xviii
TINJAUAN PUSTAKA
Alpukat (Persea americana Mill) Pohon alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur atau Jawa Tengah), jamboo pokat (Batak), pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 19201930. Indonesia telah membudidayakan 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul. Pohon alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu 5-1500 m di atas permukaan laut, tetapi tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m di atas permukaan laut. Tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m, sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 51000 m di atas permukaan laut (Prihatman 2000). Taksonomi alpukat (Persea americana Mill) menurut Prihatman (2000) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivis
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Ranales
Keluarga
: Lauraceae
Marga
: Persea
Spesies
: Persea americana Mill
Negara-negara penghasil alpukat terbesar di dunia adalah Amerika (Florida, California, Hawai), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan sedangkan di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
xix
Gambar 1 Tanaman Alpukat (Persea americana Mill).
Morfologi Alpukat merupakan tanaman hortikultura yang dapat tumbuh dan ditanam di daerah yang agak kering dan basah serta dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, tidak mudah digenangi air, dan pH tanah berkisar antara 5,5-6,5. Alpukat (Persea americana Mill) merupakan famili Lauraceae. Tanaman ini berbentuk pohon, tinggi 3-10 m, ranting teguh berambut halus, perbungaan berupa malai terletak dekat ujung ranting dan berbunga banyak. Buah berbentuk bola lampu sampai berbentuk bulat telur, panjang 5-20 cm, lebar 5-10 cm, tanpa sisa bunga, warna buah hijau atau kuning kehijauan, berbintik-bintik ungu atau ungu sama sekali. Buah memiliki biji satu berbentuk bola, garis tengah 2,5-5 cm. Tanaman
alpukat dapat
diperbanyak dengan
menggunakan biji.
Pemeliharaan tanaman ini mudah seperti tumbuhan lain, dibutuhkan cukup air dengan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah dan pemupukan terutama pupuk dasar. Tanaman ini menghendaki tempat yang cukup sinar matahari.
xx
Deskripsi Daun Daun alpukat merupakan daun tunggal, bertangkai, letak tersebar dan menumpuk di ujung ranting. Daun berbentuk oval sampai lonjong, panjang 1020 cm, lebar 3 cm, panjang tangkai 1,5-5 cm. Panjang helaian daun 10- 20 cm, lebar 3-10 cm. Pangkal daun dan ujung daun meruncing, pinggir daun rata, kadang-kadang agak menggulung ke atas. Permukaan daun licin, warna hijau sampai hijau kecoklatan atau coklat keunguan, penulangan menyirip, panjang tangkai daun 1,5 sampai 5 cm.
Kandungan Kimia Tanaman alpukat mengandung senyawa kimia pada setiap bagiannya yaitu : 1.
Kulit ranting mengandung beberapa zat kimia yaitu minyak terbang seperti metilkavikol, alpapien, tanin, dan flavonoid.
2.
Daun mengandung saponin, alkaloida, flavonoid, polifenol, quersetin dan gula alkohol persit.
3.
Buah alpukat mengandung betakaroten, klorofil, vitamin E, dan vitamin Bkompleks yang berlimpah
4.
Biji alpukat mengandung protein dan lemak
Manfaat Alpukat Menurut Winarto (2007), manfaat dan khasiat daun alpukat antara lain untuk mengobati sariawan, kencing batu, sakit kepala, nyeri saraf (neuralgia), nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial swellings), sakit gigi, menstruasi tidak teratur dan melembabkan kulit kering. Biji alpukat berguna sebagai anti radang, adstringent dan analgesik. Kulit ranting berkhasiat untuk pelancar menstruasi, emolient, anti bakteri dan penyembuh batuk (Hariana 2007). Maryati et al. (2007) menyatakan bahwa hasil penapisan fitokimia daun alpukat (Persea americana Mill) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid atau triterpenoid. Penelitian oleh Brai et al. (2007) menunjukan bahwa ekstrak air dan ekstrak metanol daun alpukat dapat menurunkan berat badan dan kadar lemak hati pada tikus hiperlipidemia.
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Antia
et
al.
