nilai viskositas spesifik harus diekstrapolasi pada konsentrasi nol. Gambar 8 menunjukkan hubungan antara konsentrasi vs ηsp/c. Nilai ηsp/c menurun untuk konsentrasi 0,002 - 0,004 g/ml kemudian naik kembali pada 0,005 g/ml dan 0,006 g/ml. Jika pada grafik tersebut ditarik garis lurus terhadap konsentrasi nol maka diperoleh nilai viskositas intrinsik [η] larutan kitosan yaitu sebesar 462,27. Satuan dari viskositas intrinsik adalah kebalikan dari konsentrasi. Konsentrasi dinyatakan dalam g/ml maka [η] ditulis dalam ml/g. Hubungan antara [η] dan BM dituliskan dalam persamaan MarkHouwink. Berdasarkan persamaan MarkHouwink, untuk kitosan nilai K dan α masingmasing adalah 2,37x10-4 dan 1,06 serta diperoleh nilai bobot molekul kitosan awal sebesar 8,59x105 g/mol (Lampiran 4).
300 200 100 0 0.002
0.003
0.004 konsentrasi (g/ml)
Gambar 8
Hubungan Viskositas Spesifik per Konsentrasi Larutan Kitosan (g/ml) pada Berbagai Nilai Konsentrasi
Efek sonikasi terhadap viskositas dan bobot molekul kitosan Grönroos et al., (2008) menyatakan semakin tinggi nilai viskositas dinamik polimer maka kecepatan degradasi juga akan semakin cepat. Tabel 4 memperlihatkan nilai viskositas larutan kitosan setelah diberi gelombang ultrasonik dengan frekuensi sama dan waktu yang bervariasi. Dari tabel dapat dilihat adanya penurunan viskositas dengan naiknya waktu pemberian gelombang ultrasonik. Larutan kitosan yang disonikasi selama 2 dan 4 menit memperlihatkan penurunan viskositas yang sama terhadap larutan kitosan yang tidak disonikasi dan selanjutnya viskositas menurun lebih jauh mulai menit ke 6, 8 sonikasi dan turun hingga setengah dari nilai awal pada menit ke 60 sonikasi. Penurunan viskositas ini tidak terlalu jauh sementara menurut Jin Li et al., (2003) terjadi penurunan eksponensial hingga 180 menit dikarenakan pada penelitian ini hanya dilakukan pengukuran maksimum hingga 60 menit sonikasi dibandingkan dengan waktu sonikasi yang pendek; 2, 4, 6, dan 8 menit. Nilai viskositas awal kitosan yang tergolong rendah kemungkinan menyebabkan degradasi viskositas larutan kitosan tidak berjalan cepat. Tabel 4 juga menunjukkan penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah sonikasi. Dengan konsentrasi kitosan yang sama untuk variasi waktu sonikasi, penurunan viskositas intrinsik ini dapat dikatakan menunjukkan adanya penurunan jumlah partikel terlarut dalam larutan setelah sonikasi. Sonikasi memutuskan rantai polimer kitosan melalui proses kavitasi yang terjadi dalam medium larutan kitosan tersebut. Putusnya rantai polimer menjadikan larutan kurang kental jika dibandingkan kondisi semulanya. Putusnya rantai polimer kitosan juga berpengaruh pada BM kitosan yang ditunjukkan pada Tabel 4
9
yang memperlihatkan hubungan bobot molekul larutan kitosan yang disonikasi terhadap lama sonikasi. Tabel 4 menunjukkan adanya penurunan bobot molekul kitosan dengan semakin lamanya pemberian gelombang ultrasonik. Penurunan bobot molekul kitosan paling besar terdapat pada kitosan yang disonikasi selama 60 menit dibandingkan pada 8 menit pertama perlakuan sonikasi. Tabel 4 Perubahan Viskositas, Viskositas Spesifik per Konsentrasi Larutan, dan Bobot Molekul Kitosan setelah Sonikasi tsonikasi (menit)
(cP)
]
BM (g/mol)
2 4 6 8 60
12,25 12,26 11,31 10,06 6,15
475,04 475,50 434,89 381,17 213,81
668721 669339 614900 542446 0,00038
