1. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup
penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru Indonesia pada Tahun 2010 sebesar 131.137 ton atau sebesar 2,6 persen dari total hasil tangkapan Ikan di Indonesia yang mencapai sebesar 5.039.446 ton. Volume produksi ikan lemuru selama selang periode tahun 2009 sampai tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 20,93 persen, namun secara rata-rata selama selang periode tahun 2000 sampai tahun 2010 tercatat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,06 persen. Selama selang periode tahun 2000 sampai tahun 2010 nilai produksi ikan lemuru juga mengalami peningkatan ratarata sebesar 12,14 persen. Peningkatan nilai produksi ikan lemuru lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan volume produksi. Hal ini berarti bahwa harga jual ikan lemuru mengalami fluktuasi harga yang cenderung meningkat. Lebih lengkapnya mengenai volume dan nilai produksi ikan lemuru di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun 2000-2010 Volume Produksi Nilai Produksi Tahun (ton) (Rp 000) 2000 88.744 209.043.884 2001 103.710 278.143.214 2002 132.170 338.983.266 2003 136.436 303.483.374 2004 103.361 302.724.577 2005 96.994 318.348.011 2006 163.129 504.140.337 2007 176.665 587.537.684 2008 139.350 502.482.957 2009 165.852 554.083.166 2010 131.137 561.406.821 7.06 12.14 Growth 2000-2010 (%) -20.93 1.32 Growth 2009-2010 (%) Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010
2
Ikan lemuru (Sardinilla longiceps) hidup di Perairan Indo-Pacifik, dari Teluk Aden sampai dengan Perairan Filipina. Di wilayah Indonesia, ikan lemuru banyak terdapat di perairan Selat Bali. Hasil tangkapan ikan lemuru di Perairan Selat Bali memberikan kontibusi sebesar 40 persen dari total ikan lemuru yang ada di Indonesia. Sumberdaya ikan lemuru telah menjadi tulang punggung kegiatan usaha perikanan di wilayah sekitar Perairan Selat Bali. Perikanan lemuru di Selat Bali mempunyai peranan penting terhadap kegiatan perekonomian di Provinsi Jawa Timur dan Bali, sebagai basis penangkapan dan pendaratan ikan tersebut. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di kedua wilayah tersebut telah berkembang baik dilakukan secara tradisional maupun modern. Produk olahan dari ikan lemuru meliputi ikan asin, tepung ikan hingga ikan kaleng. Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi diketahui bahwa produksi perikanan laut di Kecamatan Muncar pada tahun 2009 mencapai sekitar 95 persen dari semua produksi perikanan laut di Kabupaten Banyuwangi. Sementara itu, sebagian besar kegiatan penangkapan ikan lemuru di wilayah Provinsi Bali di daratkan di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana. Sumberdaya perikanan lemuru merupakan sumberdaya perikanan yang paling dominan di Perairan Selat Bali sehingga paling banyak dieksploitasi oleh nelayan. Sejak diperkenalkannya penangkapan lemuru dengan purse seine (pukat cincin) oleh Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada Tahun 1972, maka pengusahaan perikanan lemuru di Perairan Selat Bali berkembang sangat pesat. Alat tangkap purse seine mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap yang diperkenalkan sebelumnya. Hasil tangkap ikan lemuru berfluktuasi dan sangat tergantung pada musim penangkapan, apabila hasil tangkap menurun maka akan sangat berpengaruh atau memberikan dampak kepada perekonomian masyarakat lokal. Dampak yang ditimbulkan oleh menurunnya hasil tangkap ikan lemuru diantaranya yaitu hilangnya pendapatan masyarakat yang meliputi nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan.
3
Pada tahun 2009 tercatat jumlah ikan yang didaratkan di PPP Muncar tercatat sebanyak 32.783 ton dengan nilai sekitar Rp 82 milyar.
