BAB I I TINJAUAN PIJSTAKA
2.1
Konsep IJmum Perencanaan Gempa Peraturan Perencanaan Bangunan Tahan Gempa pada dasarnya memiliki dua
tujuan. Pertama, untuk melindungi jiwa manusia terhadap gempa kuat, dengan memberikan kekuatan dan ketahanan pada bangunan sehingga keruntuhan total atau sebagian dapat dihindari. Kedua, mencakup pembatasan kerugian harta benda dan gangguan kelancaran fungsi bangunan pasca gempa dengan intensitas kccil dan sedang. Untuk tujuan tersebut seluruh peraturan bangunan {Bui/ding Code) yang dipakai diseluruh dunia sampai saat ini mengacu kepada tiga filosofi. Pertama, mencegah kerusakan struktur dan non-struktur bila terjadi gempa kecii yang sering terjadi. Kedua, mencegah kerusakan struktur dan meminimalisasi kerusakan nonstruktur, bila terjadi gempa bumi sedang {moderate) yang kadang-kadang terjadi. Ketiga, mencegah keruntuhan {collapse) sebagian atau total dari struktur bila terjadi gempa kuat yang jarang terjadi. Dapat disimpulkan bahwa ketiga filosofi ini mengacu kepada kekuatan struktur {Strength Base Concept) ketika dilanda gempa. Aplikasi ketiga filosofi ini belum jelas menggambarkan sasaran kinerja {performance) yang ingin dicapai, karena tidak menyatakan secara fisik pengaruh dan tingkat kerusakan struktur yang harus dicegah akibat gempa. Bahkan peraturan yang berlaku saat ini pada dasarnya hanya mengacu kepada satu taraf kinerja {performance level) yakni tujuan pertama, penyelamatan jiwa manusia. Sedangkan tujuan kedua yang berhubungan langsung dengan kondisi struktur belum memiliki kriteria yang jelas. 2.2
Konsep Performance Based Design Kecenderungan untuk beralih dari Strength Based Concept ke I'erformance
Based Concept di banyak negara maju tercemiin pada building code yang dipakai. Demikian juga di Indonesia, yang sudah mulai mengadopsi penggunaan performance
based concept dengan dikeluarkannya Konsep Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Rumah dan Gedung SNI
1726-1998. Ini membawa
konsekuensi perubahan penggunaan analisa dari metoda elastis linier menjadi metoda inelastis non-linier, dalam hal ini yaitu analisa beban dorong (pushover analysis). Konsep performance based design pada dasarnya adalah suatu metodologi dalam merencanakan struktur tahan gempa yang diarahkan untuk memenuhi kriteria taraf kinerja (performance level) struktur tertentu. Umumnya mengacu
kepada
batasan tentang deformasi struktural selama terjadi gempa dan gambaian tentang tingkat kerusakan yang dihasilkannya. Hal ini berbeda dengan cara konvensional dengan konsep sin'niiih based design seperti metoda linier statis equivalen. Yakni kntena struktur ditetapkan dengan pembatasan gaya-gaya dalam yang dihasilkan dari suatu taraf ivrs\aiatan gaya geser (base shear), .sedangkan struktur dianggap berprilaku claslis terhadap gempa. Namun kenyataan pada saat gempa kuat struktur lidak lagi berprilaku elastis, kerusakan berat.pada komponen struktur mengakibatkan srtruktur berprilaku inelastis dan mengalami pemencaran energi. Metoda
yang
digunakan
dalam
konsep
peformance
based
design
memberikan gambaran prilaku inelastis dari komponen-komponen struktur tahap demi tahap, sehingga dapat diidentifikasi elemen struktur yang pertama kali mengalami kegagalan. Dengan peningkatan pembebanan elemen-elemcn lain dari struktur akan mengalami leleh dan berdeformasi secara inelastik. Sehingga akan dihasilkan kurva yang merupakan representasi dari kapasitas bangunan. Konsep ini menggunakan dua elemen utama sebagai pembanding, yakni demand (tuntutan) dan capacity (kapasitas). Demand adalah suatu representasi dari gerakan
tanah
terhadap
struktur.
Yang
dalam
analisa
statis
non-1 inier
menggambarkan suatu perkiraan perpindahan atau deformasi yang diperkirakan akan dialamai oleh struktur. Hal ini berbeda dengan analisa elastis linier,
yang
mendefinisikan demand sebagai beban lateral yang diaplikasikan sepanjang tinggi struktur. Sedangkan capacity adalah representasi dari kemampuan struktur dalam menahan demand (timtutan) akibat gempa (earthquake demand). Atau dalam konteks
7
Struktur dan elemennya demand dapat dinyatakan sebagai perpindahan rnaksimiun struktur dan gaya maksimum yang bekerja pada elemen struktur. Dan capacity dinyatakan sebagai batas perpindahan lateral struktur dan batas kekuatan elemen struktur. Keadaan yang menyatakan bagaimana cara capacity menahan demand menunjukan performance level (taraf kinerja) dari struktur. Disyaratkan bahwa nilai kapasitas struktur {capacity) harus lebih besar dari tuntutan {demand) yang terjadi akibat gempa. Untuk menentukan nilai kapasitas struktur yang melampaui batas elastisnya diperlukan suatu analisa inelastis non-linier yakni Analisa Behun Dorong Statis Non-linier {pushover analysis). Konsep Performance Based Design bertujuan untuk merencanakan suatu struktur yang performance-nya. dapat diperkirakan. Untuk itu perlu penentuan performance level (taraf kinerja) dan performance objective (sasaran kinerja) dari struktur. Jika performance level dan performance objective telah ditetapkan, maka harus ditentukan acceptance criteria untuk tiap tahap, yakni suatu kriteria atau nilai yang menyatakan kapan suatu taraf tertentu tercapai. Misalnya berupa simpangan antar lantai {story drift), rotasi sendi plastis dan kerusa.kan struktur.
