BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan produksi kopi dunia selama kurun waktu 20 tahun (1980/1981 – 1999/2000) berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan produksi, yaitu sebesar 5,2 juta ton (1980/1981) menjadi 6,3 juta ton pada tahun 1999/ 2000 (Ditjenbun, Tanpa tahun). Sebagian besar (75 %) produksi kopi dunia berasal dari jenis kopi Arabika, sisanya (25 %) berasal dari jenis kopi Robusta. Tetapi akhir-akhir ini (1998) produksi kopi Arabika cenderung menurun, yaitu menjadi 66 % dari produksi kopi dunia atau dibawah 4,2 juta ton. Kopi Arabika diproduksi oleh lebih dari 41 negara dengan penghasilan terbesar (50 – 60 %) berasal dari negara-negara Amerika Selatan dan Afrika seperti: Brazil, Kolombia, Kosta Rika, Elsavador, Guatemala, Kenya, Mexico. Kopi Robusta diproduksi oleh lebih dari 36 negara terutama di wilayah Afrika seperti Pantai Gading dan Uganda, sedangkan produsen terbesar kopi Robusta dunia adalah Indonesia, Vietnam dan India (Joewono H. 2001) Tanaman kopi yang banyak dikenal ada dua jenis, yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Indonesia menghasilkan kopi Robusta lebih tinggi dibandingkan kopi Arabika. Dari total produksi kopi Indonesia, produksi kopi Robusta 93 % dan kopi Arabika 7 %, sedangkan kopi yang diekspor keseluruhannya berjumlah 6,03 % dari ekspor kopi dunia Produsen kopi terbesar kedua saat ini adalah Kolumbia, yang memegang sekitar 13% pasar kopi dunia. Tanaman kopi di Kolumbia banyak ditanam di dataran tingi Andes, sebagai produsen terbesar ketiga setelah Brazil
1
dan Vietnam. Kopi paling terkenal berasal dari Medellin, Armenia dan Manizales. Medellin adalah yang paling terkenal karena memiliki biji yang berat, kaya rasa dan keasaman yang seimbang. Kopi dari Bogota juga menjadi salah satu kopi terbaik yang memiliki keasaman lebih rendah dibanding dari Medellin. (Ditjenbun Departemen Pertanian, 2000). Perkembangan produksi kopi dunia yang melebihi peningkatan permintaan telah
44 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25
No. 1, Juli 2007 : 43 - 55 menyebabkan kelebihan pasokan dan mengakibatkan persaingan antar negara produsen menjadi semakin ketat. Dalam periode 19992004, rata-rata produksi kopi dunia mencapai 7,3 juta ton (FAO, 2004a). Brasilia memproduksi 2,1 juta ton yang 24 persen di antaranya jenis robusta, diikuti Vietnam 737 ribu ton (robusta 95%), Kolombia 650 ribu ton (robusta 2%), Indonesia 614 ribu ton (robusta 90%),dan India 286 (robusta 62%). Pangsa Indonesia di pasar kopi dunia cenderung menurun, walaupun volume ekspornya meningkat dalam periode tahun 1986-2004. Namun karena volume ekspor kopi Vietnam dan Brasilia mengalami peningkatan drastis, masing-masing sebesar 18,7 persen dan 2,8 persen per tahun, maka rata-rata pangsa ekspor Indonesia mengalami penurunan dari 6,7 persen dalam periode 1986-1989 turun menjadi hanya 5,5 persen dalam periode 2000-2004. Berbeda dengan Indonesia, rata-rata pangsa Vietnam di pasar kopi dunia menunjukkan peningkatan yang drastis. Dalam periode 1986-1989 pangsa Vietnam di pasar kopi biji hanya 0,7 persen, namun dalam periode 2000-2004 melonjak menjadi 13,92 persen. Peningkatan ekspor kopi Vietnam yang drastis didukung oleh produktivitas tanaman yang
