HOMOGRAF BAHASA SASAK DIALEK MENO-MENE DI DESA KETEJER PRAYA LOMBOK TENGAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA SASAK DI SEKOLAH
JURNAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Penyelesaian Program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Oleh SITI ATIKAH E1C012045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDKAN UNIVERSITAS MATARAM 2016
1
2
HOMOGRAF BAHASA SASAK DIALEK MENO-MENE DI DESA KETEJER LOMBOK TENGAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA SASAK DI SEKOLAH
Siti Atikah, Syamsinah Jafar, Yuniar Nuri Nazir PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FKIP UNIVERSITAS MATARAM
e-mail:
[email protected]
Abstrak Permasalahan yang dikaji dalam peneltian ini adalah (1) bagaimanakah wujud homograf bahasa Sasak dialek Meno-mene di desa Ketejer Lombok Tengah? (2) bagaimanakah relasi semantik homograf bahasa Sasak dialek Meno-mene di desa Ketejer Lombok Tengah? (3) bagaimanakah implikasi homograf bahasa Sasak dialek Meno-mene di desa Ketejer Lombok Tengah terhadap pembelajaran bahasa Sasak di sekolah? Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui wujud homograf bahasa Sasak dialek Meno-mene di desa Ketejer Lombok Tengah, (2) mengetahui relasi semantik homograf bahasa Sasak dialek Meno-mene di desa Ketejer Lombok Tengah, (3) mengetahui implikasi homograf bahasa Sasak dialek Menomene di desa Ketejer Lombok Tengah terhadap pembelajaran bahasa Sasak di sekolah. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan sematamata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya. Dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan data-data secara sistematis mengenai data yang berhubungan terhadap permasalahan yang diteliti. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah 1) metode simak dengan teknik sadap, simak libat cakap, simak bebas libat cakap, teknik catat, dan teknik rekam, 2) metode cakap, dan 3) metode introspektif. Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan intralingual sedangkan metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal dan formal. Hasil penelitian ini adalah 1) wujud homograf bahasa Sasak dialek Meno-Mene di desa Ketejer Lombok Tengah adalah wujud homograf kata dasar dan wujud homograf kata ulang, 2) ralasi semantik yang ditemukan pada kata-kata yang berhomograf yaitu relasi semantik homonim, relasi semantik polisemi, dan koloksi, 3) implikasi kata berhomograf dalam pembelajran bahasa Sasak dialek di sekolah yaitu: dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran kosa kata tentang pengayaan kosa kata, mengetahui perbedaan pelafalan pada dua buah kata yang tulisannya sama, serta dapat menambah perbendaharaan kata. Dapat dijadikan sebagai media pembelajaran, dapat dijaikan strategi pembelajaran apabila terdapat siswa yang memiliki dialek yang berbeda dari materi yang diajarkan. Kata Kunci: homograf , relasai semantik, implikasi pembelajaran.
3
SASAK LANGUAGE HOMOGRAPH OFMENO-MENE DIALECT IN KETEJER VILLAGE OF CENTRAL LOMBOK AND ITS IMPLICATION TOWARD SASAK LANGUAGE LEARNING IN SCHOOL.
Siti Atikah, Syamsinah Jafar, Yuniar Nuri Nazir PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FKIP UNIVERSITAS MATARAM
e-mail:
[email protected] Abstract Issues examined in this research are (1) how is Sasak language homograph in meno-mene dialect in Ketejer Village of Central Lombok? (2) how is the Sasak language semantic homograph relation in meno-mene dialect in Ketejer Village of Central Lombok? (3) how is the implication of Sasak language homograph in meno-mene dialect in Ketejer Village of Central Lombok toward Sasak language learning in school? The purpose of this research are (1) to know the existance of Sasak language homograph in meno-mene dialect in Ketejer Village of Central Lombok, (2) to know the Sasak language semantic homograph relation in menomene dialect in Ketejer Village of Central Lombok, (3) to know the implication of Sasak language homograph in meno-mene dialect in Ketejer Village of Central Lombok toward Sasak language learning in school.This is a descriptive study, which means that the research has been done solely based on the existed facts or phenomenon which empirically came from the native speaker of the language. In this research, the researcher described the data systematically especially about the data which are closely related to the object of the study. Data collection method used in this research are 1) heeding method by tapping technique, 2) heeding involving speaking method, 3) introspecting method. Data analysis method used in this research is equivalent method of intralingual while the method used in presenting the data analysis result are informal and formal method. The result of this study are 1) the existance of Sasak language homograph in meno-mene dialect in Ketejer Village of Central Lombok are basic word homograph and repeated word homograph, 2) semantic relation that found in homograph words are homonym semantic relation, polysemy semantic relation, and collocation. 3) the implication of homograph words in sasak language dialect learning at school are it could be the vocabulary learning material related to vocabulary enrichment, to know the difference between two words which have the same writing, moreover it could enrich the vocabulary. The result of this study also could be the learning media, and as learning strategy if there are students who have different dialect from material being taught. Key words: homograph, semantic relation, learning implication
4
A.
