JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
BOOK REVIEW Judul
: ASEAN: Life After the Charter
Editor
: S. Tiwari
Penerbit
: Institute Of Southeast Asian Studies
Bahasa
: Inggris
Jumlah halaman
: 186 halaman
Tahun penerbitan
: 2010
Pembuat resensi
: Prita Amalia, S.H. M.H.
Buku
ASEAN:
Life
After
the
Charter,
sebenarnya bukan merupakan buku baru. Buku ini diterbitkan pada 2010, beberapa tahun setelah ASEAN memiliki Piagam ASEAN (ASEAN Charter). Tinjauan terhadap buku ini masih penting dan relevan dengan perkembangan ASEAN saat ini. Selain itu, buku ini cocok bagi para pembaca yang baru mengenal dan ingin memahami ASEAN setelah berlakunya Piagam ASEAN.
Buku ini berisi kumpulan artikel dari beberapa sarjana yang memiliki perhatian terhadap perkembangan ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional. Dalam membahas sebuah artikel, penyusun buku 136
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
berusaha untuk menyajikannya dengan pemikiran yang berimbang sehingga ada beberapa topik yang ditulis oleh dari satu sarjana. Buku ini terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengenalan (introduction) dan perspektif sektor swasta (private sector perspectives). Pada bagian pengenalan, buku ini mencoba membahas hal-hal mendasar dan filosofis terkait dengan ASEAN sebagai sebuah organisasi regional internasional. Bagian mendasar dan filosofis itu terkait dengan kedudukan ASEAN sebagai subjek hukum internasional. Artikel-artikel bertajuk ASEAN Legal Personality After Its New Charter atau artikel untuk menjawab permasalahan-permasalahan apakah ASEAN adalah organisasi internasional yang eksis menjadi topik besar dalam bagian pertama buku ini. Bagian kedua membahas mengenai isu sektor swasta, di antara artikel yang ada ialah ASEAN Charter and ASEAN Economic Community, Uncertain of an Uncertain Global Economy on Integration Initiatives, Challenges to Achieving the ASEAN Economic Community, ASEAN as Integrated Market, A Miscellany of Trade Issues, dan Policy Issues for ASEAN Countries. Dalam resensi buku ini, penulis hanya akan memfokuskan peninjauan terhadap artikel-artikel yang membahas mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN - MEA (ASEAN Economic Community) yang akan segera dilaksanakan pada Desember 2015. Salah satu artikel ditulis oleh S. Tiwari dengan judul Legal Personality and Related Matters Explained. Dua poin yang dapat diambil dalam artikel tersebut adalah mengenai pertanyaan bagaimana status 137
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
kontrak yang melibatkan ASEAN dan suatu catatan terkait dengan fenomena terlambatnya beberapa negara anggota untuk meratifikasi dan mengimplementasikan perjanjian dalam kerangka ASEAN. Artikel selanjutnya sangat terkait dengan judul besar dari buku ini, yaitu Life in ASEAN after The Entry Into Force of the ASEAN Charter, Implications,
and
Follow
Ups,
yang
ditulis
oleh
Termsak
Chalermpalanupap. Artikel ini membahas akibat hukum setelah ASEAN memiliki Piagam ASEAN, di antaranya ialah kewajiban negara anggota ASEAN untuk menyesuaikan ketentuan hukum nasionalnya dengan ketentuan-ketentuan dalam kerangka ASEAN sebagaimana dimanatkan dalam Pasal 5 Piagam ASEAN, mempercepat implementasi perjanjianperjanjian ASEAN, dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan ASEAN. Artikel berikutnya ditulis oleh Michael Ewing Chow yang membahas mengenai bagaimana implementasi Piagam ASEAN dapat terlaksana oleh masing-masing negara anggota. Di antara pembahasannya, Michael mencoba merumuskan tiga permasalahan besar terkait dengan implementasi perjanjian internasional, yaitu kurangnya kemauan politis dari negara untuk melaksanakan perjanjian tersebut, pengadilan lebih memilih untuk menerapkan hukum nasionalnya dibandingkan dengan melaksanakan kewajiban yang tercantum pada perjanjian internasional, dan permasalahan struktural administratif yang mencegah kewajiban dalam suatu perjanjian internasional dilaksanakan di level bawah.
