Hubungan Pemberian Stimulasi Sosialisasi dengan Perkembangan Sosialisasi pada Anak Prasekolah umur 3 – 6 tahun di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi Tahun 2015 Yendrizal Jafri (1) Isna Ovari (2) Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis, E-mail:
[email protected] ABSTRACT Stimulasi dari lingkungan luar anak, yang berupa latihan atau bermain. Stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi yang terarah akan cepat berkembang. Tujuan penelitan mengetahui hubungan pemberian stimulasi sosialisasi dengan perkembangan sosialisasi anak prasekolah. Desain penelitian Ekperiment dengan metode prosfektif. Populasi anak berumur 36-71 bulan dengan jumlah sampel 65 responden. Instrument penelitian berupa kuesioner dan lembar observasi. Data diolah melihat distribusi frekuensi, nilai mean dan uji statistik Chi-Square Tes. Hasil penelitian didapatkan 1) Perkembangan sosialisasi kategori baik baik secara berturut-turut adalah sebanyak 87,0% kelompok umur 36–47 bulan, 55,6% kelompok umur 48–59 bulan dan 86,7% kelompok umur 60–71 bulan. 2) Hasil uji statistik ada hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi. Perkembangan personal sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tua/orang dewasa lainnya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial sesuai kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya. Kata kunci: Stimulasi, Sosialisasi Anak Prasekolah
ABSTRACT Child stimulation from the outside environment, in the form of training or playing. Stimulation is a very important requirement for the growth and development of children. Children who get a lot of targeted stimulation will quickly develop. Research purpose to know the relationship stimulation familiarization with the development of socialization of preschool children. The study design Ekperiment method prospectively. The population of children aged 36-71 months with a sample of 65 respondents. Research instrument in the form of questionnaires and observation sheets. Data processed look at the frequency distribution, mean and statistical test Chi-Square Test. The result showed 1) The development of a good socialization of both categories in a row is as much as 87.0% in the age group 36-47, 55.6% 48-59 age group and 86.7% in the age group of 60-71 months. 2) The results of the statistical test is no relationship stimulation with the development of socialization. Personal development is strongly influenced social environment and the interaction between children and parents / other adults. Child development will be optimal when social interaction according to the needs of children at different stages of development. Keywords: stimulation, socialization preschool children
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Diperkirakan lebih dari 200 juta anak balita dinegara berkembang gagal mencapai potensi perkembangan optimalnya karena masalah pemberian stimulasi dan gizi yang tidak baik, yang tidak memadai dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dini serta intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sehingga mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik, emosi dan sosial anak, (Depkes RI, 2006). Di Indonesia pada saat ini memperkirakan jumlah anak balita tahun 2013 adalah sebanyak 19.104 dan anak pra sekolah 9.535 orang. Jumlah PAUD mencapai 55,4 %. Jumlah tersebut jika dihitung berdasarkan kategori anak usia dini tiga sampai dengan enam tahun. Namun, jika dihitung dari anak usia nol sampai enam tahun, jumlah masih berada di kisaran 34 persen. Pada pola asuh sosial peran yang paling sering adalah mengajari sopan santun, meminta izin jika mengambil sesuatu, mengenal benda, bermain sesama kawan, membimbing pada saat bermain, menyapa, memberi pujian dan hadiah. Presentase terbesar peran orang tua dalam pola asuh kemandirian atau sosial termasuk kategori cukup (40,0%), hanya 26,7% termasuk kategori baik. Presentase terbesar pola asuh sosial termasuk kategori cukup (40%), dan kategori baik hanya 23,3%. Secara umum tingkat perkembangan kemandirian anak termasuk kategori baik dan cukup. Sedangkan presentase terbesar tingkat perkembangan sosial termasuk kategori buruk dan cukup, masing-masing 40%. Ada kecenderungan semakin baik peran orang tua dalam pola asuh kemandirian, maka tingkat perkembangan kemandirian anak akan semakin baik. ada kecenderungan tingkat perkembangan sosial anak berhubungan dengan peran orang tua dalam pola asuh sosial (Eddy:2003) Menurut penelitian seorang dokter yang dilakukan di Bandung ada lima aspek perkembangan yang dinilai yaitu, motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosial. Selama priode penelitian yang dilakukan dokter tersebut ada sebanyak 498 balita memenuhi kriteria inklusi,
