I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang alamnya sangat cocok untuk dilakukan kegiatan pertanaman. Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Penduduk Indonesia ada yang bekerja di bidang pertanian secara langsung dan ada yang secara tidak langsung. Secara langsung artinya melakukan usahatani langsung di lapangan. Secara tidak langsung dilakukan dengan memanfaatkan hasil produksi pertanian sebagai bahan pokok usaha maupun industrinya. Komoditas kedelai merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia setelah padi dan jagung. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas ini sangat tinggi. Tingginya permintaan tidak diimbangi dengan produksi kedelai dalam negeri sehingga Indonesia harus impor kedelai kepada negara lain salah satunya Amerika untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini menyebabkan Indonesia bergantung pada ekspor dari negara-negara pengeskpor kedelai. Apabila terjadi permasalahan pada negara pengekspor yang berakibat terganggunya produksi kedelai, maka hal ini akan berdampak kepada Indonesia pula. Berikut tabel 1.1 yang menunjukkan produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia tahun 2009-2014. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2014. Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014*
Produksi (juta ton) 0,97 0,91 0,85 0,84 0,78 0,95
Konsumsi (juta ton) 2,29 2,65 2,94 2,76 1,92 2,18
Sumber : BKP, 2015 (diolah) Keterangan : *Perkiraan 2014 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa produksi kedelai di Indonesia cenderung mengalami penurunan dari tahun 2009 hingga tahun 2014. Padahal apabila dibandingkan dengan konsumsinya, jumlah produksi kedelai Indonesia masih jauh 1
untuk dapat memenuhi seluruh konsumsi masyarakat. Kondisi konsumsi yang tinggi dengan tingkat produksi yang rendah membuat Indonesia harus memenuhi kebutuhannya dengan mengimpor dari negara lain. Sangat disayangkan dengan pangsa pasar yang cukup tinggi, namun kesempatan ini tidak dimanfaatkan petani dengan baik. UKM merupakan salah satu faktor yang juga memegang peranan penting dalam pembangunan nasional suatu negara. Di Indonesia telah banyak berdiri UKM atau Usaha Kecil Menengah. UKM ini sangat mempengaruhi berkembangnya perekonomian suatu negara. Menurut Kristiyanti (2012), Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak beberapa waktu yang lalu, banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnansi bahkan berhenti aktifitasnya, namun sektor Usaha Kecil dan Mengengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Peran penting UKM secara umum dapat dilihat dari perkembangan yang sigifikan dan peran UKM sebagai penyumbang PDB terbesar di Indonesia. Pada tahun 2007 hingga tahun 2012 menunjukkan peningkatan jumlah PDB UKM dari Rp 2.107.868,10 Milyar menjadi Rp 4.869.568,10 Milyar atau rata-rata mengalami perkembangan sebesar 18,33% per tahun. Kemudian pada usaha besar (UB) sumbangsih terhadap perkembangan PDB lebih sedikit dibandingkan UKM, dengan persentase ratarata perkembangan sebesar 15,75% per tahun. Dari data statistik yang diperoleh dari BPS, pada tahun 2012 UKM menyerap 97,16% dari total tenaga kerja Industri di Indonesia atau sebesar 107,66 juta, sisanya atau sebesar 2,86% tenaga kerja diserap oleh sektor Usaha Besar (UB) (Hapsari,et al., 2014). Salah satu contoh UKM di Indonesia adalah industri tahu dan tempe. Industri tahu dan tempe memiliki bahan pokok yang berasal dari sektor pertanian yaitu kedelai. Tahu dan tempe telah menjadi makanan khas dari Indonesia yang tidak mudah ditemukan di negara lain. Tahu dan tempe ini memiliki harga yang murah, namun dengan harga yang murah bukan berarti produk ini memiliki gizi yang rendah pula. Kandungan gizi dalam tahu dan tempe cukup banyak sehingga sangat baik untuk dikonsumsi dan dapat menyehatkan tubuh. Tahu dan tempe memiliki kandungan protein
2
yang tinggi. Protein yang tinggi ini berasal dari bahan baku utama tahu dan tempe sendiri, yaitu kedelai. Pada tahun 2014 telah terjadi kenaikan harga kedelai nasional yang membuat para pengrajin yang mengandalkan kedelai sebagai bahan baku usahanya menjadi resah. Kenaikan harga ini terus menerus terjadi di setiap tahun seperti pada kenaikan tahun 2013 ke tahun 2014. Hal ini diakibatkan oleh jumlah penduduk yang semakin meningkat ditambah dengan penggunaan kedelai oleh masyarakat yang meningkat sebagai makanan pengganti daging yang memiliki protein tinggi. Ini menyebabkan industri tahu dan tempe semakin banyak yang secara otomatis meningkatkan jumlah permintaan kedelai. Kondisi