2.2.1.
Sasaran dan Taraf Kinerja Struktur Penetapan kriteria perencanaan struktur di dalam konsep performance based
design sama artinya dengan menentukan performance objective (sasaran kinerja). Performance objective adalah suatu taraf kinerja {performance level) dari struktur terhadap taraf intensitas gempa rencana. Biiisanya dalam menentukan performance objective dipilih berdasarkan berbagai pertimbangan
seperti: lokasi bangunan,
keinginan pemilik bangunan {owner), nilai utilitas bangunan, nilai ekonomis dan nilai sejaraii yang dimiliki bangunan tersebut. Performance level (taraf kinerja) adalah suatu gambaran yang menyatakan kondisi tingkat kerusakan yang dialami suatu struktur akibat suatu taraf gempa yang dikerjakan padanya. Kondisi batas kerusakan dinyatakan dengan kerusakan fisik bangunan, bahaya akibat kerusakan struktur terhadap jiwa manusia dan kemampuan
8
layan bangunan pasca terjadinya gempa. Pada analisa yang menyeiuruh, performance level suatu bangunan merupakan kombinasi dari slruciural performance (kinerja struktural) dan non-slruclral performance (kinerja non-struktural) Secara umum performance level untuk struktur adalah Operalional, Immediate Occupancy (IO), Life Safety (LS), Structural Stability (SS). Performance level yang menggambarkan hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. di bawah ini.
Tabel 2.1. Tingkat Kinerja Struktur (Kelly, E. Trevor, 2001). Taraf Kinerja Struktur {Performance Level)
Kinerja Struktural {Structural Peformance)
Kinerja Non-slniktural {Non-Structural Pefornumce)
Operational (O)
Kerusakan sangat ringan dan tidak pemianen. Kekuatan dan kekakuan tidak berubah.
Kerusakan hampir tidak ada. Perangkat bangunan dapat bekerja dengan baik.
Immediate Occupancy ( l O )
Kerusakan ringan dan tidak pennanen. Kekuatan dan kekakuan tidak berubah. Timbul retak-retak ringan. Elevator dan perangkat pencegah api dapat bekerja.
Perangkat bangunan tidak mengalami kerusakan bcrarti, namun liJak dapat beropera.si dengan baik.'
Life Safety ( L S )
Kerusakan sedang dan pennanen. Penurunan kekuatan dan kekakuan di semua tingkat. Bangunan niemerlukan perbaikan.
Bahaya runtuh dapat diatasi tapi mengalami kerusakan yang menyeiuruh pada sistem.
Kerusakan berat dan sangat pennanen. Menyisakan sedikit kekuatan dan kekakuan pada struktur. Pintu-pintu penyelamatan terkunci. Bangunan akan runttih.
Kerusakan ysuig mcnyeluruli.
Collapse Prevention ( C P )
1
^"'
"i -
•I • 1
Hubungan mendefinisikan
antara performance
level
dengan
taraf intensitas
gempa
performance objective yang merupakan kriteria dari perencanaan
struktur, seperti pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Pendefinisian Sasaran Kinerja Struktur (ATC-40, 1996) Pendeflnisian Performance Objective Intensitas Gempa Rencana Serviceability EQ (SE) Design EQ (DE) Maximum EQ (ME)
Operational
Serviceability EQ (SE) : Design EQ (DE) : Maximum EQ (ME) :
Immediate Occupancy (10)
Life Safety (LS)
Structural Stability (SS)
kemungkinan terjadi 50% dalam 50 tahun kemungkinan terjadi 10% dalam SO tahun kemungkinan terjadi 5% dalam SO tahun
SEAOC Vision 2000 merekomendasikan performance objective seperti Gambar 2.1. di bawah ini: Performance
Level
(970 year) | 1 -> I'erfnimaiice
Objeclhe
untuk fasililas biasa
2 -> I'erformance
Objective
unlulc I'asilitas pcnting/bcrbaliaya
3 -> Performance
Objective
unlulc fasiliULS saiigal [x-Miling
Gambar 2.1. Sasaran Kinerja Struktur Menurut SEAOC Vision 2000 (Lumantama, H. Gideon dan A. Takim, 2001).
10
2.2.2.
