BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN
A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 1. Yayasan sebagai lembaga nirlaba Arti nirlaba sebenarnya adalah tidak mencari laba atau keuntungan. Suatu keuntungan dapat terjadi jika suatu modal setelah diusahakan ternyata memperoleh hasil yang melebihi modal tersebut. Untuk nirlaba, modal yang ada tidak diolah untuk mendapatkan keuntungan, melainkan untuk melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Jadi lembaga nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu lembaga yang bersasaran pokok untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (untung). 18 Yayasan sejak semula didirikan tidak dimaksudkan untuk tujuan komersil, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgelijk Wetbook (BW) (selanjutnya disebut KUH Perdata) Pasal 368 yang menyebutkan antara lain bahwa dalam segala hal, bilamana Hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhimpunan berbadan hukum yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau lembaga amal. Jadi kalau diperhatikan dari ketentuan tersebut
18
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 110.
20
21
sebenarnya yayasan memang bersifat sosial dan tidak dimaksudkan untuk suatu kegiatan usaha yang bertujuan mencari keuntungan. Setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan, maka ditegaskan kembali yang menggambarkan bahwa yayasan sebagai lembaga nirlaba. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menjelaskan bahwa yayasan menyebutkan adanya harta kekayaan yang dipisahkan dan tujuannya untuk bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak terdapat anggota. Dalam praktek kegiatan yayasan di Indonesia, bentuk kegiatan usaha yayasan banyak digunakan untuk mencapai tujuan seperti yayasan perawatan orang jompo, yayasan panti asuhan anak yatimpiatu, yayasan kematian, yayasan dana pensiun, yayasan pendidikan, rumah sakit dan sebagainya. Pemerintah juga dapat mendirikan yayasan seperti yayasan bahan makanan, yayasan kesejahteraan pegawai dan lain sebagainya. Berlakunya Undang-Undang Yayasan membuat kiprah yayasan sebagai lembaga nirlaba menjadi sorotan publik. Banyak tudingan miring kepada yayasan, terutama berkaitan dengan ‘kedok’ sebagai mencari keuntungan, dengan melihat berbagai kemudahan yang didapat dalam mendirikan yayasan dibanding bentuk badan hukum lain, seperti PT atau CV. 19 Berdasarkan kenyataan di lapangan batasan yayasan sebagai organisasi nirlaba agak kabur. Sebagai contoh yaitu yayasan dana pensiun, yang harus ‘memburu’ keuntungan agar dana yang tersimpan dapat berkembang. Padahal menurut Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Yayasan, yayasan hanya dapat mempergunakan 25% (dua puluh lima persen) modal yang dimilikinya diikutsertakan dalam bisnis yang bertujuan mencari
19
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 111.
22
keuntungan. Sedangkan sisanya sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) tetap digunakan untuk kegiatan non profit yang menjadi aktivitas yayasan sehariharinya. Yayasan memang tergolong sebagai lembaga yang idealis dan kegiatannya termasuk mulia karena dengan ruang lingkup kegiatannya di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, memerlukan dana untuk pembiayaan tersebut, sedangkan dilain pihak yayasan tidak mencari keuntungan dari kegiatannya. Oleh sebab itu, tanpa menyimpangi asas nirlaba tersebut sebenarnya yayasan boleh mencari keuntungan asalkan jangan di dalam kegiatan yayasan, melainkan diluar yayasan. Caranya telah ditentukan oleh Undang-Undang Yayasan pada Pasal 7 yaitu dengan mendirikan badan usaha maupun ikut dalam penyertaan modal perusahaan di tempat lain. 20 2. Hakekat yayasan sebagai badan hukum Yayasan dalam sejarahnya merupakan suatu himpunan harta kekayaan yang disisihkan oleh para pendirinya untuk kegiatan sosial dan segi-segi ideal lainnya. Untuk mengetahui apakah yayasan itu merupakan badan hukum atau bukan dapat dilihat dari beberapa pendapat ahli hukum, seperti Scholten yang memberikan definisi bahwa 21 yayasan adalah suatu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan penunjukan, bagaimanakah kekayaan itu diurus dan digunakan. Pakar hukum lainnya juga memberikan
20
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/others/yayasan-yang-nirlaba, (diakses pada tanggl 15 April 2015). 21 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 194.
23
definisi tentang yayasan diantaranya Utrecht, yang menyebutkan bahwa yayasan adalah tiap-tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu. Badan hukum adalah subyek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti halnya manusia pribadi. Sebagaimana halnya subyek hukum manusia, badan hukum ini dapat mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta dapat pula mengadakan hubungan-hubungan hukum baik antara badaan hukum yang satu dengan badan hukum yang lain maupun antara badan hukum dan manusia. Karena itu badan hukum dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta kekayaan. 22 Hukum di Indonesia mengenal yayasan (stichting, foundation) yaitu organisasi dengan tujuan tertentu. Subjek hukum yang baru dan berdiri sendiri itu merupakan badan hukum. Badan hukum yayasan dapat didirikan dengan tidak adanya campur tangan dari penguasa dan dari kebiasaan dan yurisprudensi bersama-sama menetapkan aturan itu. Dengan demikian kedudukan badan hukum itu diperoleh dengan bersama-sama saat berdirinya yayasan itu. 23 Yayasan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebelum berlakunya undang-undang yayasan, hanya didasarkan pada kebiasaan dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 124 K/Sip/1973 tanggal 27 Juni 1973, dimana dalam pertimbangan putusan tersebut Mahkamah Agung 22 23
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm 27. Ali Rido, Op. Cit., hlm. 114.
