KENABIAN A.
Pengertian Nabi
1.
Ditinjau dari segi lughat/bahasa Nabi (nabi: jamaknya anbiya atau nabiyyun) menurut bahasa
Arab berarti orang yang memberitakan atau penyampai berita.1 2.
Ditinjau dari segi istilah Menurut Alquran yang dimaksud dengan nabi adalah: i. Mereka, para nabi itu, adalah orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah.(QS Al-Anam [6]:90) ii. Nabi
adalah
manusia,
dalam
keadaan
manusianya
sama
dengan manusia-manusia lain; nabi diistimewakan karena mendapat wahyu Allah (Al-Kahfi [18]:110) iii. Nabi harus laki-laki. Nabi harus menerima wahyu (AlAnbiya [21]:7) iv. Nabi harus sehat akalnya dan sempurna pahamnya. Nabi menyampaikan
piagam
Allah
yang
disampaikan
kepada
manusia secara murni.(Al-Araf [7]:66-68) v. Nabi harus laki-laki yang merdeka, bukan budak sahaya karena nabi harus menjadi ikutan(An-Nisa [4]:64) vi. Nabi
harus
laki-lakiyang
diangkat
dan
dipilih
oleh
Allah semata(Al-Hajj [22]:75; Ali-Imran [3]:179) vii. Nabi
menerima
berita-berita(wahyu)yang
mengandung
kabar gaib (nubuwah).(Al-Jinn [72]:26,27) viii. Nabi harus sehat dari segala penyakit yang membuat orang
segan
penyakit
atau
yang
melaksanakan menyampaikan
takut
dapat tugas
pesan
mendekatinya; merintanginya
dan
Allah
misinya. kepada
dari
segala
dalam
usaha
Nabi
harus
manusia.
(Al-Maidah
[5]:67)
1
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, h. 720
1
ix. Nabi
wajib
manusia
didukung,
untuk
dibantu,
menyukseskan
dan
ditolong
perjuangannya.
oleh
(Al-Fath
[48]:9)2
3. Perbedaan Nabi dengan Rasul Sebagian ulama dan umat, karena berpegang kepada hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwa jumlah nabi 124.000 orang dan
rasul
hanya
315
orang,
merumuskan
bahwa
setiap
rasul
pastilah nabi, tapi tidak setiap nabi menjadi rasul; rasul adalah nabi yang ditugaskan untuk mengajarkan atau menyampaikan wahyu yang ia terima dari Tuhan; jika nabi itu tidak diberi tugas demikian oleh Tuhan, maka ia hanya disebut nabi saja. Sebagian ulama dan umat Islam yang lain tidak mau berpegang kepada hadis di atas (mereka nilai: tidak kuat dan tidak pasti dari nabi) dan cenderung kepada pendirian bahwa nabi dan rasul itu identik. Menurut (penyampai
pendirian berita),
akhir
karena
ini, memang
nabi ia
itu
disebut
menyampaikan
nabi berita
penting dari Tuhan kepada umat yang diserunya; ia disebut rasul (duta
atau
utusan),
karena
memang
ia
diutus
Tuhan
untuk
menyampaikan pesan-pesanNya kepad umat, ia disebut juga basyir (yang
menyampaikan
berita),
karena
memang
ia
menyampaikan
berita gembira bagi para pengikutnya yang saleh, bahwa mereka kelak akan berbahagia di hari akhirat; dan ia disebut pula Nazir (yang menyampaikan peringatan), karena memang ia juga berkewajiban mengingatkan umatnya yang durhaka, bahwa mereka niscaya
memperoleh
azab
yang
pedih
kelak,
sebagai
akibat
kejahatan dan kedurhakaan mereka kepada Allah. Predikat nabi, rasul, basyir, dan nazir itu mengacu kepada satu diri, yang
2
Faridah A.W. Malangyudo, Rahasia Rukun Iman, Jakarta: PT. Arista Brahmatyasa, 1995, cet. Ke-2, h. 66
2
tugas dan posisinya dapat diperinci atau diisyaratkan dengan sejumlah nama. Terasa aneh atau janggal oleh golongan kedua ini, bahwa ada manusia yang dianugerahi jiwa yang istimewa dan wahyu, tapi dibebaskan dari tugas untuk menyampaikan kebenaran wahyu itu kepada orang lain. Oleh karena itu setiap nabi pastilah rasul, basyir, dan nazir.3 Rasul berarti utusan. Yang dimaksud di sini adalah rasul Tuhan atau Rasulullah, yang berarti utusan Tuhan atau utusan Allah.
