BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir tren industri kopi di Indonesia cukup membaik. Hal itu dilihat dari meningaktnya konsumsi kopi di Indonesia. Meski terbilang masih rendah, data di bawah ini menunjukkan bahwa konsumsi kopi dalam negeri mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Tabel 1.1 Data konsumsi domestik kopi di Indonesia tahun 2011-2014 Sumber: http://www.indonesiainvestments.com/id/keuangan/item6investments.com/id/bisnis/komoditas/kopi/item186.
Tren kopi juga terjadi di pasar domestik. Hal ini terlihat dari menjamurnya kafe-kafe di perkotaan dan meningkatnya warung kopi sederhana di daerah. Gaya hidup minum kopi juga bisa dikatakan kian mengakar di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Di masyarakat pedesaan gaya hidup minum kopi telah menjadi budaya. Di sisi lain, masyarakat perkotaan tengah mengalami perubahan gaya hidup dalam minum kopi. Di coffee shop revolusi telah terjadi. Minum kopi tidak hanya menjadi sebuah kebutuhan belaka, melainkan menjadi ajang dalam kehidupan sosial masyarakat perkotaan. Menjamurnya kedai kopi atau coffee shop saat ini, justru memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru. Pertama, dengan meningkatnya gaya hidup minum kopi pada masyarakat Indonesia, apakah pengetahuan masyarakat Indonesia akan kopi juga meningkat? Sebagai negara dengan tingkat produksi dan ekspor kopi tinggi, apakah masyarakat sadar bahwa Indonesia memilki kopi terbaik dimana kualitasnya sangat dihargai di luar negeri? 1
Dalam penelitian yang disajikan dalam sebuah film berjudul Biji Kopi Indonesia, ditemukan bahwa 60% masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan minum kopi.1 Akan tetapi, dari angka tersebut tidak semuanya bisa mengonsumsi kopi berkualitas. Padahal, dari Sabang sampai Merauke diberkahi tanah subur yang menjadikan rumah bagi lahirnya biji-biji kopi arabika berkualitas. Mereka yang berbondong-bondong ke coffee shop pun justru melupakan esensi dari minum kopi itu sendiri. Ibaratnya biaya nongkrong lebih mahal dibanding biaya minum kopi. Peminum kopi masih berorientasi pada brand, artinya mereka minum kopi untuk menaikkan status sosialnya melalui coffee shop tertentu, utamanya merek luar negeri. Pertanyaan kedua yang kemudian muncul adalah, permintaan akan kopi Indonesia terus meningkat, namun apakah hal itu berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan para petani kopi? Dengan menjamurnya bisnis kedai kopi dan coffee shop yang mayoritas membrandol dengan harga tinggi, faktanya kesejahteraan petani kopi masih dibawah standar. Banyak petani kopi yang beralih profesi karena kopi dianggap tidak menguntungkan. Menurut Simon Talbot, direktur Mondelez Internasional, maslah utama produksi kopi Indonesia adalah minimnya pengetahuan petani tentang kopi.2 Pada umumnya petani hanya paham cara konsumsi kopi sebagai produk kopi pasaran yang memang berharga paling rendah. Petani tidak memiliki pengetahuan untuk meningkatkan daya tawar produk mereka. Kondisi tersebut diperparah dengan tidak adanya organisasi petani kopi yang berupaya meningkatkan kesejahteraan petani kopi secara terorganisir dan sistematis. Rendahnya harga yang didapat petani apabila dibandingkan dengan harga beli konsumen akhir, juga menjadi masalah yang dialami petani kopi.3 Kondisi tersebut mengundang inisiatif para pebisnis kopi untuk memberikan solusi. Salah satu pebisnis kopi yang melakukan hal tersebut adalah 1
Budi Kurniawan. (2014). Biji Kopi Indonesia. Jakarta: Perum Produksi Film Negara. Ngabdulloh Akrom. (2014). Masalah Utama Produksi Kopi Indonesia. Dikases dari http://bincangkopi.com/masalah-utama-produksi-kopi-indonesia/ 3 Soemarno M. S. (2011). Model Pengembangan Kawasan Produk Unggulan Kopi Rakyat. Dikases dari http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/MODEL-PENGEMBANGANKAWASAN-KOPI-RAKYAT.docx 2
2
Firmansyah, yang dikenal sebagai coffee story teller dan pemilik micro roastery, yang juga seorang barista di coffee shop Klinik Kopi di Yogyakarta. Klinik kopi merupakan coffee shop yang mengusung konsep kedai kopi lokal. Selain menjual kopi di cofee shop, Klinik Kopi juga menjual green bean atau biji kopi mentah dari petani di berbagai daerah di Indonesia. Biji kopi tersebut kemudian diroasting dan diberi merek Klinik Kopi. Dengan demikian, Klinik Kopi tidak hanya menjadi sebuah coffee shop, tetapi juga menjadi sebuah brand. Sebagai sebuah brand, saat ini Klinik Kopi sudah dikenal di dunia perkopian Indonesia. Sejak tahun 2013, Klinik Kopi sudah memperkenalkan kopi single origin kepada pasar di saat konumen Indonesia masih minim pengetahuan tentang produk tersebut. Klinik Kopi bisa dikatakan sebagai pelaku market-driving, dimana lebih bersifat mempengaruhi struktur pasar dan menentukan arah pasar.4 Hingga saat ini, Klinik Kopi berhasil mengimplementasikan strategi marketdriving company dan berhasil menjadi market leader. Klinik Kopi telah mengubah mindset dari para perilaku pasar kopi yang terdiri dari konsumen, kompetitor dan stakeholder. Klinik Kopi konsisten melakukan edukasi pasar serta menjalankan inovasi produk dan nilai yang ditawarkan. “Life is too short to drink bad coffee” adalah tagline dari Klinik Kopi. Tagline tersebut menggambarkan misi dari Klinik Kopi, yaitu ingin mengedukasi para peminum tentang bagaimana minum kopi secara benar dan berbagi cerita tentang kopi yang disajikan. Sejak awal, Klinik Kopi sudah berfokus pada pemasaran berbasis edukasi. Sesuai dengan misi Klinik Kopi, target utama dalam aktivitas edukasi adalah peminum kopi. Peminum kopi diposisikan sebagai konsumen kopi, yang kemudian menjadi target khalayak dalam aktivitas edukasinya. Dalam menjalankan bisinisnya, Klinik Kopi tidak hanya sekedar menjual kopi jenis single origin Indonesia. Terinspirasi dari cerita unik setiap jenis biji kopi, Klinik Kopi menceritakan perjalanannya keliling Indonesia untuk mendapatkan biji kopi terbaik. Momen ketika berkunjung ke kebun kopi dan 4