terdiri dari 227 (46%) laki-laki dan 271 (54%) perempuan. Balita yang mengalami keterlambatan perkembangan yang tidak diberi stimulasi di daerah pedesaan sebesar 30% dan di perkotaan 19%. Di daerah pedesaan pola keterlambatan perkembangan secara urutan dari yang paling banyak adalah bicara 66%, motorik halus 35%, motorik kasar 35% dan sosialisasi 1%. Sedangkan di daerah perkotaan adalah bahasa 58%, motorik halus 38%, motorik kasar 26% dan sosialisasi 12% ( Eddy:2003) Hasil cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita tahun 2008, di 19 kabupaten kota di Sumatera Barat didapatkan 381.933 jumlah anak balita. Dikota Padang sendiri didapatkan 69.319 jumlah anak balita ( pra sekolah ), 2.793 ( 4,03 % ) jumlah anak balita yang diperiksa tumbuh kembang nya dan bagaimana pemberian stimulasinya (Bidang PKK Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat). Perkembangan personal sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tua/orang dewasa lainnya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya, (Soetjiningsih, 1995). Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Bebgei (2000) menyatakan bahwa dari 49 anak (4,08%) anak yang mengalami keterlambatan perkembangan karena stimulasi yang kurang yaitu anak kurang mendapat perhatian dari orang tuanya, sedangkan (32,65%) anak dengan interprestasi perkembangan meragukan dan diantaranya dengan stimulasi cukup. Sedangkan yang didapatkan paling banyak adalah anak dengan interprestasi perkembangan normal yaitu 31 (63,27%) anak, dimana sebagian besar anak diasuh dengan stimulasi yang baik yaitu dengan memberikan berbagai aspek stimulasi yang dibutuhkan oleh anak (gerak kasar, gerak halus, bahasa dan berbicara, sosialisasi dan kemandirian). Angka kunjungan ibu untuk membawa anaknya ke posyandu Kelurahan 2
Pintu Kabun Bukittinggi yaitu 40% dari jumlah ibu yang mempunyai anak balita dan prasekolah. Berdasarkan hasil observasi anak yang datang di posyandu Kelurahan Pintu Kabun Bukittinggi ada anak yang malu berinteraksi dengan temannya, dan adapula yang bersosialasasi dengan baik dengan teman sebayanya dan ada yang hanya bersosialisasi dengan ibunya saja. Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pemberian stimulasi sosialisasi dengan perkembangan sosialisasi anak prasekolah umur 3-6 tahun di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Bukittinggi tahun 2015. Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada atau tidak hubungan pemberian stimulasi
METODE PENELITIAN Desain Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi Eksperiment dengan menggunakan pendekatan metode prosfektif. Populasi dalam penelitian ini adalah anak prasekolah usia 3-6 tahun yang berdomisili di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi Tahun 2015, yang aktif datang ke posyandu yaitu berjumlah 65 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak prasekolah usia 3-6 tahun yang
sosialisasi dengan perkembangan sosialisasi anak prasekolah umur 3-6 tahun di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Bukittinggi” Tujuan Penelitian ini, untuk mengetahui hubungan pemberian stimulasi sosialisasi dengan perkembangan sosialisasi anak prasekolah umur 3-6 tahun di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi Tahun 2014. Luaran Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan, organisasi profesi untuk menetapkan prinsip dan metode yang sesuai mengenai pemberian stimulasi sosialisasi pada perkembangan anak prasekolah umur 3-6 tahun. Sebagai data dasar yang mendukung untuk penelitian selanjutnya.