Taraf Intensitas Gempa Pemilihan performance objective {performance level dan taraf intensitas
gempa rencana), sangat tergantung kepada peraturan bangunan {building code) yang digunakan suatu negara, dan juga karakteristik gempa di daerah tersebut, (posisinya di wilayah jalur gempa dunia). Sehingga akan bervariasi antar negara satu dengan yang lain. Untuk menentukan taraf intensitas gempa diperlukan sejumlah data yang berhubungan dengan keadaan geologi, karakteristik tanah, karakteristik gempa (hn response spectra (spektrum respon percepatan). Apabila tidak terdapat infonnasi lain yang lebih memadai, response spectra (spektrum respon percepatan) sudah cukup untuk digunakan sebagai tolak ukur untuk memperkirakan tarat" inicnsitiis gempa rencana. Response spectra melukiskan nilai-nilai percepatan maksimum akibat suatu getaran gempa yang dialami struktur yang berderajat kebebasan satu dengan berbagai waktu getar alami dan tingkat redaman. Dalam peinbuatan response spectra
diperlukan cukup banyak rekaman
getaran gempa kuat yang pernah terjadi di daerah tersebut. Khusus untuk vvilayah Indonesia, jumlah
rekaman getaran
gempa
sangat
terbatas
sehingga
harus
menggunakan sejumlah rekaman geinpa di luar wilayah Indonesia, lerutaina .lepang dan Pantai Barat Amerika Serikat. Hasil dari rekaman getaran gempa tersebut berupa response spectra yang kemudian direpresentasikan dalam sebuah
i:)cta yang
menggambarkan kontur respon percepatan maksimuin dengan priode ulang 20 tahun, mengingat uinur efektif bangunan di Indonesia diperkirakan sekitar 50 tahun (K.H. Gideon dan Andrianto T, 1996) untuk masing-masing kelompok tanah dan kelompt)k waktu getar alami. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3. di bawah ini (K.H. Gideon dan Andrianto T, 1996).
11
Gambar 2.2. Pembagian Wilayah Gempa untuk Indonesia. Selanjutnya respon percepatan maksimum untuk kondisi tanah bcibeda dan berbagai waktu getar alami diplot dalam bentuk response spectra dengan redaman {damping) 5% untuk masing-masing wilayah pada peta
Diatas laiiali koras
Dialas laiiah liinak
»
2
3
1
*
3
Gambar 2.3. Respon Percepatan Redaman 5% Redaman.
12
2.2.3.
Spektrum Respon Elastis Untuk dapat dipergunakan di dalam Analisa Beban Dorong (pushover
analysis) taraf intensias gempa harus dinyatakan dalam spektrum respon elastis {elastic response spectrum). percepatan
dengan
Spektrum respon elastis adalah spektrum respon
redaman
5% untuk
tiap
taraf
intensitas
gempa, yang
raenggambarkan respon maksimum dari struktur dalam fungsi spektrum percepatan {Sa) terhadap waktu getar (7). Spektrum respon elastis ditentukan berdasarkan koefisien gempa wilayah {site seismic coefficient) CA dan Cy. Koefisien gempa Q adalah representasi dari nilai percepatan puncak efektif {effective peak acceleration/'EFA)
dari tanah dasar.
Koefisien gempa Q diberi faktor pengali sebesar 2,5 yang menunjukan nilai rata-rata redaman sebesar 5% pada percepatan model struktur dengan priode pendek. Sedangkan koefisien gempa Cv menunjukan redaman sebesar 5% pada kecepatan model struktur pada saat waktu getar T=\ detik. (ATC-40, 1996) Kontruksi dari spektrum respon elastis seperti Gambar 2.4. berikut:
Waktu getar, T (detik)
Garnbar 2.4. Kontruksi Spektrum Elastis Redaman 5% (ATC-40, 1996) Besarnya nilai koefisien
CA
dan Ckadalah
(ATC-40,
1996):
C',i= 0,4 kali respon percepatan maksimum / E P A (dalam g) dari model struktur pada T=0,3 detik
(2.1)
13
Cy
= 1 , 0 kali respon percepatan maksimum / EPA (dalam g) dari model struktur pada T=1,0 detik.
(2.2)
Dengan kontrol prioda T adalah:
2.3
Ts
= Cv 12,5 CA.
(2.3)
TA
= 0,2 7',-
(2.4)
Analisa Beban Dorong Statis Non-linier Analisa Beban Dorong Statis Non-linier {Konsep II SNI 1726 -1998) analisa
pushover adalah metoda altematif untuk memperkirakan secara rasional tingkah laku non-linier dari stmktur. Karena analisa non-linear sebelumnya yakni dengan Respon Riwayat Waktu {Time History Analysis) relatif sulit untuk diterapkan secara praktis. Analisa pushover adalah metoda untuk memperkirakan tuntutan gaya gempa dan deformasi {displacement) terhadap struktur. Dapat digunakan untuk mengevaluasi performance bangunan yang telah berdiri maupun bangunan baru. Pada prinsipnya analisa pushover adalah analisa statis non-linier dengan melibatkan sejumlah beban statis yang secara bertahap ditingkatkan (incrementally) sesuai pola pembebanan {load pattern) yang telah ditentukan kepada struktur dalam satu arah {monotonia) sampai suatu kondisi batas yang diinginkan. Hasil dari analisa pushover benipa kurva kapasitas {pushover capacity curve) yang menggambarkan hubungan beban geser dasar {base shear) terhadap perpindahan bagian atap (roof displacement) pada struktur, seperti Gambar.2.5. di bawah ini. Peningkatan bietan lateral
Roof Displacement
Gambar 2.5 Kurva Kapasitas Pushover (ATC-40, 1996)
14
Metoda ini melibatkan serangkaian analisa elastis yang berurutan. Pada setiap
rangkaian
memperhitungkan
analisa,
model
perlawanan
matematis
elemen-elemen
struktur yang
telah
dimodillkasi mengalami
untuk leleh.