Admin. (2010). Market Driving Companies: Menjadi Jawara dengan Menciptakan Pasar. Diakses dari http://www.marketing.co.id/market-driving-companies-menjadi-jawara-dengan-menciptakanpasar/
3
melihat langsung proses produksi di tangan petani, juga dijadikan sebagai bahan edukasi bagi konsumen. Klinik Kopi mengedukasi konsumen, entah di level perkebunan kopi, perdagangan kopi, peroastingan ataupun pembrewingan. Alasan penulis fokus dalam aktivitas edukasi
adalah pendekatan
komunikasi pemasaran berbasis edukasi yang dilakukan Klinik Kopi cukup berpegaruh terhadap eksistensi Klinik Kopi. Ditengah ketatnya persaingan coffee shop yang ada di Yogyakarta, Klinik Kopi mampu bertahan bahkan semakin dikenal oleh konsumen. Pengunjung Klinik Kopi semakin beragam, tidak hanya berasal dari Yogyakarta, tetapi juga kota-kota lainnya, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan bahkan dari luar jawa.5 Konsep edukasi pada Klinik Kopi juga berpengaruh besar terhadap tingkat pengetahuan konsumen kopi. Hingga saat ini, akun instagram Klinik Kopi terus bertambah dan telah mencapai 15,7k followers. Terdapat tiga alasan mengapa penelitian ini penting. Pertama, sebagai coffee shop dan juga sebuah brand, Klinik Kopi memiliki misi yang kuat. Klinik Kopi berdiri tidak berdasar selera pasar, melainkan menciptakan pasar baru. Kedua, dilihat dari aktivitas edukasinya, Klinik Kopi memiliki usaha yang sangat besar dalam mengedukasi konsumen. Klinik Kopi cukup dikenal dalam mempromosikan kopi Indonesia. Bahkan, Klinik Kopi pernah mendapat penghargaan dari majalah The Marketeers, sebagai 50 WOW Youth, Woman, Neitzen Marketeers.6 Alasan terakhir, penelitian tentang komunikasi pemasaran berbasis eduksi di Indonesia masih bersifat sangat seragam dan cenderung masih bersifat kuantitatif. Penulis melihat adanya peluang
untuk memberi sudut
pandang lain dibidang yang saat ini masih seragam.
B. Rumusan Masalah Berdasar pada latar belakang yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Komunikasi Pemasaran Berbasis Edukasi Kopi Jenis Single Origin Indonesia yang dilakukan oleh Klinik Kopi?”
5
Wawancara dengan Pepeng (owner Klinik Kopi) pada tanggal 25 Febuari 2016. Rolinda Rahman. (2014, Desember 12). Upaya Pepeng Mepromosikan Kopi Indonesia. Diakses dari http://marketeers.com/?post=upaya-pepeng-mempromosikan-kopi-indonesia 6
4
C. Tujuan Penelitian Dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan secara mendalam bagaimana aktivitas komunikasi pemasaran dalam mengedukasi konsumen kopi jenis single origin Indonesia yang dilakukan oleh Klinik Kopi. 2. Mengetahui pertimbangan pemilihan pendekatan komunikasi pemasaran berbasis edukasi yang dilakukan oleh Klinik Kopi. 3. Mengetahui perkembangan penggunaan komunikasi pemasaran berbasis edukasi oleh Klinik Kopi.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharpkan akan bermanfaat bagi: 1. Praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi pasar kopi di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pelaku industri kopi di Indonesia dalam mengedukasi pasar, mengingat kopi adalah komoditi yang cukup besar bagi Indonesia. 2. Akademisi, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya dan dapat dikembangkan dengan topik sejenis.
E. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah aktivitas komunikasi pemasaran berbasis edukasi kopi jenis single origin Indonesia yang dilakukan oleh Klinik Kopi. Fokus penelitian ini terletak pada proses komunikasi pemasaran sebagai sarana dalam upaya edukasi konsumen. Sedangkan lokus penelitian ini adalah pada produksi pesan dan isi pesan. Produksi pesan merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam upaya edukasi. Sedangkan isi pesan dilihat sebagai konsekuensi dari hasil produksi. Penulis tidak mendalami pengolahan dari pesan tersebut.
5
Penulis membatasi penelitian pada segala aktivitas edukasi dimana target khalayaknya adalah konsumen atau end user Klinik Kopi. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretetif atau hermeneutik. Pendekatan tersebut melihat kebenaran sebagai sesuatu yang subyektif dan partisipasi peneliti dalam penelitian sangat ditekankan.7 Dalam pendekatan ini peneliti percaya bahwa nilai-nilai sangat relevan dalam mengkaji komunikasi dan bahwa peneliti harus waspada terhadap nilai pribadinya. Peneliti tidak terlalu mementingkan kontrol dan kemampuan untuk melakukan generalisasi ke banyak orang, melainkan lebih tertarik memberikan penjelasan yang kaya mengenai individu yang diteliti.