berjumlah 65 orang di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi Tahun 2014, yang aktif datang ke Posyandu. Adapun kriteria dari sampel adalah: Anak usia 3-6 tahun, berdomisili di di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi, bersedia menjadi responden, ada saat dilakukan penelitian, dan Anak dalam keadaan sehat. Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, dimana semua anggota populasi yang aktif datang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel Independen Stimulasi Sosialisasi
Dependen Perkembangan sosialisasi
Defenisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur Hasil Ukur
Rangsangan atau dorongan yang dilakukan anak usia dini untuk berinteraksi dengan lingkungan
Pemberian Stimulasi Sosialisasi
Lembar stimulasi sosialisasi
Ordinal
Baik Kurang baik
Bertambahnya kemampuan anak berinteraksi dengan keluarga, teman sebaya dan lingkungan
Observasi sosialisasi anak
Lembar observasi
Ordinal
Baik Kurang baik
3
Alur Pelaksanaan Penelitian: Anak usia 3-6 tahun
Anak usia 3-6 tahun: pengukuran sosialisasi (1)
Anak usia 3-6 tahun: pemberian stimulasi sosialilasi selama 3 bulan
Anak usia 3-6 tahun: pengukuran sosialisasi (2)
Anak usia 3-6 tahun: Perkembangan sosialisasi
Pengumpulan Data: Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lembar kuisioner dan lembar observasi yang berisikan pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi pemberian stimulasi sosialisasi dengan perkembangan sosilisasi pada anak. Prosedur Pengumpulan Data: Sebelum pengkumpulan data dilakukan terlebihdahulu peneliti mengurus surat di tingkat LPPM STIKes Perintis dan minta izin penelitian melalui Kebangpol Linmas Kota Bukittinggi dengan nomor surat izin: 070/103/KB-KKP/2015. Pengumpulan data dilakukan pada saat pelaksanaan Posyandu dilakukan sesuai dengan jadwal masing-masing posyandu, dengan tahapan memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan tata cara mengisi kuisioner, pemberian stimulasi dan observasi kepada orang tua/responden dan dibantu kader kesehatan posyandu. Setelah itu orang tua/responden diminta untuk menandatangani informed consent sebagai tanda kesediaan turut berpartisipasi dalam penelitian ini. Kemudian dilanjutkan
dengan pengisian kuisioner oleh orang tua dan peneliti mengobesrvasi untuk mengukur perkembangan sosialisasi anak sebelumnya, lalu selanjutnya pemberian stimulasi oleh peneliti bersama orang tua dan didampingi kader kesehatan posyandu yang dilakukan selama 3 bulan diawali bulan April sampai dengan Juni 2015. Pemberian stimulasi oleh peneliti dilakukan sesuai jadwal setiap kegiatan posyandu dan dilanjutkan oleh orang tua keseharian dirumah sesuai dengan format yang telah diberikan oleh peneliti. Mengukur perkembangan sosialisasi anak dilakukan bulan Juli 2015. Setelah data yang dikumpulkan dianggap cukup, kemudian peneliti akan mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan terimakasih pada responden atas partisipasi dan kerjasamanya selama penelitian. Waktu penelitian: penelitian dilakukan selama 4 bulan yang diawali bulan April sampai dengan Agustus 2015 Lokasi Penelitian: Penelitian dilakukan di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Kota Bukittinggi, dengan memiliki tiga posyandu yaitu: Posyandu Raflesia, Posyandu Dahlia dan Posyandu Rose. Cara Pengolahan Data dan Analisis Data: Cara Pengolahan Data: Sebelum data dianalisa terlebih dahulu dilakukan pengolahan data, sebagai berikut: Editing, Coding, Scoring, Tabulating, Processing, dan Cleaning. Analisa Data Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variable atau pervariabel. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variable independen yaitu pemberian stimulasi, serta variable dependen yaitu perkembangan sosialisasi pada anak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran sebaran 4
atau distribusi frekuensi dan nilai tendensi sentral (mean) dari masing-masing variabel. Analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang diteliti menggunakan uji statistik Chi-Square Tes. Untuk melihat kemaknaan perhitungan
HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian, Pelaksanaan penelitian dilakukan dimulai dengan pengukuran pemberian stimulisasi sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua selama ini dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada orang tua.
