2015 White Paper
BPHTB Payment Online System
Abstrak Dokumen ini adalah white paper dari Sistem Pembayaran Online (Payment Online System (POS)) berbasiskan ISO 8583 yang akan digunakan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) sebagai aplikasi yang dapat dihubungkan dengan sistem pembayaran pada third party yang ditunjuk oleh Dispenda sebagai mitra atau tempat pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sudah mengakomodir pembayaran melalui messaging ISO 8583. Adapun isi dari dokumen ini terdiri dari tujuan, manfaat penggunaan, ruang lingkup, dan arsitektur pembayaran ISO 8583.
Daftar Isi Pendahuluan.......................................................................................................................................3 Latar belakang ................................................................................................................................3 Pendaerahan BPHTB ........................................................................................................................4 Pembayaran BPHTB .........................................................................................................................5 Keunggulan Solusi ...............................................................................................................................6 Ruang Lingkup Pekerjaan ....................................................................................................................7 Arsitektur BPHTB Payment Online System ............................................................................................9
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 2 dari 10
Pendahuluan
Latar belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan pemerintahan. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk pembangunan daerah adalah pemungutan pajak yang berasal dari masyarakat. Sebelum dilakukan pelimpahan beberapa pajak dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, pada saat itu banyak persoalan mengenai pengelolaan pendapatan negara serta permasalahan pemerintah pusat pada perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan masing-masing daerah, sehingga diterbitkannya UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang memungkinkan setiap pemerintah daerah dapat melakukan pemungutan pajak dalam rangka pembangunan daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Komponen pendapatan daerah yaitu: 1. Pajak dan retribusi daerah 2. Dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 3 dari 10
3. Pendapatan daerah lainnya yang sah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang pembagian keuangan, masalah pembagian keuangan, perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 yang terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. 2. Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratanpersyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar. Retribusi daerah merupakan pungutan yang sifatnya budgetair-nya tidak menonjol. Dalam hal-hal tertentu, retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Pendapatan daerah lain-lain yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenisjenis pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan dinas-dinas. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber diluar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah, sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah.
Pendaerahan BPHTB Wacana pendaerahan BPHTB sebenarnya sudah bergulir sejak tahun 1960-an, ketika masa Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) masih dalam lingkup Direktorat Jenderal Moneter. Karena kondisinya kurang kondusif, wacana tersebut terus menjadi wacana sampai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Berdasarkan Undang-Undang ini,
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 4 dari 10
Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dilimpahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah. Pelimpahan pengelolaan BPHTB kepada pemerintah daerah akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun 2011. Sebelum berlakunya UU PDRD, BPHTB adalah pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan/dibagihasilkan kepada pemerintah daerah. Di sini pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang sangat besar terhadap pengelolaan pajak ini, tidak hanya besar kecilnya penerimaan yang dipersoalkan, tetapi juga soal transparansi dan akuntabilitas. Dengan transparansi diharapkan tidak ada sedikitpun dana pajak properti (BPHTB) yang akan disembunyikan atau ditahan pengirimannya oleh pemerintah pusat sebagai pengelola kepada pemerintah daerah sebagai penerima hasil. Dengan akuntabilitas, diharapkan akan lebih mudah meminta pertanggungjawaban terhadap mereka yang tidak melaksanakan pengelolaan BPHTB dengan semestinya berdasarkan asas-asas kepatutan dan prinsip-prinsip perpajakan yang baik. Bagi sebagian kalangan yang mendukung pendaerahan (pelimpahan) BPHTB, transparansi dan akuntabilitas dinilai akan dapat lebih diwujudkan jika pengelolaan BPHTB diserahkan kepada masingmasing daerah otonom. Hal ini pada gilirannya akan membawa iklim demokrasi yang lebih baik dan berakar langsung pada persoalan-persoalan konkrit di daerah yang bersangkutan. Mereka melihat bahwa pembiayaan kebutuhan daerah yang sebagian besar dibiayai dana transfer dari pusat kurang mencerminkan akuntabilitas dari pengenaan pajak daerah dan tidak memberikan insentif bagi daerah untuk menggunakan anggaran secara efisien. Asumsinya jika pembiayaan kebutuhan daerah dibiayai sebagian besar dari alokasi dana pusat, maka otomatis kurang memberikan dorongan kepada daerah untuk menggunakan dana tersebut bagi peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Jika derajat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pajak tersebut tinggi, maka kesadaran untuk membayar pajak dan retribusi daerah atas pelayanan publik yang langsung mereka dapatkan juga semakin tinggi. Bersamaan dengan itu, pemerintah daerah akan terdorong untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat karena setiap pembebanan kepada masyarakat memerlukan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Argumen lainnya yang dilontarkan adalah bahwa objek pajak BPHTB bersifat immobile, dalam arti tidak dapat direlokasi ke daerah lainnya, sehingga lebih pantas apabila dijadikan pajak daerah.
Pembayaran BPHTB Berdasarkan pengalaman implementasi yang telah kami lakukan pada beberapa pemerintah daerah, proses penerimaan dan pelaporan atas pembayaran BPHTB menjadi proses yang paling krusial dalam pengelolaan BPHTB. Proses ini menjadi muara dari berhasil atau tidaknya pengelolaan, serta besaran yang diterima dari proses ini menjadi tolok ukur kesuksesan pengelolaan BPHTB pada suatu daerah. Untuk dapat menjawab tantangan proses penerimaan dan pelaporan atas pembayaran BPHTB yang tepat guna, proses manual
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 5 dari 10
dianggap kurang efektif dan kurang efisien. Dalam hal ini dibutuhkan sistem yang reliable agar data tagihan dan pembayaran dapat tersimpan dan teradministrasikan secara terstruktur, informasi bisa didapatkan dengan cepat dan akurat, dan proses rekonsiliasi dan analisis mampu dilakukan dengan mudah, serta membuat ringkas proses bisnis pembayaran, yang pada akhirnya akan mempercepat dan mempermudah serta meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Dalam melakukan pengelolaan penerimaan dana pajak daerah dari masyarakat, dikarenakan luasnya cakupan objek pajak, Pemerintah Daerah umumnya tidak melakukan kegiatan penerimaan BPHTB secara langsung, melainkan melalui third party yang berwenang dalam penerimaan pembayaran yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan Penerimaan BPHTB. Berdasarkan mekanisme kegiatan peneriman BPHTB yang disarankan oleh pemerintah pusat, perlu adanya pemisahan peran antara pemerintah daerah sebagai badan hukum yang memiliki wewenang dan kewajiban melakukan pengelolaan BPHTB dengan third party BPHTB yang ditunjuk oleh pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan penerimaan. Pemisahan peran ini tentunya mensyaratkan adanya pembagian dan pembatasan atas kewajiban dan tanggung jawab dalam proses penerimaan BPHTB sehingga setiap pihak dapat bekerja sesuai dengan perannya masing-masing. Kondisi yang terjadi di lapangan saat ini adalah tidak terdapat aplikasi pembayaran yang diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sehingga kebanyakan pemerintah daerah masih menggunakan sistem manual yang kurang efisien dalam mengelola data penerimaan pembayaran serta proses pelaporan atas data tersebut menjadi menyusahkan third party maupun pemerintah daerah. Hal ini membuka peluang bagi third party untuk membantu Pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan penghimpunan pembayaran pajak daerah dan retribusi daerah dari masyarakat.
Keunggulan Solusi
Berikut ini adalah keunggulan yang terdapat BPHTB Payment Online System jika akan diimplementasikan oleh Dispenda, yaitu:
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 6 dari 10
ISO 8583 Scheme Menggunakan skema messaging ISO 8583 yang aman dan diterima secara internasional, dan mengurangi kompleksitas
messaging, communication line dan computing atas data pembayaran
Real Time Dengan menggunakan messaging ISO 8583, memungkinkan untuk dilakukan perubahan status tagihan menjadi lunas dilakukan secara otomatis dan real time, setelah dilakukan suatu pembayaran atas SSPD BPHTB.
Connected to 3rd Party Payment Application Dengan menggunakan messaging ISO 8583, memungkinkan untuk melakukan interkoneksi dengan aplikasi pembayaran yang dimiliki oleh third party. Sebagai contoh: jika wajib pajak membayarkan SSPD BPHTB pada suatu loket pembayaran yang dikelola third party akan memanggil data tagihan BPHTB, pada saat itu juga data tagihan yang berasal dari Dispenda akan muncul sesuai dengan Nomor BPHTB dan tahun pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak.
Ruang Lingkup Pekerjaan Dalam melakukan implementasi BPHTB Payment Online System ini akan dijelaskan ruang lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kami sebagai penyedia barang. Adapun ruang lingkup pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut:
1
Instalasi dan Konfigurasi Aplikasi ISO Server Berfungsi untuk mempersiapkan server ISO Messaging agar terpasang dan siap digunakan pada server Dispenda, serta siap berkomunikasi dengan ISO Client third party.
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 7 dari 10
2
Konfigurasi dan Penyesuaian Struktur Basis Data Tagihan untuk Support
Protocol Standard ISO Sebagai syarat awal agar data tagihan dapat dikomunikasikan ke ISO Client dengan baik, maka data tagihan harus memiliki struktur yang standar. Konfigurasi dan penyesuaian messaging ini bermaksud untuk menyesuaikan data tagihan yang terdapat di Dispenda, dengan struktur data yang berbeda-beda menjadi terstruktur dan dapat dikonsumsi oleh aplikasi ISO Server untuk kemudian dikomunikasikan ke ISO Client di third party.
3
Memberikan garansi aplikasi selama 1 tahun masa pemeliharan jika ditemukan kesalahan (error) pada aplikasi ISO Server. Garansi ini bukan garansi dalam penambahan fitur aplikasi, request update data secara langsung ke database atau sejenisnya.
Adapun pekerjaan yang bukan merupakan ruang lingkup kami sebagai penyedia solusi aplikasi pajak daerah terintegrasi, yaitu: Ruang lingkup pekerjaan tidak termasuk pengadaan dari perangkat keras (hardware), seperti server, jaringan internet, Printronix, printer dot matrix, switch, PC dan sebagainya.
Penataan kabel jaringan komputer, dan jaringan internet pada Dispenda
Tidak menanggung biaya berlangganan jaringan internet Dispenda
White Paper – BPHTB Payment Online System
1
2
3
Halaman 8 dari 10
Arsitektur BPHTB Payment Online System Berdasarkan pengalaman kami dalam melakukan implementasi BPHTB di Dinas
Pendapatan
kabupaten/kota,
daerah
beserta
pada
beberapa
implementasi
dan
pemerintah pendampingan
daerah proses
kerjasama penerimaan dan pelaporan atas pembayaran BPHTB dengan third party, kami telah mengembangkan aplikasi pengelolaan BPHTB, termasuk sistem pembayaran yang memudahkan third party dan Dinas Pendapatan Daerah suatu pemerintah daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan proses penerimaan dan pelaporan data pembayaran BPHTB. Solusi yang kami jelaskan pada white paper ini adalah Aplikasi Pembayaran terhubung real time dengan ISO Server di Pemerintah Daerah. Pada solusi ini, penyediaan aplikasi pembayaran berupa ISO Server di Dispenda langsung terhubung ke ISO Client Aplikasi Pembayaran pada third party yang ditunjuk
oleh
Dispenda
sebagai
penerima
pembayaran
BPHTB
yang
sudah
menggunakan/mengimplementasikan standar messaging ISO 8583. Penggunaan standar messaging berstandar internasional ini dapat menjamin keakuratan data yang ditransfer, serta mengurangi kompleksitas struktur dan komputasi komunikasi data. Berikut ini adalah arsitektur BPHTB Payment Online System pada gambar berikut:
Berikut ini proses bisnis pembayaran yang terdapat pada BPHTB Payment Online System sebagai berikut: 1. Wajib pajak mengujungi tempat pembayaran.
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 9 dari 10
2. Teller/cashier meminta data No BPHTB dan tahun pajak yang akan wajib pajak bayar. 3. Sistem pembayaran pada third party mengambil data tagihan dari basis data BPHTB Dispenda. 4. Teller/cashier akan memberitahukan jumlah tagihan BPHTB yang harus dibayar oleh wajib pajak. 5. Wajib pajak menyerahkan uang dan cashier menghitung uang sesuai dengan tagihan BPHTB. 6. Teller/cashier merekam pembayaran pada sistem. 7. Basis data BPHTB termutakhir dengan mengubah status tagihan BPHTB dari belum lunas menjadi lunas
White Paper – BPHTB Payment Online System
Halaman 10 dari 10