F. Kerangka Pemikiran 1. Dinamika pemasaran kopi jenis single origin di Indonesia Indonesia merupakan negara dengan jenis kopi single origin terbanyak di dunia. Ada banyak definisi dan interpretasi tentang konsep kopi single origin. Definisi mainstream dari kopi single origin yang dapat diterima oleh banyak pihak, adalah biji kopi yang dihasilkan oleh sebuah perkebunan besar atau kebun kopi rakyat di wilayah geografis tertentu dengan satu metode proses pasca panen, dan disangrai dengan satu profile untuk dapat mewujudkan keunikan cita-rasa (terroir) dari kopi tersebut.8 Pada hakekatnya, kopi single origin harus dipahami sebagai sebuah semangat untuk mengapresiasi biji kopi. Petani, dalam batasan tertentu adalah seorang artisan, yang menggunakan agroklimat sebuah wilayah (4S - soil, shade, sun, sea-level) sebagai medium untuk menghasilkan karya estetis berupa nuansa karakter cita-rasa kopi. Ide dasar terpenting dari konsep single origin ini adalah keunikan karakter citarasa tersebut. Keberagaman agroklimat, varietas kopi, serta metode pengolahan pasca panen di semua wilayah penanaman kopi di Indonesia melahirkan banyak 7
Richrsard West & Lynn H. Turner. (2009). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi edisi ke-3. New York: McGraw-Hill. Hal. 75. 8 Anonim. Single Origin Coffee. Diakses dari http://coffeekopidesign.com/en/17-single-origincoffee
6
keunikan karakter cita rasa kopi. Dengan menerapkan definisi kopi single origin secara relatif moderat, setidaknya ada sembilan kopi single origin Indonesia yang dikenal di kalangan industri maupun aficionados kopi di dunia, yaitu Lintong, Sidikalang, Gayo, Toraja, Kalosi, Java Estate, Kintamani Bali, Bajawa Flores, dan Wamena Papua.9 Dari beberapa jenis single origin yang ada di Indonesia, ada delapan jenis single origin berkelas premium yang disebut sebagai speciality coffee. Definisi sepciality coffe secara tidak langsung menunjuk kopi spesies arabika berkualitas premium. Istilah kopi spesialti (specialty coffee) pertama kali digunakan oleh Erna Knutsen pada tahun 1978 “Tea and Trade Journal” sederhana. Istilah specialty coffee merujuk pada keunikan rasa dari biji kopi yang diproduksi pada iklim dan wilayah tertentu.10 Di era gelombang pergerakan kopi yang pertama (tahun 1990), industri kopi bertujuan untuk menarik massa sebanyak-banyaknya. Konsep kopi single origin belum dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Industri kopi masih mengedepankan kepraktisan dan kemudahan. Saat itu kopi dalam kemasan sachet sangat digemari dan meguasai pasar. Orang memilih kopi berdasar pada harga yang murah. Pada
gelombang kedua
industri
kopi
mulai
membaik
dengan
mementingkan kualitas, tapi lebih berfokus pada pemasaran. Sedangkan pada gelombang ketiga produksi dan pemasaran tidak lagi dikedepankan, tetapi kopi itu sendiri yang menjelma aktor utama yang menguasai panggung. Di era ini, kopi jenis single origin dipasarkan melalui brand-brand kopi papan atas Indonesia. Sebut saja
Excelso yang merupakan anak perusahaan dari PT
Santos Jaya Abadi.11 Kopi single origin diperkenalkan atas nama brand Excelso, bukan berdasar pada asal daerah kopi seperti yang ada saat ini. Seiring berjalannya waktu, di Indonesia mulai bermunculan orang yang semakin serius dalam menggemari kopi. Pandangan tentang kopi mulai berubah. Orang mengenal konsep mengapresiasi kopi dengan memuliakan 9
Ngabdulloh Akrom. (2014). Mengenal Kopi Spesialti (Specialty Coffee). Diakses dari http://bincangkopi.com/mengenal-specialty-coffee/ 10 Ibid. 11 Diakses dari http://excelsocoffee.com/cafe/excelsology/?nm=About%20Excelso&ver=ind
7
kualitas, keadilan, transparansi dan keberlanjutan.12 Konsep ini berusaha memberi pengalaman pada peminum kopi untuk mengeksplorasi rasa (asli) kopi dengan segenap sensor indrawi serta membangun simbiosis yang akrab antara peminum kopi dan para artisan yang terlibat pada proses penyajian di setiap cangkir kopi. Konsep single origin mulai diperkenalkan dan dikenal secara luas oleh orang Indonesia. Di era ini proses produksi terhadap kopi menjadi lebih transparan. Para konsumen dengan mudah mampu mengetahui dari mana sebuah biji kopi berasal, bagaimana biji tersebut diproses dan kelak dengan apa kopi tersebut disajikan. Asal mula kopi adalah salah satu faktor paling penting di era ini sekaligus menandai bahwa industri kopi telah berubah. Di sini juga mulai banyak bermunculan roaster dan kedai kopi independen yang mengoperasikan bisnisnya secara kecil-kecilanWalaupun mejamurnya kedai kopi tak semeriah “kalangan kopi kemasan sachet”, perlahan tapi pasti mulai menunjukan geliatnya di pasar kopi domestik.13 Istilah single origin dan specialty coffee lambat laun semakin dikenal masyarakat. Kepopuleran kopi jenis single origin di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan teknologi. Berbagai situs yang mengupas dunia perkopian mulai banyak
membahas
tentang
single
origin.
Sebut
saja
cikopi.com,
bincangkopi.com, dan coffeecommunity.web.id. Kedai kopi dan coffee shop pun juga turut memasarkan single origin dengan menggunakan brand yang sama dengan nama kedai tersebut. Sebut saja philo.coffee, ottencoffee.co.id, dan termasuk Klinik Kopi di dalamnya. Di era ini, pemasaran kopi single origin semakin mudah ditemukan, baik secara offline maupun online. Dampaknya, semakin banyak bermunculan home barista. Kelahiran para home barista seolah ingin mendobrak anggapan bahwa kopi nikmat hanya tersedia di coffee shop. Di era ini, kopi jenis single origin tidak hanya ditemukan di kedai kopi
12
Mustika Treisna. (2015, Agustus 6). Sejarah :Firts, Second, and Third Wave Coffee”. Diakses dari https://majalah.ottencoffee.co.id/sejarah-first-second-and-third-wave-coffee/ 13 Toni Wahid. 2013. Quiz: Opini. Diakses dari http://www.cikopi.com/2013/03/quiz-2/
8
atau coffee shop, melainkan telah dikonsumsi secara individu oleh penikmat kopi.
2. Komunikasi pemasaran berbasis edukasi di era new wave marketing a. ruang lingkup komunikasi pemasaran Komunikasi pemasaran seringkali ditempatkan di bawah periklanan dan promosi. Akan tetapi, pada perkembangannya komunikasi pemasaaran muncul sebagai suatu bentuk komunikasi yang lebih kompleks dan berbeda. Banyak ahli yang sepakat bahwa konsep inti komunikasi pemasaran adalah pertukaran (exchange). Komunikasi memegang peranan penting dalam proses pertukaran. Pada tingkat dasar, komunikasi dapat menginformasikan dan membuat konsumen menyadari akan produk yang ditawarkan. Komunikasi dapat membujuk konsumen agar masuk dalam hubungan pertukaran (exchange relationship) pada pemasaran. Harsono Suwardi menyatakan bahwa dasar dari pemasaran adalah komunikasi dan pemasaran bisa akan begitu kuat jika dipadukan dengan komunikasi yang efektif dan efisien.14 Menurut Shimp, pengertian komunikasi pemasaran dapat dipahami dengan menjabarkan masing-masing arti dari elemen kata komunikasi dan pemasaran. Komunikasi adalah proses pemikiran dan pemahaman yang disampaikan antar individu atau antar organisasi dengan individu. Sedangkan pemasaran diartikan sebagai sekumpulan kegiatan dimana perusahaan dan organisasi lainnya mentransfer nilai-niai (pertukaran) antara perusahaan dengan konsumen. Shimp mendefinisikan bahwa “Marketing Communications represents the collection of all elements in a brand’s marketing mix that facilitate exchanges by setablishing shared meaning with the brand’s customer or clients”.15 Artinya, komunikasi pemasaran adalah aktivitas yang menggambarkan gabungan semua elemen dalam bauran 14
Prisgunanto Ilham. (2006). Komunikasi Pemasran, Strategi, dan Taktik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal.7. 15 John Kennedy. E; R Dermawan Soemanagara. (2006). Marketing Communication –Taktik dan Strategi. Jakarta. PT Buana Ilmu Populer. Hal. 5.