statistik digunakan batasan kemaknaan 0,05 sehingga jika p 0,05 maka secara statistik disebut “bermakna” dan p > 0,05 maka hasil hitung tersebut “tidak bermakna”. (Notoatmodjo, 2001)
Pengukuran perkembangan sosialisasi anak prasekolah umur 36–71 bulan (3-6 tahun) menggunakan lembar observasi sebanyak 65 responden. Kegiatan ini dilakukan di posyandu sesuai jadwal posyandu dimulai bulan April 2015 s.d Agustus 2015. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini sebagai berikut:
5.1. Tabel distribusi frekuensi pemberian stimulasi sosialisasi pada anak prasekolah 36 – 71 bulan (3 – 6 tahun) di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Bukittinggi tahun 2015. Pemberian Stimulasi Umur Anak (bulan) Kategori Sebelum pemberian stimulasi 36 – 47 Kurang baik Baik 48 – 59 Kurang baik Baik 60 – 71 Kurang baik Baik Setelah pemberian stimulasi 36 – 47 Kurang baik Baik 48 – 59 Kurang baik Baik 60 – 71 Kurang baik Baik
f
%
Mean ± SD
12 11 13 14 7 8
52,2 47,8 48,1 51,9 46,7 53,3
32,35 ± 5,03
3 20 12 15 2 13
13,0 87,0 44,4 55,6 13,3 86,7
39,68 ± 3,27
24,70 ± 4,17 19,40 ± 2,95
32,37 ± 1,58 21,93 ± 0,97
Pada tabel 5.1 ditunjukkan bahwa porsentase pemberian stimulasi berdasarkan kelompok umur sebelum pemberian stimulasi (stimulasi yang dilakukan oleh orang tua selama ini dirumah) yang memiliki kategori baik secara berturut-turut adalah sebanyak 47,8% kelompok umur 36–47 bulan, 51,9% kelompok umur 48–59 bulan dan 53,3% kelompok umur 60–71 bulan. Sementara setelah pemberian stimulasi (stimulasi yang dilakukan oleh peneliti dan dilanjutkan oleh orang tua dirumah) yang memiliki kategori baik secara berturut-turut adalah sebanyak 87,0% kelompok umur 36–47 bulan, 55,6% kelompok umur 48–59 bulan dan 86,7% kelompok umur 60–71 bulan.
5
5.2. Tabel distribusi frekuensi perkembangan sosialisasi pada anak prasekolah umur 36 – 71 bulan (3 – 6 tahun) di Posyandu Kelurahan Pintu Kabun Bukittinggi tahun 2015. Perkembangan Sosialisasi Umur Kategori bulan
f
%
Mean ± SD
Kurang baik Baik 48 - 59 Kurang baik Baik 60 - 71 Kurang baik Baik Setelah Pemberian Sosialisasi 36 - 47 Kurang baik Baik 48 - 59 Kurang baik Baik 60 - 71 Kurang baik Baik
Umur Anak (bulan)
Kategori
36 – 47
Kurang baik Baik Kurang baik Baik Kurang baik Baik
48 – 59
Sebelum Pemberian Sosialisasi
36 - 47
Pemberian Stimulasi Sosialisasi
12
52,2
3,39 ± 0,67
11 13
47,8 48,1
4,37 ± 0,69
14 7
51,9 46,7
4,80 ± 0,41
8
53,3
3
13,0
3,87 ± 0,34
20 12
87,0 44,4
4,52 ± 0,58
15 2
55,6 13,3
4,87 ± 0,35
13
86,7
Pada tabel 5.2. ditunjukkan bahwa perkembangan sosialisasi sebelum pemberian stimulasi sosialisasi pada kelompok umur dengan kategori kurang baik secara berturutturut adalah pada umur 36–47 bulan sebanyak 52,2%, umur 48–59 bulan sebanyak 48,1%, umur 60–71 bulan sebanyak 46,7%. Sementara perkembangan sosialisasi setelah pemberian stimulasi sosialisasi pada kelompok umur dengan kategori baik secara berturut-turut adalah pada umur 36–47 bulan sebanyak 87,0%, umur 48–59 bulan sebanyak 55,6%, umur 60–71 bulan sebanyak 86,7%. 5.3. Tabel Hubungan Stimulasi Sosialisasi dengan Perkembangan Sosialisasi pada anak 36 – 71 bulan (3 – 6 tahun) di Posyandu
60 – 71
Perkembangan Sosialisasi Kurang baik
Baik
p= Val ue
f 2
% 16,7
f 10
% 83,3
0,01
1 7
09,1 53,8
10 6
90,9 46,2
0,04
5 1
35,7 14,3
9 6
64,3 85,7
0,01
1
12,5
7
87,5
Pada tabel 5.3. ditunjukkan bahwa pemberian stimulasi sosialisasi pada kelompok umur 36–47 bulan pada kategori baik yang mengalami perkembangan sosialisasi baik sebanyak 90,9% dan perkembangan sosialisasi kurang baik sebanyak 09,1%. Pada kelompok umur 48–59 bulan pada kategori baik yang mengalami perkembangan sosialisasi baik 64,3% dan perkembangan sosialisasi kurang baik 35,7%. Sementara pada kelompok umur 60–71 bulan pada kategori baik yang mengalami perkembangan sosialisasi baik sebanyak 87,5% dan perkembangan sosialisasi kurang baik sebanyak 12,5%. Hasil uji statistik hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi pada kelompok umur 36–47 bulan diperoleh nilai p=0,01 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi. Hasil uji statistik hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi pada kelompok umur 48–59 bulan diperoleh nilai p=0,04 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi. Hasil uji statistik hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi pada kelompok umur 60–71 bulan diperoleh nilai p=0,01 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi. 6
PEMBAHASAN a. Pemberian stimulasi sosialisasi Pada tabel 5.1 ditunjukkan bahwa porsentase pemberian stimulasi berdasarkan kelompok umur sebelum pemberian stimulasi (stimulasi yang dilakukan oleh orang tua selama ini dirumah) yang memiliki kategori baik secara berturut-turut adalah sebanyak 47,8% kelompok umur 36–47 bulan, 51,9% kelompok umur 48– 59 bulan dan 53,3% kelompok umur 60–71 bulan. Sementara setelah pemberian stimulasi (stimulasi yang dilakukan oleh peneliti dan dilanjutkan oleh orang tua dirumah) yang memiliki kategori baik secara berturut-turut adalah sebanyak 87,0% kelompok umur 36–47 bulan, 55,6% kelompok umur 48–59 bulan dan 86,7% kelompok umur 60–71 bulan. Bebgei (2000) menyatakan pemberian stimulasi yang kurang akan mengalami keterlambatan perkembangan dan dimana anak di asuh dengan stimulasi yang baik yaitu dengan memberikan berbagai aspek stimulasi yang dibutuhkan oleh anak yaitu gerak kasar, gerak halus, bahasa dan bicara, sosialisasi dan kemandirian. Menurut Hurlock (1994) mengemukakan bahwa lingkungan yang merangsang merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan anak. Lingkungan yang merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan perkembangan anak di bawah kemampuannya. Pemberian stimulasi pada anak usia dini akan lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhan–kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta bergaul. Orang tua merupakan faktor penyebab utama timbulnya permasalahan pemberian stimulasi anak yang kurang baik misalnya, orang tua kurang perhatian terhadap anaknya atau orang tua hanya sibuk dengan pekerjaan nya masing-masing, sehingga anak di rumah hanya
