VARIASI BAHASA SASAK DALAM KOMUNITAS NELAYAN DI DESA PONDOK PRASI KELURAHAN BINTARO KECAMATAN AMPENAN
JURNAL Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dan Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
OLEH SUKMA WULANDARI E1C111121
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2016
1
Bahasa Sasak Dalam Komunitas Nelayan Di Desa Pondok Prasi Variasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan
di laut dan kegiatan nelayan di darat, sedangkan frase terdiri dari frase endosentrik dan frase endosentrik dibagi menjadi frase endosentrik koordinatif dan frase atributif. Variasi bahasa Sasak komunitas nelayan terdiri dari tiga fungsi yaitu fungsi instrumental, fungsi pemecahan masalah atau heuristik, dan fungsi interaksi.
ABSTRAK Variasi bahasa mulai banyak berkembang di berbagai komunitas. Misalnya, komunitas anak muda yang memiliki variasi bahasa yang mereka gunakan hanya pada komunitasnya saja, penelitian ini akan mengkaji tentang bentuk dan fungsi variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan. Adapun permasalahan penelitian ini, yaitu (1) bagaimanakah bentuk variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan dan (2) bagaimanakah fungsi variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak, metode wawancara, dan metode observasi. Metode simak (pengamatan/observasi), dengan teknik sadap dan teknik simak libat cakap sebagai teknik lanjutannya. Data dianalisis menggunakan metode padan intralingual dan metode padan ekstralingual. Sementara itu, penelitian variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi menghasilkan kesimpulan pokok. Berdasarkan bentuk variasi bahasa Sasak komunitas nelayan itu direalisasikan dalam bentuk leksikon/kata, frase, dan klausa serta terdapat ungkapan-ungkapan bentuk tabu/pantangan dalam kehidupan nelayan. kata dasar yang ditemukan dalam variasi bahasa Sasak nelayan berdasarkan pada hal alat kelautan nelayan, nama ikan dan hasil tangkapan lainnya, kegiatan nelayan
Kata kunci : Variasi bahasa, bahasa Sasak nelayan.
2
and the catch of fishing activities in the sea and on the ground. While the phrase consists of endocentric phraseswhich are divided into endocentric coordinativephrases and attributivephrases. Sasak language variation in fisherman community consists of three functions. They are instrumental function, problem solving function or heuristic and interaction function.
THE VARIATION OF SASAK LANGUAGE IN FISHERMEN COMMUNITY IN PONDOK PRASI VILLAGE BINTARO DISTRICT AMPENAN ABSTRACT Language variation starts to develop widely in various communities. One of the examples is a community of young peoplewho uses theirlanguage variation only in their community. This study will examine the form and function of Sasaklanguage variation in fishermancommunity in PondokPrasi villageBintaro district Ampenan. The problems of this study are (1) how the form of Sasak language variation in fisherman community in PondokPrasi villageBintaro district Ampenan and (2) how the functions of Sasaklanguage variation fishermanin PondokPrasi villageBintaro district Ampenan.The methods of data collection are by listening, interviewing, and observing. The observation is used by tapping technique and by listening technique while the researcher also involved in the conversation. The data were analyzed using an unified intralingual methodand unified extralingualmethod. Meanwhile, the study of Sasaklanguage variation in fisherman community in PondokPrasi villageBintaro district Ampenan producedmain conclusion. The variation of Sasak language in fishermen community was realized in the form of lexicon/words; basic words, derivation, reduplication, phrase and clauses.Basic words which werefound in theSasak language variation in fishermen community werebased on the terms of the tools of marine fishing, the name of the fish
Keywords: language variation, Sasak language in fishermen community.
3
adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan ciri dan fungsi itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Dalam hal variasi bahasa atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragamaan fungsi bahasa itu. Jadi, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa tersebut dalam kehidupan masyarakat penuturnya. Ada berbagai variasi yang disebabkan oleh dua hal tersebut, dua diantaranya adalah variasi dari segi pemakai bahasa dan variasi dari segi pemakaian bahasa. Kecamatan Ampenan terdiri atas beberapa desa salah satunya adalah desa Pondok Prasi. Desa Pondok Prasi Ampenan adalah salah satu daerah pesisir yang berada di pulau Lombok dengan potensi ikan yang cukup banyak, setidaknya hasil garapan nelayan mampu menutupi kebutuhan ikan di pasar terdekat dan bahkan banyak pula dibawa keluar daerah. Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro kecamatan Ampenan kodya Mataram ini terletak di sebelah barat Pasar Kebon Roek, tepatnya di pesisir pantai Ampenan, sebelah utaranya terdapat Desa Bintaro Jaya kelurahan Bintaro, Ampenan dan di sebelah selatannya terdapat Desa Bugis yang juga termasuk kelurahan Bintaro, Ampenan. Desa Pondok Prasi ini dahulunya dihuni oleh para nelayan yang berasal dari Bugis Makasar. Suku Bugis yang berasal dari Makasar ini singgah dan sampai bermalam di daratan pantai Ampenan Pondok Prasi. Bertujuan untuk mencari keberuntungan orang Bugis ini menetap dan mencari ikan di
A. PENDAHULUAN Bahasa sebagai alat komunikasi, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Sebagai bangsa yang bhineka tunggal ika, bahasa Indonesia tidak saja memiliki bahasa resmi kenegaraan. Akan tetapi, bangsa Indonesia memiliki bermacam-macam bahasa daerah salah satunya bahasa Sasak (BS). Bahasa Sasak sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia merupakan bahasa daerah yang pada umumnya dipakai oleh masyarakat Sasak yang ada di pulau Lombok sebagai sarana komunikasi. Secara umum BS digunakan oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungan Pondok Prasi, namun hal itu tidak terlepas dari keragaman atau kevariasian bahasa sebagai akibat keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa tersebut dalam kehidupan masyarakat penutur. Adanya perbedaan penggunaan BS di dalam suatu masyarakat Sasak disebabkan karena adanya variasi bahasa yang digunakan oleh penuturnya. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Abdul Chaer dan L. Agustina (2010: 61) menjelaskan bahwa variasi bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolingustik. Kridalaksana (dalam Chaer 1974: 61) mengatakan bahwa sosiolingustik
4
pantai Ampenan hingga membuat pemukiman. Hasil tangkapan ikan yang paling banyak terutama untuk ikan kecil-kecilnya dan pada akhirnya orang-orang dahulu mengolahnya menjadi terasi. Inilah asal mula nama Pondok Prasi ini. (Https:/folksofdayak.wordpress.com/ 2015/06/14/sejarah-kota-ampenanmataram/) Berdasarkan hal di atas, masyarakat Sasak di Desa Pondok Prasi memiliki bentuk variasi bahasa khususnya variasi bahasa Sasak pada komunitas nelayan BSKN. Peneliti mengangkat permasalahan ini, karena terdengar cukup unik terlihat pada kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi antarsesama nelayan di Desa Pondok Prasi. Sebagai contoh variasi BSKN adalah ngujur ‘meminta ikan’, seperti dalam konteks kalimat leq sai taoq mek ngujur tiye ‘siapa tempatmu minta ikan itu’. Kata ngujur digunakan oleh penutur BSKN untuk meminta ikan kepada para nelayan yang telah melaut. Penutur BSKN tidak menggunakan kata endeng ‘minta´ untuk meminta hasil tangkapan ikan seperti pada bahasa sasak umumnya. Kata ngujur biasanya digunakan oleh penutur BSKN dalam kondisi apabila penutur telah membantu para nelayan untuk menaikkan perahu ke daratan. Orangorang yang sengaja datang untuk membantu para nelayan yang telah melaut inilah sebenarnya penutur yang menggunakan kata ngujur untuk meminta ikan. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan di lingkungan Pondok Prasi Ampenan khususnya variasi bahasa Sasak komunitas nelayan. Fenomena inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini yang ditransformasikan ke dalam judul
Variasi Bahasa Sasak dalam Komunitas Nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan. Abdul Chaer dan L. Agustina (2010: 61) menjelaskan bahwa variasi bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolingustik. Kridalaksana (dalam Chaer 1974: 61) mengatakan bahwa sosiolingustik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan ciri dan fungsi itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Dalam hal variasi bahasa atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragamaan fungsi bahasa itu. Jadi, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa tersebut dalam kehidupan masyarakat penuturnya. Ada berbagai variasi yang disebabkan oleh dua hal tersebut, dua diantaranya adalah variasi dari segi pemakai bahasa dan variasi dari segi pemakaian bahasa. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Deskriptif artinya penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena kebahasaan yang terjadi pada penuturnya. Dengan kata lain, penelitian yang dilakukan dengan hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturpenuturnya, sehingga yang dihasilkan
5
atau dicatat berupa varian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret paparan seperti apaa adanya (Sudaryanto dalam Mahsun, 2012: 22). Penelitian yang kualitatif adalah kegiatan yang berlangsung secara simultan dengan kegiatan analisis data (Mahsun, 2012: 256). Sementara itu, analisis kualitatif terfokus pada penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, penempatan data pada konteksnya masing-masing dan sering kali terlukis dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan kata-kata bukan angka atau perhitungan yang akan dicari hasilnya melainkan kata-kata yang digunakan dalam komunitas nelayan. 1. Populasi Mahsun, 2012 : 28) mendefinisikan populasi sebagai kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi. Di dalam hubungannya dengan penelitian bahasa, pengertian populasi terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur danatuan wilayah teritorial. Dalam hubungannya dengan masalah penutur, populasi dimaknai sebagai keseluruhan individu yang menjadi anggota masyarakat tutur bahasa yang akan diteliti dan menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang selukbeluk bahasa tersebut. Jadi, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di Desa Pondok Prasi Ampenan. 2. Sampel Mengingat banyaknya jumlah penutur yang ada di Desa Pondok Prasi Ampenan dan luasnya wilayah pakai suatu bahasa yang akan diteliti, maka digunakan beberapa informan sebagai sampel. Dalam rangka penentuan sampel penelitian ini
memilih satu teknik sampling, yaitu Random Sampling (Probality Sampling) dalam Musawaroh (2012: 64). Adapun kriteria sampel atau pemilihan seseorang yang menjadi informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut. Berjenis kelamin pria atau wanita. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun). Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP). Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya. Pekerjaannya nelayan. Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya. Dapat berbahasa Indonesia. Sehat jasmani dan rohani (tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam, tidak gila, atau pikun) (Mahsun, 2012: 141-142). C. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bentuk Variasi Bahasa Sasak pada Masyarakat Nelayan Bentuk variasi bahasa Sasak pada masyarakat nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan yang ditemukan dalam penelitian ini berupa bentuk leksikon/kosakata, frasa, dan klausa. 4.1.1 Variasi Leksikon Bahasa Sasak Nelayan Pondok Prasi Berbentuk Kata Dasar, Turunan dan Reduplikasi Adapun bentuk variasi leksikon bahasa Sasak nelayan Pondok Prasi berbentuk kata dasar,
6
pencaran [pncaran] ‘ikan pencaran’ Penoq gati sisik ne empaq pencaran ne. [Pno? gati sisik n empa? pncaran n] ‘Banyak sekali sisiknya ikan pencaran ini’. c) Kegiatan Nelayan di Laut Leksikon kegiatan di laut merupakan semua jenis kegiatan yang dilakukan oleh para nelayan yang ada di Desa Pondok Prasi saat melaut terdiri atas bentuk kata dasar dan berkategori verba karena menunjukan suatu perbuatan atau kegiatan. Berikut dapat kita lihat beberapa bentuk variasi bahasanya yang ditemukan dalam penelitian dilihat dari bentuk katanya. mempen [mmpn] ‘merapikan jaring’ Sai kance meq jaq mempen tiye? [Sai kance me? ja? mmpn tiy]? ‘Siapa teman kamu merapikan jaring?’ peripeh [priph] ‘merapikan jaring’ Gedaq mek tesuruq peripeh jaring ante ne. [gda? mek ante tesuru? priphjari ante ne] ‘Malas sekali kamu ini di suruh perbaiki jala’ d) Kegiatan Nelayan di Darat
turunan dan reduplikasi atau pengulangan seperti yang dipaparkan di bawah ini. 4.1.1.1 Kata Dasar Bentuk dasar merupakan kata yang belum mengalami proses morfologis berupa afiksasi, sehingga yang disebutkan hanya bentuk dasar saja, berikut dipaparkan bentuk kata dasar di bawah ini. a) Berdasarkan Alat Kelautan Nelayan Bentuk variasi bahasa Sasak pada masyarakat nelayan yang ditemukan dalam hal alat kelautan yang digunakan nelayan pada saat melaut berupa bentuk dasar yang umumnya berkategori nomina. Berikut ini dipaparkan beberapa kata dasar yang ditemukan dalam penelitian pada nama alat-alat kelautan yang digunakan nelayan pada saat melaut berikut diuraikan dalam bentuk kata. tatakan [tatakan] ‘tempat mesin’ Toloq tatakan ni leq mudi, aruan jaq telampaq wah ne! [Tolo tatakan ni le mudi, aruan ja? telampa? wah ne]! ‘Taruh tempat mesin itu di belakang, cepat kita mau jalan ini’ b) Jenis Ikan dan Hasil Tangkapan Lainnya Leksikon nama ikan dan hasil tangkapan lain yang didapatkan nelayan adalah umumnya semua jenis hasil tangkapan yang sering didapatkan oleh nelayan yang ada di Desa Pondok Prasi. Adapun bentuk dasar yang ditemukan dalam penelitian ini pada variasi bahasa Sasak nelayan untuk nama-nama ikan dan hasil tangkapan lainnya yaitu dipaparkan beberapa bentuk kata dasar yang ditemukan dalam penelitian.
Bentuk dasar leksikon kegiatan di darat merupakan semua jenis kegiatan yang dilakukan oleh para nelayan yang ada di Desa Pondok Prasi saat di darat baik oleh nelayan dan para istri nelayan maupun para pembeli ikan. Sama halnya dengan leksikon kegiatan di laut, leksikon ini juga umumnya berkategori verba karena menunjukan suatu kegiatan. Berikut dapat kita lihat bentuk-bentuk variasi bahasa 7
kegiatan di darat dalam hubungannya dengan kehidupan nelayan. ngujur [ujur] ‘minta ikan’ Sai-sai doang taoq meq ngujur kepenok mauq mek empaq? [Sai-sai doa tao? me? ujur kepnok mau? mek empa?]? ’Siap saja tempat mu minta ikan itu kebanyak dapatnya?’ ngobes [obes] ‘minta ikan’ Ngobes maeh sebuntut Long. [obes mah satu ikat Long]. ‘minta ikan mu satu ikat Long’
disaring.Lebih jelasnya dalam kalimat akan dipaparkan sorok dan tesorok sebagai berikut : Singaq maeh sorok mek ye sede anuq ku. [Sia? maeh sorok mek ye sede anu? ku]. ‘Pinjam jalak mu dia rusak punyak saya’ Tesorok wah ye carene adeq ne becat bau empaq ne. [Tsorok wah y carn ad?n bcat bau mpa? ne] ’Disaring saja caranya agar cepat tertangkap ikannya’. 4.1.1.3 Reduplikasi Reduplikasi ialah hasil dari proses pengulangan atau reduplikasi satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya(Ramlan, 2001: 63). Misalnya kata sawi yang berarti satu bunga, mengalami proses penggulangan seluruhnya menjadi sawi-sawi dan maknanya menjadi banyak bunga. Berikut ini dipaparkan leksikon redulikasi. sawi-sawi[sawi-sawi] ‘anak buah’ Embe ye sawi-sawi no jaq telampaq ne. [Emb ysawi-sawi no ja? tlampa? n] ‘Mana dia anak buah itu ayok kita mau jalan ini. Kata sawi-sawi Merupakan kata yang mengalami proses pengulangan atau reduplikasi seluruhnya. Kata sawi yang berarti satu bunga, mengalami proses pengulangan seluruhnya menjadi sawi-sawi dan maknanya menjadi banyak. Sawi yang artinya anak buah. Lebih jelasnya dalam kalimatyang akan dipaparkan di bawah ini: Embe ye sawi-sawi no jaq telampaq ne.