Rata-rata
produksi perikanan tangkap di PPP Muncar sekitar 137 ton per hari. Jumlah ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Pengambengan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan PPP Muncar yaitu tercatat sebanyak 31.579 ton pada tahun 2009 atau sekitar 132 ton per hari. Hal ini dikarenakan jumlah unit penangkapan ikan yang terdapat di PPN Pengambengan lebih sedikit dibandingkan dengan armada penangkapan ikan di PPP Muncar. Nilai produksi di PPN Pengambengan pada tahun yang sama mencapai Rp 70,34 milyar. Produksi ikan lemuru pada tahun 2010 sebanyak 14.794 ton, mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 77,3 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi ikan lemuru pada tahun 2010 diduga karena aktivitas penangkapan ikan pada tahun sebelumnya telah melebihi dari jumlah potensi sumberdaya yang tersedia. Data selengkapnya mengenai perkembangan produksi ikan lemuru di Selat Bali dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 disajikan pada gambar berikut. 80000 70000
Produksi (ton)
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
tahun
Gambar 1. Perkembangan produksi ikan lemuru di Selat Bali tahun 2005-2010 Adanya penurunan produksi tangkapan ikan lemuru sebagai bakan baku utama bagi industri pengolahan ikan telah berdampak terhadap menurunnya bahkan terhentinya kegiatan produksi perusahaan tersebut. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwagi tercatat bahwa jumlah
4
perusahaan pengolahan ikan yang terdapat di Kecamatan Muncar meliputi 8 unit pengalengan ikan, 39 unit usaha penepungan ikan secara mekanik, 13 unit penepungan ikan tradisional, 30 unit cold storage, 23 unit pemindangan ikan dan 11 unit pengolahan minyak ikan. Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kehutanan Dan Kelautan Kabupaten Jembrana diketahui jumlah perusahaan pengolahan ikan di Kabupetan Jembrana tercatat sebanyak 12 unit perusahaan pengalengan dan penepungan ikan dan sebanyak 95 unit usaha pengolahan ikan tradisional lainnya. Kebutuhan ikan lemuru untuk industri pengolahan ikan di Muncar dan Pengambengan rata-rata sebesar 35 ton per hari untuk setiap unit perusahaan penepungan ikan dan sebesar 28 ton per hari untuk setiap unit perusahaan pengalengan ikan. Oleh karena itu perikanan lemuru di Perairan Selat Bali perlu mendapatkan perhatian yang khusus terutama dalam hal pengelolaan sumberdaya. Dengan semakin berkembangnya alat tangkap purse seine di Selat Bali dalam penangkapan sumberdaya ikan lemuru perlu dilakukan pengendalian dalam pemanfaatannya agar kelestarian sumberdaya ikan lemuru dapat dijaga. Menurut Fauzi dkk (2000) menjelaskan bahwa di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan terdapat beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengurangi proses pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan antara lain ITQ (individual transferable quota), pembatasan effort dan pajak.
ITQ dan
pembatasan effort adalah instrumen kebijakan yang lebih banyak diterapkan di perikanan temperate (single species) karena memerlukan perhitungan TAC (Total Allowable Catch) yang lebih rumit yang bisa dilakukan di perikanan single species. Pajak merupakan instrumen yang lebih umum dan secara teoritis bisa diterapkan baik di perikanan temperate maupun tropis. Pajak pada prinsipnya merupakan pembebanan biaya eksploitasi bagi pelaku perikanan. Pembebanan biaya-biaya tersebut dapat dianggap sebagai salah satu instrumen kebijakan agar terjadi pengurangan upaya penangkapan (effort) pengusaha, tetapi pengusaha tetap mendapatkan keuntungan yang optimum. Salah satu bentuk biaya tersebut adalah melalui pungutan sumberdaya atau sering dikenal dengan user fee. Dalam pengertian ini yang dimaksudkan sebagai pungutan adalah penarikan sejumlah fee tertentu sebagai kompensasi atas
5
pemanfaatan sumberdaya tersebut. Implikasi pembebanan pungutan tersebut antara lain akan menaikkan total biaya yang dikeluarkan sehingga akan membuat pelaku perikanan untuk lebih berhati-hati dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan.
