Yayasan Kesatuan mempersembahkan
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL Simposium Nasional Bogor, 6 Desember 2014
www.yayasankesatuan.org
1
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Dafar Isi Hal. 3 Hal. 5 Hal. 9 Hal. 32
2
Yayasan Kesatuan dan Inisiatif Kearifan Lokal Latar Belakang Simposium Nasional Notulis & Makalah Narasumber Rekomendasi Bogor
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Yayasan Kesatuan dan Inisiatif Kearifan Lokal Yayasan Kesatuan yang bergerak di bidang pendidikan sekolah dari Play Group/TK hingga Sekolah Menengah Atas (dengan nama Sekolah Kesatuan) dan perguruan Tinggi (dengan nama STIE Kesatuan) tahun ini merayakan 65 tahun kiprahnya dalam memajukan pendidikan di Bogor. Pada tanggal 22 Agustus 1949, didirikanlah Sekolah Rakyat Prof. Dr. Ir. Thung, yang selanjutnya pada tahun 1965 berganti nama menjadi Sekolah Kesatuan hingga saat ini. Pada tahun 1973 Yayasan Kesatuan memulai kiprahnya di bidang perguruan tinggi dengan membentuk Akademi Ketatalaksanaan Kesatuan Bogor. Saat ini mahasiswa yang terdaftar pada STIE Kesatuan Bogor mencapai 3 ribu mahasiswa Dalam rentang waktu 65 tahun Yayasan Kesatuan yang telah memiliki 2 ribu siswa (dari PG/TK sd. SMA) sarat memiliki pengalaman mendidik siswa-siswi, tidak terkecuali dalam pendidikan karakter. Dibawah bimbingan hampir 150 orang guru yang terus ditingkatkan kualitas dan karyanya, diharapkan dapat membawa anak didik menjadi siswa-siswi yang berprestasi & berkarakter. Jaman berganti, fokus siswa-siswi pun berubah. Saat ini kami melihat kecenderungan budaya instan dan teknologi yang menyerbu dengan cepat ke anak-anak sekolah di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di sekolah kami. Kesenian lokal terpinggirkan dan tergantikan dengan kesenian asing dalam bentuk yang mudah diakses baik melalui televisi, bioskop maupun media internet. Percakapan yang mendominasi anak-anak sekolah bukan lagi menggunakan bahasa lokal yang sarat filosofi. Demikian juga permainan anak-anak saat ini didominasi oleh permainan digital dalam bentuk sabak yang dibawa kemana-mana, yang mengurangi dengan drastis interaksi mereka secara langsung dengan teman-teman sebayanya. Pada tanggal 6 Desember 2014, Yayasan Kesatuan menyelenggarakan Simposium Nasional Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal dengan menghadirkan:
Prof. Jacob Sumardjo, seorang pakar kebudayaan yang sudah tidak asing lagi dan terkenal dengan karya-karya ilmiahnya, guru besar di STSI Bandung dan meraih berbagai macam penghargaan tingkat nasional dan internasional atas karya-karyanya di bidang kebudayaan. Beliau akan membahas peranan budaya (kesenian) lokal dalam melakukan proses transformasi nilai dan membentuk karakter siswa Dr. Hawe Setiawan, dosen di Fakultas Seni dan Sastra Universitas Pasundan, Bandung. Beliau meraih gelar doktor dari Unpad pada September 2014 lalu. Tahun 2008, Kang Hawe juga tercatat sebagai penggiat di Yayasan Rancage dan sangat sering diundang sebagai pembicara dari dalam dan luar negeri. Beliau juga aktif menulis di berbagai penerbitan berbahasa Sunda seperti Cupumanik. Beliau akan mengupas peranan bahasa ibu dalam melakukan proses transformasi nilai dan membentuk karakter siswa Dr. (can) Zaini Alif, pendiri dan pimpinan Komunitas Hong Bandung yang mengkhususkan diri pada riset dan pengembangan permainan lokal. Social entrepreneur terbaik Indonesia dari British Council. Liputan 6 Awards SCTV ―inspirasi Indonesia‖ serta Komunitas terbaik dari 600 komunitas Versi Kompas dan majalah SWA. Kang Zaini akan mengupas proses transformasi nilai permainan lokal yang sarat makna dan peranannya dalam pembentukan karakter siswa Indah Sri Wardhani, MSc – Moderator Simposium, dari Litbang Kompas yang menamatkan S1 dari Sosiologi UGM Yogyakarta dan gelar MSc diperolehnya dari Erasmus University, Rotterdam. Ibu Indah sangat akrab dengan berbagai macam riset terutama riset pendidikan dan aplikasi kurikulum di berbagai belahan Indonesia
Simposium dihadiri oleh 38 orang prakitisi pendidikan (guru atau kepala sekolah dari sekolah swasta dan negeri di Jawa Barat, Jakarta, Banten dan Yogyakarta). Simposium dengan format diskusi panel ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi pembentukan karakter anak didik sekolah di Indonesia melalui kearifan lokal dan aplikasi praktis di sekolah.
3
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Sebelumnya Yayasan Kesatuan telah menyelenggarakan Workshop Kaulinan Sunda pada tanggal 31 Oktober 2014 dengan menggandeng Komunitas Hong pimpinan Bapak Dr. (can) Zaini Alif. Acara menggunakan permainan lokal dengan melibatkan ratusan anak-anak SD hingga SMA Kesatuan. Kemudian dilanjutkan dengan workshop untuk seluruh guru-guru Sekolah Kesatuan, yang memberikan pengetahuan bagaimana membuat mainan anak-anak lokal dengan mudah dan murah, serta mendalami filosofi permainan lokal tersebut. Hasil workshop telah diaplikasikan di kelas-kelas dan pada saat jam istirahat digunakan untuk permainan lokal. Sekolah Kesatuan juga telah memulai tradisi Pojok Sunda, yaitu pementasan kesenian Sunda oleh anak-anak sekolah pada jam istirahat. Awal Oktober 2014 telah diberlakukan Hari Rabu Sunda, yaitu membiasakan seluruh anak didik dan guru-guru serta pegawai sekolah menggunakan bahasa Sunda.
