( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net BAB II KERANGKA TEORETIS A. Gambaran Umum Metode Hanifida Metode hanifida adalah formulasi atau modifikasi teknik konvensional dengan teknik Accelerated Learning
George Lozanov yang mengaplikasikan teori dasar
menghafal cepat abad 21 yang mengeksplorasi seluruh potensi otak secara maksimal, yaitu sistem cerita, sistem pengganti, sistem lokasi, sistem angka, dan sistem kalimat. Kelima sistem tersebut saling terkait bahkan tidak ada yang berdiri sendiri, apalagi sistem cerita selalu mendasari semua sistem yang ada. Berbagai literatur menyebutkan, bahwa teknik menghafal cepat tersebut digagas dan dikembangkan untuk pertama kalinya oleh George Lozanov pada tahun 1950-an. Sementara, dari literatur-literatur yang penulis baca menyiratkan bahwa ketika Rasulullah saw. dan para sahabatnya menghafal al-Qur'a@n, sebagain dari teknik tersebut telah diperaktekkan, hanya istilah yang digunakan pada waktu itu, tidak sama dengan istilah yang digagas Lozanov tetapi hakikatnya sama. Yang paling nyata adalah teknik cerita dengan teknik pasak lokasi. Teknik cerita adalah teknik dasar yang mendasari semua teknik yang ada. Teknik lokasi adalah teknik yang paling tua, digunakan sejak kurang lebih 2500 tahun yang lalu. Keduanya sangat lekat dengan sejarah al-Qur'a@n. Karena al-Qur'a@n sendiri mengandung kisah-kisah atau cerita-cerita yang disampaikan dengan bahasa sangat indah, menarik, mudah dipahami, dan dihayati, sehingga orang yang membaca atau mendengar memiliki daya tarik tersendiri bahkan bisa menjadi penenang hati orang yang susah, obat bagi orang yang sakit, petunjuk bagi orang yang bingung serta kehilangan arah, dan seterusnya itulah di antara kemukjizatan al-Qur'a@n di mana para ulama berbeda sudut pandang dalam menilainya. Yang jelas, segala aspek al-Qur'a@n
merupakan mukjizat, baik lafadz, gaya bahasa, keharmonisan ritme, kandungan hukum, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Di antara bukti tentang ketinggian dan kesempurnaan sastra al-Qur'a@n ditunjukkan dalam kisah-kisah seperti upaya pemalsuan terhadap ayat-ayat al-Qur'a@n yang dilakukan oleh Musailamah al Kaz\z\ab yang akhirnya dinyatakan tidak berhasil dan tidak mampu membuat ayat tandingan serupa al-Qur'a@n yang sangat indah, puisi serta sarat makna. Kisah lainnya tentang masuk Islamnya Umar Ibn al Khattab, dimana hatinya tergetar dan jiwanya diselimuti sesuatu yang menyejukkan hati saat mendengar al-Qur'a@n dibaca. Juga kisah al-Walid Ibn al-Mughi>roh, sastrawan nomor satu bangsa Arab yang mendengar Rasulullah saw. membacakan al-Qur'a@n untuknya lalu ia terpesona dan tertarik. Sedang penggunaan teknik lokasi secara tidak langsung telah mereka lakukan, misalnya menulis ayat di batu-batu, pelepah kurma, dan kayu-kayu karena faktor belum adanya buku yang dicetak oleh percetakan. Seiring berjalannya waktu, al-Qur'a@n dicetak sampai sekarang, kemudian ditemukan istilah “al-Qur'a@n pojok”. Artinya “pojok” itu sendiri difungsikan sebagai lokasi untuk mengingat ayat-ayat yang ada di pojok tersebut, sehingga mereka sedikit lebih mudah dan lebih terbantu dengan sistem itu, walau belum dapat menyelesaikan secara maksimal permasalahan yang selama ini dirasakan dan dialami oleh para penghafal al-Qur'a@n. Kenyataan yang ada, para penghafal al-Qur'a@n masih banyak menggunakan teknik tikror (pengulangan), yaitu mengulang-ulang sesering mungkin. Pernyataan ini dikuatkan dengan pendapat beberapa pendidik tahfiz{ yang menuliskan dan menuturkan pengalaman pribadinya, dan frekwensi pengulangannya sebanyak 30-70 kali perhalaman. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan teknik tikror (pengulangan), karena malaikat Jibril ketika mengajarkan al-Qur'a@n kepada Rasulullah saw. juga
menggunakan teknik tersebut. Demikian pula cara Rasulullah saw. mengajar umatnya dan seterusnya secara turun temurun hingga sekarang, kenyataannya-pun banyak yang berhasil walau dengan upaya yang sangat ekstra maksimal. Hanya saja perlu diminilisir agar pengulangannya tidak sesering dan sebanyak sebagaimana dilakukan selama ini. Tetapi, kalau kembali kepada sejarah Rasulullah saw. tentang keberhasilannya menghafal al-Qur’a@n bersama para sahabatnya, tentu tidak dapat meniscayakan faktor-faktor pendukung lainnya. Beberapa faktor pendukung bagi Rasulullah saw. adalah: Pertama, sebagai penerima wahyu dari Allah swt. yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikannya secara sempurna. Kedua, Rasulullah saw. sangat mencintai al-Qur'a@n dibandingkan yang lainnya. Ketiga, Rasulullah saw. sangat khawatir jika melupakan al-Qur'a@n. Keempat, beliau ingin menguatkan hafalan al-Qur'a@n dengan cara menjaga bacaannya. Sedang faktor pendukung bagi para sahabat adalah: Pertama, masyarakat Arab adalah kaum Ummy yang tidak mengenal baca tulis, karena itu salah satu andalan mereka adalah hafalan. Kedua, masyarakat Arab dikenal sangat sederhana dan bersahaja. Hal ini menjadikan mereka mempunyai waktu luang yang cukup untuk mengasah pikiran dan menambah hafalan. Ketiga, masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan, dan sering melakukan lomba-lomba dalam bidang ini. Keempat, Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya, dan sangat mengagumkan, bukan saja bagi orang mukmin tetapi juga bagi orang kafir. Dalam analisa peneliti, faktor pendukung keberhasilan menghafal al-Qur'a@n bagi Rasulullah saw. dan para sahabat selain yang telah disebutkan di atas adalah peran penerapan sistem pasak lokasi. Di mana mereka setiap selesai menghafal, segera ditulis di batu-batu, di kayu, dan di daun-daun, di pelapah kurma, sebagaimana dilakukan oleh para sekretaris wahyu seperti Zaid bin S|abit, Ali bin Abi T{olib, Us|\|man bin Affan, agar tidak mudah lupa. Hafalan mereka menjadi sangat kuat, baik secara lisan maupun tulisan. Benda-benda seperti batu, kayu, dedaunan, pelepah kurma, memiliki kesan
spesifik yang direkam oleh otak dan sebagai pengganti nomor urut. Dalam kajian neurologi, peran dari benda-benda tersebut mendukung keberhasilan menghafal. Keberhasilan menghafal dengan penerapan dua sistem di atas dirasa belum maksimal, karena benda-benda tersebut masih difungsikan sebatas lokasi/tempat penulisan/penyimpanan ayat, belum menjamah pada fungsi pengganti nomor urut ataupun kail terjemah. Sedang metode hanifida yang merupakan modifikasi teknik konvensional dengan teori akselerasi George Lozanov, maka teknik tikror (pengulangan) tetap dilakukan sebagai aktifitas otak kirinya, sedang cerita kata kunci untuk membidik ayat, nomor, dan terjemah, kemudian diwujudkan dalam bentuk gambar agar lebih mudah diingat dan lebih menarik. Dan hal itu adalah cermin aktifitas otak kanan. Apabila peserta didik sudah tertarik, dengan sendirinya mereka akan belajar menghafal al-Qur'a@n tanpa disuruh dan tanpa beban. Menghafal al-Qur'a@n adalah prestasi, karena tidak semua orang dapat melakukannya. Orang yang berprestasi sebagai penghafal adalah umat pilihan. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam surah Fa>t{ir/35: 32. §NèO $uZøOu÷rr& |=»tGÅ3ø9$# tûïÏ%©!$# $uZøxÿsÜô¹$# ô`ÏB $tRÏ$t7Ïã … Terjemahnya: Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami... Dan orang-orang yang hafal al-Qur'a@n seperti Rasulullah saw. para sahabat, dan huffaz{ berarti orang cerdas yang telah mengoptimalkan bagian otak yang selama ini mungkin belum difungsikan secara maksimal, yaitu otak memori yang dikordinir oleh otak mamalia. Termasuk juga dapat dikategorikan sebagai orang-orang yang hebat karena dapat mengaktifkan dan mengondisikan gelombang otak dengan baik sesuai kebutuhan.