1.2
Perumusan Masalah Perikanan lemuru di Selat Bali, jika pengelolaannya dilakukan dengan
baik, maka akan memberikan kontribusi yang sangat penting bagi masyarakat lokal. Pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru sebelumnya mempunyai pengaruh terhadap hasil tangkap di daerah tersebut. Lebih dari 70 persen dari hasil tangkapan ikan di Perairan Selat Bali merupakan ikan lemuru. Kegiatan perekonomian di kawasan sekitar Selat Bali yakni Muncar dan Jembrana sangat bergantung pada usaha penangkapan ikan sebagai usaha utama. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya diketahui bahwa sumberdaya perikanan lemuru di Perairan Selat Bali sudah menunjukkan terjadi eksploitasi yang berlebihan oleh pelaku usaha perikanan lemuru. Akan tetapi, mulai tahun 2006 produksi ikan lemuru di Selat Bali menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan produksi ikan lemuru juga terjadi pada tahun 2007 hingga mencapai 67,8 ribu ton. Walaupun pada tahun 2008 sempat terjadi penurunan produksi tangkapan ikan lemuru, namun pada tahun 2009 produksi ikan lemuru mengalami peningkatan kembali yang mencapai 65,2 ribu ton. Peningkatan produksi ikan lemuru yang berlangsung selama tahun 2006 terhenti pada tahun 2009. Produksi tangkapan ikan lemuru pada tahun 2010 mengalami penurunan yang cukup siginifikan. Penurunan produksi tangkapan ikan lemuru mulai terjadi pada pertengahan tahun 2010 dan berlangsung hingga saat ini. Sejak akhir tahun 2010 sampai dengan akhir tahun 2011 banyak nelayan di Selat Bali yang tidak memperoleh ikan hasil tangkapan, sehingga sebagian besar armada kapal penangkapan purse seine tidak beroperasi mengingat biaya operasionalnya yang cukup besar. Terjadinya penurunan produksi tangkapan ikan lemuru yang drastis saat ini di Selat Bali menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali belum dikelola dengan baik.
6
Perikanan lemuru di Selat Bali perlu mendapatkan perhatian yang khusus terutama dalam hal pengelolaan sumberdaya, sehingga masih perlu dilakukan kajian mengenai potensi sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali agar pengelolaannya dapat dilakukan secara optimal. Kegiatan pengelolaan terhadap sumberdaya ikan tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber dana untuk pengelolaan sumberdaya tersebut dapat dilakukan melalui pungutan sumberdaya (resource rent tax) dari pelaku usaha yang melakukan eksploitasi sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali. Dana tersebut tentunya harus digunakan dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali agar pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali dapat dilakukan secara berkesinambungan dan lestari. Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan pungutan (fee) tersebut yaitu harus memperhitungkan nilai ekonomis masing-masing komoditas perikanan serta kemampuan ekonomi dari pelaku usaha perikanan sehingga memungkinkan diturunkannya pungutan perikanan. Kondisi ini akan terasa lebih adil bagi pelaku usaha perikanan. Kajian mengenai penilaian user fee untuk pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengelolaan dan penilaian nilai user fee pada pada pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru yang optimal di Selat Bali perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa perumusan masalah penting, yaitu : 1) Bagaimana keragaan alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap utama yang ikan lemuru di Selat Bali dan berapa jumlah alat tangkap optimal yang dapat digunakan untuk pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali agar diperoleh hasil yang optimal? 2) Bagaimana tingkat pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali yang optimal? 3) Berapa besaran nilai user fee (pungutan) yang sanggup diberikan oleh pelaku usaha dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali? 4) Kebijakan apa yang dapat digunakan agar sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali dapat dilakukan secara berkelanjutan dan lestari?
7
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Menggambarkan keragaan unit penangkapan purse seine sebagai alat tangkap utama dalam pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali, menentukan jumlah alat tangkap yang optimal dalam pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali agar dapat dilakukan secara berkelanjutan dan lestari. 2) Menentukan tingkat pengelolaan yang optimal untuk sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali (solusi bionomi optimal). 3) Menentukan besaran nilai user fee yang optimal yang bersedia dibayar oleh nelayan dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali yang lestari berkelanjutan. 4) Menetapkan alternatif kebijakan yang dapat dilakukan terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lanjutan terutama yang berhubungan dengan perikanan lemuru di Selat Bali 2) Dasar strategi bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sumbedaya ikan lemuru di Selat Bali 3) Menjadi bahan pertimbangan bagi para pelaku usaha perikanan baik yang terkait langsung melakukan penangkapan ikan lemuru di Selat Bali maupun bagi pelaku usaha turunan lainnya seperti pengolahan dan pemasaran ikan lemuru.
1.5
Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan tentang sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali
telah banyak dilakukan. Hasil-hasil penelitian tentang potensi sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali banyak yang menunjukkan bahwa perikanan lemuru di Selat Bali telah mengalami tangkap lebih (over fishing). Pada Tabel 2 disajikan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pendugaan stok ikan lemuru di Selat Bali.
