AYAH GEOGRAFI PRIORIT AS MENENTUKAN WIL WILA PRIORITAS UNTUK K ONSER VASI KEANEKARA GAMAN HA YA TI KONSER ONSERV KEANEKARAGAMAN HAYA YATI L AUT DI INDONESIA Dikompilasi oleh: C. L. Huffard1, M.V Erdmann1, and T. Gunawan1 Berdasarkan data dari: G. Allen2, P. Barber3, S. Campbell4, L. DeVantier5, M.V Erdmann1, M. Halim6, C. Hitipeuw7, Guswindia8, B. Hoeksema9, M. Hutomo10, B. Kahn11, M.K. Moosa12, Y. Noor13, K.S. Putra1, J. Randall14, R. Salm15, Suharsono12, E. Turak16, C. Veron17, C. Wallace18
Foto © Burt Jones
PIHAK-PIHAK YANG IKUT SERTA: Conservation International Indonesia Marine Program, Bali, Indonesia; 2 Western Australian Museum, Perth, WA, Australia; 3 Dept. Ecology and Evolutionary
1
Biology, University of California Los Angeles, USA; 4 Wildlife Conservation Society- Indonesia Program, Bogor, Indonesia; 520 Val Crescent, Noosaville, Queensland, Australia; 6 WWF- Coral Triangle Network Initiative, Jakarta, Indonesia; 7 WWF-Indonesia Marine Program, Jakarta, Indonesia; Udayana, Bali, Indonesia;
9
National Museum of Natural History – Naturalis, Leiden, The Netherlands;
10
14
Indonesian Institute of Sciences Research Center for Oceanography, Jakarta, Indonesia ;
13
Universitas
Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan
Lingkungan – Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta Indonesia; 12
8
11
APEX Environmental, Cairns, Australia;
Wetlands International – Indonesia Programme, Bogor, Indonesia;
Bishop Museum, Hawaii, USA; 15 The Nature Conservancy, Hawaii, USA; 161 Rue Francois Villon, 95000, Cergy, France; 17 Australian Institute of Marine
Sciences, Townsville, Australia; 18Museum of Tropical Queensland, Townsville, Australia
CATATAN: Data yang digunakan dalam laporan ini didapat dari para ahli keanekaragaman hayati dan hasil survey selama ratusan tahun. Kebanyakan data tersebut belum pernah secara resmi dipublikasikan, dan para editor laporan ini berharap dengan sangat agar siapapun yang hendak menggunakan data ini untuk keperluan publikasi dapat menghubungi para ahli pemilik data untuk mendapatkan ijin penggunaannya.
Conservation International Indonesia Jl. Pejaten Barat No 16A, Kemang, Jakarta 12550 INDONESIA Tlp. +6221 7883 8624 Fax. +6221 780 6723 www.conservation.or.id
2
L ATAR BEL AKANG BELAKANG
I
ndonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia, membentang di tiga wilayah waktu, memiliki lebih dari 17.000 pulau, 86.700 km2 terumbu karang, dan 24.300 km2 hutan mangrove, dan dihuni oleh 230 juta jiwa. Lebih penting lagi, penduduk Indonesia kian hari kian bergantung dari laut untuk mencari nafkah dan sebagai tempat untuk mendapatkan makanan. Saat ini sekitar 70% protein di negara ini berasal dari ikan (di beberapa komunitas pantai yang miskin, angka ini dapat mencapai 90%), sementara hampir 20% dari GDP negara ini berasal dari sektor perikanan dan industri yang terkait dengan laut. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memiliki tugas yang sangat menantang, yaitu mengelola sumberdaya laut Indonesia. Hal tersebut termasuk memastikan pemanfaatan sumberdaya laut secara lestari dan pada saat yang sama meningkatkan harga jual produk perikanan dan produk yang berasal dari laut dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia. Kian hari upaya DKP untuk mencapai 2 target tersebut kian meningkat salah satunya dengan memasukkan Kawasan Konservasi Laut (KKL) sebagai salah satu alat kunci untuk pengelolaan perikanan dan keanekaragaman hayati serta perencanaan konservasi. KKL yang efektif amat sangat penting artinya untuk mencapai tujuan-tujuan nasional DKP dan hal ini memerlukan dikembangkannya jaringan KKL yang secara ekologi saling terhubung baik pada tingkat propinsi maupun pada tingkat regional untuk menjawab beberapa
permasalahan seperti lokasi pemijahan (spawning aggregation – SPAG), lokasi pertumbuhan ikan dan rute migrasi bagi spesies ikan komersial yang penting bagi Indonesia. Pengembangan KKL yang efektif bahkan menjadi lebih penting lagi mengingat akan adanya dampak negatif dari perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan yang berkaitan dengan perikanan. USAID Coral Triangle Support Partnership (CTSP), adalah sebuah konsorsium dari organisasi konservasi yang terdiri dari WWF, CI dan TNC, yang bermaksud untuk memberikan bantuan bagi Indonesia melalui DKP untuk mengembangkan dan meningkatkan pengelolaan KKL. CTSP akan bermitra dengan pemerintah baik di tingkat pusat, propinsi, kabupaten maupun kecamatan, selain juga bermitra dengan organisasi lokal seperti perguruan tinggi dan LSM setempat, untuk membantu pemerintah Indonesia mencapai tujuan nasional KKL-nya. Konsorsium CTSP akan bekerja di wilayah-wilayah geografi prioritas, yang merupakan tempat harta paling berharga dari keanekaragaman hayati Indonesia, untuk memperkuat sistem KKL nasional. Berdasarkan hal etrsebut, maka pemilihan wilayah georafi prioritas di Indonesia adalah hal yang sangat mendesak untuk dilakukan; dalam laporan ini kami melaporkan hasil-hasil dari pemilihan wilayah prioritas yang dikakukan secara komprehensif dengan masukan baik kualitatif maupun kuantitatif dari para ahli kelas dunia tentang keanekaragaman hayati laut Indonesia yang telah dilakukanpada bulan Juni dan Juli 2009.
PERL UNYA DIL AKUKAN P ENENTU AN PRIORIT AS ERLUNYA DILAKUKAN PENENTU ENENTUAN PRIORITAS
D
ikaruniai dengan hampir dari 18% terumbu karang yang ada di dunia, Indonesia berda di tengahtengah “Coral Triangle3 , yang merupakan wilayah dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Walaupun apa penyebab wilayah ini memiliki kekayaan spesies tertinggi di dunia masih diperdebatkan, hal tersebut tidak menghentikan upaya pentingnya dilakukakn penentuan prioritas di dalam wilayah ini untuk keperluan aksi dan investasi konservasi. Brooks dkk. (2006) menyatakan pentingnya penentuan prioritas dalam perencanaan konservasi dan kegiatan lain yang saat ini dilakukan oleh
pemerintah dan banyak LSM konservasi; kebanyakan dari kegiatan-kegiatan tersebut menggunakan ukuran “irreplaceability” (seperti, tingkat endemisitas, keunikan taksonomi, adanya spesies langka, dll) dan keterancaman untuk menentukan urutan wilayah prioritas bagi investasi konservasi keanekaragaman hayati. Untuk kepentingan penetuan prioritas pada tingkat nasional seperti yang diperlukan oleh CTSP untuk memilih wilayah geografi prioritas, hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah “keterwakilan”. Indonesia merupakan wilayah perlintasan bio-geografi, dimana unsur-unsur fauna
3
Samudera Indonesia dan Pasifik Barat faunas (bersama dengan spesies endemik Indonesia) terdapat di perairan Indonesia, sehingga semua komponen fauna yang ada harus terwakili di dalam sistem KKL yang akan dibangun. Di Indonesia, pemilihan prioritas secara komprehensif pertama kali dilakukan tercatat dalam Indonesia Marine Conservation Data Atlas yang dibuat oleh IUCN/WWF (Salm and Halim, 1984) untuk Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Upaya besar ini untuk pertama kalinya mengumpulkan semua informasi yang ada tentang penyebaran spesies laut yang terancam punah, ekosistem laut, kegiatan perikanan dan kegiatan komersial di laut lainnya. Berdasarkan informasi tersebut, Atlas menentukan 179 lokasi laut prioritas di Indonesia, dimana tingkat prioritasnya dibagi dalam 4 tingkatan, yang direkomendasikan sebagai dasar bagi pembentukan sistem KKL di Indonesia. Hasil analisis tersebut menjadi cetak biru bagi investasi konservasi laut di Indonesia selama 3 dekade belakangan ini. Djohani (1989), dalam upayanya memberikan arahan pada pemerintah Indonesia yang pada saat itu secara ambisius merencanakan untuk menetapkan 10.000.000 ha KKL dalam lima tahun pada periode 1988 – 1993, menajamkan hasil penentuan prioritas dari Salm dan Halim (1984) menjadi 17 lokasi (dalam 3 tingkatan prioritas) untuk aksi investasi konservasi segera. Tujuh tahun kemudian, pada tahun 1996, Kementrian Lingkungan Hidup dalam ringkasan mengenai kebijakan, strategi, aksi dan isu-isu kelautan di Indonesia, mencantumkan perlunya untuk melanjutkan upaya untuk menetapkan lokasi-lokasi prioritas untuk konservasi laut agar target KKL seluas 10.000.000 ha dapat dicapai. Sayangnya, sejak saat itu tidak ada lagi upaya untuk meperbaiki hasil dari
Salm dan Halim walaupun ada begitu banyak data baru yang saat ini tersedia tentang biogeografi, kekayaan spesies dan keterkaitan genetis serta pembagian populasi di Indonesia. Kepentingan untuk memperbaharui penentuan wilayah prioritas sangatlah besar. Pada bulan Desember 2007, Presiden Indonesia menyatakan komitmen Indonesia bagi Coral Triangle Initiative, yang merupakan inisiatif untuk enam negara dan multi donor untuk merubah pengelolaan terumbu karang di pusat keanekaragaman laut. Selain itu, Indonesia telah mencapai target 10.000.000 ha KKL pada tahun 2010 dan saat ini hendak menggandakan hasil tersebut dengan komitmen untuk memiliki 20.000.000 ha pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia membutuhkan tuntunan baru dalam penetapan prioritas konservasi keanekaragaman hayati laut untuk merancang sistem KKL dan jejaring KKL yang efektif dan representatif. Penentuan prioritas yang dalam laporan ini dirancang untuk memenuhi kebutuhyan tersebut dan memiliki tiga tujuan:
Untuk mendapatkan masukan dari para ahli, yang secara internasional diakui, untuk menetapkan apa-apa yang ada dalam keanekaragaman hayati laut Indonesia.
Untuk mendapatkan ranking yang secara ilmiah dapat diterima dari ecoregion laut Indonesia dalam hal prioritas untuk investasi konservasi keanekaragaman hayati laut oleh Pemerintah Indonesia, CTSP dan pihakpihak terkait lainnya.
Untuk mengidentifikasi “kesenjangan “ dalam daerah prioritas yang saat ini masih kurang dalam hal cakupan KKL untuk digunakan sebagai tuntunan dalam pengembangan sistem nasional KKL yang komprehensif di Indonesia.
PR OSES P ENENTU AN PRIORIT AS PROSES PENENTU ENENTUAN PRIORITAS
P
roses penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan daftar isian untuk mendapatkan masukan dan opini dari para ahli tentang data (sedapat mungkin data kuantitatif) yang digunakan untuk membuat urutan (ranking) wilayah geografi di Indonesia yang penting bagi investasi konservasi keanekaragaman hayatoi laut. Aga data dari ahli dapat saling diperbandingkan, sangat penting untuk memilih standard deliniasi wilayah laut di Indonesia. Karena tujuan utama dari
4
proses ini adalah untuk mengidentifikasi wilayah prioritas untuk investasi konservasi yang memasukan unsur keterkaitan ekologi KKL, maka kami menggunakan Marine Ecoregion of the World (MEOW) yang ditentukan oleh Spalding dkk. (2007) sebagai dasar deliniasi dalam proses ini karena ecoregion dalam MEOW secara umum memiliki skala yang cocok untuk diimplementasikan di masa yang akan datang. Berdasarkan MEOW, Indonesia memiliki 12 ecoregion laut. (see Gambar XS1).
Gambar XS1. Peta yang menunjukan 12 ecoregion laut di Indonesia seperti yang didefinisikan dalam skema klasifikasi Marine Ecoregions of the World (MEOW); digambar ulang dari Spalding dkk. (2007)
Opini dari para ahli digunakan untuk menyusun data yang komprehensif dari beberapa kelompok taksonomi di setiap 12 ecoregion laut di Indonesia berdasarkan beberapa aspek keanekaragaman hayati laut: a. Keragaman spesies dari ecoregion (termasuk keragaman alpha, keragaman genetik, dll.) b. Endemisme di ecoregion (termasuk bukti adanya “genetic breaks” atau “private haplotypes”) c. Adanya kelompok spesies yang secara global terancam punah atau memiliki sebaran terbatas (koridor migrasi, pantai untuk bertelur, lokasi pemijahan/mencari makan, tempat pembesaran, dll.) d. Tingkat keunikan dari ecoregion (termasuk adanya spesies langkla atau adanya macam habitat yang langka/unik seperti danau laut)
e. Pertimbangan-pertimbangan penting lain yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati dari ecoregion (jasa ekologi yang unik, keterancaman/daya tahan terhadap perubahan iklim, peluang konservasi, dll) Selain memberikan data tentang aspek-aspek di atas, para ahli juga diminta membuat daftar lokasi dalam setiap ecoregion yang layak untuk investasi konservasi tertentu, dan juga mengidentifikasi lokasi-lokasi atau ecoregion yang datanya masih sangat kurang dan perlu untuk dilakukan survei. Berdasarkan data yang dikumpulkan, apara ahli diminta untuk membuat urutan dari 1 – 12 untuk setiap ecoregion laut di Indonesia berdasarkan prioritas bagi investasi konservasi keanekaragaman hayati dan peningkatan pengelolaan sumber daya laut.
HASIL-HASIL
A
da 16 ahli tentang keanekaragaman hayati laut Indonesia yang diakui oleh dunia (yang terdiri dari ilmuwan Indonesia maupun ilmuwan dari luar negeri) yang terlibat dalam penyelesaian kuestioner dan proses ranking, dan ada empat ahli tambahan dari luar negeri yang memberikan informasi tambahan yang sangat berharga. Para ahli memberikan data kuantitatf dalam jumlah besar yang
secara kumulatif merupakan hasil kerja selama berabad-abad di Indonesia; masukan juga diberikan dari beberapa pangkalan data (database) besar internasional dan berbagai macam kelompok taksonomi, dari mulai mangrove hingga udang mantis dan ikan-ikan karang. Ringkasan dari data tersebut juga disertakan dalam laporan ini, sementara hasil kuestioner yang lengkap disertakan sebagai Lampiran V dalam laporan ini.
5
RANKING
R
anking yang dihasilkan oleh 16 ahli dikumpulkan dan dibuat rata-ratanya dan hasilnya dapat dilihat dalam bentuk grafik di bawah ini (Gambar XS2).
Ringkasan mengenai ranking per ecoregion diberikan di bawah ini: 1. Papua jauh berada di atas sebagai prioritas bagi konservasi keanekaragaman laut di Indonesia – 10 dari 16 ahli menempatkan Paula pada ranking 1, sementara 6 lainnya menempatkannya pada urutan dua atau tiga. Papua menduduki ranking satu untuk hampir semua keanekaragaman koral dan meiliki jumlah hewan, habitat dan genetic clade sangat besar dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, termasuk catatan tentang jumlah spesies ikan endemik, koral dan stomapoda, tempat Paus sperma membesarkan anaknya, tempat bertelur terbesar dari Penyu belimbing, tempat hidup Paus bryde di Kaimana dan populasi yang sehat dari dugong dan Buaya muara. Rendahnya tingkat kepadatan penduduk memberikan angka tambahan bagi potensi konservasi daerah ini, serta tingkat ekspolitasi di wilayah ini yang meningkat sehingga memerlukan aksi konservasi segera di wilayah ini.
2. Laut Banda menduduki urutan kedua untuk prioritas konservasi di Indonesia berdasarkan tingginya keanekaragaman spesies koral, tingginya keragaman habitat karang (termasuk melimpahnya habitat laut dalam walaupun berada di dekat pantai yang jarang terdapat di dunia), peran yang penting dalam koneksivitas berdasarkan pola arus, memiliki peran penting dalam siklus hidup penyu dan penting bagi cetacea laut yang terancam punah seperti Paus biru. Karena Laut Banda memiliki palung dalam, Laut Banda menjadi tempat penting bagi tenpat berlindung untuk karang pada saat terjadinya penurunan muka air laut pada jaman dahulu, dan tempat ini bisa jadi menjadi akan memainkan peran penting pada saat perubahan iklim memanaskan air laut di perairan laut dangkal. Seperti halnya Papua, kepadatan manusia di wilayah Laut Banda masih rendah. Akan tetapi kegiatan penangkapan ikan di Laut Banda sangat besar sehingga menempatkan semua hal-hal di atas dalam ancaman. 3. Selain karena memiliki tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi dan tingkat endemisme yang hanya kalah dari Papua, Nusa Tenggara merupakan tempat yang
Gambar XS2. Hasil dari rankings untuk prioritas konservasi untuk ecoregion laut di Indonesia berdasarkan pertimbangan keanekaragaman hayati dengan penekanan pada kriteria “irreplaceability “dan keterwakilan. Ecoregion pada sumbu X dari kiri ke kanan sesuai dengan prioritasnya. Ukuran lingkaran berdasarkan jumlah suara yang diberikan oleh para ahli untuk ranking tersebut
6
penting sebagai koridor migrasi banyak hidupan laut besar di lautan (termasuk Cetacea dan ikan-ikan pelagik yang secara komersial penting) yang bermigrasi dari Samudera Indonesia ke Samudera Pasifik melalui beberapa saluran-saluran sempit yang dalam di dekat pantai. Air dingin yang merupakan hasil upwelling di sepanjang pantai selatan Nusa Tenggara dapat membantu menjadi penyangga wilayah ini dari perubahan iklim. Selain itu upwelling ini juga menyebabkan produktivitas primer yang tinggi yang menjadi dasar rantai makanan yang mampu mendukung ikan-ikan pelagik besar dan Cetacea termasuk Paus biru. 4. laut Sulawesi/Selat Makassar berada di urutan ke empat sebagai kawasan prioritas berdasarkan perannya sebagai penyambung dan alur penting penyebaran larva melalui Indonesian Throughflow. Kawasan ini juga kaya akan spesies, penting bagi Cetacea dan memiliki keterwakilan genetik dan taksonomik yang tinggi. Infrastruktur dan kapasitas yang telah ada saat ini di Taman Nasional Bunaken dapat dijadikan sebagai titik perluasan untuk meluaskan aksi konservasi, termasuk pembentukan jaringan KKL dari Utara ke Selatan dan membentuk “koridor penyambung” melalui Selat Makassar. 5. Halmahera ada di urutan ke lima sebagai kawasan prioritas untuk konservasi karena memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan habitat yang beragam, memiliki perwakilan fauna Asia dan Australia dan memiliki peran penting sebagai penyambung antara Papusa dan Sulawesi. Beberapa ahli beranggapan bahwa Halmahera sebaiknya dilihat sebagai perluasan dari Bentang Laut (Seascape) Kepala Burung yang terdapat di di ecoregion laut Papua. 6. Ecoregion Palawan/ Borneo Utara, yang mencakup perairan Indonesia, Malaysia, dan Philippina, berada di urutan ke enam sebagai wilayah prioritas untuk konservasi laut di Indonesia. Keanekaragaman di ecoregion ini mewakili daerah-daerah sekitarnya, terutama Laut Sulawesi/Selat Makassar. Hutan Mangrove dan padang lamun yang luas di ecoregion ini merupakan tempat hidup bagi Irrawaddy dolphins, finless porpoises, burung laut dan penyu. Ecoregion ini dianggap memiliki nilai penting secara global untuk populasi Penyu hijau dan Penyu sisik, dan KKL Berau di Kalimantan Timur merupakan tempat peneluran Penyu hijau terbesar di Asia Tenggara.
7. Sumatera bagian Barat menempati urutan ke tujuh sebagai wilayah prioritas untuk konservasi laut di Indonesia. Walaupun keanekaragaman hayatinya belum disurvey secara baik, kebanyakan ahli berpendapat Sumatera bagian Barat merupakan tempat di mana terdapat pertumbuhan karang terbaik di dunia dan tipe habitat karang paling beragam di pantai Samudera Indonesia wilayah Indonesia dan menjadi tempat keanekaragaman hayati Samudera Indonesia terbaik dibandingkan dengan ecoregion lainnya. Dari perspektif keragaman genetik, Sumatera bagian Barat dianggap memiliki nilai penting ke dua setelah Papua dan memiliki garis genetik yang tidak terdapat di tempat lain di Indonesia. Semua enam spesies penyu yang dijumpai di Indonesia mencari makan dan/atau bertelur di kawasan ini walaupun pola penggunaan spatialnya belum diketahui secara baik. Ecoregion ini merupakan wilayah yang memiliki keperluan survey terbesar untuk mengetahui keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya dan banyak ahli berpendapat, ranking kawasan ini bisa lebih tinggi jika ada survey yang dilakukan. 8. Ecoregion Sulawesi Timur Laut/Teluk Tomini berada di ranking ke delapan berdasarkan keanekaragaman hayatinya yang tinggi, genetic clades yang berbeda dan taxa endemik, terutama di Kepulauan Togean. Keterwakilan keanekaragaman hayati Teluk Tomini telah terlindungi sejak dideklarasikannya Taman Nasional Laut Kepulauan Togean, walaupun pemerintah daerah di sekitar teluk saat ini tengah mendiskusikan rencana untuk kerjasama dalam penerapan pengelolaan pesisir yang terintegrasi. 9. Ecoregion Paparan Sunda /Laut Jawa berada di urutan ke sembilan sebagai wilayah prioritas untuk konservasi laut di Indonesia. Wilayah ini memeiliki karakteristik karang marginal yang hanya terbentuk sejak berakhirnya jaman es, denga kekayaan spesies yang relatif rendah dan nyaris tanpa endemisme. Faktor lain yang merugikan adalah adanya larian air tawar, penumpukan sedimen (pelumpuran) dan dampak anthropogenik (dampak dari kegiatan manusia). Walaupun begitu, wilayah ini menawarkan tenpat mencari makan dan bertelurnya Penyu hijau dan Penyu sisik, dan mungkin menjadi tempat peneluran Penyu sisik terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Kepulauan Anambas dan Natuna. Ecoregion ini juga
7
merupakan tempat penting untuk mangrove dan pantai timur Sumatera merupakan lokasi bagi burung-burung migran yang menggunakan kawasan Paparan Sunda/ Laut Jawa sebagai jalur terbangnya. Walaupun wilayah ini miskin akan fauna karang, wilayah ini memiliki keragaman yang tinggi untuk fauna dasar laut lunak termasuk stomapoda dan fauan bentik lainnya. 10. Laut Arafura berada di ranking ke sepeuluh sebagai wilayah prioritas untuk konservasi laut di Indonesia karena rengahnya keadaan karang di sana baik secara keragaman takxonomi maupun genetik. Walaupun demikian beberapa tegakan mangrove paling luas dan paling beragam terdapayt di pantai Selatan Papuan ini. Walaupun rendah dalam variasi habitat tetapi memliki mangrove yang penting secara global dan hamparan padang lamun yang menjadi rumah bagi spesies burung laut yang ternacam punah, dugong, penyu, Buaya muara, Hiu paus dan mungkin Ikan todak. Pantainya yang luas, dangkal dan berhutan dianggap sebagai habitat primer yang belum terganggu bagi Cetacean pesisir. Laut Arafura juga merupakan tempat penting bagi Penyu hijau untuk bertelur di Indonesia (di Kepulauan Aru), tempat penting untuk mencari makan bagi penyu-[penyu yang bermigrasi yaitu Penyu sisik, Penyu sisik-semu dan kemungkinan Penyu belimbing. Wilayah ini dianggap dianggap memiliki kepentingan tinggi untuk disurvey karena masih belum banyak yang diketahui tentang wilayah ini.
11. Jawa bagian Selatan menduduki ranking ke sebelas sebagai wilayah prioritas untuk konservasi laut di Indonesia. Wilayah ini diketahui memiliki tingkat kekayaan spesies yang rendah, yang semuanya juga terdapat di ecoregion Pantai Barat Sumatera dan sebagian kecil di ecoregion Nusa Tenggara (keduanya memiliki prioritas tinggi). Tebing laut curam , tutupan terumbu karang yang rendah, besarnya energi gelombang serta kondisi laut yang ganas menyebabkan terbatasnya aktivitas perikanan walaupun perikanan pesisir yang dapat dilakukan digarap dengan intensitas tinggi. Bagaimanapun ecoregion ini penting bagi penyu laut (Penyu hijau, Penyu sisik, Penyu sisik-semu dan Penyu belimbing yang bertelur di pantai-pantai selatan Jawa). Sementara laguna Cilacap/Segara Anakan memiliki tegakan mangrove yang secara lokal penting yang juga penting bagi burung-burung air. 12. Ecoregion Selat Malaka berada di ranking terbawah (dua belas) sebagai wilayah prioritas untuk konservasi laut di Indonesia. Walaupun ecoregion ini memiliki habitat laut dangkal yang unik yang penting bagi banyak burung air dan merupakan koridor potensial untuk penyebaran larva antara Indonesia dengan bagian Timur Samudera Indonesia tetapi wilayah ini sangat miskin dengan keragaman karang dan aktivitas manusia telah memberi dampak buruk yang hebat di wilayah ini, selain itru ada pula sedimentasi dan polusi dari pemukiman dan lalu lintas kapal yang ramai di Selat Malaka.
