'
vs,
I
~=·
~· ·.
@
:~::;::
~.:;:.
i,.;\
~
w
"·
~:
;;!
•&
'!!'J
: :~:.
~~
s ~::1
!
'
!»\• 1;.:.
'!'I Wi
""
kl,
~·
M
:::.. :·.:-~
·~~.
KANUN
JLR:,,\L II.Ml l:RTKU\l l't:Lll\l>J rm Mohd. Daud Yoesoet, :>.H .• M.H. (Dekan fakultas Hukum Unsymh)
KETl'A l'E"IGil.RAH Prof Dr. Husn] Jalil, S:H .. M.h. w Al{!L KE.n•A PE"IGARAH Prof Dr. Faisal~· Rani, S.H., M.H. KE'flTAl'E:-iY QiTINC
T. Ahmad Y3!1l., $.IL ~Ulum Dt:\~A\ PK"ll llJ'oiTIN
Prof. Dr. Amlruddin A. Wclr.!b. S.H. ~'r1)J t>:.
Prof. D.ihllln, S.H .. M.H. Hii..mi.attllutU .r'-"'"pro.'S.i'i .1 l
"\1 ,
P.tL:>
l'mf. Or Suhwicli, S H .. :\4.H. l'r\'; D· Ru.,ydi Ali Munsmrr.ad. S.H. l'rol flr. ~y•hrw1J S.tL M.A flr. llyiis lmzi!. :. Il., !vl.f1W11 Dr '.11'>'1m1 -, fl M rium tlr f.au) l"un•m11- ;-. F! .. \1.!fom l>r ~1al:y:
.1'1., l\l.h. Pr Aj\\'Bni, ~fi- fli-1J-L i1r 1~qw.. !din $.H s.;...... , s. l'E1'!1'1' TThG P~:IJ'l.1-.5.A.'I.\ li~as ' uaas, l>.H MJ tum ~ ll:o. ~I M.l-1 L'ldr. 1J~d1SI' M.11
!\,~~,,.,.,,
J urnal •nl diterl.mJoom oleb 1 :ililltas Huknm Uni'<~ S;-mh Kuala secara b<>l'k:!h. Garurvo.'Ula.n. ~"!nu senap tahun dalam bulal1-l:m.13ll April A!iUS!US. d~n Desember. Penerbi:Im inl diharapk.!ln bennanrallf bajli kepiintingan perkembangan llmu pen~uan.. terutama pUbUkas\ t~mJJan-temuai: .llrnjan dJ bfdans Hmu bttk"1lll1 keparla .l:nlallgan aiau profesi hokum. ~v.&.. dan pemb3:C.\. Lebih jau.\ me<Jia lni d.lp3l menampung llubl.l:lgac-hublmgan kom'..mikruU' di aerara para alumni Fal:uJms HUkum Universitas Syiab Kual2 ~ betbagai 'gagasan IWlmuan ::ang Gi.!Jukan unruk dJ. publikas.iki:ll lfaJ..lm urncl ini. lurnlll K.1 ~ t: 'V mmc.ri.aia l'Jli$3ll d~r' be-tb:15a pil:$ tmmJ.. dipubl ikasikor.. d<'l!,1;$ l;ritci:! ~~ b•ril.."Ut: a. 111~ albf.:h orisUill. ~ill:!> pernan d1!\'!t>hf;;!!I 'l'dahf. jumal :milt moofo ruhl}K.;;-i4.Ttm: b, 'fuli<;1~ :.!i.ertni judiil ·d~ •b•tf'..;k ldMlam l;dlii:,;a lndo~t.'!iili d>.11 lr.g.tiris,o, Tulisan ._.tl!tf._ dina~ har~., 11n:ngtkuti su:ul;lur ~i bi:rikUI: l'cmlu!Juluw:.
~1:-.blut' ~- l LLM
~l.ll~1m10 I r\p~ S.M.
ki:ra~lal ~·rei!Lmc!ode>l{)gJ. l.iij!lllll Wiii konr.llw;,I: ~•sil p.:11dith111 dnn (lCll\bei-.-n kL"'.jlmp•.iJHn (!:JI!
\1 tl
Ro'\ IHll.\J.tA f>.., Hum lAI A l.SAllA
R..isrr~"~:1. S.H.
K.amaru!.!dtn, ~w
ST!''U'I. 2<121:$.'{ DllH'l\ PJ>Gc'SIT.19'7• TSSN os~-..5.:99 TGI
u. AT'fUl.1'19~
t lutcrnadonal Standan Serial Number) A l.an1•1
Rcdak,~i
F'2i;uha<· f tukum t..r.iver»t"S S):»h K•ala
Lt.U relp/F;ix (OoS I J i55221}.> l!mall:J'nrnal Kanan-fh@y~h<.>C1.com Darussalam- Banda Aceh ~A.'IK 81'1 1~46 ~g Baudo.Acdl
No. Reke-nioi;00$.()(~26084.9()1
rekom:ni!ea, sena c,
,faflM pu:;l;:J
!1.IJU):ari I~ jle."UJuk penullsan 1. N~ .:fuuns spas1 ~Qll:fa denean
Microsor Woni. dalam t s-.:o bolaman.. ukurao l:uano, kmm ~far1 beml.lK !:lard dl!ll Soft Cop) bersams
rulisan, Sc.fop mlisai: yomr dimua; ca!am jumal ~i IJl¢nlll&kil!I pcndap:.1 .:!~u l8llggW1%illl''llb pnoa.:!1 peou!is. Rwzks; oerhak ~ii se112p 1uban yull); dimuaL Jlll:l::i .rurmll 1ni mnpa r.:enJnJDali
sutnw'.'. sin;rn.
KAN UN No ru o r 52 Tabon XII Desember iOJO
.fURNALJL~f\,I fWKUM
Dr. Adwsni, S.R.. M.llum. PERL1NDUl'\GAN DAN PEl.•ESTARIAN SU~lBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOM I li:KSKUJSIF ANT.<\RNEGARA ASE AN :............................................
475
Dr. M11jibuS>alim, S;H., M.Hum. . PEIU.INDUNCAN TEIUIADAJ'JIUTAN DALAM PELAKSANAANOTO:-
___
Sul•im•o, S.H, M.lL
.
.
J>ENGEI:O.LA."1"PJ;:.RIKANANBERKELANJUTANDI INDOl\'ESIA Sl>dlkln,
-····---·-----·-·-,--
_
_.
_,_,,,,,
..
SIS
s.a, M.H., M.Si,
PE~GJ\KAN~~LINGXUNGAN MENfRUT UNDANG-UNl>ANG t'OMOR 32 TAJ(UN 2009 TEN'fANG PERLTh'DUNGAN DAiii l'ENGELOLAAN LlNGKUNGAN
543
Cut En 11ilriy
564
Mahfud;S.H., LLM. HUKUMUNG'KUNGAN 1>.\N PERIANCGUNGJAW!dl:>.N STRICT LIAJJ1LITY DAUM.SISTEM HlJKUJ\I COMMON LAw (Stu di Kasus Cambridge-WaterCa.