8
Tabel 2. Hasil pendugaan stok ikan lemuru di Selat Bali atas dasar model surplus produksi Effort Tingkat Tahun Model MSY (ton) optimum eksploitasi 19861) Schaefer 66.317 238 Overfishing Fox 62.317 242 Overfishing 2) 1986 Schnute 80.332 207 Overfishing Gulland 60.559 123 Overfishing Schaefer 49.440 260 Overfishing Jacknife 49.581 259 Overfishing 3) 1992 Schaefer 40.000 180 Overfishing 20044) Schaefer 10.921 191 Overfishing Fox 44.966 68 Overfishing Walter Hilborn 11.688 175 Overfishing Sumber : Badan Pertimbangan Pengembangan Penelitian Universitas Brawijaya (2004) Keterangan : 1) oleh Martosubroto, Naamin dan Nurhakim (1986) 2) oleh Salim (1986) 3) oleh Universitas Diponegoro (1992) 4) oleh Universitas Brawijaya (2004)
Pada Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa hasil pendugaan stok yang didasarkan model surplus produksi dengan menggunakan model estimasi Schaefer, Fox, Schnute, Gulland dan Jacknife menujukkan bahwa sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali telah mengalami tingkat eksploitasi yang over fishing. Hasil pendugaan stok ikan lemuru atas dasar model analitik seperti yang disajikan pada Tabel 3 juga telah menujukkan tingkat eksploitasi yang fully exploited dan overfihing.
Tabel 3. Hasil pendugaan stok ikan lemuru di Selat Bali atas dasar model analitik F optimum Tingkat Model Y/R max. (g) Per tahun eksploitasi Beverton & Holt1) 14,22 - 11,85 0,5 – 0,8 Fully exploited Beverton & Holt2) 3,9 1,2 Overfishing Jones 3) 25,83 3 Overfishing 4) Thomson & Belt 34.041 ton (total) X= 0,8 Overfishing Sumber : Badan Pertimbangan Pengembangan Penelitian Universitas Brawijaya (2004) Keterangan : 1) oleh Ritterbush (1975) 2) oleh Gumilar (1985) 3) oleh Merta (1992) 4) oleh Merta dan Eidman (1995)
9
Hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Brawijaya tahun 2004 diketahui bahwa tingkat mortalitas dan eksploitasi ikan lemuru menunjukkan angka yang sangat tinggi yaitu mortalitas alami (M) sebesar 0,49; mortalitas penangkapan (F) sebesar 4,99; mortalitas total (Z) sebesar 5,48; tingkat eksploitasi sebesar 0,91. Tingkat eksploitasi sumberdaya ikan lemuru sepanjang tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 sangat tinggi dan dapat dikatakan overfishing, karena banyaknya alat tangkap purse seine yang beroperasi di Selat Bali. Penelitian yang dilakukan oleh Zulbainarni (2002) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali telah mengalami gejala economic overfishing. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Zulbainarni (2011) menunjukkan bahwa eksploitasi multispesies sumberdaya ikan pelagis di Selat Bali belum tejadi overfishing baik secara biologi maupun ekonomi, sehingga eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis di Selat Bali dengan menggunakan alat tangkap purse seine dua kapal masih dapat ditingkatkan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiyono (2011) menunjukkan bahwa tekanan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali relatif berat sehingga terjadi penurunan produksi yang berakibat over capacity. Nilai MSY sebesar 30.379,92 ton per tahun, effort MSY sebesar 4.600 trip per tahun dan jumlah armada purse seine optimum sebanyak 40 unit. Kegiatan penelitian terdahulu mengenai sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali banyak dilakukan sehubungan dengan pendugaan stok sumberdaya, tetapi penelitian mengenai penilaian user fee untuk pengelolaan sumberdaya ikan lemuru belum dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu kebaruan data analisis yang digunakan dan analisis pembahasan dilakukan sampai dengan penilaian mengenai besaran nilai user fee terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali. Perbedaan lainnya dengan penelitian terakhir terkait sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali yaitu penelitian yang dilakukan oleh Zulbainarni (2011) melakukan kajian tentang sumberdaya multispesies ikan pelagis di Selat Bali. Adapun Wiyono (2011) melakukan kajian tentang model dinamis perikanan lemuru di Selat Bali dengan analisis model bionomi dengan menggunakan data times series mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Pada penelitian ini
10
dilakukan kajian tentang pengelolaan dan penilaian user fee sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali yang optimal melalui pendekatan model bionomi dengan data times series selama 16 tahun, mulai dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2010.
