1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kipulauan terdiri atas 17.508 pday d e n p panjang garis pantai kurang lebih 81.000
km, serta memiliki luas wilayah laut 5.8 juta km2
dengan dugaan potensi perikanan seksar 6,409 juta ton per tahun. Pemanfaatan potensi ini diduga telah rnencapai sekitar 4,069 juta ton (63,49%) (Dahuri, 2003). Produksi
perikanan Indonesia =a
keseluruhan sarnpai tahun 2003 mempai 5,36juta ton yang
terdiri atas 5,0 1 juta ton perikanan Iaut dm 356 ribu ton perairan umum dengan total
nilai ekspor US$2,5 rniIyar (www.dkp.~o.id., 20 Desember 2003). Berdasarkan komitrnen internasional F A 0 vide Code of Co~mductfor Responsible Fisltcries dinyatakan bahwa potensi sumberdaya iaut yang boleh dimanfaatkan hanya sekitar 80
O h
dari hasil tangkapan maksimum lestan (Maximum
Sustainable Yield, &ST). Jika mengacu pa&
pemanfaatan ptensi yang diperboiehkan
(Total AIiow~ableCatch, TAC) seksar 80 % dari M Y , maka batas produksi maksimum
lestari yang diperbolehkan u t u k dimdaatkan adaIah sekitar 5,13 juta ton per tahun itu berarti sisa 20 % untuk penambahan produksi (Nikijuluw, 2002).
Dalam pewnfaatan potensi surnberdaya prikman laut &but
s e c m optimal,
maka selama tigapuluh tahun pembangunan perikanan Indonesia (Tahun 1967 - 1997)
pemerintah telah menempuh kebijakan modernisasi armada perikanan rakyat rnelalui
pengembangan kapal motor dan perbaikan teknologi alat tangkap ikan. Kebijakan p e r n u perikaaan rakyat skala kecil selama tiga puluh tahun tersebut telah memacu perkembangan pduksi perikanan laut seksar 4,19% per trthm. Bersamaan
2 dengan meningkatnya produksi, maka pasar ekspor ikan juga krkernbang dm penenmaan devisa dari ekspor hasil perikanan jugs meningkat (Direktorat Jenderal
Perikanan, 1998j. Selanjutnya dilaporkan bahwa pada tahun 1994 ekspor perikanan Indonesia sebesar 454,37 ribu ton per tahun dengan nilai s e w S I ,68 milyar, dan
pada tahun 1997 devisa yang disumbangkan kornoditas perikanan mencapai nilai sebesar 1,YO milyar dengan vofume ekwr perikanan sebesar 65 137 ribu ton per tahun atau sebesar 1996 dari total produksi ikan nasional. Berarti selama kurun waktu 4 tahun (1994 - 1997) teIah tejadi peninghatan voIume ekspor sebesar 6,14% per tahun.
B e r h k a n perkembangan ekspor tersebut, metka pada tahun 2000 Departemen Ketautan &n Perikanan merencanakan sasaran ekspor perilranan Indonesia sampai pa& tahun 20 10 mencapai
$ 10
milyar, dsngan s m n ekspor hasil tangkapan ikan laut
mencapai 1,47 juta ton per tahun atau 30,12% dari 1;4C dengan niIai $ 2-64 milyar.
Hanya saja, akibat modemisasi perikanan rakyat yang belum terkendali secara optimal mengalubatkan sumberdaya pikanan di beberapa wilayah perairan Laut Indonesia telah menunjukkan gejala lebih tangkap (ovclrfishing)(Cholik, 1996).