Dalam sudut pandang Multiple Intelligences, penulis berpendapat bahwa orang-orang yang menghafal al-Qur'a@n sesungguhnya memiliki banyak kecerdasan, diantaranya: cerdas spritual, cerdas linguistik, cerdas intrapersonal, musikal, dan logis-matematis. Apalagi bagi yang menggunakan metode hanifida, mereka memiliki peluang yang lebih untuk mengasah kecerdasan yang lebih menyeluruh dan lebih sempurna, meliputi sembilan jenis kecerdasan bahkan bisa lebih, sebagaimana ditemukan Gardner yaitu, cerdas: spritual, lingustik, logis-matematis, body-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, musikal, natural, dan eksistensial. Berbagai kecerdasan yang mereka miliki itu antara lain disebabkan kepiawaian mereka dalam menerima, memproses, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi yang diterima. Otak telah bekerja maksimal. Untuk gambaran lebih detail, secara sistematis, penulis uraikan tentang awal mula istilah tentang memori dan tekniknya serta hal-hal terkait, yaitu berawal dari ditemukannya peta pertama otak manusia pada sebuah papyrus Mesir yang diduga dibuat sekitar 2500-3000 SM. tentang teknik memori yang digunakan, belum dapat dilacak sehingga sulit untuk mengatakan dengan tepat kapan dan di mana gagasan terintegrasi tentang memori pertama kali muncul. Namun konsep canggih pertama tentang itu dapat dikatakan milik orang Yunani dan orang Romawi, sekitar 600 tahun sebelum masehi, tepatnya sebelum ilmu pengetahuan mengenal istilah otak (neurofisiologi dan psikologi) yang mengungkapkan kekuatan dan potensi luar biasa dari otak manusia, termasuk memori. Tentang teknik memori atau menghafal yang digunakan orang-orang Yunani dan Romawi waktu itu adalah menggunakan metode asosiasi dengan menggandengkan nama benda-benda atau ide dengan tempat tinggalnya (loci). Mereka mengembangkan sistem memori dasar yang disebut mnemosyne. Waktu itu juru pidato harus bicara tanpa catatan, langsung dari ingatan, maka
digunakan cara mnemonic ini, disebut juga teknik lokasi. Teknik lokasi merupakan sistem ingatan yang paling tua, telah dipraktikkan sejak lebih kurang 2500 tahun yang lalu. Teknik lokasi atau loci digunakan untuk membagi ingatan sebagaimana perpustakaan, sehingga informasi yang disimpan dapat tararsip dengan rapi, teratur, dan berurutan, tanpa ada kekacauan. Selanjutnya, gagasan tentang memori terus berkembang mulai dari Parmenides, Diogenes, Plato, Aristoteles, dan seterusnya sampai pada Galen seorang dokter Yunani yang hidup abad ke 2 setelah masehi, kemudian menemukan 7 dari 12 pasang saraf otak. Ia melukiskannya sebagai sebuah karya anatomi saraf. Setelah itu mulai terungkap penemuan-penemuan lain, seperti pada abad ke 16 Andreas Vesalius yang menulis buku anatomi “De Humani Corporis Fabrica”. Buku yang sangat terkenal itu membahas isi kepala manusia dengan lebih dahulu mengupas kulit kepalanya. Rene Descartes ahli filsafat dan matematika Perancis yang populer pada abad ke 16, dalam Taufiq Pasiak dikenal juga sebagai pelopor filsafat modern, telah menulis buku tentang tubuh manusia. Pemisahannya yang radikal antara tubuh dan jiwa, antara res cogitans dan res ekstensa, memberi pengaruh besar pada perkembangan sains selanjutnya, terutama pada ilmu-ilmu yang berhubungan dengan pikiran manusia. Sejak Descartes, gambaran-gambaran dan ilustrasi-ilustrasi anatomi otak manusia berkembang pesat. Sampai akhirnya pada penemuan lokalisasi otak yang memiliki fungsi berbeda. Di antara penemuan spektakuler otak adalah Hemisferik Asimetris yang ditemukan oleh Sir Roger Walcott Sperry seorang dokter dari Inggris pada tahun 1981, teori ini lebih dikenal dengan istilah otak kanan dan otak kiri. Di mana otak kiri berhubungan dengan hal-hal yang logis, urutan, bahasa, analisa, rutinitas. Sedang otak kanan berkaitan dengan hal-hal seperti imajinasi, kreativitas,
warna, emosi, acak, bentuk atau gambar, dan musik. Untuk menghadapi millennium baru ini, menurut Edward de Bono, corak berpikir dengan dominasi otak kiri sudah tidak cocok lagi. What can be (apa yang mungkin dilakukan) adalah pernyataan yang relevan diajukan untuk masa kini. Cara berpikir analitis atau berpikir linier (khas otak kiri) membuat manusia sulit berkembang dengan baik, bisa menghilangkan kreativitas seseorang karena ia menghadapi sesuai yang sudah ada. Pemikirannya statis tidak menghasilkan sesuatu yang baru, karena tujuan berpikir analitis, vertikal, atau linier, adalah kebenaran. Gaya seperti ini tidak menghasilkan jalan baru bagi otak. Kedua belahan otak tersebut penting dan harus difungsikan secara seimbang. Orang yang memanfaatkan kedua belahan otak tersebut cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupan mereka. Mereka belajar sangat mudah, karena mereka mempunyai pilihan untuk menggunakan bagian otak yang diperlukan dalam setiap pekerjaan yang dihadapi. Ini berarti, jika seseorang termasuk kategori otak kiri dan tidak melakukan upaya tertentu memasukkan beberapa aktifitas otak kanan, dapat menimbulkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan seseorang stress dan buruknya kesehatan mental dan fisik. Ippho Santosa pakar otak kanan, mengistilahkan bahwa dimensi IQ (Intelligence Quotiont) banyak kaitannya dengan otak kiri. Karena sifat-sifatnya yaitu, kognitif, realistis, matematis, eksplisit. Sedangkan EQ (Emosional Quotiont) banyak kaitannya dengan otak kanan di mana sifat-sifatnya: afektif, empati, luwes, implisit. Jadi tingkat IQ atau kecerdasan intelektual atau kecerdasan otak seseorang umumnya tetap, sedangkan EQ (kecerdasan emosi) dapat terus ditingkatkan. Hal ini didukung oleh pendapat seorang pakar EQ, Daniel Goleman yang dikutip oleh Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya Rahasia sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, bahwa kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ, yang umumnya hampir tidak berubah
selama kita hidup. Bila kemampuan murni kognitif relatif tidak berubah, kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja. Tidak peduli orang yang tidak peka, pemalu, pemarah, kikuk, atau sulit bergaul dengan orang lain, dengan motivasi dan usaha yang benar, maka dapat mempelajari dan menguasai kecakapan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia. Dan emosi adalah bahan bakar yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu melakukan penalaran yang tinggi. Emosi menyulut kreatifitas, kolaborasi, inisiatif, dan transformasi. Sedangkan penalaran logis berfungsi mengatasi dorongan-dorongan yang keliru dan menyelaraskan dengan proses, dan teknologi dengan sentuhan manusiawi. Emosi ternyata juga salah satu kekuatan penggerak, hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai dan watak dasar seseorang dalam hidup ini tidak berakar pada IQ tetapi pada kemampuan emosional. Sehingga riset menyimpulkan, bahwa kesuksesan itu memerlukan peranan EQ sekitar 80 persen. Sedangkan IQ sekitar 20 persen. Jadi dominan EQ daripada IQ. Tetapi kalau hanya menggunakan otak kanan, juga memiliki kelemahan-kelemahan, misalnya tidak tepat waktu, mudah bosan, menggampangkan segala urusan, kurang mampu menyusun prioritas, dan kurang hati-hati. Sedangkan otak kiri bersifat logis, sekuensil, linear, dan rasional. Sisi ini sangat teratur. Walaupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa otak kiri berada di ranah: Pertama, logika fisika, matematika, hukum, alam. Kedua, rasional, melacak atau eksperimental, accounting. Ketiga, punctuation, bahasa dan grammar, linguistic. Keempat, menulis dan membaca, dan yang berhubungan dengan auditory. Kelima, hal-hal detail atau sebab akibat. Keenam, kenyataan-kenyataan. Sedangkan otak kanan berada di ranah. Pertama, acak-acak dan tidak teratur seperti manajer
office/lapangan. Kedua, indra dan khayalan seperti harapan dan ide-ide. Ketiga, agama dan expression seperti ahli agama, sales, dan marketing. Keempat, emosi dan kesadaran. Kelima, pola musik dan seni warna. Keenam, spontan. Ketuju, visual dan kreativitas. Pada akhirnya jadilah mereka satu pasangan, dan ini pula yang disarankan oleh pakar-pakar. Di mana mitra terbalik akan menjadi mitra yang terbaik. Saling melengkapi, dan ini pula yang dikenal dengan keseimbangan sejati. Jadi otak kiri cenderung memikirkan. Otak kanan cenderung membayangkan. Ketika membayangkan sesuatu berulang-ulang, maka itu akan masuk ke otak bawah sadar, jadi otak kanan adalah gerbangnya otak di bawah sadar. Karena akal manusia terbagi menjadi dua: akal sadar dan akal di bawah sadar. Akal sadar adalah apa yang dialami sekarang. Dapat membaca dan memahami maksud dari kata-kata. Akal ini sadar ketika kita sadar, dan tidur ketika kita tidur. Sedangkan akal bawah sadar adalah akal yang mengontrol watak, kebiasaan, dan hobi. Ia memiliki kekuatan yang luar biasa, hingga dapat mengubah kehidupan yang berantakan menjadi lebih tertata. Akal ini selalu sadar dan tidak pernah tidur. Oleh karena itu, jika datang suatu ide tertentu atau mendengar sesuatu yang sudah dilakukan uji coba atasnya, maka akal sadar kemungkinan akan membenarkannya. Jika ia membenarkannya, maka pertama kali yang ia lakukan adalah mengirim berita ini ke akal bawah sadar. Setiap hal ini terjadi secara berulang, maka yang ditetapkan di akal bawah sadar semakin kuat. Sehingga, hal itu menjadi kebiasaan yang membentuk watak seseorang. Akal sadar itu seperti nahkoda kapal yang mengemudikan kapal besar (akal bawah sadar). Maka dari itu, akan didapati bahwa kebanyakan orang yang gagal di dalam kehidupan mereka adalah orang-orang yang mau menerima begitu saja pesan negatif yang ditujukan kepada mereka, seperti, "kamu itu bodoh! Kamu tidak mungkin bisa!" kemudian, pesan negatif itu membentuk kehidupan mereka. Sehingga, bisa
mendapati mereka tidak segera melaksanakan pekerjaan atau tugas karena takut gagal, dimana akal bawah sadar telah membenarkan dugaan bahwa kegagalan yang ia takutkan bakal terjadi. Berdasarkan hal tersebut, maka otak bawah sadar itu jauh lebih menentukan daripada otak sadar. Dengan demikian, otak kanan itu memang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sementara, “apa yang mungkin” dilakukan adalah bertanya ciri khas imajinatif otak kanan, akan membawa pada kemungkinan dan banyak kreativitas yang tidak terbatas. Tern yang dipotret Edward de Bono ini slow but sure menjadi tren baru di semua bidang kehidupan. Pemikiran konstruktif dan imajinatif hanya dapat muncul dengan corak berpikir otak kanan. Dalam agama Islam, mengutamakan yang kanan merupakan ajaran mendasar untuk perilaku sehari-hari. Rasulullah saw. menganjurkan umatnya agar selalu memakai/mendahulukan yang kanan bila makan, minum, berjabat tangan, berpakaian, berwudhu dan sebagainya. Sebaliknya, ketika memasuki water close (WC) kaki kiri yang didahulukan. Tentang urusan kanan dan kiri, Al-Qur’an telah banyak memberi perhatian, sebagaimana dalam surah al-Waqi’ah yang menceritakan adanya tiga kelompok/ golongan terpisah-pisah di akhirat nanti. Dua lainnya adalah golongan kanan (as{abu al-maimanah),
yang
dianggap
golongan
mulia,
dan
golongan al-Sabiquna
al-Awwaluna (perintis-perintis awal). Kedua golongan ini termasuk golongan yang bahagia dan beruntung, karena mereka berada di surga kenikmatan dan didekatkan kepada Allah swt. dan golongan kiri (ashabu al-Syimal) adalah golongan sial atau golongan sengsara karena mereka harus masuk neraka. Dan masih banyak lagi amtsilah-amtsilah senada. Kembali ke otak, selain hemisferik asimetris, adalah penemuan tentang lapisan-lapisan otak (otak triune) oleh Paul Maclean yang membagi otak atas tiga
bagian, yaitu reptilia, mamalia, dan neokorteks. Ketika bagian tersebut memiliki fungsi masing-masing yang berjalan sinergis. Di samping itu, penemuan tentang gelombang otak turut berperan dalam kualitas kehidupan seseorang. Otak manusia mentransmisikan kekuatan listrik sehingga dapat mengirim dan menerima informasi dalam beberapa frekuensi yang berbeda. Mereka muncul dengan suatu cara yang spesifik. Mirip dengan sinyal televisi. Adanya muatan listrik dalam kulit otak dikenal sejak tahun 1875. Seorang dokter Inggris Richard Caton mencatat adanya gelombang listrik itu. Pada tahun 1924, Hans Berger seorang ahli saraf dari Jerman, berhasil merekam gelombang itu dalam selembar kertas. Ia menggunakan perlengkapan radio untuk memperkuat impuls otak lebih dari sejuta kali. Inilah cikal bakal dari alat yang dinamakan Electro Ensephalongraph (EEG). Hal itu dikuatkan dengan hasil riset selama bertahun-tahun yang menunjukkan bahwa gelombang otak tidak hanya menunjukkan kondisi pikiran dan tubuh seseorang, tetapi dapat distimulasi untuk mengubah kondisi mental seseorang. Dengan mengkondisikan otak agar memproduksi atau mereduksi jenis gelombang otak tertentu, maka dimungkinkan untuk menghasilkan beragam kondisi mental dan emesional. Termasuk upaya meningkatkan kesuksesan dalam belajar. Dari kajian neurosains inilah teori-teori belajar ditemukan dan dikembangkan. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk dipahami adalah teori mana
yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning, Jhon B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respon), Edward Thorndike (dengan teorinya law of effect), dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning. Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul kritik terhadap behaviorisme. Banyak keterbatasannya behaviorisme dalam menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu itu yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati. Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka. Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian. Dalam perkembangan selanjutnya, arus utama kognitivisme bergeser ke
konstruktivisme. Para kognitivis pun mengikuti dinamika perubahan menuju konstruktivis. Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses dimana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau pada saat itu. Dengan kata lain, belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya dan untuk dirinya sendiri. Dengan demikian, belajar menurut konstruktivisme merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan
dalam
konteks
dunia
nyata.