4
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Latar Belakang Simposium Nasional Dalam 2-3 dekade terakhir terjadi perubahan besar dalam cara pandang kita sebagai bangsa terhadap etika yang semula melekat begitu kuat pada diri kita sebagai bangsa Indonesia Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi ekskalasi perubahan yang sangat besar di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya dilihat dari kacamata etika. Etika sebagai sebuah pegangan perilaku sebuah bangsa dipengaruhi oleh karakter mayoritas warga bangsa itu. Karakter mayoritas seringkali bisa dengan mudah dipengaruhi oleh karakter minoritas yang melakukan intervensi yang terstruktur melalui pola informasi massal baik konvensional maupun digital
• • •
Faktor-faktor yang Mempengaruhi • Kesepakatan pola pikir (mind-set) bersama yang sangat terfokus pada: lebih cepat, lebih baik, lebih murah dan lebih mudah (4L). Pola pikir ini berkembang pada jaman industrialisasi pada saat pabrikan mampu menghasilkan barang-barang sesuai kriteria di atas. • Pola pikir 4L di atas kemudian diterapkan dalam semua aspek: politik (bagaimana menang dengan lebih mudah), ekonomi (barang dan jasa massal tanpa menimbang etika proses produksi), sosial (fungsi media sosial menggantikan silaturahmi), budaya (hiburan instan seperti televisi jauh lebih murah dan mudah dibandingkan menonton hiburan kesenian lokal secara langsung) • Kesepakatan konsumtif yang terfokus pada kuantitas yang diukur oleh panca indera (misalnya tolok ukur kekayaan bukannya kebahagiaan) yang dengan masif kita sepakati bersama sebagai bangsa. • Pola pikir konsumtif yang bersumber pada pemuasan panca indera diaplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan (barang, jasa, hubungan kerja, kualitas sekolah). Sekilas Fakta Politik-Ekonomi-Sosial-Budaya Politik •
Disatu sisi politik Indonesia yang mengedepankan demokrasi berhasil dengan sukses menjiplak habis struktur dan perilaku demokrasi Barat (baca: Amerika Serikat sebagai acuan). Terlihat jelas terjadi pergeseran serius dalam hal etika berpolitik dalam pemilu satu dekade terakhir dan istimewanya dalam pemilu presiden 2014. Negative Campaign dan terutama black campaign lebih banyak mewarnai pemilihan presiden, yang secara etika bangsa tidak pernah terjadi seperti ini baik secara kuantitas maupun kualitas
• •
Ekonomi • Prinsip-prinsip ekonomi murni yang dikembangkan oleh ekonom yang berorientasi pada pasar dengan sukses dijiplak dan dimodifikasi dengan lebih hebat di Indonesia • Cara-cara yang digunakan tetap legal dengan memanfaatkan celah-celah peraturan yang ada • Contoh-contoh yang sangat terstruktur dan lebih hebat dibandingkan di negeri asal ekonomi pasar dikembangkan antara lain: penjualan obat resep oleh pabrikan langsung ke dokter dengan memberikan komisi, susu formula untuk bayi di RS Bersalin, penggunaan media massa dengan masif untuk merangsang penjualan rokok usia pemula. • Fokus kita sebagai bangsa (mayoritas) kemudian adalah berperilaku konsumtif. Untuk memenuhinya seringkali menggeser etika pegangan bangsa dan bekerja keras memenuhinya hingga ke bentuk perilaku koruptif. Sosial •
Prinsip-prinsip etika yang begitu kuat kita dapatkan dalam hidup sebagai sesama warganegara telah mengalami pergeseran serius dalam bidang toleransi antar umat beragama misalnya. 5
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Kejadian-kejadian intoleransi telah meningkat dengan pesat baik kuantitas maupun kualitas dalam satu dekade terakhir. Etika menghormati orang yang lebih tua dan lebih senior mulai beradaptasi dengan etika baru menghormati cara modern. Cara anak-anak berbicara kepada guru dan orangtuanya berada dalam ruang ‗menghormati seadanya‘, sesuai dengan tayangan televisi, bioskop, dan internet yang mudah mereka akses. Dalam skala berbeda kita melihat kejadian sehari-hari dalam bentuk etika menghormati yang sangat jauh berbeda: di jalan raya, antrian, diskusi di kelas dan kampus, bawahan terhadap atasan. Pola etika yang digunakan sudah berbeda.
•
•
Budaya • Kebudayaan Indonesia adalah kumpulan budaya lokal (bhinneka) yang menyatu (tunggal ika) menjadi budaya bangsa. Setiap budaya lokal memiliki fungsi kuat mempengaruhi karakter warganya. • Saat ini budaya yang berkembang adalah budaya instan hampir dalam semua aspek. Hampir seluruh tayangan televisi dengan masif memberikan ruang yang luas atas tayangan dengan basis pada rating yang dihasilkan. Aspek fungsi pembelajaran yang terdapat pada budaya lokal digantikan oleh fungsi hiburan semata yang memuaskan panca indera pada budaya instan. Contoh budaya instan yang digemari adalah kompetisi mencari penyanyi idola yang memberikan pembelajaran tambahan bahwa secara instan kesuksesan bisa diraih. • Di sisi lain, budaya lokal terpinggirkan digantikan budaya ‗nasional‘ dan internasional yang lebih populer. Tidak terlihat upaya memperkuat budaya lokal secara terstruktur, sistematis dan masif. Latar Belakang Kepustakaan Teori Intrinsic & Extrinsic • Motivasi seseorang apakah ditentukan oleh faktor dari dalam dirinya (memiliki jati diri , tujuan hidup, nilai-nilai yang kuat) atau ditentukan oleh faktor eksternal (apapun dari luar baik melalui panca indera, maupun intervensi motivasi seperti gaji yang lebih besar agar mau bekerja lebih giat) Teori Proaktif-Reaktif Stephen Covey • Pola respon seseorang ditentukan oleh seberapa besar circle of influence yang dimilikinya dan bukannya circle of concern. Contohnya jika Anda harus menghadiri resepsi perkawinan anak dari teman karib SMA Anda, padahal Anda sedang di luar negeri. Alasan harga tiket mahal, waktu yang terbuang adalah cicle of concern. Tapi mau atau tidak Anda datang adalah circle of influence. Teori Intrinsic & Extrinsic serta Teori Proaktif-Reaktif dengan jelas menunjukkan pola seberapa kuat kita memiliki pola pikir dalam merespon sesuatu. Dengan demikian intervensi terhadap pola pikir kemudian menjadi sangat penting. Intervensi pola pikir yang paling efektif adalah yang dilakukan dalam usia golden years (sampai dengan usia 8 tahun) dan paska golden years yang masih menyisakan ruang intervensi yang efektif (sampai dengan 17 tahun). Pada rentang usia ini, seorang anak memiliki 2 dunia: lingkungan rumah dan lingkungan sekolah. Pola intervensi yang bisa dilakukan dengan efektif oleh negara dengan terstruktur, sistematis dan masif adalah di lingkungan sekolah.
6
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Apa yang bisa dilakukan untuk mempengaruhi pola pikir anak usia sekolah, agar kembali memegang etika bangsa Indonesia dan memiliki karakter Indonesia yang kuat ? •
Menggunakan Kearifan Budaya Lokal yang terbukti sangat jenius dan komprehensif
•
Kearifan Budaya Lokal mengandalkan pada kekuatan pola-rasa (heart-set) untuk mempengaruhi pola-pikir (mind-set). Pola pikir kemudian akan mempengaruhi pola perilaku.
•
Mengubah hanya pola pikir tidak akan mampu mengubah pola perilaku dan membentuknya secara permanen karena kuatnya pengaruh eksternal dan pola reaktif yang ditunjukkan selama ini.
•
Pola pikir sangat efektif diubah oleh pola rasa karena secara teori pola rasa yang bersumber pada jantung (baca: rasa) memiliki power 88% dari total power yang kita miliki (12% ada pada otak) seperti diuraikan dengan ilmiah dalam heartmath.org.
Peranan Kearifan Lokal melalui Bahasa Ibu, Kesenian Ibu, dan Permainan Lokal Bahasa Ibu •
Bahasa menunjukkan bangsa, kami tidak perlu membahas ini lebih jauh.
•
Bahasa Lokal mewariskan Kearifan Budaya Lokal yang universal, seperti: rasa hormat pada orang yang lebih tua maupun orang lain yang belum kita kenal, demikian juga konsep menggunakan timbangan rasa dalam merespon sesuatu, tidak semata-mata aturan main (lihat frasa berdasarkan hukum yang berlaku dan frasa berdasarkan rasa keadilan yang hadir di tengah masyarakat).
•
Bahasa menjadi faktor intervensi utama karena penggunaannya yang masif (per orang ratarata mengucapkan 14.000 kata per hari*) sehingga sangat mempengaruhi pola rasa, pola pikir, pola perilaku.
Kesenian Ibu •
Kesenian berhubungan kuat dengan pola rasa. Kenapa kesenian ibu (kesenian lokal) sangat mudah kita rasakan? Karena kesenian ibu sudah kita dengar, lihat, rasakan sejak kita kecil (malah mungkin sejak masih di kandungan ibu).
•
Kesenian ibu umumnya memuat Kearifan Budaya Lokal baik yang terucap secara langsung maupun yang tersirat. Kearifan Budaya Lokal ini lahir dari situasi lokal yang nyata, berbeda dengan kesenian instan yang lahir dari situasi instan (menghasilkan keuntungan secara ekonomi pada umumnya) ataupun kesenian impor yang mudah diakses di media elektronik maupun digital.
•
Kesenian ibu menekankan pada unsur proses, dan pada umumnya dinikmati dengan pola rasa yang kuat pertama-tama.
Permainan Lokal •
Permainan Lokal semakin terpinggirkan dengan hadirnya perangkat digital yang mudah dan nyaman.
•
Anak-anak semakin terasing dari lingkungannya, interaksi yang jauh berkurang, dan pola egois (harus menang dan dimungkinkan untuk bisa menang) dalam konteks permainan digital.