Ltd V. BastemCountries Leather Pie) .......
__
..,
_._, ..
•
.,,
-
:
-
~ .. 0-4
,
_._,
Er~ai; s.a, M.Si. akk SINERGISITAS PENATAAN. RUANC (Sua1u Ptuditiao 1'...tladap K•bij•kao. Pemtribtab 1'rovin•i dan Ptmtrintah J
576
S9l
.
KEARIFAN LOKAL (IWKUM AD,\T) DALAM PENGRr..OLAANSVMBER DAYA RUTAN PADA MASVA.RAJCATSEUNEIJBOK DI K.EC.o\MATAN SAMAl>UA:ACEll SELATAN __ ,_,:..~ - .. - _
--·-· 6 l3
Muz:zln, S.11., M.Hum. don lii><us·Tinianus, S.IL . ALIH FUNGS.1.EKOSISTEM HUTAN.MANGGROVE DI KABUPATENAC~ll TAMIANC ................................................................................................................. :Keua11.Lt Jeurnpa, S.H., lit.I!. PERU61llSAN XETENTUAN·PIDANA·DAl.AMUNDANC-UNDANG NO MOR 32 TAHUN 2009 TENTANG l'ERLlf\i>UNGAN DAN PENGELOLAAN
LlNCKUNGAJ'flllDUP
-
K.ANUN No. $2 EdJsl Desember 2010
-
:
., .• ,.... ~7
,_ 636. ii
Efendrdkk, Si!lP.r{llsltas Penaiaan Ruan~·
SINERGlSITAS PENATAAN RUANG (Suatu Penelitian Terhadap Kebijakan Pemcrintah Pruvinsi Dan Pemerlnrah Kabupaten/Kora di Aceh)" (The Synergy of Spaiia! Planning) (/I Research. Towards the Policy of 'Provincial ntul. District/Municlpality Govemment in Aceh} Oleh: Efendi, dk.k") ABSTRACT Kata Kunci: .Sinergi, Penataan, Ruang. The purpose of this ~/lidY. ts.to tnvestigate andexplain theform ofpohctes, synergy of government, tho nppmprialenesi' of policies issued by tho provinaa! -and local governments with (he authority grunted by Aor No. 26. 2(107 This Is a normative research: the legal sources are gathered from the primary and secondary legal materials-by conductingfield research and library research. The polietes of the government of Acch pravtnce and local have not been able 10 resolve the d/strict,;' /)'o~·der conflict. lt affccrs the d({ficulty of making the border of spatial planf.{ing policy, Although th" provtnces and D1Xtrictsl..7'.111nicipalfties~)s local govemmcms, in Aceh have formed the Coordinating llgenc;:y )ilr Spatial Plcmnli1,~ Area (J:JKTRW). the agency has not fimctioned oplimal~v The pol/Cy l.r look •.if enforcemem because local govemments are still awaiting the provlnaia] qanun takes in force, Ir is recommended that lo-cal 'governments should together draft the regulation 111· order fo resolve border conflict of spatia! planmng. Local coltective wisdom ean be wolded in qanun. joint regulation or collective decisions. Jn realizing synergy.of spatial planning in Aceh. the provtnc.al local governments are expected ro optimize the funcnon ofl3KTRW o/Aceh and BJ...7/l:Wofloca! governments
•) Penellnan ini Diblavai oleh Uruversitas Sviah Kuala, Kemcnterian Pendidikan Nasional, sesuar dengan Surat. Pcrja~jian Pelaksanaan Pc;idit~in Riser Ung,_!(UlJm Sumcgls Nasional Gatch U
Nomor: 337/H LI/ A..0llAPBN·PlT/2010 Tane4<11 7 J11ni 2010 • M. Zuhri. S.H. M.H, J\.luklilis. S.H .• M.Bwn dun '!vl JqMJ, S.+{... '1\1,Hum. Adalal1 Dosen Tet,1p Fakuhas Hnkum Vol\:~rsiias SJ:iAll Rwifa, Darussalam, tlnnda Aceh,
~•> Efendi. S.H. .. M.Si
KANU;\I No.. 52 Edisi Desemb~r ](){/)
Elendl.dkk, Slne(gisitas Penaiaan Roang
A. l'F.N l)A.liU.\-UAN Mcnurut ketentuan Pasal 63 ayar (2) huruf a dan ayar (3) huruf a tlndangUndang No. 52/2009 Hidup, pernerintah
tentang proviusi
Pcrlindungan dan
kewenangan untuk ·menetapkan
dan
pemerintah
Pengclolaan
Lingkungan
kabupaten/kota
mempunyai
kebijakan pada tingkat dacrah masing-masing
Kebijakan yang dimaksudkan di sini iermasuk kcbijakan yang ·berkaitan dengan penataan ruang. Kewenangan penataan ruang ini secara tegas disebutkau dalarn Pasal 10 dan Pasal l l Undang-Undang No. 26/1007 tentang Penaiaan Ruang. Dalam Pasal Io ayat (2) dikatakan bahwa wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan
penataan ruang meliputi:
pengendalian pemanfaaran
ruang wilayah
perencana.an, pemanfaatan
provinsi,
sedangkan kewenangan
kabupaten/kma menurut Pasai 11 ayat (2) meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Khusus untuk Aceh bcrkaitan dengan .kewenangan lni dipertegas dalam Pasal 142 .ayat (3) Undang-
Undang No. J 1/200.6 tentaeg Pemerintahan Aceh yang menyatakan kewenangan Pemerintah Aceh dalarn perencanaan, pengaturan, penetapan dan pcmanfaatan tara ruang Aceh bersifat lintas kabupaten/koia. Pelaksanaan
penataari ruang merupakan
saw
kcsatuan, maka kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan haruslah bersinergi, .hal ini sesuai dengan salah saw asas yang terkandung dalam Pasal 2 huruf a Undang-Undang No. 26/2007, yaitu asas ketcrpaduan. Maksud dari asas kctcrpaduan ini menurut peujelasan Pasal 2 huruf a tersebur adalah bahwa penataan ruang mengintegrasikan
diselenggarakan dengan
berbagai kepentingan yang bcrsifat lintas sektor. iintas wilayah,
dan lintas pemangku .kepenringan. KANliN No. 52 Edis! Desember WJO
Untuk mewujudkan berbagai kepentingan ini
591
Efendl dkk, Stner_gisitas·Per.alaan Ruang
lcbih jauh diperlukan adanya berbagai keterpaduan kcbijakan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, Permasalahan penataan ruang rnerupakan suatu gambaran yang 'bersifar multi -sektoral, terlebih lagi serelah diberlakukannya
konsep otonomi dacrah,
Kebijakau otonomi dalam pelaksanaan penataan ruang, dengan berbagai pro dan kontranya, merupakan salah satu peluang yan.g dapa: mendekatkan penerapan tata ruang pada permasalahan lokal
Keterbaiasan pemerintah pusat dalam niengikuu
dinamika lokal yang sangat komplek seringkali mengakibatkan kegagal an di berbagai kasus penataan ruang. KompJeknya permasalahan irii seharusnya konsep otonomi daerah dalam melakukan penataan ruang hendaknya dilakukan secara sinergis
antara
kabupaten/kota.
