WAYANG KULIT SASAK DI DESA KAWO KECAMATAN PUJUT LOMBOK TENGAH
Kusyoman Widiat Permana, I Gusti Made Budiarta, I. G. Ngh. Sura Ardana
Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Sejarah dan keberadaan wayang kulit Sasak, (2) Tokoh-tokoh dan rupa wayang kulit Sasak. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Sejarah wayang kulit Sasak diperkirakan masuk bersamaan dengan penyebaran agama Islam. Islam masuk ke Lombok pada abad ke-16 tahuan 1477, namun belum ada data yang pasti kapan wayang kulit Sasak dipergelarkan. Keberadaan wayang kulit Sasak menyangkut beberapa aspek seperti : (a) Makna filosofi wayang kulit Sasak, (b) Nilai-nilai yang terkandung dalam wayang kulit Sasak, (c) Cerita wayang kulit Sasak, (d) Fungsi wayang kulit Sasak. (2) Tokoh-tokoh dan rupa wayang kulit Sasak. Secara garis besar tokoh wayang dikenal adanya dua pemeran yaitu tokoh baik dan tokoh jahat. Tokoh baik berada di bagian kanan seperti: Jayengrana, Munigarim, Selandir, Umar Maya, Maktal, Taptanus Saptanus. Sedangkan tokoh jahat berada di bagian kiri seperti: Bandar Kale, Ganda Rini, Yama Geni, Randen Kindiri, Nursiwan, Wayang Sekar. Sebagai tinjauan tokoh-tokoh dan rupa wayang kulit Sasak, dilakukan pengkajian berupa: tokoh-tokoh wayang Sasak, wayang kulit Sasak ditinjau dari segi visual, menyangkut bentuk, ukuran, warna dan motif hias.
Kata-kata kunci : Sejarah, tokoh-tokoh, wayang kulit Sasak,
ABSTRACT This research aimed to describe (1) the history and existence of wayang kulit Sasak, (2) figures and appearance of wayang kulit Sasak. This study is a qualitative descriptive study. Methods of data collection is done by using the method of observation, interviews, documentation and literature. The results showed that (1) the history of wayang kulit sasak estimated came together with the spread of Islam. Islam came to Lombok in the 16th century in 1477, but no definitive data when wayang kulit Sasak staged. the existence of wayang kulit sasak related to various aspects such as: (a) the meaning of the philosophy of wayang kulit Sasak, (b) the values contained in wayang kulit Sasak, (c) the story of wayag kulit Sasak, (d) the function of wayang kulit Sasak. (2) figures and appearance of wayang kulit sasak. In general there are two figures in wayang that is good guy and bad guy. good guy are in the right side such as: Jayengrana, Munigarim, Selandir, Umar Maya, Maktal, taptunus saptanus. while the bad guy are on the left side such as: Bandar Kale, Ganda Rini, Yama Geni, Raden Kindiri, Nursiwan, wayang Sekar as a review of figures and appearance of Wayang kulit Sasak, conducted the assessment form: the figures of Wayang kulit Sasak, Wayang kulit Sasak review from terms of the visual, regarding the shape, size, color and decorative motifs.
Key words: history, figures, Wayang kulit Sasak.