Dalam
sudut
pandang
lainnya,
konstruktivisme merupakan seperangkat asumsi tentang keadaan alami belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis mempalajari teori metode mengajar dalam pendidikan. Pada tahun 1950-an, lahirlah teori Accelerated Learning yang digagas oleh George Lozanov. Teori belajar cepat ini menekankan hubungan penting antara otak sadar dan otak bawah sadar. Bahwa setiap orang memiliki potensi otak yang sangat besar, yang menunggu untuk digunakan. Bahwa bagian terpenting dalam seluruh pembelajaran adalah pikiran bawah sadar sehingga pendidik yang baik harus dapat meruntuhkan tembok belajar dengan membuat
presentasi yang logis, etis,
menyenangkan, dan bebas tekanan. Berkaitan dengan memori, Lozanov menawarkan teknik menghubungkan/mengaitkan dan cerita disertai dengan imajinasi. Pada tahun 1982, lahirlah teori Quantum Learning oleh Bobbi De Porter yaitu murid dari George Lozanov. De Porter berupaya menyempurnakan teori sang pendidik dan menambah berbagai sudut pandang, sehingga memiliki karakteristik yang berbeda. Pengembangan itu antara lain menghasilkan teknik menghafal sebagai berikut: a. Teknik menghubungkan/mengaitkan: menghubungkan kata dengan cerita konyol agar mudah dihafal. Petunjuk: 1) Menggunakan warna dan deskripsi
indra,
2) Ekspresi, 3) beri tekanan yang bersifat vulgar atau berlebihan, 4)
Libatkan emosi, dan 5) Berani. b. Sistem cantol: bersifat tidak tetap, dapat dibuat bebas sesuai keinginan. Sistem cantol dibuat dengan menggunakan benda yang memiliki kesamaan bunyi, bentuk, atau kesamaan visual lainnya. c. Metode Lokasi/Loci: menggunakan lokasi sebagai patokan urutan. Lokasi yang digunakan akrab (kita kenal dan hafal), berkesan, dan urut. d. Menggunakan akronim: digunakan untuk menghafal kata urut. Menggunakan huruf awal sekelompok kata, diurutkan, dan dibuat cerita yang mudah diingat. Maka kelahiran metode Hanifida yang menganut sistem file komputer ini diilhami oleh George Lozanov dan Bobbi De Porter Kedua tokoh dan teorinya yang dijadikan pijakan dalam menciptakan dan mengembangkan metodenya. Hasil pengembangan teknik menghafal melalui metode hanifida, dalam hal ini ada tiga macam: Pertama, buku ajar. Kedua, media pembelajaran; dan ketiga alat evaluasi pembelajaran al-Qur'a@n. 1. Buku ajar menghafal melalui metode hanifida a. Pengertian Buku ajar metode hanifida adalah sekumpulan materi pembelajaran yang terdiri dari bahan ajar minimal yang harus dipelajari peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar, dalam hal ini adalah seluruh isi juz 30 yang terdiri dari 37 surah. b. Tujuan Buku ajar metode hanifida dibuat dan disusun dengan tujuan mempermudah proses belajar mengajar pendidik pada peserta didik, agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dan bisa belajar sesuai dengan target yang ditetapkan. Selama ini para peserta didik banyak mengalami kesulitan, kejenuhan, dan keputusasaan dalam menghafal al-Qur'a@n, dikarenakan berbagai alasan. Termasuk didalamnya metode
pengulangan tanpa sistem cantol, suasana belajar yang monoton.
c. Karakteristik Buku Ajar Karakteristik buku ajar metode hanifida yang merupakan modifikasi teknik tikror dengan teknik menghafal cepat abad 21 terdiri dari lima macam teknik: 1) Sistem cerita adalah sistem untuk mengingat urutan beberapa benda dalam bentuk cerita dengan merangkaikan benda pertama dengan benda kedua, kemudian benda kedua dengan benda yang ketiga dan seterusnya disertai dengan teknik bayangan sehingga aktivitas otak kiri yang menghafal urutan huruf senergis dengan aktivitas otak kanan yang membayangkan benda-benda tersebut. 2) Sistem pengganti adalah sistem untuk menghafal kata/istilah yang sulit, dibayangkan kemudian digambarkan dengan kata lain yang mirip bunyinya. Contoh: Phytagoras digambarkan menjadi pita kertas, Newton digambarkan Yu Tun. 3) Sistem lokasi/loci adalah sistem yang menggunakan metode asosiasi dengan menggandengkan benda-benda atau ide dengan tempat tinggalnya (loci). Contoh: a) pintu, b) jendela, c) kursi, d) meja, e) almari, dan seterusnya. 4) Sistem angka adalah sistem untuk menghafalkan urutan nomor dengan cara merubah angka menjadi kata. Landasannya berupa gabungan asosiasi visual bentuk nomor, bentuk huruf, dan benda. Contoh: angka 1 dilambangkan dengan huruf T bendanya Teri, angka 01 dilambangkan dengan huruf DT bendanya DoT. Di bawah ini rumusan angka primer dan sekunder: Tabel 2. I: Rumus Angka Primer NO
HURUF
BENDA
0
D
DARAH
1
T
TERI
2
N
NURI
3
M
MIE
4
P
PARI
5
S
SANCA
6
L
LUV
7
J
JARI
8
B
BAYI
9
G
GIR
Tabel 2. II: Rumus-rumus Angka Sekunder 1. DT (DoT)
34. MP (MaP)
67. LJ (LaJur)
2. DN (DoNat)
35. MS (MaS)
68. LB (LaBu)
3. DM (DelMan)
36. ML (MiLo)
69. LG (LoGo)
4. DP (DuPa)
37. MJ (MeJa)
70. JD (JiDat)
5. DS (DaSi)
38. MB (MoBil)
71. JT (JeT)
6. DL (DoLlar)
39. MG (MeGa)
72. JN (JiN)
7. DJ (DJ)
40. PD (PaDi)
73. JM (JaM)
8. DB (DeBu)
41. PT (PiTa)
74. JP (JiP)
9. DG (DaGu)
42. PN (PaNu)
75. JS (JaS)
10. TD (TenDa)
43. PM (PuMa)
76. JL (JaLa)
11. TT (TaTo)
44. PP (PiPa)
77. JJ (JeJak)
12. TN (TaNi)
45. PS (PiSau)
78. JB (JamBu)
13. TM (ToMat)
46. PL (PaLu)
79. JG (JaGo)
14. TP (ToPi)
47. PJ (PanJi)
80. BD (BaDak)
15. TS (TiSu)
48. PB (PerBan)
81. BT (BaTa)
16. TL (TeLur)
49. PG (PaGar)
82. BN (BaN)
17. TJ (TinJu)
50. SD (SenDok)
83. BM (BoM)
18. TB (TeBu)
51. ST (SaTe0
84. BP (BolPoint)
19. TG (ToGa)
52. SN (SaNex)
85. BS (BiS)
20. ND (NoDa)
53. SM (SeMut)
86. BL (BoLa)
21. NT (NoTa)
54. SP (SaPi)
87. BJ (BaJu)
22. NN (NoNa)
55. SS (SuSu)
88. BB (BaBi)
23. NM (NaMa)
56. SL (SaLak)
89. BG (BorGol)
24. NP (NaPi)
57. SJ (SaJen)
90. GD (GaDing)
25. NS (NaSi)
58. SB (SaBuN)
91. GT (GiTar)
26. NL (NiLon)
59. SG (SuGus)
92. GN (GoNi)
27. NJ (NinJa)
60. LD (LiDi)
93. GM (GaMis)
28. NB (NoBel)
61. LT (LinTa)
94. GP (GarPu)
29. NG (NaGa)
62. LN (LuNa)
95. GS (GaS)
30. MD (MaDu)
63. LM (LeM)
96. GL (GuLa)
31. MT (MaTa)
64. LP (LaP)
97. GJ (GaJah)
32. MN (MoNas)
65. LS (LaS)
98. GB (GaBah)
33. MM (MaMa)
66. L L ( L e L e )
99. GG (GiGi)
5) Sistem kalimat adalah sistem cerita dan lokasi lanjutan, untuk mengingat kalimat dengan cara membuat cerita imajinasi dari inti-inti suatu kalimat. Contoh: Gabah jangan sampai terkena kulitnya, Bayi…nah gatal kan? Itu bukti yang nyata kalau bayi gatal, medeni kan? *Sebagaimana kisah ahli kitab dan orang musyrik yang terpecah setelah kedatangan nabi Muhammad saw. mereka sebagian beriman sebagian lagi tidak. Cerita satu paragraf tersebut merupakan
gabungan dari inti-inti kalimat: Gabah adalah simbol untuk nomor urut 98, Bayi…nah adalah gambaran dari nama surah al-Bayyinah, bukti yang nyata adalah arti dari al-bayyinah, kalau bayi, adalah angka primer pengganti angka 8, yang menunjukkan jumlah ayatnya, kata medeni kan adalah tempat turunnya di Madinah, setelah tanda bintang untuk kandungan inti surah. d. Fungsi Buku Ajar Fungsi dari buku ajar metode hanifida ini adalah sebagai pedoman bagi pendidik dan peserta didik serta langkah-langkah praktis yang harus dilakukan agar dapat berhasil dengan maksimal, baik dari segi proses maupun hasil. Buku ajar ini bisa dipakai untuk segala usia. Ciri lain buku ajar ini adalah membutuhkan bimbingan pendidik di awal pembelajaran. Hal ini semata-mata karena teknik ini belum membudaya. Sesudah itu, menjadi lebih mudah dari yang dibayangkan. Bahkan sering kali memancing kreativitas yang tak terbatas dari peserta didik yang belajar bila sesuai langkah-langkah yang ditentukan. Apabila selama ini dalam proses menghafal al-Qur’a@n buku panduannya hanya kitab al-Qur’a@n, sekarang didukung oleh buku ajar yang dilengkapi cerita sebagai kata kunci untuk membidik ayat, nomor, dan terjemah. Proses belajarnya melibatkan imajinasi dan ekspresi. Kitab al-Qur’a@n sudah sempurna, bahasa yang digunakan sangat indah dan sangat menyentuh hati, isinya sarat pesan, fungsinya sebagai petunjuk, sebagai pedoman, sebagai obat. Allah swt. juga telah menjamin kemudahan untuk mempelajarinya, sebagaimana Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Qamar/54:17. ôs)s9ur
$tR÷£o
tb#uäöà)ø9$#
Ìø.Ïe%#Ï9 ö@ygsù `ÏB 9Ï.£B (17) Terjemahnya: Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka
adakah orang yang mengambil pelajaran. Namun, keterbatasan manusia didukung oleh berbagai faktor seperti kemalasan, mudah menyerah, mudah putus asa, berpikir secara tekstual, membuat mereka merasa terbebani ketika belajar menghafal al-Qur’a@n. Fakta tentang belum adanya buku ajar teknik menghafal al-Qur’a@n dilengkapi dengan cerita kata kunci, diperkuat fakta lain bahwa selama ini buku ajar pelajaran secara fisik penampilannya kurang menarik, tidak bergambar dan tidak berwarna, terlihat kaku dan terancam ditinggalkan tidak dipedulikan. Karena itu, perlu kiranya segera terwujud buku ajar yang menarik, sarat pesan bergambar dan berwarna. Karakteristik tersebut ada pada buku ajar metode hanifida, yang khususnya buku visualisasi dibuat bergambar, gambar full colour, dilengkapi cerita yang dikemas menarik, lucu, dan mengesankan. Dengan hal tersebut diharapkan otak dapat merespon dengan baik. Apabila otak telah merespon berarti tujuan pembelajaran akan mudah dicapai, karena buku ajar dihadirkan diantara tujuannya adalah untuk mempermudah proses pembelajaran antara pendidik dan peserta didik. Buku ajar metode hanifida sengaja diberi cerita kata kunci, adalah untuk mempermudah membidik tiga unsur yaitu ayat, nomor, dan terjemahnya. Dalam kajian neurosains menghafal nomor urut, ayat, nomor dan terjemah adalah kerja otak kiri. Otak kiri sifatnya Short Trem Memory (STM) dengan daya kerja pendek yaitu sekitar enam jam. Artinya, apabila seseorang belajar menghafal dengan hanya memaksimalkan fungsi otak kiri, maka yang akan terjadi adalah sulit hafal dan akan cepat lupa dengan apa yang telah dihafalkan, kecuali direview secara terus menerus setiap 6 jam sekali. Sementara menghafal al-Qur’a@n dengan bantuan sistem cantol atau cerita lucu, yang merupakan kombinasi kata untuk mengingat ayat, nomor, dan terjemah diharapkan dapat membantu meminimalisir kesulitan yang ada. Karena cerita diorganisir oleh otak kanan, daya kerjanya 1600-3000 kali otak kiri. Selain itu, cerita adalah hasil kreativitas,
kreativitas diorganisir oleh otak kanan. Sehingga ada dua kekuatan bahkan lebih yang belum dimaksimalkan. Tentang teknik penulisan cerita kata kunci telah diatur agar tidak campur dengan teks dan terjemah al-Qur’a@n yang asli. Dalam hal ini Musta’in Syafi’i memberi masukan dan arahan sebagai berikut: Dalam buku ajar tersebut, teks ayat ditulis tersendiri sebagai upaya purifikasi atas Kalam Suci dan terjemahan disendirikan mendampingi. Lalu ada antara metode, seperti rumus Teri, PaDi. DoT, DoNat, dan seterusnya. Semua itu sekedar cara yang sama sekali tidak apa-apa dan tidak berefek hukum apa-apa. Orang bijak tidak akan memasalahkan yang tak apa-apa menjadi hal yang apa-apa. Justru cara mempermudah kebajikan adalah kebajikan. Senada dengan itu, Roem Rowi mengatakan: Cerita di atas terjemah ayat tersebut hanyalah kode dan rumus tertentu yang berfungsi sebagai salah satu jurus untuk menguatkan daya ingat, bukan pemaknaan dan bahkan nyaris tidak berkaitan dengan kandungan ayat. Maksud dari dua pakar ahli bidang Ulumul Qur’an tersebut adalah bahwa adanya cerita kata kunci tidak mengurangi sedikitpun esensi yang ada. Tidak menambah atau mengurangi bahkan merubah sama sekali teks ayat dan terjemah aslinya, karena cerita ditempatkan di luar kolom ayat dan terjemah. Cerita kata kunci sangat berperan terhadap kelancaran menghafal al-Qur’a@n. Sehingga ketika seseorang lupa dengan ayat, nomor, atau terjemahnya, cukup hanya mengingat cerita kata kunci saja. Sebaliknya apabila lupa terhadap cerita kata kunci maka seringkali akan lupa terhadap ayat, nomor, dan terjemah.