pemerinrah Dalam
pusat,
pemerintah
kenyataannya
proviosi,
sinergisitas
ini
dan
pemerintah
belum
dilakukan
sepenuhaya cleh pemerintah, khnsusnya pada tingkat pernenntahan provinsi dan kabupaten/kota di Aceh.
B. TINJAUAN PUSTAKA Penyerahan berbagai kewenangan. dalam penaraan ruang kepada daerah sebagai
wujud
dari
penguatan
pelaksanaan
otonomi
daerah
Dalam
pelaksanaannya penguatan otonomi dacrah ini memiliki sisi negatif aruara lain sinergi pernbangunan
regional yang dikhawatirkan semakin
Iemahnya
diantara
koordinasi
mereka
Kabuparen/kota
kerjasama untuk berbagi · peran dalarn pcnyelesaian rneningkatkan
menjauh akibat
bukanny,a menjalin
rnasalah bersarn», -atau
daya saing dengan bersinergi, tetapi membiarkan kondisi iaopa
komunikasi, ranpa koordinasi bahkan tanpa kerjasama .di tingkat regional Semua
594
li.AtVUN NtJ. 5~ ~disi.l)c,-eniher
'zora
Ef~ndi dkk. SinA1Qis1tas Pariataan Ruany
masalah diupayakan penanganan sendiri-sendiri.
AdJI beberapa fcnomcna paska
orde baru rerkair makin perlunya mempcrhatikan rnanajemen regional: a, melemahnya koordinasi pembangunan tingkat regional, sendiri-sendiri
kesannya berjalan
dan kurang terkoordinasi secara regional pada penyelenggaraan
pembaugunan antar kabupaten/kota, b. kurangnya ruang untuk manajemen regional pada hirarkhi pcrundangan; c, kurang tertanganinya dengan baik masalah atau konflik horizontal antar kabupaien/kota yang berdekatan.' Ruang perlu ditata agar dapar memberikan keseimbangan I ingkungan dan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan· mernelihara kelangsungan
hidupnya
secara normal.
Ruang harus dimanfaatkan secara arif dan efisien, sehingga mernungkinkan
pemanfaaran sumberdaya alam. yang terkandung di dalamnya dapai secara optimal dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bila. pernanfaaran ruang tidak diatur dengari baik, kermingkinan besar terdapat pcmborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang. Diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemaefaatannya berdasarkan besaran kegiatan. jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan Untuk menjaga kelangsungannya, rnaka ruang perlu ditata
dan dikendalikan
sena
direncanakan
sehingga
dapat
memberikan dampak positif bagi mahluk hidup di atasnya untuk jartgka pa1tjang dan berkelanjutan. Tata ruang merupakan wujud strukrural dan pola pemanfaatan, baik direncanakan maupun tidak Maknanya adalah bahwa bentuk ruang yang
1
Pcndap:ll Rardi Warsono. dalam Agus Pramusmto danErwan f\~S Pun•a1110. 20ll9 Refonnast Btrokro», K.epe1111111pmm1 dan Pelayonon Publik: Golva Media. Jian UGM. llau,MAP UGM.
Yogyaksna l
5~5
.Efendi dkk, :.!1nergis1tas f>enaraan Ruang
terjadi rnerupakan mainfestasi dari hampir seluruh aspek kehidupan, baik fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik, pcrtahauau dan keamanan.' Sistem
dan pols hubungan
pemerintahan aniara pemerintah dengan
pcmeriutah daerah provinsi dan kabupaten/kota ai bidang tata ruang sama .seperti pol a hu bungan bi dang pemerintahan yang lainnya, oleh karena percucanaan lata ruang hanyalah sebagian penyerahan urusan dari pemerintah kepada pemerintah daerah otonom, Landasan yuridis Jiu bungan pemerintahan tersebut rertuang dalam Pasal 18 ayat (l) Undang-Undang Dasar 1945 basil amandernen ke-J yang mcnegaskan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas 'daerahdaerah provinsi clan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota .yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kora itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diaurr dengan undang-undang? Mencermati hubungan.pemerintah provinsi ~.an kabuparen/kota, khususnya dalam kontcks perencanaan eataruang, sesungguhnya pemerintah provinsi, dalam hal inl gubernur, masih mempunyai kewenangan, minimal untuk rnemberikan pengarahan-pengarahan
kepada daerah kabupaten/kota dalam rnengambil berbagai
kebijakan perencanaan tata ruang di daerah. Hal itu dimaksudkan agar tidak ada kesan bahwa bupati/walikota scolah-olah berjalan menentukan
kebijakan-kebijakan
perencanaan
masing-masing
tata ruang.
Adapun
dalam bernuk
kebijakan dimaksud berupa rnenetapkan, .mengarahkan dan .membebaskan."
?
3
1
lulllm S. F.n~1wi, 2i!Ol!. f:~bijakClll P.e11111uon Rua/lg Berdasarkan UU N<1. 26 7i1h11n i007 lfo/(JJ}i R11r.gk11 Penyelenggaraan lnfrastruktur Pekerjaon {!iiwm. Direkrur- k11ckr.aJ Penataan Ruang Departemen Pekcrjaan Omum, J11ka_n11. Juniarso Ridwan dan AcJunad Scdik.