24
telah membenarkan putusan judex factie yaitu bahwa yayasan Dana Pensiun H.M.B, didirikan di Jakarta dengan nama “Stiching Pendiunfons H.M.B Indonesie“. Dan telah menetapkan bahwa Yayasan Dana Pensiun H.M.B Indonesia sebagai badan hukum. Meskipun kelemahan yurisprudensi pada saat itu hanya menetapkan suatu yayasan sebagai badan hukum sifatnya hanya per kasus saja jadi pengadilan menetapkan yang memperoleh kepastian hukum sebagai badan hukum adalah yayasan yang berperkara saja, sedang yang lainnya masih belum ada kepastian. 24 Mengikuti pandangan ini, maka status yayasan sebagai badan hukum semakin dipertegas dengan ditetapkannya Undang-Undang Yayasan. Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Yayasan, telah menghapuskan keraguan perihal apakah yayasan merupakan badan hukum atau bukan. 25 Definisi yayasan dalam Undang-Undang Yayasan diatur dalam Pasal 1 ayat (1) mengakhiri perdebatan para ahli hukum apakah Yayasan merupakan suatu badan hukum non komersial atau bukan, yang menyebutkan yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Bentuk yayasan tentunya berbeda dengan koperasi yang merupakan kumpulan orang. Dengan pengertian seperti pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, maka yayasan tidak mempunyai anggota dan tidak mempunyai saham, sehingga tidak mengenal dividen seperti halnya perseroan. 26
24
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 5. http://yahyazein.blogspot.com/2008/11/status-hukum-yayasan.html (diakses tanggal 20 Maret 2015). 26 R. Murjiyanto, Op.Cit, hlm. 67. 25
25
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa status badan hukum yayasan yang semula diperoleh dari sistem terbuka penentuan atau het open system van rechtspersonen beralih berdasarkan sistem tertutup atau de gesloten system van rechtspersonen. Hal demikian berarti bahwa sekarang yayasan menjadi badan hukum karena berdasarkan undang-undang dan bukan berdasarkan sistem terbuka, yang berlandasakan pada kebiasaan, doktrin dan ditunjang dengan yurisprudensi. Yayasan menurut undang-undang adalah suatu badan hukum yang untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang Yayasan. Adapun kriteria yang ditentukan adalah: 27 a. yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan; b. kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan; c. yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan; d. yayasan tidak mempunyai anggota. Rumusan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menguatkan bahwa yayasan untuk memperoleh status badan hukum haruslah membuat akta pendirian yayasan yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM yang dibuat oleh notaris. Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM merupakan syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum bagi himpunan/perkumpulan/badan usaha seperti perseroan terbatas, koperasi maupun yayasan. Fungsi pengesahan dimaksudkan 27
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 10.
26
untuk keabsahan keberadaan badan hukum sehingga badan hukum itu mempunyai kelayakan yaitu seberapa jauh atau tidaknya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada khususnya yayasan. Rumusan ini tentunya membawa konsekuensi bahwa sebagai badan hukum, yayasan memiliki karakteristik dan kemampuan bertindak sebagai layaknya suatu subyek hukum. 28 Perubahan
Pasal
11
Undang-Undang
Yayasan
telah
menghapus
kewenangan Kanwil dalam memberikan pengesahan atas suatu badan hukum yayasan dan mempertegas bahwa wewenang untuk mengesahkan suatu yayasan sebagai badan hukum berada di tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Di samping itu dinyatakan bahwa notaris harus mengajukan permohonan untuk menjadi badan hukum tersebut. Hal ini mungkin disebabkan pada masa lalu banyak yayasan yang dengan sengaja tidak mengajukan permohonan menjadi badan hukum. 29 Hal tersebut berarti bahwa pengesahan akta pendirian ini merupakan satu-satunya dokumen yang menentukan saat berubahnya status yayasan menjadi badan hukum. Eksistensi yayasan sebagai entitas hukum privat tidak perlu dipermasalahkan lagi atau tidak diragukan lagi dengan keluarnya Undang-Undang Yayasan. 3. Pendirian yayasan di Indonesia Sebelum adanya Undang-Undang Yayasan di Indonesia, perundangundangan sama sekali tidak mengatur tentang badan hukum yayasan. Hanya dalam KUH Perdata yayasan disebut adanya yayasan seperti pada Pasal 365, 899, 900, 1680, kemudian dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 236 Rv. Tetapi di 28 29
Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 2. Ibid., hlm. 4.