2. Media Pembelajaran Metode Hanifida a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah ( )ةليسوatau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Association for Education and Communication Technology (AECT) mendefinisikan media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan National Edication Association (NEA) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan pembelajaran. Media dapat pula mempengaruhi efektivitas program instruksional. Lebih lanjut media sering diidentikkan dengan alat atau bahan sebagai “ pengantar” atau “perantara” dalam menyampaikan sesuatu kepada suatu objek yang dituju. Hamidjojo dalam Azhar Arsyad memberi batasan, bahwa media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat
yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju. Heinich mengemukakan, “apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pembelajaran baik melalui televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang memproyeksikan, atau bahan-bahan cetak sejenisnya, media itu disebut media pembelajaran. Dengan demikian, media pembelajaran dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan atau membawa pesan atau isi pelajaran, atau sumber pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan peserta didik, sehingga peserta didik terdorong untuk belajar. Penerima pesan dalam kegiatan pembelajaran adalah peserta didik, sedangkan pembawa
pesan adalah pendidik.
Menurut Udin S. Winatapura, media pembelajaran adalah, “Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran, sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran dan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk teknologi perangkat kerasnya. Dari uraian pengertian di atas, dihubungkan dengan pengertian media pembelajaran metode hanifida adalah segala alat pengajaran yang digunakan untuk membantu pendidik menyampaikan materi al-Qur’a@n kepada peserta didik dalam proses
pembelajaran sehingga
memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran
al-Qur’a@n sebagaimana telah dirumuskan. b. Fungsi dan Jenis Media dalam Pembelajaran Pada hakikatnya proses pembelajaran adalah proses komunikasi. Sedangkan kegiatan pembelajaran di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana pendidik dan peserta didik bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian. Dalam komunikasi sering timbul dan terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efesien, antara lain disebabkan oleh adanya kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan peserta didik atau kurang minat atau kegairahan, dan sebagainya. Salah satu usaha untuk mengatasi keadaan demikian ialah kreativitas pendidik dalam mengelola dan menggunakan media pembelajaran secara terintegrasi pada setiap proses pembelajaran, karena fungsi media dalam kegiatan tersebut disamping sebagai penyaji stimulus informasi, sikap, dan nilai, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkah-langkah kemajuan serta untuk memberikan umpan balik. Oemar Hamalik mengemukakan, bahwa peranan media dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh
psikologis terhadap peserta didik. Media pembelajaran juga memiliki fungsi ganda dalam mengelola pembelajaran, sebab disamping berfungsi sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif, juga berfungsi untuk mempercepat proses pembelajaran dan membantu peserta didik dalam menangkap pengertian yang diberikan pendidik, bukan semata-mata alat hiburan tetapi bersifat integral dengan tujuan dan isi pelajaran dimana peserta didik termotivasi untuk belajar. Karena cara belajar peserta didik aktif menghendaki media pengajaran yang bervariasi (multi media). Dengan media yang bermacam-macam, memungkinkan pencapaian tujuan instruksional secara maksimal. selain hal tersebut, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami keterlibatan mental secara maksimal. Kempt dan Daton dalam Azhar Arsyad mengatakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok kecil, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya yaitu; 1) memotivasi minat atau tindakan, 2) menyajikan informasi dan 3) memberi intruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat atau merangsang pendengar untuk bertindak dan turut memikul tanggung jawab, melayani secara suka rela, atau memberikan sumbangan material. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok peserta didik. Isi dan penyajiannya biasa bersifat umum atau berbentuk hiburan. Sedangkan media berfungsi untuk tujuan intruksi yaitu dimana informasi yang terdapat di dalam media itu harus melibatkan peserta didik baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktifitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Nana Sudjana, dan Riva’i mengemukakan manfaat media dalam proses pembelajaran peserta didik, yaitu :
1) Dengan menggunakan media pembelajaran, akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta didik dan memungkingkan baginya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran. 3) Dengan menggunakan media pembelajaran, dengan sendirinya metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh pendidik sehingga peserta didik tidak bosan dan pendidik tidak kehabisan tenaga terutama bagi pendidik yang mengajar pada setiap jam pelajaran. 4) Dengan bantuan media pembelajaran, peserta didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian pendidik, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Jika melirik sejenak tentang efektivitas penggunaan media dalam pembelajaran ternyata mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut : (1) Media pembelajaran dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki peserta didik. (2) Media pembelajaran dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi di dalam ruangan kelas. (3) Media pembelajaran memungkingkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungan. (4) Media pembelajaran dapat menyatakan keseragaman pengamatan. (5) Media pembelajaran dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit, dan realistis. (6) Media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru. (7)
Media pembelajaran dapat membangkitkan motivasi dan merangsang peserta
didik untuk belajar. (8) Media pembelajaran dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang kongkrit sampai kepada yang abstrak. Selanjutnya secara metodologis media pembelajaran berfungsi untuk : (1) Membantu memperjelas pokok bahasan yang disampaikan. (2) Membantu pendidik memimpin diskusi. (3) Membantu meringankan peranan pendidik sebagai penyampai informasi. (4) Membantu merangsang peserta didik berdialog dengan dirinya sendiri (internal dialog). (5) Membantu dan mendorong peserta didik untuk aktif belajar. (6) Memudahkan pendidik mengatasi ruang, tempat, dan waktu. (7) Memberi pengalaman nyata kepada peserta didik (8) Memberikan perangsang dan pengalaman yang sama kepada seluruh peserta didik. Adapun jenis-jenis media pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik, karena kemajuan teknologi masuk di dunia pendidikan maka menurut Anderson, sebagaimana yang dikutip oleh Maharuddin Pangewa menge-lompokkan media menjadi sepuluh golongan seperti tabel berikut: Tabel 2. III: Pengelompokan Media No
Golongan Media
Contoh dalam Pembelajaran
. 1
Audio
Kaset audio, siaran radio, CD, Telepon
2
Cetak
Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
3
Audio Cetak
Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
4
Proyeksi visual Diam
Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis Overhead Transparancy, film bingkai (slide)
Film bingkai (slide) bersuara 5
Visual Audiovisual Diam
Film bisu
6
Visual gerak
Film gerak bersuara, video, televisi
7
Audiovisual gerak
Benda nyata, model, specimen
8
Obyek fisik
Pendidik, pustakawan, laboran
9
Manusia dan Lingkungan
CAI (Pembelajaran berbantuan computer)
10
Komputer
CBI (Pembelajaran berbasis computer)
Klasifikasi media yang dikemukakan oleh Anderson di atas, pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu: media cetak, media eloktronik, dan media obyek nyata atau realita. Di dalam metode hanifida alat peraga sebagai media pembelajarannya adalah sebagai berikut: Pertama, gambar diam, berupa Vinil rumus angka primer dan sekunder dan Slide power point. Kedua, benda-benda hidup, simulasi, maupun model berupa kartu. Karena secara implisit Mel Silbermen dalam Hisyam Zaini menunjukkan bahwa belajar lebih bermakna dan bermanfaat apabila peserta didik menggunakan semua alat indra, mulai dari telinga, mata, sekaligus berpikir mengolah informasi dan ditambah dengan mengerjakan sesuatu, sehingga ada ungkapan dalam active learning credo mengatakan bahwa apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat sedikit. Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan saya kerjakan, saya peroleh pengetahuan dan keterampilan. Hal tersebut senada dengan apa yang dipraktekkan dalam metode hanifida, sehingga pembelajaran dapat dicerna dengan mudah dan menyenangkan. 3. Alat Evaluasi Metode Hanifida a. Pengertian evaluasi pembelajaran Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
b. Fungsi evaluasi pembelajaran Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Atau suatu proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana pencapaian tujuan pem-belajaran. c. Prosedur evaluasi pembelajaran Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi, dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan aturan-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran dan evaluasi. Kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi. Dalam pembelajaran metode hanifida evaluasi hasil diperoleh melalui tes lisan dan tulisan Karena diterapkan dalam pembelajaran Al-Qur’an-Hadis, jadi harus ada tes tulisan walaupun kompotensi hasil hafalan yang dilafadzkan secara lisan. d. Tujuan evaluasi pembelajaran Tujuan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. e. Manfaat evaluasi pembelajaran Manfaat dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran ada beberapa hal, diantaranya yang paling penting adalah: 1) memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah ber-langsung/dilaksanakan pendidik, 2) membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran, dan
3)