9
pemasaran merek yang memfasilitasi pertukaran dengan menyediakan makna serta membaginya pada pelanggan merek tersebut. William G. Nickels dalam bukunya Marketing Communication and Promotion
mendefinisikan
komunikasi
pemasaran
sebagai
proses
pertukaran informasi yang dilakukan secara persuasif sehingga proses pemasaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.16 Kotler dan Keller menyatakan, “Marketing communications are means by which firms attempt to inform, persuade, and remind comsumers – directly or indirectly – about the products and brands they sell”.17 Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa
komunikasi
pemasaran
memiliki
tiga
tujuan,
yaitu
menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual perusahaan. Hal itu sejalan dengan pemikiran Fandy Tjiptono, yang menyatakan bahwa komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, memengaruhi, atau membujuk, dan kemudian mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya, agar bersedia menerima, membeli, dan setia pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan.18 Dalam bahasa Indonesia aktivitas dapat diterjemahkan sebagai kegiatan.19 Dengan memahami makna aktivitas dan komunikasi pemasaran, aktivitas komunikasi pemasaran dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang berusaha untuk menyebarkan informasi, memengaruhi, dan mengingatkan pasar terhadap produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Inti dari komunikasi pemasaran adalah bagaimana perusahaan menciptakan pesan dan menyamapaikannya sehingga dapat diterima dengan baik oleh khalayak. 16
Amir Purba. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Medan: Pustaka Bangsa Press. Hal.126. 17 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller. (2012). Marketing Management 13th ed, New Jersey: Perason Parentice Hall, Inc. Hal. 498. 18 Fandy Tjiptono.( 2002). Strategi Pemasaran. Yokyakarta: Penerbit Andi. Hal. 219. 19 http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-aktivitas/
10
Secara umum saluran yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan adalah bauran komunikasi pemasaran atau disebut juga bauran promosi. Basu Swatha, mengutip pendapat William J. Stanton, mengatakan bahwa bauran promosi atau promotional mix adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling, dan alat promosi lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan program penjualan.20 Menurut Kotler, bauran komunikasi pemasaran terdiri atas lima alat utama, yaitu iklan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan publisitas (public relations and publicity), penjualan personal (personal selling), dan pemasaran langsung (direct marketing).21 Bauran-bauran promosi di atas, mayoritas bersifat vertikal, artinya pendekatan pemasaran menggunakan media massa seperti TV, radio, surat kabar, dan sebagainya. Komunikasi yang terjadi bersifat satu arah atau oneway, sehingga tidak memungkinkan terjadinya interaksi intens antara merk produk dengan konsumen. Di samping itu, komunikasi juga bersifat one-tomany sehingga tidak bisa fokus. Dalam pendekatan ini konsumen menjadi semacam “obyek penderita” yang dijadikan target market oleh pemasar.22 Di era ini, pemasaran masih berada dalam legacy marketing atau pemasaran orde lama. Media massa banyak dimanfaatkan untuk mempromosikan berbagai merek, baik sekedar memberitahukan, memengaruhi sampai membujuk calon konsumen. Awalnya memang pendekatan vertikal ini efektif menarik dan mempengaruhi khalayak. Akan tetapi, apa yang terjadi beberapa tahun terakhir media massa mulai dirasakan kelemahan mendasarnya. Pertama, muncul fenomena media cluttered, yaitu kondisi di mana konsumen sudah overloaded menerima pesan-pesan iklan dari produsen.23 Dengan demikian, efektivitas kemampuan iklan dalam membangun 20
Basu Swastha dan Irawan. (2003). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty. Hal. 37. 21 Opcit. Hal. 498. 22 SB. Handayani dan Ida Martini. “Model Pemasaran di Era New Wave Marketing”. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi. Vol. 36 No. 21. April 2014. Hal. 2. 23 Ibid. Hal. 3.
11
awareness dan memengaruhi khalayak semakin menurun. Media massa dianggap tidak mampu menjangkau konsumen secara tepat karena bersifat massa. Kedua, pendekatan vertikal melalui media massa membutuhkan biaya yang mahal. Di samping tidak efektif, juga membutuhkan biaya mahal, sehingga menimbulkan high budget low impact. Evolusi tersebut berdampak pada lahirnya new wave marketing yang juga memengaruhi dinamika komunikasi pemasaran.
b. komunikasi pemasaran horizontal di era new wave marketing New wave marketing merupakan dekonstruksi terhadap pendekatan komunikasi pemasaran tradisional (legacy marketing) yang bersifat vertikal. Pendekatan vertikal yang dimaksud adalah pendekatan pemasaran yang menggunakan media massa satu arah atau one-way sehingga tidak memungkinkan terjadinya interaksi intens antara merk produk dengan konsumen. Media massa juga bersifat one-to-many sehingga tidak bisa fokus. Menurut Philip Kotler, saat ini dunia pemasaran tengah memasuki new
wave
marketing
dimana
perusahaan-perusahaan
harus
berani
merengkuh hal-hal baru. Pemasaran tradisional atau yang lebih dikenal dengan legacy marketing sudah tidak lagi sesuai dengan lanskap ekonomi dan marketing yang sudah berubah, khususnya perubahan yang mengarah pada horisontalisasi, inklusivitas, dan sosial.24 Di era new wave marketing, tujuan pemasaran perusahaan tidak lagi sekedar menjual produk atau ingin menciptakan loyalitas konsumen. Konsep utama dari perusahaan di era ini adalah nilai-nilai yang digambarkan melalui visi dan misi. Praktek pemasaran didasarkan pada nilai-nilai perusahaan.25 Pemasaran di era new wave marketing hendaknya dapat mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen dan dapat 24
Philip Kotler. (2013). Marekting is Dead. Dalam sebuah wawancara esklusif di Marketeers Radio. Diakses dari www.marketeers.fm. 25 Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya. Marketing 3.0: Values-Driven Marketing. Diunduh dari http://fappes.edu.br/wp-content/uploads/2016/03/Marketing-3-Kotler-e-Kartajaya-FAPPESEduca%C3%A7%C3%A3o-Corporativa.pdf
12
menyentuh logika, hati, dan jiwa. Gagasan ini akan memeperbaiki persepsi khalayak terhadap marketing dan membimbing perusahaan dan pemasar untuk menginkorporasikan visi yang lebih manusiawi dalam memilih tujuan mereka. Terkait dengan komunikasi pemasaran, terdapat perbedaan yang cukup siginifikan pada bauran pemasaran di era legacy marketing dan new wave marketing. Jika sebelumnya dikenal 4P dalam marketing mix, di era ini dikenal dengan 4C dalam corwd combo. Berikut adalah tabel perbedaan diantara keduanya.