Selanjutnya struktur kembali dibebani tambahan beban lateral sampai komponen yang mengalami leleh betambah. Proses ini diulang sampai struktur menjadi tidak stabil {collapse) atau sampai suatu limit {target displacement) yang inginkan tercapai. Pada analisa pushover, target displacement dianggap sama dengan demand displacement, yaitu suatu karakteristik perpindahan dalam struktur yang dianggap sebagai perkiraan perpindahan global yang dialami oleh struktur. Akibat suatu intensitas gempa rencana yang terkait dengan performance level struktur. Atau target displacement dapat didefinisikan sebagai perpindahan pusat massa (sebagai control node) pada bagian teratas model struktur atau bagian atap {roof) dari bangunan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Control node Jroof
B E
u a.
Fpus/jov
/777
/777
/777
Gambar 2.6. Pola Beban dan Target Displacement (Wallace, 2000) Jika capacity curve dan displacement demand sudah ditentukan, langkah berikutnya adalah melakukan performance check. Untuk memastikan komponen struktur maupun non-struktur tidak mengalami kerusakan di luar batas yang diizinkan {acceptance limit) yang mengacu kepada performance objective yang telah dietapkan.
t6
pemodelan dua dimensi biasanya cukup memuaskan, untuk memberikan gambaran menyeiuruh dari respon lateral struktur.
2.4.1.
Struktur dengan Daktalitas Penuh Struktur dengan daktalitas penuh memiliki rasio perbandingan
antara
defleksi maksimum {A„,aks) dan defleksi saat leleh pertama (Ay) yaitu {ju = 4,0). Struktur diharapkan mampu berprilaku inelastis terhadap beban siklis gempa tanpa mengalami kemntuhan getas. SK SNI T 15-1991-03 mensyaratkan bahwa beban gempa rencana harus menggunakan faktor jenis stmktur K, minimal sebesar 1,0 Untuk perencanaan balok, momen rencana dihitung berdasarkan kombinasi pembebanan sebagai berikut (SK SNI 3.2.2-1 & 3 ) : Kombinasi pembebanan 1 •.M„=\,2 MD + ],6ML
(2.5)
Kombinasi pembebanan 2 : M „ = 0,9 M d ±
(2.6)
Kombinasi pembebanan 3 : K = 1,05 (Mn + 0,6 A//, ± A4)
(2.7)
Momen maksimum dari kombinasi ke-3 pembebanan di atas dianggap sebagai momen rencana balok. Sedangkan untuk gaya geser, portal dengan daktalitas penuh dihitung menurut persamaan berikut (SK SNI 3.14.7-1.1): ' I'u.i, dengan
40
>
io5i^y^^-ri)j,x-j^r,,j
(2.H,
Vij,h = gaya geser balok akibat beban mati terfaktor. Vi,b = gaya geser balok akibat beban hidup terfaktor.
•
^E.b
= gaya geser balok akibat beban gempa terfaktor.
K
^ faktor jenis struktur (A:
1,0).
Untuk perencanaan kolom, kuat lentur kolom portal dengan daklalilas penuh
harus memenuhi (SK SNI 3.14.4-2.2): A//U > 1,05
^
40
^
\
K
J
.(2.9)
17
dengan Mr).k ~ momen kolom akibat beban mati tak terfaktor. Mi,k = momen kolom akibat beban hidup tak terfaktor. ME,k = momen kolom akibat beban gempa tak terfaktor.
Gaya aksial pada portal akibat daktalitas penuh dihitung dengan (SK SNI 3.14.4-3): Nu.k > 1,05
I
40 \ N^,±^.N,,
(2.10)
dengan Ng^k = gaya aksial kolom akibat beban gravitasi terfaktor pada joint A//.;,A -= gaya aksial kolom akibat beban gempa tak terfaktor
Untuk gaya geser, kolom dengan daktalitas penuh dihitung menurut persamaan berikut (SK SNI 3.14.7-1.2): (2.11)
dengan yak
gaya geser kolom akibat beban mati tak terlaklor
VLM
gaya geser kolom akibat beban mati tak terlakior
VEM
gaya geser kolom akibat beban mati tak terfaktor
18
2.4.2.
Pemodelan Sendi Plastis Pada analisa pushover pemodelan struktur mencakup pemodelan secara
global dan pemodelan lokal struktur. Pemodelan lokal bertujuan untuk menentukan respon elemen-elemen stmktur terhadap taraf pembebanan, sehingga performance level-nya dapat ditentukan. Elemen-elemen strulctur dimodelkan dalam hubungan non-linier antara beban (load) dan deformasinya. Hubungan beban-deformasi pada elemen dibentuk dalam bagian-bagian garis lums, seperti ilustrasi Gambar 2.7. di bawah ini.
Gambar 2.7. Hubungan Beban-Deformasi (ATC-40, 1996) Pada gambar Qc menyatakan kekuatan komponen, Q menyatakan demand akibat gempa. Dari titik A sampai ke titik luluh efektif elemen, B, kurva berupa garis linier. Kemudian kurva berubah arah diikuti dengan keluluhan berikutnya pada elemen sampai pada titik C. Pada titik ini kurva berubah drastis menuju titik D, elemen mengalami penurunan kekuatan. Akhimya mengalami keruntuhan total (final collapse) dan kehilangan kemampuan menahan beban grafitasi di titik E. Di dalam prosedur analisa pushover dengan menggunakan software SAP 2000 versi 7.42, elemen struktur dimodelkan dengan dikonsentrasikan pada pemodelan sendi piastisnya (plastic hinge). Yang didasarkan pada kurva hubungan beban-deformasi, dimana nilai beban dinyatakan sebagai rasio perbandingan momen lentur dengan momen luluh (M/My) dan deformasi dinyatakan sebagai rasio perbandingan sudut putar sendi plastis dengan sudut putar luluhnya (0 0^,) dalam satuan radian, seperti Gambar 2.8. berikut ini.
19
M/My I ^ JO. c
D
Deformasi lateral
E e/Oy
Gambar 2.8. Pemodelan Sendi Plastis Elemen Struktur (ATC-40, 1996) Nilai a dan b (dalam rad) mengacu kepada besarnya deformasi plastis yang terjadi setelah mengalami luluh. Sedangkan nilai c menyatakan rasio tegangan yang masih tersisa {residual strength ratio) setelah sendi plastis mengalami keruntuhan total {final collapse) Pemodelan sendi plastis pada elemen balok dan kolom di dalam analisa pushover ini mengacu kepada kurva di atas. Nilai-nilai a, b dan c ditentukan dari Tabel 2.3. untuk elemen balok dan Tabel 2.4. untuk elemen kolom. Yang berdasar pada persamaan (ATC-40, 1996): P-P
(2.12)
P.hal
V
p
dengan
(2.13)
(2.14)
A,
= luas bruto penampang.
h„.
= lebar penampang.
d
= jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik. = kuat tekan beton.
p
= gaya aksial.
V
= gaya geser.
P
= rasio tulangan tarik.
P'
= rasio tulangan tekan.
Pbal = rasio tulangan pada keadaan seimbang regangan.
'
21
Tabel 2.3. Parameter Pemodelan untuk B a l o k Beton Bcrtulang ( A T C - 4 0 , 1996) Tingkat Kinerja Tipe Elemen
Balok dikontrol herdasarkan p-
p
Pbal <0,0
Tulangan geser
a
h
Residual Slren^lh Ratio c
0,025 0,02
0,05
0,2
0,04
0,2
Rotasi Sendi Plastis, dp (rad)
lentur V
Detail
<3
<0,0
Detail
>6
>0,5
Detail
<3
0,02
0,03
0,2
0,002
0,2
>0,5
Detail
>6
0,015
<0.0
<3
0,02
0,03
0,2
<0,0
Non-detail Non-detail
>6
0,01
0,015
0,2
>0,5
Non-det^l
<3
0,01
0,015
0,2
>0,5
Non-detail
>6
0,005
0,01
0,2
Nilai a, h dan c dapat diinterpolasikan.
Tabel 2.4. Parameter Pemodelan untuk Kolom Beton Bertulang (ArC-40, 1996) Tingkat Kinerja
a
h
Residual Slreiif^lh Ratio c
<3
0,02
0,03
0,2
Tipe Elemen
Kolom dikontrol berdasarkan P
<0,1
Tulangaix geser Detail
Rotasi Sendi Plastis 0,, (rad)
lentur V
<0J
Detail
>6
0,015
0,025
0,2
^0,4
Detail
<3
0,015
0,025
0,2
^0,4
Detail
>6
0,01
0,015
0,2
<0,1
<3
0,01
0,015
0,2
•<0,1
Non-detail Non-detail
^6
0,005
0,005
>0,4
Non-detail
<3
0,005
0,005
>0,4
Non-detail
>6
0,0
0,0
Nilai a, b dan c dapat diinterpolasikan.
-
27
2.5.1.2 Spektrum Kapasitas Format kurva kapasitas dibentuk dari hubungan base shear dengan roof displacement. Untuk mengkonversi ke format ADRS dengan persamaan sebagai berikut (ATC-40, 1996):
.(2.23) 1=1 PProofA
=
PPl
.(2.24)
• (Proof.X 2
.(2.25)
- '=1
'N - '=1
v/w,
.(2.26)
a, Voo/
.(2.27)
^^1 (Proof.1
dengan PF\
= faktor partisipasi modal untuk mode shape pertama.
a\
= coefisien modal massa untuk mode shape pertama.
Wi/g = massa pada tingkat ke-/.
= amplitudo untuk mode shape pertama pada tingkat ke-/.
(Proof.]
amplitudo untuk mode shape pertama pada lantai atap. = tingkat A", tingkat paling atas dari struktur.