Nuansa, Bandung
2008'~ Hukun: Tata l
. Rohi11so11 Tarigan, 21!05. Perc110'<111(Jw1Pembongnno» lfilayo!t. Bunu Aksara, Jakarta . Oumomi Doerah,
59(>
KANUN Nb_$2 EdisiDesember lOJO
Efendi dkk, Sinerglsitas
Fenataan Ruans
Menurut Miriam Budiardjq, kebijakan (pelit:y) adalah suatu kumpulan kcputusan yang diambil oleh seorang pelaku ,ilt11µ kelornpok polirik, dalam nsaha memilih tujuan dan cara untuk mcncapai rujuan itu.~ Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu rnempunyai kekuasaan unruk melaksanakannya, Dalam perkembangan kekuasaan pemerintahan tidak.hanya sebagai pelaksana dari undang"uactang saja; tetapi
juga menjalankan peran legislatif yaitu sebagai
pembuat kebijakan yang urama yaitu mernbuat rancangan undang-undang , dan rnembimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang, Ruang wilayah
merupakan wadah tempat bagi manusia dan makhluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatannya, rnerupakan karunia Allah Yang .Maha Kuasa,
oleh
karena
itu
ruang · wajib
dikembangkan
dan
dilestarikan
pema.nfaatannya secara optimal dan berkelanjuran demi kelangsungan hidup yang bcrkaalitas." Kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten danlkota, yang masing-rnasing rnerupakan subsistem ruang rnenurut 'batasan admiuisteesi, dan di daiam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia danberbagai .macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan tingka~ pemanfaaian ruang yang berbedabeda, Apabila tidak dilakukan penyusunan rencana tata ma~g ·yang. baik, kernungkinan ketidakseimbangan laju perturnbuhan antar daerah dan merosotnya kualitas Iingkungan hidup akan semakin rneningkar. Mcngingar bahwa penataan ruang di suaru dacrah akan berpengaruh pada daerah Jain. yang pada gilrrannya akan mempengaruhi sistern ruang secara kesehrruhan, dalarn perencanaan tata
'Miomn lluo1nrdjo, 2008, Dasar-Dasar llf[lu Pi>lirili.Gramedla Pustaka Ut~ma. Jakana
61
GdcPamja Astawa,2009.l'rob/emtJrikuHukun:Oumo1111 Dusro» {Ii lndonesra, Ahnnm. Banduue. . l. 51 Edisil)e:wtmber 2011)
59:7
Efendi dk)I, Slnergisitas Pcna1aan Ruang
ruang
mcnuntut
dikembangkannya
suatu
sistern keterpaduan
sebagai
ciri ·
utamanya (Penjelasan Undang-Undang No, 26/2007) 'Dalam rangka nu, diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang
'bisa dijadikan pedoman untukrnenangani berbagai masalah lokal. lintas wilayah,
dan yang mampu memperkecil kcsenjangan anrar wilayah yang disusun, Seiring dengan perkembangan pelaksanaan otonomi daerah, masalah penataan ruang yang dihadapi pun semakin kompleks. Untuk itu diperlukan kebijakan dan stratcgi
penataan ruang dan pengembangan wilayah.yang mampu menjawab berbagai isuisu pembangunan yang berkembang dewasa ini. Produk penataan ruang itu berupa .Rencana Tata Ruang WiJayah Nasional (RT&WN), Rencana Tata Ruang Wilayah. Provinsi (RTRWP); Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota (RIR'NK). Hal ·itu. berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentarig penataan ruang yang dapat mensinergikan berbagai kobijakan pemanfaatan ruang, Rencana tata .ruang diklasifikasikan berdasarkan hierar.ki rencana mulai dari rencana ditingkai pusat ~TR \.VN), di. tingkat provinsi (R'IRWP), dan di tingkar kabupaten/kota (RTRWK.) Penyusunan rencana tata ruang dilakukan secara berjenjang dan komplernenter, artinya rencana tata ruang mulai dari tingkat pusat hingga rencana tata ruang kabuparen/kota harus saling rnelengkapi satu
dengan lainnya, tidak boleh saling bertentangan, dan tidak terjadi turnpang, tindil1 kewenangan dalaui penyelenggaraannya.7 Persoalan mengeuai perencanaan tata ruang ·tentunya memerlukan koordinasi di antara pemerintah, baik itu pemerintah pusar, daerah provinsi, maupun pernerintah kabupatcn/kota, haJ tcrsebut diperlukan oleh karena kondisi ruang amara satu wilayah, dengan wilayah yang lainnya meniiliki keterkaitan satu Imam S. Ernawt, lOOS, Op. Cir.
598
KA NUNN<>. 52 Edisi Desember :!O.JO
Efendi.dkk, Slncrglsiias Pen~taan Ruang
sama lain, Dengan demikian, sctiap pernerintahan dalam melakukan kcgratan pcmbangunaa'hendaknya
melakukan perencanaan tata ruang dengan melakukan
koordinasi di anrara pernerintahan
8
Wuiud dari koordinas, ini terdiri dari dua
benruk yaltu koordinasi dalam benruk horizontai dan koordinasi dalam henruk vertikai, Koordinasi dalam bentuk horizontal merupakan koordinasi yang terjadi antara sesama instansi .dalarn
suatu wilayah,
sedangkan
merupakan koordinasi antara pemerintah, perrierintah
koordinasi vertikal
provinsi dan pemerintah
kabupaten/kora," Perencanaan tata ruang merupakan perencanaan dalam perspektif hukum administrasi negara atau dapat dikatakan rencana yang dibuat oleh adrninistrasi
negara. Dalarn perspektif hukum adrninistrasi ncgara, perencauaan dikategorikan sebagai Intrumen pemerirnahan, yang slfat hukumnya bcrada. diantara peraturan kebijaksanaan, peraruran perundang-undangan;
dan keretapan. Dcngan demikian
perencanaan memiliki bentuk tersendiri (sut f?.1?.ller/s), patuh pada peraruran-
sena mernpunyai rujuan sendiri, yang berbeda dengan
peraturannya sendiri.
peraturan kebijaksanaaa, peraturan perundang-undangan dan keretapan, Hal ini
berarti. bahwa perencanaan merupakan himpunan kebijaksanaan
yang akan
ditempuh pada masa yang akan .datang, tctapi ia bukan merupakan peraruran kebijaksanaan karena kewenangan untuk membuatnya ditentukanoleh perundang-undang,aii atau 'didasarkan jelas.