2
tinggi yaitu sekitar 3 ton/ha, sementara produktivitas tanaman kopi Indonesia hanya sekitar 500-600 kg/ha. Penurunan pangsa ekspor Indonesia tidak sepenuhnya merefleksikan adanya penurunan daya saing ekspor kopi Indonesia, karena daya saing di pasar internasional tergantung pada negara pengekspor lainnya. Analisis daya saing ekspor kopi dengan menggunakan model pangsa pasar konstan (CMS) menunjukkan bahwa daya saing kopi Indonesia di pasar dunia cenderung meningkat (Kustiari, 2007). Indonesia adalah Negara pengekspor kopi ke empat terbesar dunia. Dibawa pertama kali oleh Belanda abad 17 Masehi dan menjadi perkebunan yang suskses dimata bangsa eropa pada saat itu. Perkebunan kopi di Jawa menjadi terkenal, sehingga sampai sekarang nama ”Java” identik dengan kopi, kopi Arabika di Jawa dikenal sebagai kopi Arabika paling enak di dunia, dan menurut perkiraan, sisa kopi Arabika yang enak tersebut hanya ada di sebagian kecil wilayah Jawa Timur. Jenis kopi yang sekarang banyak ditanam adalah Robusta, sementara Arabika hanya sekitar 10% saja, sehingga Indonesia disebut sebagai produsen kopi Robusta terbesar di dunia. Volume ekspor kopi Indonesia rata-rata berkisar 350 ribu ton per tahun meliputi kopi robusta (85%) dan arabika (15%). Terdapat lebih dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia dengan USA, Jepang, Jerman, Italia, dan Inggris menjadi tujuan utama. Pelabuhan Panjang (Lampung) merupakan pintu gerbang ekspor kopi robusta Indonesia, pelabuhan Belawan (Sumatera Utara) merupakan pintu gerbang kopi arabika Sumatera, sedangkan pelabuhan Tanjung Perak (Jawa Timur) merupakan pintu gerbang kopi arabika dan robusta yang dihasilkan dari jawa Timur (Joewono H. 2001).
3
Peran kopi Indonesia di negara-negara pengimpor utama cenderung menurun Pangsa kopi dari Indonesia di Amerika Serikat, Jerman maupun Jepang masing-masing turun dari rata-rata 3,7, 6,0 dan 16,9 persen dalam periode 19861989 menjadi 3,5, 4,9 dan 12,8 persen pada periode 2000-2004. Pangsa Indonesia di pasar-pasar tersebut tampak menurun, yang diduga karena pangsa Indonesia direbut
oleh
Vietnam
yang
diindikasikan
oleh
meningkatnya
pangsa
pasar.Vietnam di Jerman dan Jepang yaitu masing-masing dari 0,22 dan 0,04 persen menjadi 12,0 dan 5,9 persen. Bahkan di Amerika rata-rata pangsa Vietnam menjadi 10,5 persen dalam periode 2000-2004, naik dari 3,2 persen dalam periode 1990-1999. Daya saing ekspor Vietnam yang selalu meningkat di pasar kopi dunia diduga terkait dengan faktor kekhususan aset (asset specificity). Vietnam berada di daerah sub tropis yang memiliki perbedaan iklim yang tegas, enam bulan hujan dan enam bulan berikutnya kemarau. Iklim demikian sangat cocok untuk budidaya kopi karena pada waktu proses berbunga, tanaman kopi membutuhkan cuaca kering. Jika hujan maka bunganya akan rontok sehingga tidak menjadi putik. Selain itu, tanah di Vietnam lebih subur, disertai pula etos kerja petaninya yang berdisiplin tinggi dan progresif. Produktivitas kopi yang tinggi di Vietnam dan Brasilia masing-masing sekitar 2 ton dan 3 ton per ha, dimungkinkan karena sistem pengelolaan pertaniannya sangat intensif dan pemupukan dilakukan dengan tepat sesuai dengan dosis yang dianjurkan agar memperoleh hasil yang maksimal. Keberhasilan Vietnam ini tidak terlepas dari keterlibatan pemerintah yang relatif besar dalam mengembangkan kopi. Pemerintah Vietnam membangun irigasi,