Ia
utusanNya,
adalah guna
manusia
pilihan
menyampaikan
yang
Ia
angkat
firman-firmanNya
sebagai
kepada
suatu
masyarakat. Rasul itu mempunyai kapasitas menerima wahyu dari Tuhan, yang berisi pedoman hidup bagi keselamatan manusia di dunia dan akhirat.4 Di dalam surah Maryam [19]:51 disebutkan:i ”Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang Rasul dan nabi.” Kata-kata, ia seorang rasul dan seorang nabi, menjelaskan serta
menghilangkan
salah
tanggapan
yang
sudah
umum,
bahwa
seorang rasul (utusan) ialah orang yang membawa syariat baru dan kitab baru, dan seorang nabi ialah orang yang diberi tugas oleh Tuhan hanya untuk memoerbaiki kaumnya, dan meskipun
–
seperti halnya seorang Rasul- seorang nabi pun menerima wahyuwahyu Ilahi, namun beliau tidak membawa syariat atau kitab yang berisikan perintah- perintah dan peraturan-peraturan baru. Menurut anggapan yang sudah meluas di kalangan umum ini, tiap rasul mesti berpangkat nabi, tetapi tidak setiap nabi seorang
rasul.
Ayat
yang
sedang
dibahas
inimembatalkan
pandangan yang keliru ini, sebab jika seorang rasul ialah orang 3 4
Ibid. h.721 Ibid. H. 805
3
yang membawa kitab baru dan syariat baru, dan oleh karena itu mestilah seorang nabi, kemudian tambahan kata nabi kepada kata rasuldalam ayat ini dan ayat- ayat lainnya adalah tak perlu dan berlebih-lebihan.
Kenyataannya
ialah,
bahwa
tiap
rasul
itu
nabi, dan tiap nabi itu rasul. Kedua kata ini dapat saling menggantikan dan menampilkan dua segi jabatan yang sama dan dua tugas orang itu-itu juga. Seorang
muslih
rabbani
(pembaharu
suci)ialah
seorang
rasul, oleh karena itu beliau menerima amanat-amanat dari Tuhan (risalat
berarti
amanat),
dan
beliau
seorang
nabi
dalam
pengertian, bahwa beliau menyampaikan amanat-amanat itu kepada mereka
yang
kepadanya
beliau
diutus
(nubuwwah
berarti
penyampaian amanat). Dengan demikian tiap nabi adalah rasul, sebab setelah menerima
amanat-amanat
Tuhan,
beliau
menyampaikannya
kepada
kaumnya; dan tiap nabi itu rasul, sebab beliau menyampaikan kepada
kaumnya
Tuhan.
Hanya,
amanat-amanat tugas-tugas
yang
telah
kenabian
beliau
mengikuti
terima
dari
tugas-tugas
kerasulan. Dalam kedudukan beliau sebagai rasul, beliau mula pertama menerima amanat (risalat) dari Tuhan, dan sesudah itu dalam kedudukan beliau sebagai nabi, beliau menyampaikan amanat itu kepada kaumnya. Itulah sebabnya mengapa di sini dan di tiaptiap tempat lainnya dalam Alquran, bila kedua kata rasul dan nabi dipakai bersama-sama, maka tanpa kecuali kata nabi itu mengikuti kata rasul; sebab, itulah urutannya yang wajar.