bermain sendiri atau hanya main dengan mainannya sendiri, mengakibatkan anak kurang bersosialisasi dengan temannya di luar rumah. Sebagian orang tua yang pulang bekerja jarang membawa anaknya keluar rumah, sehingga anak tidak bersosialisasi dengan orang lain dan anak kurang mau berteman dengan teman sebayanya ( Fatkhurrahman, 2002). Menurut analisis peneliti yang ditunjukkan pada table 5.1. bahwa pemberian sosialisasi yang biasa dilakukan orang tua di rumah belum maksimal dilakukan dilihat dari kategori presentase yang tidak melakukan stimulasi pada kelompok umur 36 – 47 bulan sebanyak 52,2%, kelompok umur 48 – 59 bulan 48,1% dan kelompok umur 60 – 71 bulan 46,7%. Setelah dilakukan stimulasi oleh peneliti bersama orang tua dan dilanjutkan dirumah selama 3 bulan maka didapatkan hasil pada kelompok umur dengan kategori kurang baik pada umur 36 – 47 bulan awal 52,2% turun menjadi 13,0%, pada umur 48 – 59 bulan awal 48,1% turun menjadi 44,4% dan pada umur 69 – 71 bulan awal 46,7 turun menjadi 13,3%. b. Perkembangan Sosialisasi pada Anak Pada tabel 5.2. ditunjukkan bahwa perkembangan sosialisasi sebelum pemberian stimulasi sosialisasi pada kelompok umur dengan kategori kurang baik secara berturutturut adalah pada umur 36–47 bulan sebanyak 52,2%, umur 48–59 bulan sebanyak 48,1%, umur 60–71 bulan sebanyak 46,7%. Sementara perkembangan sosialisasi setelah pemberian stimulasi sosialisasi pada kelompok umur dengan kategori baik secara berturut-turut adalah pada umur 36–47 bulan sebanyak 87,0%, umur 48–59 bulan sebanyak 55,6%, umur 60–71 bulan sebanyak 86,7%. Perkembangan sosial anak merupakan interaksi anak dengan orang lain. Selama tahap awal, anak sangat tergantung pada orangtuanya dan pengasuh lainnya. Oleh karena itu, dalam fase ini interaksi anak terbatas hanya pada orang-orang ini dan nantinya anak mulai berinteraksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa. Perkembangan personal sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tua/orang dewasa lainnya. 7
Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya, (Soetjiningsih, 1995). Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Menurut Bebgei (2000) menyatakan bahwa dari 49 anak 4,08% anak yang mengalami keterlambatan perkembangan stimulasi yang kurang baik yaitu anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya sedangkan 32,65%, anak dengan interprestasi perkembangan meragukan diantaranya dengan stimulasi cukup. c. Hubungan pemberian stimulasi sosialisasi oleh orang tua dengan Perkembangan Sosialisasi anak Pada tabel 5.3. ditunjukkan bahwa pemberian stimulasi sosialisasi pada kelompok umur 36–47 bulan pada kategori baik yang mengalami perkembangan sosialisasi baik sebanyak 90,9% dan perkembangan sosialisasi kurang baik sebanyak 09,1%. Pada kelompok umur 48–59 bulan pada kategori baik yang mengalami perkembangan sosialisasi baik 64,3% dan perkembangan sosialisasi kurang baik 35,7%. Sementara pada kelompok umur 60–71 bulan pada kategori baik yang mengalami perkembangan sosialisasi baik sebanyak 87,5% dan perkembangan sosialisasi kurang baik sebanyak 12,5%. Hasil uji statistik hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi pada kelompok umur 36–47 bulan diperoleh nilai p=0,01 maka dapat disimpulkan ada hubunngan yang bermakna antara pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi. Hasil uji statistik hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi pada kelompok umur 48–59 bulan diperoleh nilai p=0,04 maka dapat disimpulkan tidak ada hubunngan yang bermakan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi.