(2005)
xxi
memperlihat m tkan bahw wa ekstrak air daun alpukat m memberikann aktivitas hipoglikemi h k terhadap tikus yang diiinduksi dengan aloksan monohidratt.
Flavonoid F onoid meruupakan metaabolit sekun nder yang teerdapat dalaam jumlah Flavo berlebih b di alam. Flavoonoid memppunyai keranngka dasar kkarbon yang terdiri dari C6) terikat paada satu ranttai propane 15 atom karrbon, dimanaa dua cincin benzene (C (C3) ( sehinngga membbentuk susuunan C6-C C3-C6. Berrdasarkan strukturnya s fllavonoid f dapat d digollongkan meenjadi 3 yaaitu flavonooid, neoflav vonoid dan isoflavon. i Lebih L dari 2000 flavvonoid yang g berasal dari tumbuuhan telah diidentifikas d si, namun ad da tiga kelom mpok yang umum u dipellajari, yaitu antosianin, flavonol, f dan n flavon.
Gambar 2 Struktur dari metaabolit sekun nder Flavoonoid, isofllavon dan neoflavonnoid. Anto osianin (darii bahasa Yuunani anthoos , bunga dan kyanoss, biru-tua) adalah a pigm men berwarnaa yang umum mnya terdapat di bunga bberwarna meerah, ungu, dan d biru . Pigmen P ini ju uga terdapatt di berbagaai bagian tum mbuhan lainn misalnya, buah b tertenttu, batang, daun d dan bahkan akar. Flavonoid sering terdaapat di sel epidermis.Se e ebagian besaar flavonoidd tersimpan di d vakuola sel tumbuhan n walaupun tempat t sinteesisnya ada di d luar vakuoola.. Lin dan Wen (22006), flavoonoid merup pakan nutracceutical. Nuutraceutical adalah a makaanan yang memberikan m kontribusi terhadap kesehatan, bisaa mencegah atau a mengo obati penyak kit. Beberappa penelitiann tentang fl flavonoid, menunjukan m aktivitas a antti alergi, anntiviral, anti inflamasi, hepatoprotek h ktif, anti ok ksidan, anti thrombotic, t vasodilatasii dan anti karrsinogenik (Seyoum et aal. 2006).
xxii
Menurut Singh (2005), pemberian derivate flavonoid dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan pada ginjal dengan kapasitas aktivitas antioksidannya dan penangkap radikal bebas (radical scavenging). Aktivitas antioksidan akan menghambat enzim-enzim yang berperan dalam pembentukan oksigen spesies seperti lipooksigenase, siklooksigenase, monooksigenase dan NADPH oksidase.
Ekstrak dan Infus Infus adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut air dengan pemanasan hingga 90ºC selama 15 menit. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Anonim 2000). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstraksi secara umum ada dua metode yaitu dengan cara dingin dan cara panas. Metode ekstraksi cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan, sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 15 kali dari bahan. Metode ekstraksi dengan cara panas yaitu refluks, soxhlet, digesti, dekok dan infus (Anonim 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstraksi adalah ukuran simplisia dan pelarut. Pelarut air masih banyak digunakan karena caranya mudah. Untuk produksi komersil, umumnya digunakan pelarut air dengan kandungan alkohol rendah dan dikeringkan dengan cara semprot kering.
Hewan Percobaan Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik
xxiii
(Malole ( et al. a 1989). Hewan H percoobaan yang digunakan ddalam penellitian harus memenuhi m kriteria terttentu, antarra lain kem miripan funngsi fisiologgis dengan manusia, m beerkembangbiiak dengan ccepat, mudahh didapat daan dipeliharaa, memiliki galur g genetiss murni, sertta murah seccara ekonom mis (Subahagio et al. 1997).
Gambar 3 Hewan coba tikus jantan galur g Spraguee-Dawley.