4
jalan-jalan disentra-sentra produksi kopi, melakukan penelitian, memberikan penyuluhan dan mengucurkan kredit serta memberikan hak pengolahan dengan luas areal tidak terbatas hingga 50 tahun. Produktivitas kopi di Vietnam lebih tinggi dibandingkan dengan di negara-negara produsen kopi lainnya karena kopi banyak diPengolahankan oleh perPengolahanan negara (AEKI, 2002). Permintaan akan kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat mengingat kopi robusta Indonesia mempunyai keunggulan karena body yang dikandungnya cukup kuat, sedangkan kopi arabika yang dihasilkan oleh berbagai daerah di Indonesia mempunyai karakteristik cita rasa (acidity, aroma, flavour) yang unik dan ekselen. Pada tahun 1959, luas perkebunan swasta dan perkebunan negara mencapai 47.291 hektar, sedangkan perkebunan rakyat mencapai 256.168 hektar. Total produksi kopi Indonesia pada tahun tersebut mencapai 84.274 ton.Hingga tahun 2007 luas perkebunan swasta dan perkebunan negara tidak menunjukkan perkembangan yang berarti yaitu hanya 52.482 hektar (4%), sedangkan perkebunan rakyat telah mencapai 1.243.429 hektar(96%). Produksi kopi Indonesia saat ini telah mencapai lebih kurang 650.000 ton per tahun, dimana sektor perkebunan rakyat merupakan penghasil utama kopi Indonesia (96,2%), sisanya dari sektor perkebunan swasta lebih kurang sebesar 10.000 ton (1,5%) dan dari sektor perkebunan negara menyumbang rata-rata 15.000 ton (2,3%) per tahun. Dari total produksi kopi Indonesia, 550.000 ton (81,2%) berupa kopi robusta dan 125.000 ton (18,8%) berupa kopi arabika. Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu merupakan daerah utama penghasil kopi robusta Indonesia yang dalam pasar dunia lebih dikenal sebagai Kopi Robusta Sumatera. Sedangkan
5
daerah penghasil kopi arabika adalah Nanggro Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Beberapa daerah seperti Jawa Timur,
Bali
dan
Flores
menghasilkan
kopi
arabika
dan
robusta
(Ditjenbun. 2000). Perkebunan kopi di Indonesia sebagian besar dimiliki oleh petani secara langsung, hanya beberapa bagian di pulau Jawa perkebunan kopi warisan Hindia Belanda yang masih dikuasai oleh pemerintah melalui PT Perkebunan Negara (PTPN). Perdagangan kopi di Indonesia kebanyakan sudah dikuasai oleh perPengolahanan asing yang mendisikan badan Pengolahan di Indonesia, sebut saja Nestle dan perPengolahanan multinasional lainnya. Mereka sudah mulai memasuki ke semua daerah perkebunan kopi di Indonesia untuk melihat potensi kopi yang ada. Hal ini karena perdagangan kopi pada tingkat konsumen saat ini lebih mengarah kepada indikasi geografis asal kopi tersebut. Sebagai contoh kalau kita pergi ke kedai kopi kita akan menenui beberapa jenis kopi, misalnya kopi Java, kopi Toraja, kopi Bali, kopi Gayo dan lainnya. Hal ini karena di setiap daerah memiliki rasa kopi yang berbeda walaupun misalnya dari varietas kopi yang
sama.