27
Indonesia, yayasan sejak dahulu bahkan sebelum adanya Undang-Undang Yayasan, yayasan telah diterima sebagai badan hukum yang dapat melakukan kegiatan usaha. 30 Pendirian yayasan di Indonesia pada saat itu masih menggunakan syarat dari hukum perdata yang terdiri atas 2 aspek, yaitu : a. Aspek materil 1) Harus ada pemisahan harta kekayaan 2) Adanya tujuan yang jelas 3) Ada organisasi (nama, susunan dan badan pengurus) b. Aspek formil yaitu pendirian yayasan dalam wujud akta otentik. Pendirian yayasan didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih dengan memisahkan harta kekayaan pendiri yang merupakan kekayaan awal dan dilakukan dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan kemudian disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pendiri bukanlah pemilik yayasan karena sejak semula telah memisahkan sebagian kekayaannya menjadi milik yayasan. Yayasan dapat juga didirikan berdasarkan wasiat. Apabila terdapat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan yayasan, hal ini dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam wasiat selaku penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat. Penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat. Hal ini saling berhubungan, bila penerima wasiat atau ahli waris tidak melaksanakan maksud pemberi wasiat untuk mendirikan yayasan, atas permintaan
30
Ali Rido, Op.Cit., hlm. 112.
28
pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pendiri harus melaksanakan tugasnya berdasarkan “fiduciary duty”. 31 Yayasan yang didirikan berdasarkan wasiat berarti : a. Yayasan jelas merupakan suatu kumpulan modal dan bukan kumpulan orang. b. Dikatakan bukan kumpulan orang karena yayasan dapat didirikan hanya oleh satu orang, yang menyisihkan sebagian harta kekayaannya pribadi menjadi harta kekayaan awal yayasan. Pemahaman ini diperkuat lagi dengan rumusan yang memungkinkan pendirian yayasan dengan wasiat. c. Selanjutnya oleh karena akta pendirian yayasan harus dibuat dalam bentuk akta notaris, maka wasiat yang memungkinkan pendirian yayasan juga harus merupakan wasiat yang dibuat oleh atau di hadapan notaris. 32 Pengertian yang dimaksud dengan ‘orang’ menurut penjelasan UndangUndang Yayasan berdasarkan Pasal 9 ayat (1) adalah orang perorangan (person) baik warga Indonesia maupun warga negara asing ataupun warga negara Indonesia bersama-sama dengan warga negara asing, dan badan hukum (artificial person) baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing ataupun badan hukum Indonesia bersama-sama dengan badan hukum negara asing. 33 Artinya hanya bisa didirikan oleh orang perorangan saja atau oleh badan hukum saja, dan
31
Ais Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi (Bandug: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 28. 32 Gunawan Widjaja, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002), hlm. 11. 33 Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit., hlm. 73.
29
tidak memberi kemungkinan pendiri campuran orang perorangan dengan badan hukum. Undang-Undang Yayasan yang berlaku saat ini memberi pengaturan, bahwa pendirian yayasan di Indonesia harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia berdasarkan pengaturan Pasal 9 ayat (2). Pembuatan akta pendirian dimaksud, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Akta pendirian yayasan tersebut memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. Anggaran dasar tersebut sekurangkurangnya memuat: 34 a. nama dan tempat kedudukan yayasan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan; c. jangka waktu pendirian; d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang dan benda; e. cara memperoleh kekayaan dan penggunaan kekayaan; f. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian anggota pembina, pengurus dan pengawas; g. hak dan kewajiban pembina, pengurus dan pengawas; h. tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan; i. penggabungan dan pembubaran yayasan;
34
R. Murjiyanto, Op.Cit., hlm. 42.
30
j. penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan yayasan setelah pembubaran. Sedangkan keterangan lain, memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan pendiri, pembina, pengurus dan pengawas. Untuk selanjutnya akta pendirian diajukan ke permohonan pengesahan Menteri agar memperoleh pengesahan sebagai badan hukum sesuai Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Yayasan. Pendiri dan kuasanya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM melalui notaris yang membuat akta pendirian yayasan tersebut. Adapun permohonan pengesahan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 63 Tahun 2008, yang juga diatur dalam Pengumuman Nomor AHU-10.OT.03.01. Tahun 2008, yang dilampiri antara lain : a. surat permohonan pengesahan akta pendirian yayasan; b. salinan akta pendirian yayasan; c. foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak yayasan dilegalisir notaris; d. surat
pernyataan
kedudukan/domisili
disertai
alamat
yayasan,
ditandatangani pengurus diketahui kepala desa; e. bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama yayasan, atau pernyataan tertulis pendiri tentang kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal yayasan; f. surat penyataan pendiri tentang keabsahan kekayaan; g. bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak;
31
h. bukti penyetoran biaya pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa akta pendirian yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan anggaran dasar yang disetujui atau diberitahukan, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman tersebut dilakukan oleh Menteri yang membidangi hukum. Makna pengumuman ini sebagai pemenuhan syarat publisitas yang dimaksudkan untuk diketahui oleh masyarakat atau pihak ketiga. 35
B. Pengelolaan Yayasan Oleh Organ Yayasan Pengelolaan adalah suatu proses atau cara melakukan tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan penyimpanan berdasarkan ketentuan undang-undangan yang berlaku. 36 Dalam hal ini, pengelolaan yayasan dimaksudkan dalam hal kekayaan yayasan oleh organ yayasan. Sedangkan yang dimaksud dengan kekayaan diartikan sebagai barang-barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum baik yang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Maka pengertian dari pengelolaan harta kekayaan dapat diartikan sebagai tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan penyimpanan barang-barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum
35 36
Ibid., hlm. 44. Andi Hamzah, Kamus Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 242.
