BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang proyek Indonesia termasuk negara dengan proses penuaan penduduk cepat di Asia Tenggara. Upaya pembangunan dalam mengurangi angka kematian berdampak pada perubahan struktur penduduk. Semakin banyak penduduk yang mampu bertahan hidup, maka berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penduduk, termasuk penduduk usia tua atau lanjut usia (Schoenmaeckers & Kotowska, 2005). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa laju penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 1980 berjumlah 7,9 juta jiwa (5,45% dari jumlah total penduduk Indonesia), pada tahun 1990 meningkat menjadi 12,7 juta jiwa (6,29%), pada tahun 2000 menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%), pada tahun 2010 menjadi 23,9 juta jiwa (9,77%), dan pada 2020 diprediksi akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%). Tabel 1.1 Persentase penduduk lansia di dunia, Asia dan Indonesia tahun 1950-2050
Sumber : www.bps.go.id, diakses tanggal 14 maret 2014
Hal tersebut juga berdampak pada pertumbuhan lanjut usia di Jakarta. Sekarang ini jumlah warga lansia di kota Jakarta tergolong tinggi. Hampir setiap tahun warga yang berusia lanjut di Jakarta semakin meningkat. Berdasarkan sumber buku Jakarta dalam angka tahun 2013, angka lansia di Jakarta pada tahun 2000 berjumlah 325.951 jiwa, pada tahun 2010 menjadi 495.273 jiwa dan pada tahun 2012 mencapai 564.026 jiwa. Dari jumlah lansia
1
2 yang ada di Jakarta, angka lansia yang paling banyak berada di Jakarta Timur dengan jumlah 133.134 jiwa.
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
sumber : Jakarta dalam angka 2013
Adanya kecenderungan bergesernya budaya hidup masyarakat di kota Jakarta sebagai akibat perubahan pola keluarga besar (extended family) ke pola keluarga inti (nucleus family), berdampak pada pola pengasuhan lansia oleh keluarga. Sebagian besar dari para warga lansia terpaksa memilih hidup mandiri karena berbagai alasan, salah satunya adalah kurangnya perhatian dan perawatan dari anak cucu mereka, karena secara individual keluarga akan lebih fokus kepada keluarga inti masing-masing. Keluarga yang tidak mampu merawat orang tuanya mengakibatkan para lansia menjadi terlantar (Kualifikasi Panti Sosial Tresna Wredha, 2008). Banyaknya lansia terlantar di Jakarta menjadi salah satunya alasan meningkatnya kebutuhan Panti Jompo. Berdasarkan buku Jakarta Dalam Angka tahun 2013, bahwa panti jompo yang disediakan pemerintah maupun swasta sangat sedikit, sehingga sampai saat ini belum bisa menampung jumlah lansia terlantar yang ada di Jakarta. Panti jompo yang di sediakan oleh pemerintah ada 5 panti dan oleh swasta ada 6 panti. Kapasitas penampungan panti jompo hanya dapat menampung ± 1.110 lansia. Sedangkan lansia terlantar di Jakarta sebanyak 7.494 jiwa (tabel 1.3 dan tabel 1.4). Oleh karena itu sangat diperlukan sebuah panti jompo dengan fasilitas yang dapat yang dapat menunjang aktifitas para lansia secara.
3
Tabel 1.3 Jumlah panti jompo di Jakarta
Sumber : Buku Jakarta dalam angka 2013
Tabel 1.4 Jumlah lansia terlantar di Jakarta
Sumber : Buku Jakarta dalam angka 2013
1.2.
Latar belakang topik Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2002 Pasal 27 Ayat 2 kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia. Namun berdasarkan studi banding terhadap tiga panti jompo di Jakarta, dapat disimpulkan bahwa panti jompo hanya dibangun seadanya saja tanpa memenuhi kemudahan aksesibilitas lansia. Faktor-faktor penting seperti
4 keamanan, kenyamanan, dan kesehatan kurang diperhatikan, contohnya seperti penempatan dan ukuran railling, ketinggian pada anak tangga, atau perlu tidaknya landaian atau ramp, padahal elemen-elemen tersebut perlu mendapatkan perhatian. Sebuah panti jompo harus memenuhi kemudahan aksebilitas agar dapat membantu lansia melakukan aktifitasnya secara mandiri dan mengurangi resiko kecelakaan yang berakibat fatal, seperti terjatuh atau terpeleset akibat desain yang salah. Selain masalah teknis diatas, hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah panti jompo antara lain masalah penghawaan, pencahayaan atau tata letak ruang. Faktor-faktor tersebut perlu sangat diperhatikan mengingat pengguna panti jompo adalah lansia yang memiliki kebutuhan khusus.