Hew wan coba yaang umum ddigunakan dalam d penellitian farmakkologi dan toksikologi t adalah a menccit dan tikus putih. Hewaan ini dipilihh karena murrah, mudah didapat, d dan n mudah ditaangani (Lu 11995). Tikuss putih telah digunakan secara luas untuk u tujuann penelitian, karena hew wan ini telaah diketahuii sifat-sifatn nya, mudah dipelihara, d m merupakan hewan h yang relatif sehatt dan cocok uuntuk berbaagai macam penelitian p (M Malole et al. 1989). Men nurut Suckow w et al. (2006), taksonoomi tikus puutih adalah: Kingdom: Animalia, A Filum : Chorddata, Subfiluum : Vertebrrata, Kelas : Mammalia,, Subclass : Theria, T Ordo o : Rodentia, Subordo : M Myomorphaa, Superfamili : Muroidaae, Famili :: Muridae, M Suubfamili : Murinae, M Gennus : Rattus dan Spesiess : Rattus spp. Menurut Malole M et al. (1989), tikkus Galur Sprague-Daw Sp wley merupaakan galur yang y umum digunakan d u untuk penelitian. Memppunyai ciri berwarna putih albino, berkepala kecil, k dan ekornya e leb bih panjang dari badan nnya (Gambbar 1). Pad da Tabel 1 disajikan d datta biokimia tikus.
xxiv
Tabel 1 Data biokimia tikus Parameter Biokimia Natrium Kalium Klorida Fosfat Glukosa Bilirubin BUN (Urea) Kolesterol Total Bilirubin Protein Albumin Globulin Alb/Glob.Ratio Creatinin Serum Alk.Phosphate SGOT (ASAT) SGPT (ALAT)
Nilai 137 - 154 mmol/L 4,0 - 6,6 mmol/L 99 – 108 mEq/L 2.1 - 2.8 mmol/L 4.5-8.95 mmol/L 0.51 – 6.67 mcmol/L 25.94 g/dl – 77.78 mg/dl 0.50 – 0.91 mmol/L 0.51 – 6.67 mol/L 60 - 79 g/L 32 – 38 g/L 28 – 40 g/L 0.9 – 1.1 0.2 - .0.8 mg/dl 71 – 299 mU/ml 77 – 622 mU/ml 28 – 418 mU/ml
Sumber : Dhawan et al. (1997)
Kristal Urin Kristal urin adalah perubahan fase dari senyawa yang terlarut dalam urin melewati titik keseimbangan fase likuid menjadi fase solid dalam lingkungan supersaturasi. Ketika ion penyusun batuan dalam urin konsentrasinya sangat tinggi, maka ion akan cenderung saling berdekatan membentuk struktur kristal yang tidak mudah larut. Beberapa faktor lingkungan dalam urin sangat berperan dalam pembentukan kristal yaitu pH, suhu dan konsentrasi ion. Ketika konsentrasi suatu ion penyusun batu ginjal dalam urin rendah dan masih mampu untuk melarut membentuk larutan garamnya maka kondisi urin disebut undersaturasi. Supersaturasi adalah kondisi urin yang mengandung ion penyusun batuan ginjal dalam jumlah berlebih. Ketika kondisi lingkungan supersaturasi, maka kondisi ini merupakan faktor utama yang berperan dalam pembentukan kristal spontan. Oleh karena itu salah satu upaya pencegahan terjadinya batu ginjal yang efektif adalah dengan mencegah terbentuknya kondisi supersaturasi (Stoller dan Meng 2007). Proses pembentukan kristal dalam ginjal meliputi beberapa tahapan dan merupakan proses yang sangat kompleks. Tahapan pembentukan dimulai dari nukleasi, agregasi dan pertumbuhan. Proses pembentukan nukleasi hingga
xxv
menjadi batuan ginjal disajikan pada Gambar 4. Tahap pertama pembentukan kristal adalah nukleasi, dimana ion di dalam urin akan bersatu membentuk senyawa yang tidak larut (presipitat). Presipitat ini akan berkembang menjadi struktur kristal. Struktur kristal yang terbentuk akan mengalami proses agregasi membentuk struktur kristal yang lebih besar, dan pada tahap akhir akan terbentuk batu ginjal.
Gambar 4 Tahapan pembentukan kristalis garam kalsium. Sumber: Tiselius et al. (1996).
Proses perubahan dari ion menjadi kristal memerlukan ikatan kimia dalam interaksi ion-ion penyusun batu ginjal. Adanya kekuatan Van der Waals, viscous binding dan solid bridge akan menarik dan mempertahankan partikel ion untuk bersatu. Kekuatan potensial zeta (daya tolak menolak elektrostatik) akan mempengaruhi agregasi dan disagregasi partikel kristal. Faktor-faktor penghambat kristal seperti sitrat, pirofosfat dan polimer asam merubah kekuatan potensial zeta yang akan mempengaruhi agregasi dan disagregasi partikel. Retensi kristal menjadi faktor utama yang berperan dalam berkembangnya suatu kristal menjadi batuan yang solid. Retensi kristal merupakan interaksi antara sel epitel dan partikel kristal. Adanya perlukaan pada sel epitel akibat paparan bahan nefrotoksik dapat meningkatan afinitas kristal pada permukaan membran sel (Wiessner et al. 2001). Perlukaan sel akan mengakibatkan perubahan struktur dari lipid membran, sehingga sel kehilangan polaritas dan terjadi perubahan pada permukaan membran sel. Hal ini semua merupakan kodisi ideal untuk memperoleh daya afinitas kristal yang kuat dengan epitel sel membran.
xxvi
Selain mengandung ion dalam kondisi supersaturasi, urin juga mengandung faktor-faktor inhibitor kristal ginjal. Beberapa faktor inhibitor tersebut antara lain adalah sitrat, magnesium, pirofosfat, osteopontin dan nefrokalsin. Kurangnya faktor inhibitor sangat berperan dalam pembentukan batu ginjal. Umumnya faktor inhibitor menghambat pembentukan batu ginjal dari mulai tahap nukleasi, agregasi dan retensi kristal (Pearle dan Nakada 2009).
Batu Ginjal Kalsium Oksalat (CaOx) Batu kalsium oksalat merupakan batuan yang paling banyak ditemukan dengan kasus ± 75-85%. Dalam dunia veteriner khususnya hewan kecil, tingkat insiden kasus batu ginjal kalsium oksalat sebesar 30 -35% pada kucing dan 5055% pada anjing (Tilley&Smith 2004). Batu kalsium oksalat terdapat dalam dua tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Faktor resiko batu kalsium oksalat adalah hiperkalsiuria, hiperoksaluria dan hipositraturia. Hiperoksaluria primer terjadi karena adanya defek secara genetis. Hiperoksaluria sekunder umumnya diperoleh dari makanan kaya akan oksalat seperti coklat dan kacang-kacangan. Kejenuhan di dalam urin terjadi karena ion oksalat bertemu kalsium membentuk kristal kalsium oksalat yang tidak dapat larut kembali. Kristal ini selanjutnya akan mengalami nukleasi, agregasi dan tumbuh menjadi batuan solid yang mengandung campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Macammacam batu ginjal beserta komposisinya dapat dilihat pada Tabel 2. Kondisi hiperoksaluria merupakan pencetus terbentuknya kristal ginjal kalsium oksalat. Oksalat bersifat sitotoksik sehingga dapat menyebabkan kondisi perlukaan pada sel epitel dan tubular nekrosis akut. Hiperoksaluria digolongkan menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Hiperoksaluria primer umumnya bersifat genetis seperti defisiensi enzim alkohol dehidrogenase. Hiperoksaluria sekunder diperoleh dari sumber makanan dan degradasi vitamin C.
