(5) Panggillah Isteri dengan Nama Kesukaannya Tidak dipungkiri bahwa kita semua suka dipanggilan dengan nama kesukaannya. Karena itu, hendaklah suami memberi untuk isterinya satu nama yang disukainya dalam memanggilnya agar dapat menambah kedekatan hatinya. Sebagaimana yang dilakukan baginda Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam kepada Aisyah radhiyallahu „anha, beliau memanggilnya dengan ucapan,”Ya Aisy”.1 Terkadang beliau memanggilnya dengan,”Ya Humaira” *. Dari Aisyah radhiyallahu „anha, ia berkata,
ِد َد َد اِد ْي َد ْيس ُد اهلل َد ااْي َد َد َد ُد َدَي ْي َد ُدَي ْيس َد اِد ِد َدااِد ِد ْي ِد ْي ااْي َد ْي ِد ِد ِد ْي َدَي ْيس ِد ْي ٍد َدَي َد َد اِد ْي َد ُدح َد ْيَي َداء أُد ِد َي ْي َد َد ْي أَدَي ْي ُد ِد ْي ِداَدْي ِد ْي ؟ َدَي ُد ْي ُد اَدَي َد ْي
“Rasulullah memanggilku, sedangkan orang-orang Habasyah sedang beratraksi pedang di
mesjid pada hari „Ied. Beliau memanggilku, ”Ya Humaira’ sukakah engkau melihat [pertunjukan] mereka?” Aku menjawab,”Ya”. 2 Meskipun demikian, hendaklah nama panggilan yang diberikan suami kepada isterinya tidak diketahui oleh seorang pun selain keduanya. Adapun panggilan Nabi shallallahu „alaihi wasallam kepada isterinya, Aisyah radhiyallahu „anha, ”Ya ‘Aisy” atau”Ya Humaira”, sebagai pengajaran kepada kaum Muslimin tentang etika bergaul suami isteri. Hal ini sebagai suatu kekhususan bagi isteri-isteri Nabi shallallahu „alaihi wasallam sebagai Ummahatul Mu’minin, yang tidak dihalalkan bagi seorang pun untuk menikahinya setelah Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam wafat. (6) Menjauhi Sikap Emosional Faktor-faktor kejiwaan mempunyai pengaruh yang besar dalam hubungan suami isteri.
1.
HR. al-Bukhari
*. Ya Huamaira, tashghir dari hamra, ia merupakan panggilan (untuk menunjukan) yang maksudnya adalah putih. 2.
al-Albani mengatakan dalam ta‟liqnya mengenai hadits tersebut,”tambahan ini diriwayatkan
oleh an-Nasai dalam ‘asyratu an-Nisa (1/75), dan al-Hafidh [Ibnu Hajar al-„Asqalany] berkata dalam fathul bari (2/355),”sanadnya shahih, aku tidak mendapati dalam hadits shahih sebutan al-Humaira melainkan dalam hadits ini” aku katakan, berkenaan dengan hal itu, bahwa pendapat Ibnul Qayyim dalam al-Manar (hal.34) yang mengatakan,”semua hadits yang didalamnya terdapat penyebutan kata al-Humaira adalah dusta yang di buat-buat” tidaklah benar sepenuhnya. Maka janganlah terkecoh dengannya. Berikutnya al-Albani menyebutkan tentang az-Zarkasyi, bahwasannya ia menshahihkan dua hadits yang didalamnya terdapat penyebutan kata al-Humaira. Lihat ta‟liq al-Albani (adabu az-Zafaf, hal. 200, 201).