4
A D A M a.s “Adam adalah manusia pertama yang pernah ada di muka bumi ini. Dia dilahirkan tanpa ayah dan ibu, melainkan langsung diciptakan dari tanah oleh Allah Ta’ala”. Inilah sepenggal cerita dari kisah Hz. Adam a.s yang sering didongengkan oleh orang tua kepada anak-anaknya atau orang yang tuna ilmu agama dan miskin
ilmu pengetahuan. Maka tidaklah mengherankan jika kisah Hz.
Adam a.s seperti itu dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat pada zaman dahulu. Karena pada waktu itu ilmu manusia sangat terbatas untuk menyelidiki hal yang demikian. Bahkan anehnya orang-orang yang mengaku berpendidikan tinggipun sampai sekarang masih mempercayai kebenaran cerita itu. Hanya sebagian para ilmuwan dan orang-orang yang paham ajaran Islam yang sebenarnya yang dapat memahami masalah tersebut. Untuk lebih memperjelas masalah ini ada baiknya jika kami menguraikan terlebih dahulu siapakah Adam itu, di mana dan kapan ia lahir serta misi apa yang diembankan Allah kepadanya. Dalam menjelaskannya nanti kami merujuk kepada beberapa referensi yang terpercaya terutama dari kitab suci Al Quran . Siapakah Adam a.s itu ? Menurut kitab perjanjian lama bahwa Tuhan menciptakan manusia pada hari keenam atau pada hari terakhir proses penciptaan seluruh alam semesta beserta isinya. Di dalam Kitab Kejadian pasal 2 ayat 8-21 dikatakan bahwa Tuhan menempatkan manusia itu di taman Eden, di dalamnya tumbuh berbagai jenis pohon buah dan berbagai jenis hewan terdapat pula di dalamnya. Dalam arti Tuhan telah menyediakan sarana dan prasarana untuk manusia yang baru Dia ciptakan itu. Akan tetapi manusia itu ternyata masih belum puas karena tidak mempunyai seorang teman untuk berbagi kesenangan yang telah ia dapatkan selama tinggal di Taman Eden atau surga itu. Oleh karena itu Tuhan menciptakan pasangannya dari 5
tulang rusuknya sendiri tatkala ia tidur. Sampai pada akhirnya mereka berdua tergelincir dari surga tersebut akibat tipu daya syaitan. Penjelasan yang dipaparkan oleh kitab Perjanjian Lama itu tidak dapat dipahami oleh orang yang kurang berilmu karena masih kurang jelasnya di mana letak Taman Eden itu ? Baik Taurat maupun Bible diam seribu bahasa tentang masalah ini. Menurut penyelidikan terkini diketahui
bahwa tempat yang
dinamakan Eden atau surga itu terdapat di dekat Babil Irak atau Asyiria tepatnya di
Ur. Dikarenakan penjelasan yang dipaparkan oleh
Taurat
maupun Bible masih kabur dan susah dicerna akal waras oleh karena itu kami akan memaparkan dari kitab suci Al Qur’an dan sumber referensi yang dapat dipercaya lainnya. Menurut Al Qur’an bahwa Hz. Adam a.s yang digembar-gemborkan oleh khalayak ramai sebagai manusia pertama [Abu al Basyar ] itu tidaklah benar, sebab jauh sebelum Adam a.s lahir, telah ada manusia lainnya yang menghuni bumi. Hal ini tersirat dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 30 yang artinya
“ Dan ingatlah tatkala Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi”. Akan tetapi ayat ini disalahartikan oleh orang-orang dengan mengatakan bahwa ia menunjukkan tentang penciptaan pertama kali. Kami tidak menampik pandangan bahwa ayat ini adalah menceritakan tentang proses penciptaan manusia, akan tetapi yang kami tolak adalah proses penciptaan manusia secara jasmani. Sebab dalam ayat ini yang dimaksud adalah proses penciptaan manusia secara ruhaniah tidak secara jasmani. Dari segi bahasa,
kata Adam itu sendiri menurut bahasa Arab
