BAB II TANGGUNG JAWAB PENGURUS YAYASAN TERHADAP YAYASAN YANG DIDIRIKAN SETELAH BERLAKUNYA UU YAYASAN DAN PP NO. 63 TAHUN 2008
A. Yayasan Sebagai Badan Hukum Badan hukum adalah suatu lembaga atau badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan seperti menerima dan memiliki harta kekayaan sendiri, dapat digugat, dan menggugat di muka hakim. 61 Menurut hukum perdata, ada dua subyek hukum yang dikenal yaitu orang (persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Kedua subyek hukum ini sebagai pengemban hak dan kewajiban. Terhadap keduanya, hukum mewajibkan tanggung jawab terhadap segala tindak tanduk perbuatan subyek hukum yang menyangkut hukum. 62 Badan hukum memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan subjek hukum lainnya seperti manusia yang memerlukan persyaratan tertentu untuk dapat dikatakan memiliki kemampuan hukum (rechts bevoegdheid). Badan hukum juga memerlukan syarat yaitu: memiliki kekayaan yang dipisahkan, memiliki tujuan tertentu, memiliki kepentingan tertentu, dan memiliki organisasi tertentu. Badan hukum meliputi organisasi atau perkumpulan yang memiliki kekayaan sendiri yang dipisahkan dari para pendirinya dan ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraannya manusia. Badan hukum itu adalah orang yang diciptakan oleh
61 62
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 18. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1982), hal. 19-21.
Universitas Sumatera Utara
hukum dan biasanya orang memiliki tempat tinggal (domicili), begitu pula suatu badan hukum juga memiliki tempat tinggal. 63 Badan hukum juga disebut dengan korporasi atau disebut juga legal personality namun korporasi lebih luas daripada badan hukum sebab termasuk perkumpulan yang tidak berbadan hukum. Korporasi dapat memiliki harta kekayaan sebagaimana halnya manusia dapat menuntut dan dapat dituntut dalam kasus perdata dan pidana. Dalam perkembangannya korporasi sebagai subjek hukum yang dapat melakukan tindak pidana dan sekaligus dapat mempertanggugjawabkan dalam hukum pidana dan hukum perdata sudah merupakan realitas. 64 Secara umum, masih terdapat perbedaan pendapat para pakar yang mengatakan Yayasan adalah badan hukum dan sebahagian lainnya berpendapat hal-hal yang menonjol dalam Yayasan adalah unsur dan syarat yang harus dimiliki Yayasan terutama mengenai adanya pemisahan harta kekayaan yang dipisahkan. Jauh sebelumnya, Pitlo, dalam G.H.S. Loemban Tobing, pernah berkomentar tentang badan hukum Yayasan, berikut ini: Sebagaimana halnya untuk tiap-tiap perbuatan hukum, maka untuk pendirian Yayasan harus ada sebagai dasar suatu kemauan yang sah. Pertama-tama harus ada maksud untuk mendirikan suatu Yayasan, selanjutnya perbuatan hukum itu 63
Ibid. Chidir Ali, Op. cit, hal. 65. Korporasi berasal dari kata corporatio atau corporation artinya secara luas adalah suatu kesatuan menurut hukum atau suatu badan susila yang diciptakan menurut undang-undang suatu negara untuk menjalankan suatu usaha atau aktifitas atau kegiatan lainnya yang sah. Badan ini dapat dibentuk untuk selama-lamanya atau untuk sesuatu jangka waktu terbatas, mempunyai nama dan identitas yang dengan nama dan identitas itu dapat dituntut di muka persidangan pengadilan, dan berhak akan mengadakan suatu persetujuan menurut kontrak dan melaksanakan fungsi lainnya yang seseorang dapat melaksanakannya menurut undang-undang suatu negara. Pada umumnya suatu korporasi dapat merupakan suatu organisasi pemerintah, swasta, atau setengah pemerintah dan lainnya partikulir. 64
Universitas Sumatera Utara
harus memenuhi tiga syarat materil yakni adanya pemisahan kekayaan, tujuan dan organisasi, serta suatu syarat formal yakni surat. 65 Status hukum Yayasan sebelum lahirnya UU Yayasan sebagaimana dikatakan Scholten, Yayasan berstatus tidak jelas apakah berstatus badan hukum atau tidak. Scholten sendiri menghendaki Yayasan harus berbadan hukum, namun, menurutnya masalah di dalam Yayasan tidak ada pengesahan dari Pemerintah (Menteri Kehakiman dan HAM) dan tidak ada peraturan tertulis yang mengatakan Yayasan sebagai badan hukum. 66 Scholten, mengatakan: “Yayasan adalah satu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan tersebut harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan menunjukkan cara kekayaan itu diurus dan digunakan”. 67 Sehingga dengan demikian, mengalami kesulitan untuk dapat mengatakan bahwa Yayasan adalah badan hukum. Dalam pandangan Lemaire, Yayasan diciptakan dengan suatu perbuatan hukum, yakni dengan pemisahan harta kekayaan untuk tujuan yang tidak mengharapkan keuntungan (altruis tische doel) serta penyusunan suatu organisasi (berikut pengurus), dengan mana sungguh-sungguh dapat terwujud tujuannya dengan alat-alat itu. 68 Selanjutnya, Bregstein, menyikapi Yayasan dengan mengatakan sebagai berikut: Yayasan adalah suatu badan hukum yang didirikan dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan harta kekayaan dan/atau 65
G.H.S. Loemban Tobing, “Beberapa Tinjauan Mengenai Yayasan”, Makalah Disampaikan pada Penataran Corporation Law, Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tanggal 5-17 Maret, 1990, hal. 5. 66 Gatot Supramono, Op. Cit., hal. 5. 67 G.H.S. Loembang Tobing, Loc. Cit. 68 Anwar Borahima, Op. Cit., hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
penghasilannya kepada pendiri atau penguasanya di dalam Yayasan atau kepada orang-orang lain, terkecuali sepanjang yang mengenai terakhir ini, yang demikian adalah untuk kegunaan tujuan idiil. 69 Meijers, tidak tegas mendefinisikan Yayasan mengarah kepada badan hukum sebagaimana dikatakannya bahwa unsur-unsur dalam suatu Yayasan meliputi: 1. Penetapan tujuan dan organisasi oleh para pendirinya; 2. Tidak memiliki anggota; 3. Tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang berakibat jauh dalam tujuan dan organisasi; dan 4. Perwujudan dari suatu tujuan, terutama dengan modal yang dimasukkan untuk itu. Tampak dari pendapat Meijers di atas, tidak mengarahkan pandangannya kepada Yayasan itu sebagai badan hukum. Van Aveldoorn, juga masih berpandangan bahwa Yayasan itu tidak mengarah kepada badan hukum sebab dikatakannya “tidak dapat ditunjuk sesuatu subjek”, berikut pendapatnya: Yayasan (stichting) adalah harta yang mempunyai tujuan tertentu, tetapi dengan tiada empunya. Adanya harta yang demikian adalah suatu kenyataan bahwa dalam pergaulan hukum ia diperlakukan seolah-olah ia suatu purusa. Jadi, konstruksi yuridisnya adalah ada harta dengan tujuan tertentu, tetapi tidak dapat ditunjuk sesuatu subjek, sehingga dalam pergaulan diperlakukan seolaholah adalah subjek hukum. 70 Berdasarkan pendapat para pakar di atas, pada masa dulu masih banyak perbedaan pandangan apakah Yayasan itu termasuk badan hukum atau tidak. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ketidakjelasan status hukum Yayasan sebagai badan 69 70
G.H.S. Loemban Tobing, Loc. Cit., hal. 5. Van Aveldroon, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hal. 209.