V
= base shear (pada kurva kapasitas).
fVt
= total berat struktur.
Aroof
= perpindahan lantai atap (roof displacement) dari struktur (pada kurva kapasitas).
Sa
= spectral acceleration.
Sj
= spectral displacement.
28
V.
A
Roof displacement KURVA KAPASITAS
Spectral displaceitieiit |
S P E K T R U M KAPASITAS
Gambar 2 . 1 1 . Konversi Kurva Kapasitas Menjadi Spektrum Kapasitas. (Lumantama, H. Gideon dan A. Takim, 2 0 0 1 )
2.5.2.
Representasi Bilinier dari Spektrum Kapasitas Representasi
bilinier
dari
spektrum
kapasitas
diperlukan
untuk
memperkirakan redaman efektif (effective damping) fi.,f dan reduksi dan spckral demand. Pada representasi bilinier titik a,,i dan d,,, didelinisikan sebagai lilik coba (trial performance pomt) yang diperkirakan untuk membuat reduksi demand spektrum. Pertemuan antara spektrum kapasitas dengan demand spektrum pada titik api dan dpi merupakan performance point. Prosedur untuk membuat representasi bilinier pertama dengan incnarik garis dari titik 0 sepanjang garis kekakuan awal struktur (initial siiffnes, K,). Kemudian tarik garis dari titik coba ap„ dpi sampai inenyenluh garis pertama, pada tilik a^, dy. Samakan luasan A I dan A 2 yang inenggambarkan keseimbangan energi dan masingmasing kurva, seperti pada Gambar. 2.12.
29
' Representasi bilinier Spektrum kapasitas
Spectral displacement
Gambar 2.12. Representasi Bilinier dari Spektrum Kapasitas. (ATC-40, 1996)
2.5.3.
Spektrum Demand Pada sistem struktur yang ideal dengan pendetailan dan daktalitas baik, nilai
redaman liat ekuivalen {equivalent viscous damping), (i^q dapat diperkirakan dengan persamaan (ATC-40, 1996):
Pea
= A> + 5
.(2.28)
_ 6 3 , 7 ( a , J ^ - ^ .) '-—\
.(2.29)
dengan P() = redaman liat ekuivalen sebagai representasi dari redainan hysteretis. 5
= redaman liat 5% dari struktur.
ay, dy= ditentukan dari Gambar.2.12.
Umumnya persamaan diatas digunakan pada struktur ideal dengan durasi gempa pendek dan redaman liat ekuivalen ± 30%. Untuk kondisi diluar ilu digunakan konsep redaman liat efektif, p,.jrf dengan faktor inoditlkasi redainan, K yang didefinisikan sebagai (ATC-40, 1996).
Peg
=
KPO+5
30
63,7 K{a yd p-d^a
pi)
+5
.(2.30)
Nilai K ditentukan dari prilaku struktur yang menyangkut kualitas sistem tahanan
gempa
dan
durasi
dari getaran
gempa
terhadap
struktur.
Untuk
penyederhanaan prilaku struktur dibagi dalam tiga kategori, seperti pada Tabel 2.5.
Durasi gempa
Struktur barn
Kekuatan rata-rata
Pendek
Kategori A
Kategori B
Kategori ('
, Panjang
Kategori B
Kategori C
Kategori C
Kektialan rciidah
Bangunan kategori A didefinisikan sebagai struktur stabil, dengan elemen struktur baru yang memiliki kekuatan lateral penuh. Kategori B merupakan strukur yang sudah berdiri dengan kekuatan rata-rata. Dengan elemen utama struktur berupa gabungan antara yang sudah ada dengan yang baru. Sedangkan kategori C adalah struktur yang sama dengan kategori B, namun dengan kekuatan lateral rendah. Berdasarkan kategori struktur tersebut, nilai K disusun dalain rentang nilai 0 - I , seperti pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Nilai Faktor Modifikasi Redaman (ATC-40, 1996). Kategori Prilaku Struktur
Pfl (persentase) < 16,25
Kategori A > 16,25
1.0 Q,5\{ayd 1,13--
j-dya
j)
.(2.31) 0,67
< 25 Kategori B
OM^aydpj-dyapi) >25
.(2.32)
0,845 c'pi'^pi
Kategori C
sembarang nilai
0,33
31
Nilai-nilai dari persamaan diatas diperlukan untuk menentukan nilai faktor reduksi spektrum, SRA dan SRy, untuk membentuk spektrum demand dari spektrum respon elastis dengan redaman 5%. Kedua nilai faktor reduksi tersebut ditentukan dengan persamaan berikut (ATC-40, 1996): SRA
=
.(2.33)
2,12
_ SRy =
2,31-0.41.1n(/?,^^) .(2.34)
1.65
Dengan masing-masing nilai .S7<.( dan SRy
harus lebih besar atau sama
dengan nilai yang didefinisikan pada Tabel 2.7. Dan spektrum demand keinudian dapat digambarkan dengan mengikuti prosedur yang diperlihatkan pada Gambar 2.13. Tabel 2.7. Nilai Minimum dari .S7^^ dan ^7^i-(ATC-40, 1996) Kategori SRy SRA Prilaku Struktur Kategori A 0,50 0,33 Kategori B
0,44
0,56
Kategori C
0,56
0,67
'
2,5C..,
2,5SRACA
e o •r 2 "uS
CdT
u
s s i .a w e. (A
CA -'-
SRvCdT Spektrum demand TA
TS
Spektrum displacement (Sd) GaiTibar 2.13. Prosedur Mereduksi Spekrum Respon Elastis. (ATC-40, 1996)
32
Nilai Sa dan Sd ditentukan dengan (ATC-40, 1996). Sa
=
(2.35)
2,5SIii.ai
(2.36) Kontrol TA dan Ts (ATC-40, 1996) _
SRy.Cy
(2.37)
(2,55/?.,.Cj TA
2.5.4.