mempunya arti sebagai berikut : 1. Kata Adam berasal dari akar kata : Aadama – Yaadimu – Adman, sama dengan Allafa wa-waffaqa artinya yaitu : “Yang menghimpun semua orang”. Dengan kata lain Adam artinya penghimpun atau pengumpul manusia menjadi satu kelompok, satu jamaah atau satu himpunan. Sebagai penghimpun, tentunya ada orang atau kaum yang harus dihimpun dalam jamaah Adam a.s, kalau tidak 6
ada, bagaimana dia akan melaksanakan misinya sebagai seorang pengumpul? Arti nama Adam dari segi ini membuktikan bahwa pada masa itu sudah ada makhluk yang sejenis dengan
Adam
yaitu manusia. 2. Arti lain dari kata Adam adalah : Aadama Ahlahu artinya : “Dia menjadi suri tauladan bagi keluarganya”. Para pengikut Adam a.s adalah kelurga Adam secara ruhani. Kepada kaumnya itulah Adam diutus
untuk
mengadakan
perubahan-perubahan
dengan
memberikan suri tauladan yang baik. Kalau pada zaman itu belum ada manusia selain Adam a.s, maka kepada siapa dia akan memperlihatkan suri tauladan seperti yang tersirat dari nama pribadi Adam itu sendiri. 3. Adam berarti juga : Aadimul Ardh. Artinya
: “tanah” atau
“permukaan bumi yang berwarna sawo matang”. Nampak dari arti ini bahwa Adam adalah seorang yang berkulit warna. Hal ini diakibatkan karena dia seorang yang sudah mempunyai kebiasaan dan kemampuan bercocok tanam di ladang sehingga dia sering terkena sinar matahari. Arti ini mempunyai hubungan yang erat dengan arti Adam yang kedua yaitu orang yang memberikan contoh. Penggabungan
dari
dua
arti
itu
akan
menghasilkan
satu
kesimpulan bahwa Adam memberikan contoh kepada kaumnya untuk mengusahakan pemenuhan kebutuhan bahan makanan dengan cara bercocok tanam. 4. Adam juga berarti : Al Udmatu/Al Wasilah, artinya : “Perantara di tengah manusia”. Dari segi makna inipun dapat ditarik
suatu
kesimpulan bahwa memang sudah ada manusia pada zaman itu, di mana Adam a.s menjadi perantara kaumnya dari kehidupan yang biadab ke taraf kehidupan yang beradab. Jadi, Adam a.s
bukan manusia pertama melainkan beliau a.s adalah
pengganti atau wakil orang sebelumnya yang membawa tugas dari Allah Ta’ala untuk menghimpun manusia pada zaman beliau dalam satu jamaah 7
atau kesatuan masyarakat yang beradab. Pernyataan bahwa Adam a.s bukanlah manusia pertama didukung oleh ayat “innii ja’ilun fil ardhi khaliifatan”. Kata “Khalifah” mempunyai beberapa arti : [a] Khaliifatul waalidain yaitu anak yang meneruskan keturunan orang tuanya. [b] Khaliifatul Qaum yaitu seseorang, sekelompok orang atau kaum yang menggantikan suatu kaum sebelumnya, baik menggatikan dalam hal kebudayaan maupun karakter, misalnya seorang pendurhaka - penentang Tuhan - ia akan disebut sebagai Firaun karena dia menuruni sifat dan tindakan Firaun. Kaum yang buas dan ganas, suka merampas hak-hak kaum lainnya akan disebut kaum Barbar, walaupun secara jasmani kaum itu tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan bangsa Barbar itu. [c]. Khaliifatur Rasul yaitu seorang yang meneruskan misi seorang rasul setelah seorang rasul wafat, seperti Khulafaur Raasyidiin dan Khaliifatul Masih. [d]. Khaliifatullah, yaitu para nabi dan rasul-rasul Allah. Dalam kapasitasnya sebagai Khalifah, Adam memenuhi arti yang pertama dan keempat. Sebagai penerus orang tua, jelas menunjukkan bahwa di zaman Adam sudah ada manusia yang menjadi orang tua bagi Adam dan dia juga sebagai Khalifatullah, seorang nabi pembawa kabar suka, dengan sendirinya mengisyaratkan suatu maksud bahwa pada zaman itu memang sudah ada manusia yang kepadanya Adam diutus.