Universitas Sumatera Utara
hukum di dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, status badan hukum Yayasan tidak ditentukan dalam undang-undang secara khusus pada waktu itu, melainkan berpijak pada yurisprudensi dan hukum kebiasaan, sementara di Belanda jelas ditentukan status badan hukum Yayasannya. Akibat ketidakjelasan status Yayasan apakah sebagai badan hukum atau tidak, secara otomatis berakibat pada tanggung jawab pengurusnya yang tidak jelas. Peng urus amat bergantung pada kebijakan para pendirinya, apa yang diperintahkan pendiri yang merangkap seolah sebagai pemilik, maka pengurus harus menurutinya, sekalipun umumnya pendiri Yayasan sekaligus merangkap sebagai Pengurus Yayasan dimaksud. Berdasarkan pendapat para ahli dan dari substansi yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada, baik di Belanda maupun di Indonesia dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang dimiliki Yayasan adalah: 1. Badan hukum; 2. Tidak memiliki anggota; 3. Ada harta kekayaan yang dipisahkan; dan 4. Memiliki tujuan di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Oleh sebabnya, pada badan-badan, perkumpulan-perkumpulan yang tidak dengan tegas dinyatakan sebagai badan hukum, maka penetapan kedudukan sebagai badan hukum dapat ditentukan dengan cara melihat pada hukum-hukum yang mengaturnya dan jika dari peraturan itu diambil kesimpulan adanya sifat-sifat, ciri-ciri atau dengan arti lain terdapatnya unsur-unsur badan hukum, maka badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu dikatakan suatu badan hukum.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa pendapat di atas, mengarahkan pemikiran pada teori yang paling tepat untuk menempatkan Yayasan sebagai badan hukum berdasarkan teori kekayaan bertujuan. Teori ini membenarkan bahwa Yayasan merupakan suatu badan hukum, sebab menurut teori ini, hak-hak dari suatu badan hukum sebenarnya hak-hak yang tidak jelas pemiliknya dan sebagai penggantinya adalah satu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan. Seperti pada Yayasan, tujuan yang dimaksud adalah untuk kegiatan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. 71 Walaupun banyak teori tentang badan hukum, namun tidak seluruhnya cocok untuk diterapkan pada semua badan hukum. Teori yang ada tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh badan hukum tertentu. Teori propriete collective misalnya, cocok diterapkan untuk badan hukum yang mempunyai anggota, tetapi untuk Yayasan teori dimaksud tidak banyak manfaatnya. Teori harta kekayaan bertujuan (doelvermogens theorie) hanya tepat untuk badan hukum diterapkan terhadap Yayasan sebab Yayasan bukan organisasi yang berbasis keanggotaan. Karakterisitik Yayasan meliputi: bersifat privat, bukan bagian dari pemerintah, bukan organisasi yang berbasis keanggotaan, entitas yang otonom (self governing entity), tidak mencari keuntungan, dan bertujuan melayani kepentingan publik. 72 Selain teori harta kekayaan bertujuan, teori harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang dalam jabatannya dapat pula diterapkan pada badan hukum yayasan. Hal ini dikarenakan teori ini mendekati teori kekayaan bertujuan. 71
Anwar Borahima, Op. Cit., hal. 71. Materi Perkuliahaan pada Mata Kuliah Hukum Perusahaan yang Disampaikan oleh Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI, pada tanggal 16 dan 23 Agustus 2011. 72
Universitas Sumatera Utara
Teori propriete collective yang diajarkan Marcel Planiol, menyebutkan badan hukum pada hakikatnya merupakan hak dan kewajiban para anggota bersama-sama. Kekayaan badan hukum adalah kekayaan bersama semua anggotanya yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi, sehingga masing-masing pribadi anggota adalah pemilik harta kekayaan yang terorganisasi dalam badan hukum tersebut. 73 Teori organ yang diajarkan Otto van Gierke memandang bahwa badan hukum sebagai suatu yang nyata (realiteit), bukan fiksi. Pandangan ini diikuti L.C. Polano. Menurut teori organ badan hukum adalah suatu organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum, yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota-anggotanya) seperti manusia biasa, yang memiliki panca indera dan sebagainya. 74 Argumentasi dari para ahli tampak memposisikan Yayasan sebagai badan hukum karena Yayasan memenuhi untuk dikatakan sebagai badan hukum, walaupun tidak semua pendapat itu mengatakan demikian. Dalam beberapa yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, juga telah dikenal Yayasan sebagai badan hukum, seperti dapat dijumpai dalam Putusan Mahkamah Agung No. 152 K/Sip/1969 tanggal 26 Nopember 1969, Putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1973 No.124 K/Sip/1973, Putusan Mahkamah
73 74
Ridwan Syahrani, Op. cit, hal. 35. Ibid., hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
Agung tanggal 08 Juli 1975 No. 476 K/Sip/1975, Putusan Mahkamah Agung tanggal 20 April 1977 No. 601 K/Sip/1975). 75 Kedudukan Yayasan sebagai badan hukum berdasarkan yurisprudensi di atas harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan kedudukan Pengurus Yayasan dalam hukum acara perdata, 76 hanya saja tidak diketahui dengan pasti pada saat kapan Yayasan memperoleh status sebagai badan hukum. 77 Secara khusus mengenai Yayasan dikatakan sebagai badan hukum, dapat ditemukan dalam UU No.16 Tahun 2001 yang telah direvisi melalui UU No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UU Yayasan), yaitu: “Undang-undang ini menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial, kemanusiaan dan keagamaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang ini”, 78 yang kemudian ditemukan pula dalam PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan. Apabila ditelaah penjelasan dari paragraf pertama Penjelasan Umum UU Yayasan, bahwa Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, 75
Chidir Ali, Loc. Cit., hal. 91-92. H.P. Panggabean, Loc. Cit., hal. 11. 77 Anwar Borahima, Op.cit., hal. 69. 78 Paragraf kedua Penjelasan Umum UU Yayasan. 76
Universitas Sumatera Utara
keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga ada kalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para Pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa Yayasan-yayasan pada masa dulu sebelum diundangkan UU Yayasan, telah ada dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki harta kekayaan; 2. Mempunyai tujuan tertentu; 3. Memiliki kepentingan sendiri; 4. Berlindung dalam sebuah nama organisasi atau perkumpulan; 5. Memiliki pendiri baik sendiri maupun kolektif yang merangkap sebagai Pengurus; 6. Memiliki pengurus dan tidak memiliki Pengawas dari pihak pemerintah. Itulah sebabnya dengan kondisi yang demikian Yayasan-yayasan pada masa sebelum lahirnya UU Yayasan cenderung bermasalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum
Universitas Sumatera Utara
dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun Yayasan yang digunakan untuk menampung kekayaan dari para Pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Berdasarkan perkembangannya dan mengingat eksistensi Yayasan-yayasan di Indonesia telah banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa, walapun pendiriannya selama ini dilakukan berdasarkan hukum kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur, maka untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan-yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, Yayasan-yayasan tersebut diatur sebagai badan hukum sebagaimana yang diatur dan ditentukan secara khusus dalam UU Yayasan. Dalam perspektif UU Yayasan, pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. 79 Dengan demikian setelah adanya akta pendirian yang disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM barulah Yayasan tersebut dinyatakan memperoleh status badan hukum. Persoalannya adalah bagaimana eksistensi Yayasan yang didirikan sebelum lahirnya UU Yayasan?, yang tentunya kondisi demikian berdampak pada ketidakjelasan tanggung jawab dari para Pengurus Yayasan. Memperhatikan kontruksi sebuah Yayasan, dapat digolongkan ke dalam perkumpulan dan perkumpulan itu sendiri adalah badan hukum walapun dalam KUH 79
Paragraf ketiga Penjelasan Umum UU Yayasan.
Universitas Sumatera Utara
Perdata tidak tegas ditentukan sebagai badan hukum, namun dapat dirujuk pada ketentuan khusus (lex spesialis) yang mengatur bidang tertentu. 80 Sebagaimana dalam buku karangan M. Yahya Harahap, disinggung mengenai perhimpunan atau perserikatakan orang, dimisalkannya sebuah badan keagamaan yang lazim disebutnya sebagai perkumpulan. 81 Perkumpulan adalah perhimpunan atau perserikatan orang (zedelijke lichamen, corporate body) baik yang didirikan dan diakui oleh kekuasaan umum seperti daerah otonom, badan keagamaan, atau yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan yang baik. 82 Perkumpulan diatur dalam Buku Ketiga Bab XIX KUH Perdata yang terdiri atas Pasal 1653-1665 KUH Perdata. Perkumpulan diakui sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal person) misalnya ditemukan dalam Pasal 1653 KUH Perdata. 83 Selain perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula perhimpunan orang-orang sebagai perkumpulan-perkumpulan, baik perkumpulanperkumpulan itu diadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan yang baik. 84 Berdasarkan ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata di atas, secara yuridis, ada 2 (dua) cara menentukan ada atau tidaknya suatu badan hukum: pertama, dinyatakan dengan tegas (uitdrukkelijk) bahwa suatu organisasi adalah badan hukum; kedua, tidak secara tegas disebutkan tetapi dengan peraturan sedemikian rupa bahwa badan itu
80
Anwar Borahima, Op. Cit., hal. 57-58. M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 6. 82 Ibid. 83 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1990), hal. 363. 84 Ibid. Lihat juga: Pasal 1653 KUH Perdata. 81
Universitas Sumatera Utara
adalah badan hukum, oleh karena itu, dengan peraturan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa badan tersebut adalah badan hukum. Badan hukum dengan konstruksi keperdataan yang diatur dalam Pasal 1653 KUH Perdata tersebut meliputi semua perkumpulan swasta yang menurut Stb. 1870-64 dianggap sebagai badan hukum dan diperlukan pengesahan aktanya sebagai syarat formal yang harus dipenuhi oleh perkumpulan yang berbadan hukum. Jadi, untuk mendirikan suatu badan hukum, mutlak diperlukan pengesahan pemerintah. 85 Menurut ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata di atas, dapat pula dikelompokkan badan hukum itu ke dalam 3 (tiga) macam yaitu: pertama; badan hukum yang diadakan oleh pemerintah/kekuasaan umum daerah tingkat I, daerah tingkat II/Kotamadya, misalnya bank-bank yang didirikan oleh negara dan sebagainya; kedua, badan hukum yang diakui oleh pemerintah/kekuasaan umum, misalnya perkumpulanperkumpulan, gereja-gereja, dan organisasi-organisasi agama lainnya; dan ketiga, badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan, seperti Perseroan Terbatas (PT), perkumpulan asuransi, perkapalan, Yayasan, dan lain-lain.
B. Tanggung Jawab Pengurus Yayasan Sebelum Berlakunya UU Yayasan Kehadiran Yayasan dalam kegiatan masyarakat Indonesia sudah berlangsung sejak sebelum kemerdekaan Negara Indonesia. 86 Pendirian Yayasan pada waktu itu
85 86
Anwar Borahima, Op. Cit., hal. 23-24. Adib Bahari, Loc. cit., hal. iii.
Universitas Sumatera Utara
hanya bersandarkan kepada kebiasaan (custom), doktrin, dan yurisprudensi. 87 Karena tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang Yayasan di Indonesia. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa di Indonesia sama sekali tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Yayasan sebab telah ada disebutkan dalam beberapa pasal peraturan perundang-undangan misalnya Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680 KUH Perdata, Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 236 Rv. 88 Pasal 15 UU Darurat No.7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi mengatur tentang penghukuman terhadap Yayasan, Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 49 UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Pasal 49 dan Pasal 1 PP No.38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat memiliki hak-hak atas tanah, Pasal 28 Peraturan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.01/Per/Menpen/ 1969 tentang Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Mengenai Perusahaan Pers, dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 227/KMK.017/1993. Dari semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada pada waktu itu, tidak satu pun yang memberikan rumusan khusus mengenai Yayasan, status hukum Yayasan, serta cara mendirikan Yayasan. Berbeda halnya dengan di Belanda, secara tegas dalam undang-undangnya menyebutkan bahwa Yayasan adalah badan hukum. 89 Akibat dari ketiadaan suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang Yayasan khususnya mengenai tanggung jawab para pendiri dan pengurus, masing-masing organ Yayasan bertindak berdasarkan kebiasaan yang tidak 87
Rita M.-L&J Law Firm, Loc. cit., hal. 57. Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, (Bandung: Eresco, 1993), hal. 165. 89 Anwar Borahima, Op. Cit., hal. 2-3. 88
Universitas Sumatera Utara
pasti keberlakuannya. Kecenderungan Pengurus sangat bergantung pada kebijakan para Pendiri, apa yang diperintahkan oleh para pendiri , maka pengurus harus menuruti kemauan para pendiri Yayasan tersebut. Sebelum lahirnya UU Yayasan, organ Yayasan yang dikenal adalah: Pendiri (merangkap sebagai Pembina dan/atau Pengawas) dan Pengurus, tidak ada kepastian hukum mengenai pembagian tugas dan wewenang masing-masing organnya secara tegas. Namun setelah diundangkan UU Yayasan, penegasan masing-masing organ dalam Yayasan terpisah secara jelas dan tegas antara: Pendiri, Pembina, Pengawas, dan Pengurus. Hal itu berarti menurut UU Yayasan tidak membenarkan adanya rangkap jabatan dari setiap organ di dalamnya. Tanggung jawab Pengurus atas kepengurusan Yayasan dilakukan semata-mata untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Tugas wewenang dan tanggung jawab Pengurus adalah mengurusi Yayasan (daden van beheer) untuk kepentingan Yayasan sesuai dengan maksud dan tujuannya dalam pengurusan sehari-hari. Sebelum lahirnya UU Yayasan, Pengurus menjalankan kepengurusan Yayasan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dan didasarkan pada peluang yang tersedia dan kelaziman dalam dunia Yayasan. Pada prinsipnya, sebenarnya kebijakan itu didominasi oleh kebijakan dari Pendiri dan/atau Pembina dan/atau Pengawas pada waktu itu yang kadang-kadang cenderung menimbulkan konflik di dalam Yayasan (conflict of interset). 90
90
Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, (Medan: Sofmedia, 2009), hal. 71. Menurutnya, conflict of interest dapat juga terjadi dalam hal personal interest seseorang (Pengurus) bertentangan dengan interes pihak lain yang diwakilinya dalam hubungan agen versus principal. Conflict of interest tidak diperkenankan karena dapat mempengaruhi independecy dan fairness dalam suatu persoalan atau transaksi.
Universitas Sumatera Utara
Tentang apa yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat menurut Bismar Nasution, secara teoritis masuk dalam kategori “blanket norm” yang dapat diberikan secara demonstratif (tidak limitatif) dengan kata-kata melainkan kaedah yang didasarkan atas kelaziman dalam dunia usaha sejenis. 91 Kelaziman dalam dunia usaha sejenis ini secara teoritis sulit diberikan kriterianya atau ukurannya yang pasti. Dalam praktik tidak tertutup kemungkinan dapat ditafsirkan secara luas atau sempit, oleh sebab itu perlu kearifan setiap organ dalam Yayasan khususnya Pengurus yang bertanggung jawab mengurusi Yayasan sehari-hari untuk kepentingan Yayasan. Orientasi kepengurusan Yayasan yang demikian bersandarkan pada paham institusional Yayasan sebagai organisasi publik. Ada kepentingan lain dalam kepengurusan Yayasan tersebut yaitu kepentingan untuk pihak ketiga termasuk kepentingan stakeholders, kepentingan negara dan sebagainya. 92
91
Bismar Nasution, “Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis: Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule”, Makalah, Disampaikan pada Seminar Bisnis 46 Tahun FE USU: Pengaruh UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terhadap Iklim Usaha di Sumatera Utara, Aula Fakultas Ekonomi USU, 24 November 2007, hal. 10. 92 Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2008), hal. 47. Lihat juga: Rudy Haryono dan Mahmud Mahyong, Kamus Lengkap 99 Milyard Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Surabaya: Cipta Media, tanpa tahun), hal. 467. Lihat juga: http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=stakeholder_%28corporate%29&oldid=1957682, diakses tanggal 15 Februari 2012. Stakeholders atau pemangku kepentingan adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki satu atau lebih kepentingan (stake) yang berbeda dalam sebuah perusahaan. Stakeholders juga dapat diartikan sebagai setiap orang atau sekelompok orang yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan, keputusan, kebijakan, praktik, atau tujuan dari sebuah perusahaan. Pengertian stakeholders berasal dari kata ”stake” (bahasa Inggris) yang artinya tonggak, pancang, galah, tiang untuk makam, peron kecil, landasan kecil, taruhan. Sedangkan menurut Gunawan dan Yeremia, ”stake”, diartikan sebagai ”kepentingan”, jadi stakeholders dapat diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang memiliki satu atau lebih kepentingan (stake) yang berbeda dalam sebuah perusahaan. Stakeholders juga dapat diartikan sebagai setiap orang atau sekelompok orang yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan, keputusan, kebijakan, praktik, atau tujuan dari sebuah perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Itulah sebabnya, organisasi yang bergerak di bidang publik misalnya Yayasan tidak boleh mementingkan kepentingan secara kolektif melainkan mendahulukan kepentingan publik di atas segala kepentingan individu dan/atau kelompok. Dengan demikian, aktivitas dalam Yayasan termasuk suatu aktivitas lintas sektoral karena mencakup berbagai aktivitas sosial dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi berkembangnya keterlibatan berbagai pihak stakeholders. 93 Kedudukan masing-masing organ Yayasan sebelum lahirnya UU Yayasan (Pendiri yang merangkap jabatan sebagai Pengawas dan/atau Pembina dan Pengurus) pada praktiknya antara satu sama lain mempunyai kedudukan hirarki atau tidak sejajar, di mana yang satu berada di bawah yang lain, masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri yang diberikan oleh Pendiri. Tanggung jawab Pengurus hanya berkenaan dengan kepengurusan Yayasan sehari-hari, namun tidak jelas siapa yang dapat bertindak di dalam maupun di luar Pengadilan untuk mewakili Yayasan, termasuk dalam hal jika Yayasan mengalami kerugian atau pailit tidak jelas diatur siapa yang harus bertanggung jawab. Eksistensi Yayasan sebelum lahirnya UU Yayasan hanya menganggap 94 Yayasan sebagai badan hukum. Anggapan tersebut didasarkan pada kriteria yang telah dipenuhi syarat-syarat pendirian Yayasan cukup melalui akta notaris dan didaftarkan di Pengadilan Negeri setempat serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Tidak ada kewajiban mengumumkan Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri 93
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR, (Gresik: Fascho Publishing, 2007),
hal. 5-6 94
Garis bawah dari penulis sebagai penekanan bahwa masyarakat umumnya dan Pendiri Yayasan khususnya hanya beranggapan Yayasan sebagai Badan Hukum.
Universitas Sumatera Utara
setempat dalam Tambahan Berita Negara sehingga dengan demikian masyarakat tidak mengetahui secara resmi tentang adanya Yayasan tersebut. Oleh sebabnya Yayasan bersifat tertutup. 95 Dengan kriteria seperti itu, Yayasan tetap dianggap oleh pendirinya sebagai sebuah badan hukum. Namun, pada hakikatnya yang dikatakan suatu lembaga berbadan hukum, sebenarnya harus ada pengesahan dari Menteri dalam hal ini Menteri Kehakiman dan HAM barulah lembaga tersebut dikatakan berbadan hukum. Pertanggungjawaban lembaga tersebut layaknya sebuah pertanggungjawaban badan hukum. Namun, apabila Yayasan pada masa dahulu (sebelum lahirnya UU Yayasan) atau sebelum menjadi badan hukum, siapa dan bagaimana tanggung jawab yang dipikul oleh masing-masing organnya tidak jelas. Hal ini akan berakibat pada tanggung jawab Pengurus jika Yayasan tersebut melakukan perbuatan hukum atau terjadi kerugian di dalam Yayasan atau pailit. Tanggung jawab Pengurus dalam bertindak untuk dan atas nama Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan mulai diterapkan pada beberapa yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, diantaranya: Putusan Mahkamah Agung Nomor: 152 K/Sip/1969 tertanggal 26 Nopember 1969, Putusan Mahkamah Agung Nomor: 124 K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni 1973, Putusan Mahkamah Agung Nomor: 476 K/Sip/1975 tertanggal 08 Juli 1975, Putusan Mahkamah Agung Nomor: 601 K/Sip/1975 tertanggal 20 April 1977. 96 Misalnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 124 K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni 1973 telah mempertimbangkan
95 96
Gatot Supramono, Op. Cit., hal. 4-5. Chidir Ali, Loc. Cit., hal. 91-92.
Universitas Sumatera Utara
kedudukan sebuah Yayasan Dana Pensiun HMB sebagai badan hukum dengan kriteria sebagai berikut: 97 a. Bahwa Yayasan Dana Pensiun HBM didirikan di Jakarta dengan nama “Stichting Pensiunfonds H.B.M. Indonesia” dan bertujuan untuk menjamin keuangan pada anggotanya; b. Bahwa para anggotanya ialah pegawai-pegawai N.V. H.B.M.; c. Bahwa Yayasan tersebut mempunyai Pengurus sendiri terlepas dari N.V. H.B.M. dimana ketua dan bendahara dipilih oleh Direksi N.V.H.B.M.; d. Bahwa Pengurus Yayasan tersebut mewakili Yayasan di dalam dan di luar Pengadilan; e. Bahwa Yayasan tersebut mempunyai harta sendiri, antara lain harta benda hibah dari N.V. H.B.M. (akte hibah); dan f. Bahwa dengan demikian Yayasan tersebut merupakan suatu badan hukum Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut di atas, tampak adanya judex factie yang mengatakan bahwa Pengurus terlepas dari organ lainnya di dalam Yayasan N.V. H.B.M. Hal ini berarti organ Pengurus tidak merangkap dengan organ lainnya atau tidak terjadi benturan kepentingan. Selain itu, juga disebutkan bahwa Pengurus Yayasan tersebut mewakili Yayasan N.V. H.B.M., baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Hal ini berarti, sudah mulai tampak adanya pembagian tanggung jawab Pengurus Yayasan pada masa dulu sebelum adanya UU Yayasan.
97
Chaidir Ali, Op. cit, hal. 91. Lihat juga: Suhardiadi dan Ari Kusumastuti Maria, Op. Cit., hal.
89.
Universitas Sumatera Utara
C. Tanggung Jawab Pengurus Yayasan Setelah Berlakunya UU Yayasan Pasal 2 UU Yayasan menegaskan bahwa “Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas”. UU Yayasan tidak mengenal organ Pendiri, sebab, jika merujuk kepada Pasal 1 angka 1 dan Pasal 14 ayat (2) huruf d UU Yayasan, kekayaan awal Yayasan dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri atau para Pendiri dalam bentuk uang atau benda. Ketika Pendiri telah memisahkan hartanya sebahagian untuk mendirikan Yayasan, maka setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM, tanggung jawab Pendiri beralih menjadi tanggung jawab Pembina, Pengurus, dan Pengawas, sebagaimana penegasan Pasal 12 ayat (1) dikaitkan dengan ketentuan Pasal 24 ayat (2) UU Yayasan. Batasan tanggung jawab Pendiri, hanya sampai pada batas ketika akta pendirian telah disahkan Menteri sebagai badan hukum. Jika Yayasan yang didirikan sebelum lahirnya UU Yayasan, maka untuk merubah akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan untuk disesuaikan terhadap UU Yayasan dilakukan organ Yayasan yang dapat dilihat dalam Anggaran Dasar atau akta terakhir Yayasan tersebut, yang pada umumnya dilakukan oleh Pengurus yang sekaligus Pendiri Yayasan guna untuk membentuk organ Yayasan menurut UU Yayasan yakni Pembina, Pengurus dan Pengawas yang kemudian dituangkan dalam akta notarial, selanjutnya Pembina Yayasan tersebut mengadakan rapat Pembina untuk melakukan perubahan Anggaran Dasar Yayasan tersebut yang juga dituangkan dalam akta notarial dan selanjutnya Pengurus melalui notaris yang membuat akta notarial mengajukan permohonan pengesahan kepada Dirjen Administrasi Hukum Umum, Kemenhukham.
Universitas Sumatera Utara
Menurut ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Yayasan, menegaskan bahwa Yayasan akan berstatus badan hukum setelah akta pendiriannya memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Berarti sejak disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM barulah Yayasan dapat dikatakan sebagai badan hukum. Sehingga dengan demikian organ-organ Yayasan akan bertanggung jawab sesuai dengan pertanggungjawaban layaknya sebuah badan hukum. Kewenangan Menteri dalam Pasal 11 ayat (2) UU No.16 Tahun 2001, memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM yang wilayah kerjanya sesuai dengan tempat kedudukan Yayasan itu didirikan telah dihapus dalam Pasal 11 UU No. 28 Tahun 2004 dengan menetapkan hanya melalui Menteri sehingga ditiadakan kewenangan Kanwil Kemenkumham dalam hal ini. Prosedur pengesahan akta pendirian Yayasan menurut UU Yayasan sampai disahkannya akta tersebut oleh Menteri Kehakiman dan HAM, jika ditinjau dari pasalpasal yang terkandung dalam UU Yayasan dilakukan oleh organ Pendiri Yayasan bukan organ Pengurus Yayasan. Tanggung jawab Pengurus terhadap penyesuaian akta pendirian Yayasan atau perubahan Angaran Dasar ditentukan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) UU Yayasan, yakni: Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan permohonannya oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang disetujui. (Penjelasan: Permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dapat diajukan secara langsung atau dikirim melalui surat tercatat).
Universitas Sumatera Utara
Dengan perpedoman pada ketentuan Pasal 24 ayat (2) UU Yayasan di atas, akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia oleh Pengurus. Apabila selama pengumuman belum dilakukan oleh Pengurus, maka Pengurus Yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian Yayasan. Tanggung jawab dimaksud adalah pemberian sanksi perdata kepada Pengurus jika pengurus tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Tanggung jawab renteng dibebankan kepada setiap Pengurus Yayasan tanpa terkecuali. Jika Pengurus ada lima orang, maka terhadap kelimanya harus sama-sama ikut memikul tanggung jawab, bukan tanggung jawab secara pribadi yang digantungkan kepada faktor siapa pelaku yang melakukan kesalahan, kelalaian atau pelanggaran, maka tanggung jawab hukumnya hanya dipikulkan kepada individu Pengurus yang melakukan kesalahan itu. Termasuk tanggung jawab terhadap pihak ketiga (Yayasan yang bersangkutan, Masyarakat, dan/atau Negara) 98 jika terdapat dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 51 UU Yayasan, maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Mengenai dasar alasan pertimbangan penegakan prinsip tanggung jawab secara tanggung renteng dalam UU Yayasan untuk mengenakan sanksi perdata. Pertimbangannya bertujuan agar semua Pengurus tanpa terkecuali saling ikut 98
Anwar Borahima, Op. Cit., hal. 222.
Universitas Sumatera Utara
menekuni secara terus-menerus pengurusan Yayasan secara solidaritas tanpa mempersoalkan bidang tugas yang diberikan kepadanya, sehingga para Pengurus secara keseluruhan harus bersatu dan penuh tanggung jawab dan bekerjasama mengurusi kepentingan Yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan. Para Pengurus harus sadar bahwa setiap saat tanggung jawab secara tanggung renteng selalu menanti, meskipun kesalahan, kelalaian atau pelanggaran itu dilakukan oleh Pengurus yang lainnya, meskipun hal itu terjadi di luar bidang tugasnya serta terjadi di luar pengetahuannya atau walaupun Pengurus tersebut tidak ambil bagian sedikit pun atas peristiwa itu, tetap saja harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang terjadi. Penerapan tanggung jawab secara renteng menurut M. Yahya Harahap, berbeda dengan prinsip tanggung jawab pribadi yang digantungkan kepada faktor siapa pelaku yang melakukan kesalahan, kelalaian atau pelanggaran, tanggung jawab hukumnya hanya dipikulkan kepada Pengurus yang melakukan kesalahan itu. Menurut tanggung jawab secara pribadi, tidak dilibatkan Pengurus yang lain secara tanggung renteng. 99 Tanggung jawab renteng berlaku terhadap Pengurus Yayasan yang tidak menyesuaikan akta pendirian Yayasan yang diurusnya sesuai dengan ketentuan dalam UU Yayasan. Mengenai perubahan akta pendirian Yayasan, dapat dipahami maksud ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) UU Yayasan, disebutkan bahwa akta pendirian Yayasan memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain dianggap perlu. Makna dari
99
M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 385.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 14 Ayat (1) ini adalah berubahnya akta pendirian Yayasan, harus berubah pula ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar Yayasan. 100 Mengenai siapa yang bertindak untuk menyesuaikan akta pendirian Yayasan yang berdiri sebelum UU Yayasan, tidak tegas diperintahkan kepada Pengurus melainkan UU Yayasan memerintahkannya kepada organ Pendiri. Dalam hal ini menjadi persoalan dihadapi bagi Yayasan-yayasan jika para Pendirinya sudah meninggal dunia, sehingga dapat menimbulkan kebingungan pada praktiknya. Hendaknya UU Yayasan memerintahkan dalam hal ini kepada Pengurus, namun ketentuan dalam UU Yayasan, tidak satu pasal pun yang menegaskan perintah untuk menyesuaikan akta Yayasan kepada Pengurus bagi Yayasan yang didirikan sebelum lahirnya UU Yayasan. Apabila dirujuk pada Ketentuan Peralihan dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a dan b UU Yayasan, pada saat UU Yayasan diberlakukan, maka Yayasan yang: a. Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau b. Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya UndangUndang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang ini. Menurut ketentuan di atas, kepada organ mana UU Yayasan mewajibkan untuk menyesuaikan Anggaran Dasar yang tersurat di dalam akta pendirian tidak dijelaskan dalam pasal ini. Apabila diteliti pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan (2) UU Yayasan 100
Ade Surya Meliya, Perubahan Akta Pendirian Yayasan Setelah Keluarnya UU No 16 Tahun 2001 Jo UU No 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, Tesis, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010, hal 14.
Universitas Sumatera Utara
hanya memerintahkan kepada Pengurus dalam hal mengumumkan akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh Menteri Kehakiman dan HAM dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, ketentuan ini merupakan suatu kewajiban bagi Pengurus. Sementara menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU Yayasan, akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui oleh Menteri Kehakiman dan HAM, diajukan oleh Pendiri atau Kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri. Sedangkan Pendiri hanya berkewajiban mengumumkan akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang disetujui. Tanggung jawab renteng berlaku kepada Pegurus jika Pengurus tidak melakukan atau mengambil tindakan terhadap hal di atas. Pengurus lah yang sebenarnya harus bertindak untuk menyesuaikan akta pendirian Yayasan yang didirikan sebelum lahirnya UU Yayasan. Dasar hukumnya berdasarkan ketentuan Pasal 35 UU Yayasan, bahwa dalam pasal tersebut ditegaskan “Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan”.