Semakin lama waktu pemberian gelombang ultrasonik pada larutan kitosan, proses terpotongnya rantai kimiawi kitosan juga terus berjalan. Jin Li et al., (2003) menyatakan degradasi ultrasonik tercepat terjadi pada polimer dengan molekul terbesar. Pada penelitian ini, degradasi ultrasonik sebagaimana terlihat pada Tabel 4 tidak berjalan cepat dikarenakan molekul kitosan yang digunakan tidak besar, sehingga jika proses pemutusan rantai polimer terus berlangsung selama sonikasi namun kemungkinan tidak ada rantai polimer yang dapat diputus lagi. Spektra FTIR Spektrum inframerah digunakan untuk penentuan derajat deasetilasi kitosan yang digunakan, mengetahui gugus fungsi kitosan, serta penentuan indeks kristalinitas kitosan awal dan kitosan yang telah disonikasi. Derajat deasetilasi kitosan awal yang ditentukan dengan metode spektrum garis dasar (baseline) adalah 73,894%. Spektra inframerah diperlihatkan pada Gambar 9. Spektra inframerah kitosan murni menginformasikan adanya pita serapan gugus fungsi –OH pada bilangan gelombang 3433,45 cm-1. Pita serapan yang lebar dan kuat pada daerah 3450 – 3200 cm-1 tersebut tumpang tindih dengan gugus N-H amina. Pita serapan utama lainnya antara 1220 – 1020 cm-1 menunjukkan gugus amino bebas primer
(-NH2), suatu gugus utama dalam kitosan (Saraswathy et al., 2001) serta mengindikasikan vibrasi regang C-O dari gugus alkohol (Pavia et al., 2001). Serapan pada bilangan gelombang 2921,18 cm-1 mengindikasikan vibrasi regang -CH2- dari gugus –CH. Pita serapan antara 1640 – 1560 cm-1 menunjukkan vibrasi bending N-H dari gugus amina yang merupakan serapan khas kitosan (Kusumaningsih et al., 2004). Selain itu, serapan dengan intensitas medium pada bilangan gelombang 1379,61 dan 1454,37 cm1 merupakan vibrasi bending -CH3 dari gugus C-H. Spektra inframerah kitosan-tween yang telah disonikasi dengan variasi waktu sonikasi memberikan informasi serapan gugus fungsi yang sama dengan spektra inframerah kitosan murni. Menurut literatur (Cardenas et al., 2004), spektra inframerah dari film kitosantween menginformasikan adanya pita serapan vibrasi regang COO- dari Tween pada bilangan gelombang 1570 cm-1. Akan tetapi pada kelima kitosan yang diberi perlakuan sonikasi pita serapan tersebut tidak muncul pada spektra inframerah karena rasio tween yang digunakan terhadap kitosan kurang banyak. Dari pola spektrum FTIR terlihat bahwa antara kitosan awal dan yang diberi sonikasi cenderung tidak mengalami perubahan derajat deasetilasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Jin Li et al., yang menyatakan bahwa dengan penurunan bobot molekular kitosan, derajat deasetilasi kitosan yang diberi perlakuan sonikasi hampir tidak berubah. Spektra inframerah menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kitosan awal dan setelah disonikasi (Gambar 9). Indeks kristalinitas kitosan dan sampel ditentukan dari perbandingan pita serapan A1423cm-1/A897cm-1, dimana A1423 dan A897 masing-masing menyatakan bagian kristalin dan amorf [18]. A1423 merupakan pita serapan vibrasi bending -CH3 sedangkan A897 merupakan pita serapan C-O-C simetri. Analisa XRD Gambar 10 memperlihatkan pola difraksi sinar-X kitosan awal dan kitosan yang telah disonikasi. Pola difraksi sinar-X kitosan awal memperlihatkan puncak-puncak karakteristik pada 2θ = 9,84o dan 19,88o. Dari pola tersebut terlihat bahwa kitosan awal memiliki struktur campuran antara kristalin dan amorf. Jika dibandingkan dengan kitosan awal, puncak pertama pada sudut 2θ = 9,84o tidak muncul pada kelima sampel kitosan yang
10
diberi perlakuan sonikasi. Pergeseran puncak pada sudut 2θ = 19,88o juga terlihat pada kelima sampel ke sudut 2θ = 20o. Pergeran puncak ini menunjukkan bahwa kelima sampel telah mengalami perubahan struktur kristal. Ogawa dan Yui dalam Modrzejewska et al., (2006) menyatakan adanya tiga bentuk kitosan, yaitu bentuk hidrat dengan puncak tajam pada sudut 2θ = 10,4o dan puncak lemah pada sudut 2θ = 20 - 22o. Bentuk
anhydrous dikarakterisasi oleh puncak tajam pada sudut 2θ = 15o dan tambahannya pada sudut 2θ = 20o. Lalu bentuk amorf dengan latar belakang yang ditinggikan hanya pada sudut 2θ = 20o. Maka kelima sampel dapat dikatakan mengalami perubahan struktur menjadi bentuk amorf dari bentuk awal anhydrous. Dengan harga derajat deasetilasi sebesar 73,89% intensitas puncak kitosan murni rendah dan lemah.