•
Permainan lokal disamping mengandalkan olah tubuh, juga olah pikir dan olah rasa karena melibatkan teman bermain, komunikasi yang terjalin dalam bentuk keakraban, serta sikap 7
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
ksatria (sportif) sehingga membangun softskills yang sangat kuat sebagai bekal mereka menjalani kehidupan sosial maupun bisnis kelak. Sarat Kearifan Budaya Lokal yang tersurat maupun tersirat dalam proses bermain.
•
Peranan Sekolah •
Sekolah tidak hanya memiliki peranan mencerdaskan kehidupan anak-anak didiknya, tapi juga ikut bertanggungjawab atas karakter yang dianut oleh anak-anak didiknya.
•
Sekolah memiliki kesempatan dan kemampuan yang besar untuk melakukan intervensi atas pola rasa, pola pikir, dan pola perilaku anak-anak didiknya baik secara formal maupun informal.
•
Mengaplikasikan bahasa ibu, kesenian ibu, permainan lokal, adalah terobosan yang mudah, murah dan efektif karena sekolah memiliki sarana dan mampu membuat peraturan yang diperlukan.
•
Di sisi lain, golden years dan post golden years akan mempermudah proses ini.
•
Aplikasi bahasa ibu, permainan lokal, kesenian ibu sudah terbukti dalam rentang puluhan hingga ratusan tahun dalam membentuk etika dan karakter yang ternyata juga menjadi standar universal dalam berperilaku.
8
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Notulis dan Makalah Narasumber
Nara Sumber : 1. Prof. Dr. Jacob Sumardjo : Peranan Budaya Lokal 2. Dr. Hawe Setiawan : Peranan Bahasa Ibu 3. Dr. ( Can ) Zaini Alif : Peranan Permainan Lokal
Peserta : Terlampir daftar hadir Acara dimulai pukul 09.00 dengan di buka oleh MC diawali dengan pembacaan doa bersama dan menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Sambutan sekaligus pembukaan oleh Yayasan Kesatuan yang diwakili oleh Bapak Biakman Irbansyah. Bapak Biakman mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada nara sumber yang sudah bersedia memberikan ilmunya , tujuan acara ini untuk meningkatkan pendidikan karakter dan semoga acara ini menyadarkan , membangkitkan dan berharap semoga pendidikan karakter ini menjadi masukan baik pemerintah daerah maupun tingkat nasional
Acara dilanjutkan dengan tarian jaipong yang dibawakan oleh kaila dan kirana perwakilan dari SD Kesatuan dan dilanjutkan oleh lagu tokecang yang dibawakan oleh paduan suara dari smp kesatuan. Acara simposium dimulai dengan dibacakan biografi para nara sumber yang dibacakan oleh moderator ibu Indah Wardani M.Sc dari LITBANG KOMPAS. Ibu Indah menyatakan bahwa dunia yang kompetitif mendorong untuk para pendidikan untuk lebih mendidik supaya para murid bisa bersaing tetapi bagaimana jati diri negara kita. Prof Jacob Sumardjo adalah seorang pakar kebudayaan yang sudah tidak asing lagi dan terkenal dengan karya-karya ilmiahnya, guru besar di STSI Bandung dan meraih berbagai macam penghargaan tingkat nasional dan internasional atas karya-karyanya di bidang kebudayaan. Dr.Hawe Setiawan adalah dosen di fakultas sastra universitas pasundan , selain itu aktif sebagai penulis dan redaktur majalah Mangle dan aktif di Yayasan Rancage Dr. Muhamad Zaini Alif komunitas Hong dan dapat hadiah award SCTV dan komunitas terbaik dari harian Kompas Acara diawali dengan pemutaran film permainan rakyat oleh siswa siswi sekolah kesatuan dan budaya sunda. Diawali oleh pemaparan oleh ke 3 narasumber yang diawali oleh Bapak Jakob Sumardjo dengan materi Pola Rasional Budaya Lokal. 1. Budaya Kata ―budaya‖ dapat merupakan kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Sebagai kata benda, budaya merupakan produk konkrit kolektif yang meliputi seluruh unsur budayanya, yakni sistem pengetahuan dan teknolonginya, sistem sosialnya, sistem kepercayaan, bahasa, seni dan ekonominya. 9
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Dilihat sebagai produk bendawi, budaya suatu masyarakat dapat beraneka ragam, seolah-olah tidak ada hubungan satu dengan yang lainnya. Untuk memahami adanya kesatuan yang mendasari semmua keaneka ragaman budaya-produk tadi perlu ditelusuri makna keduabudaya, yakni sebagai kata kerja. Budaya juga menunjuk sebagai cara berfikir kolektif yang merupakan segi operasionalnya, suatu proses, cara kerja dan bertindak yang dinilai benar, baik . bagus, pantas, semestinya oleh suatu masyarakat. Inilah pola rasional yang mendasari adanya kesatuan dari keaneka ragam produk budayanya. Budaya juga merupakan kata sifat yang merupakan kesatuan sistem nilai. Budaya juga sesuatu yang abstrak karena nilai itu juga abstrak. Nilai baru hadir dalam benda-benda budayanya, yang dihasilkan dengan dasar cara berfikir tertentu. Cara berfikir kolektif ini merupakan pola hubungan sifat-sifat benda. Dalam budaya lokal, pola-pola hubungan itudapat berbeda-beda yang semula bertolak dari ekologi ruang hidup mereka, seperti masyarakat peramu, masyarakat peladang, masyarakat pesawah, dan masyarakat maritim, tetapi kemudian dapat berubah atau menyesuiakan dengan cara berfikir atau pola hubunganmakna dari luar lokalnya. Untuk memahami budaya lokal dengan kearifannya perlu perlu digali ke tingkatsistem nilaiatau sifat budayanya, sehinggasemua produk budaya bendanya dapat dilihatdasar kesatuannya. 2. Budaya Mitis – Spiritual Kearifan dalam budaya lokal beberapa hal amat berbeda dengan dengan kearifan modern yang kita jalani. Cara hidup modern kita terfokus pada humanisasi, yakni mengembangkan kemampuan potensi manusia sendiri ( antroposentris) sedangkan budaya lokal bertolak dari sistem religi masing-masing yang primordial. Dalam religi lokal, hidup manusia tergantung dari daya-daya diluar dirinya. Yakni daya-daya alamiah. Ada kesatuan hidup antara alam mikrokosmos, makrokosmoadan metakosmos. Dapat dikatakan bahwa budaya lokal adalah budaya religius, bahkan menjurus pada religius-magis. Peran manusia tersetuktur oleh alam makro dan alam rohaniyah, tidak bebas seperti dijalani manusia modern, Budaya lokal hanya mengenal kebenaran dan kebebasan kolektif, peran kebebasan individual amat terbatas. Masalahnya, dalam dunnia modern ini bagaimana kearifan-kearifan lokal ini masih dapat diektualisasikan? Bagaimana budaya religus dalam hidup dalam budaya modern yang sekuler? Jawabannya hanya ada dua, yakni bersikap modernis seperti sejarah Eropa bagaimana rensissance dan pencerahan yang berasas progresif ( mengajar yang serba baru dan maju) meninggalkan sama sekali budaya Abad pertengahan Eropa yang berfokus pada agama, atau bersikapbudaya lokalyang menekankan harmoni antara yang lama dan yang baru, antara yang religius dan sekuler, antara sakral dan profan. Kegiatan menggali kembali kearifan lokaldapat dimaknai sebagai menempuh jalan harmoni itu, kita hidup dalam dunia modern dengan kreativitas harmoni antara budaya lokal yang mitis-religius –spiritual dengan budaya modern global yang sekuler-profan.
3. Budaya Lokal dan Kearifan Lokal Budaya lokal setiap suku bangsa di Indonesia sama sekali belum punah, bahkan masih hidup segar ditengah masyarakatnya, terutama di daerah pedesan. Dengan demikian persoalan kearifan lokalyang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini lebih berpusat pada yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini lebih berpusat pada masyarakat perkotaan ( urban) yang memang merupakan agenagen budaya global. Ada kesadaran bahwa kita kehilangan sesuatu dalam menjalani hidup modern kita. Kita menyadari adanya semacam identitasnya budaya untuk setiap daerah ditanah air ini. Dan kita merupakan bagian dari identitas tersebut secara ruang ( desa-kota) dan waktu ( lampau-kini).