32
yang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 37 Kekayaan yayasan yang berupa uang, barang atau bentuk yang lain yang dapat dinilai dengan uang, sangatlah sensitif dalam pengelolaannya. Untuk itu pengelolaan kekayaan yayasan tersebut dilakukan secara profesional berlandaskan prinsip transparansi, efisiensi dan akuntabilitas. Walaupun uang bukan segalanya, tetapi tanpa adanya uang yang mencukupi maka yayasan tidak dapat menjalankan kegiatannya. Oleh karena itu, pembukuan harus diselenggarakan dengan tertib dan informasi keuangan dihasilkan tepat waktu sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengurus untuk tujuan evaluasi dan diawasi oleh organ lainnya yaitu pembina dan pengawas. 38 Sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 2 yang menyebutkan bahwa yayasan mempunyai organ terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. Organ yayasan tersebutlah yang menjadi alat yayasan untuk dapat mengelola yayasan hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, yaitu yayasan yang diwakili oleh organnya dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. 39 Khususnya pengelolaan yayasan secara langsung dilakukan baik didalam maupun diluar dilakukan oleh salah satu organ yaitu pengurus. Hakekatnya antara yayasan dengan organ yayasan terdapat hubungan yang sangat erat. Di satu sisi keberadaan organ
37
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan (Menurut Sistematika KUH Perdata dan Perkembangannya) (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 87. 38 AB Susanto et.al., Op. Cit., hlm. 129. 39 Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 11.
33
yayasan tergantung sepenuhnya pada keberadaan yayasan, tetapi disisi lain yayasan sangat bergantung pada organnya untuk melakukan kegiatan mengelola yayasan dan melaksanakan fungsinya. 40 1. Pembina Pembina sebagai organ tertinggi dalam yayasan yang ikut dalam pengelolaan yayasan lebih melakukan kewenangannya yang tidak diserahkan kepada pengurus maupun pengawas yaitu untuk mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas. Diciptakannya organ pembina merupakan sebagai ganti pendiri, disebabkan dalam kenyataan pendiri yayasan pada suatu saat dapat tidak ada sama sekali, yang diakibatkan karena pendiri meninggal dunia, ataupun mengundurkan diri. 41 Dengan ketentuan tersebut, pembina memiliki kewenangan yaitu: a. untuk menilai hasil pekerjaan pengurus dan pengawas setiap tahun; b. melakukan perubahan anggaran dasar yayasan; c. pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas yayasan; d. penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan; e. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan; f. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan; g. laporan tahunan yang ditandatangani oleh pengurus dan pengawas, kemudian disahkan dalam rapat pembina akan tetapi tidak mungkin dalam rapat tersebut pembina menolak pengesahan jika isi laporan tidak benar. 42
40
Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 37. Chatamarrasjid, Op.Cit., hlm. 7. 42 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 9. 41
34
Pembina ikut berperan dalam mengelola yayasan yang didirikan, yaitu dengan mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun. Rapat tahunan yang diselenggarakan pembina bertujuan melakukan evaluasi tentang kekayaan yayasan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang. 2. Pengurus Pengurus mempunyai tugas dan kewenangan melaksanakan kepengurusan dan perwakilan yang harus dijalankan semata-mata untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Pengurus menempati kedudukan sentral dalam mengelola yayasan dan hal ini memberikan tanggung jawab yang besar baik internal maupun eksternal yayasan dan pertanggungjawaban pengurus dapat dihubungkan dengan tugas dan wewenang yang melandasi kegiatan pengurus. Tugas atau kewenangan pengurus yayasan diatur dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 39 Undang-Undang Yayasan yang isinya meliputi: a. melaksanakan kepengurusan yayasan; b. mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan; c. mengangkat dan memberhentikan pelaksanaan kegiatan yayasan; d. bersama-sama dengan pengawas mengangkat anggota pembina jika yayasan tidak lagi mempunyai pembina; e. mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian, jika yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu; f. menandatangani laporan tahunan bersama-sama dengan pengawas;
35
g. mengusulkan kepada pembina tentang perlunya penggabungan; h. bertindak selaku likuidator jika tidak ditunjuk likuidator. Disini nampak bahwa pengurus mempunyai tugas dan kewenangan yaitu melaksanakan kepengurusan dan mewakili yayasan. Kewenangan pengurus dalam mengelola yayasan juga dibatasi oleh Undang-Undang Yayasan yang diatur dalam Pasal 37 dan 38 dalam hal-hal yang mengikat yayasan sebagai penjamin utang, mengalihan atau pembagian kekayaan yayasan, membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain dan pengurus tidak boleh mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan yayasan, pembina, pengurus, dan pengawas atau pihak lain yang berkaitan dengan yayasan kecuali dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi yayasan dan dengan mendapat persetujuan tertulis lebih dulu dari pembina. Mengenai pertanggungjawaban pengurus terhadap pengelolaan serta hasil kegiatan usaha yayasan berkaitan erat dengan prinsip fiduciary relationship antara yayasan dengan pengurus selaku organ yayasan. Untuk itu maka tanggung jawab pengelolaan serta hasil kegiatan usaha yayasan sangat penting dilakukan oleh setiap pengurus berdasarkan prinsip kehati–hatian dan tanggung jawab. Karena hasil kegiatan usaha merupakan salah satu bentuk pendapatan yang menjadi kekayaan
yayasan.