pada kewenangan
p.eraturan
pemerintahan
yru1g
10
'9 luruarso:Ridwauchm Achmad Sodik l.OOS, Op. Cit, Gumno Soerjodibroto, 2006, Ttua RutmgDt1lr111l'emi"'n.«.Jn(111 Kota Yang Be,ke/(lnjlflafl. Subnr Pnnnng, Jakarta · to Hasni .. 2008. Hukun: T
KANUN Ni>o 51 Eilisi De.s.'111hu :!010
"19
Etendi dkk, -Sinerg1sitao Pena!aan Ruar.9
C. METODE f>ENELITIAN Dalaui penelitian ini yang menjadi ubjek kajian adalah berbagai peraturan perundang-undangan ynng ada kaitannya .. dengan hukurn tata ruang khususnya menyangkut kebijakan bidang penataan.ruang yang dikeluarkan oleh pemerimah provinsi dan kabuparen/kora Kebijakan yang dirnaksudkan di sini adalah bcrbagai peraturan perundang-undangan daerah (khususnya 'Qanun RTR W provinsi dan. kabupaten/koia) yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. yang berkaitan dengan
penataan ruang, Penelitian ini termasuk dalam kategori
penelitian hukum normatif. yang bertujuan mengkaji sinergisitas berbagai peraturan
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah
provinsi
dan
pernerinrah
kabupaten/kota sebagai wujud implementasi otonomi daerah dan deseuualisasi
kewenangan bidang penaraan ruang. Kebijakan pemerintah daerah yang dikaj] di sini adalah :kebijakan yang berasal dari 6 (enam) kabupaten/kora dari 23 (dua puluh tiga) kabupatcn/kota yang ada di Aceh, ditambah dengan kebi~akan pemerintah provinsi. Ke~6 (enam) kabupatcn/koia ini. meliputi; 2 kota (Kota, Banda Aceh dan Kota Langsa) dan 4. (empat) kabupaten (Kabuparen Bireun, Kabupaten Aceh Tengah-Kabupaten Aeeh Barat dan Kabupalen Aceh Barat Daya). Pemilihan
6 (enam)
kabupaten/kota ini
berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah tersebut mencerminkan representasi kabupaten dan kotayang ada di Aceh. Sumber bahan hukum utama dalam
penelitian ini .adalah bahan hukum
primer. yang bersumber dari kebijakan bidang penataan ruang yang dikeluarkan -olch peruerintah provinsi dan pernerinrah kabuparcn/kota. Selain itu lebih jauh
dari kcbijakan .yang dikeluarkan
untuk
mendapatkan
infonuasi
akan
diwawaucarai
pejabat dalam lingkungan - pemerimah provmsi dan kabuparen/kota . IV1NlliV No. 52 Edl
E!cndi dkk, Sinergisitas Penataar,Ruang
yang mempunyai kewenaogan dalam mengcluarkan kebijakan penataan ruang. Untuk mendukung bahan hukum primer diperlukan juga bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh
rnelalui kajian kepustakaan yang bcrsumber dari
berbagai. teori-teori, basil penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian dan
berbagai peraiuran perundnng-undangan nasional .yang relevan dengan penelitian ini. Dahan hukum yang telah dipcroleh dalam penelitian ini baik bahan hukurn primer dan bahan hukum sekunder akan ditabulasikan dan digeneralisasi
serta
selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
n.
HASIL DAN PEMR.\HASAN
I. Bentuk Kehijakau Penataan Rua.ng Yang Dikeluarkan oleh Pemcriutah Provins! Dan Pemerintah Kabupaten/Kot»
Bentuk kebijakan penataan ruang yang dikeluarkan/akan dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi
Acch dan Pemeri utah Kabupaten/Kota
(Bireun, Ace Ii
Tengah, Kora Langsa, Kota Banda Aceh, Aceh Barat dan Aceh Barar Daya) adalah Qanun Provinsi, Oanun Kabupaten/Kota, Peraturan Gubernur ~ Peraiuran Bupati/Walikota clan Keputusan Gubernur, Kepurusan bupati/walikota. Dasar dari
pernbentukan kebijakan penataan ruang di Aceh adalah Wilayah (Rl'RW) Aceh untuk kebijakan
Rencana Tata Ruang
tingkar provinsi, sedangkan
untuk
kebijakan pada tingkat kabupaten/kota didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota. Dalam pelaksauaannya proses pembuatan kebijakan di Aceh berupa qanun RTRW propuisi dan RTRW kabupajen/kora KANUNN,,, 52 Etii«i(i'mheFJO{()
belum berjalan sesuai dcngan arnanat Ml
Efcndi dkk, Si11erg1sltas Penataan P.uang
Pasal 78 ayat (4) hurufb dan c Undang-Undang No 26/2007 yang menyebutkan bahwa semua peraruran dacrah provinsi 'rcntang rencana tara ruang wilayah . provinsi disusun atau disesuaikan paling larnbat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan; dan semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun .atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terfutung .sejak Undang-Undang ini diberiaknkan,
Sampai saatini qanun provinsi dan kabupaten/kora di Aceh belum selesai melaksanakan penyesuaian sebagaimana dimaksud, Dari ·6 kabupaten/kota yang menjadi wilayah penelitian hanya Banda Aceh yang telah mengeluarkan qanun penatan ruang penyesuaian dengan Undang-Urrdang No .. 26/2007 yaitu Qanun Kota Banda.Aceh No. 4/2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kora Banda Aceh Tahun 2009-2029, Selebihnya 5 (lima) kabupaten/kota yang lain belum merampungkannya Kelirna kabupaien/kota
ini meskipun belum .menyelesaikan
qanun RTRW, tetapi draf qanun penyesuaian tersebur sudah ada Bahkan Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Barat Daya draft tersebut sudah diserahkan pada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota
u nruk
dibahas. Adapun alasan dari kabupaten/kota belum rnerampungkan rancangan qanun RTRW tersebut
adaJah adanya kekhuariran nantinya akan bertentangan
dengan aturan yang lebih tinggi sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
No. 26/2007. dimana RTRW kabupaten/kota harus mcngacu pada RTRW provinsi dan ATRW provinsi rnengacu pada RTRW Nasional. Sementara iru sampai saat
ini Qanun RTRW Aceh belurn diselesaikan, Alasan lain yang dikemukakan adalah masih adanya konflik perbatasan aruar kabupaten/kota bersebelahan
Misaluya
KANUN No; 52 EdM Desember Z/110
Efendi dkk;Sme;gisHas Penatssn R~ang
Kabupaten Aceh Tengah dengan Kabupaten Bireun, Kabupaten Aceir Barat dengan Kabupaten Nagan Raya. Pasal 18 ayat (. l) dan ayat (2) Undang-Undang No 26/ 2007 berbunyi
J) Penetapan rancangan peraruran daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi .dan rencana rinci rara ruan$ terlebih dahulu harus mendapai persetujuan substansi dari Menteri, 2) Penetapan rancangan peraruran daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci rara ruang 'terlebih dahulu harus mcndapat perserujnan substansi dari menteri setelah mendapatkan rekomendasl Gubemur Melihat ketentuan Pasal Pasal 18 ayat (I) dan Ayat (2) Undang-Undang No. 26/2007, proses lahirnya qanun .RTRW Kora Banda Aceh sudah melalul prosedur Hal ini terlihar dari proses lahirnya qanun mi sudah mengikuti prosedur dimaksud, Adapun proses yang dilalui itu adalah :
a. Walikota Banda Aceh ·dengan surainya Nomor·l,80/05871
tanggal 9, Juli 2009
mengajukan surat permobcnan rekornendasi kepada Gubernnr Aceh: b Setelah dilakukan