1.3.
Latar belakang lokasi Syarat ideal penempatan Panti Jompo menurut (Noverre, Husson and Helen Heusinveld, Building For The Elderly) yaitu, terletak di pinggiran kota, bangunan terletak di daratan, terletak di lingkungan permukiman, mudah diakses, dekat dengan fasilitas lingkungan, tersedia perlengkapan utilitas dan ketenangan yang cukup. Lokasi berdirinya proyek panti jompo akan di dirikan di Jakarta Timur, Kecamatan Jatinegara, Kelurahan Cipinang Utara. Meninjau dari lokasi ideal penempatan panti jompo berdasarkan buku Building For The Elderly, lokasi tersebut telah memenuhi persyaratan penempatan panti jompo, di mana lokasi tersebut terletak di pinggiran kota dan berada di dalam lingkungan permukiman serta dekat dengan fasilitas. Kondisi tanah yang datar sehingga sangat cocok dirancang untuk panti jompo, mengingat user utama panti jompo adalah lansia.
5
Gambar 1.1 Peta Lokasi Proyek Sumber : google map dan lrk online
Berdasarkan kondisi lingkungan sekitar, dapat diketahui target pasar dari kawasan tersebut yang meliputi permukiman pinggiran kota adalah kalangan menengah, sehingga panti jompo yang dirancang ditargetkan kepada keluarga menengah yang tinggal di sekitar pemukiman tapak.
1.4.
Rumusan masalah 1. Bagaimana menciptakan kenyamanan sirkulasi lansia pada panti jompo melalui desain aksesibilitas yang tidak melelahkan. 2. Bagaimana merancang panti jompo yang dapat menciptakan kemandirian para lansia.
1.5.
Lingkup pembahasan Merencanakan dan merancang panti jompo sebagai pemecah isu bertumbuhnya populasi lansia terlantar di Jakarta, dalam hal ini, terlantar yang dimaksud adalah keluarga yang sibuk pada keluarga inti masing-masing yang akan mempengaruhi pola pengasuhan lansia oleh keluarga itu sendiri, dengan pendekatan sustainable human settlement yang memperhatikan kemudahan aksesibilitas para lansia di panti jompo.
1.6.
Tujuan dan manfaat
1.6.1
Tujuan 1. Merencanakan dan merancang panti jompo yang nyaman dengan memperhatikan kemudahan aksesibilitas pada panti jompo. 2. Merancang panti jompo yang dapat menciptakan kemandirian para lansia.
6 1.6.2
Manfaat 1. Diharapkan perencanaan ini dapat bermanfaat bagi keluarga yang membutuhkan sarana bagi orang tuanya yang lansia pengelola panti jompo, agar memenuhi semua kebutuhan pengguna panti jompo. 2. Diharapkan perencanaan ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa arsitektur maupun non-arsitektur untuk menambah pengetahuan dan informasi yang terkait dengan Panti Jompo.
1.7.
Sistematika penulisan Pembahasan Karya Tugas Akhir, yang berjudul Aksesibilitas Yang Bertumpu Pada Kenyamanan Sirkulasi Panti Jompo Di Jakarta Timur, terbagi dalam beberapa bab, yang merupakan proses awal dari perencanaan dan perancangan, sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Berisikan gambaran secara umum mengenai perlunya panti jompo di Jakarta dengan memperhatikan kemudahan aksesibilitas lansia yang dikaitkan dengan isu population and sustainable human settlements development, latar belakang proyek, topik dan lokasi, maksud dan tujuan, lingkup pembahasan, sistematika penulisan, state of the art dan kerangka berpikir. Bab 2 Landasan teori Berisikan tentang tinjauan umum dan tinjauan khusus mengenai pengertian lansia, perubahan pada lansia, masalah-masalah pada lansia, definisi panti jompo, tipe-tipe panti jompo, prinsip perancangan panti jompo serta studi banding dan studi literatur. Bab 3 Metode penelitian Berisikan
tentang
cara
penelitian,
alat
pengumpulan
dan
untuk
mendapatkan data,
lokasi
data-data dan
waktu
pengumpulan data, serta cara pemikiran konsep. Bab 4 Analisis dan bahasan Menganalisa permasalahan dalam perancangan dengan membagi dalam 3 aspek yaiut, aspek manusia, aspek lingkungan dan aspek bangunan.
7 Bab 5 Simpulan dan saran Berisikan tentang hasil kesimpulan analisa dan bahasan sehingga dapat
menghasilkan
bangunan
yang
fungsional
dan
tetap
memperhatikan estetika desain.