Pengurus
yayasan
bertanggung
jawab
penuh
atas
kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Yayasan sangat bergantung pada organ pengurus sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan
36
fungsinya. Sehingga antara yayasan dengan pengurus terdapat fiduciary relationship yang melahirkan fiduciary duties. Berdasarkan
kewenangan
yang
ada,
pengurus
harus
mampu
mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar yayasan selalu berjalan pada jalur yang benar atau layak. Oleh karena itu pengurus mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap penggelolaan yayasan, hal ini ditegaskan dalam Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Yayasan yang memuat bahwa pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan serta berhak mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dan juga pengurus harus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dan untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksudkan, pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan hal ini diatur dalam anggaran dasar yayasan. Pengelolaan yayasan yang dilakukan oleh pengurus pastilah ada obyek yang dikelola yaitu disebut dengan kekayaan yayasan. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan merupakan obyek bagi pengurus untuk mengelola yayasan. Kekayaan yayasan ini berasal dari harta pribadi pendiri yang terpisah dari yayasan dan harta yang berasal dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat dan perolehan lainnya yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar maupun peraturan perundang-undangan. Selanjutnya juga dikatakan bahwa dalam hal-hal tertentu negara dapat memberikan bantuan kepada yayasan. Dalam hal yang demikian maka perlu diperhatikan mekanisme pemberian bantuan tersebut,
37
apakah masih berada dalam siklus anggaran menurut peraturan perbendaharaan negara, yang diatur lebih lanjut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau telah menjadi bagian harta kekayaan yang dipisahkan, dengan mekanisme pertanggungjawabannya sendiri. Sumber pendanaan inilah yang menjadi menjadi fokus perhatian pengelolaan yayasan yang dilakukan oleh organnya khususnya pengurus. Pengurus sebagai organ yang yang menempati kedudukan sentral dalam pengelolaan yayasan sangatlah besar pengaruhnya pada apa yang dikelola yayasan yaitu sumber pendanaan yang menjadi kekayaan yayasan. Sumber pendanaan yayasan biasanya menjadi fokus perhatian pengurus karena pengurus yayasan menjadi penentu eksistensi yayasan itu sendiri. Misalnya, yayasan anak yatim piatu mempunyai kegiatan pokok untuk membantu anak-anak yang terlantar karena mereka tidak memiliki orang tua. Tentu yayasan ini memerlukan sumber dana untuk membiayai kegiatan operasional bagi anak-anak asuhannya, biaya konsumsi, pakaian, sekolah dan keperluan lainnya. Karena anak-anak asuhan yayasan tersebut tidak membayar uang sepeser pun, maka pengurus yayasan memperoleh sumbangan atau donasi dari para dermawan. 43 Untuk
membantu
memperoleh
sumber
pendapatan
lain
serta
mengembangkan yayasan, pengurus diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan suatu badan usaha dan/ ikut serta dalam badan usaha dalam artian dapat menanamkan modalnya pada badan usaha yang lain dalam bentuk Perseroan Terbatas. Penyertaan modal ke dalam bentuk usaha yang bersifat
43
AB Susanto et.al., Op. Cit., hlm. 128.
38
dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayaasan hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Yayasan. Undang-Undang Yayasan ini tidak dijelaskan lebih lanjut kriteria kegiatan usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Maksud dibentuknya badan usaha adalah yayasan diharapkan dapat memperoleh tambahan kekayaan berupa keuntungan yang dapat memperoleh tambahan kekayaan berupa keuntungan yang dapat digunakan untuk menopang kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Misalnya, yayasan penderita anak cacat membentuk unit usaha berupa kerajinan tangan, hasil kreasi dari peserta didiknya. Kegiatan usaha yayasan itu sendiri harus mencerminkan tujuan dan maksud awal yayasan dibentuk yaitu sosial, keagamaan dan kemanusiaan, maka ruang gerak kegiatan usaha yayasan tersebut harus sesuai dengan bidang sosial, pendidikan, keagamaan, kebudayaan, kesehatan dan bidang lainnya. Keuntungan dari kegiatan usaha tersebut menjadi sumber penghasilan yayasan. Hasil kegiatan usaha ini digunakan untuk mendukung program (kegiatan) pokok yayasan. 44 Pengurus yayasan tidak dapat hanya mengandalkan sumber dana dari donatur atau sumbangan saja, tetapi juga mencari sumber dana lain yang memberikan nilai tambah dengan melakukan kegiatan usaha seperti pentas seni anak, turnamen, pameran lukisan anak, seminar dan sebagainya. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pelaksana yang ditunjuk oleh pengurus
44
Ibid., hlm. 129.
39
yayasan. 45 Dan pengelolaan yang dilakukan oleh pengurus tidak dengan sewenang-wenangan karena kekuasaan yang dimiliki dengan statusnya sebagai organ yayasan, akan tetapi untuk itu organ yayasan lain seperti pengawas sebagai fungsi kontrol bertugas untuk mengawasi kerja pengurus. 3. Pengawas Pengawas yayasan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Yayasan memiliki pengawas sekurangkurangnya 1 (satu) orang pengawas yang wewenang, tugas dan tanggung jawabnya diatur dalam anggaran dasar. Yang dapat diangkat menjadi pengawas adalah orang yang mampu melakukan perbuatan hukum dan yang memenuhi persyaratan sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menghindari kemungkinan tumpeng tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain, pengawas tidak boleh rangkap jabatan. Organ pengawas sendiri perannya mengawasi serta memberi nasehat kepada pengurus dalam pengelolaan dan menjalankan kegiatan usaha yayasan 46 harus dengan itikad baik dan bertanggung jawab yang sesuai dengan Pasal 42 Undang-Undang Yayasan. Tugas dan wewenang dari pengawas dalam mengelola yayasan yaitu: a. pengawas berhak melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen, keuangan pembukuan yayasan. Oleh karena itu sudah selayaknya ditunjuk orang yang memliki keahlian dan pengalaman yang berkaitan dengan akuntansi, 45 46
Ibid. Gunawan Widjaja, Op.Cit. hlm. 47.
40
keuangan, sehingga dapat mengawasi pelaksanaan tata kelola yayasan yang baik; b. pengawas berhak mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh pengurus dan memberi peringatan kepada pengurus; c. pengawas dapat memberhentikan untuk sementara pengurus, apabila pengurus tersebut bertindak bertentangan dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan yayasan; e. dalam hal seluruh pengurus diberhentikan sementara, maka untuk sementara pengawas diwajibkan mengurus yayasan. Undang-Undang Yayasan juga mengatur tentang tanggung jawab pribadi seperti pada pengurus yang diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Yayasan maka pengawas dengan sadar diri harus tetap memunculkan karakteristik tugas dan posisinya dalam yayasan yaitu mengawasi kinerja pengurus. Sebab apabila pengurus di dalam menjalankan tugasnya melakukan kesalahan, apalagi sampai merugikan yayasan atau pihak ketiga, maka kesalahan itu tidak dapat dilepaskan dari pengawas, karena pengawas juga ikut bersalah di dalam menjalankan tugasnya. Kesalahan pengurus dapat terjadi karena lemahnya pengawasan. Dengan demikian pengawas mempunyai andil dalam kesalahan, dan hal ini sudah seharusnya mempunyai akibat yang sama dengan pengurus, yaitu pengawas juga bertanggung jawab secara pribadi. 47 Pengawas dalam menjalankan fungsinya
47
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 105.
41
mempunyai
tanggung
jawab
juga
harus
melaporkan
setiap
laporan
pengawasannya kepada pembina yayasan. Pengaturan pengawasan dalam Undang-Undang Yayasan menganut sistem pengawasan internal dan eksternal yang mengatur kewenangan pengawas dalam melakukan pengawasan intern diserahkan kepada pengawas sebagai salah satu organ yayasan, sedangkan kewenangan melakukan pengawasan secara ekstern, dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan atas permohonan pihak ketiga, atau permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum. Selain itu, pengawasan tidak langsung oleh masyarakat adalah dengan dicantumkannya ketentuan yang mewajibkan yayasan mengumumkan laporan tahunannya. 48 Praktik yang selama ini terjadi, bahwa pengawas yang bertugas mengawasi pengelolaan yayasan, selalu tidak berdaya menghadapi ulah pendiri yang kebanyakan diangkat menjadi pembina yayasan. Walaupun pengawas menemukan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pendiri, tetapi pengawas tidak dapat mengambil tindakan apa pun atas penyelewengan tersebut. Karena dalam Undang-Undang Yayasan tidak membuat pengaturan yang tegas peran dari pengawas, hanya mengatur pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan pengurus saja. Untuk itu Undang-Undang Yayasan perlu mengevaluasi keberadaan organ pengawas, untuk kemudian direkomendasikan,
untuk
dipertahankan atau dihilangkan dari struktur organ dengan mengubah sistem pengangkatannya agar mempunyai posisi yang kuat. Jauh lebih baik apabila fungsi pengawasan ini diserahkan kepada suatu badan atau instansi yang dapat
48
Anwar Borahhima, Op.Cit., hlm. 231.
42
mewakili kepentingan publik, misalnya kejaksaan atau badan/instansi terkait lainnya seperti kementerian. 49 Paradigma baru terhadap pengelolaan yayasan sudah seharusnya diperhatikan dan dilaksanakan agar yayasan dapat tumbuh dan berkesinambungan dalam mencapai maksud dan tujuannya. Pengelolaan haruslah dijalankan secara transparan oleh organ yayasan khususnya pengurus. Hal tersebut dikarenakan para donator yayasan dan masyarakat menuntut adanya keterbukaan dan akuntabilitas yang baik. Profesionalisme pengelolaan yayasan akan menciptakan citra yang sangat positif di mata donatur termasuk pemerintah dalam memberikan bantuannya. Dengan citra yang yang positif akan memudahkan yayasan menggalang dukungan dan partisipasi berbagai pihak dalam menggali sumber pendanaan. 50 Organ yayasan dalam mengelola yayasan sudah seharusnya ikut terjun langsung membuat dan mengawasi kegiatan yayasan bukan hanya dilimpahkan kepada anggota pelaksana saja. Yayasan harus menciptakan kegiatan dan program yang kreatif yang berorientasi pasar. Kegiatan usaha dan program yang berorientasi pasar akan sangat disukai oleh konsumen sehingga memudahkan yayasan
menggali
sumber
pendanaan
untuk
mendukung
kegiatannya.