1.6
Kerangka Pemikiran Besarnya potensi sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali telah memberikan
dampak terhadap peningkatan perekonomian di wilayah sekitarnya. Sumberdaya ikan lemuru merupakan target spesies tangkapan utama bagi nelayan di sekitar Selat Bali. Perikanan lemuru di Selat Bali menjadi sumber pendapatan utama bagi nelayan, sebagai bahan baku utama industri pengolahan ikan di sekitar Selat Bali dan juga dalam penyerapan tenaga kerja baik pada kegiatan on-farm maupun kegiatan off-farm. Kegiatan penangkapan sumberdaya ikan lemuru yang semakin meningkat di Perairan Selat Bali telah memberikan tekanan terhadap keberadaaan sumberdaya ikan lemuru. Banyaknya pelaku yang melakukan aktivitas penangkapan ikan lemuru menyebabkan para nelayan saling berlomba untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang sesuai dengan harapannya. Kondisi ini akhirnya menimbulkan persaingan dengan tujuan jangka pendek yang mengarah pada eksploitasi sumberdaya ikan secara berlebihan. Pada tahun 2010 hasil tangkapan ikan lemuru di Selat Bali mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan tersbut diduga disebabkan karena kegiatan eksploitasi sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali terjadi secara berlebihan pada tahun sebelumnya. Adanya kelangkaan sumberdaya ikan lemuru telah berdampak langsung bagi pendapatan nelayan di sekitar Selat Bali maupun bagi kegiatan ekonomi turunan lainnya seperti pengolah ikan dan pedagang ikan. Untuk menghindari dan mencegah terjadinya eksploitasi sumberdaya ikan yang tak terkendali, perlu kiranya dibuat sebuah kebijakan yang mengarah kepada pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab, sehingga diperoleh manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Untuk itulah diperlukannya kajian bionomi sumberdaya ikan, yaitu suatu kajian yang memadukan dinamika biologi perikanan dan faktor ekonomi perikanan tangkap. Kajian bionomi akan memberikan informasi yang dibutuhkan
11
untuk mengontrol tingkat eksploitasi agar tidak berlebih sekaligus mendorong melakukan upaya pemanfaatan dengan keuntungan yang optimal yang bisa dilakukan secara terus menerus. Kajian bionomi pada penelitian ini diawali dengan observasi lapangan, melihat secara langsung kondisi perikanan lemuru di Perairan Selat Bali. Setelah itu, melakukan identifikasi terhadap data sekunder dan informasi lainnya yang mendukung dari Tahun 1995-2010. Data sekunder ini meliputi, data rumah tangga nelayan, armada, alat tangkap, produksi dan upaya penangkapan. Proses selanjutnya adalah melakukan tabulasi data, dilanjutkan dengan melakukan analisis data dengan menggunakan model estimasi bionomi yaitu model Algoritma Fox, model Walters Hilborn (WH), model Schnute dan model Clark, Yoshimoto and Pooley (CYP). Dari model estimasi tersebut diperoleh parameter biologi berupa carrying capacity (K), coefficient of catchability (q), dan instrinsic growth rate (r) dari sumberdaya ikan lemuru. Kemudian mengolah data primer untuk mendapatkan parameter ekonomi yang meliputi data harga output (p), biaya input (c), discount rate ( ). Analisis bionomi dilakukan dengan cara melakukan perhitungan terhadap data parameter biologi dan ekonomi untuk mendapatkan tingkat degradasi dan depresiasi serta pengelolaan optimal sumberdaya ikan. Hasil analisis bionomi ini kemudian menjadi dasar dalam perhitungan dalam penilaian user fee yang optimal. User fee merupakan bentuk pungutan sebagai kompensasi dari pada pelaku usaha yang telah melakukan pemanfaatan sumberdaya ikan. Nilai user fee dapat dijadikan sebagai salah satu sumber dana dalam pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali. Tahap selanjutnya melakukan pembahasan mengenai alternatif kebijakan yang dapat dilakukan dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan lemuru yang optimal. Alternatif kebijakan yang disusun berdasarkan dari hasil analisis bionomi dan nilai user fee optimal dalam pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali. Kerangka pemikiran penelitian sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
12
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian