11. TlNJAUAN PIJSTAKA
2.1.
Prinsip Kerja Rawa Buatan dalam Mengolah Air Limbah Prinsip kerja rawa buatan dalam mengolah air limbah adalah menim
sistem yang tejadi pada rawa alami dalam mengolah bahan pencemar dan daur ulang nutrien (Vymazal el. a/, 1998 in Dahab e t al, 2000). Rawa buatan mencoba meiigootimalkan proses-proses fisika, kimia, dan biologi dalam suatu kondisi yang saling terintegasi seperti yang biasa tejadi pada sistem rawa alami untuk mengurangi kandungan bahan pencemar. Proses-proses fisika, kimia, dan biologi ini meliputi proses presipitasi, sedimentasi, adsorpsi pada partikel sedimen, penyerapan dan asilimilasi oleh tumbuhan air, serta proses degradasi oieh mikroorganisme (Brix, 1993 in Dahab el. al, 2000) Pengolahan air limbah dalam sistem rawa buatan memanfaatkan tumbuhan air, sedimen, serta mikrorganisme yang berasosiasi dengannya sebagai suatu mesin pengolah limbah dengan matahari sebagai sumber energinya; oleh sebab itu sistem rawa buatan adalah sistem lingkungan yang berkelanjutan (enviromntal szrsrainable) (Vymazal ef.01, 1998 in Dahab et. a/, 2000; Yang and W y 2000).
Mikroorganisme memainkan peranan penting dalam sistem rawa buatan, sehingga kesesuaian kondisi lingkungan bagi pertumbuhan mikroorganisme sangatiah penting dalam efisiensi pengolahan air limbah Proses degradasi yang dilakukan oleh mikroorganisme ini terdiri dari tiga mekanisme utama, yaitu: anaerobik, aerobik, dan anaerobikJaerobik (fakultatif) (Yang and Wu, 2000). Menurut Novotny and Olem (1994), proses-proses yang tejadi di dalam rawa buatan secara lengkap meliputi proses-proses fisik, fisik-kimia, dan biokimia. Proses-proses fisik terdiri dari proses sedimentasi, filh-dsi padatan tersuspensi oleh sedimen dan tumbuhan air, serta pemanasan dan volatilisasi. Proses-proses fisik-kimia terdiri dari proses adsorbsi bahan pencemar oleh tumbuhan air, sedimen, dan substrat organik. Sedangkanproses-proses biokimin terdiri dari proses penguraian zat pencemar oleh bakteri yang menempel pada pemukaan substratJsedimen, perakaran tumbuhan, dan serasah. Pada proses penguraian oleh bakteri, proses penguraian secara aerobik (misalnya nitrifikasi)
tejadi di zona aerobik dekat perakaran, proses anoksik (misalnya denim'fikasi) terjadi d~ daerah yang agak jauh dari perakaran, sedangkan proses anaerobik terjadi di zona anaeroSik dimana tidak terdapat oksigen. Menunrt Khiatuddin (2003) dan Sim (2003), mikroorganisme, tumbuhan air, dan sedimen merupalran hktor-faktor yang berperan dalam proses pengolahan air limbah pada rawa buatan. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut hams sangat diperhatikan dalam mendesain rawa buatan. Di bawah ini disajikan peranan masing-masing faktor tersebut dalam rawa buatan (Brix, 1997; Sim 2003; Puspita et. a!, 22005). a. Mikroorganisme
Mikroorganisme pada rawa buatan biasanya melekat di permukaan perakaran tumbuhan dan substrat/sedimen membentuk biofilm. Mikroorganisme sankpat berperan pesting dalam sistem rawa buatan karena mikroorganisme melaksanakan penguraian bahan-bahan organik, baik secara aerobik maupun anaerobik.
Mikroorganisme juga beqxran dalam proses nibifikasi dan
denitrifikasi. b. Tumbuhan air
Tumbuhan air pada rawa buatan berperan sebagai: (1) penyedia oksigen bagi proses penguraian zat pencemar; (2) media untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme; (3) penahan laju aliran sehingga memudahkan proses sedimentasi padatan, membantu proses filtrasi (temtama bagan perakaran tumbuhan), dan mencegah erosi; (4) penyerap nutrien dan bahan-baban pencemar lainnya; serta ( 5 ) pencegah pertumbuhan virus dan bakteri patogen dengan mengeluarlran zat-zat tertentu semacam antibiotik. Selain itu serasah tumbuhan juga dapat mencegah pertumbuhan jentik-jentik nyamuk e. Sedimen
Sedimen berperan sebagai tempat menempelnya mikroorganisme sehingga memperluas area kerja mikrooganisme dalam sistem rawa buatan. Selain itu sedimen juga berperan untuk: (1) menyokong tumbuhan air, (2) membantu proses filtrasi (terutama pada HSSFCW dan rawa buatan beraliran vertikal), dan (3) menampung padatan tersuspensi. Jenis sedimen sangat mempengaruhi porositas dan waktu retensi hidraulik (Hydruulic Retenfior~linze/HlYl), oleh
karena itu pemiiihan sedimen yang tepat sangat menentukan keberhasilan sistem dalam mengolah air limnbah.
Gambar 2. Proses reduksi bahan pencemar pada rawa buatan (Sim, 2003)
2.2.
Tipe Rawa Buatan menurut AIiran Airnya Ditinjau dari segi aliran airnya, rawa buatan dapat dibedakan menjadi
beberapa t i p , yaitu (Yang rand Wu, 2000; Khiatuddin, 2003):
a. Rawa buatan beraliran permukaan (Surjiice Flow Co~wtructedW&rds/ SFCW) Rawa buatan dengan sistem aliran permukaan terdiri dari kolam atau saluran dengan sedinien tanah, pasir, danlatau kerikil untuk memiyokom~gpertumnbuhan tumbuhan air. Tumbuhan air mencuat (emergent aquatic plant) tumbuh di atas sedimen, dan air limbah diolah saat air mengalir di atas permukaan sedimen melalui rumpun tumbuhan dan serasah (Meutia, 2001 dalum Puspita et. al, 2005). Rawa tipe ini mirip dengan rawa alami, dimana air limbah
mengalir di atas permukaan sedimen dan di sela-sela tumbuhan air yang tergenang (Khiatuddin, 2003). Pada rawa buatan tipe ini, air limbah terutama diolah oleh bateri yang menempel di batang dan rhizoma tumbuhan air. Ketinggian paras air pada rawa buatan tipe ini biasanya h a n g dari 0,4 m (Fujita Research, 2004). Rawa buatan beraliran pennukaan biasanya panjang
dan sempit untuk mengurangi aliran air singkat (11)~druulicsl>or/ cjr~~tlilng) (Meutia, 2001 dulon~Puspita el. (11, 2005).
AIR LIUBAH
SUBSTRATiMEMA TANAH. PASIR DAN KERIKIL PELAPtS KEDA At DARt T l l i A H LIAT AThU PLASTIK
Gambar 3. Rawa buatan beraliran permukaan (Khiatuddin, 2003) b. Rawa buatan beraliran horizontal bawah permukaan (Horizontal SubSurface Flow Cotzstructed WetlanMSSFCW) Rawa buatan dengan sistem aliran horizontal bawah permukaan ini terdiri dari saluran-saluran atau kolam-kolam dangkal yang berisi tanall pasir, atau sedimen porous (batu atau kerikil) yang akan membantu proses penyaringan air. Air limbah mengalir di bawah permukaan sedimen secara horizontal melalui zona perakaran tumbuhan rawa di antara kerikillpasir (Meutia, 2001 dufum Puspita el. ul, 2005). Dalam sistem pengaliran air di bawah pennukaan
ini, mikroorganisme sangat berperan dalam menghilangkan bahan pencemar. Mikroorganisme yang
menempel
dekat perakaran
tumbuhan
akan
menguraikan bahan pencemar secara aerob, sedan~kanmikroorganisme yang berada jauh dari perakaran tumbuhan akan menguraikan bahan pencemar secara anaerob. Kondisi sedirnen yang aerob di dekat perakaran tumbuhau disebabkan oleh adanpa pasokan oksigen dari akar tumbuhan (Khiatuddin, 2003).
Gambar 4. Rawa buatan bemliran horizontal bawah permukaan (Khiatuddin, 2003)
c Rawa buatan dengan tipe aliran vertikal menurun (VerficdDown-Elow Cor~~fructed WetlanWFCW) Pada rawa buatan dengan tipe alimn vertikal menurcn ini, air dialirkan di permukaan sistem lalu merembes melalui substrat yang dipenuhi oleh akar tumbuhan hingga kemudian mencapai dasar rawa untuk keluar dan' sistem.