Potensi Sumberdaya lkan Nasional dibagi dalam 9 (sembilan) wilayah
pengelohan perikanan (WTP).di mana perairan Teluk Tomini dan Laut Seram dimasukkan kedatam keiompok WPP 6 (enam). ~ ~ r k hasil a nkajian Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut perairan Teluk Tomini dan Laut Seram, diperoieh bahwa pa& tahun 1997 potensi sumberdaya ikan peIagis keciI dm
besar masing-masing 397,44 ribu ton per tahun dan 106,51 ribu ton per tahun dengan
tingkat pernanfaatan masingmasing baru mencapai 36,% dan 37"/0, di mana nilai pernanfaatan tersebut masih tergolong rendah (Sadhotorno, 2002). Menurut Dahuri
3
(20031,potensi sumberdaya ikan pada perairan yang sama diperoleh ikm pelagis kecil
dan besar masing-masing 379,44 ribu ton per tahun dan 106,s I ribu ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan masing-masing seksar 1 19,43 ribu ton per tahun (3 1,48%) dan 37,46 ribu ton per tahun (35,17Y0)di rnana poteiiji ikan pelagis keciI mengalami penurunan sebesar 18 ribu ton per tahun, sedangkan potensi ikan pelagis besar tidak
mengalami perubahn. Ji ka dibandingkan dengan potensi sumkrdaya ikan pada
witayah pengelolaan perikanan lainnya, maka perairan Teluk Tomini dan Laut Seram
mendudulu mtan keenam untuk ikan pelagis kecii dm urutan keempat untuk ikan pelagis besar secara nasionai.
Khusus perairan Teluk Tomini yang panjang garis panbinya kurang tebih 1.350
krn dengan luas sekitar 137.700 km' memiliki potensi lestari sebesar 68 ribu ton per tahun (Dinas Perikanan dm Kelautan SuIawesi Tengah, 200 1). Pembangunan perikanan
dan kelautan di perairan Teluk Tomini sarnpai saat ini tetap terfokus pada peningkatan produksi tan~kapan,di rnana besarnya produksi untuk Provinsi Sulawesi Tengah barn
rnencapai 1 1.936,54 ton per tahun, Provinsi Sulawesi Utara sebesar 12.165,12 ton per tahun dan Provinsi Gorontala sebesar 14.868,48 ton per tahun (Sadhotorno, 2002).
Jenis alat tangkap yang dominan dioperasikan di perairan Teluk Tomini oleh semua nelayan dari ketiga provinsi tersebut relatif sama, yaitu payang purse seine,
jaring insang hanyt, jaring insang lingkar, jaring insang tetap, bagan tetap dan bagan perahu (Priono, 2002). Alat tangkap tersebut umumnya menangkap ikan-&an pelagis kecil seperti ikan layang, ikan kernbung, ikan ternbang. ikan selar, ikan sunglir, ikan teri, sedaqkan ikan pelagis k a r didomimi oleb ikan tongkol dan cskalang.
4
Khusus alat tangkap purse seine yang beropermi di perairan Teluk Tomini b e d m a n relatif kecil, yaitu panjang dari 250 meter dd 400 meter dan Iebar 60 meter
s/d 90 meter dengan jumlah keseluruhan sebesar 159 unrt, yaitu 37 unit & Ymvinsi Sulawesi Ten&
67 unit di Provinsi Gorontalo &n 55 unit di Provinsi Sulawesi Utara
(Priono, 2002). Selanjutnya dinyatakan bahwa jumlah prduksi t a n g k a p yang
dihasilkan, yaitu purse seine di Yrovinsi Sutawesi Tengab seksar 2.205,8 ton per tahun dengan upaya sebesar 5.012 trip per tahun, purse seirre di Provinsi GorontaIo sebesar 6.880,5 ton per tahun dengan upaya sebesar I 8.989,7 trip per t a b u dan purse seine di
Provinsi Sulawesi Utara sebesar 5.629,5 ton per tahun dengan upaya sebesar 15.537 trip per d u n .
Hasil evaluasi FAO, dm 16 wilayah perairan laut dunia, sumkrdaya perikanan dan kelautan di perairan lndonesia dinyatakan telnh mencapai puncak pemanfaatannya.
Ofeh karena itu, pembangunan perikanan rangkap ke d e p n ti& seperti tahun-tahun sebeiumnya.
akan diekspansi
lndonesia perlu melakukan upaya pengelolaan
sumberdaya ikan secara febih hatl-hati, sefiingga ikan yang masih ada dapat menjadi modal bagi pemuiihan stok dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan secara
berkelanjutan (Nikijuluw, 2002).