PENDAHULUAN Wayang adalah salah satu kesenian yang telah ada di Indonesia sejak ajaran Hindu masih menyebar di seluruh nusantara. Wayang sendiri mengambil tokoh-tokoh dewa, ksatria, raksasa. Wayang tersebar dalam beberapa versi sesuai dengan tempat berkembangnya. Sebagai contoh Wayang Uwong dari Jawa, Wayang Bali dari Bali, Wayang Palembang dari Sumatra Selatan, Wayang Sasak dari Nusa Tenggara Barat dan Wayang Cina yang berasal dari Cina, yang diadopsi dan berkembang pesat pada masyarakat Tiong Hoa di Indonesia. Berdasarkan bahan untuk pembuatannya dikenal wayang berber, wayang klitik (kurcil), wayang golek, wayang wong dan wayang kulit (Marfua, 2011). Perkembangan wayang kulit ini tersebar di berbagai daerah, antara lain: di pulau Jawa, pulau Bali, dan pulau Lombok. Pulau Lombok dengan penduduk asli suku Sasak yang sebagian besar beragama Islam memiliki seni pertunjukan tradisional wayang kulit Sasak yang sudah dikenal sejak masa lampau hingga saat ini. Lombok dan Sasak adalah dua nama yang tidak bisa dipisahkan. Lombok merupakan sebutan untuk pulaunya, dan Sasak untuk menyebut suku Sasak Lombok. Lombok sendiri berasal dari bahasa Sasak yaitu “lombo,” yang berarti “lurus”. Sedangkan Sasak sebenarnya berasal dari kata “sak-sak” yang berarti “perahu bercadik”(Purnama, 2010 :23) Kisah utama atau pakem yang dipentaskan dalam wayang kulit Sasak ceritanya bersumber dari ”Serat Menak”, saduran dari hikayat Amir Hamzah cerita dari negeri Persia yang diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kawi oleh Yosodipuro II di zaman Kerajaan Mataram Islam. Kisahnya seputar perjalanan Nabi Muhammad SAW menyiarkan agama Islam pada masanya dahulu. ”Tapi karena tidak boleh memvisualisasikan Nabi, maka tokoh yang digunakan ialah paman Nabi, Amir Hamzah. Dalam wayang Sasak ia dikenal dengan tokoh Umar Maya, dan Jayengrana atau raja Mekkah.
Keberadaan wayang kulit Sasak saat ini sudah memprihatinkan. Meskipun masih ada, namun telah kehilangan popularitasnya. Pertunjukan wayang kulit Sasak mulai jarang. Acara-acara hajatan maupun perayaan tidak lagi menanggap wayang kulit. Saat ini untuk pertunjukan wayang sendiri memang kurang diminati oleh masyarakat, karena banyak pilihan hiburan lain. Seolah wayang kulit sudah memasuki masa sekarat. Berbeda dengan tahun 1950-an, ketika wayang kulit masih rutin naik panggung. Saat itu masih banyak masyarakat yang berbondong-bondong menontong wayang kulit sampai pagi. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang hafal cerita wayang kulit Sasak. Wayang kulit Sasak juga menuai perjalanan sejarah yang panjang sebagai media penyebaran Agama Islam dan wayang kulit Sasak sebagai media penghibur rakyat. Mengacu pada kondisi tersebut, dipandang perlu adanya upaya-upaya untuk melestarikan wayang kulit Sasak karena, dalam pertunjukan wayang kulit banyak menyampaikan nilai-nilai kehidupan, baik duniawi maupun rohani. Salah satu upaya adalah dengan mengadakan penelitian tentang wayang kulit Sasak di Desa Kawo Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian akan difokuskan yaitu mengenai sejarah, keberadaan dan tokohtokoh/rupa wayang kulit Sasak di Desa Kawo. Penelitian ini dipandang penting karena, keberadaan wayang kulit Sasak di Desa Kawo tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Selain itu keberadaan wayang kilit Sasak di Desa Kawo tidak pernah mengalami perubahan sejak awal pembuatannya hingga saat ini, terutama bentuk cerita dan penokohan. Wayang kulit Sasak semakin jarang dipentaskan di masyarakat. Penelitian tentang wayang kulit Sasak di Desa Kawo, bisa menjadi salah satu sumber atau informasi tentang eksistensi wayang kulit Sasak. Tujuan penelitian ini adalah, (a). Mendeskripsikan sejarah dan keberadaan wayang kulit Sasak di Desa Kawo kec. Pujut. (b). Mendeskripsikan tokoh-tokoh dan rupa wayang kulit Sasak di Desa Kawo kec. Pujut.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif, karena dalam pembahasannya berupa uraian secara deskripsi dengan memaparkan data terkait wayang kulit sesuai dengan keadaan di lapangan. Data pendeskripsian yang dimaksudkan sebagai penjelas berupa sejarah keberadaan dan tokoh-tokoh dalam wayang kulit yang merupakan kesenian suku Sasak Lombok. Seperti pendapat Suharsami Arikunto (1993: 10) menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan, atau menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang”. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Dalam prosesnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Sasaran Penelitian Penelitian ini menjadikan wayang kulit Sasak sebagai sasaran penelitian untuk mendapatkan data sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Penelitian ini dilakukan di Desa Kawo Kec. Pujut, yang merupakan lokasi penelitian untuk memperoleh informasi mengenai wayang kulit Sasak. Informan Penelitian Dalam penelitian ini, sebagai informan adalah Bapak Patrum selaku pembuat wayang kulit di Desa Kawo Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah bapak H. Rukmana sebagai penembang wayang, bapak Patrum sebagai pembuat wayang dan H.L Nasib sebagai dalang wayang kulit di Desa Perigi Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat. Instrumen Penelitian Istrumen penelitian adalah alat yang difungsikan pada waktu proses pengumpulan data. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa instrument penelitian yaitu:
a.