embe
PENDAHULUAN Bahasa Sasak dialek Meno-
[əmbə]
‘bawang
yang
bermakna
goreng’
memiliki
mene adalah dialek yang digunakan
persamaan pelafalan fonem /ə/ pada
oleh masyarakat praya seluruhnya
kata teman [təman].
dalam berkomunikasi. Salah satu
Pada kata yang bergrafem
desa yang ada di praya yaitu desa
terdapat
perbedaan
Ketejer.
pelafalan fonem /e/ dan fonem /ə/ di
Di dalam bahasa Sasak di
tengah kata, perbedaan pelafalan
Ketejer
Praya,
fonem /o/ beserta alofonnya, yaitu
Lombok Tengah banyak ditemukan
[Ͻ], dan perbedaan pelafalan bunyi
fenomena
homograf
/k/ serta alofonnya, yaitu [ʔ]. Kata
yang produktif. Contoh penggunaan
tedok [tedϽk] yang bermakna ‘lihat’
homograf di dalam BSDK, yaitu kata
memiliki persamaan pelafalan fonem
embe [əmbe] yang bermakna ‘mana’
/e/ pada kata tempe [tempe] dan
dan embe [əmbə] yang bermakna
persamaan alofon /Ͻ/ pada kata pola
‘bawang goreng’, kata tedok [tedϽk]
[pϽla], dan menggunakan fonem /k/,
bermakna ‘lihat’ dan tedok[tədoʔ]
sedangkan pada kata tedok [tədoʔ]
yang bermakna ‘diam’, dan masih
yang bermakna ‘diam’ memiliki
banyak lagi.
persamaan pelafalan fonem /ə/ pada
desa
(BSDK),
penggunaan
Penulisan
ortografis
pada
kata
tante
[tantə],
persaamaan
contoh homograf di atas sama yang
pelafalan alofon /o/ pada kata toko
terdiri dari grafem <embe> pada
[toko], dan menggunakan pelafalan
contoh pertama, grafem
alofon [ʔ] pada akhir kata.
pada contoh kata kedua, dan grafem
Kata
yang
berhomograf
pada contoh kata ketiga.
dalam BSDK ini juga memiliki relasi
Namun, terdapat perbedaan pelafalan
semantik antara makna satu dengan
fonem /e/ dan fonem /ə/ di akhir
yang lainnya.
kata,
pada kata yang
memiliki
grafem <embe>. Kata embe [əmbe] bermakna
‘mana’
memiliki
Selain
memiliki
relasi
semantik,
kata-kata
yang
berhomograf
ini
dapat
pun
persamaan pelafalan fonem /e/ pada
diimplikasikan dengan pembelajaran
kata sate [sate], sedangkan pada kata
bahasa Sasak di sekolah dengan cara
5
dijadikan sebagai bahan ajar di
menyebutkan
sekolah-sekolah
hubungan
dalam
pelajaran
homografi
antar
ialah
kata-kata
yang
muatan lokal bahasa Sasak. Dengan
memiliki perbedaan makna, tetapi
mengajarkan homograf maka peserta
cara penulisannya sama. Simpson (di
didik akan mengetahui bahwa di
dalam Pateda, 2010) mengatakan
dalam bahasa Sasak terdapat dua
bahwa
kata
identically but sound differently.
yang
pelafalan meski
memiliki
dan
pun
perbedaan
perbedaan tulisannya
makna memiliki
kesamaan.
Dengan
kata
berhubungan
are
lain,
written
homograf
dengan
ejaan.
Maksudnya adalah ejaannya sama,
Masalah yang ingin dijawab dalam
homograph
penelitian
maknanya
berbeda.
yaitu
Selanjutnya, Wijana dan Muhammad
homograf
Rohmadi (2011: 43) menyatakan
bahasa Sasak dialek Meno-mene di
homografi terletak pada keidentikan
desa
bagaimanakah
Ketejer
ini,
tetapi
wujud
Lombok
Tengah?
ortografi
relasi
semantic
misalnya kata sedan (/e/ diucapkan
dialek
lemah atau pepet) yang berarti
Meno-mene di desa Ketejer Lombok
‘tangis kecil’ dan kata sedan (/e/
Tengah? Bagaimanakah implikasi
diucapkan
homograf
‘sejenis mobil penumpang’ (Chaer,
Bagaimanakah homograf
bahasa
bahasa
Sasak
Sasak
dialek
(tulisan
terang)
dan
yang
ejaan),
berarti
Meno-mene di desa Ketejer Lombok
2002 : 97).