Lebih lanjut dalam Aqrabu’l
Mawaarid dikatakan tentang arti khalifah yaitu : [1]. Orang yang menggantikan orang lain dan menduduki jabatannya, [2]. Hakim tertinggi atau Raja-raja, [3]. Dalam arti syariat, adalah yang tidak ada lain kecuali atasnya. Dalam keterangan di atas menjadi sangat jelas bahwa dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 31 itu tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian atau penciptaan manusia, malahan kata “ Menggantikan orang lain “ dapat diartikan bahwa ada orang yang digantikan oleh Adam. Kemudian yangkedua, Adam sendiri ditujukkan sebagai hakim tertinggi, penjelasan di atas melukiskan bahwa Adam sebagai manusia pertama yang mendapati karunia untuk menerima ruh Ilahi dan yang menjadi tonggak atau dasar bagi revolusi ruhani manusia. Imam Muhyiddin ibnu Arabbi juga 8
mendukung kenyataan bahwa Adam bukan manusia pertama, hal ini terbukti dari riwayat ; yaitu dalam suatu kasyaf, tatkala sedang tawaf di Baitullah beliau bertemu dengan orang-orang yang telah lama wafat. Salah seorang di antara mereka mengaku sebagai nenek moyang beliau. Karena beliau penasaran maka beliau bertanya kepada orang itu, sudah berapa lamakah ia telah menetap di dunia ini. Orang itu menjawab bahwa dia sudah menetap di muka bumi ini
lebih dari 4o ribu tahun
yang lalu.
Mendengar jawaban ini Imam ibnu Arabbi pun tercengang lalu beliau mengatakan kepadanya bahwa masa nabi Adam pun belum selama itu. Orang itupun balik bertanya kepada beliau Adam manakah yang beliau maksudkan, apakah Adam yang masanya dekat dengan beliau. Mendengar jawaban itu beliupun teringat suatu mengatakan
hadits
Rasulullah s.a.w yang
bahwa Allah Ta’ala telah menjadikan seratus ribu Adam di
bumi ini. Selain itu kepercayaan bahwa Nabi Adam bukan manusia pertama ini didukung pula oleh para ilmuwan yang berhasil menemukan beberapa fosil manusia purba di berbagai belahan dunia. Fosil-fosil itu ada yang sudah berumur 40 ribu tahun seperti homo Sapien, bahkan ada yang sudah berusia lebih dari 1,7 juta tahun yang lalu seperti zinjantropus yang di temukan oleh Leakey di Afrika timur. Keadaan Masyarakat sebelum Adam a.s. Sebelum Hz. Adam a.s diutus di muka bumi ini, manusia hidup masih tidak beraturan. Mereka hidup dengan bebas tak ada ubahnya seperti hewan berkaki empat, karena pada waktu itu tidak ada aturan yang perlu mereka taati. Akibatnya yang timbul adalah hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang dapat bertahan hidup. Guna membentuk manusia ciptaan-Nya itu sebagai makhluk yang beradab, maka Allah Ta’la mengutus Hz. Adam ke dunia ini. Dengan kata
dikatakan, bahwa Hz. Adam a.s adalah manusia
pertama yang mendapat wahyu dari Allah Ta’ala. Pada awalnya keputusan Allah untuk membangkitkan Hz Adam a.s ke dunia sebagai khalifatullah diprotes oleh malaikat, karena mereka mengatakan bahwa manusia sebelum 9
beliau pun telah membuat kerusakan dan sering menumpahkan darah di permukaan bumi ini. Alasan malaikat untuk memprotes keputusan Allah SWT dapat diterima oleh akal sehat, karena manusia purba, khususnya sinanthropus Pekinensis yang hidup kira-kira 500 ribu tahun yang lalu diduga kuat memiliki karakter suka membunuh. Adam diutus di tengah-tengah masyarakat yang tidak mempunyai tatanan