Instrumen Observasi Yang dimaksud instrumen observasi adalah suatu alat untuk memperoleh data dengan cara melakukan pengamatan secara sistematis. Instrumen ini menggunakan table ceklis dan instrumen mechanical devices. Tabel chek lists yaitu suatu daftar yang berisi nama-nama subjek dan faktor-faktor yang hendak diteliti dan bermaksut mensistematiskan catatan observasi.Sedangkan mechanical devices.yaitu observasi yang menggunakan alat mekanis seperti kamera dan alat perekam suara /video(narboku, dkk,2005 : 74). b. Instrumen Wawancara Instrumen wawancara adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tanya jawab (Menurut Bungin (2004 : 62). c. Instrumen Dokumentasi Dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui poroses pendokumentasian dalam bentuk rekaman suara, foto-foto menyangkut tentang wayang kulit Sasak yang menjadi sasran penelitian sebagai visual untuk mempertanggungjawabkan keaslian dari sasaran penelitian ini mulai dari sejarah, keberadaan dan tokoh-tokoh dalam wayang kuit Sasak. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan empat teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi, teknik wawancara, teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi. a. Teknik observasi Sebagai langkah awal dalam penelitian observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian. Dalam penelitian ini, objek penelitian merupakan benda kesenian, yaitu wayang kulit Sasak yang merupakan kesenian tradisional suku Sasak Lombok. Observasi atau disebut juga pengamatan adalah strategi atau cara pengumpulan data secara sistematik mengenai apa yang mereka lakukan dari benda benda apa saja yang mereka buat dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari (Bungin 2004 : 58).
b.
Teknik wawancara Teknik wawancara merupakan kelanjutan dari teknik observasi apabila dalam pengamatan masih ada yang belum dimengerti atau dipahami. Apabila data yang diinnkan berbentuk kisah atau cerita yang belum ada pembukuannya, sehingga metode yang tepat untuk mendapatkan informasi adalah wawancara atau bertanya secara langsung untuk mendapatkan kejelasan sejelas-jelasnya serta untuk memperkuat dan mendukung data penelitian. Menurut Narboku (2005 : 83) Wawancara adalah suatu proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih ,bertatap muka mendengar secara langsung informasi atau keterangan keterangan. c. Teknik Dokumentasi Pengambilan data melalui tehnik dokumentasi berupa yang berkaitan dengan objek penelitian untuk melengkapi data yang diperoleh dengan teknik observasi. Cara pengambilan data melalui teknik dokumentasi dianggap teknik yang penting dalam penelitian ini karena dengan adanya dokumentasi berupa rekaman suara dan gambar yang berkaitan dengan objek penelitian akan menjadi bukti yang otentik atau jelas karena foto atau perekam suara bisa memberikan penjelasan dalam bentuk gambaran nyata dari objek penelitian mengenai keseluruhan permasalahan terkait dengan objek wayang kulit sasak di Desa Kawo. d. Teknik Kepustakaan Tehnik kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan menelaah sumber-sumber tertulis berupa buku-buku seperti buku sejarah ,skripsi, bahkan berita surat kabar yang menyangkut atau berhubungan dengan dengan objek dalam penelitian yang diperlukan sebagai data penunjang dalam pengumpulan data. Analisis data Keseluruhan data yang telah diperoleh melalui tehnik observasi , teknik wawancara, tehnik kepustakaan dan tehnik dokumentasi, disusun berdasarkan urutan dari permasalahan yaitu : sejarah, keberadaan, bentuk, tokoh-tokoh dalam
wyang sasak di desa kawo kecamatan pujut kabupaten Lombok Tegah a. Analisis domain (Domain Analysis) Tehnik analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum atau ditahap permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut artinya analisis penelitian dengan cara seperti ini adalah ditargetkan mendapatkan data secara utuh tanpa harus di perinci secara detail (Bungin, 2005 : 85) b. Analisis Taksonomik (Taxsonomic Analysis) Analisis taksonomik yaitu trfokus pada domain-domain tertentu, kemudian memilih domain menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan terperinci yang umumnya merupakan rumpun yang memiliki kesamaan (Bungin, 2005 : 90). Dalam hal ini, data yang didapat dideskripsikan secara terperinci, sehingga memberikan pemahaman yang jelas tentang wayang kulit sasak di desa kawo kecamatan pujut, kabupaten Lombok Tengah. HASIL PENELITIAN A. Sejarah dan keberadaan wayang kulit sasak Wayang merupakan kesenian tradisional Indonesia yang merupakan pengaruh dari kebudayaan Jawa kuno. Begitu pula dengan Wayang Kulit Sasak di Desa Kawo merupakan bagian dari sejarah perkembangan pewayangan nusantara. Berdasarkan wawancara dengan, bapak H. L. Nasib pada tanggal 21 November 2015. Wayang kulit Sasak diperkirakan masuk bersamaan dengan penyebaran Agama Islam. Agama Islam masuk ke Lombok pada abad ke-16 yang dibawa oleh Sunan Prapen putra dari Sunan Giri. Sunan Giri menggubah wayang Gedog dan bersama Pangeran Tranggono menciptakan wayang “Kidang Kencana” pada tahun 1477. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa Sunan Prapen juga membawa wayang ke Lombok. Disamping itu, wayang Sasak diciptakan pula oleh Pangeran Sangupati. Ia adalah seorang mubalig Islam. Tentang siapa pencipta wayang sasak ini masih dalam
praduga. Belum ada data historis yang meyakinkan kapan wayang ini dibuat dan dipergelarkan. Berdasarkan wawancara dengan bapak H. Rukmana pada tanggal 29 November 2015. Keberadaan Wayang kulit di Desa Kawo Kecamatan Pujut itu dibawa oleh Raden Perapen. Raden Perapen adalah keturunan dari Raja Pejanggik yang membawa ajaran Islam sampai ke daerah Pujut, dan Raja Pujut inilah yang menyebarkan Agama Islam melalui media wayang. Makna Filosofi Kesenian wayang kulit sasak Ada filosofi tersendiri yang terkandung dalam wayang tersebut, seperti wayang Sasak sifatnya tertutup. Filosofinya, penonton itu harus melihat karya dalang, tidak melihat tangan dalang, tidak melihat kepala dalang, anggota-anggota pengiring dalang. Hal itu dikarenakan ciptaan Tuhan hanya bisa dinikmati oleh manusia, tidak pernah melihat Tuhan itu membuat langit, tidak pernah melihat Tuhan membuat bumi dan alam, itu filosofi yang terkandung dalam wayang Sasak. Filosofi kedua adalah mengenai keberadaan kelir. Kelir itu putih dan dikelilingi warna hitam, di bawah hitam, di atas hitam, di samping hitam. Itu menandakan dunia ini bulat, di atas menandakan udara , dan di bawah menandakan bumi tempat berpijak manusia. Pada saat layar kosong, datang lampu menerangi seperti matahari subuh. Sebagai kesenian tradisional suku Sasak kesenian wayang kulit mengandung nilai-nilai luhur yang dijadikan tujuan pelaksanaannya: a. Nilai Budaya b. Nilai agama c. Nilai kepahlawanan d. Nilai pendidikan Cerita wayang kulit sasak Kehadiran wayang kulit Sasak di Lombok ditandai oleh fungsinya sebagai salah satu media dakwah yang dipergunakan oleh para penyiar agama (walisongo) di pulau Jawa. Cerita-cerita yang ditampilkan dalam pentas wayang ini pun merupakan cerita-cerita tentang