138
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
Artikel lain yang terkait dengan MEA adalah seperti yang ditulis oleh Kanya Satyani Sasradipoera berjudul ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). Artikel tersebut mengulas bagaimana ATIGA mengatur tentang perdagangan barang dalam kerangka ASEAN. Beberapa kerangka perjanjian perdagangan yang telah dimiliki ASEAN yaitu Common Effective Preferential Tariffs (CEPT) dalam kerangka ASEAN Free
Trade
Area
dan
beberapa
perjanjian
sebelumnya.
Untuk
melaksanakan MEA, ASEAN harus melakukan suatu pendekatan baru untuk dapat menyatukan berbagai perdagangan barang yang ada di negaranegara ASEAN. Artikel ini mencoba untuk membandingkan antara kerangka CEPT dan ATIGA, di mana ATIGA terlihat lebih lengkap karena mencakup semua aspek perdagangan barang, seperti liberalisasi tarif, liberalisasi halangan nontarif, rules of origin, fasilitasi perdagangan, bea cukai, dan kebijakan standar dan kesesuaian kesehatan dan phytosanitary. Hal baru yang terdapat dalam kerangka ATIGA dibandingkan dengan CEPT adalah penjadwalan pengurangan tarif secara penuh, kebijakan nontarif, dan fasilitasi perdagangan. Artikel ini juga membahas perkembangan persiapan implementasi ATIGA. Artikel lain, yang ditulis oleh Yap Lai Peng, membahas mengenai The ASEAN Comprehensive Investment Agreement 2009 (ACIA), Its Objectives, Plan and Progress. Dalam Artikel ini ACIA dijelaskan dengan sangat rinci dan mudah untuk dipahami. Penulis artikel mencoba membagi artikel menjadi beberapa bagian, yaitu latar belakang disusunnya ACIA oleh ASEAN, tujuan dari ACIA, perbandingan antara ACIA dan 139
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
Perjanjian Investasi ASEAN, keuntungan dari ACIA, serta rencana dan perkembangan ACIA. ACIA merupakan suatu bentuk konsolidasi dari perjanjian investasi sebelumnya, yaitu ASEAN Agreement for the Promotion and Protection of Investment yang juga dikenal sebagai Investment Guarantee Agreement 1987 dan 1998 Framework Agreement on The ASEAN Investment Area. Dengan dibentuknya MEA, maka dibuatlah ACIA dengan tujuan untuk lebih membuka investasi. ACIA ditandatangani pada Februari 2009 dan akan mulai berlaku setelah semua negara anggota ASEAN melakukan notifikasi dan mendepositkan instrumen ratifikasi ke Sekretariat Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa. Beberapa artikel berikutnya membahas dari perspektif sektor swasta, di antaranya mengenai Piagam ASEAN dan hubungannya dengan MEA yang ditulis oleh Razeen Sally. Razeen Sally menulis artikel tersebut dengan sangat menarik dan dengan sudut pandang yang sangat detail dan menyeluruh. Pembahasan suatu integrasi ekonomi yang berusaha dicitacitakan oleh ASEAN dibahas dengan membandingkan posisi ASEAN dengan keberadaan organisasi internasional lainnya. Selain itu, artikel dimaksud juga membahas mengenai ASEAN Track Record, yakni suatu perjalanan ASEAN dalam membuat perjanjian dalam bidang ekonomi dan juga ASEAN Plus yang merupakan suatu upaya ASEAN untuk bekerja sama dengan negara di luar negara anggota ASEAN. Penulis artikel berusaha membuat suatu tulisan yang membandingkan ASEAN dengan
140
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
organisasi regional internasional lainnya yang telah lebih dahulu memiliki single market, yaitu Uni Eropa. Pandangan
lain
mengenai
kondisi
perekonomian
ASEAN