Tengah
Apabila diperhatikan kedua contoh
terhadap
pembelajaran
bahasa Sasak di sekolah?
di atas, maka dapat dikatakan bahwa masalah kehomografan di dalam
B.
bahasa Indonesia tidak membedakan
LANDASAN TEORI
a. Homograf
lambang-lambang untuk fonem /e/
Berbicara tentang homograf berarti
yang diucapkan pepet [ə] dan fonem
menyoroti
segi
/e/ yang diucapkan terang di dalam
tulisan ejaan. Homograf memiliki
sistem ejaan bahasa Indonesia yang
ejaan yang sama, tetapi lafal dan
berlaku sekarang.
maknanya berbeda (Muslich, 1988:
Homograf ini diberi keterangan di
77).
belakang
homonimi
Aminudin
dari
(2001:
126)
setiap
kata
tersebut
6
(Poerwadhaminta,
1984).Lebih
terlaksana, dan berlansung. Hal ini
jelasnya, berikut beberapa contoh
tergantung dari konteks kalimat yang
homonimi yang homograf.
digunakan (Aminuddin, 2001: 124). Relasi semantik berikutnya,
Ejaan
Lafal
Makna
Apel
[apəl]
Buah
yaitu
Apel
[apel]
Upacara
asosiasi hubungan makna kata yang
Seri
[səri]
Cahaya
satu
Seri
[seri]
Tidak
kalah
tidak menang
kolokasi.
dengan
Kolokasi
yang
adalah
lainya
yang
masing-masing memiliki hubungan ciri yang relatif tetap. Contohnya
Mental
[məntal] Memantul
kata
melihat,
mendengar,
dan
Mental
[mental] Jiwa
berbicara merupakan kata-kata yang mennunjukkan fungsi anggota tubuh manusia (Aminuddin, 2001: 110).
b. Relasi Semantik Relasi
semantik
adalah
hunungan makna kata antara kata satu dengan kata yang lainnya.
c. Implikasi DenganPembelajaran Bahasa Sasak di Sekolah Implikasi
Relasi semantik ada yang berupa
menurut
Kamus
relasi semantik homonim, yaitu dua
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
kata yang memiliki penulisan dan
mengacu
pelafalan sama, tetapi makna kata
keterlibatan.
keduanya berbeda. Relasi semantik
implikasi merupakan akibat langsung
homonim merupakan dua bentuk
atau dampak yang timbulkan dari
yang berbeda, tidak memiliki makna
temuan atau hasil suatu penelitian.
inti yang sama, serta memiliki relasi
Secara bahasa, implikasi diartikan
struktural dengan kolokasi yang jauh
sebagai
berbeda.
disimpulkan terlebih dahulu dalam
pada
hubungan
Dengan
sesuatu
kata
yang
atau lain,
telah
Relasi semantik selanjutnya,
penelitian. Dalam konteks penelitian,
yaitu polisemi yang bermakna satu
implikasi bisa dilihat jika peneliti
bentuk bahasa yang memiliki makna
memiliki kesimpulan yang nantinya
lebih dari satu. Contohnya kata
didapatkan ketika sudah melakukan
berjalan
penelitian.
memiliki
makna
yang
berbeda-beda yaitu berjalan kaki,
7
C.
a. Metode simak
METODE PENELITIAN Jenis
penelitian
penelitian
ini
penelitian Metode
dalam
Dalam penelitian ini metode
menggunakan
pengumpulan data yang digunakan
deskriptif
kualitatif.
adalah metode simak. Peneliti akan
penelitian
kualitatif
menyimak para informan yang telah
merupakan prosedur penelitian yang
ditentukan
menghasilkan
Teknik
contoh
deskriptif
saat
yang
berkomunikasi.
digunakan
adalah
berupa kata-kata tertulis ataupun
teknik sadap, simak libat cakap,
lisan
simak bebas libat cakap, catat, dan
tetang
sifat-sifat
individu,
keadaan gejala kelompok tertentu
rekam.
yang dapat diamati (lihat Bagon dan Taylor di dalam Zuldafrial 2012: 2). Penelitian deskriptif
karena
ini contoh
b. Metode cakap
bersifat
Metode cakap adalah metode
yang
yang ditempuh dalam pengumpulan
diperoleh bukan berupa bilangan
data
atau
peneliti dengan informan. Metode
angka
peneliti
statistik,
melainkan
mendeskripsikan
dan
berupa
percakapan
antara
cakap memiliki teknik pancing.
menampilkan contoh berhomograf di dalam bentuk tulisan. Sumber data pada penilitian
c. Metode introspektif Metode
ini
digunakan
ini yaitu penutur asli bahasa Sasak
mengecek
dialek Meno-mene di desa Ketejer
keabsahan data jika terdapat data-
Lombok Tengah. Sumber data pada
data yang meragukan. Untuk itu
penelitian ini yaitu para informan
peneliti akan menggunakan intuisi
yang berjumlah 6 orang yang telah
kebahasaannya
peneliti tentukan dan tuturan bahasa
adalah penutur asli bahasa Sasak
Sasak yang digunakan oleh para
dialek Meno-mene di desa Ketejer,
informan.
Praya, Lombok Tengah.
Metode dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu.
dan
untuk
mengetahui
karena
peneliti
Metode dan teknik analisis data yang
digunakan
peneliti
menganalisis data yaitu,
dalam metode
8
padan intralingual dengan tiga teknik
c) Penafsiran
dasar yaitu teknik hubung banding menyamakan hubung
(HBS)
dan
banding
(HBB).
teknik
membedakan
Langkah-langkah
dalam
metode analisis data dalam penelitian ini, yaitu.