10
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Dalam pemahaman ini, sebagai manusia modern, tentu ingin majudan berubah, dan tidak mau kembali mundur ke peradaban desa-desa dan bentuk-bentuk budaya lama. Apa yang dimaksud budaya lama yang lokal ini adalah bentuk benda-benda budayanya. Budaya sebagai benda, tariannya, gamelannya, rumah adatnya, pakaiannya dan lain-lain. Yang dapat kita aktualisasikan dalam dunia modern adalah budaya lokal dalam kata kerja dan kata sifatnya yakni kearifan lokal itu. Identitas budayatidak terletak pada benda-bendabudaya itu sendiri, tetapi cara kerja, cara berfikir , cara membangun makna atas benda – benda budaya, dari zaman ke zaman. Identitas bukan jawaban atas ―apa‖ tetapi ―bagaimana‖. Identitas budaya terletak pada segi operasional jiwa bagaimana memproduksi benda – benda budaya untuk memenuhi kebutuhan zamannya. Memang kita tetap wajib melestarikan produk – produk budaya lama, tetapi bukan untuk dihidupkan kembali (kecuali memang masih dibutuhkan masyarakatnya). Kita bukan bangsa museum yang gemar mengelus – ngelus warisan budaya lama, betapapun adiluhungnya. Itulah produk kreatif leluhur dalam memenuhi kebutuhan hidup pada masanya sendiri. Dan kita berada dimasa yang berbeda dalam arus globalisasi ini. Kalau nenek moyang kita dahulu berhasil mempertahankan identitas budaya lokal masing – masing dalam menghadapi globalisasi zamannya, mengapa kita tidak mampu berbuat yang serupa ? Salah satu peribahasa sunda menyatakan bahwa kebawah kita harus punya akar dan keatas kita punya pucuknya, jangan sebaliknya, yakni ke bawah tak punya akar, ketasa tak punya pucuknya, alias termbang ambing tanpa tujuan yang pasti. Dengan demikian jelas permasalahannya, bahwa kita, masyarakat urban ini, telah melupakan akar – kara budaya lokal kita, tidak seperti masyarakat perdesaan terpencil yang sengaja atau tidak sengaja tetapi berpegang teguh pada pikukuh nenek moyangnya. Mereka ini hidup tenang dan damai dalam tradisi budayanya yang kuat akarnya. Kadamaian mereka justru sering terusik oleh kehadiran budaya kita, kaum urban, yang tak jelas akarnya. Akar – akar budaya lokal ini dapat digali dari berbagai warisan budaya suku, benda – benda budaya tua yang selama ini kita abaikan, juga peri kehidupan masyarakat suku yang masih memegang teguh adat, dapat dijadikan pijakan menemukan esensi budaya mereka, yaitu kearifan lokal mereka atau dasar filosofi hidup mereka. Dasar filosofi inilah yang dapat bertahan dalam mengarungi berbagai perubahan dalam sejarah masyarakat suku (lokal). 4. Tilu Sapamilu Salah satu dasar filosofi budaya sunda adalah pola kesatuan tiga yang kadang tersebut tritangtu atau tilu sapamilu (sapamulu, sapamula). Dikalangan masyarakat adat kasepuhan Banten kidul dikenal ungkapan filosodisnya sebagai berikut : Tilu sapamilu Dua sakarupa Hiji eta keneh Atau diwilayah priangan dikenal ungkapan serupa : Tilu sakawolu Hiji kenana pasti Terjemahannya kurang lebih ; tiga yang bersama, dua yang serupa, satu yang itu – itu juga. Pola kesatuan pola yang demikian itu juga dikenal dimasyakat minang dengan ungkapan ; tigo tungku sajarangan. Pada masyarakat batak toba dikenal sebagai dalihan na tolu.
11
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Kalau ditelusuri lebih jauh, ungkapan tradisional pada pola kesatuan tiga ini berkembang di masyarakat yang pada awalnya mengembangkan hidup dalam pertanian padi kering atau ladang (huma). Masyarakat yang demikian menghuni daerah perbukitan. Masyarakat – masyarakat suku yang hidup dalam ekologi yang serupa biasanya menunjukan kesamaan yang serupa, biasanya menunjukan gejala kesamaan pola berpikirnya. Ungkapan tilu sapamilu atau tri tangtu ternyata merupakan dasar pamahaman bagi benda – benda budayanya. Benda benda budaya seperti boboko, kujang, organisasi kampung, arsitektur rumah adat, tarian angklung, dapat dijelaskan sistem hubungan maknanya dari ungkapan tersebut. Bahkan sistem kepercayaanya dapat dijelaskan dari tilu sapamilu, yang bagi pemilik budayanya sendiri mungkin tidak disadari. Mitologi batara tunggal dalam masyarakat baduy, berdasarkan catatan suria saputra (sursa), dalam manuskripnya, ―baduy‖ tahun 1950 dapat menjadi dasar pemahaman pole rasionalitas tilu sapamilu ini. Tafsir terhadap mitologi dapat dijadikan pegangan untuk menjelaskan bagaimana tilu sapamilu mendasari berbagai makna benda – benda budaya sunda. Mitodologi baduy versi susra ini mengisahkan bagaimana ada ini muncul dari kekosongan atau ketidak – beradaan alias awang – awang uwung – uwung. Sering dikatakan juga sebagai ayana aya (adanya ada). Dari awang uwung tadi muncul tiga batara, yakni batara kerese, batara kawasa dan batara bima mahakarana. Ketiga batara kemudian menyatu pada menjadi batara tunggal. Dari batara tunggal segala yang ada ini ada. Kisah ini dapat ditafsirkan dalam rasionalitas sebagai berikut : awang – awang uwung uwungan adalah keberadaan yang non – manifase, non-aktual dan dengan sendiriannya noneksistensi. Itulah sebabnya disebut kosong, padahal awal sumber segala yang ada. Sering diungkapkan sebagai ; eweuh teu aya. Sedangkan aya teh eweuh kalau eweuh benar – benar ketiadaan. Yang menarik adalah bahwa dari kekosongan eweuh muncul (manifestasi dan aktualisasi) ―tilu sapamilu‖ yakni batara kerese, batara kawasa dan batara bima mahakarana yang kalau diterjemahkan menjadi batara tekad (hedap), batara lampah (bayu), dan batar bima mahakarana sebagai batar ucap (sabda). Tripartit ketiga batara menjadi batara tunggal dialam aya primordial. Anatar kosong dan batara tunggal tak lain adalah ―dua sakarupa‖ sebagai pasangan ada dan tiada. Tiada (euweuh) adalah ada yang non-manifase dan non aktual sama belaka dengan ada yang telah manifase dan aktual. Itulah sebabnya disebut sebagai ―hiji eta keneh‖ Rasional metafisika ini menjadi jelas dalam kitab jatirage yang berasal dari galuh. Awang – awang uwung uwungan ini ternyata ada isinya yang disebut Si Ijunajati Nistemen. Ia ada dalam dirinya yang tak terbatas yang tak mungkin dikenal dan dialami oleh manusia. Si ijunajati ini sama dengan kosong atau aya yang non-manifes. Tetapi kalau dia memanifestasikan diri harus melalui keberadaan seperti batara tunggal, yakni melalui berbagai batara atau dewa – dewa. Dewa dewa berbicara kepada manusia atas nama si ijunajati dengan kata – kata aing inya eta inya aing (aku adalah dia sebagai aku). Yang menarik bahwa si ijunajati selalu mengatakan pesan – pesannya dengan kata – kata bayu – sabda – hedap atau lampahku, sabdaku dan tekadku. Dalam kitab Jatiraga ini ungkapan tilu sapamilu, dua sakarupa dan hiji eta keneh masih dapat digunakan. Penafsiran metafisika sunda diatasnya sebagai berikut : tilu sapamilu adalah kebersamaan, kesepadanan, kesejajaran tekad (kerasa hedap), ucap (karana sabda), lampah (kawasa, bayu). Dua sakarupa keberadaan pasangan kembar euweuh dan aya, awang uwung dan batara tunggal, ijunajati nistemen dan dewa. Hiji eta keneh tak lain euweuh adalah aya, aya adalah euweuh tak lain adalah yang maha Esa yang non-manifase dan manifase yang satu itu – itu juga. 5. Tritangtu, Tilu Sapamilu = Sang Hyang Hurip Dalam kitab sewaku Darma peninggalan Galuh abad 15, arti tilu sapamilu atau tritangtu ini semakin jelas. Dalam lampir 8-9 naskah sunda lama dikatakan: 12
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Kalau tak ada penonton Kalau tak ada dalang Panggung kosong sepi Tinggal raga tanpa jiwa Yang lebih tidak berarti Bila sudah ditinggalkan Lempah ucap tekad Aku ditinggalkan oleh Sanghyang Hurip
Pola pengaturan tritangtu atau tilu sapamilu adalah tekad, ucap lampah atau keinginan ( rasa) pikiran, perbuatan. Ketiganya berbeda namun setara dan ada bersama. Tidak ada hidup tanpa ketiganya. Ketiganya adalah jiwa dan sukma manusia, Dua sakarupa ; tekad ( rasa ) adalah lampah, lampah adalah keinginan. Kita mengetahui tekad ada lampahnya lampah adalah serupa dengan tekad. Tekad serupa dengan lampah. Hiji eta keneh; tekad akan serupa dengan lampah, dan sebaliknya, apabila ada unsure ketiga yang menyatakannya, yakni ucap, kata-kata, atau pikiran. Ucap adalah menyatu dari tekad danlampah. Dalam pikiran terdapat tekad dan lampah sekaligus, bagaimana keinginan dapat diwujudkan. Dengan demikian, meskipun ada tiga, sebenarnya dua, meskipun dua sebenarnya satu. Yang satu itu tak lain sanghyang hurif itu sendiri, yaitu hidup ini. Kedudukan ucap atau pikiran dalam struktur tiga tadi adalah mediasi, penyatu, yang membuat tiga menjadi satu. Dalam ucap atau pemikiran terkandung keinginan dan tindakan. Itulah sebabnya atau pemikiran terkandung keinginan dan tindakan. Itulah sebabnyamediasi itu sering disebut siger tengah atau sineger tengah. Inti dari tilu sapamilu atau tritangtu adalah singer tengahnya.
