Hukum dan Pemballgunall
324
UNDANG-UNDANG YAYASAN No. 16 TAHUN 2001 DAN TRANSPARANSI KEGIATAN USAHA YAYASAN Chatamarrasjid Ulldang -undang Yayasan yang baru, yaitu Undang-undang No. ]6 Tahull 200] memberikan kesempatan kepada yayasan untuk melakukan kegiatan usaha. Kegiatan usaha yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan dari pendirian yayasan, yaitu lujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan. Kegiatan usaha ini membuka peluang bagi yayasan untuk memperoleh keuntungan. Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa keuntungan yang diperoleh harus semata-mata ditujukan ulltuk lujuan sosial dan kemanusiaan itu. Da/am hubungan dengan kegialan yayasan Ifl[, sangat diperlukan adanya suatu transaparansi atau keterbukaan.
A. Pendahuluan Empat puluh lima tahun setelah Belanda mengesahkan Undangundang Yayasan (Wet op Stichtingen 1956). barulah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat mengesahkan suatu Undang-undang Yayasan, yang akan menjadi dasar hukum bagi pendirian yayasan di Indonesia. Rancangan Undang-undang Yayasan yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 11 Juli 2001 ini , dan disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri menjadi Undang-undang pada tanggal 6 Agustus 2001. Undang Tentang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Tanggal 6 Agustus 2001 ini diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 107, yang untuk selanjutnya disebut UUY 16/2001. Keberadaan yayasan di Indones ia, yang selama ini diatur berdasarkan kebiasaan yang didukung oleh yurisprudensi, bukanlah tanpa
Oktober - Desember 200]
Undang-Undang No . 16 Tahun 2001
325
masalah. Sebagian dari permasalahan itu dapat diatasi oleh Undangundang Yayasan No. 16 Tahun 2001, tetapi beberapa masalah tetap terbuka bagi suatu diskusi, atau masih menimbulkan pertanyaanpertanyaan yang masih harus dijawab. Di antara pertanyaan yang paling peming adalah apakah yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan tujuan untuk mencari keuntungan? Undang-undang Yayasan No. 16 Tahun 2001, jelas memberikan kesempatan kepada yayasan untuk melakukan kegiatan usaha. Praktek yang dilakukan selama ini, sebelum lahirnya Undangundang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 , jelas memperlihatkan aneka keg iatan yayasan dalam berbagai bidang usaha . Keberadaan yayasan di Indonesia yang tidak diatur dalam suatu undang-undang telah menimbulkan berbagai masalah, baik masalah yang timbul karena tidak sesuainya maksud dan tujuan yayasan, maupun masalah hukum . Lahirnya UUY 16/2001 diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah yang timbul dari perkembangan yay as an yang amat pesat selama ini, tanpa ada aturanaturan yang jelas sebagai pengatur perkembangannya.
B. Yayasan MeIakukan Kegiatan Usaha Dalam perkembangan yayasan di Indonesia selama ini, tampak adanya kecenderungan bahwa yayasan telah bergerak dalam bidang usaha komersial, yang menimbulkan kesan bahwa yayasan telah meninggalkan tujuan semula yang bersifat sosial dan kemanusiaan. Di Indonesia usahausaha yayasan ini menjadi kontroversial tatkala ia menyentuh hal-hal yang sensitif : I 1. Yayasan yang didirikan oleh kewenangan kekuasaan atau pengaruh suatu instansi, angkatan, atau jabatan dan wibawa tertentu. Di sini kegiatan usaha yayasan yang dijalankan, banyak yang memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh kewenangan itu. Fasilitas tersebut dapat berupa monopoli, keringanan atau bahkan pembebasan pajak. pemberian order atau pekerjaan. 2. Yayasan merupakan sarana untuk menembus birokrasi yang menghambat kegiatan usaha. 3. Yayasan-yayasan berhasil menghimpun dana yang amat besar. 1 Soecipto Wirosardjono. "Dari Yayasan ke yayasan", artikel dalam majalah Warta Ekonomi No. 22 Tahun 1990, hal. 34.