Indonesia yang tingkat produksi kedelainya rendah menyebabkan Indonesia harus mengimpor dan bergantung pada produksi negara pengekspor kedelai. Apabila terjadi penurunan produksi di negara pengeskpor, maka harga kedelai akan ikut naik pula di Indonesia. Kondisi ini juga sangat dirasakan oleh pengrajin tahu dan tempe yang berada di Kota Pekanbaru. Hal ini dikarenakan kenaikan harga kedelai akan meningkatkan biaya produksi sehingga mereka harus mengeluarkan dana yang lebih dari biasanya untuk memproduksi tahu dan tempe dalam jumlah yang sama mengingat bahan baku utama tahu dan tempe adalah kedelai. Hal ini jelas akan menurunkan pendapatan pengrajin karena biaya produksi yang harus dikeluarkan juga semakin tinggi. Berikut tabel 1.2 yang menunjukkan kenaikan harga kedelai pada tahun 2013. Tabel 1.2. Perkembangan Harga Kedelai di Provinsi Riau Tahun 2013. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata harga kedelai
Harga Kedelai (Rp/100kg) Rp 851.222 Rp 851.483 Rp 851.483 Rp 851.483 Rp 851.483 Rp 851.483 Rp 851.483 Rp 851.483 Rp 851.483 Rp 857.246 Rp 871.654 Rp 871.654 Rp 855.303
Sumber : BPS, 2014 (diolah) 3
Persentase kenaikan (%) 0,03 0,67 1,68 -
Pada tabel 1.2 diketahui rata-rata harga kedelai di Provinsi Riau tahun 2013 sebesar Rp 855.303/100kg atau setara dengan 8.553/kg. Terjadi 3 kali kenaikan harga dalam kurun waktu 1 tahun, yaitu pada bulan Februari, Oktober, dan November. Harga awal kedelai pada bulan Januari senilai Rp 851.222/100kg atau Rp 8.512/kg, namun terjadi kenaikan pada bulan Februari dengan persentase kenaikan mencapai 0,03%. pada bulan Oktober dengan persentase kenaikan 0,67% dan pada bulan November dengan persentase kenaikannya mencapai 1,68%. Kenaikan harga kedelai tertinggi di tahun 2013 terjadi pada bulan November dengan selisih harga Rp 14.408. Jika harga bulan November dibandingkan dengan harga awal di bulan Januari, kenaikannya bisa mencapai Rp 20.432 dengan persentase kenaikan 2,40%. Kenaikan harga tahun 2014 ini dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut. Tabel 1.3. Perkembangan Harga Kedelai di Provinsi Riau Tahun 2014. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata harga kedelai
Harga Kedelai (Rp/100kg) Rp. 1.045.985 Rp. 1.045.985 Rp. 1.045.985 Rp. 1.045.985 Rp. 1.045.985 Rp. 1.045.985 Rp. 1.045.985 Rp. 1.111.525 Rp. 1.141.581 Rp. 1.141.581 Rp. 1.141.581 Rp. 997,426 RP. 1.071.299
Persentase kenaikan 6,26% 2,70% -12,62%
Sumber : BPS, 2015 (diolah) Tidak jauh berbeda dengan tahun 2013, pada tahun 2014 harga kedelai juga terus meningkat. Tercatat berdasarkan data dari BPS (2015), rata-rata harga kedelai tahun 2014 di Provinsi Riau adalah Rp 1.071.299/100kg atau Rp 10.712/kg. Pada awal tahun 2014 harga kedelai sebesar Rp 1.045.985/100kg atau setara dengan Rp.10.459/kg. Terjadi kenaikan harga kedelai pada bulan Agustus 2014 sehingga harganya berubah menjadi Rp.1.111.525/100kg atau setara dengan Rp.11.111/kg dengan persentase kenaikan sebesar 6,23%. Harga terus meningkat pada bulan Oktober dengan persentase kenaikan sebesar 2,70%. Keadaan ini justru meresahkan para pengusaha yang 4
bergantung pada komoditas kedelai ini. Kenaikan harga kedelai malah akan berakibat pada biaya produksi yang meningkat pula, ditambah lagi produksi yang dihasilkan menjadi tidak maksimal. Peningkatan harga kedelai menyebabkan beberapa pengrajin ada yang tidak bisa berproduksi lagi. Apabila proses produksi tetap dilakukan maka mereka tidak lagi mendapatkan keuntungan melainkan malah merugi karena penerimaan hasil produksi tahu dan tempe digunakan untuk menutupi biaya produksi yang kian meningkat. Harga tahu dan tempe yang telah dikenal murah oleh masyarakat menyebabkan masyarakat tidak mau harga produk tersebut naik meskipun harga bahan bakunyatelah naik sehingga sangat sulit bagi pengrajin untuk menaikkan harga penjualan tahu dan tempe. Dalam menghadapi permasalahan kenaikan harga, pengrajin harus pandai mengelola usahanya untuk mempertahankan keberadaan usahanya dari kerugian bahkan kebankrutan. Pengrajin harus melakukan suatu tindakan untuk menyelamatkan usahanya agar usahanya tetap eksis, tidak mengalami pengurangan jumlah pasar, dan tetap mendapatkan keuntungan walaupun kondisinya mengalami kenaikan biaya produksi. Para pengrajin usaha tahu dan tempe harus melakukan tindakan yang tepat guna menyiasati permasalahan yang dihadapi agar perusahaannya masih terus mendapat keuntungan bukan malah kerugian. 2. Perumusan Masalah Tahu dan tempe merupakan makanan khas Indonesia. Tahu dan tempe mudah ditemukan di pasar dengan harga jual tempe yang pada umumnya sekitar Rp. 2.000 sampai Rp. 2.500 per potong, sedangkan untuk harga tahu sekitar Rp. 2.000 per potong. Tahu merupakan hasil olahan dari kacang kedelai dan memiliki mutu protein nabati terbaik sedangkan tempe merupakan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus oligosporus. Industri tahu dan tempe sangat tergantung pada ketersediaan kedelai mengingat kedelai merupakan bahan baku utama industri ini. Terjadinya kenaikan harga kedelai beberapa tahun terakhir menyebabkan pengrajin industri yang bergantung pada kedelai menjadi risau. Jika harga kedelai naik maka biaya produksi yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menaikkan harga output yang