Pengimplementasian strategi kegiatan yayasan sudah selayaknya dilaksanakan
49
Ibid., 231-232. H.P. Panggabean, Praktik Pengadilan Menangani Kasus Aset Yayasan (Termasuk Aset Keagamaan) Dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (Jakarta: Permata Aksara Cetakan Keempat, 2012), hlm. 76. 50
43
dalam upaya mengidentifikasikan potensi pasar, menciptakan program yang dibutuhkan masyarakat dan melakukan promosi program tersebut. 51
C. Pertanggungjawaban Organ Yayasan dalam Pengelolaan Yayasan Pertanggungjawaban badan hukum ada, jika organ bertindak sedemikian dalam batas-batas suasana formal dari wewenangnya. Dalam menyelenggarakan tugasnya yang mengikat badan hukum, organ dapat melakukan kesalahankesalahan pribadi yang merugikan badan hukum dan merupakan perbuatan melanggar hukum yang mewajibkan mereka untuk mengganti kerugian secara pribadi pula. Jadi organ yang melakukan perbuatan masih dalam batas-batas wewenangnya, di samping pertanggungjawaban badan hukum, organ secara pribadi mungkin saja harus bertanggungjawab sendiri atas perbuatan melawan hukum. Banyaknya
bentuk
tanggung
jawab
menyebabkan
terasa
sulit
merumuskannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti. Tetapi kalau diamati lebih jauh, pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan, kesediaan untuk melakukan, dan kemampuan untuk melakukan. Dalam kebudayaan Indonesia, umumnya "tanggung jawab" diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan. Dalam ketentuan pidana disebutkan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan dengan
51
Ibid., hlm. 77.
44
tindak pidana, tindak pidana itu tidak dapat berdiri sendiri dan itu baru bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban pidana (kesalahan), ini berarti setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana, untuk dapat dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban
mengenai
kekayaan
yayasan
harus
dipertanggungjawabkan oleh seluruh organ yang terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas. Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan. Pengawas bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengurus dan pengawas yayasan dituntut untuk melibatkan kecakapan/keahlian dan kehati-hatian dalam menjalankan tugas mereka masing-masing. Prinsip tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Yayasan. Hal ini merupakan sebuah bentuk upaya antisipatoris yayasan sekiranya pengurus dan pengawas melakukan kesalahan dan lalai dalam menjalankan tugas mereka. Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa segala pengurusan yayasan dijalankan oleh pengurus (dengan pengawasan pengawas dan pembina). Oleh karena itu, mestinya pengurus tidak boleh menjalankan pengurusan secara sewenang-wenang. Harus ada mekanisme kontrol terhadap apa yang telah dijalankan oleh pengurus. Harus ada mekanisme di mana pembina sebagai pemegang kontrol terakhir bisa meminta pertanggungjawaban pengurus. 52 Hal yang biasanya dilarang oleh Undang-Undang Yayasan yang dapat menimbulkan pertanggungjawaban hukum oleh organ yayasan adalah situasi pada
52
Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 22.
45
saat munculnya benturan kepentingan para organnya yang menggunakan kedudukannya dengan mendahulukan keuntungan pribadi mereka, sehingga mengakibatkan kerugian pada organisasi yang mereka kelola khususnya yayasan. Beberapa transaksi yang menjadi asal dari keuntungan pribadi organ yang dilarang meliputi: 1. pinjaman uang atau benda berharga lainnya dari organisasi nirlaba kepada individu pribadi; 2. pengambilalihan kewajiban individu oleh organisasi nirlaba; 3. pembayaran kepada seseorang atau suatu bisnis yang melebihi jumlah normalnya; 4. kompensasi yang bisa diterima atas barang atau jasa yang diberikan pada organisasi nirlaba; 5. memberikan izin pada seseorang untuk menggunakan atau membeli fasilitas nirlaba atau peralatan kantor secara cuma-cuma atau dengan harga sangat rendah; 6. menggunakan bentuk nirlaba untuk mengoperasikan organisasi pencari keuntungan atau untuk mencapai tujuan bisnis (seperti mengizinkan suatu yayasan untuk berinvestasi dalam proyek yang dipimpin oleh organ yayasan itu sendiri). 53 Orang yang duduk dalam organ, dapat bertindak sebagai kualitas organ dan dapat juga bertindak secara pribadi. Apabila organ melakukan tindakan dalam kualitasnya sebagai organ, maka yayasan dapat digugat untuk perbuatan-
53
Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 157.