kebudayaan dan peradaban yang jelas. Mereka masih terbiasa
hidup berpindah-pindah (nomaden), tinggal di gua-gua. Sifat–sifat purba layaknya hewan-hewan soliter (yang
hidup sendiri-sendiri) menjadi ciri
mereka. Tak ada kerja sama dan upaya membentuk pertahanan untuk menjaga keselamatan bersama serta tidak adanya kemampuan untuk membangun, membuat manusia zaman itu sama sekali tergantung pada alam. Kemampuan untuk bertahan terhadap segala tantangan sangat rendah . Di tengah - tengah keadaan manusia yang semacam itu, Adam diutus untuk mengajak mereka keluar dari gua-gua persembunyian, tinggal menetap dalam suatu komunitas dan membangun tempat tinggal yang layak , hal ini diisyaratkan oleh firman Tuhan: “Tinggalah kamu dan pasanganmu di dalam jannah. “Uskun” menunjukan misi Adam a.s supaya kaumnya hidup berkumpul membentuk masyarakat, berumah tangga- mengadakan hubungan yang sah antara laki-laki dan perempuan- dan semua tata cara yang menyangkut hubungan antara keduanya sebagai suami-istri. Dia juga meletakkan dasardasar
dalam masyarakat yang mencakup segala aspek sosial walaupun
masih dalam tarap yang sangat sederhana. Adam membawa perubahan yang sangat revolusioner dari tatanan hidup primitif tak beradab kepada tatanan masyarakat yang mempunyai nilai tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan. Ayat di atas tidak hanya menunjuk kepada Adam dan istrinya. Kata “Zaujun” dengan bentuk jamaknya “Azwaajun” mempunyai arti “yang sejenis” hal ini mengacu kepada makhluk sejenis atau sama jenisnya dengan Adam, yaitu ras manusia zaman itu.
10
Artinya Segala sesuatu bersama sesuatu yang lain dari satu jenis yang sama (aqrab) Jelasnya misi Adam a.s adalah mengumpulkan manusia yang hidup bebas bagaikan hewan yang tidak mempunyai tatanan sosial yang jelas setelah itu ia mengajarkan kepada mereka tata cara hidup baru dan memberitahukan pula keuntungan-keuntungan yang akan didapat dengan mengikuti tertib baru itu. Memang tidak mudah bagi Adam untuk mengeluarkan kaumnya dari kehidupan bebas primitif di gua-gua kepada kehidupan sosial yang menerapkan pola-pola pengikatan terhadap kebebasan-kebebasan individu dan nilai pegawasan tertentu atas tindakan-tindakan manusia untuk kepentingan bersama. Mereka menjungjung tinggi, menikmati pola-pola lama yang mereka amalkan dan menganggap pola-pola hidup yang selama itu dijalankan oleh mereka adalah mutlak dan telah menyentuh puncak kepentingan-kepentingan mereka. Tak ada jalan hidup lain yang lebih mulia dalam
pandangan
kaum
itu
selain
kehidupan
kotor
yang
menjadi
kebanggaan mereka, sehingga tatkala Adam mengemukakan perkaraperkara pembaruan tatanan sosial maka kegemparan hebat terjadi di kalangan
kaumnya,
kemarahan
bahkan
pertumpahan
darah