5
dihasilkan, namun cara tersebut sulit dilakukan sebab harga tahu dan tempe tidak mungkin dinaikkan lebih tinggi lagi. Harga tahu dan tempe dikenal masyarakat sebagai produk dengan harga murah, sehingga masyarakat akan berfikir dua kali untuk membeli tahu dan tempe apabila harganya menjadi naik lebih mahal. Jika harga produk ini tetap dinaikkan, maka konsumen nantinya akan berpindah ke produsen lain yang memiliki harga lebih rendah. Hal yang lebih mengkhawatirkan bagi produsen tahu dan tempe adalah ketika masyarakat memutuskan untuk mengurangi jumlah konsumsi tahu dan tempe. Apabila hal ini terjadi, maka jumlah output yang terjual akan semakin berkurang. Hal ini berdampak pada jumlah penerimaan atau omset penjualan pengrajin yang semakin berkurang dan otomatis akan menurunkan keuntungan yang diterima. Kenaikan harga komoditas kedelai ini jelas merugikan para produsen tahu dan tempe serta konsumen. Dari segi produsen, mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk mendapatkan jumlah kedelai yang sama seperti yang biasa mereka produksi namun dengan harga yang lebih mahal, sehingga diperlukan strategi agar usaha mereka tetap eksis dan tidak kehilangan pasar. Di sisi konsumen, konsumen harus rela mendapatkan produk tahu tempe dengan harga yang lebih mahal atau ukurannya lebih kecil dari biasanya. Kenaikan harga tersebut diduga karena petani kedelai dalam negeri cenderung beralih ke komoditas jagung dengan harga jual jagung yang lebih tinggi sehingga lebih menguntungkan bagi petani. Negara pengekspor terbesar kedelai di Indonesia yaitu Amerika juga mengalami penurunan produksi yang disebabkan terjadinya perubahan iklim global di negaranya. Berdasarkan uraian tersebut, maka secara khusus pertanyaan pokok penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kenaikan harga kedelai tahun 2014 berdampak pada produksi industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru? 2. Apakah kenaikan harga kedelai tahun 2014 berdampak pada biaya produksi industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru? 3. Apakah kenaikan harga kedelai tahun 2014 berdampak pada keuntungan industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru? 4. Apakah dengan kenaikan harga kedelai tahun 2014 industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru masih layak untuk diusahakan?
6
5. Apakah kenaikan harga kedelai tahun 2014 berdampak menurunkan nilai tambah dari bahan baku industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru? 6. Strategi apakah yang dilakukan oleh pengrajin tahu dan tempe di Kota Pekanbaru dalam menyiasati naiknya biaya produksi akibat kenaikan harga kedelai? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Dampak kenaikan harga kedelai tahun 2014 terhadap produksi industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru, 2. Dampak kenaikan harga kedelai tahun 2014 terhadap biaya produksi industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru, 3. Dampak kenaikan harga kedelai tahun 2014 terhadap keuntungan industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru, 4. Dampak kenaikan harga kedelai tahun 2014 terhadap kelayakan usaha industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru, 5. Dampak kenaikan harga kedelai tahun 2014 terhadap nilai tambah dari bahan baku industri tahu dan tempe di Kota Pekanbaru, 6. Strategi usaha yang dilakukan oleh pengrajin industri tahu dan tempe dalam menyiasati meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan harga kedelai. 4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun strategi kebijakan yang mampu mengakomodasi kepentingan pengrajin, mengingat industri pengolahan tahu dan tempe ini melibatkan usaha rumah tangga, ekonomi rakyat serta memiliki karakter sebagai usaha kecil dan menengah yang menyerap banyak tenaga kerja. 3. Bagi pihak lain, dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian lebih lanjut. 7