Hasil uji statistik hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi pada kelompok umur 60–71 bulan diperoleh nilai p=0,01 maka dapat disimpulkan ada hubunngan yang bermakan antara pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi. Stimulasi adalah perangsangan dari lingkungan luar anak, yang berupa latihan atau bermain, stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan sosial anak merupakan interaksi anak dengan orang lain. Selama tahap awal, anak sangat tergantung pada orang tuanya dan pengasuh lainnya (Soedjatmiko, 2008). Stimulasi juga berfungsi sebagai penguat (reinforcement). Memberikan stimulusi yang berulang dan terus menurus pada setiap aspek perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Moersintowarti (2002), stimulasi adalah perangsangan dan latihanlatihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari lingkungan di luar anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh orangtua, anggota keluarga, atau orang dewasa lain disekitar anak. Orangtua hendaknya menyadari pentingnya memberikan stimulasi bagi perkembangan anak. Menurut Marsinto (2006) pada pola asuh sosial peran yang paling sering adalah mengajari sopan santun, meminta izin jika mengambil sesuatu, mengenal benda, bermain sesama kawan, membimbing pada saat bermain, menyapa, memberi pujian dan hadiah. Presentase terbesar peran ayah dalam pola asuh kemandirian termasuk kategori cukup (40,0%), hanya 26,7% termasuk kategori baik. Presentase terbesar pola asuh sosial termasuk kategori cukup (40%), dan kategori baik hanya 23,3%. Secara umum tingkat perkembangan kemandirian anak termasuk kategori baik dan cukup. Sedangkan presentase terbesar tingkat perkembangan sosial termasuk kategori buruk dan cukup, masing-masing 40%. Ada kecenderungan semakin baik peran ayah dalam pola asuh kemandirian, maka tingkat perkembangan kemandirian anak akan semakin 8
baik. yang dapat diartikan tingkat perkembangan sosial anak berhubungan dengan peran ayah dalam pola asuh sosial.
prinsip dan metode bagaimana pemberian stimulasi sosialisasi yang baik. KESIMPULAN
Menurut analisis peneliti, pemberian stimulasi sosialisasi pada anak sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak, ini di sebabkan karena dengan adanya stimulasi sosialisasi anak akan cepat berinteraksi dengan lingkungannya atau tidak takut maupun malu berteman dengan teman sebayanya. Dengan adanya pemberian stimulasi soasialisasi, perkembangan sosial anak akan menjadi baik, karena anak akan mudah berinteraksi dengan teman sebayanya, jika jiwa sosialnya sudah terbentuk maka dengan sendirinya di dalam pergaulannya, anak akan saling tolong menolong. Untuk itu orang tua harus memperhatikan perkembangan sosial anaknya. Perkembangan sosial anak yang kurang baik disebabkan karena orang tua jarang membawa anaknya pergi bermain atau keluar. Anak hanya berinteraksi dengan orang tuanya saja, jika orang tuanya pergi bekerja anak hanya berinteraksi dengan pengasuhnya di rumah seperti kakak, nenek atau pengasuhnya sehingga menyebabkan anak tidak bersosialisasi dengan temannya, sebaiknya anak di bawa ke tempat umum agar bisa berinteraksi dengan teman sebayanya. Tindakan orang tua tentang pemberian stimulasi pada usia 48 bulan bisa dengan cara memberikan tugas rutin pada anak, mendorong anak agar bermain dengan teman sebayanya dan membentuk kemandirian anak dalam bersosialisasi, setelah usianya beranjak pada 60 bulan sebagai orang tua bisa memberi kesmpatan pada anak untuk mengunjungi kerabat atau temannya tanpa ditemani orang tua dan meluangkan waktu untuk bercakap-bercakap dengan anak setiap hari supaya perkembangan sosial anak bisa tercapai dengan baik. Diharapkan kepada orangtua harus memperhatikan bagaimana pemberian stimulasi sosialisasi yang baik terhadap anak supaya anak dapat berkembang dengan interaksi baik dan tidak ada rasa malu untuk berteman atau berkenalan dengan teman sebaya ataupun orang dewasa dan mampu berinteraksi dengan mandiri, dan untuk tenaga kesehatan dapat menetapkan