Nomor 4 Tahun 2001
326
Hukum dan Pembangunan
Bila yayasan-yayasan besar di Indonesia didirikan oleh penjabat pemerintahan atau disponsori oleh pemerintah, maka di negara maju yayasan yang besar-besar disponsori oleh perusahaan swasta. UUY 161200 I, memberikan kesempatan bagi yayasan untuk melakukan kegaitan usaha, sebagaimana terlihat dalam pasal-pasalnya. Pasal 3 ayat 1 UUY 16/2001 : (I) Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut sena dalam suatu bad an usaha. Pasal 7 UUY 16/2001 : (1) Yayasan dapat mendirikan bad an usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. {2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan terse but paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan. (3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas yayasan dilarang merangkap sebaga i Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebaga imana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) . Pasal 8 UUY 16/2001 : Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku . Penjelasan Pasal 8 UUY 16/2001 : Kegiatan us aha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup , kesehatan , dan ilmu pengetahuan. Ketentuan di dalam pasal-pasal di atas, menghapuskan kontroversi apakah yayasan boleh melakukan kegiatan usaha atau mendirikan suatu padan usaha. Dalam hubungan ini penulis sepndapat bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha, atau lebih tegas dapat melakukan kegiatan yang memperoleh laba , tetapi mengejar laba bukanlah tujuannya. Kegiatan dengan tujuan mengejar laba harus tidak diperbolehkan memilih bentuk
Oktober - Desember 2()()t
Undang-Undang No. 16 Tahun 200]
327
badan hukum yayasan, tetapi bentuk badan hukum lain yang tersedia untuk maksud mengejar laba seperti Perseroan Terbatas umpamanya. Yayasan boleh memperoleh laba dengan melakukan berbagai kegiatan usaha, sejauh laba yang diperoleh dipergunakan untuk tujuan idealistis, sosial dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini diperlukan agar yayasan tidak bergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan. Seandainya Yayasan memiliki cukup dana untuk menacapai tujuan sosial dan kemanusiannya, maka dengan sendirinya yayasan tersebut tidak perlu melakukan kegiatan usaha. Di Inggeris ada lembaga-Iembaga yang kbusus menghimpun dana untuk diberikan kepada yayasan, sehingga yayasan yang dibantu tidak perlu melakukan kegiatan usaha, atau dengan perkataan lain hanya melakukan kegiatan sosial semata-mata. Lembagalembaga ini antara lain diatur dalam "The 1992 Act". Di dalam undangundang ini umpamanya dapat dibaca ketentuan umum sebagai berikut': A fund raising Business is 'any business carried on for gain and wholly or primarily engaged in soliciting or otherwise procuring money or other property for charitable, benevolent or philantropic purposes'. This illuminates the grey area that exists between charitable institutions and organizations making money out of charity. Commercial participators are involved in business other than a ' fund raising business' which are engaged 'in a promotional venture in the course of which it is represented that charitable contributions are to be given to or applied for the benefit of the (charitable) institution'. This covers firms with whom charities and other voluntary organizations undertake joint commercial ventures. Professional fund-raisers are any people who carryon a fund-raising business or solicit charity funds for reward. These do not include: Charities and voluntary organizations and their connected trading companies, charities' staff and trustees, volunteer fund-raisers paid less than 5 (five) poundsterlings a day or 500 poundsterlings a year (excluding expenses), collectors who volunteer or are employed to collect for charities or celebrities who solicit for charities on radio or TV (though celebrities may be professional fund-raisers if they are paid a fee). Tom Lloyd. The Charity business. Page 41-42 1
Tom Lloyd. The Charity Business. London: John Murray, 1993, page 41-42.