pernbahasan dan konsultasi dengan Badan Koordinasi
Penataan Ruang Aceh '(BKPRA), melalui . Surat Gubernur Nomor 032155564 tanggal 28 Juli
2009
perihal rekomendasi Pemberian Persetujuan Substansi
Rancangan Qanun Kota Banda Aceh tentang Rencana Tata, Ruang Wilayah Kota Banda Aceh memenuhl permohonan, tersebut, dengan beberapa caratan, Salah satu catatan menyatakan
bahwa apabila
nanti terdapat perbedaan
substansi setelah ditetapkan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh {RTE WA); rnaka perlu dilakukan penyesuaian,
KANVN No. 52 Edisi Des.,,nber 1(110
603
Etendl dkk, SinetgiSitas Penataen Ruang
c. Sclanjutnya dengan Surat Walikota Banda Acch nornor 650/06&69/2009
tanggal 30 Juh 2009 tentang Perihal Pennohonan Rekornendasi Persetujuan Substansi Rancangan qanun Kota Banda Aceh reniang Rencana Tata Ruang Wilayah Kora Banda Aceh, mengajukarr perrnohonan pemberian rekomendasi persetujuan substansi
rancangan qanun Kata Banda Aceh tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kora Banda Aceh kepada Menteri Pekerjaan Umum
Republik Indonesia;
d. Setelah, dibahas dalam forum koordinasi kelompok kerja teknis Badan Koordinasi Penstaan Ruang Nasional (BKTR!'l) beserta pemerintah daerah
terkair, Merueri PekerJaan Umurn dengan suratnya Nomor HK.01.03-Dr/496 ranggal 3 September, 2009 perihal Persetujuan Substansi atas Rancangan Peraturan Daerah (Qanun) Kora Banda Aceb tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh permohonan tersebut disetujui. Pemerintah propinsi
dalam mewujudkan
lahirnya Qanun RTRW Aceh
sebagai landasan lahirnya qanun kabupaten/kota mengalami kendala, karena dokumen draft rancangan
qanun RTR W Aceh oleh 7 (rujuh) kabupaten/kota
ditolak . .Kondisi ini akan memperlarnpat proses lahirnya qanun dirnaksud. Padahal qanun RTRW Aceh ini harus segera dituntaskan, Hal ini mengingat adanya Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjan Umum Nornor 04/SEIDr/2010 ranggal 14 September 2010 tcntang.Percepatan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah ten tang Rencana Tata Ruang Wilayab Propinsi 'dan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/Kota, Dalarn surat ederan ini kepada provinsi -dan kabupaten/kota dimintakan umuk segera menyelcsaikan Rencana Tata Ru<1J1g Wilay.ah baik pada tingkat Provinsi maupun pada kabuparen/kora
sebagai dasar pcmberian izin 60J
pemanfaaran
ruang di daerahnya, KANUi!I No: SZ Edisi Desemher, Z(IJO
Efandi dkk, Sinergi$i
Dalam penataan ruang diperlukari
adanya penerapan kebijakan bersama
antar wilayah, ini dimaksudkan untuk rnewujudkan keserasian dan smcrgisiras antara rencana taia ruang provinsi, kabupaten dan kota di' Aceh. Penetapan kebijakan bersama antar wilayah, baik itu antar provinsi dengan kabupaten/koia maupun kerjasama aruar kabupaten/kota yang satu dengan kabupaten/kota yang lain harus sesuai dengan kebijakan pemerintali pusat. Kebijakan bersarna yang dimaksudkan di sini adalah. membuai qanun bersama antara kabupaten/kora dan peraturan/keputusan bersama antar kabupaten/kota berbatasan. Dengan kebijakan seperti ini apa yang dit:uangkan dalam qanun bersama dan peraturan/keputusan bersama dapat mengikat kedua wilayah berbatasan dimaksud, 2. Sinerglsitas Pemerintah Provinsi
Dalam Penataan Ruang
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
Berbicara sinergisitas maka tidak dapat dipisahkan dengan persoalan koordinasi antara berbagai · lembaga dalam suatu wilayah baik pada tingkat provinsi
maupun
pada
tingkar
kabuparen/kota,
.serta
koordinasi
antar
kabupaien/kota dan antar kabupaten/kota dcngan propinsi di Aceh. Perlunya koordinasi ini sebagai konsekuensi logis dari adanya pembagian wilayah r.uang berdasarkan aspek administratif
dimana ruang wilayah di bagi atas wilayah
nasional, ruang wilayah provinsi dan ruang wilayah kabupaten/kota, Koordinasi dalam penataan ruang bersifat hirarkhis yartu dart· pcrnerintah pusat, pemerintah provinsi
dan
seterusnya
ke
pemerintahan
~·enyelenggaraan penataan ruang ini dirnaksudkan
kabupaten/kora.
Koordinasi
untuk meningkatkan kerja
sama anrar pernangku kepentingan dalam penyclenggaraan penataan ruang Dalam penetapan kebijakan bidang penataan ruang di Aceh baik pada
tingkar provinsi rnaupun kabupatenskota. KANLW N11. 52 EilisiDesember
toto-
fungsi koordinasi
dalam rangka
@:i
Etendi dkk, Sine1g1sitas Penalaan Ruang
mcnsiuergiskan
kebijakan belum berjalan rnaksimal. Kondisi ini. terlihar. pada
pernbahasan rancangan qanun R'rRw Aceh yang diprakarsai oleh Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Aceh pada rapat koordinasi yang dihadiri
oleh, Bupati/walikma clan kepala Bappeda Kabuparen/Kota, Dalarn rapat koordinasi tersebut 7 .(tujuh) kabupaten/kota menolak untuk menandatangani dokurnen rancangan qanun tentang RTRW Aceh Tahun 2010-2030
Adapun
kabupaten/Kotayang menolak adalah Aceh Besar, Bener Menan, Aceh Tengah, Nagao Raya~ Aoeh Barat Daya, Aceh Selatan dan Kota Subussalam. Adapun alasan penolakan terhadap dokumen draft rancangan RrRW Aceh tersebut adalah:
a. Tidak diakomodimya masukan dari kabupaten/kota; Pembagian wilayah permukiman dan wilayah hutan budidaya belum sesuai
dengan yang diusulkan oleh kabupaten/kota, misalnya Kabupaten Aceh Barar Daya mengusulkan supaya areal perrrn.ikiman dan pertanian untuk budidaya
diberikan di atas:20 (dua puluh) persen dariluas total wilayahnya, tetapi dalam dokurnen draft qanun RTRW Aceh tersebut rnenetapkan kurang dari 20 (dua pu luh) persen; b. Tidak sesuainya kondis! lapangan dengan apa yang diatur dalam dokumen RTRW Aceh, misatnya di Aceh Tengah kawasan permuklman dan perkebunan kopi masuk dalarn kawasan hutan lindung; c. Observasi J.apangan dalam penentuan penerapan kawasan tidak melibatkan pcmerintah kabupaten/kora secara langsung, sehingga data yang dihimpun tidak akurar; d, Data yang digunakan dalarn perumusan kebijakan (rancarigan qanun RTRW
Aceh) tidak sesuai lagi dengan kondisi di lapangan;
606
KANUN No. 51 Edisi Desember201.0
Bendi dkk, $merg1s112s Per:ataan Rua1111
e. Persoalan
konflik
perbatasan
anrar
kabupareu
bersebelahan
belum
torselesaikau. Keputusan Presiden No. 6212000 tcntang Koordinasi penataan ruang
nasional meuetapkan adanya Badan Koordinasi Tata Ruang pada bebcrapa tingkaran. Pada tingkat nasional dinamakan
'Sadan Koordinasi Tata Ruang
Nasional (BKTRN), pada tingkat provinsi dinarnakan Badan Koordinasi Tata
Ruang Daerah (B.KTRD) Provinsi dan pada tingkat kabuparen/kota diaamakan Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah (BKT.RD) Kabupaten/Kora. Di Provinsi Aceh pembenmkan