Universitas Sumatera Utara
Kalimat “Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan” di atas, dapat dipahami maknanya bahwa ketentuan Pasal 35 UU Yayasan mengisyaratkan kewenangan besar dalam mengurusi Yayasan berada di tangan Pengurus. Sehingga Pengurus bisa saja bertindak di luar daripada ketentuan dalam UU Yayasan atau dalam hal mengeluarkan kebijakan yang dianggapnya tepat dengan berlandaskan pada unsur itikad baik (goeder trouw atau good faith). 101 Walaupun Pengurus memiliki kewenangan besar dalam mengurusi Yayasan, jika ada tindakan Pengurus yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, dianggap merupakan tindakan yang melampaui batas kapasitas kepengurusan oleh Pengurus. Tindakan yang tidak sesuai dengan kapasitas ini berkaitan dengan asas atau doktrin ultra vires yang dikenal dalam hukum Perseroan. Tindakan Pengurus yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan adalah tindakan di luar kewenagan. 102 Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat Yayasan. 103 Oleh sebab itu, karena UU Yayasan memerintahkan penyesuaian akta pendirian Yayasan yang berdiri sebelum UU Yayasan hanya kepada Pendiri, maka terhadap Pendiri Yayasan-yayasan yang telah meninggal dunia, menurut Penulis berpandangan bahwa Pengurus dapat bertindak untuk menyesuaikan akta pendirian Yayasan yang
101
Ibid., hal. 373. M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 66. 103 Fred B.G. Tumbuan, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Serta Kedudukan RUPS Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995”, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002, hal. 19. 102
Universitas Sumatera Utara
berdiri sebelum UU Yayasan, jika para Pendirinya tersebut sudah tidak ada atau telah meninggal dunia. Apabila ditelaah dan dibandingkan antara UU Yayasan dengan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), tampak perbedaan kedudukan organ antara Yayasan dengan Perseroan Terbatas (PT). Dalam UU Yayasan, organ yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan adalah Pengurus sedangkan menurut UUPT adalah Direksi. Yayasan bertujuan non profit sedangkan PT berorientasi profit. Namun, perintah undang-undang baik UU Yayasan dan UUPT tetap mengamanahkan tanggung jawab penuh kepada Pengurus (jika badan hukum Yayasan) dan Direksi (jika badan hukum PT) atas kepengurusannya untuk kepentingan dan tujuan badan hukum dimaksud dan berhak mewakili badan hukum itu baik di dalam maupun di luar pengadilan. Ketentuan mengenai hal itu, dapat ditemukan dalam penegasan Pasal 35 ayat (1) UU Yayasan, ditegaskan bahwa: ”Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan”, dengan demikian karena perintah UU Yayasan mengenai tanggung jawab mirip dengan tanggung jawab yang diamanahkan UUPT kepada Direksi, maka sebahagian asas-asas dan prinsip-prinsip tanggung jawab sebagaimana yang dikenal dalam UUPT, dapat pula diterapkan dalam kepengurusan Yayasan. Pasal 97 ayat (1) dan ayat (2) UUPT memerintahkan kepada Direksi untuk mengurusi perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Begitu pula halnya dalam kepengurusan Yayasan menurut Pasal 35 ayat (2) UU
Universitas Sumatera Utara
Yayasan ditegaskan bahwa: “Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan”. Apabila ditelaah lebih seksama, prinsip yang tersirat di dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) UU Yayasan di atas, terdapat suatu prinsip ”wajib dipercaya” atau fiduciary duty yang dalam hal ini Pengurus Yayasan wajib dipercaya dalam mengurusi Yayasan. Sebagaimana Alvi Syahrin, mengatakan sebagai berikut: Yayasan sangat bergantung pada organ Pengurus sebagai organ yang dipercaya untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan fungsinya. Antara Yayasan dengan organ Pengurus terdapat hubungan pemegang kepercayaan (fiduciary relationship) yang melahirkan fiduciary duties, yang berarti keberadaan organ adalah semata-mata demi kepentingan dan tujuan Yayasan. Hal tersebut dipertegas dalam Pasal 3 ayat (2) UU Yayasan. 104 Tanggung jawab penuh dan dengan itikad baik semacam ini, tidak dikenal sebelum lahirnya UU Yayasan. Hal ini menegaskan bahwa kepengurusan Yayasan oleh Pengurus setelah keluarnya UU Yayasan, harus dilakukan secara loyal (duty of loyality), 105 artinya Pengurus harus melaksanakan tugasnya hanya untuk dan atas nama kepentingan Yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan. Berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU Yayasan, berarti Pengurus Yayasan adalah sebagai pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan yang menurut
sistem common
law hubungan itu dapat
didasarkan pada teori fiduciary duty. 106
104
Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, Op. Cit., hal. 67. Joel Seligman, Corporations Cases and Materials, (Boston &Toronto: Little, Brown and Company, 1995), hal. 230. 106 Bismar Nasution, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank”, Makalah yang Disampaikan pada Seminar Sehari Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang Perbankan Menurut Undang-undang 105
Universitas Sumatera Utara
Sistem common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan (fiduciary) secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu, hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar perilaku yang tinggi. 107 Standar ini berkaitan dengan unsur moral yang tidak limitatif ditegaskan dalam Pasal 35 ayat (2) UU Yayasan, akan tetapi ukuran itikad baik dapat dipahami dari sistem common law berpandangan berikut ini: 108 1. Wajib dipercaya; 2. Wajib melaksanakan pengelolaan untuk tujuan yang wajar (duty to act for a profer purpose); 3. Wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty); 4. Wajib loyal (loyality duty); dan 5. Wajib menghindari benturan kepentingan (avoid conflict of interest). Kewajiban-kewajiban di atas dapat diterapkan kepada Pengurus Yayasan untuk berhati-hati (prudence). Kewajiban berhati-hati merupakan alasan yang tepat yang harus dilakukan Pengurus untuk melakukan kepengurusan Yayasan dengan itikad baik. Pelanggaran terhadap prinsip ini, menurut Pasal 39 ayat (1) UU Yayasan, Pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Yayasan. Sehingga organ Pengurus dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya secara pribadi terhadap Perseroan Terbatas dan Undang-undang Perbankan, Diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, Surabaya, tanggal 21 Februari 2008, hal. 4-5. Lihat juga: Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, Op. Cit., hal. 71. Lihat juga: Ade Surya Meliya, Op. Cit, hal. 117. 107 Ibid, hal. 5. 108 M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 374-377. Lihat juga: Chandra Lubis, Unsur Itikad Baik Dalam Pengelolaan Perseroan Oleh Direksi, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010, hal. 7, dan hal, 59.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan yang dilakukannya. Namun, apabila dipahami maksud dari penegasan ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU Yayasan, Pengurus dapat terlepas dari segala pertanggungjawaban apabila dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahannya dan kelalaiannya. Prinsip dalam Pasal 39 ayat (2) UU Yayasan ini diadopsi dari prinsip ketentuan keputusan bisnis (Business Judment Rule) yang dikenal dalam hukum perusahaan. 109 Selain dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan dan kelalaiannya, Pengurus juga telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud yayasan, tidak mempunyai benturan langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kepailitan atau kerugian, dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutan kerugian tersebut. Dengan berlandaskan pada pelaksanaan tanggung jawab Pengurus Yayasan secara penuh dan itikad baik ini serta dapat dibuktikannya bahwa kerugian atau kepailitan dalam Yayasan bukan karena kelalaian dan kesalahan Pengurus tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Pengurus telah melakukan kepengurusan Yayasan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan, dengan kata lain, Pengurus dapat berlindung dibalik ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU Yayasan. Sehingga terhadap Pengurus yang demikian tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Hal ini mempertegas bahwa
109
Bismar Nasution, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank”, Op. Cit., hal. 9. Lihat juga: Chandra Lubis, Op. Cit., hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
apabila Pengurus telah menjalankan fiduciary duty dengan hati-hati atau prudence secara benar dan dapat dibuktikan secara dokumentatif maka Pengurus akan terhindar dari tuntutan dan sanksi hukum perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 UU Yayasan yakni Pengurus harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atau secara pribadi.