Llalam pembangunan peri kanan, tantangan untuk memelihara sumberdaya secara
berkelanjutan merupakan permasalahan yang cukup kompleks. Sumberdaya penkanan dikategorikan sebagai sumberdava yang dapat pulih, namun pertanyaan yang sering muncul dalah seberapa besar ikan yang dapat dimantaatkan tanpa menimbulkan damp& neetif untuk masa mendatang Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam
5
pembangunan perikmm y a q diharaph dapt memperbaiki konhsi sumberdaya dan kesejahteraanmasyarakat perikslnan itu sendiri (Fauzi dan Anna, 2002).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah clan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1!499 Tentang Perimbangan Keuangan Pkmerinhh Pusat dan Daerah telah membawa konsekuensi logis terhadap kesiapan setiap daerah
untuk mengetola daerahnya sendiri secara otonom. Paradigma otonomi sekarang ini tentunya merupakan suatu tantangan baa setiap daerah untuk lebih memberciayakan diri baik dalam pengelolaan surnberdaya alam maupun surnberdaya manusianya di setiap
aspek kehidupan. Daiam aspek potensi sumberdaya alam, setiap daerah haw memiiih kapabilitas
sumberciaya manusia yang &pat diandalkan untuk mengelola potensi tersebut secara
profesionaI clan berketanjutan (sustainable). Demi kian halnya dengan potensi sumberdaya perikanan yang merupakan salah satu komoditas unggulan sebagai penghasll devisa negam hams drkelola secara bai k dan arif. Pada era pemerintahan orde baru kebijakan pada saat itu lebih ditekankan pa&
pernbangunan di kawasan daratan (inferlanddevelopment) dengan mengandalican subsektor penanian yang merupakan era kejayaan revolusi hijau sebagai lokomotif penghasil utama devisa negara di luar sektor non migas. Sekarang ini Lndonesia krada
pa& kondisi yang mernprihatinkan, maka keterandalan sektor pertmian nampaknya sudah harus didukung dengan keterandaian sektor perikanan dm kelautan s e w era awal revolusi biru yang ditandai dengan kebijakan yang diarahkan pada percepatan pembangunan perikanan clan kelauh11.
6
Meldui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, daerah diberi kewenangan untuk mengelola potensi sumberdaya perikanan dan ketautan. Dalam
kebijakan tersebut, pemerintah daerah provinsi diberikan kewenangan eksplorasi, eksploitasi, iconsemi,
pengelolaan kekayaan taut, pengaturan kepentingan
administrasi, tata ruang penegakan hukum, serta bantuan penegakan kearnaw dan kedaulatan negara di dalam wilayah taut sejauh 1 2 mil, yang diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas atau perairan kepulauan. Sepertiga dari bvilayah tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupatenlkota ( P a d 3 dan P a d 10). Pelaksanaan otonorni ini sekaligus memperkuat pergeseran paradigma dari negara teresterial menjadi negara maritim. Tentunya ha1 ini merupakan tantangaa sekaligus peluang bag para
pelaku pembangunan nasional dalam bidang perikanan dan kelautan.
1.2, Perurnusan MasaIah Kewenangan pengetolaan sumberdaya prikamn dan ketautan secara
bekelanjutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun !999 meliputi ( I )
Kewenangan Pemerintah Daerah KotalKabupaten pa& wi1ayah Iaut sejauh 4 mil, (2) Kewenangan Pemerintah Daerah Provi nsi pada \xi l ayah laut setel ah 4 sampai dengan 1 2
mil, dan (3) Kewenangan Pemerintah Pusat pada wilayah tepas pantai setelah 12 mil
sampai witayah Zona Ekonomi EksIusif Indonesia (ZEEI) 200 mil.