Legacy Marketing
New Wave Marketing
(Marketing Mix)
(Crowd Combo)
Product
Co-Creation
Price
Currency
Place
Communal Activation
Promotion
Conversation
Tabel 1.2 Evolusi Marketing Mix menjadi Crowd Combo26 Sumber: CONNECT! Surfing New Wave Marketing
Di era new wave marketing, product berubah menjadi co-creation. Artinya, produk adalah kreasi bersama antara perusahaan dengan konsumennya sehingga produk tersebut memiliki nilai yang lebih baik daripada dengan cara lama. Price berubah menjadi currency. Perbedaan keduanya terletak pada sifatnya. Jika harga biasanya dimaknai secara tetap, currency lebih fleksibel. Unsur ketiga dalam bauran pemasaran adalah place, berubah menjadi communal activation. Aktivitas tersebut merupakan upaya mengaktifkan komunitas melalui pemimpin maupun aktivis komunitas sebagai pihak yang mampu memasarkan produk kepada para anggota komunitas lainnya.
26
Hermawan Kartajaya. (2010). Connect! Surfing New Wave Marketing. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 122.
13
Unsur terakhir adalah promotion, berubah menjadi conversation. Di era ini promosi merupakan upaya menciptakan percakapan, baik antara produsen dengan konsumennya maupun konsumen dengan konsumen lainnya. Berbeda dengan promosi yang sifatnya satu arah (one way) dan atas bawah (vertikal). Perubahan unsur promotion turut mengubah dinamika komunikasi pemasaran. Perubahan kekuatan teknologi “from (one to many) broadcasting to (many to many) networking dapat dilihat dengan sebuah realitas bahwa media baru (teknologi Informasi/internet) tersebut dapat dimanfaatkan pemasar
dalam
mempengaruhi
konsumen,
membangun
komunitas
pelanggan, menciptakan loyalitas, mengembangkan interaksi dan dialog dengan konsumen, melakukan riset untuk mengetahui perilaku konsumen, atau mengembangkan produk baru dengan pendekatan yang bersifat horizontal. Khalayak tidak lagi menjadi objek bombardir iklan dari perusahaan. Sebagaimana pendapat Bob Garfield dan Doug Levy, bahwa relasi perusahaan dengan konsumennya juga tidak lagi atas bawah, tetapi sejajar.27 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, promotion (dalam hal ini adalah komunikasi pemasaran) di era new wave marketing telah berubah menjadi conversation. Konsumen di era ini semakin tidak mau dijadikan obyek pesan-pesan komunikasi pemasaran. Kemunculan web 2.0 tools seperi blog, tags, wikis, facebook, youtobe, twitter, dan sebagainya mendorong orang semakin mudah mencari informasi. Internet yang sudah tergaegrasi menjadi ribuan bahkan jutaan manusia memunculkan potensi keterbukaan informasi. Dalam komunikasi pemasaran horizontal, sebuah produk harus mampu memfasilitasi terjadinya interaksi satu pelanggan dengan pelanggan lainnya atau disebut customer to customer (c2c). Semakin intens interaksi tersebut, semakin kuat basis konsumen yang juga menguatkan sebuah merek. Jadi, 27
SB. Handayani dan Ida Martini. “Model Pemasaran di Era New Wave Marketing”. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi. Vol. 36 No. 21. April 2014. Hal. 2.
14
interaksi yang terjadi di sini tidak hanya konsumen dengan merek, lebih penting adalah interaksi konsumen dengan konsumen. Komunikasi pemasaran horizontal tidak hanya berbicara tentang terhubung secara online, tapi juga offline. Penting untuk diklarifikasi bahwa komunikasi pemasaran dalam new wave marketing, bukanlah internet marketing, digital marketing atau online marketing. Menurut Hermawan Kartajaya, pemahaman komunikasi pemasaran yang bersifat new wave dan bersandar pada praktek pemasaran yang serba ter-connect (terhubung) secara horizontal dapat dijelaskan dalam tiga bagian.28 Bagian pertama adalah mobile connect. Tahap ini akan menjawab pertanyaan “apakah perusahaan dan konsmen sudah terhubung dengan baik, baik online maupun offline?” (Are you well-connected?). Media offline dan online haruslah saling bersinergi dan membantu perusahaan untuk terhubung dengan konsumen. Fokus dalam satu media saja bukanlah hal yang terpenting, namun hubunganlah yang menjadi hal pokok. Komunikasi pemasaran secara online memang bisa menimbulkan excitement dan engagement, tapi komunikasi offline bisa lebih jauh ke intimacy dan enthusiasm.29 Ketika keduanya terhubung dengan baik, akan menjadi suatu connection yang bersifat physical, intellectual, emotional, dan spiritual. Bagian kedua adalah experiental connect. Tahap ini akan menjawab pertanyaan, “seberapa dalam hubungan perusahaan dengan konsumen?” (how deep is your connection?). Untuk bisa mendapatkan kedalaman dalam sebuah hubungan ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu multisensory, emotional dan sharing.30 Hubungan yang terjalin melalui pendekatan yang experiental memiliki tiga aspek, yaitu multisensory atau sense yang melibatkan pancaindra konsumen. Aspek multisensory bisa menghidupkan pancaindra khalayak yang melibatkan sight, sound, semell,
28
Opcit. Hal.225. Ibid. Hal. 226 30 Ibid. Hal. 224. 29
15