Kesimpulan, Pemberian stimulasi memiliki kategori baik secara berturut-turut adalah sebanyak 13,0% kelompok umur 36–47 bulan, 44,4% kelompok umur 48–59 bulan dan 13,3% kelompok umur 60–71 bulan. Perkembangan sosialisasi setelah pemberian stimulasi sosialisasi pada kelompok umur dengan kategori baik secara berturut-turut adalah pada umur 36–47 bulan sebanyak 87,0%, umur 48–59 bulan sebanyak 55,6%, umur 60–71 bulan sebanyak 86,7%. Hasil uji statistik hubungan pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi pada kelompok umur 36–47, 48–59, 60–71 bulan diperoleh nilai secara berturutturut p=0,01, p=0,04 dan p=0,01 maka dapat disimpulkan ada hubunngan yang bermakna antara pemberian stimulasi dengan perkembangan sosialisasi. SARAN Saran, Bagi Institusi Pendidikan, agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi kepustakaan dan data awal bagi penelitian selanjutnya. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan, sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan, organisasi profesi untuk menetapkan prinsip dan metode yang sesuai dalam pemberian stimulasi sosialisasi pada perkembangan anak. Keluarga Responden, diharapkan kepada responden agar lebih memperhatikan dalam pemberian stimulasi sosialisasi dengan baik agar perkembangan sosialisasi anak tersebut dapat bersosialisasi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA ACC/SCN. 2001. Nutrition Policy Paper No 19. ADB Nutrition and Development Series No 5. United Nations Administrative Committee on Coordination Sub Committee on Nutrition. Asian Development
9
Anne Ahira.Com. Artikel Kesehatan Pada anak Black. R. 2001. Zinc Deficiency, Immune Function, Morbidity and Mortality from Infection Disease among Children in Developing Countries. Food and Nutrition Bulletin Vol 22 No 2 June 2001. Special Issue on Recent Intervention Trial with Zinc. United Nation University Press Danis W. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0-1 Tahun. Jakarta : Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara
Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan Jakarta : Salemba Medika. http:// Paud-Usia-Dini. Blogspot.com/2008/06/ Pengasuhan Anak. Html . Akses 201304-30 jam 20.15 wib http:// id wikipedia. Org/wiki/ Pendidikan Anak Usia Dini. Akses 2013-03-26 jam 16.10 wib http://
Dian A . 2011. Tumbuh kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika Depkes RI. 2006. Pedoman Stimulasi, Deteksi Dan Tumbuh Kembang Anak
Pelaksana Intervensi
Diana Mutiah. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Group Dijkhuinzen. M.A, Wieringa. F, West.C, Muherdiyantiningsih, Muhilal. 2001. Concurrent Micronutrient Defisiensi in Lactating Mothers and Their Infants in Indonesia. AM.J. Clin.Nutr. Vol.73:786791 Domeklof.M. 2004. Iron, Zinc and Copper Interaction in Breast Milk are Independent of Maternal Mineral Status. Am.J.Clin.Nutr. Vol. 79 No 1 Hadi S. 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Rihama
kongkoh. Blogspot. Com/2011/01/ Perkembangan Sosial dan Emosional. Akses 2013-04-08 jam 17.30 wib
Nursalam . 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika Profil Sumbar. 2008. Bidang PKK Dinas Kesehatan Sumbar. http.//online/com.net Suyanto, Slamet.2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Padang: UNP Press Soetjiningsih. 2004 . Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Shrimptom.2001. Wordwide Timing of Growth Faltering Implication may be inadeguate for some infans in a rural farming community in san amteo Capulhuac, Mexico. Am.Clin. Nutr. Vol 78: 782 – 789 . UNICEF. 2001. The State of World’s Children. Washington DC
10