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas keluaran. B. Pengertian dan Eksistensi 1. Pengertian Metode Hanifida Kata metode dalam bahasa Inggris disebut method, yang berarti cara, proses, metode, sistem, susunan, sistematika. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metode dapat diartikan sebagai: a. Cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. b. Cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan hanifida adalah suatu penggabungan dari dua nama, yaitu Hanif dan Ida yang suami istri. Nama metode ini merupakan pemberian KH Mustofa Bisri (Gus Mus), pada tanggal 13-06-2007 penemu metode datang ke kediaman KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) Rembang, Jawa Tengah untuk menyampaikan hasil temuannya dan memohon do’a restu. Dua hari setelah pertemuan di kediaman beliau, tepatnya tanggal 15 Juni 2007, beliau mengirim SMS kepada penemu untuk mengusulkan temuan teknik ini dengan nama METODE HANIFIDA, berikut isi SMS “Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Saya usul penemuan anda berdua harap dipatenkan dengan nama Metode HANIFIDA, bagaimana?”. Atas usul beliau ini, dilaporkan kepada guru yang menjadi pentashih dan pemberi pengantar teknik ini, yaitu KH. Musta’an Syafi’i dan beliau menjawab “Barokallah” diambil dan dipakai untuk temuan ini. Mengembangkan metodenya, dalam perjalanan
awal tahun 2006, penemu
metode hanifida mulai mengembangkan teknik-teknik dasar menghafal yang aflikatif, karena semua teknik dikembangkan Bobbi DePorter hanya berupa rumus dan kiat-kiat menghafal, secara real, penerapan dalam pelajaran belum ada bentuknya sehingga
mereka meramu sendiri, yaitu untuk menghafal al-Asma’ al-Husna (Januari 2006), menghafal
al-Qur’an
juz
30
(Agustus
2006),
bahkan
untuk
menghafal
pelajaran-pelajaran baik umum maupun agama seperti Alfiyyah Ibn Malik, Amrithy, Amtsilaty, dan sebagainya. Metode
menghafal
ini
memfungsikan
kedua
belahan
otak,
dengan
keseimbangan otak kanan dan kiri. Sebagaimana yang dibahas secara panjang lebar pada gambaran umum metode hanifida. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa metode hanifida adalah suatu cara yang digunakan untuk menghafal lebih cepat dan menyenangkan. Dan tidak merubah sedikitpun dari metode yang digunakan selama ini. Dan tidak hanya ditekankan kecepatannya tapi juga dapat dihafal dengan artinya. 2. Eksistensi Metode Hanifida Pembahasan di atas dijelaskan bahwa kelahiran metode Hanifida yang menganut sistem file komputer ini diilhami oleh George Lozanov, seorang pendidik legendaris Bulgaria, yang menemukan teori pembelajaran dengan sebutan “The Accelerated Learning”, sebuah teori belajar yang membantu peserta didik belajar lebih cepat dan lebih banyak.
Teori ini kemudian menginspirasi Bobbi de Porter untuk
mengembangkannya lebih lanjut hingga lahirlah magnum opusnya, yaitu “Quantum Learning”. Quantum Learning merupakan metode belajar yang membantu peserta didik agar mampu membaca cepat, mencatat kreatif dan menghafal cepat. Kedua teori inilah yang dijadikan pijakan oleh kedua ayah bunda dari tiga anak tersebut dalam menciptakan dan mengembangkan metodenya. Metode Hanifida merupakan terobosan metodologis di tengah maraknya tawaran strategi, metode, serta model pembelajaran. Metode ini dirasa sangat relevan untuk membantu siapapun tanpa batasan usia yang ingin menguasai materi-materi agama yang menuntut hafalan. Karena itulah apresiasi datang dari berbagai pihak baik
institusional maupun personal. Kementerian agama melalui Dirjen Bimas Islam menyambut
baik
kehadiran
metode
yang
kini
telah
mendapatkan
hak
patennya.(Rekomendasi Terlampir). Tokoh besar seperti KH. Musthafa Bisri, sebahagian cendekiawan muslim yang ikut merespons secara antusias serta memberikan dukungan atas kehadiran metode ini. Namun setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu pula metode Hanifida yang lahir pada Januari 2006 ini tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Kekurangan terutama dirasakan oleh peserta didik yang tidak akrab dengan beberapa istilah lokal (sebut Jawa) yang dipakai dalam cerita. Peserta didik kerap bertanya apa arti istilah tersebut. Asosiasi yang ada dalam cerita yang menggunakan istilah yang kurang dikenal malah akan mempersulit peserta didik. Namun kesulitan tersebut dapat diantisipasi dengan memperagakan dan menerangkan maksud dari istilah-istilah dan simbol-simbol yang dipakai. C. Keunikan Metode Hanifida Selama ini banyak orang mengalami kesulitan di dalam belajar khususnya menghafal, baik menghafal pelajaran ataupun menghafal al-Qur’a@n. Teknik yang dipakai antara yang satu orang dengan yang lainnya, hampir sama yaitu teknik tikror (pengulangan). Dalam Taufiq Pasiak mengatakan bahwa sejak tahun 1990 hingga sekarang, yang disebut oleh George Bush, mantan presiden Amerika Serikat sebagai “Brain Era” yaitu Era Otak. Dimana para dokter mendapat anugerah nobel karena berhasil menguak sedikit misteri otak. Walau sedikit, tetapi sudah dapat merubah dan mewarnai pola pikir, paradigma, keyakinan yang direfleksikan dalam tingkah laku menuju arah yang lebih baik, utamanya dalam pembelajaran. Sehingga banyak literatur yang memuat hasil-hasil penelitian tentang otak manusia yang sangat dahsyat potensinya, antara lain
tentang memori dan jurus-jurus supernya. Dikatakan bahwa agar seseorang berhasil dengan baik dalam mengingat, seseorang harus melakukan beberapa hal, diantaranya dengan melibatkan: imajinasi, asosiasi, cerita/ bahasa, ekspresi, gambar, dan warna. 1. Imajinasi, Visualisasi, dan Asosiasi Adanya pernyataan tentang pentingnya melibatkan imajinasi atau visualisasi dalam proses pembelajaran adalah karena visualisasi/bayangan/imajinasi dan kreativitas dikordinir oleh otak kanan. Otak kanan bersifat long term memory, sehingga belajar dengan melibatkan visualisasi/imajinasi akan sangat direspon oleh otak dan akan disimpan di memori jangka panjang. Apabila informasi tersimpan di memori jangka panjang, seseorang akan terus mudah ingat dan sulit lupa, apalagi disertai aksi dan cerita yang mengesankan. Jadi, agar berhasil dalam mengingat, seseorang harus mengembangkan imajinasi disertai asosiasi yang jelas dan kuat. Imajinasi adalah kemampuan untuk melihat, mendengar, dan merasakan berbagai hal dalam benak pikiran. Karena belajar harus melibatkan beberapa panca indera, dan panca indera adalah merupakan antena bagi pikiran. Dengan menggunakan panca indera, akan menerima data untuk diproses dan jika tepat, disimpan sebagai ingatan (memori). Dalam menghafal khususnya al-Qur’a@n dengan menggunakan tiga indera, yaitu indera pendengaran, penglihatan, dan indera peraba (hafalan tulisan), maka akan sulit untuk lupa. Sedang asosiasi adalah kemampuan untuk mengambil satu objek yang dikenal dan menghubungkannya dengan sesuatu yang sedang diupayakan untuk mengingatnya. Kedahsyatan imajinasi atau visualisasi tergantung seberapa kreatif seseorang yang melakukannya. Semakin kreatif semakin dahsyat imajinasinya, visual dan asosiasinya, maka akan semakin kuat hafalannya. Hal ini telah dibuktikan oleh banyak tokoh dunia seperti: Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, Bill Gates. Dalam suatu penelitian yang dikembangkan oleh Win Wenger melalui metode
mengalirkan bayangan, kepada para mahapeserta didik fisika di Southwest State University di Marshall, Minnesota, hasilnya menunjukkan adanya peningkatan intelligent quation (IQ). Di dalam metode hanifida yang merupakan modifikasi teknik konvensional dengan teori accelerated learning, telah mengaplikasikan teori-teori di atas dan menghasilkan hafalan yang lebih baik secara kualitas dan kuantitas. 2. Cerita/Bahasa dan Ekspresi Cerita adalah hasil kepiawaian lisan, sedang ekspresi adalah hasil kepiawaian tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya. Keduanya adalah penting bagi manusia, terutama sebagai alat komunikasi dan ekspresi. Cerita dan ekspresi adalah dua hal yang sama-sama dikordinir oleh otak kanan. Membuat cerita yang indah, menarik, lucu, dan bermakna agar mudah diterima dan dimengerti oleh orang yang mendengarnya, dibutuhkan kecerdasan dan kepiawaian untuk mengatur bahasanya. Demikian pula ekspresi yang dilakukan sebagai manifestasi apa yang tersirat dari cerita yang disampaikan, dibutuhkan kecermatan, keterampilan, kecekatan, dan kreativitas yang tinggi. Misalnya untuk mengingat Sultan Alisyahbana merupakan pengarang buku yang terkenal yaitu "Layar Terkembang". Bisa dikenalkan dengan metode cara menyuruh mereka untuk membayangkan sebuah kapal perahu yang sedang terapung di tengah lautan. Kapal tersebut dihiasi dengan layarnya yang terkembang dan bergoyang ke sana kemari karena terhempas angin yang kencang. Di layarnya terdapat tulisan STA yang dihiasi dengan berbagai hiasan kembang-kembang kecil yang sangat indah. Dan di dalam perahu itu terdapat seorang pemuda yang gagah berani seorang bangsawan yang bergelar sultan yang sedang menangisi nasibnya. Sambil meneteskan air mata dan dengan wajah yang sedih ia berkata mungkin ini semua yang sedang saya alami sudah merupakan takdir dari Tuhan yang harus saya terima dan jalankan. Ini tentu membutuhkan imajinasi yang kuat dan tidak semua peserta didik
mampu melakukannya. Akan tetapi model ini ternyata jauh lebih efektif dilakukan untuk tetap mempertahankan ingatan peserta didik dalam mengingat. Dan memang rata-rata kebanyakan peserta didik lebih menyukai metode yang seperti ini dibandingkan langsung fokus pada inti pembahasan. Ketika seseorang menghafal dengan bahasa yang indah, cerita yang menarik disertai dengan gerakan atau ekspresi yang sesuai dengan maksud ayat, maka akan disimpan di dalam memori. Apabila informasi sudah tersimpan di dalam memori, maka akan mudah ingat terhadap apa yang telah dihafal. Apabila bila ceritanya lucu dan sangat mengesankan, akan disimpan lama di dalam memori dan sulit dilupakan. Sebagai contoh untuk membangkan antara tiga spanduk iklan, spanduk pertama hanya mengandung kata-kata saja, spanduk kedua hanya mengandung gambar saja sedangkan spanduk ketiga mencakup kata-kata dan gambar, maka yang lebih kuat pengaruhnya adalah spanduk ketiga. Rahasia kekuatan spanduk ketiga muncul dari kata-kata. Dan mungkin para pengamat yang memperhatikan metode perusahaan dalam promosi dan periklanan akan terus berusaha untuk mengikat konsumen dengan kata-kata tertentu agar mengingat dan memperhatikannya. Inilah dasar ilmiah mengapa harus dengan cerita kata kunci dan ekspresi di dalam menghafal al-Qur’a@n. Allah swt. telah menjelaskan hal tersebut di dalam al-Qur’a@n, bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk al-Bayan Allah berfirman dalam Q.S. Ar-Rahman/55:4. çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# Terjemahnya: Mengajarnya pandai berbicara. Abdullah Yusuf Ali, menafsirkan kata itu dengan berbicara jelas, mudah dicerna, mampu menyatakan isi hati dan pikiran. Menurutnya, Allah memberikan kemampuan bayan ini kepada manusia. Di samping wahyu di dalam hatinya, ia juga dibantu dengan alam dan wahyu melalui para Nabi dan Rasulullah saw.