Gambar 9 Pola Spektra FTIR kitosan awal, A1, A2, A3, A4, dan A5 Perubahan struktur juga terlihat dari perubahan indeks kristalinitas dan menurunnya derajat kristalinitas. Baik indeks kristalinitas yang ditentukan oleh spektroskopi FTIR maupun derajat kristalinitas yang ditentukan oleh XRD memperlihatkan penurunan yang sama (Tabel 5). 600
Tabel 5
Perbandingan Indeks dan Derajat Kristalinitas
Kode Sampel
Indeks Kristalinitas oleh FTIR
Derajat Kristalinitas (%) oleh XRD
A1 A2 A3 A4 A5
0.2763 0.2651 0.2801 0.2728
15.77 12.43 13.33 13.61 13.52
Intensitas
500 400 300
Kitosan
200 100 0 15
25
35 45 Sudut 2
55
65
Intensitas (sembarang)
5
10
75
A5 A4 A3 A2 A1
20
30
40
50
60
70
80
Sudut 2
Gambar 10 Pola XRD Kitosan Murni (atas) dan Pola XRD Sampel Kitosan Tersonikasi 2, 4, 6, 8, dan 60 menit (bawah)
Analisa Morfologi SEM Pada Gambar 11 terlihat gambar SEM kelima sampel dengan perbesaran 2000 kali. Pada gambar SEM terlihat jika kitosan yang diberi perlakuan sonikasi memiliki bentuk partikel serupa bola yang tersebar. Pada perbesaran 2000 kali masih terlihat dengan jelas bentuk partikel kitosan tersebut. Pada A1 dan A2, bentuk bola partikel kitosan masih terlihat jelas hingga perbesaran 20000 kali, sementara pada A3, A4 dan A5 hasil gambar mulai terlihat kabur. Penghitungan ukuran partikel sulit dilakukan dengan analisis XRD karena struktur kristal sampel yang amorf. Maka analisa ukuran partikel hanya dilakukan dengan citra SEM sampel. Kelima sampel
11
memperlihatkan ukuran partikel yang bervariasi antara 300 hingga 600 nm dan tidak terlihat homogen. Secara keseluruhan kondisi partikel kelima sampel dilihat dari citra SEM dalam Gambar 11 cenderung membentuk gumpalan. Dalam waktu yang relatif singkat, sebenarnya sonikasi dapat memecahkan partikel hingga ukuran yang sangat kecil. Lamanya sonikasi dapat mengakibatkan partikel-partikel yang telah terpecah untuk menggabungkan diri kembali sehingga terlihat adanya penggumpalan partikel dari citra SEM tersebut. Tween80 berlaku sebagai surfaktan yang menjaga kestabilan emulsi dan memisahkan partikel satu sama lain agar tidak menggumpal kembali setelah disonikasi. Kemungkinan penggumpalan partikel seperti terlihat dalam Gambar 11 juga disebabkan oleh pemakaian Tween80 sebagai surfaktan yang kurang banyak. Tween80 yang dipakai adalah setengah dari banyaknya larutan kitosan yang digunakan. Karenanya surfaktan tersebut tidak mampu memisahkan partikel-partikel kitosan secara maksimal. Selain itu sifat tween 80 juga mudah larut dalam air, sehingga kemungkinan dalam proses difusi tween 80 juga larut sebagian dalam air sehingga proses penggumpalan kembali terjadi. Perlakuan sonikasi mengakibatkan penurunan bobot molekul dari kitosan dimana gelombang ultrasonik memecahkan ikatan kimia kitosan. Karena ikatannya terputus maka ukurannya menjadi lebih kecil. Namun dalam citra SEM hal ini tidak terlihat karena gambar yang kurang tajam.