perjuangan para sahabat nabi dalam menyiarkan agama Islam serta memberikan semangat kepada umat Islam dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Cerita wayang di Lombok pada dasarnya mengambil cerita menak yang sumber certitanya berasal dari cerita Amir Hamzah, paman Nabi Muhammad S.A.W. Cerita-ceritanya berasal dari Persia (Iran) yang masuk ke Indonesia dari tanah Melayu. Dari sana masuk ke Jawa dan tersebar ke Lombok (Widiastuti dkk, 1987: 5). Fungsi wayang kulit sasak Adapun fungsi wayang kulit sasak seperti: a) wayang sebagai alat dakwah b) wayang sebagai alat pendidikan c) wayang sebagai media komunikasi d) wayang sebagai hiburan B. Tokoh-tokoh dan rupa wayang kulit sasak di desa kawo kec. Pujut lombok tengah Secara garis besar, di dalam pertunjukan wayang dikenal adanya dua jenis pemeran yaitu tokoh baik dan tokoh jahat. Tokoh baik dapat juga disebut wayang kanan dan tokoh jahat dapat juga disebut wayang kiri. Tokoh baik berada di bagian kanan dalang dan tokoh jahat berada di bagian kiri dalang. Beberapa tokoh wayang kanan misalnya Jayangrane, Munigarim, Gande Sari, Raden Marionani, Umar Maye, Patih Selandir (alamdaur), Aribadi Walam, Raden Maktal, Aretanus Taptanus-Aretanus Saptanus, Raden Kaswatna, Raden Satir, Piringadi, Raden Yangilir, Raden Swangse, Demung Demang, Bale mati, Kuda Sekardiu, Agol (rakyat biasa), Amak Ingang (rakyat biasa). Tokoh kanan seperti Jayengrana ditunjukkan sifat-sifat keutamaan dan keteladanan bagi umat manusia. Beberapa tokoh wayang kiri adalah Raja Bandar Kale, Ratu Ganda Rini, Patih Yama Geni, Nursiwan, Raden Kindiri, Patih Raden Sungkama, Patih Wayang Sekar, Patih Gagak, Jambul Perikak, dan Bale Mati.
Wayang kulit kanan
Wayang kulit kiri
Wayang kulit ditinjau dari segi visual Bentuk Wayang Kulit Sasak Wayang kulit Sasak mengikuti bentuk-bentuk manusia, hewan,tumbuhan dan sebagai perwujudan miniatur makhluk hidup yang ada di bumi, yang kemudian diimajinasikan seperti tokoh-tokoh dalam kerajaan dan metologi hewan sakti menjadi sebuah visual dalam bentuk wayang. Ukuran Wayang Kulit Sasak di Desa Kawo Pada umumnya wayang kulit Sasak di Desa Kawo memiliki ukuran yang sama. Ukuran yang digunakan tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, disesuaikan juga dengan wayang-wayang sebelumnya yang digunakan dalam pementasan. Walaupun ukuran wayang relatif sama, tetapi ada perbedaan ukuran berdasarkan penokohan. Tokoh-tokoh wayang kerajaan memiliki tinggi yang berbeda dengan tokoh wayang masyarakat biasa dan juga ukuran yang berbeda pada tokoh dewi-dewi pada wayang. a) Gunungan
Raja Jayang Rane ini memiliki ukuran panjang 55 cm, lebar bawah 20 cm, dan lebar atas 25 cm. c) Munigarim
Gambar 4.39 Munigarim (Foto:Kusyoman W.P) Dewi Munigarim ini memiliki ukuran panjang 50 cm, lebar bawah 20 cm, dan lebar atas 25 cm. d) Rakyat biasa
Gambar 4.40 Rakyat biasa (Foto:Kusyoman W.P) Rakyat biasa ini memiliki ukuran panjang 35 cm, lebar bawah 15 cm, dan lebar atas 10 cm.
Gambar 4.37 Gunungan (Foto:Kusyoman W.P) Gunungan wayang kulit Desa Kawo memiliki ukuran panjang 50 cm, lebar tengah 28 cm, lebar bawah 10 cm. b) Jayengrana
Gambar 4.38 Jayengrana (Foto:Kusyoman W.P)
Warna Wayang Kulit Sasak di Desa Kawo Proses pewarnaan wayang kulit Sasak di Desa Kawo pada dasarnya sangat sederhana karena warna yang digunakan hanya menggunakan warna-warna primer dan sekunder. Penggunaan warna-warna tersebut disesuaikan dengan keinginan dari pembuat wayang karena tidak memiliki makna dari segi warna, akan tetapi unsur penting adalah bagaimana cara memperindah wayang kulit itu sendiri. Oleh karna itu tanpa disadari bahwa dengan pemberian warna terkadang dapat membantu di dalam pembentukan karakter dan watak wayang itu sendiri. Motif Wayang Kulit Sasak di Desa Kawo Motif hias dan tatahan adalah salah satu proses utama atau paling penting pada
wayang kulit. Motif hias yang digunakan pada wayang kulit Sasak di Desa Kawo tidak memiliki nama dan makna yang jelas karena motif atau ornamen yang digunakan pada wayng kulit Sasak pada dasarnya pembuat wayang kulit mendapat pengetahuannya dengan cara melihat dan meniru dari bentuk-bentuk yang ada di alam, sehingga dari sanalah muncul ide-ide atau pemikiran supaya wayang yang dibuat terlihat bagus dan menarik untuk dipentaskan. Motif yang muncul terkadang beragam yaitu motif simetris, geometris, tumbuhan, hewan dan lain sebagainya.
Keterangan: 1. Motif Sanggul wayang kulit Bandar Kale 2. Kalung wayang kulit Bandar Kale 3. Gelang wayang kulit Bandar Kale 4. Keris wayang kulit Bandar Kale 5. Motif busana bagian bawah wayang kulit Bandar Kale (1) Motif sanggul wayang kulit Bandar Kale
Motif hias wayang kulit a) Gunungan Gambar 4.43 Motif sanggul (Gambar:Kusyoman W.P)
1 3
Motif sanggul wayang kulit Bandar Kale merupakan bentuk motif geometris, karena terdiri dari pengulangan bentuk lingkaran kecil dan setengah lingkaran yang dibentuk secara teratur sehingga terlihat indah. Untuk warna disesuaikan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. (2) Kalung wayang kulit Bandar Kale
2 4
Gambar 4.41 Gunungan (Foto:Kusyoman W.P) Keterangan: 1) Pohon, 2) Hewan, 3) Naga/Ular, 4) Manusia. Gunungan ibarat alam dunia yang melambangkan hutan,datangnya waktu(pergantian siang dan malam), dan symbol dari kebesaran Tuhan yang menggambarkan dunia beserta isinya. b) Bandar Kale 1 2
3
5
4
Gambar 4.42 Bandar Kale (Foto:Kusyoman W.P)
Gambar 4.44 Motif kalung (Gambar:Kusyoman W.P) Motif kalung pada wayang kulit Bandar Kale merupakan bentuk motif hewan. Ekor naga yang melingkari leher wayang sampai bagian bawah. Untuk pewarnaannya disesuaikan dengan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. (3) Gelang wayang kulit Bandar Kale
keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. c) Munigarim 1 Gambar 4.45 Motif gelang (Gambar:Kusyoman W.P) Motif gelang wayang kulit Bandar Kale merupakan bentuk motif tumbuhan, karena bagian atas gelang memiliki lubanglubang kecil sehingga gelangnya menyerupai bentuk bunga. Warna disesuaikan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. (4) Keris wayang kulit Bandar Kale
Gambar 4.46 Keris (Gambar:Kusyoman W.P) Bentuk motif keris pada wayang kulit Bandar Kale merupakan bentuk motif geometris bisa disebut juga cengkrongan. Karena terdiri dari bentuk pengulangan lingkaran kecil secara teratur. Untuk penggunaan warna pada keris disesuaikan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. (5) Motif busana bagian bawah wayang kulit Bandar Kale