R a w buatan dengan sistem aliran ini mudah mengalanii penyumbatan (clogging)(Meutia, 2001 dalam Puspita et. al, 2005). Pada rawa buatan tipe ini, proses dekomposisi bahan pencemar tenrtama tejadi di daerah perakaran tumbuhan dan partikel sedimen.
id
'<
AIR h4ASVK
Gambar 5. Rawa buatan beraliran vertikal menurun (W~iatuddin,2003)
d. Rawa buatan dengan tipe aliran vertikal menanjak (Verticnl C$-Flow
Co~tstructrdH/etIa~ds/ViiFCH? Pada rawa buatan tipe ini, air disalurkan melalui pipa ke dasar sisiem lalu naik pelan-pelan (karena kapilaritas) nlelalui substrat hingga kemudian keluar melalui saluran yang terletak di pennukaan subtrat (Khiatuddin, 2003). Pada rawa buatan tipe ini, proses dekomposisi bahan pencemar juga terutama terjadi di daerah perakann tuznbuhan dan pzrtikel sedimen.
Gambar 6. Rawa buatan beraliran vertikal menanjak (Biatuddin, 2003) 2.3.
Parameter Kualitas Air dan Transformasinya pada Ekosistem Rawa
2.3.1. Senyawa Nitrogen Pada perairan, keberadaan senyawa nitrogen biasanya diukur melalui parameter Total Nitrogen (TN), NI%-N, NOz-N, dan NO3-N. Menurut MacKereth el.
ul (1989) dulum Effendi (2000), Total Nitrogen adalah penjurnlahan scluruh
nitrogen anorganik berupa N03-N, NO2-N, NH3-N yang bersifat terlarut, dan nitrogen organik yang berupa partikulat. Ammonia (NH3) adaiah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang dtte~nukandi perairan.
lon ammonium
(m') adalah
bentuk transisi dari
ammonia. Ammonia di perairan berasal dari pemecahan nil~ogenorganik (protein dan asam amino) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Selain itu ammonia juga berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Ammonia
yang terukur pada perairan alami adalah ammonia total (NH, dan N H ~ ~ . Toksisitas konsentrasi amnimonia bebas (un-ionized terhadap ikan air tawar bervariasi antara 0,7 - 2,4 mg/L (Boyd, 1990). Menurut PP No. 82/2OOl, untuk ikan yang peka sebaiknya kandungan NH3 kurang dari 0,02 mg/L. Nitrit (NOi) merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Nitrit biasanya ditemukan dalam jurnlah yang sangat sedikit di peraim alami, kadarnya lebih kecil daripda ni-t
kvena nitrit bersifat tidak stabil jika di perairan terdapat
oksigen. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses perombakan bahan organik secara biologis dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah (Novotny u ~ Ole@ d 1994). Nilai LC50 (96 jam) nitrit (sebagai N) terhadap ikan air tawar bervariasi antara 0,66 - 200 mg/L (Boyd, 1990). Nitrat ( N o d adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Semua bahan yang mengandung nitrogen bertendensi untuk teroksidasi menjadi nitrat Nitrat sangat mudah larut dalam air clan bersifat stabil (National Research Council, 1977). Nitrat &lam jumlah yang tinggi jarang ditemukan pada perairan karena nitrat digunakan sebzgai nutrien esensial bagi pertumbuhan berbagai jenis tumbuhan akuatik (Bhattacharya, 1992). Baku mutu NO3-N bagi Air Kelas 111 (air bagi keperluan budidaya perikanan air tawar dan petemakan) dan Air Kelas IV (air bagi keperluan irigasi pertanian) adalah 20 m g k
No. 82 Tahun 2001).
Keberadaan ammonia, nitrit, dan nitrat di perairan dipengaruhi oleh proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Proses nibifikasi dilakukan oIeh sekumpulan bakteri nitrifikasi (antara lain N~frosomonasdan Nifrobacfer) pada kondisi aerob (pada kadar DO < 2 mg/L reaksi akan berjalan lambat). Nilai pH optimum bagi proses nitrifikasi ini adalah 8 - 9; pada pH < 6 reaksi akan berhenti. Suhu optimum bagi proses nitrifikasi adalah 20
-
25 OC; kecepatan nitrifikasi berkurang pada suhu
kurang atau lebih dari kisaran tersebut
Proses denitrifikasi dilakukan oleh
sekumpulan bakteri denitrifikasi dan proses tersebut terjadi pa& kondisi anaerob (Effendi, 2000). Proses nitrifikasi dan denitrifikasi dapat dilihat dalam pe-aan reaksi pada Gambar 7.