Suami yang cepat marah karena urusan-urusan yang sepele, emosionalnya tinggi, dan jiwanya selalu tegang, berarti ia sedang berusaha merobohkan pondasi-pondasi kebahagiaan rumah tangganya. Agama Islam yang hanif mengajarkan kepada kita bagaimana mengendalikan emosi, menahan kemarahan, dan menyikapi berbagai macam urusan dengan bijaksana. Hal tersebut demi terjaganya keselamatan jiwa kita dan kesalamatan orang lain. Rumah tangga merupakan bagian dari kehidupan dan pergulatan usia, yang mau tidak mau suami isteri akan dihadapkan kepada sesuatu yang dapat menggerakkan emosi masingmasing, khususnya suami. Maka apakah ia akan berjalan di belakang mengikuti emosinya, ataukah ia akan berusaha menahan amarahnya pada situasi bermasalah ?! Terkadang suami melakukan sesuatu diwaktu sedang marah, kemudian setelah itu ia menyesal sekali atas hal itu. Terkadang tidak ada manfaatnya penyesalan seperti itu. Hendaklah seorang suami ingat bagaimana Allah Ta‟ala memuji orang-orang yang bertakwa dan Dia menerangkan tentang sifat-sifat mereka dalam firman-Nya, ”dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”(Ali Imran: 134). Maka dimanakah peran kita dalam menahan kemarahan dan memberi maaf ketika mampu membalas, dan berikutnya hendaklah seorang suami mengetahui bahwa hal itu bisa dicapai melalui belajar dan berlatih. Karena tidak ada manusia yang dilahirkan dalam keadaan dapat menahan amarah, akan tetapi bersama latihan dan berjalannya waktu, Anda dapat mempelajari sifat-sifat yang sebelumnya tidak ada pada diri Anda. Sesungguhnya ilmu dapat diraih dengan belajar dan sifat hilm (kemurahan hati) dengan latihan yang bertahap serta kesabaran dengan berlatih sabar secara bertahap (Tashabbur). Menurut beberapa penelitian (dirasat) yang dilakukan oleh para spesialis dalam bidang keluarga dan rumah tangga, bahwa sikap emosional mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan keluarga, dan merupakan penyebab hancurnya banyak keluarga. Seorang ilmuwan bernama Terman telah melakukan penelitian secara komprehenshif dan mendalam untuk mempelajari pengaruh psikologis (‘awamil nafsiyyah) terhadap kebahagiaan rumah tangga. Ia bersandar dalam penelitian ini dengan meneliti pertengkaran anatar 300 kondisi keluarga yang nilai rata-rata mereka cukup tinggi dalam ukuran kebahagiaan rumah tangga yang ia gunakan sebagai standar. Selanjutnya ia meneliti seratus lima puluh kondisi keluarga yang nilai rata-rata mereka lebih minim. Ia melihat bahwa suami isteri yang berada dalam kondisi rumah tangga yang gagal memiliki beberapa faktor tertentu seperti: Kemarahan – kekerasan – emosional – kritikan yang tidak produktif – kecendrungan untuk saling menguasai (otoriter) – kecendrungan kepada kekacauan dan pengingkaran aturan. Sebagaimana ia menyimpulkan bahwasannya kebahagiaan rumah tangga dan ketenangan hati keduanya sangat berkaitan satu sama lain, meskipun ia belum menetapkan di
antara keduanya, mana yang menjadi penyebab, dan mana yang menjadi akibat (natijah). 1 (7) Berilah Isteri Anda Rasa Aman Seorang isteri tidak membutuhkan dari suaminya sesuatu yang lebih dari kebutuhannya terhadap rasa aman dan keamanan bersamanya, dan merasa bahwa suami tidak mungkin meninggalkannya pada satu hari nanti. Sesungguhnya perasaan aman seorang isteri bersama suaminya akan terpantul menjadi rasa cinta, penghormatan, dan penghargaan terhadap suami. Sebaliknya, rasa takut dan ketidakpercayaan isteri terhadap suaminya, akan berakibat timbulnya keraguan, kebimbangan, dan kesempitan hati. Ada sebagian suami yang mengancam isterinya ketika berbuat kesalahan besar maupun kecil, bahkan ada sebagian suami yang sering mengancam isterinya dengan kalimat perceraian (thalaq) tatkala ada masalah dengannya. Maka