(b)
(c)
(d)
(a) (e) Gambar 11 Morfologi serbuk partikel kitosan; A1(a), A2(b), A3(c), A4(d), dan A5(e).
12
KESIMPULAN Kitosan yang digunakan memiliki informasi sifat fisikokimia antara lain: DD sebesar 73,894%; [η] sebesar 462,27 ml/g; dan bobot molekul sebesar 8,59 x 105 g/mol. Perlakuan sonikasi cenderung tidak mengubah DD tetapi menurunkan viskositas dan bobot molekulnya. Penurunan viskositas dan bobot molekul pada 8 menit pertama tidak terlalu signifikan, sementara perlakuan sonikasi selama 60 menit menunjukkan penurunan hingga setengah kali lipat nilai awalnya. Perlakuan sonikasi juga merubah struktur kitosan menjadi lebih amorf dan partikel yang dihasilkan berbentuk bola. Gambar SEM memperlihatkan gumpalan partikel sehingga sulit melihat partikel tunggal. Tween80 sebagai surfaktan sulit diidentifikasi dari hasil karakterisasi XRD, FTIR maupun SEM. Hal ini diperkirakan karena jumlah Tween80 yang digunakan terlalu sedikit.
SARAN Ikatan kitosan lemah sehingga harus dicampur dengan polimer lain supaya ikatannya menjadi lebih kuat sehingga butiran partikel yang dihasilkan juga lebih bagus. Tween80 sebagai surfaktan dapat diganti dengan surfaktan lain dengan mempertimbangkan sifat kelarutan, kepolaran, dan tipe emulsi yang dihasilkannya. Jika tetap menggunakan Tween80 maka harus dipertimbangkan untuk memakai jumlah yang lebih besar. Pemberian gelombang ultrasonik dapat divariasikan lagi dengan selang waktu yang lebih lama atau dengan menggunakan jenis alat dengan spesifikasi frekuensi dan daya yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Ariyandi, Nono. 2006. Pembuatan Nanosfer Berbasis Biodegradabel Polilaktat dengan Metode Sonifikasi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Grönroos. A, Pentti. P, Hanna. K. 2008. Ultrasonic degradation of aqueous carboxymethylcellulose: Effect of viscosity, molecular mass, and concentration. Ultrasonics Sonochemistry 15: 644-648.
Hielscher, Thomas. 2005. Ultrasonic Production of Nano-Size Dispersion and Emulsions. Jamaluddin M. A. 1994. Isolasi dan Pencirian Limbah Udang Windu (Penaeus monodon FABRICIUS) dan Afinitasnya Terhadap Ion Logam Pb2+, Cr6+ dan Ni2+ [Skripsi]. Bogor: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Jin Li, Jun Cai, Lihong Fan. 2008. Effect of Sonolysis on Kinetics and Physicochemical Properties of Treated Chitosan. Journal of Applied Polymer Science, Vol. 109, 2417-2425. Khan TA, Kok KP, Hung SC. 2002. Reporting Degree of Deacetilation Values of Chitosan: The Influence of analytical Methods. J Pharm Pharmaceut Sci. 5: 205-212. Laka M, Chernyavskaya S. 2006. Preparation of chitosan powder and investigation of its properties. Proc. Estonian Acad. Sci. Chem., 55, 2, 78–84. Mason, T. J, Lorimer J. P. 2002. Applied Sonochemistry: Uses of Power Ultrasound in Chemistry and Processing. Weinhem: WILEY. Modrzejewska Z, Maniukiewicz, W, WojtaszPająk, A. 2006. Determination of Hydrogel Chitosan Membrane Structure. Polish Chitin Society, Monograph XI, 113121. Munson, B. R, Young, D. F, Okiishi, T. H. 