1.8.
State of the art Tabel 1.5 State of the art Penulis Vol
No
Judul
Kesimpulan
1
Rethinking Senior Housing (2013)
Sheehan Partricia
62
Dalam jurnal ini menyatakan bahwa sebuah panti jompo yang dapat memberikan suasana seperti di rumah akan memberi dampak kebahagiaan terhadap lansia, jurnal ini di lakukan dengan menggunakan metode wawancara antara Margaret Wylde dengan Asosiasi Lansia Amerika
2
Urban residential environment and senior citizens' longevity in mega city areas: The importance of walkable green space (2014)
T Takano; K Nakamura; Watanabe M
56
Dalam jurnal ini dapat disimpulkan menciptakan open space di hunian lansia dapat meningkatkan kesehatan para lansia, metode penelitan dengan menggunakan sample 3144 orang yang lahir di tahun 1903, 1908, 1913 dan 1918.
3
Health and Housing among Low-Income with Adults with Physical Disabilites (2010)
Ho, Pei-Shu, Phd, MHSA; Kroll, Thilo, Phd, Matthew, BA; Anderson, Penny, MA, MPH; Pearson, Katherine M, BA
18
Dalam jurnal ini dapat disimpulkan bahwa dengan memperhatikan kemudahan aksesibiltas seorang lansia akan mendorong mereka menjadi mandiri.
8 4
Analisi Peningkatan Fungsi Bangunan Umum Melalui Upaya Desain Accessibility (2013)
Sukamto
1
Dalam jurnal dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas suatu bangunan teridiri dari beberapa elemen -Jalur pejalan kaki (pedestrian) -Area parkir -Pintu masuk -Tangga -Railling(pegangan tangan)
5
Logika Konfigurasi Ruang dan Aspek Psikologi Ruang Bagi Lansia (2009)
Mahendra Wardhana
4
Dalam jurnal ini dapat disimpulkan bahwa : - Perasaan psikologis lansia ternyata mempengaruhi hubungan diantara manusia dan lingkungannya. Ketenangan dalam ruang menyebabkan terjadinya interaksi. -Sebuah panti jompo harus memperlihatkan keamanan dan ketenangan hunian, namun juga emosional pada staf yang bekerja disana. - Keamanan dalam bangunan berkaitan dengan lansia dapat diterapkan pada semua sisi arsitektur. -Keamanan secara fisik bertujuan untuk melindungi kondisi yang mengancam kesehatan keseharian. Contoh keamanan fisik pada prakteknya, seperti bangunan tanpa tangga, tersedianya elevator, km/wc yang aman, parkir dengan cahaya yang memadai, dan lain-lain.
9 Kesimpulan Dari lima jurnal yang ditemukan, maka dapat di simpulkan bahwa: • Panti jompo harus dapat memberikan suasana seperti rumah supaya dapat mengurangi rasa kangen lansia terhadap rumah asalnya • Menciptakan ruang terbuka hijau yang cukup. Ada baiknya jendela kamar tidak terlalu tinggi sehingga ruang terbuka hijau bisa dinikmati langsung oleh lansia melalui jendela kamar mereka. • Ada 6 elemen aksesibilitas yang harus diperhatikan dalam suatu bangunan yaitu, pedestrian, area parkir, pintu masuk, tangga dan pegangan tangan • Aksesibilitas yang baik dapat menciptakan kemandirian terhadap lansia, sebagai contoh, lansia bisa menggunakan wc secara mandiri tanpa bantuan orang lain jika wc tersebut dilengkapi alat-alat bantu untuk lansia.
10
1.9.
Kerangka Berpikir
Latar Belakang Proyek dan Tema
Issue: population and sustainable human settlement
populasi
sustainable human settlements developement
ketersediaan panti jompo di Jakarta belum dapat menampung jumlah lansia terlantar Jakarta
panti jompo yang dibangun seadanya tanpa memperhatikan kemudahan aksesibilitas lansia
Studi kasus, 3 lokasi panti jompo • Budi mulia 4 • Santa anna • Karya kasih
pengguna utama lansia
aksesibilitas
panti jompo
merancang panti jompo dengan memperhatikan kemudahan aksesibilitas pengguna
Analisis menganalisa masalah kemudian diterapkan dalam konsep perancangan Konsep Perancangan
Skematik Desain
Perancangan
Gambar 1.2 Skematik kerangka berpikir
• • • • • • • • • •
elemen-elemen pedestrian area parkir pintu masuk tangga ramp railling kamar mandi kamar tidur ruang makan ruang bersama