PROSES NITRIFIKASI
PROSES DENlTRIFIKASI
Gambar 7. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi (EfTendi, 2000) Senyawa-senyawa nitrogen yang masuk ke dalain rawa buatan &pat b e ~ p apartikulat, organik terlarut, dan anorganik (misalnya iW-L' dan NO?). Proporsi relatif dari senyawa-senyawa tersebut tergantung pada t i p air limbah dan proses prc-freutnzent yang diterapkan.
Senyawa nitrogen dalam bentuk
partikulat dihilangkan (direduksi) melalui sedimentasi, sedangkan reduksi senyawa nitrogen &lam bentuk terlarut dilakukan melalui serangkaian reaksi biogeokimia yang terjadi di sedimen dan kolom air (Gambar 8). Reaksi-reaksi nitrogen pada rawa secara efektif melibatkan: pemrosesan senyawa anorganik N melalui proses ammonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi; volatilisasi ammonia dan NzO; serta penyerapan oleh tumbuhan dan mikroorganisme (Reddy and D'Angelo, 1997). Menurut Martin and Reddy (1996) in Reddy utzd D'Angelo (1997), Iaju ammonifikasi, nitrifikasi, clan penghilangan senyawa NO; pada rawa i , - 0,161 g secara b e m t - t u r u t berkisar antara 0,004 - 0,375 g ~ / m ~ / h a r0,01 N/m2/hari, dan 0,003 - 1,02 g N/n12/hari.
Gambar 8. Transfonnasi senyawa nitrogen pada r a m buatan [(I) volatilisasi; (2) DenveraDan oleh tumbuhan dan mikroba: (3) denitrifikasi:-(4) .,nitrifikasi:,,(5), miieraksasfi; (6)fiksasi nitrogen; (7) fragmentasi dan penguraian; (8) adsorpsi d m desorpsi; (9) pengendapan; (10) reduksi nitrat menjadi ammoni.liin] (Reddy C J 2
.
T
2.3.2. Senyawa Fosfor
Pada perairan, keberadaan senyawa fosfor biasanya diukur melalui parameter ortho-fosfat (Pod-P) dan Total Fosfor (TP). Fosfor merupakan unsw esensial bagi algae dan tumbuhan tingkat tinggi, sekingga fosfor menjadi faktor pembatas bagi algae dan rur,Suhan tingkat tinggi akuatik; fosfor juga sangat mempengaruhi tingkat produktivitas peraim. Ortho-fosfat ( ~ 0 4 ' 3addah kntuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Polifosfat hams mengalami hidrolisis terlebih dahulu membentuk ortho-fosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Fosfat anorganik ini setelah masuk ke tumbuhan &!an mengalami perubahan menjadi organofosfat (Effendi, 2000). Total Fosfor (TP) menggarnbarkan jumlah total fosfor, haik berupa partikulat maupun teriarut, dan berupa anorganik maupun organik Pada air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan air tawar dan peternakan (Air Kelas III), nilaj .baku mutu TP adalah 1 mg/L; sedangkan bagi air yang dip-akan
~
untuk irigasi peitanian (Air Kelas 1V), nilai baku mutu TP adafah 5 mdL (PP No.
82 Tahun 2001). Reduksi senyawa fosfor pada rawa buatan melibatkan serangkaian proses biotik dan abiotik (Gambar 9). Proses biotik meliputi: (I) penyerapan senyam fosfor terlarut oleh tumbuhan air dan algae, serta (2) mineralisasi demtus tumbuhan dan senyawa organik P pada sedimen. Proses abiotik meliputi: (1) sedimentasi, (2) adsorpsi dan presipitasi, serta (3) proses pertukaran (exchange) antara sedimen dan kolom air (Reddy and D' Angelo, 1997).
INFLOW: -P
P1niC"lm~P
Phaphwut ACffI1)M
Gambar 9. Transformasi senyawa fosfor pada rawa buatan [(I) adsorpsi dan desorpsi, presipitasi, dan pelarutan; (2) penyerapan oleh tumbuhan dan mikroba; ( 3 )fragmentasi dan penylraian; (4) mineralisazi, (5) sedimentasi] [Reddy and D' Angelo, 1997)
2.3.3. Konstituen Organik Keberadaan bahan organik pada suatu perairan dapat diukur melalui parameter BOD (Riocl~emicalOxygen Demand) &in COD (Chemical (lxygen Denland).
BOD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan rnikro-
organisme untuk mendekomposisi bahan organik secara aerobik. BOD yang
biasanya diukur adalah BOD !ima hari (BOD*).
BODj ini diukur den*? menghitung jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorgansime dalam proses oksidasi bahan organik secara biokimia selama lima hari pada suhu inkubasi 20°C. Pada masa inkubasi selama lima hari tersebut diperkirakan 70 - 80 % bahan organik telah mengalami oksidasi (Effendi, 2000).
Parameter BODj hanya
menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis dalarn waktu 5 hari (readily biodegradable). Bahan organik tersebut dapat berupa lemak, protein, kanji, dukosa, aldehida, danlatau ester (Effendi, 2000; Manahan, 2001). Pada air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan air t a w
dan peternakan (Air Kelas III), nilai baku mutu BODS adalah 6 mg/L; sedangkan bagi air yang digunakan untuk irigasi pertanian (Air Kelas N), nilai baku mutu BODS adalah 12 mg/L (PP No. 82 Tahun 2001). COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oksidator kuat dalam mengoksidasi bahan organik secara kimiawi (Mays, 1996). Kalium dikr~mat (K~Cr207)adalah salah satu oksidator kuat yang biasanya digunakan dalam uji COD. Bahan organik yang dioksidasi dalam penentuan COD ini meliputi bahan organik yang mudah didegradasi secara biologis maupun yang sulit (readily biodegradahle dan persistant organic compod~).
Dalam uji COD, kalium
dikromat yang digunakan sebagai oksidator dapat mengoksidasi bahan organik dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan bakteri, sehingga nilai COD selalu lebih besar daripada nilai BODj. Jika pada suatu perairan terdapat bahan organik seperti selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida, dan benzen yang sulit didegradasi secara biologis, maka pengukuran nilai COD akan Iebih sesuai dibandingkan penentuan nilai BOD5 (Effendi, 2000; Sastrawijaya, 2000; Manahan, 2001). Nilai baku rnutu COD bagi Air Kelas 111 adalah 50 mg/L, clan untuk Air Kelas IV adalah 100 mg/L (PP No. 82 Tahun 2901). Bahan organik &lam sistem rawa buatan dihilangkan (direduksi) melalui proses presipitasi dan sedimentasi, filtrasi pada partikel sedimen clan peralcaran tumbuhan, serta serangkaian proses transformasi yang melibatkan berbagai jenis mikroorganisme yang hidup di permukaan partikel sedimen dan p a k a i a n tumbuhan (rhizoma) (Vymazal el. al, 1998 dalam Dahab et. a[, 2000).
2.3.4. Padatan Tersuspensi Kandungan padatan tersuspensi dalam suatu perairan biasanya dinyatakan dalam parameter Total Szispended Solid (TSS). 7'otnl Sz~vpendedSolid adalah bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada kertas saring millipore berdiameter pori 0,45pm (Mays, 1996). TSS dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tumbuhan dan hewan, serta lirnbah industri.
TSS dapat rnernben'kan pengaruh yang Inas dalam
ekosistem perairan. Banyak makhluk hidup memperlihatkan toleransi yang cukup tinggi terhadap kepekatan TSS; namun TSS dapat menyebabkan p e n m a n populasi tumbuhan dalarn air (subnzergentaquu/icplan~s), ha1 ini disebabkan oleh t m y a penetrasi cahaya ke dalam air (Connel dan Miller, 1995). Nilai baku mutu TSS untuk Air Kelas III d m Kelas IV adalah 400 mu&
(PP No. 82 Tahun
2001). Dalam sistem rawa buatan, padatan tersuspensi dihilanghn (direduksi) melalui proses presipitasi dan sedirnentasi serta proses filtrasi pada partikel sedi~nendan perakaran tumbuhan (Vymazal ef. a/, 1998 dalum Dahab e/. 01, 2000). 2.4.
Karakteristik Air Lindi
Karakteristik air lindi sangat bervariasi, variasi ini antara lain dapat dilihat
dari perbeciaan kandungan hahan organik, nitrogen, fosfor, padatan tersuspensi, dan iogam-logam terlarutnya. Variasi air lindi ditentukan oleh jenis-jenis bahan yang terdapat pada lokasi peniinbunan sampah, mudah tidaknya pengraian sampah, kondisi lokasi peni~nbunansampah (temperatur, pH, potensial redoks, kelembaban, umur), dan kondisi penanganan sampah (open dunping atau sanitary landfilf')). Pada iokasi penimbunan sampah ymg menggunakan sistem smzi/a+y landjill, komposisi tanah penutup sangat mempengaruhi kmkteristik air lindi
(Chen and Bowerman, 1975; Nemerow and Dasgupta, 1991). Selain hal-ha1 di atas, karakteristik air lindi juga sangat ditentukan oleh curah hujan setempat. Pada daerah yang curah hujannya tinggi, air lindi yang terbentuk akan mengalami " ) ~ e n a n g a n a d ~ e n ~ b usampah a n ~ secara open dr,r~~pitrg adalah pembuangan sampah secara tehuka, dimana sampah ditaruh begitu saja di atas permukaan tanah. Penangananlpembuangan sampah secara m ~ i f m la114fiN y adalah pembuangan sampah pada suatu daerah tenentu yang kemudian ditutup tanah secara berlapis Untuk menghindari kontaminasi air lindi terhadap air tanah, .mtitmy ia1i4fill dilapisi oleh lapisan kedap air (Chen ntidBowerman, 1975).
dilusi cukup besar sehingga konsentrasi bahan-bahan pencemarnya berkurang. Curah hujan ini selain mempengaruhi kepekatan air lindi, juga sangat
mernpengaruhi kuantitas air lindi yang terbentuk. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi sampah di Kota Denpasar dan Bandung menurut Sundra (1997). Pada Tabel 2 dapat dilihat karakteristik fisika-kimia air lindi menurut Tchobanaglous
et. a/(1977) dan Diana (1992). Tabel 1. Komposisi sampah kota pada KO&Denpasar dan Bandung Kategori Sampah
Plastik, kulit, & karet Kainltekstil Kaca hgam
Batu, pasir, & tanah Smpah organik Lain-lain
Komposisi (% bobot) Denpasar
Bandung
6 1 3 3 5 77
4,s
74,66
2
6.8
2,s
02 1,3
-
Sumber: Sundra, 1997
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa walaupun terdapat sedikit perbedaan antara komposisi sampah di kedua kota, namun umumnya kandungan sampah organik mendominasi. Karena komposisi bahan organik yang tinggi ini maka salah satu karasteristik yang umum pada air lindi adalah nilai BODs dan COD yang tinggi. Kandungan bahan organik yang tinggi pada air lindi ini sangat berbahaya bagi badan air penerima karena akan menimbulkan deplesi oksigen. Selain kandungan bahan organik, air lindi juga memiliki kandungan W - N yang tinggi sehingga dapat membahayakan organisme akuatik. Kandungan NHg-N yang tinggi dalam air lindi sangat mempengaruhi kualitas air badan penerima Hasil pengamatan terhadap badan air yang menerima air lindi lunpasan dari Monument Hill Landfill Site (UK) menunjukkan bahwa kandungan NH3-N pada badan air dapat mencapai 3 1 mgL (Robinson and Harris, 2000).
Tabel 2. Karakteristik fisika dan kimia air lindi Karakteristik
Satuan
Sun~ber:Tchobanaglous ct. 01 (1977) Rentang Tipikal
Sumber: Diana (1992) Rentang
Rata-Rata
Parameter Fisika
Total Sr~spended solid @sS) Parameter Kin~ia Biochemiwl Oxjgen De~nrud(BOD5)
CIznrica 0.xyge1t Demard (COD) Total Organic Chrbot~(TOC)
Nitrogen Organik Ammonia Nitrogen (W-N)
Totai Fosfor (TP) Ortho-fosfat (PO4-P) Alkalinitas Total Alkalinitas
- S,5 200 - 2.000 200 - 2.000 5.3
FB Kaliurn Sodiunl Klorida Sulfa1 Total Besi
i00- 3.000 ICC - 1.500 50 - 600
Keferangan: Penelrtian Diana rl~lahxkanpada bulan Maref,April, dun hfei 1991 di TPA Ra~ltarGebang, Bekasi.
2.5.