2006. Fundamentals of Fluid Mechanics, Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc. Nairn, John A. 2003. Polymer Characterization. Suardi, M. 2003. Chitosan-Nanoparticles as a Drug Delivery System For 5-Fluoroacil. [terhubung berkala] http://www.pustaka.usm.my/ [20 April 2007] Suslick, K. S. 1994. The Chemistry of Ultrasound from The Yearbook of Science and The Future. Encyclopedia Britanica: 138-155. [terhubung berkala]. http://www.edu-suslick [17 Juli 2007] Suslick, K. S, Price G. J. 1999. Application of Ultrasound to Materials Chemistry. Annu. Rev. Mater. Sci. 29: 295-326. Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. (Dr. Ir. Iis Sopyan, M.Eng., Penerjemah). Jakarta: Pradnya Paramita. Tarirai, Clemence. 2005. Cross Linked Chitosan Matrix System For Sustained
13
Drug Release [Thesis]. Tshwane University of Technology. Tiyaboonchai, Waree. 2003. Chitosan Nanoparticles : A Promising System for Drug Delivery. Naresuan University Journal. 11(3): 51-66. Wardiyati, Siti. 2004. Pemanfaatan Ultrasonik Dalam Bidang Kimia. dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Iptek Bahan 2004 “Penguasaan Iptek Bahan untuk Meningkatkan Kualitas Produk Nasional”. P3IB Batan, Serpong. 7 September 2004. 419-424. [Anonim]. Polysorbate. http://www.en.wikipedia.org/polysorbate [30 Agustus 2007] [Anonim]. 2005. Introduction to X-ray Diffraction. http://www.mrl.ucsb.edu/mrl/index.html [September 2008] [Anonim]. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. http://mmrc.caltech.edu/FTIRintro.pdf [03 September 2008] [Anonim]. Scanning Electron Microscope. http://www.en.wikipedia.org/ [September 2008]
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Penelusuran literatur awal Penentuan DD ; FTIR
Kitosan
Pengukuran Viskositas dan Bobot Molekul
Larutan Kitosan 2% b/v
Larutan Tween80 2% v/v
Pengukuran
Emulsifikasi (sonikasi)
Viskositas dan Bobot Molekul
Stiring, penambahan aquades 300 ml Pengeringan semprot
XRD
FTIR
Pengolahan data
Penyusunan laporan (skripsi)
SEM
16
Lampiran 2 Alat dan bahan yang digunakan
Kitosan serbuk dan Asam asetat 2%
Peralatan Gelas
FTIR Instrument
Neraca Analitik
Viskometer Gilmont
Ultrasonic Processor
XRD Instrument
SEM Instrument
Magnetic Stirer
17
ηSP = t-t0/t0
viskositas (cP)
waktu alir, t (s)
Lampiran 3 Pengukuran Viskositas Kitosan Pada Berbagai Nilai Konsentrasi (g/ml) konsentrasi (g/ml) 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 1 6,07 6,65 6,82 8,68 10,21 2 6,05 6,69 6,93 8,99 10,36 3 6,05 6,74 6,86 8,92 9,83 4 6,01 6,69 6,92 8,86 9,98 5 5,99 6,63 6,82 8,86 9,95 6 5,97 6,91 6,81 8,84 10,15 7 5,99 6,66 6,88 8,78 10,18 8 6,10 6,58 7,00 8,89 10,18 9 6,09 6,72 6,91 8,70 10,00 10 6,00 6,62 6,92 8,78 10,18 rerata 6,03 6,69 6,89 8,83 10,10 konsentrasi (g/ml) 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 2,28 2,49 2,56 3,25 3,83 1 2 2,27 2,51 2,60 3,37 3,88 2,27 2,53 2,57 3,34 3,69 3 4 2,25 2,51 2,59 3,32 3,74 2,25 2,49 2,56 3,32 3,73 5 6 2,24 2,59 2,55 3,31 3,81 2,25 2,50 2,58 3,29 3,82 7 8 2,29 2,47 2,62 