Pelaksanaan otonomi daerah sudah berjalan lebih dari ernpat tahun dalam era reformasi ini, yang k a r t i setiap pemerintah daerah provinsi maupun kabuptenkota
sudah mengimplementasih program-program otonomi daiam lirna tahun pertama sesual den@
k m g a n yang ada pdanya, akm tetapi masih dternuhm banyak
7
masalah dalm berbagai sektor pembanpan sumberdaya, seperti Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (SDKP) di perairan Teluk Tomini khususnya masatah kontlik antar pemerintah daerah menyangkut batas wilayah Iaut dan konflik antar nelayan baik
nelayan lokal maupun dengan nelayan pendatang. Di samping itu, kebijakan yang ada
belum dapat menyelesaikan berbagai permasalahan internal yang terjadi di kawasan tersebut, ha1 ini terlihat masih : ( 1) rendahnya produksi ikan hasit tangkapan nelayan, yaitu 1 1.936,54 ton per tahun atau rata-rata 1,57 ton per tahun per nelayan jauh lebih rendah jika hbandingkan dengan produksi nelayan secara nasionai sebesar l,Y8 ton per tahun per nelayan; (2) rendahnya 'kemampuan dan teknoiogi penanganan dan pengolahan hasil perikanan (pascapanen); (3) lemahnya sistem pengawasan dan
penegakan hukum; (4) lemahnya sistem pemasaran produk SDKP dan (5) lemahnya kebijakan fiskal, moneter dan investasi (Masyahoro, 200 1).
Pernasalahan pelaksanaan desentralisasi pengelohan SDKP di kawasan tersebut cukup dimengerti oleh sernua pihak, karena perairan Teluk Tomini saat ini diwilayahi
oleh tiga provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Utara. Selain itu, h a n g lebih 32 tahun pemerintahan di Indonesia
menerapkan sistem kebijakan yang sentralistik dalam segala bidang pembangunan, yang teiah membawa d a m pk negatif terhadap kesiapan dan kemampuan surnberdaya manusia, baik aparatur pemerintah maupun masayarakat daerah sebagai peiaku pembangunan di kawasan pesisir TeIuk Tomini. Di Provinsi Sulawesi Tengah, ada tiga kabupaten yang berada di kawasan pesisir
Teluk Tomini, yaitu Kabupaten Parig Moutong (Parimo), Wupaten Poso dan
Kabupaten Banggai. Bexdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan sementara panjang
8
garis pantai pesisir Teluk Tomini yang berada di wilayah Provinsi Sulawesi T e n d kurang lebih 775 km, ini berarti bahwa Sulawesi Tengah mewilayahi kurang lebih 60% dari panjang garis pantai Perairan Teluk Tomini. Keadaan ini merupakan gambaran bahwa masyankat di kawasan pesisir Teluk Tomini sebahagian besar bermata
pencaharian sebagai penangkap ikan (nelayan), dimma @a tahun 2002 jumlah nelayan yang beroperasi di perairan Teluk Tomini wilayah Provinsi Sulawesi Ten& sej umlah 20.074 orang. Nelayan tersebut tersebar pada tiga kabupaten, yaitu Kabupaten
Banggai sej umiah 7.099 orang, Kabupaten Poso sejumiah 4.820 orang dan Kabupaten
Parigi Moutong sejurnlah 8.155 orang (Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Tengah, 2003).
M a s m a t nelayan & perairan Teluk Tomini sebagian ksar masih tergolong tradisional, baik dilihat dari aspek teknologi maupun jenis alat tangkap yang digmakan
seperti, pancing d u r (hdline); j a w insang (gillnei); payang; dan bagan (l$ nef) serta sebagian kecil meygunakan purse seme.
Perkembangan teknik operasi penangbpan ikan dewasa ini semalun pesat
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dm teknologi, narnun di kawasan perairan Teluk Tomini belum krmakna secara sigifikan. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat adopsi tehologi dan kemampuan modal serta kesadaran nelayan yang masih
terbatas. Di samping itu seringnya terjd konflik-konflik intern1 dalam ha1 pemanfaatan daerah penangkapan fishing grolmnd) dari masing-masing alat tangkap,
baik yang dimiliki oleh nelayan Iokal maupun oleh nelaym pendatmg. Maraknya aksiaksi pembman oleh kelompok masyarakat yang ti&
bertmggungiawab semakin
memperparah kondisi rwaknya habitat tenlmbu karang dan berpernya kondisi alami
9 fishing ground sehingga semakin memperlamhat perkembangan perikanan tangkap di
kawasan tersebut.