taste, and touch. Rangsangan pancaindra tersebut akan menyentuh aspek emosional. Setelah emosional khalayak tersentuh, khalayak dapat merasakan sesuatu yang luar biasa dan secara intelektual mendapatkan sesuatu yang positif. Tidak hanya sekedar merasakan (feel), khalayak juga diajak untuk berpikir (think), dan melakukan tindakan (act). Untuk memperkuat pengalaman konsumen, khalayak dilibatkan agar bisa ikut serta dan lebih aktif ketika menikmati sebuah pengalaman (sharing). Dengan demikian khalayak akan terdorong untuk membagi pengalamannya dengan temanteman, koneksi, dan jaringannya, sehingga dapat menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak lain. Dampaknya akan tercipta hubungan yang kuat (deep connection) antara perusahaan dengan konsumen. Bagian ketiga adalah social connect. Tahapan ini akan menjawab pertanyaan “seberapa kuat hubungan perusahaan dengan konsumen?” (“How strong is your connectivity?”).31 Tahap ini menjadi titik akhir bagi kemampuan pemasar dalam menghubungkan konsumen. Seluruh upaya perusahaan untuk membagun hubungan akan dilihat hasilnya dengan terbangunnya hubungan sosial antara perusahaan dengan konsumen. Keadaan ini tidak terlepas dari bagaimana upaya perusahaan membangun komunikasi yang transparan dan jujur. Dalam tulisan berjudul “Meeting Business Needs by Meeting Social Needs in Small Communities: Why Size Matters” yang dipublikasikan lewat Communispace.com, Julie Wittes Schalk, Michael Jennings dan Manila Austin mengidentifikasi lima karakterisitik dari social connect. Kelima karakteristik tersebut antara lain status & self esteem, expressing identity, giving & getting Help, affiliation & belonging, dan sense of community.32 31
Ibid. Hal 261. Julie W. Schalck., Michael Jennings, and Manila Austin. (2007). Meeting Business Needs by Meeting Social Needs in Small Communities: Why Size Matters. Communispace Corporation. Diunduh dari http://www.communispace.com/uploadedFiles/ResearchInsights/Best_Practices/BestPractices_Wh ySizeMatters.pdf 32
16
Apabila kelima karakteristik tersebut terpenuhi,akan terbentuk social connect yang sempurna. Kelima karakteristik tersebut antara lain: -
Status dan Self-Esteem, bahwa manusia adalah makhluk yang ingin diperhatikan, dimana kebutuhan psikologis manusia, pencapaian, dan penghargaan dari orang lain merupakan kebutuhan tertinggi setelah aktualisasi diri.
-
Expressing Identity (karakter), yaitu keinginan mengekspresikan identitasnya yang unik.
-
Giving and Getting Help, yaitu mencari dan memberikan bantuan kepada orang lain.
-
Affiliation and Belonging, bahwa manusia selalu menginginkan sesuatu yang lebih besar dan tidak pernah puas dengan apa yang telah didapatkan.
-
Sense of Community, yaitu keinginan berkumpul dan menjadi bagian dari sesuatu yang dapat menopangnya melalui kesulitan yang didorong oleh perasaan senasib dan sepenangungan.
c. pemasaran berbasis edukasi Pemasaran berbasis edukasi semakin banyak dipraktekkan untuk mengatasi
kebosanan akan iklan. Keuntungan dari pemasaran berbasis
edukasi adalah khalayak tidak hanya melihat sebagai usaha pemasaran, tetapi secara langsung juga akan merasakan nilai nyata untuk menjadi seorang pembeli yang lebih pintar (smarter buyer). Dalam pemasaran berbasis edukasi, seorang pemasar dapat diposisikan sebagai seorang konsultan yang megedukasi konsumen tentang permasalahan yang sedang dihadapi dan memberinya solusi. Pemasaran berbasis edukasi, secara global lebih dikenal dengan Education-Based Marketing. Menurut David Frey, pemimpin dari Marketing Best Practies Inc, Education-Based Marketing memiliki definisi sebagai, “a powerfull marketing strategy that established trust and credibility using educational messages. It is the direct opposite of
17
traditional marketing, which uses selling-based messages”.33 Dengan kata lain, pemasaran berbasis edukasi merupakan suatu strategi pemasaran yang kuat, yang membangun kepercayaan dan kredibilitas menggunakan pesan edukasi. Menurut Michael Warren, pendiri dari The Pitch Experience, pemasaran berbasis edukasi merupakan sebuah pendekatan dengan memberikan pesan-pesan berisi pengetahuan kepada konsumen untuk membangun
kepercayaan.34
Edukasi
dalam
komunikasi
pemasaran
bertujuan untuk memberikan pesan-pesan edukasi dan menggantikan pesanpesan yang sifatnya menjual atau hardselling. Terdapat berbagai cara dalam menyampaikan pesan edukasi itu sendiri, antara lain melalui blog, media publisitas (artikel dan wawancara), iklan, seminar, workshop, news letter, podcasts, dan website. Menurut Kentucky Business Quarterly, sebuah majalah bisnis online di Lexington, KY, pemasaran berbasis edukasi didefinisikan sebagai, consists of using helpful and informative content to build a relationship and trust with the reader.35 Pesan-pesan yang terkandung dalam pemasaran berbasis edukasi informatif dan bersifat membantu sehingga dapat membangun kepercayaan konsumen. Pemasaran berbasis edukasi berfokus pada kebutuhan dan keinginan konsumen daripada tujuan pemasaran pada umumnya. Dengan berbagi pengetahuan dan keahlian, pemasar tidak hanya sekedar melakukan promosi penjualan. Berdasar pada tulisan dalam Interpid Learning Solutions, komunikasi pemasaran dengan pendekatan edukasi telah lama menjadi prioritas bagi perusahaan-perusahaan terkemuka. Pendekatan tersebut semakin gencar dilakukan saat internet mulai populer. Edukasi yang dimaksud adalah 33
David Frey. (2003). Education-Based Marketing: How to Make Business Come to You . Diakses dari http://www.frugalmarketing.com/dtb/education-based.shtm.l 34 Micahel Warren. (2015). Why Eduaction-Based Marketing is Going to Amplify Your Sales. Diakses dari http://info.thepitchexperience.com/blog/why-education-based-marketing-is-going-toscrew-your-sales 35 KBQ. Education Based Marketing. Diunduh dari http://www.kentuckybusinessquarterlymagazine.com/app/download/8158664/KBQ_EBM.pdf
18
dengan mengembangkan hubungan dengan pelanggan serta berbagi informasi yang berkelanjutan.36 Melalui pendekatan ini, perusahaan berusaha meraih tujuannya. Pesan edukasi yang diberikan tidak hanya berfokus pada informsi produk terkait, melainkan pembelajaran yang fleksibel, interaktif, dan fokus pada kebutuhan konsumen.