Dikaitkan dengan menghafal Al-Qur’an dengan sistem cerita kata kunci sebenarnya sangat mendukung untuk dapat dilakukan secara maksimal. Karena pada dasarnya manusia dianugrahi fitrah berbahasa. Dengan membiasakan menghafal al-Qur’a@n dengan menggunakan cerita kata kunci akan meniscayakan tumbuh kembangnya sebuah kecerdasan yang mungkin selama ini belum terasah dan belum terlihat. Ini berarti cerita kata kunci di dalam menghafal al-Qur’a@n sangat berperan terhadap kualitas dan kuantitas hafalan, karena akan membantu memudahkan dalam menghafal yang pada gilirannya dapat melahirkan potensi yang luar biasa yang belum pernah diperhitungkan sebelumnya, seperti lebih percaya diri, termotivasi untuk menghafal, dan merasa tidak tertekan. Selanjutnya tentang tangan yang dimanifestasikan dalam bentuk gerakan. Bahwa gerak adalah ciri kehidupan. Seluruh tubuh manusia dalam tingkat dan kekuatan yang berbeda-beda bergerak terus sepanjang hari. Gerakan merupakan hasil kerja yang sangat kompleks antara otak dan otot. Fu’a>d bin Abdul ‘Aziz Asy-Syalhub mengatakan bahwa manfaat gerak tubuh adalah, pertama; menambahkan kejelasan dan menguatkan perkataan, Kedua; Menarik perhatian dan memperkuat pemahaman, ketiga; simple (ringkas). Gerakan atau ekspresi yang dilakukan merupakan proses panjang dan kompleks yang bermula dari sensing dan berakhir pada execution. Sepanjang proses itu bagian-bagian otak terlibat secara aktif. Terdapat dua puluh fakta ilmiah pengaruh latihan fisik terhadap otak. Sepuluh di antaranya sebagai berikut: a. Memperbaiki kecepatan recall informasi. Sekalipun belum jelas apakah latihan aerobic berefek pada kualitas fungsi mental atau jumlah materi yang di- recall. b. Membantu melepaskan endorphin; zat pembawa informasi-informasi yang berperan dalam menciptakan keadaan rileks bagi tubuh, tetapi tetap dalam keadaan sadar.
c. Penelitian pada 1900 orang ditemukan bahwa mereka melakukan latihan aerobic secara minimal atau tidak sama sekali lebih mudah mengalami depresi (Riset National Institut of Mental Health). d. Latihan aerobic dapat meningkatkan jumlah neutropin (zat yang dapat merangsang pertumbuhan sel saraf) Carl Cotman, Institute for Brain Aging dan Dementia, University of California). e. Terdapat kaitan antara cerebellum dan memori, persepsi spasial, bahasa, perhatian, emosi, dan jejak verbal. f. Latihan
aerobic,
terutama
dengan
kombinasi-kombinasi
gerakan,
dapat
meningkatkan kognisi melalui peranan cortex cingulatus anterior. g. Latihan aerobic memicu pelepasan BDNF (Brain Derived Neutrophic Factor). Zat ini dapat
meningkatkan
kognisi melalui penguatan
kemampuan
neuron
berkomunikasi, mempercepat perkembangan Long Term Potentiation/LTP dan pembentukan memori (University of California, Irvine). h. Latihan aerobic dapat meningkatkan memori jangka panjang (Long Trem Memory). i. Pelatihan di Kanada menunjukkan bahwa orang-orang yang aktif melakukan latihan fisik berisiko lebih rendah dalam kerusakan kognitif, penyakit Alzheimer dan penyakit Parkison. Studi ini juga mendapatkan bahwa latihan fisik dapat mencegah otak dari serangan stroke. j. Penelitian pada kelompok perempuan tua menunjukkan bahwa mereka yang meningkatkan aktivitas fisiknya dengan berjalan akan memiliki penurunan kognitif lebih sedikit pada 6-8 tahun ke depan. Demikianlah berbagai fakta ilmiah yang menunjukkan bahwa gerakan atau ekspresi sangat berpengaruh terhadap kinerja otak. Di saat terjadi gerakan atau ekspresi, otak langsung merespon dan bagian otak bekerja sesuai dengan maksud gerakan tersebut.
Sementara, selama ini teknik menghafal Al-Qur’an konvensional, cerita dan ekspresi hampir tidak pernah dilakukan. Karena itu sehingga sulit hafal dan mudah lupa. Sedang teknik menghafal melalui metode hanifida yang menggunakan cerita kata kunci dan ekspresi. Apabila lupa ayat atau nomor dan terjemahnya, cukup diingatkan kata kuncinya saja, seringkali akan langsung teringat dengan apa yang dilupakannya, atau cukup diingatkan dengan ekspresi ayat dimaksud, spontan akan dapat menjawab informasi yang hilang atau dilupakan tadi. Keberhasilan teknik ini juga didukung dengan gaya belajar atau modalitas peserta didik yang digunakan. Bagi anak visual, mereka akan cepat paham dan mengerti apabila pembelajarannya menggunakan peraga, grafik, gambar. Karena itu perangkat metode hanifida, baik buku ajarnya maupun media pembelajarannya dibuat bergambar dan berwarna. Bagi anak auditorial, yang belajarnya dengan mendengarkan cerita, maka mereka akan cepat paham dengan adanya cerita kata kunci. Demikian pula bagi peserta didik haptik atau kinestetik, yang belajar dengan bekerja, bergerak, dan menyentuh, mereka dapat merespon hafalan dengan baik dan lancar bila di dalam menghafal disertai dengan gerakan atau ekspresi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Spesifik Diagnostic Studies, menunjukkan bahwa 29% terdiri dari pelajar visual, 34% pelajar auditorial, dan 37% pelajar kenestetik. Artinya sebagian besar pelajar menggunakan gaya belajar kinestetik, dimana belajarnya dengan melakukan gerakan, bekerja, dan menyentuh. Dengan adanya ekspresi dalam pembelajaran, berarti memberikan pelayanan bagi mereka yang selama ini belum terlayani secara maksimal. Kemudian gaya belajar terbanyak kedua adalah pelajar auditorial, dan yang ketiga adalah visual. Persentase antara ketiga gaya belajar sebenarnya hanya terpaut tipis (29%, 34%, dan 37%) bisa dikatakan hampir sama. Karena itu seyogyanya ketiga gaya belajar harus diakomodir sehingga terlayani semua. Tidak terkecuali di dalam menghafal al-Qur’a@n melalui metode hanifida dirancang,
dibuat, dan disusun untuk melayani semua jenis modalitas atau gaya belajar. Diharapkan ada peningkatan dalam kualitas dan kuantitas hafalan. Karena apabila seseorang belajar sesuai dengan gaya belajarnya, maka dia akan menemukan nikmatnya belajar. 3. Gambar dan Warna Penemuan Sperry mengilhami Betty Edward untuk memulai sebuah model pendidikan dengan optimalisasi dua belahan otak manusia. Salah satunya, seperti dilaporkan dalam proyek Athena di MIT (Massachusset Institute of Technology), masa kini adalah masa yang mengantar tulisan manusia dari huruf ke gambar. Dengan computer, kebudayaan manusia akan beralih ke kebudayaan gambar. Dan itu berarti pula terjadi perubahan besar-besaran dalam cara berpikir, cara belajar, dan termasuk model pendidikan. Mengutip Eng-Hock Chia, gagasan yang baik bukan menulis, melainkan digambar! “Gambarlah gagasan anda” katanya. Menanggapi pernyataan tersebut, penulis berpendapat tidaklah harus beralih kebudayaan tulisan kepada kebudayaan gambar, hanya saja kebudayaan gambar harus dioptimalkan sehingga antara otak kiri dan otak kanan sama-sama maksimal. Saat ini, media gambar mulai banyak digunakan dalam pembelajaran. Walau dalam menghafal masih menggunakan kitab al-Qur’a@n sebagai kitab panduan satu-satunya. Belum adanya buku ajar penunjang yang bergambar dan berwarna. Padahal para peserta didik dan pendidik senang menggunakan buku bergambar dan berwarna, selain itu adalah kebutuhan otak. Sebenarnya Al-Qur’an penuh dengan visualisasi. Menurut pelacakan penulis melalui “al-Mu’jam al Mufahros li Alfazil Qur’an” ternyata al-Qur’a@n mengulang kurang lebih 583 kali yang memberi sinyal makna visualisasi, terdiri dari kalimat yang musytak (berakar) dari kata ( رصبbashoro), ( ىأرra’a), dan ( رظنnadhoro). Menghafal memerlukan bayangan seperti gambar, karena gambar dapat
mengoptimalkan otak dengan tiga cara: (a) merangsang ketangkasan;
(b)
mengembangkan imajinasi dan kreativitas; dan (c) melatih kemampuan membedakan warna. Karena itu, buku ajar dan media pembelajaran melalui metode hanifida dibuat bergambar dan berwarna. Khususnya buku visualisasi al-Qur’a@n juz 30, baik cerita kata kunci maupun gambarnya.