D. Tanggung Jawab Pengurus Yayasan Menurut PP No.63 Tahun 2008 Tentang Yayasan Berdasarkan Pasal 39
PP No.63 Tahun 2008, bagi Yayasan yang belum
memberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) UU Yayasan dilarang menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan dan sebab itu harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 UU Yayasan. Yayasan-yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan wajib menyesuaikan akta pendiriannya atau Angaran Dasar sesuai dengan UU Yayasan. Batas akhir penyesuaian akta pendirian Yayasan hingga saat ini telah berakhir yakni tanggal 06 Oktober 2008. Hal ini ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 bahwa pemberitahuannya setahun setelah pelaksanaan penyesuaiannya dilakukan dengan batas akhir pada tanggal 06 Oktober 2008. Setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM barulah Yayasan tersebut berhak dikatakan berbadan hukum. Namun saat ini masih banyak Yayasan yang belum mematuhi
Universitas Sumatera Utara
ketentuan tersebut atau belum menyesuaikan akta pendiriannya sedangkan batas akhir yang telah ditentukan dalam Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir. Tentu hal tersebut akan membawa dampak secara hukum terhadap legalitas Yayasan, karena Yayasan itu berdasarkan sudut pandang UU No. 16 Tahun 2001 Jo. UU No. 28 Tahun 2004 Jo. PP No. 63 Tahun 2008 tentang Yayasan tidak menyandang status sebagai badan hukum lagi, sekalipun sebelumnya Yayasan dimaksud telah menyandang status sebagai badan hukum. Bilamana hal ini terjadi konsekuensi hukumnya juga akan berdampak ke segala aspek yang ada dalam Yayasan itu, termasuk terhadap harta kekayaaan Yayasan tersebut. Persoalan itu akan semakin rumit jika membicarakan masalah harta kekayaan Yayasan. Sebab diketahui bahwa harta kekayaan Yayasan ada yang bersumber dari kekayaan pribadi Pendiri Yayasan yang telah dipisahkan baik dalam bentuk uang atau benda, ada juga dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, wasiat, dan pendapatan sah lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum. Pihak yang bertanggung jawab atas perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yang didirikan sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 adalah pihak Pengurus. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) PP No.63 Tahun 2008. Persetujuan perubahan Anggaran Dasar, pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar dan data Yayasan diajukan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar dan data Yayasan, dan mulai berlaku sejak tanggal dicatatnya perubahan tersebut dalam daftar Yayasan. Namun hingga saat ini
Universitas Sumatera Utara
masih banyak Yayasan yang belum mendapat legal entity karena belum menyesuaikan diri dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Yayasan sampai dengan tenggang yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 dengan batas akhir penyesuaiannya tanggal 06 Oktober 2008. Pada faktanya ada empat kemungkinan status Yayasan terkait dengan penyesuaian akta pendirian atau anggaran dasar, yakni: 1. Yayasan sudah menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya dan telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM sebelum tanggal 06 Oktober 2008; 2. Yayasan sudah menyesuaikan akta pendiriannya atau Anggaran Dasarnya dengan ketentuan dalam UU Yayasan namun tidak disyahkan oleh Menteri Hukum dan HAM; dan 3. Sama sekali tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya dengan ketentuan UU Yayasan dan tidak disyahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. 4. Mendirikan Yayasan baru di atas Yayasan yang sudah ada dengan nama Yayasan yang sama, alamat yang sama, objeknya sama, dan asetnya juga sama. Akibat hukum yang ditimbulkan setelah berlakunya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008, dapat menimbulkan sistemik ke seluruh aspek kehidupan Yayasan yang saling berkaitan satu sama lainnya yang dapat menimbulkan dilema hukum. Terhadap Yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya dan belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM harus dilikuidasi harta kekayaannya atau menyerahkan hasil likuidasi tersebut kepada Yayasan-yayasan lain yang sejenis.
Universitas Sumatera Utara
Padahal dalam UU Yayasan, terhadap Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya menurut ketentuan Pasal 71 ayat (1) huruf b UU 16 Tahun 2001 masih tetap diakui sebagai badan hukum, sampai dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya UU 16 Tahun 2001 wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya. Namun ketentuan ini tidak diindahkan oleh Yayasan-Yayasan yang belum menyesuaikan diri tersebut sehingga banyak saat ini Yayasan yang seharusnya sudah pada waktunya untuk dilikuidasi. Dari ketentuan Pasal 71 ayat (1) huruf b UU 16 Tahun 2001, berarti terhitung setelah UU 16 Tahun 2001 mulai efektif dan berlaku tanggal 6 Agustus 2002 (setahun sejak diundangkan) maka pada tanggal 6 Agustus 2007 ketentuan ini sudah berakhir. Batas akhir ini sesuai dengan ketentuan dalam perubahan Pasal 71 ayat (1) huruf b UU No.28 Tahun 2004 ditentukan tetap diakui sebagai badan hukum dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU No.28 Tahun 2004 mulai berlaku tanggal 6 Oktober 2004 wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya yang pada intinya menurut UU No.28 Tahun 2004 terhitung tiga tahun maka ketentuan ini berakhir 6 Oktober 2008. Jika berpedoman pada ketentuan Pasal 71 ayat (3) UU Yayasan, maka Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sampai 6 Agutus 2006 (lima tahun setelah tahun 2001) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Namun dalam perubahannya dalam Pasal 71 ayat (3) UU No.28 Tahun 2004 diberikan
Universitas Sumatera Utara
kemudahan yakni dengan memberikan waktu satu tahun sejak tanggal 6 Oktober 2004 bahkan tetap diakui sebagai badan hukum hingga tanggal 6 Oktober 2008. Berdasarkan ketentuan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 ditentukan akibat hukum bagi Yayasan-yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) UU Yayasan, tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan dan harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasinya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 UU Yayasan yakni kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain atau badan hukum lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar atau sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut. Ternyata setelah lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan di tengah-tengah masyarakat disinyalir masih banyak Yayasan yang telah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 sampai dengan tenggang waktu yang telah ditentukan yakni tanggal 06 Oktober 2008, dan saat ini tetap melakukan kegiatan-kegiatan usaha Yayasan dengan menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya. Polemik Yayasan penyelenggara pendidikan yang belum menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan butuh solusi.
Universitas Sumatera Utara