3,33 3,82 2,28 2,52 2,59 3,26 3,75 9 10 2,25 2,48 2,59 3,29 3,82 2,26 2,51 2,58 3,31 3,79 rerata konsentrasi (g/ml) 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 1 0,95 1,14 1,19 1,79 2,28 2 0,95 1,15 1,23 1,89 2,33 3 0,95 1,17 1,21 1,87 2,16 4 0,93 1,15 1,23 1,85 2,21 5 0,93 1,13 1,19 1,85 2,20 6 0,92 1,22 1,19 1,84 2,26 7 0,93 1,14 1,21 1,82 2,27 8 0,96 1,12 1,25 1,86 2,27 9 0,96 1,16 1,22 1,80 2,22 10 0,93 1,13 1,23 1,82 2,27 rerata 0,94 1,15 1,21 1,84 2,25
[η] = ηsp/c
konsentrasi (g/ml) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rerata
0,002 475,88 472,67 472,67 466,24 463,02 459,81 463,02 480,71 479,10 464,63
0,003 379,42 383,71 389,07 383,71 377,28 407,29 380,49 371,92 386,92 376,21
0,004 298,23 307,07 301,45 306,27 298,23 297,43 303,05 312,70 305,47 306,27
0,005 358,20 378,14 373,63 369,77 369,77 368,49 364,63 371,70 359,49 364,63
0,006 380,49 388,53 360,13 368,17 366,56 377,28 378,89 378,89 369,24 378,89
469,77
383,60
303,62
367,85
374,71
18
Lampiran 4 Metode Penentuan Tetapan K, α, dan Bobot Molekul Kitosan Bobot molekul rata-rata ditentukan dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink
KM v K = 1,64.10-30 x DD14 = 1,64.10-30 x 73,8914 = 2,37.10-4 α = -1,02.10-2 x DD + 1,82 = -1,02.10-2 x 73,89 + 1,82 = 1,06 Dimana Mv adalah bobot molekul rata-rata dan DD adalah derajat deasetilasi Maka bobot molekul rata-rata viskositas kitosan adalah:
KM v M v
K
M v 1, 06
462,27 8,59.10 5 g / mol 4 2,37.10
19
Lampiran 5 Pengukuran Viskositas Kitosan 2% (b/v) yang Disonikasi 2, 4, 6, 8, dan 60 menit waktu sonikasi (mnt)
0
2
4
6
8
60
33,69 33,33 32,63 32,86 32,24
32,95
32,45 32,17 32,61 32,19 32,25 33,42 33,16 33,01 32,66
33,31 33,18 32,01 32,86 32,78 32,26 32,96 32,13 32,69
29,59 29,98 30,06 30,19 30,18 30,44 30,48 30,36 30,16
26,74 26,91 26,83 26,88 26,53 26,55 26,66 27,45 26,82
15,57 16,20 16,45 16,12 16,61 16,64 16,88 16,80 16,41
0
2
4
6
8
60
12,63 12,50 12,24 12,32 12,09
12,17 12,06 12,23 12,07 12,09 12,53 12,43 12,38
12,49 12,44 12,00 12,32 12,29 12,10 12,36 12,05
11,10 11,24 11,27 11,32 11,32 11,41 11,43 11,38
10,03 10,09 10,06 10,08 9,95 9,96 10,00 10,29
5,84 6,07 6,17 6,04 6,23 6,24 6,33 6,30
12.36
12,25
12,26
11,31
10,06
6,15
0
2
4
6
8
60
9,83 9,72 9,49 9,57 9,37
9,43 9,34 9,49 9,35 9,37 9,75 9,66 9,61
9,71 9,67 9,29 9,57 9,54 9,37 9,60 9,33
8,51 8,64 8,67 8,71 8,70 8,79 8,80 8,76
7,60 7,65 7,63 7,64 7,53 7,54 7,57 7,83
4,01 4,21 4,29 4,18 4,34 4,35 4,43 4,40
9,59
9,50
9,51
8,70
7,62
4,28
0
2
4
6
8
60
491,64 485,85 474,60 478,30 468,33
471,70 467,20 474,28 467,52 468,49 487,30 483,12 480,71
485,53 483,44 464,63 478,30 477,01 468,65 479,90 466,56
425,72 431,99 433,28 435,37 435,21 439,39 440.03 438,10
379,90 382,64 381,35 382,15 376,53 376,85 378,62 391,32
200,32 210,45 214,47 209,16 217,04 217,52 221,.38 220,10
479,74
475,04
475,50
434,89
381,17
213,81
[η]/K
2002699
2004647,6
1833421
1606954,5
901376
Mv
668721
669339
614900
542446
3,8E-04
waktu alir, t (s)
1 2 3 4 5 6 7 8 rerata
waktu sonikasi (mnt)
viskositas (cP)
1 2 3 4 5 6 7 8 rerata