Pada tahap penafsiran ini peneliti menafsirkan data yang telah ditemukan
dalam
penelitian.
Penafsiran dilakukan peneliti untuk menafsirkan data homograf yang didapatkan
memiliki
hubungan
dengan pembelajaran bahasa Sasak
a) Identifikasi
di sekolah.
Pada tahap identifikasi ini peneliti mencari data yang diduga
d) Tahapan terakhir adalah menarik
sebagai kata berhomograf dalam
sebuah simpulan sebagai jawaban
tuturan yang diucapkan oleh para
atas
informan pada saat pengumpulan
penenlitian.
data. Untuk mengetahui ada atau tidak kata berupa homograf dalam tuturan
yang
informan
diucapkan
intuisi
peneliti
para
menggunakan
kebahasaannya
sebagai
penutur bahasa Sasak yang diteliti. Apabila data berupa homograf telah ditemukan
peneliti
mendeskripsikan
kemudian
kata
yang
berhomograf tersebut.
permasalahan
Metode
di
dalam
penyajian
hasil
analisis data pada penelitian ini disajikan dengan dua metode, yaitu metode informal dan metode formal. Metode informal adalah rumusan dengan
menggunakan
biasa,
termasuk
terminologi
yang
kata-kata penggunaan
bersifat
teknis
(Mahsun, 2014: 124). Mengingat penelitian ini merupakan penelitian kebahasaan, maka tentunya hasil
b) Klasifikasi
analisis dataakan ditampilkan secara
Setelah
tahap
peneliti
identifikasi kemudian
mengklasifikasikan data homograf
deskriptif melalui kalimat-kalimat yang biasa digunakan di dalam penelitian ilmiah lainnya.
yang telah ditemukan pada tahap identifikasi
tersebut
berdasarkan
bentuk kata dan relasi makna.
Metode
formal
adalah
rumusan menggunakan tanda-tanda atau
lambang.
Lambang-lambang
9
bahasa yang digunakan di dalam
Begitu pula maknanya berbeda, yaitu
penelitian ini sebagi berikut: tanda
kata [əmbe] yang bermakna ‘mana’
garis miring (//), tanda kurung siku ([
dan [əmbə] yang bermakna ‘bawang
]), tanda petik dsatu (‘. .’), tanda /ə/
goreng’. Kedua morfem tersebut
pepet yang menandakan bunyi vokal
mengandung
/e/ tertutup atau rendah, lambang /e/
berbeda, yaitu bunyi /e/ pada suku
dan tanda /E/ menandakan bunyi
terakhir. Fonem /e/ pada kata embe
vokal /e/ terbuka, dan sebagainya.
[əmbe] yang berarti ‘mana’ memiliki
satu
bunyi
yang
persamaan pelafalan bunyi /e/ pada D.
kata sate [sate]. Fonem /e/ ini
PEMBAHASAN 1) Wujud homograf BSDK Lombok Tengah.
dilafalkan secara keras atau /e/ taling, sedangkan fonem /ə/ pada
Setiap
kata
memiliki
kata embe [əmbə] yang berarti
wujudnya. Wujud homograf BSDK
‘bawang
Lombok Tengah yang ditemukan
persamaan pelafalan dengan bunyi
berupa wujud kata dasar dan kata
/ə/ pada kata teman [təman]. Fonem
ulang.
/ə/ ini dilafalkan secara lunak atau Wujud
kata
dasar
berhomograf dalam BSDK Lombok
goreng’
memiliki
biasa disebut fonem /ə/ pepet. (2) Kata kelor merupaka kata yang
Tengah, sebagai berikut.
berhomograf dengan wujud
(1)Kata embe merupakan kata yang
homograf sebagai berikut:
berhomograf karena memiliki dua
kelor1 [kElϽr]‘nama jenis
bentuk fonetis, yaitu:
sayuran’ kelor2
1
embe [əmbe] ‘mana’ embe2
[əmbə]
‘bawang
goreng’ Kata embe terdiri atas grafem <embe>. Grafem <embe> memiliki dua bentuk pelafalan bunyi yang berbeda, tetapi mempiliki penulisan ortografisnya
sama,
yaitu
embe.
Adapun tulisan fonetisnya berbeda.
[kəlor]
‘makan
(halus)’ Kata kelor [kElϽr]
yang
berarti ‘nama jenis sayuran’ dan kata kelor [kəlor] yang berarti ‘makan (halus)’
memiliki penulisan dan
grafem yang sama, yaitu . Akan tetapi, yang membedakan di antara keduanya adalah pelafalan
10
bunyi /ə/ dan alofon bunyi /e/, yaitu
alofonnya, yaitu [ʔ] di akhir kedua
[E] serta bunyi [o] dan alofonnya,
kata tersebut. Kata lengkak [leŋkak]
yaitu [Ͻ] pada kedua kata tersebut.