Pesan-pesan
tersebut sering dikemas untuk konsumsi melalui Internet atau perangkat mobile untuk memenangkan konsumen yang sibuk yang dibanjiri dengan informasi . Menurut Lending Solution, Inc. pemasaran berbasis edukasi adalah “A means to creating branded content which engages your customer by delivering useful, relevant, and compelling information which they value and associate with your brand. Educational marketing is the connection between your products and the information the customer is seeking to improve their life”.37 Artinya pemasaran berbasis edukasi adalah cara untuk menciptakan kandungan merek yang mengikutsertakan konsumen dengan menyampaikan kegunaan dan informasi yang relevan dan tak terbantahkan tentang nilai dan asosiasi merek. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran berbasis edukasi merupakan sebuah pendekatan pemasaran yang dilakukan melalui pesan-pesan edukasi yang mengadung nilai, informasi, dan pengetahuan. Tujuannya adalah untuk membangun kepercayaan konsumen. Pesan-pesan tersebut membawa visi, misi, dan nilai dari perusahaan yang melibatkan logika, emosi, dan jiwa konsumen yang kemudian mengarah pada human spirit. Komunikasi pemasaran berbasis edukasi menjangkau konsumen pada fase yang lebih awal dalam proses pengambilan keputusan dan membangun sebuah hubungan kepercayaan.
36
Interpid Learning Solutoions. (2010). Educational Marketing: A New Strategy for Building Customer Loyalty. Hal. 2. Diunduh dari https://cdns3.trainingindustry.com/media/3188458/intrepid%20educationalmarketing.pdf 37 The Infirmary Federal Credit Union. (2004). Diakses dari http://www.creditunions.com/articles/educommerce-educational-marketing-sets-new-trend-inmarketing-and-sales/
19
G. Kerangka Konsep Seperti yang telah dikemukakan dalam kerangka pemikiran, bahwa teoriteori yang digunakan dalam penelitian ini dapat membantu penulis untuk mengkaji aktivitas komunikasi pemasaran berbasis edukasi kopi jenis single origin Indonesia. Konsep yang dibangun dibawah ini akan membantu menggambarkan dengan jelas fenomena yang diteliti. Aktivitas komunikasi pemasaran adalah serangkaian kegiatan yang berusaha untuk menyebarkan informasi, memengaruhi, dan mengingatkan pasar terhadap produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Melalui kegiatan komunikasi pemasaran, perusahaan dapat membujuk konsumen agar masuk dalam hubungan pertukaran (exchange relationship) pada kegiatan pemasaran. Inti dari aktivitas komunikasi pemasaran adalah bagaimana perusahaan menciptakan pesan dan menyampaikannya sehingga dapat diterima dengan baik oleh khalayak. Pemasaran berbasis edukasi Menurut Lending Solution, Inc. Educational Marketing adalah “A means to creating branded content which engages your customer by delivering useful, relevant, and compelling information which they value and associate with your brand”.
Artinya, pemasaran berbasis edukasi
adalah cara untuk menciptakan kandungan merek yang mengikutsertakan konsumen dengan menyampaikan kegunaan dan informasi yang relevan dan tak terbantahkan tentang nilai dan asosiasi merek. Merujuk pada definisi di atas, pesan-pesan dalam komunikasi pemasaran berbasis edukasi mengandung informasi, nilai, dan pengetahuan. Dengan memahami aktivitas komunikasi pemasaran dan pemasaran berbasis edukasi, diperoleh pengertian bahwa komunikasi pemasaran dengan pendekatan edukasi tidak lagi mengedapankan penjualan dan pemasaran, melainkan menekankan pada nilai-nilai perusahaan. Hal tersebut sejalan dengan konsep new wave marketing (pemasaran di era baru) yang pendekatannya didasarkan pada nilai-nilai perusahaan. Pendekatan tersebut berusaha untuk mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen dan dapat menyentuh logika, hati, dan jiwa konsumen. Melalui pendekatan edukasi, perusahaan tidak hanya sekedar menjual produk dan bagaimana cara memasarkannya. Konsumen
20
dididik untuk memahami mengapa harus membeli produk dari perusahaan tersebut. Komunikasi pemasaran dalam new wave marketing bersifat horizontal. Artinya, relasi perusahaan dengan konsumennya tidak lagi atas bawah, tetapi sejajar. Menurut Hermawan Kartajaya, komunikasi pemasaran horziontal yang serba terhubung dapat dijelaskan dalam tiga tahapan, yaitu mobile connect yang menjawab “are you well connected?”, experiental connect yang menjawab “how deep is your connetion?”, dan social connect yang menjawab “how strong is your connectivity?”.
Mobile Connect (online dan offline)
Experiental Connect (multisensory, emotional, dan sharing)
Pemasaran Berbasis Edukasi (Nilai, Informasi, Pengetahuan)
Social Connect (status & self esteem,expressing identity, giving and getting help, affiliation and belonging, sense of community) Gambar 1.1 Kerangka konsep penelitian komunikasi pemasaran berbasis edukasi Klinik Kopi
H. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi di atas, Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
21
tergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam wawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut.38 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Pemilihan metode ini didasarkan atas kemampuan metode kasus dalam menjawab pertanyaan penelitian mengapa dan bagaimana.39 Alasan lain dikarenakan metode studi kasus mampu menyelidiki sebuah peristiwa yang sedang berlangsung dalam konteks yang sebenarnya.40 Penelitian dengan metode studi kasus membutuhkan pengamatan yang mendalam dan holistik terhadap obyek penelitian. Studi kasus membutuhkan kelengkapan dalam observasi, rekonstruksi, dan analisis penelitian. Peneliti melakukan observasi yang menyeluruh terhadap implementasi aktivitas komunikasi pemasaran berbasis edukasi kopi jenis single origin Indonesia yang dilakukan Klinik Kopi. Dalam metode studi kasus peneliti tidak dapat mengontrol obyek penelitian dan tidak dapat memanipulasi obyek penelitian. Jenis studi kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus deskriptif. Tipe ini memberikan gambaran yang mendalam atau detail mengenai sebuah kasus. Dalam penelitian sudi kasus deskriptif, peneliti hendaknya memulai dengan sebuah teori deskriptif yang dapat mencapai kedalaman dan ruang lingkup fenomena. Dalam penelitian ini penulis membutuhkan teori tentang edukasi pasar dan komunikasi pemasaran yang akan menuntun peneliti dalam mendeskripsikan aktivitas komunikasi pemasaran berbasis edukasi kopi jenis single origin Indonesia.