TEL AAH KESENJANGAN DARI CAKUP AN KKL TELAAH CAKUPAN ONSER VASI DAN PRIORIT AS K PRIORITAS KONSER ONSERV
D
engan membandingkan hasil dari ranking saat ini dengan cakupan KKL di ecoregion laut Indonesia, beberapa kesenjangan langsung tampak dengan jelas. Tanpa diragukan lagi, Halmahera berada di urutan pertama dalam analisa kesenjangan (gap analysis) ini; dengan hanya satu kandidat KKL lokal dan berada di ranking ke lima karena tingginya keanekaragaman hayati, kekayaan habitat dan keterwakilan dari fauna Sulawesi dan Papua, ecoregion ini amat sangat perlu dikonservasi termasuk deliniasi KKL baru. Kesenjangan penting berikutnya di upaya konservasi laut saat ini di Indonesia adalah Sumatera bagian Barat; rendahnya cakupan daerah
8
di wilayah ini tidak cukup untuk menampung keterwakilan komponen keanekaragaman hayati laut Samudera Indonesia dan endemisme yang relatif tinggi serta garis pertalian genetik yang unik yang terdapat di wilayah ini. Kesenjangan penting lainnya adalah di ecoregion Laut Sulawesi/Selat Makassar; walaupun wilayah ini memiliki jumlah KKL terbanyak (32) dibandingkan dengan ecoregion lainnya di Indonesia, sebagian besar dari KKL tersebut merupakan kawasan konservasi laut berbasis masyarakat yang kecil ukurannya. Jika seluruh kawasan tersebut digabung cakupannya juga masih terlalu kecil dan tidak
berarti banyak dibandingkan dengan luas dan pentingnya ecoregion ini. Karena ecoregion ini memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa serta nilai penting wilayah ini sebagai koroidor penyambung, harus ada upaya lebih untuk mengembangkan jaringan KKL yang meliputi seluruh pantai Barat Sulawesi hingga ke Laut Flores.
Para ahli juga menggaris bawahi Papua, Laut Arafura, Nusa Tenggara dan Laut Banda sebagai target penting bagi ekspansi cakupan KKL karena tingginya keanekaragaman hayati, kekayaan habitat dan peran yang dimainkan dalam menyediakan habitat esensial bagi banyak spesies ternacam punah atau spesies dengan sebaran terbatas.
WIL AYAH YANG DA TANYA KURANG WILA DAT
K
ebanyakan ahli berpendapat bahwa ecoregion Sumatera bagian Barat merupakan wilayah yang masih sangat kurang datanya dan sangat penting untuk dilakukan survey di wilayah tersebut. Ada potensi besar di wilayah tersebut untuk menemukan
keanekaragaman hayati yang besar dan sangat mungkin spesies endemik. Wilayah lain yang juga digaris bawahi sebagai tempat yang masih memerlukan survey adalah Anambas/Kepulauan Natuna, Halmahera dan lengkung luar dan dalam Banda di Laut Banda.
REK OMENDASI REKOMENDASI
B
erdasarkan data yang dikumpulkan dari 20 ahli yang diakui secara internasioanal tentang keanekaragaman hayati laut Indonesia, ranking prioritas dan analisa kesenjangan dilakukan. Diskusi yang intensif dilakukan pada sebuah lokakarya nasional untuk penentuan prioritas di Bali dari tanggal 16 – 17 Juli 2009 untuk mendiskusikan dan mempertajam hasil dari lokakarya penentuan prioritas. Enam rekomendasi yang dihasilkan untuk dijadikan pertimbangan oleh pemerintah Indonesia: 1. Kriteria “Irreplaceability” dan keterwakilan secara jelas menggarisbawahi pentingnya upaya konservasi keanekaragaman hayati laut dilakukan di Papua, Nusa Tenggara, Laut Banda dan Sumatera bagian Barat – termasuk meperkuat jaringan KKL yang sudah ada. Akan tetapi, ranking ecoregion saja tidak dapat menangkap rincian yang kaya dan keragaman habitat wilayah laut Indonesia. Banyak lokasi di dalam ecoregion dengan ranking rendah muncul sebagai lokasi yang penting secara reional bahkan global dan lokasi-lokasi tersebut penting untuk juga diprioritaskan dalam strategi/sistem KKL (seperti Natuna/Amnambas di Paparan Sunda/Laut Jawa, Alas Purwo dan Segara Anakan di Jawa bagian Selatan, Aru di Laut Arafura, Kepulauan Togean di Timur Laut Sulawesi/ Teluk Tomini). Lebih jauh lagi pusat perhatian yang saat ini ada pada terumbu karang dan habitat yang terkait berpotensi untuk mengaburkan prioritas penting untuk konservasi seperti habitat mangrove dan padang lamun