xxvii Tabel 2 Komposisi penyusun batu ginjal Kelompok Karbonat Sistin Oksalat Fosfat
Silika asam urat
Nama Senyawa Kalsium karbonat Sistin Kalsium oksalat monohidrat Kalsium oksalat dihidrat Kalsium fosfat Hidroksiapatit Karbonit-apatit Kalsium hidrogen fosfat dihidrat Trikalsium fosfat Oktakalsium fosfat Magnesium amonium fosfat heksahidrat Magnesium hidrogen fosfat trihidrat
Silikon dioksida Asam urat Asam urat dihidrat Amonium asam urat Sodium asam urat monohidrat Sumber : Stockham dan Scott (2008) Urat
Rumus Kimia CaCO3 SCH2CH(NH2)COOH CaC2O4.H2O CaC2O4.2H2O Ca5(PO4)3(OH) Ca10(PO4)6(OH)2 Ca10(PO4,CO3OH)6(OH)2 CaHPO4.2H2O Ca3(PO4)2 CaH(PO4)3.5H2O MgNH4PO4.6H20 MgHPO4.3H2O SiO2 C5H4N4O3 C5H4N4O3.2H2O C5H4N4O3NH4 C5H3N4O3Na.H2O
Diduga ada dua kondisi yang terlibat dalam proses pembentukan batu ginjal yaitu supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume dan kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, asam urat dan mineral kalsium fosfat membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat di inti untuk membentuk campuran batu (Ratu et al. 2006). Nukleusasi kalsium oksalat diinduksi oleh satu atau beberapa kondisi, salah satunya adalah hiperoksaluria. Kondisi hiperoksaluria akan meningkatkan supersaturasi kalsium oksalat di dalam urin dan menghasilkan kristal kalsium oksalat yang terdeposit pertama kalinya di papilla. Oksalat dalam tubuh diperoleh dari makanan, degradasi vitamin C dan dihasilkan oleh liver sehingga pada kondisi normal juga terdapat oksalat. Pada kondisi hiperoksaluria, paparan terhadap sel epitel dapat menyebabkan kerusakan oksidatif, kerusakan mitokondria, respon inflamasi dan perubahan dalam ekspresi kristalisasi inhibitor. Oksalat dapat merangsang pembentukan kristal dengan mempersiapkan sel-sel debris untuk nukleusasi (Morengo dan Romani 2008).
xxviii
Etilen Glikol Etilen glikol atau 1, 2 etanadiol merupakan derivat alkohol dihidroksi. Etilen glikol atau glikol alkohol mempunyai rumus molekul C2H6O2, berat molekul 62.07 gram/mol, tidak berbau, tidak berwarna, cair, berasa manis dan toksik. Etilen glikol merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai cairan anti beku, penghilang es, pelapis permukaan, pemindah panas, pendingin industri, pengemulsi hidrolik dan surfaktan. Pada daerah yang mengalami musim salju, etilen glikol digunakan untuk mencegah pembekuan pada air radiator mobil. Kasus keracunan pada hewan peliharaan banyak terjadi secara tidak sengaja akibat mengkonsumsi cairan tersebut karena rasanya yang manis. Metabolisme etilen glikol terdiri dari empat tahapan dan tahap pertama terjadi di liver. Pada tahap ini etilen glikol di metabolisme menjadi glikoaldehid dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase (ADH), sedangkan pada tahap kedua glikoaldehid dengan cepat dirubah menjadi glikolat. Tahap ketiga adalah metabolisme berlanjut dari glikolat menjadi glioksilat dimana pada tahap ini proses metabolisme berjalan lambat yang diikuti dengan akumulasi glikolat. Glikolat bertanggung jawab terhadap terjadinya kondisi metabolik asidosis sehingga merupakan penanda pada kondisi terjadinya keracunan etilen glikol. Tahap keempat, metabolisme glioksilat menjadi oksalat, yang selanjutnya dengan cepat membentuk kalsium oksalat dan akan terakumulasi dalam bentuk kristal khususnya di daerah ginjal (Walder 1994). Ginjal merupakan organ yang paling peka terhadap etilen glikol dan merupakan target organ primer. Tahapan metabolisme etilen glikol disajikan pada Gambar 5, yang berawal di organ hati. Keracunan etilen glikol pada manusia dan hewan dimulai dengan metabolik asidosis, komplikasi kardiopulmonari, gagal ginjal akut, koma, yang diikuti kematian (Jacobsen dan Martin 1986). Gagal ginjal terjadi karena nekrosis sel tubular proksimal dan adanya kristal kalsium oksalat di ginjal. Hipokalsemia dapat terjadi karena kalsium membentuk batuan sehingga tidak dapat direabsorpsi oleh ginjal (Cox et al. 2004).
xxix
Gambar 5 Metabolisme etilen glikol setelah pemberian peroral.Sumber : Cox et al. 2004.