2. Metode Pengumpulan Data Creswell mengungkapkan bahwa data studi kasus dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai sumber informasi yang meliputi observasi, wawancara, materi audio-visual, dokumentasi dan laporan. Robert K. Yin dalam Studi Kasus Desain dan Metode menyebutkan bahwa bukti atau data yang diperlukan 38
Kirk dan Miller. (1986). Reliability and Validity in Qualitative Research. USA: Sage Publication, Inc.Hal.9. 39 Robert K. Yin. (1996). Studi Kasus Desain & Metode. Jakrta: PT Raja Grafindo Persada. Hal.1. 40 Ibid. Hal.1.
22
dalam studi kasus berasal dari enam sumber, yaitu dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan, dan perangkat-perangkat fisik. Beberapa sumber yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Wawancara Mendalam Dalam penelitian kualitatif wawancara dan observasi merupakan cara yang utama dalam memperoleh data. Wawancara mendalam atau depth interview memungkinkan peneliti untuk bertanya kepada responden dengan harapan untuk memperoleh informasi mengenai fenomena yang akan diteliti.41 Metode ini penulis gunakan untuk mencari informasi tentang seluk-beluk aktivitas komunikasi pemasaran berbasis edukasi yang telah dilakukan oleh Pepeng Klinik Kopi. Narasumber utama dalam penelitian adalah Firmansyah (Pepeng) yang merupakan pemilik Klinik Kopi dan juga orang yang bertanggungjawab terhadap aktivitas komunikasi pemasaran Klinik Kopi. b. Observasi Partisipan Observasi Partisipan adalah suatu bentuk obesrvasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti. Peranan penulis dalam penelitian ini adalah partisipan serta sebagai pengamat. Penulis mengamati secara cermat sampai pada interaksi sosial, kegiatan-kegiatan dalam Klinik Kopi dan kegiatan lain yang terkait. Selain itu, penulis juga memposisikan diri sebagai observer atau hanya sebagai penonton tanpa ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan manajemen Klinik Kopi. Karena narasumber utama dalam penelitian ini hanya satu orang, observasi mengambil peran yang cukup penting dalam pengumpulan data. Melalui observasi penulis melakukan verifikasi terhadap data yang diperoleh narasumber. Observasi dilakukan dengan mengamati segala 41
West Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba. Hal. 94
23
aktivitas komunikasi pemasaran yang dilakukan Klinik Kopi maupun dari pihak konsumen sebagai khalayak yang diedukasi. c. Dokumentasi Metode pengumpulan data dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang tidak bisa didapatkan dengan metode wawancara maupun observasi. Metode dokumentasi diperoleh berupa foto, gambar, struktur, dan catatan-catatan yang diperoleh dari penelitian. Data yang dihimpun dari dokumentasi diperoleh dari pengamatan langsung
yang dilakukan oleh
penulis. Selain sebagai sumber data, dokumentasi dimanfaatkan sebagai pembuktian, menafsirkan, dan memaknai peristiwa dalam penelitian.42 d. Rekaman Arsip Rekaman arsip seringkali berwujud dalam bentuk komputerisasi, seperti rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender, dan sebagainya. Rekaman-rekaman arsip tersebut dapat digunakan bersama-sama dengan sumber informasi yang lain. Pada beberapa penelitian, rekaman tersebut begitu penting sehingga bisa menjadi objek perolehan kembali dan analisis yang luas. Rekaman arsip yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsip erupa tulisan-tulisan yang telah dibuat oleh Klinik Kopi.Mayoritas tulisan tersebut terarsip dalam media sosial, terutama blog, instagram, dan website Klinik Kopi. Rekaman arsip juga berguna untuk melakukan verifikasi dan uji validitas data.
3. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. a. Reduksi Data
42
Lexy J. Moeloeng. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal.105.
24
Menurut Miles & Huberman, reduksi data adalah proses memilih, fokus, menyederhanakan, dan mentransformasikan data yang muncul dalam tulisan catatan lapangan atau transkripsi.43 Reduksi data terjadi terus menerus sepanjang penelitian. Sebagai hasil pengumpulan data, reduksi data terjadi (menulis, ringkasan, koding, membuat cluster, membuat partisi, dan menulis memo). Pengurangan data/proses yang tidak terpakai berjalnjut selama di lapangan, sampai laporan akhir selesai. Reduksi data bukanlah sesuatu yang terpisah dari analisis, tetapi merupakan tahap bagian dari analisis. Dalam tahap ini data kualitatif dapat dikurangi dan diubah dalam berbagai cara, melalui seleksi, melalui ringkasan atau parafrase, dan sebagainya. b. Display data Menurut Miles & Huberman, display data adalah perakitan, pengorganisasian informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan tindakan.44 Display data dapat membantu untuk memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan sesuatu yang didasarkan pada pemahaman. Dalam penelitian kualitaif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini, Miles dan Huberman (1984) menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian adalah teks yang bersifat naratif.45 c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Langkah terakhir dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
43
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Jakarta: Penerbit Alfabeta Hal.247. 44 Ibid. Hal.247. 45 Ibid. Hal.249.
25
sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Temuan dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau teori. Kesimpulan juga diverifikasi sebagai hasil analisis. Sedangkan verifikasi bisa dilakukan secara singkat dengan perjalanan singkat kembali ke catatan lapangan, atau mungkin secara menyeluruh atau dengan upaya maksimal untuk mereplikasi temuan dalam satu set data. Makna yang muncul dan data harus diuji sehingga masuk akal. Kegiatan analisis data yag terdiri dari pengumpulan data, reduksi, display, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi
dilakukan
secara terus
menerus, untuk
kemudian
didokumentasikan dengan baik sebagai bahan acuan untuk memahami lebih jelas apa yang terjadi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan ketika proses penelitian berlangsung (on-going process) dan berulang-ulang (cyclical) untuk menjawab pertanyaan penelitian dan memperoleh temuan penelitian hingga berakhirnya kegiatan penelitian untuk selanjutnya disusun laporan penelitian.
26