Gambar 4.47 Motif busana bagian bawah (Gambar:Kusyoman W.P) Motif busana bagian bawah wayang kulit Bandar Kale merupakan motif geometris, karena terdiri dari pengulangan bentuk lingkaran kecil dan setengah lingkaran secara teratur menjadi disain batik pada umumnya. Warna disesuaikan
3
2
4
Gambar 4.48 Munigarim (Foto:Kusyoman W.P) Keterangan: 1. Motif Sanggul wayang kulit Munigarim 2. Motif busana bagian atas wayang kulit Munigarim 3. Motif busana bagian bawah wayang kulit Munigarim 4. Motif busana bagian bawah wayang kulit Munigarim (1)Motif sanggul wayang kulit Munigarim
Gambar 4.49 Motif sanggul (Gambar:Kusyoman W.P) Motif busana bagian atas wayang kulit Munigarim merupakan bentuk motif geometris, karena terdiri dari pengulangan bentuk lingkaran kecil-kecil dan dibuat secara teratur menjadi desain kebaya pada umumnya. Untuk pewarnaan disesuaikan dengan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. (2) Motif kalung
Gambar 4.50 Motif kalung (Gambar:Kusyoman W.P)
Motif kalung pada wayang kulit Dewi Munigarim merupakan motif geometris, karena terdiri dari pengulangan lingkaran kecil serta dibentuk secara teratur sehingga kelihatan bagus. Untuk pewarnaan, warna disesuaikan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. (3) Motif busana bagian atas wayang kulit Munigarim
Gambar 4.51 Motif busana bagian atas (Gambar:Kusyoman W.P) Motif busana bagian atas wayang kulit Munigarim merupakan bentuk motif geometris, karena terdiri dari pengulangan bentuk lingkaran kecil-kecil dan dibuat secara teratur menjadi desain kebaya pada umumnya. Untuk pewarnaan, warna disesuaikan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. (4) Motif busana bagian bawah wayang kulit Munigarim
Gambar 4.52 Motif busana bagian bawah (Gambar:Kusyoman W.P) Motif busana bagian bawah wayang kulit Munigarim merupakan motif geometris, karena terdiri dari pengulangan bentuk lingkaran, setengah lingkaran dan garis dibuat secara teratur menjadi desain kebaya pada umumnya. Warna disesuaikan keinginan pembuat agar terlihat indah dan menarik. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan pada bab IV, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Sejarah dan keberadaan wayang kulit Sasak di Desa Kawo Wayang kulit termasuk kesenian pada masa awal masukknya agama Islam di pulau Lombok. Menurut Bapak Haji Lalu Nasib, wayang kulit Sasak diperkirakan masuk bersamaan dengan penyebaran Agama Islam. Agama Islam masuk ke Lombok pada abad ke-16 yang dibawa oleh Sunan Prapen putra dari Sunan Giri. Sunan Giri menggubah wayang Gedog dan bersama Pangeran Tranggono menciptakan wayang “Kidang Kencana” pada tahun 1477. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa Sunan Prapen juga membawa wayang ke Lombok. Wayang Sasak tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang signifikan dan menuai banyak perjuangan yang telah dilalui dari masa nenek moyang dan sebagai penghibur yang sangat disenangi. Kenyataan ini tersirat dalam kilasan cerita perkembangan wayang kulit Sasak di pulau Lombok. Masuknya wayang kulit Sasak, di Lombok ditandai oleh fungsinya sebagai salah satu media dakwah yang dipergunakan oleh para penyiar agama (walisongo) di pulau Jawa. Cerita-cerita yang ditampilkan dalam pentas wayang ini pun merupakan cerita-cerita tentang perjuangan para sahabat nabi dalam menyiarkan agama Islam serta memberikan semangat kepada umat Islam dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Mengingat cerita wayang yang ingin dikembangkan menurut cerita asli atau pakem yang dari sejarahnya, wayang ini ceritanya didominasi tentang cerita-cerita Islam yang diperankan oleh para pejuangpejuang Islam. Sebagai tinjauan kesejarahan seni rupa, wayang kulit Sasak dikaji dari sejarah dan keberadaannya. Pengkajian dalam sejarah dan keberadaannya berupa: (1) makna filosofi wayang kulit Sasak, (2) cerita wayang kulit Sasak, (3) fungsi wayang kulit Sasak. 2) Tokoh-tokoh dan rupa wayang kulit Sasak di Desa Kawo Secara garis besar, didalam pertunjukan wayang dikenal adanya dua jenis pemeran yaitu tokoh baik dan tokoh