4.1.1.2 Kata Turunan Leksikon bentuk turunan ini yang telah mengalami proses morfologis berupa afiksasi. Dalam variasi bahasa Sasak komunitas nelayan, lebih dominan menggunakan prefiks b dalam berkomunikasi. Bentuk imbuhan terdiri antara lain: awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), konfiks (imbuhan yang berupa awalan dan akhiran yang digunakan sekaligus). Berikut ini dipaparkan leksikon bentuk turunan sebagai berikut. sorok[sorok] ‘saringan’ Singaq maeh sorok mek ye sede anuq ku. [Sia? maeh sorok mek y sdanu? ku]. ‘Pinjam jalak mu dia rusak punyak saya’ tesorok(tsorok) ‘disaring’ Tesorok wah ye carene keh adeq ne becat bau empaq ni. [Tsorok wah y carn keh ad?n bcat bau mpa? ni] ’Bagaimana kalau kita saring sajaagar cepat tertangkap ikannya’. Kata tesorok Merupakan kata yang sudah mengalami proses afiksasi berupa prefiks (te-), bentuk kata dasar tesorok adalah sorok artinya saringan, sedangkan tesorok adalah 8
’Potong-potong kayu itu kita mau cepet masak ikan ini’ 4.2 Fungsi Variasi Bahasa Sasak dalam Komunitas Nelayan Desa Pondok Prasi Bahasa mempunyai bentuk dan fungsi, terutama di variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi, di atas telah kami paparkan bentuk variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan. Selanjutnya penulis akan memaparkan fungsi variasi bahasa Sasak nelayan yang ada di Desa Pondok Prasi. Dalam komunitas nelayan terdapat fungsi variasi bahasa Sasak yaitu sebagai fungsi instrumental, fungsi pemecah masalah atau heuristik, dan fungsi interaksi. Berikut akan dijelaskan ketiga fungsi tersebut. D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan, dapat disimpulkan bahwa bentuk variasi bahasa Sasak dalam komunitas nelayan Desa Pondok Prasi terbagi atas leksikon atau kosakata, kata dasar, kata turunan dan reduplikasi serta terdapat bentuk frase dan klausa.Variasi leksikondasar diurutkan berdasarkan nama-nama alat kelautan yang digunakan para nelayan, nama-nama ikan dan hasil tangkapan laut lainnya, nama kegiatan di laut, nama kegiatan di darat baik oleh nelayan maupun oleh istri para nelayan ataupun pembeli ikan. Adapun fungsi variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan yaitu terdapat
[Emb ysawi-sawi no ja? telampa? n] ‘Mana dia anak buah itu ayok kita mau jalan ini. 4.1.2 Variasi Leksikon Bahasa Sasak Nelayan Pondok Prasi Berbentuk Frasa Adapun variasi leksikon bahasa Sasak nelayan di Desa Pondok Prasi yang berbentuk frasa yaitu terdapat frasa endosentrik. Berikut paparannya dapat dilihat di bawah ini. 4.1.2.1 Frasa Endosentrik Data yang dipaparkan di bawah ini adalah bentuk frasa endosentrik dalam bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi, karena frasa endosentrik merupakan frase berdistribusi pararel dengan pusatnya berikut dipaparkan beberapa frasa endosentrik yang ditemukan dalam penelitian. empaq tunuk[mpa? tunuk] ‘ikan bakar’ Te tunuk empak tongkol teh leq bangket. [T tunuk mpak tokol th l? bakt] ‘Kita bakar ikan tongkol ayok di sawah’. 4.1.3 Variasi Leksikon Bahasa Sasak Nelayan Pondok Prasi Berbentuk Klausa Klausa merupakan satuan gramatikal yang berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat tanpa adanya intonasi final. Bentuk variasi nelayan dalam hal klausa dapat ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. tetek sapah[ttk sapah] ‘memotong kayu’ Tetek sapah tiye jaq tearu mindang empaq ne! [Ttk sapah tiy ja? t aru mindampa? n] 9
fungsi intrumental, fungsi pemecah masalah atau heuristik dan fungsi interaksi. 2. Saran Dari paparan kesimpulan di atas, dapat disarankan sebagai berikut: 1. Penelitian variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di desa Pondok Prasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan dapat digunakan sebagai tambahan refrensi bagi peneliti selanjutnya khususnya yang meneliti variasi bahasa Sasak pada komunitas nelayan; 2. Agar dapat mempelajari dan mengetahui variasi bahasa Sasak komunitas nelayan di Desa Pondok Prasi, lebih banyak menambah wawasan tentang variasi bahasa sehingga penutur asli bisa bekomunikasi dan memperkenalkan walaupun bukan dengan penutur asli dengan baik sehingga tidak dikatakan bahasa nelayan atau bahasa pantai sangat kasar. Karena variasi bahasa Sasak komunitas nelayan ini setiap desa di Lombok berbeda-beda; 3. Untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti variasi bahasa Sasak disarankan agar mengkaji lebih dalam tentang variasi bahasa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta :Rineka. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.Jakarta :Rineka Cipta. (Https:/folksofdayak.wordpress.com 2015/06/14/sejarah-kotaampenan-mataram/) Jum’at, 2 Oktober 2015. Kridalaksana, Harimurti. 1974.Fungsi dan Sikap Bahasa.Ende: Nusa Indah Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa (Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya). Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada. Musawaroh. 2012. Panduan Memahami Metodologi Penelitian. Malang: Intimedia. Ramlan,M.2001.Morfologi.Yogyakart a.CV. Karyono.
10