yang
Alofon [E] dan alofon [Ͻ] pada kata
pelafalannya
bermakna
‘melangkahi’ menggunakan
berarti ‘nama jenis
bunyi/fonem [k], sedangkan kata
sayuran’ memiliki persamaan bunyi
lengkak [leŋkaʔ] yang bermakna
dengan kata sedan [sEdan] untuk
‘langkah’
alofon [E] dan memiliki persamaan
menggunakan alofon bunyi /k/, yaitu
bunyi alofon [Ͻ] pada kata pola
[ʔ].
kelor [kElϽr]
[pϽla], sedangkan bunyi /ə/ dan
pelafalannya
Wujud kata ulang homograf
alofon [o] pada kata kelor [kəlor]
bahasa
yang
sebagai berikut.
berarti
‘makan
(halus)’
memiliki persamaan bunyi pada kata
BSDK Lombok Tengah,
(1) Kata
onteq-ontek
merupakan
telur [təlur] untuk bunyi /ə/ dan kata
kata yang berhomograf dengan
toko [toko] untuk alofon [o].
wujud homograf sebagai berikut:
(3) Kata lengkak merupakan kata
onteq-ontek1
[ontek
yang berhomograf dengan wujud
ontek]‘memainkan kaki pada
homograf sebagai berikut:
saat duduk’
lengkak1[leŋkak]
ontek-ontek2
‘melangkahi’
[ontəʔ
ontəʔ]
‘jentik nyamuk’.
lengkak2[leŋkaʔ]
Kata
‘langkah’
onteq-ontek
[ontek
ontek]yang berarti ‘memainkan kaki
Kata lengkak [leŋkak] yang
sambil duduk’ dan kata ontek-ontek
bermakna ‘melangkahi’ dan kata
[ontəʔ ontəʔ] yang berarti ‘jentik
lengkak [leŋkaʔ] yang bermakna
nyamuk’.
‘langkah’.
Berdasarkan
ortografisnya, kedua kata tersebut
ortografis,
kedua
kata
penulisan di
atas
Berdasarkan
penulisan
memiliki tulisan yang sama
yang
memiliki penulisan yang sama, yaitu
terdiri atas grafem .
terdiri
atas
susunan
grafem
Akan tetapi, yang membedakan di
Namun,
yang
antara keduanya adalah pelafalan
membedakan di antara keduanya
bunyi /e/ dan bunyi /ə/ pada kedua
adalah pelafalan bunyi/fonem /k/ dan
kata tersebut.Bunyi /e/ pada kata
.
11
ontek-ontek [ontek ontek] berarti ‘memainkan kaki sambil duduk’ dilafalkan secara keras atau /e/ taling, sedangkan bunyi /ə/ pada kata ontek-ontek
[ontəʔ
ontəʔ]
yang
berarti ‘jentik nyamuk’ dilafalkan
Contoh kata (1a) di dalam kalimat dijelaskan di bawah ini. Elek embe taokm kolok empak no, ika? #eleʔ əmbe taoʔəm koloʔ əmpak no ika# ‘Di mana kamu menaruh ikan itu, Ika?’
secara lunak atau biasa disebut bunyi /ə/ pepet.
2) Relasi semantic BSDK Lombok Tengah
Ndak lupak kolokan embe lek pecel tie! #ndaʔ lupaʔ koloʔan əmbə leʔ pecel tiye# ‘Jangan lupa taruh bawang goreng di pecel itu!’
Homograf BSDK Lombok Tengah memiliki relasi semantic
kalimat
menunjukkan
lainnya. Adapun relasi semantic yang
[əmbe]
ditemukan
wujud
[əmbə] ‘ bawang goreng’ merupakan
homograf BSDK Lombok tengah,
dua kata yang memiliki hubungan
yaitu relasi semantic homonim, relasi
antarkata yang memiliki perbedaan
semantic polisemi, dan kolokasi.
makna, tetapi memiliki penulisan
Adapun
yang
dalam
contoh
pemaparannya
sebagai
bahwa
(1a)
antara makna yang satu dengan yang
berikut. 1.
Contoh ‘mana’
sama.
kata
embe
dan kata
embe
Hal
inilah
yang
menunjukkan kedua kata tersebut
Relasi
semantik
sebagai
merupakan kata berhomograf. Kata
homonimi dari kata berhomograf
embe [əmbe] ‘mana’ dan kata embe
dalam
[əmbə]
BSDK,
yaitu
sebagai
berikut.
‘bawang
goreng’
meski
memiliki bentuk penulisan sama
(1) Kata embe merupakan kata yang berhomograf karena memiliki dua bentuk fonetis, yaitu:
kedua kata ini memiliki kolokasi yang berbeda dan makna inti yang tidak sama, sehingga kedua kata yang
embe1 [əmbe] ‘mana’ 2
embe
goreng’
[əmbə]
berhomograf
ini
berelasi
semantik homonimi. Contoh kalimat ‘bawang
yang [əmbe]
menunjukkan ‘mana’
kata
embe
dan kata
embe
12
‘bawang
[əmbə]
goreng’
yang
Ndekm kanggo berontek-ontek pasəm tokol sengakm baruk engkah nganak! #ndeʔəm kaŋgo berontek ontek pasəm tokol seŋaʔəm barUʔ əŋkah ŋanaʔ# ‘Tidak boleh kamu memainkan kakimu pada saat duduk karena kamu baru selesai melahirkan!’