Etilen glikol dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen yang disertai infark seluruh nefron yang disebut nekrosis korteks akut. Hiperoksaluria akibat intoksikasi etilen glikol dapat menginduksi terjadinya kerusakan pada tubular renal dan nefrolitiasis kalsium oksalat. Hiperoksaluria merupakan model yang banyak digunakan dalam berbagai studi mengenai nefrolitiasis kalsium oksalat (Green et al. 2005). Kelebihan dari penggunaan model etilen glikol adalah murah dan mudah dalam pemberiannya. Penggunaan etilen glikol sebagai penginduksi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan zat kimia lain seperti amonium klorida (Fan et al. 1999). Berbagai penelitian yang menggunakan etilen glikol sebagai induser dapat dilihat pada Tabel 3.
xxx
Tabel 3 Penggunaan etilen glikol dan amonium klorida sebagai induser urolitiasis pada tikus jantan Peneliti Boeve et al. 1993 Khan et al. 1995
Strain Tikus Winstar SD
Lee et al. 1992 Li et al. 1992 Lyon et al. 1966
SD Wistar SD
Perlakuan 0.8% EG + 1% AC 0.5 % EG 0.75% EG 1% EG 0.75% EG + 2% AC 0.5% EG 1% EG 1% EG 1% EG + 1% AC
Periode 24 hari 24 hari 24 hari 15, 29 hari 7 hari 28 hari 28 hari 28 hari 28 hari
Kristal Ginjal 0% 16.7% 50% 75% dan 50% 100% 71.4 % 62.5% 23.1% 83.3%
Sumber: Fan et al.(1999)
Ginjal Organ ginjal merupakan bagian dari sistem urinari yang memiliki peranan dalam proses filtrasi, metabolisme dan ekskresi hasil-hasil metabolisme. Ginjal adalah organ tubuh yang fungsi utamanya adalah memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan mengatur tekanan darah (Hartono 1992). Tikus memiliki ginjal dengan tekstur permukaan halus dan warna merah kecoklatan. Berat ginjal tikus umumnya mencapai 0,76% dari total berat badannya. Ginjal sebelah kanan memiliki posisi cranial dibandingkan ginjal sebelah kiri. Palpasi ginjal lebih mudah dilakukan pada hewan usia muda dibandingkan dewasa karena pada yang dewasa diselimuti lapisan lemak (Boorman et al. 1990). Ginjal tikus unilobular (memiliki satu piramid), tidak seperti manusia yang umumnya memiliki 10-14 lobul (Tucker 2003). Ginjal unilobular tidak hanya dimiliki oleh golongan rodentia tetapi dimiliki juga oleh golongan lagomorpha dan insectivora (Fox et al. 2002). Anatomi ginjal tikus unilobular disajikan pada Gambar 6. Ginjal tikus memasuki ureter secara langsung dengan kondisi unipapila dan satu kalik. Korteks ginjal merupakan zona yang terdiri dari piramida-piramida ginjal. Korteks terdiri dari semua glomerulus dan medula terdiri dari ansa Henle, vasa rekta dan bagian akhir dari duktus kolektivus. Fornice pada ginjal tikus memiliki bentuk yang spesifik dengan posisi evaginasi memanjang pada renal pelvis, dimana epitelnya memiliki kesamaan dengan epitel pada duktus pengumpul. Fornice tikus berada dekat dengan loop Henle dan berperan dalam
xxxi
Gambar 6 Anatomi ginjal tikus. P: papilla, M:medulla, C: korteks, Rp:renal pelvis. Sumber : Suckow et al. (2006).