katakanlah kepadaku, demi Allah atas diri Anda, bagaimana isteri Anda dapat merasa aman, sementara Anda mengancamnya dengan thalaq pada pagi dan petang?! Apakah Anda mengira bahwa dengan hal itu Anda dapat memaksanya untuk menghargai Anda, atau melakukan ketaatan buta terhadap diri Anda?! Sesungguhnya Anda tidak dapat mengukur kesucian hubungan suami isteri, dan sesungguhnya ia bukan urusan yang gampang yang mungkin berlepas diri daripadanya dengan sebab-sebab yang sepele. Sesungguhnya Allah Ta‟ala telah menamakan pernikahan (azZawaj) dengan perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizhan) sebagaimana firman-Nya,” Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat” (an-Nisa: 21). Dan Dia menjadikan thalaq sebagai suatu yang halal tetapi paling dibenci di sisi-Nya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu „alaihi wasallam, ”Kehalalan yang paling dibenci di sisi Allah adalah thalaq”. 21
َداَي َد ااْي َد ِد ِداَدى ِد اهلل االَّط َد ُد ْي ُد َد
demikian juga para suami yang banyak mengumbar kalimat perceraian (thalaq) atau terlalu cepat untuk menjatuhkan keputusan tersebut akan sangat menyesal sekali, khususnya ketika mereka menjatuhkan thalaq dan mereka tidak mendapati daripadanya jalan keluar. Suami yang lisannya gampang mengumbar kalimat thalaq dan menjatuhkannya hanya karena urusan-urusan sepele pada umumnya hidupnya gampang merugi, karena akan sampai pada thalaq tiga dan tidak mendapatkan tebusannya [jalan keluar yang lain yang lebih baik
1.
Di nukil dari buku”al-Usrah wa musykilatuhu” karangan Dr. Mahmud Husain – penerbit
Darul ma‟arif 1967. 1.
HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim dan ia mengatakan, shahihul isnad. hadits ini yang rojih adalah hadits yang lemah, sebagaimana dijelaskan Syeikh Musthofa Al „Adawi dalam kitab Jaami‟ Ahkaam Al Nisaa‟. Silahkan lihat lebih lanjut Jami‟ Ahkaam Al Nisa‟ karya beliau 3/14-16. (muroja‟ah).
daripadanya]. Lalu ia menyesal diwaktu penyesalan tidak berguna. Sebagaimana halnya sebagian suami yang sering mengumbar ancaman kepada isterinya bahwa ia akan menikah lagi, akan meninggalkannya, dan tidak akan memperdulikan lagi urusannya [tidak mau mengurusinya]. Hal demikian ini tidak boleh dikatakan oleh seorang suami. Adapun urusan dia mau menikah lagi, itu haknya. Sedangkan jika ia tidak mau peduli kepada [hak] isteri pertama dan tidak bertanggung jawab terhadap kehidupannya, maka hukumnya haram. Karena sesungguhnya isteri merupakan bagian dari tanggung jawab suami dan akan dipertanyakan [dihadapan Allah subhanahu wata‟ala]. Nabi shallallahu „alaihi wasallam bersabda,
ِد َّطِد ِد
ِد ِد ِد ِد ِد ِد ُّل ُد ْي َد ٍداا َد ُد ُّل ُد ْي َد ْي ُد ْي ٌل َد ْي َد َّط اا َّط ُد ُد ْي َد ْي َد ٍداا َد ُد َدس َد ْي ُد ْي ٌل َد ْي َد
”Kalian semua adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanyai tentang kepemimpinannya, suami adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia akan ditanyai tentang kepemimpinannya . . .”1 Disyaratkan dalam berpoligami berlaku adil dan tidak berbuat sewenang-wenang terhadap isterinya yang pertama. Karena jika suami tidak berlaku adil, niscaya pernikahannya diharamkan sebagaimana dikatakan oleh para ulama. Mengapa sebagian suami sampai berani melakukan kezhaliman terhadap isteri-isteri mereka? Apakah karena mereka tidak mempunyai pembela? Hendaklah seorang suami yang menzhalimi isterinya merasa takut dan bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mengetahui bahwa Allah membenci perbuatan zhalim dan tidak menyukai orang-orang zhalim. (8) Membuatnya Gembira dengan Pemberian yang Mengejutkan Tidak ada sesuatu yang lebih disukai oleh seseorang daripada pemberian hadiah yang Anda berikan kepadanya, sedangkan ia