Pembentukan Badan Otorita Tomini (BOT)ymg diresmikan batepatan dengan pencartangan Gerakan Nasional Pembangunan Kelautan Perikanan (Gerbang Mina
Bahari) oleh Presiden RI pada Tanggal 11 Oktot>er 2003 di Teluk Tomini sebagaimana dikutip dari siaran pen Departemen Kelautan Dan Perikanan (www.dkp.go.id., 12 Oktober 2003) berfungsi untuk memberikan pelayanan konsultasi teknis tentang pengelolaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan penkanarvkelautan terhadap
ke semua k r a h dalam wilayah Teluk Tomini. Keberadaan BOT diharaph mendapt respon yang positif dari pemerintah daerah beserta masyarakat dm elemen stakeholder
lainnya, sehingga kernitran antara BOT dm masing-masing pemerintah daerah di wilayah Teluk Tomini dalam menginplementasikan program-program pembangunan C
perikanan dan kelautan yang disertai pengawsan dan pengendalian terintegasi antar daerah.
Hal tersebut diharapkan dapat kjalan secara efektif dan berkelanjutan
sehngga permasalahan yang ada saat ini &pat teratasi dengan bsuk, seperti pada subsektor perikanan tangkap, subsektor perikanan budidaya, subsektor pengawasan dm
pengendalian sumberdaya hayati laut , dan subsektor peningkatan kapasitas kelembagaan clan pemasaran.
Khusus subsektor perikanan tangkap di perairan Teluk Tomini yang memiliki
banyak masalah sebagai potensi konflik yang besar, perlu menjadi prioritas utama bagi
BOT bekerjstsama dengan pemerintah daecah setempat untuk diselesaikan secara arif dan profesional. Kiat keilmuan yang s e h h y a dilakukan adalah dengan permodelan sistem melalui penyusunan model pengembangan perikanan tan-.
10
Melalui proses pen@cajian dan penyusunan model sistem pengembangan
perikanan ta@p
akan dapat dihasilkan model sistem pengembangan perilanan purse
seine yang berkelanjutan sebagai salah satu model dasar pengelolaan subsektor perikanan tangkap di perairan Teluk Tomini. Dengan demikian diharapkan dapt
mengatasi berbagai persoalan pengelolaan di kawasan tersebut. Berdasarkan uraian tentang fenomena tersebut diatas, maka permasalahan &lam
penelitian ini dapat dijabarkan secara holistik terintepsi (Gambar 1 ).
Produksi 2. Analisis potensi sumkdaya ikan dengan metode Surplus Froduksi 3. Analisis bionomi
I . k g . DKLAT-OPI 2. Prog. Penyuluhan sosiaiisasi pengelolazm SDP sesuai Code of
--
- dst mgkap purse seine -r q n - opaasi
Conduct for
dan keuntunp) bedadam
kriteria investasi (NVP, Net B/CRatio dan IRR)
Responsible Fisbmg
penangkapan
I BlOTEKNOSOSlONOMl
I
I
-
I
I
1
Pengembangan Perikanan Purse Seine BerkeIauiutan
I
.)
Regdasi P e r i h m q sesuai Code of
Gambar 1. Perurnusan masalah penelitian
13
1.3, Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perurnusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji struktur dan perilaku output -.
model sistem dalam merespon ptensi sumberdaya ikan yang tersedia, serta merumuskan berbagai altematif kebijakan &lam pengembangan perikanan purse seme yan g berkelanjutan dengan sasaran peningkatan kesejahteraan nelayan dan pendapatan
asli daerah. Tujuan mum tersebut akan dijawab melaiui tujuan khusus dengan penekanan : ( 1')
Mem bangun model sistem pengembangan perikanan purse seine berdasarkan kriteria bioteknososionomi &lam kerangka pemanfaatan sumberdaya perikanan
krkelanjutan;
(2) Menentukan alokasi optimum unit penangkapam purse seine berdasarkan analisis potensi dm bionomi sumberdaya ikan; (3)
Menentukan faktor-faktor tek-nis produksi yang berpengaruh terhadap hasil
tangkapan purse serne; (4)
Menentukan optimasi pengembangan perikanan purse seine berdasarkan metode Linear Programnlmg.
Hasil penelitian ini merupakan bahan informasi rujukan yang dapat &pertimban&an dalam penentuan kebijakan pembngunan perikanan tangkap di
perairan Teluk Tomini, khususnya Mam wilayah Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).