6. Siger Tengah Salah satu sensi kesundaan adlah siger tengah ini. Orang perdesaan sering ,menggungkapkannya sebagai ulah daek dengdek topi. Siger tengah berperan paradokseal karena penyatu antara ―dua sakarupa‖ yang sebenarnya berbeda. Segala hal yang merupakan pasangan kembar serupa, yang sebenarnya bedarupa. Dapat disatukan dalam sifat Hidup. Filsafat siger tengah adalah kreativitas masyarakatnya, atau seni melestarikan kehidupan, dengan kejelian membaca pasangan-pasangan dualitas oposisioner segala kejelian membaca pasangan-pasangan dualitas oposisioner segala hal yang dapat diharmonikan dalam kesatuan yang berbahagia. Kreativitas harmoni ( siger tengah) adalah bagaimana sanggup melihat hubungan saling melengkapi, saling memenuhi kebutuhan, saling mengeksistensikan yang berbeda secara diametral dalam kesatuan hidup rukun dan damai. Bagaimana hidup ini menjadi lebih hidup. Sikap siger tengah dapat mengandung berbagai makna, misalnya : 1. 2. 3. 4. 13
Sikap terbuka Siap menerima perubahan Yang baru diterima, namun tidak meninggalkan yang lama toleransi tinggi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
anti kekerasan, non agresif moderat, tidak ekstrim pendamai optimistic, gembira, humoris lembut hati, halus perasaan egaliter surti, tepo-sliro, empati dan lain-lain
7. Buhun, Negara, Sarak Praktik filosofi tilu sapamilu dapat di telusur dari ungkapan masyarakat adat sendiri, yakni kesatuan buhun ( adat sunda) nagara ( pemerintahan nasional) dan sarak ( islam). Tilu sapamilu sunda, Negara, islam memasang dualitas dua sakarupa Adat sunda yang lama ( buhun) dan agama islam yang baru. Keduanya dapat harmoni dalam kesatuan ( hiji eta keneh, kesundaan itu sendiri) melalui mediasi Negara. Negara atau pemerintahan disini adalah siger tengahnya. Peran pemerintahan Negara atau pemerintahan disini adalah siger tengahnya. Peran pemerintahan amat sentral sehingga harus cukup kreatif ( raja resi) untuk mengharmonikan kedua unsure yang berbeda menjadi sama rupa. Itulah sebabnya muncuk ungkapan sunda itu islam, Islam itu Sunda, yang baru dapat dipahami kalau diletakkan pada filisofi siger tengah Sunda itu sendiri. Peran mediasi, siger tengahnya, yang dipercayakan kepada ―Negara‖ entah itu pemerintahan lokal atau nasional, harus arif, kreatif, peka, terbuka, dan lain-lain seperti diperlihatkan dalam sifat siger tengah. Adat dan agama saling mengisi, saling memenuhi kebuthanmasing-masing,saling menghidupkan, saling menjaga eksistensi. Siger tengah adalah seni hidup bersama Siger tengah adalah kreativitas. 8. Penutup Filosofi tilu sapamilu hanya merupakan salah satu esensi kesundaan. Masih ada opat kalmia pancer dan lain-lain yang harus digali pula. Berdasarkan filosofi lokal ini ( kearifan lokal) maka berbagai karya berupa benda-benda budaya dapat dibaca maknanya,misalnya kebuyutan-kebuyutan sunda, peralatan dasar Sunda, peralatan, logamnya, musiknya, tariannya, permainan kanak-kanaknya, kulinernya, kemasan-kemesanya. Untuk membahas hal-hal itu diperlukan ruang yang lain. Bandung 5 Desember 2014
14
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Belajar dengan Bahasa Ibu1 Hawé Setiawan Ketua Lembaga Budaya Sunda (LBS) Universitas Pasundan
Bahasa Ibu dan Perannya bagi Individu
Bahasa ibu adalah titian pertama yang menghubungkan individu dengan dunia. Itulah bahasa yang dituturkan oleh ibu atau figur lain yang memainkan peran keibuan. Bahasa ibu membentuk ruang intim, tempat orang tua dan anak menjalin ikatan batin seraya meneruskan tradisi dari satu ke lain generasi. Bahasa ibu adalah bahasa yang paling dikenal oleh individu. Pada mulanya anak tidak memilih bahasa. Ia hanya mengikuti bahasa yang dituturkan oleh ibunya. Waktu anak keluar dari rahim ibu, bahasa ibu sudah tersedia bahkan sudah melembaga. Ibu membimbing anak untuk menyesuaikan diri dengan bahasa itu. Dengan bahasa itulah anak belajar melihat dirinya, bergaul dengan sesamanya, serta berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Bukan kebetulan jika di tempat lain istilah yang digunakan untuk ―bahasa ibu‖ adalah mother tongue yang secara harfiah berarti ―lidah ibu‖. Istilah itu terasa menegaskan betapa intim dan pentingnya bahasa ibu bagi setiap individu. Dalam peristilahan yang dipakai oleh UNESCO, istilah mother tongue mencakup pengertian sebagai ―language that a person: (a) has learnt first; (b) identifies with or is identified as a native speaker of by others; (c) knows best; or (d) uses most.‖ Setiap orang pada hakikatnya adalah anak kandung bahasa ibu.
Bahasa Ibu dalam Cakrawala Global
Sekitar 7.106 bahasa dituturkan oleh penduduk dunia dewasa ini yang mencapai sekitar 6,8 milyar orang. Ada kecenderungan bianglala bahasa di dunia itu kian hari kian berkurang. Di antaranya terdapat 560 bahasa dalam kategori institutional (bahasa yang berkembang pesat hingga pemakaiannya melampaui batas-batas lingkungan budaya dan masyarakat yang melahirkannya), 1.563 bahasa dalam kategori developing (bahasa yang dituturkan oleh sangat banyak, sebagian di antaranya menerapkan bentuk-bentuk baku dalam karya sastranya meski belum tersebar luas dan kelangsungan hidupnya terjamin); 2.549 bahasa dalam kategori vigorous (bahasa yang yang dituturkan oleh banyak orang tapi tidak terbakukan); 1.519 bahasa dalam kategori in trouble (bahasa yang sedang mengalami proses keterputusan antargenerasi tapi masih digunakan oleh generasi muda, dan masih dapat dipulihkan lagi); dan 915 bahasa dalam kategori dying (bahasa yang hanya kalangan tua yang fasih menuturkanya). (www.ethnologue.com)
1
Disampaikan dalam Simposium Nasional Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal yang diselenggarakan oleh Sekolah Kesatuan dalam rangka Lustrum XIII Lembaga Pendidikan Kesatuan, di Bogor, Sabtu, 6 Desember 2014.
15
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Bahasa Ibu Orang Indonesia
Bahasa ibu sebagian besar warga Indonesia tergolong ke dalam ―bahasa daerah‖ —sebutan untuk membedakannya dari ―bahasa nasional‖. Ada yang menyebutkan bahwa lebih dari 80% orang Indonesia bercakap dengan bahasa selain bahasa Indonesia. Indonesia adalah bianglala bahasa yang mencakup sedikitnya 700 bahasa di berbagai lingkungan etnis. Dengan tata warna linguistik seperti itu, Indonesia adalah negeri yang budayanya paling beragam di seantero Asia. Tidak ada kehendak untuk mengabaikan keragaman bahasa ibu dalam sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Sumpah Pemuda pun menyiratkan pengakuan atas keragaman linguistik itu. Dalam hal kebahasaan, pernyataan dari tahun 1928 itu seperti konsensus para penutur bahasa ibu, yang beragam itu, untuk mencari jembatan pergaulan bersama seraya tetap memelihara bahasa ibu. Kiranya, bukanlah kebetulan jika rumusan Sumpah Pemuda dalam hal kebahasaan adalah ―menjunjung bahasa persatuan‖, dan bukan ―berbahasa satu‖ seperti yang sering terdengar dalam berbagai kutipan yang keliru. Dengan kata lain, orang Indonesia mengaku bahwa diri mereka ―bertanah air satu‖ dan ―berbangsa satu‖ tapi tidak melenyapkan keragaman bahasa daerah yang beratus-ratus itu meski sudah ada ―bahasa persatuan‖. Meski demikian, banyak orang Indonesia dewasa ini yang menjadi Malin Kundang bagi bahasa ibunya sendiri. Ia merasa dibesarkan dalam asuhan bahasa ibu, tapi kemudian berkembang dengan menyerap bahasa baru hasil pendidikan formal atau hasil pergaulan sehingga lambat-laun ia tidak bisa kembali ke dalam bahasa ibunya sendiri. Dari sebuah Advocacy Kit for Promoting Multilingual Education: Including the excluded (2007) terbitan UNESCO, dapat dikutip uraian berikut:
Indonesia, with more than 700 languages, is linguistically the most diverse country in all of Asia. The official language, Indonesian, is the medium of instruction at all levels of education, yet only about ten percent of the population speak Indonesian as their mother tongue. The constitution and an education act support the use of students’ mother tongues as mediums of instruction in the early grades. In practice, however, local languages are rarely used in formal government schools apart from being taught as subjects in some areas. Local languages are more widely used in non-formal education, particularly in adult literacy. (hal. 1)
Pendidikan Karakter dengan Bahasa Sunda
Bahasa Sunda dituturkan di wilayah Jawa Barat dan Banten dan sekitarnya. Penduduk wilayah ini, menurut sensus tahun 2000, sekitar 34 juta jiwa. Menurut Dictionary of Languages susunan Andrew Dalby (2006), bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27.000.000 (dua puluh tujuh juta) orang. Bahasa Sunda tergolong bahasa yang developing. Selain menjadi wahana pergaulan sehari-hari, bahasa ini juga masih dipakai dalam komunikasi tertulis seperti buku dan karya jurnalistik. 16
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Meski demikian, selalu terdengar kekhawatiran di kalangan masyarakat penutur bahasa Sunda bahwa bahasa daerah terbesar kedua di Indonesia ini pun bakal surut. Kekhawatiran demikian terdengar dari masa ke masa, bahkan sejak zaman Haji Muhammad Musa pada permulaan abad ke-20. Pada zaman kolonial bahasa Sunda dijadikan bahasa pengantar di sekolah buat kalangan rakyat kebanyakan di Jawa Barat. Dalam artikel bertajuk, ―Regional Languages and Decentralisation in Post-New Order Indonesia: The Case of Sundanese‖, yang dimuat dalam Words in Motion suntingan Mikihiro Moriyama, Manneke Budiman, dan Keith Foulcher (ILCAA, 2012), Moriyama menggambarkan pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap penggunaan bahasa Sunda, yang terkait pula pada kedudukan bahasa dan budaya daerah dalam lingkungan budaya nasional, sedemikian rupa sehingga pengajaran bahasa Sunda pun kembali mengisi kurikulum sekolah, sementara bahasa Sunda juga digunakan dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, serta dalam penerbitan buku. Dalam kesimpulan uraiannya, Moriyama antara lain mengatakan:
Singkatnya, Peraturan Daerah Nomor 5/2003 menandai perubahan mendasar dalam sejarah penggunaan bahasa Sunda di Jawa Barat. Kebijakan ini menciptakan peluang bagi tumbuhnya insitiatif yang berkaitan dengan bahasa baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dan mendorong dikeluarkannya kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi pemakaian bahasa oleh gubernur dan bupati/walikota. Pada saat yang sama, reformasi pendidikan di tingkat nasional pada tahun 2003 dan pengenalan kurikulum baru pada tahun 2004 dan 2006 juga meningkatkan pemakaian bahasa Sunda dan lebih jauh lagi mendorong perubahan sikap terhadap bahasa di Jawa Barat.
Amatan Moriyama belum menyentuh perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia yang paling mutahir. Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah di Indonesia dikhawatirkan menyurut karena berkurangnya porsi pengajaran untuk mata pelajaran tersebut. Betapapun, tidak diragukan lagi bahwa bahasa daerah merupakan wahana yang sangat penting bagi transfer nilai-nilai kepada anak didik. Nilai-nilai budaya Sunda, misalnya, terwadahi dalam bahasa Sunda, misalnya dalam babasan, paribasa, dan lain-lain. Sekadar ilustrasi dapat kita kutip misalnya uraian Haji Hasan Mustapa dalam bukunya, Bab Adat-adat Urang Priangan jeung Urang Sunda lian ti éta (1913), mengenai amanat paraji atau dukun beranak kepada bayi yang baru lahir:
Sanggeus diteukteuk toengtoengna ari2 sok dioesap-oesapkeun bari diparantjahan, tjara anoe papatah, kana soengoetna, pokna: “Ieuh! oelah saomong-omongna, ari lain omongkeuneun”; kana iroengna: “oelah saambeu-ambeuna, ari lain ambeueunana”; kana panonna doeanana, pokna: “oelah sadeuleu-deuleuna ari lain deuleueunana”; kana tjeulina doeanana: “oelah sadenge-dengena, ari lain dengekeuneunana”; kana leungeunna doeanana: “oelah satjokottjokotna, ari lain tjokoteunana, oelah sarampa-rampana, ari lain rampaeunana”; kana soekoena doeanana: “oelah satintjak-tintjakna, ari lain tintjakeunana”; kana siritna: “oelah saasoepasoepna, ari lain asoepaneunana”. (hal. 25) Pendidikan dengan Bahasa Ibu
Di lingkungan global UNESCO menyerukan mother tongue-based multilingual education (MLE) dalam kaitannya dengan education for all (EFA). Sebagai salah satu upaya merealisasikan hal setiap 17
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
orang akan pendidikan yang baik, dunia menyarankan agar proses pembelajaran mengandalkan pendekatan keragaman bahasa. Pembelajaran sepatutnya disampaikan pertama-tama dan terutama melalui bahasa yang paling dikenal oleh partisipan pendidikan. Seraya menyebutkan bahwa di antara 66 negara di dunia Indonesia berada di urutan ke 58 dalam kemampuan murid-murid sekolah membaca, sorang penulis menegaskan bahwa:
It is the responsibility of governments, experts, and the media to educate stakeholders, to ensure that Indonesian children receive the best possible education, and to ensure that Indonesia climbs the educational rankings. If the new curriculum does not do this, it will not be for the lack of English, but for the lack of support for the majority of Indonesians who don't speak Bahasa Indonesia as a mother tongue. (The Guardian, Tuesday 26 February 2013)
Dengan kata lain, pendekatan yang diharapkan dalam pendidikan adalah ―mendahulukan bahasa ibu‖ (first language first).