menyukai hadiah tersebut. Terlebih lagi jika hadiah tersebut diberikan sekonyong-konyong, yaitu Anda memberikannya tanpa memberitahukan terlebih dahulu. Ketika Anda mengejutkan isteri Anda dengan sesuatu yang ia sukai atau sesuatu yang sebelumnya ia pernah menginginkan dan memintanya dari Anda, maka ketika itu ia akan dapat mengetahui sejauh mana kecintaan Anda kepadanya. Ia pun akan mengetahui bahwa Anda belum melupakannya. Atau barangkali sebelumnya Anda pernah tersibukan oleh pekerjaan, akan tetapi Anda tetap ingat terhadap apa yang dapat membuatnya gembira dan Anda dapat menghadirkan hal itu kepadanya. Sesungguhnya kesadaran Anda semacam ini dan perasaan bahagia yang diperoleh isteri Anda saat Anda mengejutkannya dengan pemberian yang mengejutkan. Perasaan ini tidak dapat digambarkan, dan kebahagiannya tidak dapat diungkapkan kecuali dengan bertambahnya kecintaan [isteri Anda]. Tentunya ini tidak berarti bahwa Anda harus meninggalkan pelaksanaan keinginan
1.
Mutaffaqun „alaih (Bukhari dan Muslim).
isteri Anda sehingga ia meminta secara mendesak keinginannya itu, kemudian Anda memberikannya secara mengejutkan. Karena sesuatu yang mengejutkan di sini telah hilang nilainya, karena bisa jadi ia sudah bosan dengan permintaan tersebut. Sesungguhnya pemberian yang mengejutkan akan lebih efektif dan optimal, ketika Anda memberikannya tanpa diminta isteri Anda, sepanjang Anda merasakan bahwa ia memerlukannya. Untuk hal ini Anda memerlukan kepada perasaan khusus yang dengannya Anda dapat merasakan apa yang mungkin bisa lebih membahagiakan isteri Anda ketika mendapatkan pemberian [hadiah] yang mengejutkan. Dan tentunya Anda dapat melakukan hal itu melebihi orang lain, jika memang benar Anda mencintai isteri Anda. (9) Masuk Rumah dengan Wajah Berseri-seri dan Tersenyum Sebagaimana yang dituntut dari seorang isteri agar menyambut kedatangan suaminya dengan sambutan yang baik ketika suaminya memasuki rumah. Demikian pula suami dituntut, bahkan lebih harus baginya agar masuk rumah dan menemui isterinya dengan wajah yang berseri-seri, gembira, dan tersenyum. Hendaklah ia memulainya dengan mengucapkan salam kepada keluarganya, karena salam itu adalah tahiyyatul Islam (penghormatan Islam), dan tidak memulai ucapan kepada mereka, misalnya dengan ucapan selamat sore (masaul khair). Karena Allah Ta‟ala telah menunjukan kepada kita yang lebih baik daripadanya yaitu ucapan, ”Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu”. Betapa indahnya pada saat Anda menebarkan salamullah, rahmat-Nya dan keberkahanNya terhadap mereka. Sebagian orang melupakan salam ini, karena mereka tidak mengetahui keutamaannya yang besar dan keberkahannya yang luas. Sesungguhnya ia adalah tahiyyatul Islam (penghormatan Islam) wahai para suami yang mulia. Dan ia adalah ucapan penghormatan ahli sorga, Allah Ta‟ala berfirman, ”Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah "salam".” (Ibrahim: 23). Barangsiapa mengucapkannya maka akan dituliskan baginya kebaikan yang besar dan pahala yang berlipat ganda. Maka apakah Allah akan membukakan kepada Anda pintu kebaikan yang mudah seperti ini, sedangkan Anda sendiri menutupinya tanpa sebab yang jelas karena mengucapkan salam kepada keluarga Anda bukan dengan tahiyyat Islam?! Sabda Nabi shallallahu „alaihi wasallam,
ِدذَدا َد َد ْي َد َد َدى َد ِد َد َد َد ْي َد ُد ْي َد َد ُد َد اَدَي َد َد ًة َد َدْي َد َد َد َدى َد ْي ِد اَدَي ْي ِد َد
”Apabila kamu masuk kepada keluargamu maka ucapkanlah salam, [karena] salam kamu akan menjadi berkah untukmu dan keluargamu”. 1
Kemudian, janganlah Anda memulai kepada mereka, kecuali dengan membawa berita yang menyenangkan. Apabila ada berita yang tidak menyenangkan, maka janganlah Anda memulai dengannya.