digambarkan oleh Eduardo Pedrosa dengan judul artikel Implications of an Uncertain Global Economy on Integration Iniatives. Artikel ini menggambarkan kondisi perekonomian negara-negara ASEAN yang berada dalam satu kawasan dalam kondisi krisis yang serba tak menentu. Kondisi perekonomian tersebut akan berdampak pada rencana ASEAN untuk membentuk single market sehingga untuk melaksanakan agenda integrasi ekonomi, harus dicarikan solusinya. Artikel ini pada awalnya memberikan gambaran pesimis, namun kemudian mendorong negara ASEAN untuk lebih realistis guna mencari solusi agar terlaksananya integrasi ekonomi. Sepertinya MEA merupakan suatu tantangan baru bagi negaranegara anggota ASEAN yang harus dicoba untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, David Parsons mencoba menggambarkannya dalam sebuah artikel yang berjudul Challenges to Achieving ASEAN Economic Community. Pandangan positif diberikan pada dua perjanjian internasional dalam kerangka ASEAN yang sangat penting guna terlaksananya MEA, yaitu ATIGA dan ACIA. Dua perjanjian dimaksud dianggap baik dan penting untuk perkembangan dunia bisnis. Namun demikian, implementasi perjanjian internasioal tersebut bukan merupakan hal yang mudah bagi negara-negara anggota ASEAN, khususnya dalam menyerap semua informasi
dan
juga
memanfaatkan
kesempatan
pad
saat 141
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
mengimplementasikan kedua perjanjian dimaksud. Tantangan lain bagi sebagian negara anggota ASEAN adalah untuk meningkatkan angka perdagangan dan investasi di negara masing-masing guna mencapai kondisi MEA yang baik. Pandangan ASEAN sebagai single market dalam buku ini ditulis oleh Martin Hutagalung. Dalam artikelnya, Martin mengungkapkan bahwa tantangan terbesar bagi ASEAN adalah untuk menyakinkan sektor swasta bahwa ASEAN serius untuk merealisasikan MEA 2015 secara menyeluruh termasuk semua perjanjian internasional yang terkait. Artikel ini memberikan gambaran bagaimana dunia bisnis memberikan pandangan terhadap ASEAN sebagai sebuah pasar. Penulis artikel memberikan dua rekomendasi terhadap hal tersebut, yaitu bahwa Sekretariat ASEAN harus lebih aktif dalam memberikan informasi kepada sektor swasta mengenai Piagam ASEAN, ACIA, ATIGA, dan perjanjian-perjanjian lainnya yang berhubungan, yang akan memberikan manfaat bisnis. Rekomendasi selanjutnya adalah terkait publikasi mengenai hukum dan regulasi yang ada di negara-negara anggota ASEAN yang berhubungan dengan masalah ekonomi. Hal ini sangat penting bagi pelaku bisnis untuk mengetahui hukum dan regulasi yang berlaku di negara-negara anggota ASEAN. Dua artikel terakhir ditulis oleh editor buku ini dengan judul A Miscellany of Trade Issues dan Policy Issues for ASEAN Countries. Kedua artikel ini sepertinya merupakan benang merah dari beberapa artikel yang sudah dibahas sebelumnya. Beberapa hal baru dalam isu perdagangan 142
JURNAL OPINIO JURIS
Vol. 18 Mei – September 2015
internasional misalnya adalah pada mulanya hanya halangan tarif, namun sekarang isunya sudah menjadi halangan nontarif. Selain itu, tanggung jawab sektor swasta dan korupsi merupakan isu-isu tambahan dalam perdagangan di ASEAN. Artikel yang terakhir mengenai Policy Issues for ASEAN Countries merupakan garis besar dari artikel-artikel sebelumnya, yaitu membahas bagaimana pelaksanaan dari status hukum ASEAN. Kemudian bahwa untuk menjamin terlaksananya perjanjian-perjanjian ASEAN diperlukan pengawasan serta pembahasan mengenai beberapa hambatan serta hubungan antara negara-negara anggota ASEAN dan sektor swasta. Memahami ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional, khususnya setelah piagam ASEAN diberlakukan sehingga memberikan banyak perubahan dan juga status hukum yang berbeda bagi ASEAN, bukan merupakan suatu hal yang mudah. Begitu juga untuk memahami MEA dengan dua perjanjiannya, yaitu ATIGA dan ACIA. Namun demikian, melalui buku ini para pembaca diharapkan dapat memperoleh jawaban mengenai bagaimana ASEAN seharusnya bekerja setelah berlakunya Piagam ASEAN, khususnya bagaimana ASEAN dapat mencapai integrasi ekonomi dalam bentuk MEA.
143