18
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Daftar Pustaka
Dalby, Andrew 2006, Dictionary of Languages, A & C Black.
Moestapa, Hadji Hasan 1913, Bab Adat-adat Oerang Priangan djeung Oerang Soenda lian ti éta, Batavia: Kantor Tjitak Kangdjeng Goepernemén
UNESCO 2007, Advocacy kit for promoting multilingual education: Including the excluded, Bangkok: UNESCO.
Whitehead, Danny, ―Lobbying for English in Indonesia denies children mother-tongue education‖, (http://www.theguardian.com/education/2013/feb/26/indonesia-mother-tongue-english-debate, diakses 4 Desember 2014)
19
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Data Diri Pembicara
Nama:
H. Wawan ―Hawe‖ Setiawan
TTL:
Subang, Jawa Barat 21 November 1968
Alamat:
Jl. Sersan Bajuri 5 (Blk. 8) Bandung 40154 Tel. (022) 2004390 Tel. & Facs. (022) 7310625
E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Pekerjaan:
Staf pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FISS) Universitas Pasundan, Bandung
Jabatan:
Ketua Lembaga Budaya Sunda (LBS) Universitas Pasundan
Pendidikan:
(2009-2014) Program Doktor Ilmu Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung (ITB) (2006-2008) Program Magister Ilmu Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung (ITB) (1987-1994) Jurusan Ilmu Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Bandung
20
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Sistem tata nilai dalam mainan dan Permainan rakyat sebagai Media alih nilai pada pendidikan anak di Indonesia Mohamad Zaini Alif S.Sn.,M.Ds Manusia adalah makhluk bermain atau homo ludens sejak kecil mereka sudah di kenalkan dengan dunianya. Bermain adalah wujud dari manusia pada pembentukan pengenalan diri, melalui bermain manusia dikenalkan pada kemampuan dirinya, mainan dan permainan adalah alat dan media yang bukan merupakan tujuan. Melalui mainan dan permainan kita diperkenalkan terhadap seluruh kemampuan dasar dari tubuh ini, melempar, menendang, mendengar, memukul adalah media pengetahuan fungsi tubuh. Interaksi manusia dengan wujud alam dilakukan pada masa anak-anak dengan bermain berhadapan dengan angin mereka sambut dengan baling-baling, layangan, di masyarakat disebut mewujudkan sesuatu yang tidak terlihat angin yang tidak berbentuk jadi berwujud. Hal tersebut terjadi ketika interaksi terjadi antara manusia dengan tanah melalui permainan leuleutakan atau lempar lumpur, dengan air ichikibung, papancakan, dengan batu sorodot gaplok, pat-pat gulipat dengan api damar sewu, bebeledugan.
Hubungan interaksi manusia dengan makhluk hidup juga
diwujudkan dengan bentuk-bentuk mainan seperti peupeusingan (menyerupai trenggiling), dodombaan (meniru domba), oray-orayan( meniru bentuk ular). Melalui konsep mainan dan permainan dengan mengenal diri dan alamnya beberapa permainan mengajarkan anak mengenal tuhannya,
hal ini terdapat pada permainan-permainan yang mengajarkan pada
konsep kepatuhan, kesadaran dan pengolahan rasa, seperti pada permainan ucing sumput (petak umpet), ucing kuriling (kucing yang mengikuti garis bundar). Pada bentuk dan rupa mainan terdapat hubungan antara bentuk, tanda (signification) yang merupakan interaksi simbolik dalam membaca identitas budaya seperti keragaman bentuk dan wujud permainan yang ada seperti gasing hati, gasing lentera, gasing jantung, kolecer,kitiran, ker-keran keragaman bentuk di tiap wilayah yang menggambarkan alam dan budaya mainan tersebut berasal. Mainan dan permainan menciptakan pembiasaan (habituation) dengan diberikannya stimulus yang sama dan berulang-ulang pada anak (reseptors) mengajarkan anak-anak mempersiapkan masa dewasanya Mainan dan permainan lahir dari dari hasil interaksi manusia dengan alam dalam lingkungan budayanya, menghasilkan ragam mainan yang memiliki kekhasan dan keunikan (uniqueness)di tiap wilayah. Hal ini terjadi pada jenis penamaan mainan dan permainan di setiap wilayah tetapi pada bentuk dan jenis memiliki kasamaan. Teori atavistis (keturunan) salah satu teori 21
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
bermain yang di ungkapkan oleh john Stanley hall menyebutkan bahwa dengan pandangannya yang biogenetis menyatakan, selama perkembangannya, anak akan mengalami semua fase kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua factor hereditas ( waris, sifat keturunan ): yaitu segala pengalaman jenis manusia sepanjang sejarah akan diwariskan kepada anak keturunannya.( John Stanley hall, 1970) John Stanley hall menyatakan bahwa seluruh mainan dan permainan di dunia memiliki kesamaan karena kita satu keturunan yang sama. Hal tersebut bisa dilihat dari keragaman jenis mainan yang ada seperti dhakon, dhakonan (jawa), Dentuman Lamban (Lampung),Congkak (Sumatera dengan kebudayaan Melayu),Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata (Sulawesi). Pada permainan Ular naga (Bengkulu, Jawa), Sleboran (Gresik),Dor Salindor (Madura),Wak-wak gong (Jakarta),Tam-Tam an, Teng Bungkuk (Sumatera Selatan),Lemon Nipis (Irian Jaya),Oray-orayan, Jamuran (Bandung). Kesamaan dari keragaman nama tersebut dalam permainan tradisional, di berbagai wilayah di dunia pun sama, permainan ini dikenal dengan nama yang berbeda, seperti congklak atau dhakon (Indonesia) mancala (Inggris), awele (Ghana), bao (Kenya), pallam guzhi (India), shell (Afrika), chongka (Filipina), dan adi (Nigeria). Selain itu, permainan engklesondah mandah (Sunda), yang di negara lain dikenal dengan sebutan amarelinha (Brasil), hopscotch (Inggris), escargot (Prancis), tagalagala (Nigeria), chilly (India), Ia rayuela (Honduras), Ia tungka (Bolivia), golosa (Rusia), dan tengteng (Malaysia). Mainan dan permainan yang selama ini di anggap sebagai mainan tradisional milikbangsa, ternyata ada di berbagai Negara di dunia, banyak pertanyaan mengenai darimana mainan itu berasal. Dari 250 jenis mainan tradisional yang di temukan di wilayah Jawa Barat dan 890 jenis mainan di seluruh nusantara, memiliki kesamaan bentuk dan jenisnya, yang membedakan nya adalah nama dari mainan atau permainan tersebut. Penelaahan mainan tradisonal Jawa Barat di awali dari Naskah kuno abad ke 14, Naskah Siksa Kanda Ng Karesian yaitu naskah yang berasal dari Kabuyutan Ciburuy yang berada di lereng gunung Cikuray Garut Selatan, yang menempatkan seorang yang mempunyai keahlian dalam permainan di sejajarkan dengan keahlian lain seperti ahli pantun, ahli karawitan, ahli cerita atau dalang, ahli tempa, ahli ukir, ahli masak, ahli kain dan keahlian lainnya dalam siksa kanda Ng Karesian disebutkan “……..Hayang nyaho di pamaceuh ma: ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini; singsawatek (ka) ulinan ma, hempul Tanya…..”yang artinya ―….Bila ingin tahu permainan, seperti: ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini: segala macam permainan, tanyalah 22
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
empul,,,‖ (Saleh Danasamita,1986: 83, 107).