1.
HR. at-Tirmidzi dan ia menghasankannya (hasan gharib).
(10) Lemah Lembut dalam Berbicara dan Ungkapan Terkadang ucapan-ucapan atau ungkapan umum pada setiap kesempatan tidak mendatangkan manfaat [memuaskan], dan wanita sebagaimana dikatakan sebagian ulama adalah makhluk yang halus, mereka membutuhkan kehalusan yang lebih dalam kalimat atau ungkapan (ibarat). Terkadang Anda berbicara kepada isteri Anda dengan ucapan biasa, akan tetapi isteri Anda menganggap bahwa hal itu sebagai penghinaan atau ucapan yang kasar, lalu menyebabkan kesedihan baginya pada sebagian waktu. Merupakan kewajiban kita agar tidak menyamakan antara muamalah kita terhadap wanita (isteri) dengan muamalah sesama kita [kaum pria]. Sebagai contoh, Anda memintanya untuk menghadirkan sesuatu yang Anda inginkan, lalu ia menghadirkan sesuatu yang lain yang tidak Anda inginkan [mungkin] karena lupa. Maka apakah yang akan Anda lakukan terhadapnya?! Apakah Anda akan membentak dan mengatakan kepadanya, “Tidakkah kamu dengar baik-baik?! Bukankah telah kukatakan padamu untuk membawakan yang itu?! Aku tidak minta darimu semacam ini.” Mungkin Anda dapat mengatakan hal semacam itu. Tetapi, Anda dengan perkataan semacam itu bisa mengecewakan hatinya dan menghancurkan cintanya. Di manakah kelembutan dan kasih sayang Anda kepadanya?! Bagaimana kalau Anda berkata kepadanya, “Baiklah, saya hargai jerih payahmu, tetapi saya tidak meminta yang ini, tapi yang itu.” Sesungguhnya cara Anda berbicara perlu diperhatikan [jangan sampai menyinggung atau melukai perasaan isteri], dan banyak sekali gaya bahasa yang bisa diterapkan yang dengannya suami bisa mendapatkan hati isterinya. Misalnya, “Jika engkau berkenan, tolong kerjakan yang ini.” “Saya ucapkan terima kasih kalau engkau mengerjakannya.” “Sungguh engkau lelah sekali menyiapkan makanan hari ini.” “Sungguh engkau telah bekerja keras mengurusi anakanak.” “Sesungguhnya aku melihatmu lebih cantik dibandingkan hari-bari yang lalu.” “Pakaian yang engkau pakai sekarang nampaknya pakaian yang paling indah selama yang aku lihat.” “Kebersihan dan ketertiban ruangan rumah yang engkau lakukan hari ini dengan cara yang bagus semacam ini, merupakan kerja keras yang layak mendapat imbalan.” Dan seterusnya.