memiliki kolokasi berbeda, yaitu. Kalimat 1: mbe wahm laik? #əmbe wahəm laiʔ# ‘Sudah kemana kamu?’ Kalimat 2: embe taok embe no, ika? #əmbe taoʔəmbə no ika# ‘Dimana tempat bawang goreng itu, Ika? Berdasarkan contoh kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa kata embe [əmbe] ‘mana’ dan kata embe
[əmbə]
‘bawang
goreng’
Inak, keloek ontek-ontek no lek jading #inaʔ kəloweʔ onteʔ onteʔ no leʔ jədIŋ# ‘Ibu, banyak jentik-jentik nyamuk itu di kamar mandi’.
memiliki kolokasi yang berbeda
Contoh (1b)
menunjukkan
karena kata embe1 [əmbe] ‘mana’
bahwa
merupakan kata tanya (intogrativ),
ontek] yang bermakna ‘memainkan
sedangkan
kata
embe2
[əmbə]
kata
ontek-ontek
[ontek
kaki pada saat duduk’ dan kata
‘bawang goreng’ merupakan kategori
ontek-ontek
nomina. Meskipun kedua kata ini
bermakna
bisa berada di dalam satu kalimat
merupakan kata yang berhomograf
yang sama seperti pada contoh
dan
kalimat 2 di atas, kedua kata ini tetap
homonimi karena makna inti kedua
memiliki kolokasi yang berbeda.
kata
[ontəʔ
ontəʔ]
‘jentik-jentik
memiliki
tersebut
relasi
tidak
yang
nyamuk’
semantik
sama
serta
kolokasi kedua kata tersebut jauh (2) Kata onteq-ontek merupakan kata
berbeda. Kedua kata di atas memiliki
yang berhomograf dengan wujud
kolokasi berbeda karena kata ontek-
homograf sebagai berikut:
ontek [ontek ontek] ‘memainkan kaki
onteq-ontek1
[ontek
pada saat duduk’ merupakan aktvitas
ontek]‘memainkan kaki pada
yang dilakukan oleh manusia atau
saat duduk’
merupakan verba, sedangkan kata
ontek-ontek2
[ontəʔ
ontəʔ]
‘jentik nyamuk’. Contoh kata (1b) di dalam kalimat.
ontek-ontek [ontəʔ ontəʔ] ‘jentikjentik nyamuk’ termasuk dalam kelas nomina, memiliki
sehingga
kedua
kata
kolokasi
yang
jauh
13
berbeda. Contoh kata (1b) dalam Contoh kalimat kata nomer (3a),
kalimat yang lain, yaitu:
yaitu kata lengkak [lEŋkak] yang
Contoh kalimat 1. Dendek tokol berontek-ontek! #dendek tokol berontek ontek# ‘Jangan duduk sambil memainkan kaki!’
bermakna ‘melangkahi’ dan kata lengkak [lEŋkaʔ] yang bermakna ‘berjalan’
merupakan
kata
yang
berhomograf dan memiliki relasi Contoh kalmat 2:
semantik polisemi karena kedua kata
Arak ontek-ontek lek tong ni. #araʔontəʔ ontəʔ tϽŋ ni# ‘Ada jentik-jentik nyamuk di dalam tong ini’.
tersebut memiliki makna inti yang sama yaitu langkah. Contoh kalimat yang
memiliki
relasi
semantik
polisemi pada kata lengkak [lEŋkak] 2.
Relasi semantik sebagai polisemi
‘melangkahi’
pada kata homograf BSDK, yaitu
[lEŋkaʔ] ‘berjalan’ sebagai berikut:
sebagai berikut.
kalimat
(3a) Kata lengkak merupakan kata yang
berhomograf
dengan
wujud
homograf
sebagai
berikut: [leŋkak]
‘melangkahi’ 2
pertama:
lengkak
ndek
kanggo
lengkak buku pelajaran #ndeʔ kaŋgo lEŋkak buku pəlajaran# ‘tidak boleh melangkahi
lengkakm? Eŋkaʔəm#
[leŋkaʔ]
lengkak
‘langkah’
berhomograf
kata
buku
pelajaran.
’Kalimat ke dua kembekn mentie
lengkak1
Contoh
dan
#kəmbeʔən ‘Mengapa
məntIyə langkahmu
seperti itu?’Berdasarkan makna kata dari kalimat di atas, kedua kata
kata
yang
di dalam kalimat
sebagai berikut. Ye telengkak Leni sik Lina #yə tə lEŋkak leni sIʔ lina# ‘Dilangkahi Leni oleh Lina.’ Becatan lengkakm kembek, enges! #bəcatan lEŋkaʔəm kəmbeʔ eŋəs# ‘Lebih cepat kamu berjalan, cantik!’
tersebut merupakan aktivitas kaki. Kata lengkak1 [leŋkak] ‘melangkahi’ merupakan
aktivitas
kaki
yaitu
berjalan lebih dahulu dari orang lain, sedangkan kata lengkak2 [leŋkaʔ] ‘langkah’ yang merupakan makna inti
merupakan
aktivitas
kaki
berjalan.