Di dalam Naskah Siksa Kanda Ng Karesian di
sebutkan ada 11 jenis permainan yang ada pada masa itu. Permainan tersebut yaitu : Ceta maceuh, Ceta nirus, Tatapukan, Babarongan, Babakutrakan, Ubang-ubangan, Neureuy Panca, Munikeun Lembur, Ngadu lesung, Asup kan lantar, Ngadu nini.Bentuk mainan dan permainan tersebut berbeda dengan mainan dan permainan yang ada di wilayah sunda pada umumnya, beberapa memiliki kemiripan dengan mainan tradisional di wilayah masyarakat adat di Sunda. Jenis mainan dan permainan yang ada di masyarakat adat dan kasepuhan, memiliki banyak persamaan dengan Sunda pada umumnya yang sering di mainkan di berbagai wilayah di sunda, masyarakat adat seperti Kasepuhan Ciptagelar (sukabumi),
Kampung Dukuh (garut),
Kampung adat cigugur (Kuningan ), Kampung Kuta (ciamis), mainan yang dimainkan memiliki persamaan tetapi sistem penamaan yang berbeda. Dimasyarakat Adat Kanekes Baduy Dalam atau orang tangtu , Cibeo, Cikeusik, Cikertawana memiliki bentuk permainan yang berbeda dengan mainan dan permainan yang ada di wilayah lain di wilayah tatar sunda, seperti mainan sanari, permainan peupeucangan, pipikulan, lulumpatan di reuma, tetenunan, gugulaan,kuk-kuk (menyusuri gunung dengan mata tertutup), mainan dan permainan yang merupakan kearifan lokal yang berinteraksi dengan lingkungan hidupnya (Indigenuous knowledge), hal ini berbeda dengan mainan dan permainan yang ada di wilayah panamping atau masyarakat adat sekitar daerah tangtuseperti wilayah Kadu ketug, Kadu jangkung, Gajeboh, Cisaban, Kaduketer , Sorokokod. Meskipun sangat berdekatan dan kehidupan yang berdampingan antara masyarakat Baduy dalam dan wilayah baduy luar atau panamping, permainan anak-anak tidak menembus dan mempengaruhi anak-anak di wilayah tangtu yang tiga, adalah karena ikatan adat yang bersumber pada ajaran spiritual, yang kukuh dipegang oleh masyarakat baduy dalam termasuk anak-anaknya. Bermain adalah tindakan sukarela yang dilakukan dalam batas tempat dan waktu, berdasarkan aturan-aturan yang mengikat tetapi diakui secara sukarela dengan tujuan yang ada dalam dirinya disertai dengan perasaan tegang dan senang serta dengan pengertian bahwa bermain merupakan suatu yang lain dalam kehidupan. (Huizinga, abad XVIII).
Bermain adalah
kepasrahan menerima apapun dengan sukarela maka mainan akan menjadi sebuah artefak yang lebih mendekati originalitas dari budaya tersebut.
Mainan dan permainan tradisional
memiliki persamaan wujud dan bentuk yang lahir dari hasil interaksi antara tubuh yang sedang mengalami proses pengenalan terhadap diri,alam dan tuhannya. Bermain Sebagai media meneruskan citra kemanusiaan. Melalui bermain anak melewati tahap-tahap 23
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
perkembangan yang sama dari pekerjaan sejarah umat manusia (Teori Rekapitulasi). Kegiatan-kegiatan seperti lari, melempar, memanjat, dan melompat, merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari generasi ke generasi (Stanley Hall, 1970). Dari kegiatan-kegiatan yang sama secara turun-temurun, batu dilemparkan, air disemburkan, tanah di bentuk, dan menghasilkan kegiatan-kegiatan bermain dengan pola yang sama. Mainan dan permainan tradisional yang ada di wilayah sunda memiliki pola-pola bermain yang sama seperti engkle, sondah mandah, sonlah, patikteuk, cak teu adalah satu permainan yang sama. Di wilayah yang lebih luas, Ingkling,(Sumatra) Picek baju (Batak) Sudhamanda (Jawa), Taplak (Lampung) masih satu mainan yang sama seperti di wilayah Sunda. Budaya material di bentuk berdasarkan budaya idea, cara pandang dunia dan cara berpikir masyarakatnya. Pandangan dunia dan cara berpikir itu, dengan sendirinya telah lewat bersama berlalunya generasi-generasinya. Tetapi, bentuk material sebagai ekspresi pandangan dunianya sekarang masih utuh ada, dan kita miliki sebagai warisan budaya bangsa. (Jakob soemardjo, 2002:106) Mainan dan permainan yang masih utuh bertahan adalah media ekspresi pandangan dunia melalui generasi-generasi yang berbeda, akan menemukan nilai (velues) dalam tiap bentuk dan polanya. Pola-pola pembagian tiga yang ada dalam pola kampung adat di Baduy Dalam, yaitu Cibeo,Cikeusik dan Cikertawana dengan konsep pembagian tiga resi,rama,ratu, dalam diri tekad , ucap (ucapan) , lampah (lakukan) dalam tubuh jiwa, raga, papakean (pakaian), di masyarakat buhun (leluhur), nagara, syara(agama). Konsep kesatuan tiga berada dalam seluruh artefak budaya, rumah, perkakas, dan mainannya. Konsep kekuatan yang bersumberkan pada ajara-ajaran spiritual di masyarakat Baduy Dalam yang
menyebabkan mainan-mainan
bertahan. Spiritual yang dimaksud bukan masalah agama tetapi berhubungan dengan kejiwaan (rohani atau bathin), spiritual yang menyangkut suatu yang universal, yaitu values, meaning, dan purpose dalam kehidupan manusia.
24
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Makalah Prof Jacob Sumardjo
25
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
26
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
27
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
28
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
29
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
30
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
31
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Rekomendasi Bogor Pada Hari ini, Sabtu 6 Desember 2014, seluruh narasumber, moderator dan peserta simposium sepakat untuk merekomendasikan langkah-langkah praktis, efisien dan telah terbukti dalam sejarah pendidikan di Indonesia, untuk membentuk karakter anak didik berbasis kearifan lokal sebagai berikut: Pendidikan Karakter berbasis Kearifan Lokal dalam hal ini Sunda diturunkan dari Tekad Ucap Lampah yang berarti ilmu pengetahuan harus diterapkan. 1. Pendidikan karakter berbasis budaya lokal harus mengutamakan penggunaan bahasa daerah. Metode aplikasi pengunaan bahasa daerah yang tepat adalah: Mengutamakan pengalaman, yaitu membiasakan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari untuk mengekspresikan rasa dan pikiran. Jika sudah menjadi kebiasaan, akan menjadi sistem pengetahuan yang bisa ditransformasikan kepada generasi yang akan datang. Penggunaan bahasa daerah bisa disisipkan pada ilmu-ilmu yang lain Untuk tingkat pendidikan dasar diutamakan pendidikan bahasa daerah yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari Dimasukkan dalam sistem pendidikan nasional secara umum Pemerintah daerah perlu mendorong penggunaan bahasa daerah lebih luas lagi 2. Menggali khasanah Kebudayaan Lokal. Perlunya melakukan inventarisasi nilai-nilai yang sarat filosofi yang terkandung dalam kebudayaan lokal, yang pada akhirnya mampu membangun sistem kebudayaan nasional. 3. Mengembangkan dokumentasi tulis. Saat ini kebudayaan Indonesia lebih mengedepankan kebudayaan lisan. Karena belum terdokumentasikan dengan baik, maka sangat sulit kita mempelajari dan mentransformasikan nilai-nilai lokal kepada anak-anak kita. Misalnya permainan lokal yang dimulai dari filosofi bahan baku, pembuatannya, dan cara memainkannya. 4. Mengembangkan komunitas berbasis kebudayaan lokal. Komunitas berperan penting mendorong pengalaman menjadi sebuah pengetahuan dari kebiasaan-kebiasaan yang hidup di masyarakat.
Sekolah Kesatuan Jl Raya Pajajaran Komplek Pulo Armen - Bogor 16143 Telepon: 0251 8326958 – 8372764 www.yayasankesatuan.org
32
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
33
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
34
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor
Hak Cipta: Sekolah Kesatuan Jl Raya Pajajaran Komplek Pulo Armen - Bogor 16143 Telepon: 0251 8326958 – 8372764 www.yayasankesatuan.org
35
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal | Yayasan Kesatuan Bogor