serta fauna yang berasosiasi dengannya. Walaupun Laut Arafura, Paparan Sunda dan Selat Malaka termasuk yang paling bawah dalam prioritas dari perspektif terumbu karang, ecoregion tersebut secara global penting untuk mangrove, padang lamun, burung air dan fauna terkait lainnya dan hal tersebut harus dipertimbangkan dalam pengembangan strategi nasional KKL. 2. Karena prioritas besar yang diberikan pada Papua, DKP dan pemerintah Indonesia sebaiknya memusatkan pengerahan sumber daya (manusia, dana dan kebijakan) pada ecoregion ini, terutama karena adanya ancaman tinggi yang dapat terjadi segera dari penambangan di pesisir dan pembalakan, proyek transmigrasi dan pembanguna wilayah pesisisr yang tidak terencana dengan baik termasuk pembangunan jalan lingkar. Perencanaan spatial yang fokus dan sesuai aturan sangat diperlukan sehingga ekosistem yang ada dapat terjaga
9
dan keanekaragaman laut luar biasa yang penting untuk dikonservasi tidak rusak dan tak dapat diperbaiki lagi. 3. Penentuan prioritas ini selain menggarisbawahi kesenjangan penting dari cakupan KKL di Indonesia (lihat rekomendasi #5), juga menggarisbawahi keanekaragaman penting yang telah tercakup dalam kawasan KKL tetapi tidak secara efektif terlindungi (misalnya KKL Laut Savu di Nusa Tenggara). Memperkuat pengelolaan KKL dengan prioritas tinggi sama pentingnya dengan membuat KKL baru di kawasan yang masih ada kesenjangannya. 4. Menjaga tidak hanya keragaman spesies tetapi juga keragaman genetik pada spesies tersebut adalah hal yang sangat penting dilakukan sebagai jaminan atau strategi berjaga-jaga untuk adaptasi dari perubahan iklim global. Agar spesies dapat beradaptasi dan dapat terus hidup dalam kondisi baru jika terjadi perubahan lingkungan, beerapa individu dari spesies tersebut harus mampu bertahan terhadap konsisi baru agar mampu tetap berkembang biak. Keragaman genetik adalah bahan dasar untuk adaptasi dan seleksi alami dan berfungsi sebagai penyangga primer terhadap kepunahan. Untuk meminimalisir kepunahan di laut, strategi konservasi nasional Indonesia dan KKL harus menitikberatkan pada penjagaan keragaman genetik. Selain melindungi keragaman genetik yang unik yang terdapat di wilayah barat dan timur Indonesia (misalnya di Papua dan Sumatera bagian Barat) koridor di pantai barat Sulawesi (yang merupakan zona percampuran genetik utama dengan gugusan karang pantai terpanjang di Indonesia) harus menjadi prioritas utama untuk menjamin agar aliran genetis dapat terus berlangsung agar distribusi variasi genetik yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru jika terjadi perubahan iklim.
10
5. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, wilayah yang menunjukan adanya kesenjangan dalam cakupan KKL dan harus dipertimbangkan sebagai prioritas bagi pembentukan KKL baru adalah: • Halmahera (prioritas utama karena nyaris tidak adanya KKL di ekoregion ini) • Sumatera bagian Barat (prioritas berikutnya) • Laut Sulawesi /Selat Makassar yang merupakan koridong penyambung Kepulauan Sangihe-Talaud di Utara, dengan pantai Barat Sulawesi hingga ke Kepulauan Postiljon/Sabalana di Laut Flores • Laut Banda (terutama pulau di lengkung luar, Lucipara, Watubela, Seram, Banggai, Tanimbar) • Papua (terutama FakFak, Kokas, dan bagian luar Teluk Cendrawasih) • Laut Arafura • Nusa Tenggara (Alor/Solor, Nusa Penida) 6. Beberapa ecoregion/lokasi jelas terlihat memiliki kekurangan data kuantitattif keanekaragaman hayati dan dianggap penting untuk dilakukan survey agar didapat pemahaman yang lebih baik tentang penyebaran keragaman laut Indonesia dan paham bagaimana cara terbaik untuk mengelolanya. Lokasilokasi yang memerlukan survey adalah: • Sumatera bagian Barat • Kepulauan Natuna/Anambas • Halmahera (terutama sektor Selatan) • Laut Banda (terutama lengkung dalam dan luar Banda) • Juga penting dan belum banyak disurvey adalah Alor-Wetar-Savu, Teluk Cendrawasih, dan Laut Arafura