14
3.
Kolokasi dari Kata Berhomograf
“silak kelor (…. )niki” kalimat ini
BSDK
bermakna ‘silahkan makan (…) ini’.
Homograf memiliki
BSDK
hubungan
juga
Kata dalam kurung tersebut bisa diisi
kemaknaan
dengan kata kelor yang bermakna
dalam ranah medan makna serta
nama
jenis
sayuran,
kolokasi. Adapun kata berhomograf
kalimatnya
termasuk dalam medan kolokasi,
kelor niki #silaʔ kəlor kElor niki#
yaitu sebagai berikut.
‘silahkan makan kelor ini’.
menjadi
sehingga
“silak kelor
(2a) Kata kelor merupaka kata yang berhomograf
dengan
wujud
3) Implikasi
homograf sebagai berikut: kelor1
[kElϽr]‘nama
kelor
Bahasa
Sasak di Desa Ketejer Lombok jenis
Tengah Terhadap Pembelajaran
sayuran’ 2
Homograf
Bahasa Sasak di Sekolah [kəlor]
‘makan
(halus)’
Sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah di dalam pendidikan,
Contohnya di dalam kalimat. Inak meletk kandok kelor aran. #inaʔ məletʔ kandoʔ kElor aran# ‘Ibu saya ingin lauk sayur kelor.’
pelajaran muatan lokal merupakan pelajaran
yang
diterapkan
di
sekolah.Salah satu pengembangan pembelajaran muatan lokal yang masih
diberlakukan
di
sekolah-
sekolah yaitu pelajaran muatan lokal Side kelor wajik no bapak? #sidə kəlor wajIʔ no bapaʔ# ‘Bapak yang makan wajik itu?’ Contoh (2a), yaitu kata kelor [kElor] yang bermakna ‘nama jenis
bahasa
daerah.Pelajaran
muatan
lokal bahasa daerah masih banyak diberikan khususnya pada sekolah tingkat dasar (SD). (1)
Pembelajaran
muatan
lokal
sayuran’ dan kata kelor [kəlor] yang
bahasa daerah diberikan untuk
bermakna ‘makan’ (bahasa halus)
memperkenalkan
serta
berkolokasi
melestarikan
salah
karena
kedua
kata
budaya,
tersebut memiliki hubungan cirri
satunya bahasa daerah.Sejalan
yang relatif tetap. Maksudnya, yaitu
dengan hal tersebut penelitian
dapat dilihat dari contoh berikut
ini
dapat
diimplikasikan
15
(2)
dengan pembelajaran muatan
semua
lokal
yaitu
mengetahui bahwa di dalam
bahasa Sasak.Dengan adanya
dua buah kata yang bentuknya
implikasi penelitian ini dengan
sama namun berbeda pelafalan
pembelajaran
memiliki perbedaan makna.
bahasa
daerah,
muatan
lokal
peserta
didik
bahasa daerah maka penelitian
(3) Media pembelajaran dengan cara
tentang homograf bahasa Sasak
menjadiakan data yang terdapat
ini
dalam penelitian ini sebagai
dapat
dijadikan
guru
sebagai.
contoh
Materi ajar tentang kosa kata
tentang pengayaan pemaknaan
yang
kosa
kaitannya
tentang
materi
kata
pembelajaran
serta
perbedaan
pengayaan pemaknaan kosa
pelafalan pada dua buah kata
kata
daerah
yang bentuknya sama di atas.
(Sasak). Dengan menjadikan
Media pembelajaran ini dapat
penelitian ini sebagai materi
dibuat dengan cara membuat
dalam pengayaan pemaknaan
kartu-kartu dengan menulis kata-
kosa
kata yang termasuk dalam kata
dalam
kata
bahasa
guru
dapat
menjelaskan kepada peserta
berhomograf.
didik bahwa terdapat dua buah
kartu-kartu homograf ini yaitu
kata yang secara bentuk sama
dengan menuliskan satu kata
namun makna katanya berbeda.
yang termasuk dalam kategori
Selain
perbedaan
homograf beserta artinya pada
makna pada dua kata yang
satu kartu, sedangkan pasangan
bentuknya sama, guru juga
kata
dapat
ditulis
adanya
tentang
menjelaskan perbedaan
tentang pelafalan
pada dua buah kata yang
Cara
homograf pada
dan
kertas
membuat
artinya terpisah,
begitu seterusnya. (4)
Dengan
adanya
implikasi
ini
terhadap
memiliki bentuk sama tersebut.
penelitian
Mengajarkan tentang terdapat
pembelajaran muatan lokal di
perbedaan pelafalan pada dua
sekolah, yaitu materi ajar dan
buah kata yang sama ini dapat
media pembelajaran, guru pun
dilakukan guru karena tidak
dapat
menyusun
metode
16
pembelajaran
yang
sesuai
peserta didik yang menggunakan
dengan materi ajar dan media
dialek
pembelajaran di atas salah satu
Meno-mene,
metode yang dapat digunakan
merancang strategi pembelajaran
guru dalam mengajarkan materi
agar siswa yang menggunakan
ajar
dialek
ini
yaitu
membuat
permainan
pada
saat
pembelajaran,
permainan
berbeda
dialek
guru
dapat
berbeda
memahami
ini
dari
tersebut
materi
yang
diajarkan sesuai dengan contoh
berupa membagikan kartu-kartu
data yang digunakan.