Kondisi tanah,
ketinggian perkebunan,
dan
iklim sangat
mempengaruhi rasa kopi. Terutama di Indonesia karena model pengeringan yang tradisional, bau tanah aroma kopi sangat digemari di luar negeri. Di Indonesia mula-mula tanaman kopi perkebunan banyak terdapat di Jawa Tengah, yakni daerah Semarang, Sala, Kedu dan di Jawa Timur. Di Sumatera terdapat di Lampung, Palembang, Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
6
Dengan berkembangnya daerah-daerah yang membudidayakan kopi, maka semakin berkembang pulalah areal perkebunan kopi di Indonesia Sementara di Indonesia, sebagian besar diPengolahankan oleh petani yang memiliki modal dan sumber daya manusia, sehingga kopi yang diproduksi oleh petani mutunya kebanyakan masih asalan. Selain karena bantuan badan-badan internasional, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah negara-negara produsen kopi guna mempertahankan kelangsungan industri kopinya. Di bidang harga, pemerintah menetapkan harga dasar pembelian kopi bersama-sama dengan pengekspor. Penetapan harga ini dikeluarkan oleh Menteri Pertanian atas usul asosiasi kopi Vietnam (Vietnam Coffee and Cocoa Association-VICOFA). Pada tahun 2001, Vietnam melakukan penambahan areal kopi arabika seluas 40 ribu ha (20 ribu ha sudah ditanami dan 20 ribu ha sedang ditanami). Proyek perluasan areal kopi arabika ini mendapat bantuan dari Badan Bantuan Pembangunan Perancis Agency) sebesar 40 juta dolar AS. Target pengembangan kopi arabika adalah seluas 100 ribu ha hingga tahun 2005, sebagai upaya memperbaiki proporsi kopi arabika terhadap opi robusta (AEKI, 2002). Kopi yang dibudidayakan petani di Lampung barat sebagian besar adalah kopi Robusta. Tanaman kopi ditumpangsari dengan tanaman lada dan kayu manis. Tanaman kopi sebagai tanaman pokok, tanaman lada sebagai disela – sela dan pisang ditanam mengelilingi lahan kopi sekaligus berfungsi sebagai tanaman pembatas kepemilikan lahan. Populasi untuk masing – masing tanaman dilahan ini adalah tanaman kopi kurang lebih 2000 – 2500 batang/ha, dan tanaman ladasebanyak 100 batang/ha. Umur tanaman sudah tidak produktif lagi. Setelah
7
berumur kurang lebih 6 – 7 tahun akan mengalami penurunan produksi. Maka untuk menjaga stabilitas produksi petani diwilayah ini biasanya melakukan peremajaan tanaman. Dengan cara distek dengan bibit tanaman yang unggul. Ganguan hama dan penyakit. Hama dan penyakit ini biasanya menyerang tanaman dengan cara mematahkan cabang tanaman. Namun dampak dari serangan hama ini masih sedikit, sehingga gangguan hama ini cenderung diabaikan oleh petani. Gangguan terhadap produksi dan pertumbuhan tanaman kopi yang lain adalah gulma yang tumbuh di sekitar batang kopi Kopi arabika memiliki permintaan yang cukup tinggi di pasar dunia. Harga kopi jenis arabika di pasar internasional mencapai 3,2 dollar AS per kilogram, sementara kopi robusta hanya separuhnya, yakni 1,5 dollar AS. Beralihnya petani kopi Lampung barat kopi menanam jenis arabika membuat ekspor kopi jenis ini meningkat tajam tahun 2006 dibanding tahun sebelumnya. Dari bulan Januari hingga November 2006 ekspor kopi jenis arabika dari lampung mencapai 44,710 ton, sementara untuk periode yang sama pada tahun 2005 hanya mencapai 36,413 ton (Suyanto, 2008) Industri kecil adalah badan Pengolahan yang menjalankan proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala kecil. Apabila dilhat dari sifat dan bentuknya, maka industri kecil bercirikan: (1) berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian (2) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia (3) menerapkan teknologi lokal (indigenous technology) sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh
8
tenaga lokal dan (4) tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif (Yahmadi, Mudriq. 1998.) Menurut Joewono 1998 Yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan nilai tambah produk pertanian, pada dasarnya nilai tambah bukan diukur dari apa yang sudah dilakukan termasuk segala biaya yang harus dikeluarkan, tetapi diukur dari persepsi nilai di benak konsumen. Karena nilai tambah diukur dengan persepsi konsumen, maka peran pemasaran termasuk brand menjadi penting. Jadi kalau kita bisa memberi persepsi lebih tinggi melalui value creation dan dilengkapi dengan aplikasi pemasaran yang benar, maka agroindustri akan memberi sumbangan lebih besar. Selama ini komoditas pertanian sering didera gonjang-ganjing anjloknya harga karena pasokan berlimpah. Agroindustri bisa menjadi sarana melepaskan diri dari situasi commodity-like-trap. Nilai tambah bisa
ditingkatkan
melalui
industri
pengolahan.
Program
yang
perlu
dikembangkan, yaitu berupa pengembangan komoditas unggulan dan andalan, peningkatan nilai tambah produk pertanian seperti kopi. Kopi musang (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu dari jenis kopi yang berasal dari biji kopi yang sebelumnya sudah dimakan dan masuk kedalam pencernaan hewan bernama musang. Musang memang senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Musang akan memilih buah kopi yang betul-betul masak sebagai makanannya, kemudian biji kopi yang dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran musang.