menentukan konsentrasi urea di dalam papila (Suckow et al. 2006). Ginjal tikus dewasa memiliki kurang lebih 30.000 nefron. Nefron merupakan unit dasar ginjal yang memiliki fungsi dasar membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh. Biasanya substansi tersebut berasal dari hasil metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan ion-ion natrium, kalium, klorida serta ion-ion hidrogen dalam jumlah yang berlebihan (Guyton 1994). Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berbentuk lobus dan terdapat lapisan viseral yang menutupinya. Pada Tabel 4 disajikan data parameter ekskretori renal pada hewan coba tikus. Tabel 4 Parameter renal ekskretori pada tikus Parameter Nilai Blood urea nitrogen 21 Volume urin 5.5-6.2 ml/24 jam/100 g bb Na+ ekskresi 191.6 µmol/24 jam/100 g bb K+ ekskresi 794 µmol/24 jam/100 g bb Protein 30-100 mg/100 ml Osmolaritas Urin 1659 mOsm/kg H2O Spesifik Gravity 1.050-1.062 GFR 1.01-1.236 ml/min/100 g bb U/P insulin 431 mg/ml Inulin klir 857 µl/min/100 g PAH klirens 1.341 ml/min/100 g Fraksi filtrasi 35-45% Laju aliran urin 4.8-5.2 µl/min/100 g Sumber: Suckow et al. (2006)
xxxii
Sel-sel penyusun lapisan viseral disebut podosit. Kapsul Bowman memiliki dinding tipis dan terdapat epitel squamosa yang lebih tebal pada sisi saluran kemih. Tikus memiliki dua tipe loop Henle yaitu pendek dan panjang (Suckow et al. 2006).
Histologi Ginjal Ginjal dibungkus oleh kapsula yang terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang dengan mudah dikupas. Tepi medial melekuk sangat dalam yang disebut hilus ginjal. Jika ginjal dipotong sejajar dengan permukaannya, akan membagi ginjal menjadi dua bagian yang sama tebal. Parenkim ginjal terdiri dari korteks dan medula. Korteks ginjal tampak merah gelap bergranula sedangkan medula lebih cerah daripada korteks (Geneser 1994). Histologi ginjal normal disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Histologi ginjal normal. p: tubulus proksimal, d: tubulus distal. Sumber : http://www.siumed.edu/~dking2/crr/RN003b.htm
Nefron merupakan unit fungsional ginjal yang memiliki enam segmen yang cukup jelas: korpuskel renalis, tubuli konvoluti, tubuli proksimalis, segmen Henle tipis, segmen Henle tebal dan tubuli distalis. Tubuli konvoluti proksimalis dan distalis terdapat pada korteks, di sekitar korpuskel renalis. Tubuli rekti proksimalis, distalis dan segmen tipis membentuk jerat Henle. Tubuli rekti
xxxiii
proksimalis tebal yang turun, segmen tipis yang turun dan naik membentuk segmen nefron yang tipis. Segmen tebal yang naik merupakan bagian dari tubuli rekti distalis. Korpuskel renalis terdiri atas bagian permulaan nefron yang melebar, terdapat di daerah Korteks. Korpuskel renalis terdiri dari glomerulus, yang dibungkus oleh kapsula Bowman. Lapisan luar kapsula yaitu lapis parietalis merupakan batas luar korpuskel ginjal. Lapis dalam yaitu lapis viseralis membungkus kapiler glomerulus. Ruang di antara kedua lapisan disebut ruang kapsula (ruang urin). Proses filtrasi dalam pembentukan ultrafiltrat yang berasal dari darah, melalui kapiler glomerulus, melalui dinding-dinding dan lapis viseral yang selanjutnya di simpan di dalam ruang kapsula (Geneser 1994). Tubuli proksimalis pada nefron memiliki dua segmen utama yaitu bagian yang berliku-liku (pars konvoluti) dan bagian yang lurus (pars rekti). Pada sayatan melintang tubuli proksimalis, sel epitel berbentuk piramida dengan inti bulat terletak di pinggir. Permukaan bebasnya memiliki mikrovili panjang disebut brush border, mirip sikat yang mempersempit lumen tubuli proksimalis. Tubuli distalis dan tubuli proksimalis bercampur di dalam korteks, tetapi dengan ciri histologik dapat dibedakan. Sayatan melintang maupun miring pada tubuli distalis tampak lebih sedikit, karena memang panjangnya kurang dari tubuli proksimalis. Lumen dari tubuli distalis lebih besar, karena epitelnya lebih rendah, selnya sempit dan intinya tampak lebih banyak dibandingkan sayatan melintang tubuli proksimalis. Tubuli distalis tidak mempunyai brush border pada permukaan epitel, dan sitoplasmanya tampak lebih pucat serta kurang asidofilik (Dellman dan Brown 1992).