yang sudah dibuat sebagai media pembelajran
tersebut
kepada
siswa kemudian siswa diminta
Berdasarkan penelitian yang
untuk mencari temannya yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa,
mendapat kartu yang tulisannya
wujud homograf bahasa Sasak dialek
sama
dalam
Meno-Mene di desa Ketejer (BSDK)
waktu yang telah ditentukan
Lombok Tengah, yaitu kata dasar
guru.
dan kata ulang, homograf bahasa
dengan dirinya
Setelah
pasangannya, untuk
menemukan
siswa
membaca
berhomograf
diminta kata-kata
tersebut
sambil
Sasak dialek Meno-mene di desa Ketejer (BSDK)
Lombok Tengah
memiliki relasi semantik homonimi,
diperbaiki guru apabila siswa
relasi
salah
koloksi, dan Implikasi homograf
melafalkan
kata
yang
termasuk homograf tersebut. (5)
E. PENUTUP
Penelitian
ini
dikaitkan
dengan
pembelajaran karena
juga
bahasa
penelitian
meneliti
dialek
ini
dapat
data-data
ditemukan
adalah
polisemi,
dan
bahasa Sasak dialek Meno-mene di desa
Ketejer
strategi
Tengah
Sasak
muatan
hanya
sekolah,
Meno-mene
sehingga
semantik
(BSDK)
terhadap lokal
pembelajaran
pembelajaran
bahasa
yaitu
Lombok
Sasak
sebagai
kosa
kata
di
materi tentang
yang
pengayaan makna kata, perbedan
data-data
pelafalan dalam dua bentuk tulisan
dalam dialek Meno-mene saja.
yang sama, dan perbendaharaan kata.
Apabila di dalam kelas terdapat
Dapat
dijadikan
sebagai
media
17
pembelajaran,
yaitu
data-data
Selain itu, penelitian tentang
homograf ini dapat dijadikan contoh
bahasa daerah sangat menarik dikaji.
dalam
dengan
Hal ini disebabkan oleh banyaknya
membuat kartu-kartu data. Membuat
fenomena kebahasaan yang perlu
medote pembelajaran salah satunya,
diteliti lebih lanjut dan masih banyak
yaitu membuat permainan dengan
masalah yang belum disentuh oleh
membagikan
peneliti lainnya. Oleh karena itu,
pembelajaran
kartu-kartu
data
tersebut kepada siswa kemudian guru
penelitian
menjelaskan kata-kata yang terdapat
kebahasaan perlu dilakukan pada
dalam
kesempatan
berikutnya,
bahan atau
materi pembelajaran
kartu-kartu
mengharuskan
data,
guru
serta
membuat
strategi pembelajaran jika terdapat siswa
yang
tidak
tentang
fenomena
sebagai
muatan lokal bahasa Sasak.
menggunakan
dialek Meno-mene di dalam kelas karena penelitian ini hanya meneliti homograf dialek Meno-mene agar siswa
tersebut
mengerti
tentang
materi yang diajarkan. Penelitian ini baru mengkaji homograf bahasa Sasak dialek Menomene
di desa
Ketejer
Lombok
Tengah. Adapun homograf bahasa daerah lainnya yang menarik masih banyak belum diteliti. Diharapkan peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji masalah homograf bisa mengkaji lebih dalam dan luas lagi. Sehingga
penelitian
ini
dan
penelitian tedahulu, dapat mengalami pembaharuan
dan
mendekati
kesempurnaan.
18
DAFTAR PUSTAKA BUKU Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Amelia, Suci. 2007. Relasi Semantik Homonimi dalam Bahasa Sasak (Skripsi).Mataram: Universitas Mataram. Aminudin, 2001.Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Bahagia. Bahri, Syaiful, dkk. 2012. Bahasa Sasak Sebuah Tinjauan Dan Deskripsi Untuk Memahami Peta Dan Sebaran Penutur Bahasa Sasak Biase Dan Halus. Lombok: KSU “Primaguna”. Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta. . 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah. . 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia. Mahsun.2014. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, Dan Tekniknya Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Muslich, Mansur. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia: Jakarta. Bumi Aksara. Nuri, Nazir Yuniar. 1995. Kalimat Pasif Bahasa Sasak Umum (Skripsi). Denpasar: Universitas Warmadewa. Poerwadharminta, P. J. S. 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pusaka. Thoir, Nazir,dkk. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia Fonologi Sebuah Kajian Deskriptif.:CV Kayumas. . 1987. Analisis Kesalahan Berbahasa Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Denpasar: Universitas Udayana. Wijaya dan Muhammad Rohmadi.2011. Semantik Teori Dan Analisis. Surakarta: Yumapustaka.
19