= 0,2 Ts
(2.38)
Perhitungan Performance Point Dalam penentuan performance point ini menggunakan Prosedur A dari
Metoda Spektrum Capasitas (C&W) pada dokumen ATC-40, 1996, iterasi dapat dilakukan dengan perhitungan manual maupun menggunakan program spreadsheet (seperti Microsoft Excel) untuk mendapatkan konvergensi pada performance pomt. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1.
Buat spektrum respon elastis dengan redaman 5% (pada Sub bab 2.2.3) dalam format ADRS dengan persamaan pada Sub bab 2.5.1.1
.Spckhuiii lospoii cliisti.s redaman 5%
Gambar 2.14.Penentuan Spektmm Respon 5% Redaman. 2.
Konversikan kurva kapasitas (hasil analisa pushover) spektrum kapasitas dengan persamaan
menjadi
pada Sub bab 2.5.1.2.
Kemudian diplot pada grafik yang sama dengan spektrum respon elastis redaman 5%, seperti pada Gambar 2.15.
33
Gambar 2.15. Spektrum Kapasitas Setelah Langkah ke-2. 3.
Tentukan titik awal trial performance point, api dan d.
Gambar 2.16. Spektrum Kapasitas Setelah Langkah ke-3. 4.
Buat representasi bilinier dengan menyamakan nilai A I dan A 2 menggunakan prosedur pada Sub bab 2.5.2.
d,
dp,
Gambar 2.17. Spektrum Kapasitas Setelah Langkah ke-4.
34
Hitung reduksi dari spektrum respon elastis redaman 5% yang menjadi spektruin demand dengan menggunakan
prosedur dan
persamaan pada Sub bab 2.5.3. Kemudian diplot pada grafik yang sama, seperti pada Gambar 2.18.
Spelctrum respon elastis redaman 5% Spelctrum demand
d,
dp,
Gambar 2.18. Spektrum Kapasitas Setelah Langkah ke-5. Periksa apakah perpotongan dari spektrum demand dan spektrum kapasitas pada titik ap, dan dp, atau jika displacemeni pada perpotongan itu masuk pada batas toleransi yang dapal diterima yakni ± 5% dari dp, seperti prosedur pada Sub bab.2.5.3.
Gambar 2.19. Spektrum Kapasitas Setelah Langkah ke-6. Jika perpotongan antara spektrum demand dan spektrum kapasitas tidak berada dalam batas yang dapat diterima, maka pilih kembali titik coba yang lain, yakni ap, dan dp, yang baru. Dan pro.scs kembali ke langkah keempat.
35
8.
Jika perpotongan tersebut masuk ke dalam batas yang dapat diterima, maka titik coba tersebut (ap„ dp,) dinamakan performance point. Dan displacement dpi menggambarkan perpindahan maksimum struktur yang sesuai dengan seismic demand yang direpresentasikan dengan spektrum demand.
2.6
Evaluasi Kinerja Struktur Untuk mengetahui apakah struktur memenuhi sasaran kinerja (performance
objective) yang sudah ditetapkan perlu adanya suatu prosedur evaluasi terhadap kinerja struktur. Untuk itu ditetapkan batas respon struktural (structural response limits) yang merupakan batasan kriteria yang masih dapat diterima dari struktur. Batasan ini mencakup pemeriksaan kinerja terhadap; 1.
Global struktur, yakni terhadap kapasitas beban gravitasi, tahanan '
2. '
terhadap beban lateral dan batasan simpangan lateral (laicrcil Elemen struktur, masing-masing
komponen
di periksa
drift). terhadap
kekuatan (strength) dan kapasitas deformasinya. Jika perhitungan respon dari gempa rencana melebihi dari dua batasan diatas, maka struktur dinyatakan tidak memenuhi sasaran kinerja. Sehingga pada kondisi ini perlu dilakukan penentuan ulang sasaran kinerja (perjbrmance objective) atau dilakukan perbaikan (retrofit) terhadap struktur.
2.6.1.
Batas Kinerja Global Struktur Terhadap beban gravitasi struktur harus tetap memiliki kemampuan penuh
untuk mempertahankan kinerja yang dalam batas yang dapat diterima pada tiap tahap. Pada saat elemen struktur kehilangan kemampuan untuk menahan beban gravitasi, ia harus"bisa mendistribusikannya ke elemen-elemen struktur yang lain. Pada beban lateral, sistem tahanan struktur tidak boleh
mengalami
penurunan kekuatan lebih dari 20% dari kekuatan tahanan struktur. Jika penurunan kekuatan melebihi batas ini terjadi, struktur harus mengalami perbaikan untuk mengurangi penurunan kekuatan struktur.