46
perbuatannya yang melawan hukum yang dilakukan oleh organ tersebut. Sebaliknya, jika tindakan yang dilakukan oleh organ dalam kualitasnya sebagai pribadi, maka dengan sendirinya harus ditanggung oleh pribadi sendiri, dan badan hukum sama sekali tidak terikat. Hal ini telah menjadi yurispridensi tetap, yang tidak dikemukakan di dalam undang-undang. Undang-Undang Yayasan telah menetapkan bahwa yang mewakili kepentingan yayasan adalah pengurus, hanya saja sistem pertanggungjawaban yang
ada
didalam
Undang-Undang
Yayasan
berbeda
dengan
sistem
pertanggungjawaban badan hukum perdata lainnya seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT). Undang-Undang Yayasan hanya meletakkan tanggung jawab kepada pengurus dan pengawas. Beberapa pasal yang mengatur pertanggungjawaban organ dapat terlihat bahwa ada tanggung jawab yang dilakukan secara renteng antara organ yayasan, dan ada pula pertanggungjawaban yang dilakukan secara pribadi. Pertanggungjawaban secara renteng antar-organ dapat dilihat dalam Pasal 25 Undang-Undang Yayasan yang menyebutkan bahwa selama pengumuman pendirian yayasan belum dilakukan, pengurus yayasan bertanggung jawab secara renteng atas seluruh kerugian yayasan. Demikian pula dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka pengurus dan pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 49 bab VII Undang-Undang Yayasan tentang laporan tahunan yayasan yang wajib dilakukan pengurus. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku yayasan ditutup,
47
pengurus wajib menyusun laporan tahunan yang memuat tentang keadaan dan kegiatan yayasan selama tahun buku serta hasil yang telah dicapai, laporan tentang keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas dan terakhir transaksi yang dilakukan oleh yayasan. Pengurusan yayasan dipegang penuh oleh pengurus maka pengurus bertanggung jawab penuh dalam menjalankan tugasnya dan harus beritikad baik agar tujuan dari yayasan dapat tercapai. Pertanggungjawaban pribadi pada pengurus diatur pada Pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Yayasan dimana disebutkan pertanggungjawaban itu ditanggung secara pribadi oleh pengurus apabila dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga. Pengurus bertanggung jawab sepenuhnya atas kepengurusan yayasan, baik untuk kepentingan dan tujuan yayasan, serta pengurus sebagai organ yang mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan asas persona standi in judicio. Ini berarti pengurus mewakili yayasan dalam melakukan gugatan atau digugat. Layaknya dalam UUPT pada prinsipnya, direksi bertanggung jawab secara pribadi tidak hanya terhadap tindakan yang dilakukan dalam kapasitasnya sebagai pribadi, tetapi juga dalam hal-hal tertentu, terhadap perbuatan yang dilakukan dalam kedudukannya sebagai direktur perusahaan. Pada prinsipnya, setiap konsekuensi yuridis atas tindakan perseroan, baik dan buruk, akan dipikul sendiri oleh perseroan tersebut. Namun demikian, undang-undang mengenal juga beberapa pengecualian. Jadi walaupun itu merupakan tindakan perseroan, dibuka
48
kemungkinan bukannya perusahaan yang bertanggung jawab, tetapi pihak lainnya, misalnya direktur secara pribadi atau secara renteng. 54 Menurut linen, tanggung jawab pribadi dapat dibebankan kepada organ jika organ tersebut melakukan kesalahan dengan aset nirlaba, sehingga dapat diminta untuk membayar pada nirlaba dari asetnya sendiri. 55 Mengenai pertanggungjawaban renteng antar pengurus diatur di dalam Pasal 39 dan Pasal 47 Undang-Undang Yayasan menjelaskan bahwa dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengurus dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan, maka setiap anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Namun, pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Yayasan bahwa setiap anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, negara, ataupun masyarakat berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat menjadi pengurus yayasan manapun. Pertanggungjawaban secara renteng antar pengurus juga dapat dilihat dalam Pasal 25 Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa selama pengumuman belum dilakukan, pengurus yayasan bertanggung jawab secara renteng atas seluruh kerugian yayasan.
54 55
Ibid., hlm. 243. Ibid., hlm. 263.
49
Perbuatan dari pengurus yang oleh hukum dipertanggungjawabkan kepada badan hukum merupakan suatu pengakuan, bahwa pengurus mewakili badan hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 1655 KUH Perdata yang mengatakan, bahwa pengurus dapat mengikatkan badan hukum dengan pihak ketiga. Anggaran dasar dan/atau undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya merupakan ketentuan yang memuat syarat konstitusif dari badan hukum yang menunjukan orang-orang yang dapat bertindak untuk dan atas pertanggungjawaban badan hukum. Undang-Undang
Yayasan
menyebutkan
aturan
bahwa
pengawas
mempunyai tanggung jawab secara pribadi atas yayasan yang dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar juga apabila yayasan mengalami kerugian. Hal ini diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Yayasan yang menyebutkan bahwa pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan yayasan. Pengawas bertanggung jawab sepenuhnya atas kepengurusan yayasan, baik untuk kepentingan dan tujuan yayasan, sesuai dengan asas persona standi in judicio. Ini berarti bahwa pengawas mewakili yayasan dalam melakukan gugatan atau digugat. Undang-Undang Yayasan juga mengatur tanggung jawab renteng antar organ pengawas apabila yayasan mengalami kepailitan. Kepailitan yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengawasan sehingga kekayaan yayasan yang ada tidak cukup untuk menutupi kerugian tersebut yang diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Yayasan, menegaskan bahwa setiap anggota pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Anggota pengawas
50
yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan dan kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Setiap anggota pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, negara dan masyarakat berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi pengawas yayasan manapun.