Nomor 4 Tahun 2001
328
Hukum dan Pembangunan
UUY 16/2001 terlihat berupaya untuk berkompromi dengan kenyataan bahwa yayasan yang sudah ada sebelum undang-undang ini telah melakukan berbagai kegiatan usaha. Yayasan di dalam perkembangannya di Indonesia, bukan lagi suatu lembaga yang kecil, terpisah dari kegiatan hidup kemasyarakatan, yang hanya berusaha di bidang tertentu, yang hanya bersifat idealistis belaka. Kegiatan yayasan dapat bermacamthacam, mulai dari yayasan rumah sakit bersalin yang mengurus kelahiran sampai yayasan yang mengurus kematian , dari yayasan yang mengurus pemulung sampai yayasan yang memiliki lebih dari 30 (tiga puluh) bidang usaha dalam bentuk perseroan terbatas. Sebelum disahkannya UUY 161200 I, bila yayasan ingin me la\gJkan kegiatan usaha, maka cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan nama-nama pribadi untuk mewakili yayasan dalam suatu perusahaan. Sebenarnya sejak 1976 Departemen Kehakiman telah menyusun Rancangan Undang-Undang Yayasan. Pikiran-pikiran yang muncul antara lain mengenai berapa besar investasi yayasan yang diperkenankan pada suatu perseroan. Dalam perkembangannya yayasan diperkenankan melakukan investasi sebesar 20%, dimana semu la hanya 10% . Dasar pemikirannya adalah agar yayasan cuma menanam modal dan tidak mengatur ataupun mengeksploitasi perusahaan. Akan tetapi, setelah disahkannya Undang-undang No. I Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas terjadi perkembangan lain. Bila di atas dijelaskan bahwa yayasan hanya boleh menanam modal 20% , telah terjadi peningkatan sampai 45 %, dan terakhir tidak ada batasnya, seterusnya yayasan malahan diperkenankan untuk mendirikan Perseroan Terbatas. Semuanya ini dilakukan berdasarkan disposisi Menteri Kehakiman atau Direktur Perdata Departemen Kehakiman. Alasannya adalah. dahulu tenggang waktu antara akta pend irian PT sampai dengan pengesahan sebagai badan hukum memerlukan waktu bertahun-tahun ; sehingga kalau yayasan memiliki persentase kepemilikan yang tinggi atau sebagai pendiri PT, sampai saat pengesahan PT sebagai badan hukum, maka yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan seluruh harta kekayaan yang dimiliki yayasan, dan hal ini dapat mengakibatkan tujuan yayasan tidak tercapai. Pada Undang-undang PT yang baru di atas sudah ada batas waktu sampai pengesahan selama 60 (enam puluh) hari, karena itu yayasan diperkenankan untuk memiliki saham lebih banyak, tidak ada batasnya, dan dapat mendirikan Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 7 Ayat (2) UUY 16/2001, yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan
Oktober - Desember 200]
Undang-Undang No. 16 Tahw! 2001
329
ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan prospektif di sini. Penjelasan undang-undang menyatakan Pasal ini sudah jelas. Kata prospektif dapat berarti mungkin terjadi, dapat terjadi, sedangkan kata prospek memberika'n arti kemungkinan atau harapan. Kesulitannya adalah, bahwa setiap orang melakukan usaha atau mendirikan perusahaan pastilah dengan suatu harapan ataupun kemungkinan untuk memperoleh keuntungan. Pasal 8 UUY 16/200 I beserta penjelasannya, walaupun memberikan contoh kegiatan, tidaklah membatasi bidang usaha, karena dalam penjelasan dicantumkan kata-kata "antara lain". Batasan yang diberikan dalam Pasal 7 Ayat (I), hanya menyebutkan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. Dalam melakukan kegiatan usaha ini, yayasan tidak boleh menjadi bad an hukum lain seperti perseroan terbatas umpamanya. Di sini berlaku dahl, bahwa tiap bentuk badan hukum yang diciptakan mempunyai tujuan tertentu, dan tidak ada satu bentuk bad an hukum yang dapat mencakup tujuan dan struktur badan hukum yang lain. J lstilah yayasan pada mulanya digunakan sebagai terjemahan dari istilah stichting dalam Bahasa Belanda dan foundation dalam Bahasa Inggeris. Kenyataan di dalam praktek, memperhhatkan bahwa apa yang disebut yayasan adalah suatu bad an yang menjalankan usaha yang bergerak dalam segala macam badan usaha, baik yang bergerak dalam usaha yang non-komersial , maupun yang secara tidak langsung bersifat komersial. Dalam hubungan ini perlu ditekankan, bahwa apapun kegiatan yayasan, ia seharusnya tetap harus bertujuan sosial dan kemanusiaan. Dalam hubungan dengan kegiatan sosial itu, mung kin saja Pendiri yayasan memperoleh keuntungan sampingan seperti dikemukakan oleh Henry Ford II, dalam menjawab pertanyaan anggota Kongres Amerika Serikat yang mengemukakan bahwa pend irian Ford Foundation adalah cara agar Keluarga Ford terap dapat mengendalikan (control) Ford Motor Company:
... My family had undertaken certain obligations, as I have just described, in the hospital and in the Edison institute, that they fell they were obligated 10 keep up, and they were not sure just how that could be accomplished if the country were going to stay ill Ihe condition that itfoulld itself in 1933 and 1934. 3
Chatamarrsjid. TujUfJll Sasial Yayasqn dan Kegiatan Usaha Berlujuan Laba. Hal. 225
Nomor 4 Tahun 2001
Hukum dan Pembangunan
330
I think that was one of the reasons they wanted 10 start this fOUndations, in other words, 10 carry on their obligations to charity, as they saw them. Certainly, there may have been some other reasons, and far be it from me to say that some may not have been to get this stock in one's hands, that may be with the possibility that they could still maintain a certain relationship between their slOck and the operations of the company. 4 UUY 161200 1 jelas-jelas memperbolehkan yayasan melakukan kegiatan usaha atau mendirikan perusahaan. Perusahaan itu tidaklah identik dengan pengertian laba. Ada perusahaan yang tidak semata-mata ditujukan untuk memperoleh laba, seperti yayasan yang mengusahakan poliklinik atau rumah sakit, termasuk di sini perguruan tinggi. Karena itu yayasan sebaiknya tidak dikaitkan dengan dengan adanya perusahaan. tetapi dengan adanya maksud yang tidak bertujuan mencari laba. Walaupun di sini harus disadari ada yang menyalahgunakan bentuk yayasan untuk mencari laba, juga dengan cara mendirikan rumah sak it ataupun perguruan tingg i. Oi sini perusahaan didefinisikan sebagai "melakukan kegiatan dalam bidang ekonomi dan sosial, secara terus menerus dengan maksud mencari keuntungan". Teratur aninya bahwa untuk mendapatkan laba itu ada suatu organisasi yang tersusun (ada modal, kantor, pabrik , pegawai, gedung, manajemen, dan sebagainya). Oalam hal bad an hukum yayasan yang benujuan sosial dan kemanusiaan mendirikan perusahaan, maka tujuannya bukanlah mencari keuntungan , melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat ideal istis, filamropis atau ama!. Walaupun terbuka kemungkinan yayasan itu memperoleh laba. agar didalam perkembangannya yayasan itu tidak selamanya bergantung pad a bantuan atau sumbangan pihak lain. Filosofi modern dari yayasan menekankan bahwa dana yang dimilikinya merupakan modal ventura dari filantropi, terbaik bila ditanamkan dalam perusahaan yang menghasilkan keuntungan dan sebaiknya tidak lagi hidup dari sokongan pemerintah atau sumbang an masyarakat.
4
Dengar pendapat di hatlapan "The Select (Cox) Committee". dimuat dalam F.Emcrson
Andrews, Philantropic Foundations, hal.41-42.
Oktober - Desember 2001
Undang-Undang No. 16 Tahun 200]
331
The modern philosophy of foundations asserted that their funds were the venture capital of philantropy, best spent when invested in enterprises requiring risk and forsight, not likely to be supported either by government or private individuals. 5 C. Yayasan Harus Transparan Badan hukum yayasan dan badan us aha amal lainnya yang bertujuan sosial mendapat berbagai fasilitas, dan atau kemudahan baik dalam pendiriannya maupun dalam menjalankan kegiatannya. Yayasan mendapatkan modal terutama dari sumbangan masyarakat luas, baik langsung maupun melalui bantuan pemerintah dan melalui sistem perpajakan . Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana masyarakat yang telah menyumbang begitu banyak kepada yayasan, dapat mengetahui bahwa yayasan sungguh-sungguh menjalankan kegiatan sesuai dengan tujuannya , dan tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan ataupun disalahgunakan untuk kepentingan pribadi para pengurus . Hal ini terutama penting dalam struktur kepengurusan yayasan, dimana tidak ada yang mempunyai kepentingan ekonomi. Persoalan ini memiliki kaitan yang era! sekal i dengan masalah keuangan. Masyarakat hanya akan dapat mengontrol atau mengawasi yayasan bila yayasan itu transparan. Pada umumnya pend irian di atas, berdasarkan atas alasan menerima subsidi dari pemerintah , berbagai lembaga internasional, sumbangan dari masyarakat, dan sebagainya. Kalaupun tidak ada subsidi secara langsung, pada hakekatnya yayasan menerima sumbangan dalam bentuk pembebasan/keringanan pajak. Dengan demikian publik berhak mengetahui "ke mana larinya" atau untuk apa subsidi yang berasal dari rakyat itu. Dalam hubungan dengan transparansi ini perJu adanya suatu laporan tahunan tentang masalah keuangan, yang merupakan perlindungan hukum bagi pihak ketiga, serta jaminan untuk mencegah terjadinya manipulasi. Mengenai Laporan Tahunan ini, UUY 16/2001 mengaturnya dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 52. UUY 16/200 I mewajibkan pengurus untuk membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha yayasan. Di ~ F.Emerson Andrews, Op. Cif. hal. 464.
Nomor 4 Tahun 200]
332
Hukum dan Pembangunan
samping itu pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan yayasan, yang berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan (Pasal 48 UUY 16/2001). Menurut Pasal 49 UUY 16/200 1 pengurus yayasan harus sudah menyusun laporan tahunan paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku yayasan ditutup . Pengurus wajib me nyu sun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya: 1. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai; 2. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir priode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan. Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yayasan, transaksi tersebut waj ib dicanturnkan dalam laporan tahunan. Laporan tahunan harus disahkan oleh rapat Pembina. Selanjutnya bila laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan , maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Prinsip keterbukaan, sangat jelas terlihat dalam Pasal 52 UUY 16/2001 :
(I) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumurnkan pada papan pengumuman di Kantor Yayasan. (2) Ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang: a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri , atau pihak lain sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih ; atau b. mempunyai kekayaan di Iuar harta wakaf sebesar Rp. 20.000.000.000,00 (dua puIuh miliar rupiah) atau lebih. (3) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diaudit oleh Akuntan Publik. (4) HasiI audit terhadap laporan tahunan Yayasan sebagaimana dimaksud daIam ayat (3) disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait. (5) Bentuk ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun sesuai dengan standar akutansi keuangan yang berlaku.
Oktober - Desember 200]
Undang- Undang No. 16 Tahun 200]
333
Pemeriksaan terhadap Yayasan akan dilakukan untuk memperoleh data atau keterangan, dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yay as an (Pembina, Pengurus, dan Pengawas) melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan ketentuan dalam Anggaran Oasar; lalai dalam melakukan tugasny,a; melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau melakukan perbuatan yang merugikan Negara. Pemeriksaan di atas hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasannya. Dalam hal pemeriksaan dilakukan karena diduga melakukan perbuatan yang merugikan Negara, dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan, yang dalam hal ini mewakili kepentingan umum (Pasal 53 UUY 16/2001). Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan. Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap yayasan , maka Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan. Pembina, Pengurus, dan Pengawas serra pelaksana kegiatan atau karyawan yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa (Pasal 54 UUY 1612001). Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan. Dalam hubungan ini, Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan. Perlu dikemukakan bahwa Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaan kepada pihak lain (Pasal55 UUY 16/2001). Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan. Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon atau kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan (Pasal 56 UUY 16/200 I). Pada yayasan tujuan utama dari akutansi adalah untuk pengawasan. Dalam dunia usaha tujuannya terutama adalah untuk memaksimalkan keuntungan dengan cara melakukan pencatatan hasil transaksi bisnis secara teratur (tepat pada waktunya) dan sistematik. Jadi , sebenarnya nilainya berpusat pad a kewirausahaan individual untuk tujuan sosial.
Nomor 4 Tahun 2001
334
Hukum dan Pembangunnn
Perkembangan hukum pajak berkaitan dengan kebergantungan pendapatan pemerintah dari pajak penghasilan atas perseorangan dan badan usaha. Perkembangan hukum pajak yang efektif mempengaruhi teknik akuntansi, termasuk cara-cara pencatatan transaksi yang dapat mengurangi kemungkinan penipuan pajak. Organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan kemanusiaan sampai dengan pertengahan abad lalu, hanya sedikit pengaruhnya terhadap perkembangan akuntansi. Hal im terutama disebabkan tidak adanya motif mencari keuntungan. Akan tetapi, sejak adanya aturan yang membebaskan pajak bagi organisasi-organisasi sosial, maka organisasi sosial dalam hUbungannya dengan laporan tahunan mulai memperhatikan akuntansi. yang pada mulanya meminjam teknik akuntansi dari dunia usaha. Organisasi sosial yang bergerak secara sukarela memberikan tekanan pada motif pelayanan. Jadi mereka membutuhkan suatu sistem akuntansi atau suatu sistem pencatatan yang mengaitkan uang dan bagaimana uang tersebut dibelanjakanimemenuhi kebutuhan kemanusiaan, daripada yang semata-mata bertolak dari bagaimana uang tersebut menghasilkan keuntungan. Laporan tahunan yang diaudit berperanan penting dalam pertanggungjawaban para pengurus dan pegawainya baik ke dalam maupun ke luar, terhadap instansi pemerintah dan masyarakat yang menyumbang badan sosial/yayasan tersebut. Laporan yang diaudit adalah penting untuk suatu administrasi yang efektif, khususnya terhadap pengawasan anggaran dari biaya-biaya program yang lalu , terutama untuk persoalan-persoalan administratif jangka pendek. Untuk tujuan ini, sebaiknya dibuat atau disiapkan laporan internal setiap bulan atau 3 (tiga) bulan sekali, yang walaupun tidak diaudit bermanfaat sebagai "peringatan dini" adanya penyimpangan-penyimpangan yang harus diperhatikan sebelum tahun fiskal berakhir. Laporan keuangan internal dan eksternal harus dilengkapi dengan sistem pengawasan internal yang melindungi semua bukti penerimaan, pengeluaran, inventaris dan kekayaan (assets), pemeriksaan silang (crosschecking) data akunting, pendapatan dan biaya, dan lain sebagainya. Suatu standardisasi bentuk pelaporan bagi usaha-usaha sosial dan kemanusiaan tentu saja dibutuhkan. Laporan tersebut sebaiknya: I. Keterbukaan (Full disclosure) Tujuan uta many a adalah agar semua transaksi keuangan dari semua dana yang ada dilaporkan.
OklOber - Desember 200/
Undang-Undang No. J6 Tahull 200J
335
2. Sistem Akrual (Accrual basis) Walaupun sistem akrual direkomendasikan, yayasan dapat juga mempergunakan laporan berdasarkan arus uang (Cash-flow based reporting). 3. Akunting Dana (Fund accounting) Tujuan utamanya memisahkan akuntansi dari dana-dana untuk bantuan/tujuan sosial dengan dana untuk kegiatan operasional. 4. Perine ian atas pos-pos (Functional breakdowns) Semua pos pengeluaran harus diuraikan seeara terperinei dalam kategori fungsional disertai suatu petunjuk umum mengenai pembagian ini.