waktu sonikasi (mnt)
ηSP = t-t0/t0
1 2 3 4 5 6 7 8 rerata
waktu sonikasi (mnt)
[η] = ηsp/c
1 2 3 4 5 6 7 8 rerata
20
Lampiran 6 Penentuan derajat deasetilasi kitosan dengan FTIR (Khan et al. 2002) Derajat Deasetilasi (DD) kitosan ditentukan menggunakan FTIR. Kitosan dibuat pelet dengan KBr 1%, kemudian dilakukan penyusuran pada bilangan gelombang antara 4000-400 cm-1. DD dihitung berdasarkan metode garis dasar. Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai serapan dihitung dengan menggunakan persamaan:
A log
p0 p
Po : %transmitansi pada garis dasar P : %transmitansi pada puncak minimum Dengan membandingkan absorbansi pada bilangan gelombang 1655cm-1 (serapan pita amida I) dan 3450 cm-1 (serapan gugus hidroksil), %DD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
A 1 % DD 1 1655 x x100% A3450 1,33 dengan
A1655 = absorbans pada bilangan gelombang 1655 cm-1 (serapan pita amida I)
A3450 = absorbans pada bilangan gelombang 3450 cm-1 (serapan gugus hidroksil) 1,33 = nilai rasio A1655/ A3450 untuk kitosan ter N-deasetilasi seluruhnya
6,1 0,671386 1,3 10,3 A3450 log 1,933656 0,12 A1655 log
0,671386 1 % DD 1 x x 100% 73,894% 1,933656 1,33
21
Lampiran 7 Indeks kristalinitas berbagai sampel nanopartikel kitosan dengan analisa FTIR Kode Kitosan A1 A2 A3 A4
A1423 0,13910 0,16037 0,13674 0,15166 0,15624
A897 0,31170 0,57938 0,61773 0,55743 0,57264
Indeks kristalinitas 0,4463 0,2768 0,2214 0,2721 0,2728
Persen kristalinitas 62,03 59,40 62,78 61,14
22
Lampiran 8 Spektra Inframerah Kitosan Murni 1.0
0.9
0.8
% Transmittance
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0 3996
3697
3398
3099
2800
2502
2203
1904
1605
1306
1007
708
409
1605
1306
1007
708
409
wavenumber (cm-1)
Lampiran 9 Spektra Inframerah Sampel Kode A1 1.0
0.9
0.8
%Transmittance
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0 3996
3697
3398
3099
2800
2502
2203
1904
wavenumber (cm-1)
23
Lampiran 10 Spektra Inframerah Sampel Kode A2
1.0
%Transmittance
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 3996
3697
3398
3099
2800
2502
2203
1904
1605
1306
1007
708
409
1605
1306
1007
708
409
wavenumber (cm-1)
Lampiran 11 Spektra Inframerah Sampel Kode A3
1.0
%Transmittance
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 3996
3697
3398
3099
2800
2502
2203
1904
wavenumber (cm-1)
24
Lampiran 12 Spektra Inframerah Sampel Kode A4
1.0
%Transmittance
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 3996
3697
3398
3099
2800
2502
2203
1904
1605
1306
1007
708
409
1605
1306
1007
708
409
wavenumber (cm-1)
Lampiran 13 Spektra Inframerah Sampel Kode A5
1.0
%Transmittance
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 3996
3697
3398
3099
2800
2502
2203
1904
wavenumber (cm-1)
25
Lampiran 14 Data JCPDS
26
Lampiran 15 Derajat Kristalinitas
Lampiran 16 Morfologi SEM kitosan tersonikasi (perbesaran 2000, 5000, dan 10000x)
27
A1 (2000x)
A1(5000x)
A1 (10000x)
A2 (2000x)
A2 (5000x)
A2 (10000x)
A3 (2000x)
A3 (5000x)
28
A3 (10000x)
A4 (2000x)
A4 (5000x)
A4 (10000x)
A5 (2000x)
A5 (5000x)
A5 (10000x)
29