4. Musik Musik adalah keteraturan bunyi dan suara, keteraturan nada dan irama, keserasian ritme dan intonasi. Musik adalah gabungan syair,nada, ritme, irama, dan intonasi yang menghasilkan suara yang indah dan dapat dinikmati oleh semua otak manusia, dan musik menenangkan pikiran dan tubuh. Penelitian baru membuktikan apa yang sudah lama diduga orang-orang tua: musik dapat membuat anak-anak lebih tenang, dan karena itu, lebih cerdas. Minat terhadap musik sebagai stimulan otak berasal dari pengamatan pada bayi-bayi prematur yang berkembang lebih baik ketika diperdengarkan kepadanya musik klasik. Penelitian di sekolah telah menunjukkan bahwa perhatian dan prestasi peserta didik meningkat ketika mendengarkan musik klasik sebagai musik latar belakang. Para ilmuwan musik berteori bahwa musik mengorganisasikan pola-pola neuron di seluruh otak, terutama pola-pola yang berkaitan dengan pemikiran kreatif. Para dokter berteori bahwa musik mempunyai efek menenangkan dan merangsang keluarnya hormon endorfin. Siegel dalam Munif Chatib seorang peneliti dan ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat mengaktifkan holistic brain (duet otak kiri dan kanan) dan dapat berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak (belahan otak kanan), walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer sebelah kiri (belahan otak kiri) karena adanya cross over dari kanan dan kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak. Berbicara tentang musik, tidak terlepas dari pendapat yang setuju maupun yang tidak setuju, ada yang senang ada yang tidak, ada yang menerima ada yang menolak walau tanpa alasan yang jelas. Tetapi hasil-hasil penelitian para ahli musik juga kenyataan (praktek) yang ada di lapangan menunjukkan bahwa musik besar sekali peran dan pengaruhnya dalam kehidupan, dan al-Qur’a@n telah memberikan
sinyal-sinyal yang jelas apabila mampu menangkapnya. Al-Qur’a@n adalah bacaan (al-Maqru) sesuatu yang dibaca, ia dibaca dengan lisan, hati, dan pikiran, ia terdiri dari susunan huruf-huruf yang menjadi kata, kata-kata yang disusun menjadi kalimat-kalimat yang mengandung makna al-Qur’a@n, ia tersusun sebagai hudan, furqan, dan syifa, al-Qur’a@n bukanlah ciptaan manusia, ia adalah kalam suci karena ia adalah Firman Allah yang memiliki kesucian, keagungan, dan keindahan. Al-Qur’a@n bukanlah karya sastra, tapi ia lebih dari sastra, tak satupun kata, kalimat, bahkan huruf yang tidak bermakna. Jadi sesungguhnya al-Qur’a@n itu penuh dengan musik. Hal ini nampak gaya, ritme, maupun intonasi bahkan isi yang terkandung. Misalnya tentang gaya bahasa yang digunakan al-Qur’a@n sangat rapi, sopan, berirama dan seirama. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara menghafal melalui metode hanifida adalah melibatkan imajinasi, visualisasi, dan asosiasi, dan juga disertai dengan cerita/bahasa dan ekspresi, gambar dan warna. Di dalam pembelajaran metode hanifida terkadang disertai dengan musik agar pembelajaran lebih menyenangkan. Dan dapat mengantar berpikir visual, memecahkan soal, bahasa dan kreativitas. D. Metode-metode Penghafal Al-Qur’an Berbagai metode dalam menghafal al-Qur’a@n telah banyak dikenal bahkan dipraktekkan oleh para penghafal, diantaranya adalah; metode Talaqqi, metode Kitabah, dan metode Tafhim. Berikut uraiannya:
1. Metode Talaqqi a. Pengertian Metode talaqqi adalah menghafal al-Qur’a@n dengan cara berhadapan langsung dengan pendidik. Al-Zarkashi memformulasikan dengan ungkapan “seorang yang ber-talaqqi harus berhadapan dengan pendidik, begitupun rekan yang lain, mereka secara bergiliran berhadapan satu persatu membaca di hadapan pendidik”. Metode talaqqi adalah metode yang diajarkan Jibril kepada Muhammad saw. dalam menyampaikan Al-Qur’an, ini terlihat ketika wahyu pertama turun Q.S. al-Alaq/96:1-5. Metode talaqqi disebut juga mus{afahah, yaitu pengajaran al-Qur’a@n secara lisan. Bentuknya adalah pendidik membaca ayat yang dihafal kemudian peserta didik membaca seperti bacaan pendidik, sehingga kekeliruan dan kesalahan hampir tidak terjadi. b. Bentuk-bentuk metode talaqqi 1) Metode Tasmi‘ yang artinya memperdengarkan al-Qur’a@n untuk dihafal atau didengar peserta didik. Metode ini biasanya dilakukan dengan cara pendidik membaca al-Qur’a@n dengan hafalan atau melihat mushaf, kemudian peserta didik mendengarkan bacaan tersebut di kelas atau majelis, bias juga mendengar bacaan teman yang menghafal al-Qur’a@n. 2) Metode ‘Arad atau Qira>’ah yang artinya menyampaikan. Metode ini seorang peserta didik membaca di hadapan pendidik, baik dengan hafalan ataupun dengan mushaf, sedangkan pendidik membenarkan atau mengecek bacaan tersebut sesuai hafalannya atau sumber yang benar. Dalam tradisi pesantren, istilah ini lebih dikenal dengan setoran hafalan al-Qur’a@n.
2. Metode Kita>bah a. Pengertian Metode Kita>bah adalah metode yang menggunakan tulisan sebagai sarana untuk menghafal al-Qur’a@n. Metode kita>bah bersumber dari Al-Qur’an. Ada beberapa alas an pentingnya metode ini, Pertama, Al-Qur’an menunjukkan dirinya al-kitab yaitu yang ditulis. Ini menunjukkan bahwa tulisan merupakan salah satu wujud Allah menjaga otentisitas Al-Qur’an di samping juga hafalan. Kedua, banyak sekali ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis berbicara pentingnya tulisan. b. Cara-cara Metode Kita>bah 1) Penghafal menulis dahulu ayat-ayat yang akan dihafal pada kertas, kemudian ayat-ayat tersebut dibaca sampai lancer dan benar, setelah itu dihafalkan dengan teliti sampai hafal lima kali kemudian dicocokkan kembali dengan tulisannya. 2) Menulis setiap ayat yang telah dihafal, misal telah hafal maka ditulis, dan seterusnya atau dengan patokan baris. 3) Ayat yang akan dihafal dibaca terlebih dahulu berkali-kali kemudian dihafalkan sedikit-sedikit sampai lima baris atau secukupnya, setelah hafal ayat tersebut ditulis dalam buku untuk memantapkan hafalannya, untuk menguatkan hafalan penulisan dapat dilakukan berkali-kali. Jika dilakukan dalam pembelajaran, maka dapat diberikan kepada pendidik untuk dibenarkan, dan diberikan cacatan. 4) Metode Kita>bah dapat menggunakan papan tulis atau white board. Caranya ayat yang akan dihafal ditulis dahulu di papan tulis, kemudian pendidik membaca ayat-ayat tersebut perlahan-lahan sambil memotongnya jika panjang. Setelah dibaca, peserta didik mengikuti bacaan pendidik sambil melihat tulisan
itu. Setelah berulangkali dibaca, ayat tersebut dihapus sedikit demi sedikit, begitu seterusnya sehingga peserta didik hafal dengan sendirinya. 3. Metode Tafhim a. Pengertian Metode Tafhim dapat diartikan dengan menghafal al-Qur’a@n dengan bersandar pada memahami ayat-ayat yang akan dihafal, yang dimaksud memahami di sini yaitu; memahami kandungan ayat secara partikel potongan ayat-ayat yang akan dihafal, atau memahami satu surah secara utuh dan ayat-ayatnya yang saling berhubungan, buka memahami secara terperinci seperti menafsirkan al-Qur’a@n. b. Cara-cara metode Tafhim Metode tafhim dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan oleh penghafal sendiri dan dibimbing pendidik. Jika dilakukan oleh penghafal, maka dia terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dasar-dasar bahasa Arab, seperti nahwu dan saraf. Selain itu ia mampu membaca al-Qur’a@n dengan baik dan menguasai dasar-dasar ilmu tajwid, pengetahuan tentang ‘ulum al-Qur’an. Demikian ketiga metode yang telah dipraktekkan secara turun-temurun selama ini, mulai dari masa Rasulullah saw. sampai sekarang. Sudah menjadi sunnatullah, bahwa setiap metode tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Para penghafal diharapkan bersifat selektif di dalam memilih dan memilah, bahka mengadopsi metode-metode yang ada, tetapi akan lebih lebih bijaksana apabila bisa meramu berbagai metode yang ada, dengan mengambil masing-masing sisi kebaikannya, karena pada dasarnya setiap metode tidak ada yang berdiri sendiri antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Di samping itu harus juga memperhatikan faktor lain yang dapat membantu kegiatan hafal, adapun faktor yang dapat membantu seseorang untuk menghafal al-Qur’a@n. Di antaranya adalah:
1. Mengikhlaskan niat semata-mata karena Allah swt. Niat adalah sumber diterima dan suksesnya perbuatan, Rasulullah saw. menegaskan bahwa “sesungguhnya diterimanya amal, tergantung niatnya”. Orang ikhlas adalah orang yang dipilih Allah swt. untuk dibersihkan hatinya dari kotoran-kotoran, karena Dia tidak akan menerima suatu amalan pun, kecuali sesuatu yang dikerjakan dengan ikhlas karena mengharap ridha-Nya. 2. Membaca dan menghafal al-Qur’a@n dengan tartil dan suara bagus. Hal ini menolong untuk terus-menerus mengikat atau mengukuhkan ayat dalam memori. Jadi menghafal Al-Qur’an harus disertai bacaan tartil. Dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa tartil yaitu: “membaca dengan jelas, tidak cepat, berhenti jika terdapat keagungannya, menyentuh hati dan tidak cenderung pada pikiran lain”. 3. Menguasai terjemah dan pemahaman komprehensif atas ayat yang dihafal Dalam menambah kesempurnaan hafalan, seorang harus menguasai terjemah dan pemahamannya secara komprehensif, yaitu pemahaman secara umum ayat-ayat yang dihafal, tidak mendetail atau menguasai secara rinci seperti menafsirkan al-Qur’a@n. Pemahaman yang dimaksud yaitu dia dapat membayangkan makna ayat-ayat yang dihafalkan, khususnya ayat-ayat yang rumit atau susah. Hal ini dapat mengokohkannya di dalam ingatan, serta, mencegah cepat lupa terhadap ayat. 4. Melazimi ketaatan dan menjauhi kemaksiatan Tunaikanlah segala bentuk amalan fardhu pada waktunya yang telah ditetapkan, serta menjauhkan diri dari segala maksiat yang dimurkai Allah. Apabila terjerumus ke dalam kemaksiatan, segeralah bertaubat kepada Allah, karena Al-Qur’an tidak akan pernah dikaruniakan kepada para pelaku maksiat. Sebagaimana kisah Imam Syafi’I yang mengadu pada pendidiknya, Waki’ mengenai kesulitannya dalam menghafal. Maka pendidiknya pun memberitahukan bahwa meninggalkan kemaksiatan merupakan unsur terpenting dalam menghafal. Adapun ucapan yang dikutip oleh Amjad Qasim
mengenai kejadian yang ia alami adalah sebagai berikut: “Aku mengaduh kepada Waki’ tentang buruknya hafalanku maka ia menasehatiku agar aku meninggalkan maksiat, ia bertutur bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat”. 5. Mengulangi hafalan secara terprogram dan terencana Muraja‘ah al-Qur’a@n adalah suatu kewajiban bagi ahli al-Qur’a@n, karena hafalan yang sudah diraih, belum tentu terpelihara terus sampai dewasa. Bahkan sebagaimana sabda Rasulullah saw. dia sangat cepat hilang lebih dari seekor unta yang diikat dalam ikatannya. Karena itu, untuk menjaga hafalan, harus memiliki target yang terprogram. Para salafu al-Salih banyak yang menghatamkan al-Qur’a@n dalam tujuh hari, ada juga tiga hari, bahkan ‘Utsman bin ‘Affan, Tamim al-Dari, Sa’id bin Jubair, menghatamkan al-Qur’a@n dalam satu hari ketika mereka salat di depan Ka’bah.