5. Bantuan pelayanan/Jasa (Supporting services) Ini meliputi manajemen dan pelayanan umum ; meliputi pula pengumpulan dana (Fund-raising services). 6. Rasio pengumpulan dana (Fund-raising ratios) Bila menggunakan jasa pengumpul dana, maka biaya perolehan dana antar pengumpul dibandingkan). 7. Dana eadangan (Reserves) Dana yang dicadangkan untuk berbagai tujuan (general pwposes) . 8. Membandingkan laporan dua tahun berturut (Two-year comparisons) Dianjurkan untuk membuat perbandingan laporan dengan laporan tahun sebelumnya. 9. Istilah (Terminology) Supaya laporan menggunakan istilah yang baku sesuai standar akuntansi. 10. Jaminan dan penciutan (Pledges and shrinkage) Jaminan-jaminan harus dikurangi, yaitu dengan menggunakan catatan pembayaran aktual sebelumnya , sebagai dasar untuk memperkirakan hasil/keuntungan yang mungkin dan mencatat net pledges sebagai aset. II. Penghapusan (Depreciation) Fleksibilitas dalam eara penghapusan aset diperkenankan, tetapi harus konsisten. 12. Sumbangan dalam bentuk bukan uang (Donated materials) Dibukukan dalam nilai setara uang, tetapi dengan memberikan catatan. 13. Sumbangan tenaga (Donated services)
Nomor 4 Tahun 200J
336
Hukum dan Pembangunan
Untuk menghindarkan suatu laporan keuangan yang dapat memberikan gambaran keliru, maka harus diperhitungkan sebagai dilakukan oleh personel yang dibayar atau digaji. 14. Sumbangan keanggotaan (Membering contributions) Harus jelas bilamana dapat diidentifikasikan sebagai sumbangan. Transparansi sangat diperlukan. Hal ini terutama karena seringnya dilakukan penipuan dengan kedok yayasan. Penipuan yang dilakukan oleh yayasan atau badan amal lainnya kebanyakan sukar untuk ditelusuri. The Charity Commission (Komisi Pengawas Yayasan di Inggeris) dalam laporan tahunannya (1990) telah meneliti 455 kasus , seperempat diantaranya dicurigai melakukan penipuan yang disengaja. Sepertiganya, satu dan lain hal melakukan kesalahan administrasi atau adm inistras i yang buruk. Komisi mencabut status charitable dari 749 organisasi sosial. Keprihatinan komisi bertambah lagi terhadap 81 kasus dari 303 kasus yang telah diinvestigasi, satu trust dicabut statusnya, 24 kasus diteruskan ke Kepolisian. Komisi juga memperhatikan organisasi sos ial yang biaya administrasinya mencapai lebih dari 60% dari dana yang diperoleh."
D. Kesiropulan 1. Kegiatan usaha yang sesuai dengan tujuan yayasan, memerlukan penjelasan lebih lanjut. Hal ini terutama karena yayasan dapat melakukan kegiatan apa saja yang memperoleh keuntungan, sejauh keuntungan itu dipergunakan untuk tujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan. 2. Tujuan Sosial, Kemanusiaan, dan keagamaan dapat diartikan tidak selalu kegiatan usaha harus di bidang sosial , kemanusiaan , dan keagamaan. Hal ini oleh sementara pihak dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan apa saja yang memperoleh keuntungan. 3. Agar tujuan yayasan tidak menyimpang dari tujuan semula , maka perlu ditegaskan agar semua keuntungan yang diperoleh harus dipergunakan untuk tujuan sosial dan kemanusiaan , serta keagamaan. Untuk maksud 101, laporan tahunan yayasan dan laporan internalleksternal lainnya harus mempergunakan Standar Akuntansi Indonesia yang disesuaikan bagi suatu badan amallsosial.
' Tom Lloyd. Op. Cit. ha1.39.
Oktober - Desember 2001
Undang-Undang No. ]6 Tahun 2oo]
337
4. Yayasan di dalam perkembangannya tidak boleh berkembang menjadi badan hukum lain dengan nama tetap "yayasan". Hal ini terutama mengingat dalil, bahwa tiap bentuk badan hukum yang diciptakan mempunyai tujuan tertentu, dan tidak ada satu bentuk badan hukum yang dapat mencakup tujuan dan struktur semua bentuk bad an hukum yang lain.
Nomor 4 Tahun 2oo]
Hukum dan Pembangunan
338
Daftar Pustaka
Andrews, F. Emerson. Philantropic Foundations. New York: Russel Sage Foundation, 1956. Chatamarrasjid. Tujuan Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . Kamus Besar Indonesia, Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Bahasa
Direktorat Jenderal Pajak & Yayasan Bina Pembangunan. Panduan Perpajakan Bagi Yayasan. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1996. Indonesia. "Undang-undang RepubUk Indonesia Nomor 16 Tahw! 2001 Tentang Yayasan". Lembaran Negara R.I. Tahun 200 1 Nomor 107 . Lloyd, Tom . The Charily Business. London: John Murray. 1993. Wirosardjono, Soetjipto. "Dari Yayasan Ke Yayasan". Dalam Warta Ekonomi No. 22/11/tgl. 29 Oktober 1990.
Okrober - Desember 2001