Teknologi Pengolahan Air Lindi Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengolah air lindi, antam
lain yaitu: ,Sequential Batclr Reacfor (SBlg Process, Rever.se O.snrosi.s, Tricklittg Filter, Memhruize Bioreuc/or, Air/Amn2on;u Strippiizg, CJzemicul Presipitution,
dan High ~ e & l e Rorc Adivuted Sfudge (BAFF Plant). Penerapan teknologi-
teknologi pngolahan tersebut biasanya dilakukan setelah air lindi mengalami pre-
/rec~/rrren[ berupa grit anclsil/ rerrlroval danlatau pH a4ustmenr. Terkadang, untuk lebih meningkatkan kualitas air lindi olahan, air lindi juga mengalami pclishing dengan diolah pada raws buatan (consirrrcied wetlands) atau pada laguna dan kolam limbah (Environ Consulting, 2005b). Pemaparan lebih detail mengenai proses-proses pengolahan air lindi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Teknologi pengolahan air lindi yang telah digunakan untuk mengolah air lindi konsentrat (high strenght leachate) di Inggris
Pre-treatment
Treatment
Grit atdsili removal detigan pengendapan bila diperlukan.
SBRprocess
Ditto ditambah dengan penyesuaian pH. Aerasi terkadang dilakukan untuk mengurangi ROD. clan COD.
Reverse osmosis
Grit and removal.
Trickling $lter
Grit and sill remol~albila dibutul~kan.
M~mbranee Bioreaclor PER)
PoIkhing
Keterangan
Merupakan teknologi yang paling wnum diterapkan di Inggris. Tingkat reduksi bahanbailan berbal~ayadari ro;'leaclrate menunjukkan hasil (reed beds). sangat bays. Teknologi ini cukup umum diterapkan di UN Eropa namun basil penerapan di.lnggris KO1am menunjukkan hasid yang hwaog lagunalimbal" bagus. Teknologi ini tendama diterapkan untuk m e n d a n salinitas dan AOX. Seringkali terjadi penyumbakm (blockage) pada sedimen karena terbentuknya endapan CaC03 dan lnmpur, &in& sistem Pengendapan pengolahan metnerlukan dengal 1agur.a ,pembersihansetelah digunakan atau kolam dan bal tersebut sulit dalam limbah untuk pengoperasiannya. Walaupun tnenghilangkan cara ini hemat dalam biaya padatan kebutuhan energinya, natnun tersuspensi. biaya pemeliharaan yang perlu dikelu&kan setelah pe&ian beberapa tahun (biasanya 5 tahun) cukup besar. Rawa Buatan dengan menggunakan Phragntyes
Reed beds atau laguna limbah
Bentuk reaktor sangat kompak namun biwa yang diperlukan untuk instalasi sangat linggi. Riilya yang dikeluarkan lebih tin& daripada biaya yang bisa dihanat dengan mengurat~gi ukuran reaktor.
Prc-ireutrnent
Trcatrtzcnt
Polishing
Peilyisiha~
C;n'tand silt remo~~ul bila
Ah- omnro~liu COD lebih
diperlukan.
stripping
High recycle Cirit and silt renzmnl.
Grii & sill
removal.
Keterangan
rote ucth~oled sludge process atau RAW Plant.
Clicn~icol presipiralion.
Card ini umumnya jaracg
lanjut biasanya diperlukal.
me~nberikanhasil yang baik.
Pengendapan (mu
Ciua ini secara teori dapat berhasil, namun stabilitasnya lebih daripada -penggunaan . rendahtangki bervolume besar (extended aeration
acli~~ared sludge) ditanbah reed beds.
Acte~>ated slzrgde, MBR, dl.
acti~>oted sludge process). Karena titlgyniya laju rec&cle,
sistem iui sangat lemah dalan menghadapi shock efluenr. Me~nerlukanbiaya yang besar dalan pengynaan ballan kimic tangki pengendapan, klarifikasi atau filtrasi. Pengendapan terkadang tidak terjadi pada tan@ pengendapan namun pada pipa-pipa sehingga perlu biaya tamballan untuk menjaga pipa dari penyunlbatan.
Sumber: Enviros Con.sulling,2005b
Rawa buatan, selain untuk polislzirzg juga dapat sebagai instalasi ukma dalam mengolah air lindi limpasan yang tidak terlalu pekat (tinggi terlalu tinggi kandungan bahan-bahan penceinamya).