6. Mendengarkan bacaan kaset-kaset al-Qur’a@n Mendengarkan Al-Qur’an adalah sesuatu yang sangat penting, karena hal itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap hafalan, sehingga membekas dalam tempo yang lama. Metode mendengarkan al-Qur’a@n ini bukanlah metode baru maupun inovatif, akan tetapi ia adalah metode Nabi Muhammad saw. Tidur ada hubungannya dengan mendengar, sebagaimana ilmuwan mengadakan penelitian terhadap sekumpulan orang tidur, dia menscan otak mereka dengan perangkat MRI (Magnetic Resonance Imaging). Ilmuwan tersebut menemukan fakta bahwa otak manusia itu tetap bekerja aktif ketika mereka sedang tidur. Bahkan pada waktu itulah otak sedang mengokohkan dan melekatkan berbagai informasi yang dipelajarinya pada waktu siang. Oleh karena itu para ilmuwan melakukan inovasi metode baru dalam menghafal, yaitu menghafal di saat tidur. Jadi mendengarkan al-Qur’a@n secara terus menerus akan memberikan manfaat yang sangat banyak. 7. Menguasai ayat-ayat mutasyabihat Ayat-ayat musyabihat adalah ayat-ayat yang serupa tetapi tidak sama, maksudnya pada awal ayatnya sama dan mengenai peristiwa atau kisah yang sama, tetapi pada pertengahan atau akhir ayatnya berbeda, atau sebaliknya pada awalnya tidak sama tetapi pada pertengahannya atau akhir ayatnya sama. Hal ini dilakukan dengan mengikat antara sebagian ayat dengan ayat lainnya, sekaligus membuat tanda-tanda tertentu untuk ayat-ayat yang sulit dihafal atau sering terlupa. Inilah yang akan menjadikan ahli dan mahir tentang al-Qur’a@n. Faktor tersebut digunakan untuk membantu menghafal, jika hal itu dipadukan dengan metode hanifida, maka pembelajaran al-Qur’a@n khususnya menghafal dapat terealisasi pembelajaran yang inspiratif, menyenangkan, dan menantang dan dapat memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.
E. Metode Hanifida dalam Pembelajaran Al-Qur’an-Hadis Metode Hanifida merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan diiringi dengan kegembiraan. Metode hanifida berperan dalam penciptaan menghafal yang menyenangkan. Karena metode hanifida dimodefikasi dari sebuah teori konstruktivisme, yang dilengkapi dengan cerita kata kunci dan viasualisasi bergambar dan berwarna, disertai dengan ekspresi. Dalam pembelajaran menghafal melalui metode hanifida, peserta didik mengkonstruksi sendiri bayangan/ viasualisasinya dan membangun kreativitas dalam berekspresi untuk menguatkan hafalan terjemahnya. Penerapan metode hanifida dalam pembelajaran Al-Qur'an-Hadis, merupakan upaya memberikan alternatif bagi proses pembelajaran yang berorientasi standar proses pendidikan. Pada Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Sesuai dengan isi peraturan pemerintah tersebut maka ada sejumlah prinsip khusus dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya pembelajaran Al-Qur’an-Hadis
yaitu
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
dan
memotivasi. Prinsip interaktif mengandung makna bahwa pembelajaran buka hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik, akan tetapi pembelajaran dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar. Inspiratif, artinya proses pembelajaran memungkinkan peserta didik untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah
dalam pembelajaran bukan harga mati, akan tetapi merupakan hipotesis yang meransang peserta didik untuk mau mencoba dan mengujinya. Menyenangkan,
proses
pembelajaran
adalah
proses
yang
dapat
mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Seluruh potensi itu hanya dapat berkembang ketika peserta didik terbebas dari rasa takut dan menegankan. Karena seorang anak yang sering merasa ketakutan, terancam, dan mempunyai pengalaman menakutkan, bagian otak reptilnya cenderung lebih banyak berperan. Seperti halnya hewan yang cenderung dalam keadaan siaga; menyerang, bertahan, atau lari. Sedangkan otak limbic dan korteksnya menjadi kurang berfungsi, sehingga bagian otak korteksnya menjadi tidak berkembang optimal. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan. Menantang. Proses pembelajaran adalah proses yang menantang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni meransang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara meransang peserta didik untuk berpikir (learning how to learn) dan melakukan (learning how to do). Motivasi. Motivasi adalah keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi tidak muncul begitu saja, tetapi harus dibangkitkan atau dibangun. Sebagai motivator, pendidik memiliki tanggung jawab membangun motivasi peserta didik untuk belajar. Metode hanifida dalam pembelajaran Al-Qur’an-Hadis hanya dapat digunakan pada materi yang mengandung hafalan khususnya pada surah-surah pendek, tetapi tidak menutup kemungkinan pada meteri yang lain dapat diterapkan. Untuk lebih memahami bagaimana aplikasi metode hanifida dalam pembelajaran Al-Qur’an-Hadis, di bawah ini disajikan contoh penerapannya. Misalkan ketika pendidik akan membelajarkan peserta didik tentang
membaca/menghafal surah pendek pilihan, kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan peserta didik untuk dapat memahami isi kandungan QS. Al-Bayyinah dan al-Kafirun tentang toleransi. Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapa indikator hasil belajar: 1. Peserta didik dapat menghafal Q.S. Al-Bayyinah dan al-Kafirun bersama nomor dan terjemahnya, baik dari depan (maju) maupun mundur dari belakang ke depan. 2. Peserta didik dapat memilah ayat dalam Q.S. Al-Bayyinah dan al-Kafirun yang berkaitan dengan toleransi. 3. Peserta didik dapat menjelaskan isi kandungan Q.S. Al-Bayyinah dan al-Kafirun tentang toleransi. Untuk mencapai tujuan kompetensi di atas, tahap-tahap pembelajaran metode hanifida adalah: Pertama, menata ruangan yang apik dan menarik dengan cara menata tempat duduk secara nyaman. Kedua, melakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1. Kegiatan Pendahuluan\ a. Apersepsi (Zona Alfa) Salam pembuka/Musik/Menyanyi/Cerita Lucu/Ice Breaking/Brain gym. b. Pendidik memotivasi peserta didik mengenai pentingnya memahami Q.S. al-Bayyinah dan al-Kafirun melalui AMBAK (Apa Manfaat Bagiku). c. Pendidik memutar bacsound musik instrumental yang lembut sebagai iringan dalam menyampaikan pelajaran. 2. Kegiatan Inti a. Pendidik memberikan penjelasan mengenai rumus angka, primer dan sekunder. b. Pendidik menjelaskan simbol yang digunakan dalam Q.S. al-Bayyinah dan al-Kafirun. Melalui metode hanifida peserta didik diajak melihat gambar untuk
mengingat asosiasi gambar kemudian peserta membaca cerita secara vokal untuk mengingat asosiasi cerita, dan memperagakan gerakan yang sesuai dengan cerita atau terjemah ayat untuk mengingat asosiasi gerakan. c. Pendidik membimbing peserta didik secara klasikal menghafal dengan menggunakan metode hanifida. Kemudian pendidik mengelompokkan peserta didik dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dan menugaskan peserta didik untuk mereview hasil hafalannya melalui metode hanifida. d. Peserta didik mengulangi ayat dan artinya serta cerita asosiasinya.
3. Kegiatan Penutup a. Pendidik memberi tugas menghafal secara acak dari depan maupun mundur dari belakang ke depan. b. Mengadakan resitasi atau tanya jawab untuk mengetahui sejauh mana daya hafal peserta didik terhadap materi yang disampaikan. c. Pendidik bersama peserta didik melakukan refleksi mengenai kegiatan belajar. Dari pembelajaran di atas, peserta didik akan bangkit minatnya, terlibat secara penuh, terciptanya makna, paham atau menguasai materi, dan muncul nilai yang membahagiakan. Peserta didik akan bangkit minatnya, karena mereka mengetahui AMBAK dari mempelajari materi tersebut, sehingga muncul gairah untuk belajar. Ketika gairah belajar ini tumbuh dalam diri peserta didik maka mereka akan melibatkan diri secara aktif dalam pembelajaran, sehingga tercipta makna pada diri mereka, dan pada akhirnya mereka akan menguasai materi dengan baik. F. Kerangka Pikir Kerangka pikir yang dijadikan pijakan atau acuan dalam memahami masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, ada tiga masalah yang diteliti yaitu proses pembelajaran Al-Qur'an-Hadis dalam penerapan metode hanifida, maka tentu dalam penerapannya ada faktor pendukung dan penghambat diantaranya fasilitas sekolah dan karakteristik peserta didik. faktor-faktor tersebut dapat menjadi pendukung dan penghambat dalam penerapan metode hanifida, karena adanya anggapan bahwa belajar dengan cara menghafal dianggap tidak efektif. Pertanyaan tersebut mengemuka karena adanya fakta bahwa dengan metode hafalan peserta didik mampu menghafal pelajaran tapi pada saat yang sama tidak mampu memahami dan menghayati apa yang dihafalnya. Bila demikian, metode pembelajaran dengan cara menghafal atau momorizing
dikategorikan sebagai bentuk pembelajaran tanpa makna. Metode belajar dengan cara “memahami” kemudian dianggap lebih efektif daripada cara menghafal. Namun hal itu ternyata tidak terbukti pada metode ini, karena mampu menciptakan metode belajar menghafal yang efektif dan bermakna. Dengan metode ini, peserta didik tidak hanya melakukan
memorizing
dengan
memasukkan
informasi
ke
dalam
otak
sebanyak-banyaknya, tetapi sekaligus menanamkan pemahaman dari apa yang dihafal. Metode ini dapat meningkatkan efektivitas yang setinggi-tingginya dari kegiatan pembelajaran. Kecepatan dan kemampuan bertahan lama dalam hafalan dikarenakan sistem menghafal dengan metode hanifida berbeda dengan sistem menghafal dengan metode biasa. Menghafal dengan cara biasa menggunakan otak kiri dengan mengingat-ingat dan mengulang-ulang materi, sedangkan menghafal dengan metode hanifida dilakukan dengan cara menggunakan otak kanan melalui ingatan terhadap simbol atau gambar yang mudah dan cepat diserap. Bila menghafal dengan cara pertama, maka hafalan akan masuk ke otak kiri yang bersifat ingatan jangka pendek (Short term memory), sedangkan bila menghafal dengan menggunakan metode hanifida, maka hafalan akan masuk ke otak kanan yang bersifat ingatan jangka panjang (long term memory). Berdasarkan hal tersebut, maka penerapannya mengarah kepada efektif, kreatif dan bermakna. Mengacu kepada uraian di atas maka dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang merupakan frame dari penelitian ini, melalui skema sebagai berikut:
Gambar 2. I: Kerangka Pikir