badan koordinasi tata ruang diatur dengan Keputusan
'Gubemur Aceh Nomor 050/07/2010 tentang Pembentukan Penataan
Ruang
Daerah
Aceh
tanggat
15
Januari
Badan koordinasi
20 I 0.
Sedangkan
di
Kabupaten/Kota Badan Koordinasi Tata Ruang kabupaten/kota diatur dengan Kepurusan Bupati/Keputusan Walikota, Conteh: Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor
.050.13/34/Bappedai20 I 0
Penunjukan/Penetapan
Personil
tanggal
Badan
25
Koordiriasi
Januari
20 I 0
tentang
Penataan Ruang Daerah
(BKPRD) Kabupaten Aceh Tengah)
Berdasarkan fungsi koordinasi sebagai mana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nornor 50 Taht111 2009 tentang pedornan koordinasi
penataan ruang daerah, BKTRD merniliki peran yang strategis, karena, segala hat yang berkaiian dengan kebijakan penatan ruang baik pada tingka; propinsi
maupun pada tingkat kabuparen/kora berada dibawah koordiuasinya. Oleh karena itu efektivitas fungsi koordinasi .yang ada pada Iembaga BKTRD .ini menentukan .sinergisitas
penatarr ruang antar propinsi
dengan. kabupaten/kota,
antara
.kabupatcn/kota dengan kabupaten kota yang lainnya serta limas sektor pada saru
wilayah. KANUN N11.5.2 F.di:siDesember ZO JO
607
Efendi dkk, Siner9iS1tas PenataaA Ruan9
Aspek penataan ruang begitu luas, oleh karena itu perlu pengernbangan mekanisme koordinasi pada ringkatan wilayah
Hal ini sesuai dengan arnanat
Keppres Nornor 50. Tahun 2009 yang membentukbadan koordinasi sebagaimana disebutkan di atas. Koordinasi dalam penataan ruang baik pada dngkat Propinsi dan Kabupaten Kata di Aceh, selama ini merig~unakan 2 model yaitu model koordinasi horizontal yaitu koordinasi yang dibangun antara dinas dan lembaga terkait, misalnya koordinasi antara Bappeda dengan Dinas Pekerjaan U mum dan koordiuasi
vertikal
kedudukannya
yairu
dengan
koordinasi
yang
antara iingkatan
dibawahnya,
misalnya
yang
lebih
ringgi
antara propinsi
dan
'kabupaten/kora, Meskipun koordinasi horizontal dan vertikal pada tingkat provinsi maupun pada. tingkar kabupaten/kota sudah berjalan, tetapi itu beluni dilakukan secara optimal. Hal .ini terjadi dikarenakan belurn berjalannya fungsi, tu gas dan wewenang koordinasi sebagairnana diamanatkan oleh peraturan Menteri Dalam Negeri Nornor 50 Tahun 2009, sehingga masing-rnasing tingkatan koordinasi tidak mengetahui siapa mengkcordinaeikan apa. 3. Kesesuaian Kebijakan Penataaa Ruang Provinsi dan Pemerintah KabupatenLKota Dengan Kewenangan yang Diberikan Undang-Undang No. 26/2007
Kebijakan keterpaduan,
penaiaan
keterkaitan
ruang
Aceh
dimaksudkan
dan keseimbangan
untuk
pembangunan
mewujudkan
di seluruh
Aceh.
Semua pembaugunan pada dasarnya bertumpu pada tata ruang .. oleh sebab itu tata ruang merupakan landasan aiau dasar yang utama dalam pcogelolaan
wilayah
(pada
kenyaraannya
ringkar
nasional,
propinsi
dan
kabuparen/kota)
penaraan ruang sebagai dasar pcmbangunan
suatu
Dalam
di Aceh beiurn
KANUN NiJ. 52J:.(lisiDesemberW/IJ
.Efcndi dkk, Sin~1g1sitas Penaiaan Ru&ng
sepenuhnya dijalankan ha! rm dikarenakan kompleknya persoalan tara ruang di Aceh, Salalr satu penyebab belum tuntasnya persoalan ini adalah
adanya
perubahan kebijakan dalam penaiaan ruang pada tingkat nasionai (Uudaug-
Undang, Peraturan Pernerintah dan lainnya).
Konsekuensi dari kondisi 'ini
kebijakan pada tingkat daerah (Qanun Propinsi,
Qanun Kabuparcn/Kota,
Pcraturan Gubernur, Peraruran Bupati/Walikota, Keputusan Gubernur, Keputusan
Bupati. walikora) harus direvisi, Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/Kota
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu Undang-Undang No. 26/2007 dan Peraturan Pemerintah No.
15/20 I (J harus menjadi dasar bagi sernua kebijakan yang dikeluarkan Pcmerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 10 dan Pasa! 11 Undang-Undang No. 26/2007 bermnn-rerur menganir teniang wewenang Pcmerintah Provinsi dan
Pemerintahan.Ksbuparewkotadalam penyelenggaraan penataan ruang Adapun yang menjadi salah satu wewenang pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/kota adalah pengaturan tata ·ruang. Selanjumya dalarn Pasal r 6 disebutkan pengaturan penataan niang ini dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan pcrundangundangan bidang penaran ruang.
Proses pembuatan qanun tata ruang scbagai wujud pelaksanaan kewenangan yang diberikan oleh P~
L l dan 12 sedang dilakukan Bahkan untuk Rancangan
Qanun RTRW Aceh oleh pihak pemerintah sudah disampaikan pada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, dan sudah pada rahap pernbahasan di Komisi D.
Sedangkan rancangan qanun RTRW Kora Langsa, Kabupaten Bireun, Kabupaien Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Baral dan Kabupaten Aceh Barat Daya.sernuanya
sudah dalam bentuk dra!l rancangan qanun penaraan ruang Semua qanun KAN(l.(I/No. 52 Edl.•:iDe-$embcr. 201(!