jahat. Tokoh baik dapat juga disebut wayang kanan dan tokoh jahat dapat juga disebut wayang kiri. Tokoh baik berada di bagian kanan dalang dan tokoh jahat berada di bagian kiri dalang. Beberapa tokoh wayang kanan: Jayengrana, Munigarim, Genda sari, Raden Marionani, Umar Maye, Patih Selandir (Alamdaur), Aribadi Walam, Raden Maktal, Aretanus Taptanus-Aretanus Saptanus, Raden Kaswatna, Piringadi, Raden Yangilir, Raden Swangse, Demung Demang, Balemati, Kuda Sekardiu, Agol (rakyat biasa), Amak Ingang (rakyat biasa).Dari tokoh kanan seperti Jayengrana ditunjukkan sifat-sifat keutamaan, keteladanan dan bagi umat manusia. Beberapa tokoh wayang kiri : Bandar Kale, Ratu Ganda Rini, Patih Yama Geni, Prabu Nursiwan, Patih Bandar, Raden Kindiri, Patih Raden Sungkama, Patih Wayang Sekar, Patih Gagak, Jambul Perikak, dan Balemati. Berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara dengan pembuat wayang kulit dan penembang wayang kulit di Desa Kawo Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Sebagai tinjauan tokoh-tokoh dan rupa wayang kulit Sasak, dilakukan pengkajian berupa: (1) tokoh-tokoh wayang kulit Sasak, (2) wayang kulit Sasak ditinjau dari segi visual, menyangkut bentuk, ukuran, warna, motif hias. Saran Setelah penelitian ini dilaksanakan, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut. 1. Bagi peneliti lain Diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dalam bentuk penelitian lebih lanjut tentang permasalahan kesenian tradisional wayang kulit sasak. 2. Bagi Undiksha Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi penelitian dan menambah perbendaharaan perpustakaan mengenai kesenian tradisional wayang kulit Sasak khususnya, selain itu mendukung adanya penelitian terhadap kerajinan tradisional yang mengalami keterpurukan dan kepunahan, sehingga dapat dicarikan solusi dan penanganannya. 3. Bagi Pemerintah Lombok Tengah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai bahan acuan dalam melestarikan eksistensi kesenian tradisonal yang lain dan sudah jarang berkembang di Lombok Tengah. 4. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk mengenal kembali adanya kesenian daerah, yaitu wayang kulit Sasak agar terjaga kelestariannya, sehingga anak cucu dari masyarakan Lombok dapat meneruskan kesenian ini. Saran pelestarian melalui pendidikan dan produk wayang dalam bentuk baru misalnya wayang kaca Sasak. DAFTAR PUSTAKA Purnama, Imam. 2010. Kerajaan Lombok dulu dan sekarang. Jakarta: PT Wadah Ilmu. Bungin, Burhan (Ed). 2004. “metode peneletian kualitatif” aktualisasi metodologi kearah ragam varian kontenporer. Jakarta:pt raja grafindindo Persada. Bungin , Burhan. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo persada. Arikunto Suharsimi, 1993. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta : Rineka Cipta. Narboku,Cholid,Dkk,2005.Metodologi penelitian. Jakarta : PT Bumi aksara Widiastuti, Alit dkk. 1987/1988. “Wayang Sasak”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengembangan Permuseuman NTB. Sumber Internet Marfua Dian 2011.”budaya wayang”tersedia padahttp://dianmarfua.blog.ugm.ac.id/2011/11/08/tugas makalah-dasar-dasar-ilmubudaya-wayang kulit.(diakses pada tanggal 15 januari 2016).