36
Untuk defonnasi lateral, struktur harus diperiksa terhadap nilai simpangan total maksimum (maximum total drift) dan simpangan inelastis maksimum (maximum inelastis drift) untuk menentukan tingkat kinerja (performance level) dari struktur, seperti pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. Batas Deformasi Lateral (ATC-4Q, 1996). Tingkat Kinerja Struktur Batas simpangan Immediate Damage Life antar tingkat Occupancy Control Safely Simpangan total maksimum Simpangan inelastis maksimum
0,01
0,01-0,02
0,02
0,005
0,005-0,015
Tidak ada batasan
Structural Slability 0,33
VJP.
Tidak ada batasan
Simpangan total maksimum didefinisikan sebagai simpangan antar tingkat (interstory drift) pada perpindahan di performance point (ATC-40, 1996), yang dirumuskan dengan: 5,„.* =
"
(2.39)
n dengan ^mak = simpangan total maksimum. A/
= displacement pada lantai ke-/ struktur.
A/.i
= displacement pada lantai ke-(/-I) struktur.
h
= jarak antar lantai.
Simpangan inelastis maksimum didefinisikan sebagai nilai
perbandingan
antara simpangan total maksimum (maximum total drift) terhadap titik kiluh efektif (effective yield point), hmak
Ay,eff
=
dari struktur (ATC-40, 1996). ^
dengan ^i.mak
= simpangan inelastis maksimuin.
(2.40)
37
2.6.2.
Batas Kinerja Elemen Struktur Untuk elemen rangka batang balok-kolom, dengan batas kontrol didasarkan
lentur dan aksial, evaluasi dilakukan terhadap mekanisme keluluhan dan perhitungan terhadap kekuatan dan rotasi dari sendi piastisnya. Mekanisme pengaruh beban lateral terhadap perpindahan lateralnya seperti ilustrasi pada Gambar 2.20. berikut ini.
M A
0,75
^'ara I'kinerja /.//c Siifcly
T a r a f kinerja
M,„ak
1,0
-
C
0y
Stniclural
Slahilitv
Omak
Deformasi Lateral
Gambar 2.20. Batas yang Dapat Diterima dari Hubungan Beban-Deformasi (Modifikasi dari ATC-40, 1996). Kapasitas deformasi elemen struktur pada taraf kinerja Slruciural Saiahility didefinisikan sebagai defonnasi
pada saat tegangan lateral
muhii mengalami
penurunan kekuatan yang cukup berarti. Sedangkan kapasitas deformasi pada taraf kinerja Life Safely didefinisikan pada 75% dari deformasi Slruciural Si ah i lily (ATC40, 1996). Nilai d dari deformasi Slruciural Siabiliiy untuk balok ditentukan dari Tabel. 2.9. dan untuk kolom ditentukan dari Tabel. 2.10 yang dinyatakan dalam rotasi sendi plastis dengan satuan radian. Nilai ini di dalam prosedur analisa pushover dengan software SAP 2000 versi 7.42 juga merupakan salah satu input data untuk menentukan batas prilaku sendi plastis. Tabel 2.9. Nilai Batas untuk Sendi Plastis pada Balok Beton Bertulang (ATC-40, 1996).
38
Tipe Elemen
Immediate Occupancy
Tingkat Kinerja Life Safely
Slruciural Slability
Balok dikontrol herdasarkan lentur r
p-p
Tulangan geser
V Nilai dalam radian
Pbal
<0,0 <0,0 >0,5 ^0,5
Detail
<0,0 <0,0 >0,5
>0,5
<3
0,005
0,02
0,025
Detail
>6
0,005
0,01
0,02
Detail
<3
0,005
0,01
0,02
Detail
>6
0,005
0,005
0,015
Non-detail Non-detail
<3
0,005
0,01
0,02
>6
0,0
0,005
0,01
Non-detail
<3
0,005
0,01
0,01
Non-detail
>6
0,0
0,005
0,005
Nilai 10, LS dan SS dapat diinterpolasikan.
Tabel 2.10. Nilai Batas untuk Sendi Plastis pada Kolom Beton Bertulang ( A T C - 4 0 , 1996) Tipe Elemen
Immediate Occupancy
Tingkat Kinerja Life Safely
Slruciural Siabiliiy
Kolom dikontrol herdasarkan lentur P
Tulangan geser
V Nilai dalam radian
<0,1
Detail
<3
0,005
0,01
0,02
<0,1
Detail
>6
0,005
0,01
0,015
>0,4
Detail
<3
0,0
0,005
0,015
>0,4
Detail
>6
0,0
0,005
0,01
<0,1
Non-detail Non-detail
<3
0,005
0,005
0,01
<0,1
>6
0,005
0,005
0,005
>0,4
Non-detail
<3
0,0
0,0
0,005
>0,4
Non-detail
>6
0,0
0,0
0,0
Nilai 10, LS dan SS dapal diinlerpolasikan.