Penggunaan rawa buatan sebagai
instalasi utama dalam pengolal~anair lindi antara lain diterapkan di Monument Hill Landfill Site (Inggris) dan Dragonja Landfill Site (Slovenia). Monument Hill Reed Bed dibangun oleh Enviros Consulting untuk mengolah air lindi limpasan yang berasal dari Monument Hill Landfill Site. Monument Hill Landfill Site merupakan sebuah lokasi pcmbuangan sampah tua yang beropcrasi pada tahun 1970an. Sepexti halnya lokasi pembuangan sarnpab tua lainnya di Inggris, Monument Hill Landfill Site dibangun tanpa pelapis (liner) dan pembuangan sampahnya bersifat ( p e n dumping-. Walaupun Monument Hill Landfill Site sudah tidak digunakan lagi, namun lokasi pembuangan sa~npahi:~i tetap menghasilkan air lindi yang inenimbulkan permasalahan pada badan air
sekitarnya dan memerlukan penanganan, untuk itulah sebuah rawa buatan dibangun untuk mengatasinya. Rawa buatan yang dibangun di Monument Hill Landfill Site berukuran 1.800 m2. Rawa buatan tersebut dioperasikan untuk mengolah air lindi limpasan yang telah mengalami pengendapan terlebih dahulu pada settling tank. Tujuan utama pembangunan rawa buatan tersebut sebetulnya adalah untuk menghilangkan kandungan Fe dalam air lindi limpasan, namun ternyata rawa buatan ini jugs memiliki kemampuan untuk menghilangkan sejumlah kecil residu organik pestisida dan herbisida (Robinson and Harris, 2000). Tabel 4. Hasil reduksi bahan pencemar air lindi oleh Monument Hill Reed Bed Karakteristik
pH @H unit) BOD5 (mdL) NH3-N (mg/L)
Fe (mi&) ss (&L) Chloride (mg/L) M e c o ~ r o@g/l) ~
Innuen
Setelah Senling Tank
Effluen dari Rawa Buatan
6,s <2 19,4 16,9 42 78 9,4
6-9 <2 19,6 12,2 42 77 10,2
7,4 <2 11.8 < 0,6 3
76 2,68
Sun~her:Robinson and ham:^ (2000)
Rawa buatan pada Dragonja Landfill Site (Slovenia) dibangun dengan desain aliran horizontal bawah permukaan (HSSFCW) pada tahun 1992. Rawa buatan ini menerima buangan air lindi dari suatu lokasi pembuangan sampah seluas 1,6 Ha yang menerima sekitar 60.000 m3 sampah tak tersortir dan 2.000 m' lurnpur (sludge)yang bersifat tidak stabii (Bulc et. al, 1997). Rawa buatan pada Dragonja Landfill Site terdiri dari dua sel ( b e 4 yans saling berhubungan dengan luasan total 450 m2. Sel rawa buata2 pertama memiliki dimensi 21 m x 10 m x 0,9 m (panjang x lebar x kedalaman) dengan kemiringan [slope) 1,4 %. Sel rawa buatan kedua memiliki dimensi 23 m x 10 m x 0,8 m dengan kemiringan 1 %. Kedua sel rawa buatan tersebut d i t a m i oleh
P/zragmy/esaustralis (reeds) dengan kepadatan 4 - 5 individu/m2. Jenis sedimen
pang digunakm pada rawa buatan sel pertama adalah gambut (10 %), tanah (5 %),
pasir halus (I 5 %), d m pasir sedang (70 %). Jenis sedimen yang digunakan pada rawa buatan sel kedua adalalt gambut (5 %), tanah (10 %), pasir halus (20 %), pasir sedang (45 %), dan kerikil (20 %) (Bulc et. a/, 1997). Konsentrasi influen rata-rata yang masuk ke dalam rawa buatan Dragonja Landtilt Site untuk parameter COD, BODS, NHs-N, TSS, dan Fe secara beflurutturut adalah 1.264 m a , 60 m a , 88 mg/L, 400 m&,
dan 10 m a . Setelah
pengoperasian s e l m a beberapa tahun, rawa buatan ini menunjukkan tingkat efisiensi reduksi bahan pencemar ymg cukup baik (Tabel 5) (Bulc el. al, 1997). Tabel 5.
Nilai efisiensi reduksi rata-rata (%) beberapa parameter selama tahun 1992 - 1996 pada rawa buatan Dragonja Landfill Site
Tahun
COD
BOD5
NH3-N
1992
51
46
72
95
58
-
1993
70
61
72
83
55
-
1994
94
53
91
49
74
83
1995
86
38
95
72
61
86
1%
68
33
89
71
81
72
Sumbcr: Bulc el. a/.1997
NO2-N Ortho-fosfat
Fe