9
Dalam proses pengolahan kopi Luwak, perlu adanya penanganan biaya dan pendapatan, biaya digunakan untuk mengetahui jumlah pengeluaran yang dilakukan dalam pengolahan kopi luwak, sedangkan pendapatan untuk mengetahui jumlah penerimaan yang diterima dalam Pengolahan kopi luwak.
1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya maka perumusan masalah penelitian tentang analisis biaya dan Pendapatan pengolahan kopi luwak adalah sebagai berikut : 1. Berapakah biaya dan pendapatan pada pengolahan kopi luwak? 2. Apakah Pengolahan kopi luwak efisien?
1.3 Tujuan dan kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis biaya dan pendapatan pengolahan kopi luwak 2. Untuk menganalisis tingkat efisiensi pengolahan kopi luwak 1.3.2 Kegunaan Adapun kegunaan dari penelitian yang dilakukan ini adalah: 1. Dapat
memberikan gambaran kepada pengusaha kopi luwak tentang
biaya, pendapatan dan efisiensi, sebagai dasar untuk pengembangan pengolahan kopi luwak dalam sekala besar. 2. Dapat dipahami sebagai refrensi untuk penelitian berikutnya.
10
1.4 Batasan istilah dan Pengukuran Variabel Agar persepsi penelitaian dan pembaca tidak berbeda maka ada istilah yang bisa dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor produksi adalah keseluruhan input yang digunakan pada pengolahan
kopi luwak meliputi: pembuatan kandang, bahan baku
produksi, tenaga kerja dan penerimaan. 2. Biaya total (TC) adalah penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel yang dihitung dalam Rupiah/bulan (Rp/bulan). 3. Biaya tetap ( FC) biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi besarnya produksi yang dihitung dalam Rupiah/bulan (Rp/bulan). 4. Biaya varibel (VC) biaya yang besar kecilnya dipengaruhi besarnya produksi yang dihitung dalam Rupiah/bulan (Rp/bulan). 5. Pendapatan adalah selisih antara nilai produksi (TR) dengan biaya produksi (TC) penerimaan (TR) adalah nilai uang yang diperoleh dari hasil penjualan kopi luwak yang dihitung dalam Rupiah/bulan (Rp/bulan). 6. Tingkat efisiensi adalah upaya untuk mencapai tujuan dengan mengunakan sumberdaya yang optimal, untuk mencapai keuntungan yang maksimal yang dinyatakan dalam prosentase (%). 7. Transportasi adalah biaya yang digunakan untuk memenuhi sarana produksi yang dihitung dalam Rupiah/bulan (Rp/bulan). 8. Upah pekerja harian adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja selama ada kegiatan untuk memproduksi kopi luwak dihitung dalam satuan Rupiah/bulan (Rp/bulan)
11
9. Produksi kopi bubuk adalah hasil diperoleh dari kegiatan pengolahan kopi luwak dihitung dalam satuan kilogram/bulan. 10. Harga jual adalah harga jual kopi luwak dengan distributor pada saat ada pesanan kopi luwak bubuk ( Rp/Kg). 11. Penerimaan
adalah semua hasil produksi dikalikan dengan harga
persatuan produksi (Rp/Kg). 12. Pendapatan adalah semua penerimaan yang diperoleh dari pengolahan kopi luwak dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan dan dihitung dalam rupiah (Rp). 13. Lesung adalah sarana untuk menumbuk kopi menjadi kopi bubuk. 14. Bakul adalah ayaman bambu menaruh tempat kopi sebelum ditumbuk. 15. Tepiyuk adalah ayaman dari bambu yang digunakan untuk menjemur kotoran musang. 16. Helu adalah kayu bulat untuk menumbuk kopi menjadi kopi bubuk. 17. Ayakakan halus adalah untuk menghaluskan kopi setelah ditumbuk. 18. Kancah adalah tempat menyangrai kopi sebelum ditumbuk. 19. Sintung adalah alat yang digunakan untuk mebolak-balik pada saat menyangrai kopi.
12