menggambarkan penolakan tertib baru itu. Tatkala Adam menyeru kepada kaumnya agar memakai pakaian, banyak oknum-oknum berjiwa liar yang mewakili tokoh-tokoh syaitan melancarkan protes keras bahwa aturan yang disarankan itu memperlihatkan campur tangan yang tidak toleran terhadap kebebasan mereka berpikir dan bertindak, Adam diajari supaya berdiri di atas dasar rasional dan sosial. “Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak pula engkau akan telanjang. Dan bahwa engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari (QS.20:119-120)
11
Isyarat dalam dua ayat ini nampak jelas sekali menunjuk kepada dasar-dasar konsep moral dan sosial yang melahirkan kemudahan dan kesenangan yang tidak terpisahkan dari kehidupan
beradab. Ayat ini
bukanlah mengarah kepada suatu pengertian, bahwa Adam dan orang-orang yang mengikutinya tidak akan menderita lapar dan dahaga dengan ditempatkannya
mereka
di
suatu
tempat
tertentu,
kenyataannya
mengisyaratkan bahwa ayat ini meletakkan kewajiban-kewajiban asasi bagi pemerintahan Adam, bahwa ia harus menciptakan lapangan pekerjaan, memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang tidak mampu; memenuhi
kebutuhan
pangan
sendiri,
mengatur
ketersediaan
air,
perumahan, perlindungan terhadap keganasan cuaca. Dengan kata lain ada 4 kewajiban pemerintahan Adam yaitu memenuhi keperluan pangan, ketersediaan air, perumahan dan sandang. Mamang Adam akan mendapat tantangan untuk menetapkan sistem baru itu, akan tetapi kewajiban Adam adalah menerangkan keuntungankeuntungan dari sistem baru yang ditawarkan itu kepada kaumnya. Bila mereka menerimanya, mereka akan ditempatkan dalam keadaan di mana mereka tidak perlu berada tanpa makanan, mereka tidak akan telanjang di bawah terik matahari dan dinginnya hujan kesediaan air terjamin dan mereka akan mempunyai rumah untuk tempat tinggal dan perlindungan dari berbagai mara bahaya. Jadi kepada
kaum
Adam
diberitahukan
bahwa
pembatasan
–
pembatasan terhadap kebebasan tindakan pribadi memang menjengkelkan, tapi di balik itu ada kepentingan besar untuk kelompok itu, karena hal itu akan
membuat
masyarakat
yang
baru
didirikan
sanggup
menjaga
kepentingan–kepentingan mereka, lebih baik dari pada yang dapat mereka lakukan secara perseorangan, menjamin suatu keadaan makmur dan damai yang disebut Jannah atau surga tempat kebahagiaan. Singkatnya Adamlah yang pertama menanamkan kehidupan yang beradab, walaupun tak penting menurut ukuran kehidupan modern, tapi di masa itu tentu merupakan
12
suatu revolusi besar yang membidani semua perkembangan dan kemajuan di masa sesudahnya, sehingga di zaman kita sekarang ini. Berkaitan dengan kedudukan Adam sebagai pembawa perubahan yang
pertama
bagi
peradaban
manusia,
para
mufassirin
menghubungkannya dengan beberapa tahap masa perkembangan ruhani manusia yang diisyaratkan dalam surah At Tiin. Mereka mengartikan surah At Tiin dari ayat pertama sampai dengan yang keempat sebagai berikut: - Tiin atau buah Ara menampilkan masa Adam. Ketika Adam a.s. dan Siti Hawa memakan buah terlarang dengan serta merta mereka menjadi telanjang, lalu mereka membuat
menjalin
daun-daun
dari
pohon
Ara
dan
baju dari bahan itu [ Kejadian 3 : 7 ]. Buah Zaetun
melambangkan Nabi Nuh a.s, Gunung Sinai melambangkan Nabi Musa a.s dan Kota yang Aman melambangkan Nabi Muhammad s.a.w.
13
i
Data ini diambil dari tatan’s scription
14