609
kabuparcn/kota (kecuali Kora Banda Aceh) di!akukan penundaan pembahasan sampai lahirnya Q.~nu11 RTJ?-W Acch Peaundaan ini diiuaksudkan supaya qanun RTRW kabupaten/kota
yang dihasilkan nanri tidak bertentangan dan bersinergi
dengan peraruran yang lebih tin.ggi. Meskipun Kota Banda Aceh sudah rnenyelesaikan
Qanun RTR W-nya,
tetapi dar) hasil kajian yang dilakukan
subsransi tersebut tidak ada pertentangan dengan µndang~Un
naslonal, _penataan ruang wilayab
provinsi, dan penatan ruang wilayah
kabupaten/kota dilakukan.secara berjenjang dan kompternenter. Selaojutnya Pasal 14 ayar (Z) menyatakan, bahwa perencanaamata ruang.harus berhierarki, berturutturul
dari RTRW Nasional, R'IRW Provinsi
dan RTRW Kabupaten/Kota.
Meskipun substansi Qanun RTRW Aceh belurn diketahui, tetapi pemerintah Kota· Banda Aceh akan rnelakukan penyesuaian naniinya. llal ini sesuai dengan syarat yang diberikan dalam Surat Gubernnr Nomor 032/55564 tanggal 28 Juli '-2009 perihal Rekomendasi Perriberian Persetujuan Substansi Rancangan Qanun Kota Banda Aceh tentang Rcncana Tata Ruang Wilayah Korn Banda Aceh, bahwa apabila nanti terdapat perbedaansubstansi setelah ditetapkan Qanun Rencana Iara Ruang Wilayah Aceh (RTRWA), maka perlu dilakukan penyesuaian
KAN UN Nt>. S2Edisi1>escnib•r 10 JO
Efendi dkk, Sinergisilas Pe;;ataan Ruang
kabupatcn/kota (kecuali Kota Banda Aceh) dilakukan penundaan pembahasan sampai lahirnya·Qanun
RTRW Aceh. Penundaan ini.dimaksudkan supaya qanun
RTRW kabupaten/kota yang dihasilkan nanti tidak bertentangan dan bersinergi dcngan
peraturan yang lebih tinggi,
Meskipun Kora Banda Aceh sndah.
rnenyelesaikan Qanun RTR W-nya, tetapi dari .hasil kajian yang dilakukan substansi tersebur tidak ada pertentangan dengan Undang-UJ1dang No. 26i2007, hanya saja Pemcrintah Kata Banda Aceh tidak mengindahkan ketentuan Pasa) 6 ayat (2) dan 14 ayat (2) yang mengatakan, bahwa penataan ruang wilayah nasional; penataan, .ruang wilayah
provinsi,
dan
penatan
ruang
wifayah
kabuparen/kota dilakukan secara berjenjang-dan komplementer, Selanjutnya Pasal J 4 ayat (2) rnenyatakan, bahwa perencanaarrtaia ruang harus berhierarki, berturutrunu dari R1'RW Nasional, R.T.RW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kcta. Meskipun subsransi Qanun RTRW Aceh helurn dikeiahui, tetapi pemerintah Kota Banda Aceh akan rnelakukan penyesuaian nantinya. Hal ini sesuai dengan syarat yang diberikan dalam Surat Gubernur Nomor .032/555.64 .ianggal 28 Juli 2009
perihal Rekomendasi Pemberian Persetujuan Substansi Rancangan Qanun Kota Banda Aceh tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh, bahwa apabila nanti terdapat perbedaan substaasi setelah ditetapkan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTR WA). maka perlu dilakukan _penyesuaian.
G!O
J{.ANUNNo: sz Edisi Dcsembcr Wlli
Elendl dkk. Sinergis•tas Penataan Ruang
E.PENUTUP l. Kesimpulan
a. Kebijakan pemerintah belum
Acch dan kebijakan pernerintah kabupaten/kota
mampu menyelesaikan
konfl'ik
perbatasan
kabupaten/kota.
lni
berdampak pada sulitnya membuat kebijakan penataan ruang perbatasan, b. Meskipun, di provinsi
dan kabupaten/kota di Aceh sudah terbenruk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Wilayah (BKTRW), tetapi BJ(TRW tersebut belum difungsikan secara optimal. c. Tidak ditemukan adanya keridaksesuaian kebijakan dalam penataan ruang, karcna
pernenntah
kabupaten/kota
masih
menunggu Iahirnya qanun
provinsi. 2. Saran
a. Kepada
pemerintah
kabupaten/kota
berbatasan
diharapkan
membuat
kebijakan bersarna untuk rnengatasi persoalan perhatasan ·dalam penataan ruang
Bcntuk. kebijakan bersama tersebut dapat. berupa qanun bersama,
peraturan bersarna atau keputusan bersama .. I>. Dalam inewujudkan sinergisiras penataan ruang di Aceh, kepada pemerimab provinsi
dan
kabupaten/kora
diharapkan
mengoptimalkan
fungsi
B.KTR W Aceh dan BK TRW Kabupaten/Kota.
Kii.fi/UN Nt1" 5.? Edi# Desember 10111
611
Efendi dkk, Si11ijrg1sitas Penataair Ruang
UAFTAR PCJSTAKA Guritno Soerjodibroto, 2006. Tata R11a11g Dalam Pembangunan Kota Yang Berkelaujutan, Sub.ur Printing, Jakarta.
1\gus Pramusinto dan Erwan Agus Purwanto, 2009, Reformast Birokrasi, Kepemimpincm dan Pelayanan Publik), Kcrjasama Gava Media, Jian UGM, dan MAJ> UGM, Yogyakarta,
Hasni, 2008, Hokum Penataan Ruang dan Penatagunaan 'Tanah, PT. Radjagrafindo.Persads, Jakarta: l Gde Pantja Astawa, 2009, Problematika Hu/mm Otonomi Daerah dt Indonesia, Alumni, Bandung.
imam S. Ernawi, 2008. Kebijakan Penataan R11a11g Berdasarkan Ul! No. 26 Tahun 2007 Dalam Rangka Penyelenggaraan Irfrastruktur Pekerjaan Umum, Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan. Umurn, Jakarta. Juniarso Ridwan dan Achmad Sadik, 2008. Rt1k11m Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa,. Bandung.. .
Miriam Budiardjo, 2Q08, Dasar-Dasar llmu Politik, Gramedia Pustaka Utama.. Jakarta. Robinson Tarigan .. 2005, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta, Syarifuddin Hasyim, 2008, H11k111n Administrasi Negara, Syiah Kuala University Press, Banda Aceh
~.Jj:~*ooo~~** 612
.KAN UN N11. 51 Edisi Desember 10 J 0