Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Vol.18 No. 2
KARAKTERISTIK DAN PERUBAHAN POLA PERMUKIMAN NELAYAN LINGKUNGAN KARANG PANAS, KELURAHAN AMPENAN SELATAN KOTA MATARAM CHARACTERISTICS AND CHANGES IN PATTERNS OF SETTLEMENT FISHERMEN KARANG PANAS ENVIRONMENT, SOUTH AMPENAN MATARAM CITY 1
2
Liza Hani Saroya Wardi , Ima Rahmawati Sushanti , Baiq Harly Widayanti
3
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram Jln. KH. Ahmad Dahlan No.1 Pagesangan Mataram/ Telp/Fax (0370) 640728 E-mail :
[email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat karakteristik pola permukiman nelayan yang terbentuk di lingkungan Karang Panas sebelum maupun sesudah direlokasi, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan apa saja yang terjadi di permukiman nelayan yang baru. Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan rasionalistik. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan dengan secara langsung mengumpulkan data di lapangan serta wawancara berguna untuk mendapatkan informasi tambahan yang dapat melengkapi dan mendukung data-data yang didapat dari observasi lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah karakteristik pola permukiman nelayan yang ada di lingkungan Karang Panas sebelum direlokasi berbentuk linier, face to face mengikuti garis pantai Ampenan. Adapula yang berbentuk pola menyebar dengan tetap membentuk pola linier berorientasikan ke arah pantai. Pada permukiman baru berpolakan sejajar dua sisi secara gradial. Pola ini sengaja dikonsep oleh Pemerintah Kota Mataram untuk mengefesiensi lahan hunian nelayan Lingkungan Karang Panas yang baru dan memudahkan aksesibilitas antar hunian satu sama lain. Kekurangan dari pola ini adalah tidak adanya ruang bersama yang hadir secara alami seperti ruang bersama perbaikan jaring-jaring ikan dan ruang penjemuran sebagai sarana sosialisasi di pagi hari dan sore.Kebersamaan yang merupakan ciri khas dari pola permukiman sebelumnya tidak nampak pada permukiman baru. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi dari perubahan karakteristik pola permukiman nelayan lingkungan Karang Panas yaitu : 1) faktor dari dalam (endogeen), yang disebabkan oleh keinginan masyarakat ingin merelokasi dirinya agar terhindar dari bahaya abrasi air laut dan gerakan sosial dari dalam pribadi masyarakat untuk mengadakan perubahan berdasarkan pilihan hidup menyesuaikan perkembangan zaman, 2) faktor dari luar (exogeen), yaitu kebijakan dari Pemerintah Kota Mataram tentang perelokasian permukiman serta dorongan dari perkembangan lingkungan yang mendukung terjadinya aktivitas ekonomi tuntutan zaman. Kata Kunci: Karakteristik, perubahan, pola permukiman nelayan ABSTRACT The purpose of this study is to look at the characteristics of the fishing settlement patterns formed in the Karang Panas before and after relocation, and identify the factors that influence what changes occur in the new fishing settlement. This study uses a qualitative method with rationalistic approach. The data collection was done by field observations by directly collecting data in the field and interviews are useful to obtain additional information that can complement and support the data obtained from field observations. The results of
28
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Vol.18 No. 2
this study are the characteristics of the fishing settlement patterns in the environment before it relocated Karang Panas linear shape, face to face follow Ampenan shoreline. Those that shaped spread pattern while forming a linear pattern oriented toward the coast . In the new settlement the two sides are patterned parallel gradial. This pattern was deliberately drafted by the City of Mataram for residential land mengefesiensi reef fishing hot new environment and facilitate accessibility between residential one another. Disadvantages of this pattern is the absence of a common room which comes as naturally as shared space repair fishing nets and drying chamber as a means of socialization in the morning and afternoon. Togetherness which is the hallmark of the previous settlement patterns do not appear in the new settlements. While the factors that affect settlement patterns of changes in the characteristics of the fishing environment Karang Panas namely : 1) internal factors (endogeen), which is caused by the desire of the people want to relocate themselves in order to avoid the danger of seawater abrasion and personal social movement of the public to hold changes based on life choices adjust the times, 2) external factors (exogeen), which is the policy of the City of Mataram on relocation settlements and encouragement of the development environment that supports the demands of the times of economic activity . Keywords : Characteristics, changes, fishing settlement pattern PENDAHULUAN Menurut Norberg-Schulz (1984), permukiman nelayan adalah sarana tempat tinggal bagi nelayan untuk menjalani masa hidupnya yang berfungsi sebagai kebutuhan dasar. biasanya lokasi rumah nelayan dekat sekali dengan mata pencaharian pokoknya tempat berusaha yaitu sungai atau pantai. Sedangkan bentuk dan suasana ancaman tidak terlalu dipikirkan.Sedangkan menurut Mulyati (1995) tentang permukiman, bahwa permukiman merupakan sekelompok rumah yang terorganisasi dalam suatu sistem sosial budaya dan religus yang tercermin pada fisik lingkungannya. Organisasi ruang yang terbentuk akan memperhatikan hirarki ruang dari faktor territorial yang diinginkan. Menurut Dwi Ari & Antariksa (2005) juga mempertegas jika permukiman salah satu kebutuhan dasar manusia karena dalam menjalankan segala bentuk aktivitasnya, manusia membutuhkan tempat bernaung dan melindungi dirinya dari berbagai macam bahaya seperti hujan dan bahaya lainnya yang dapat muncul sewaktu-waktu. Pada umumnya pola permukiman akan mengikuti system sosial budaya yang dilandasi oleh pola aktivitas manusia. Pola permukiman kampung nelayan biasanya akan mengikuti garis pantai (linear) dengan kondisi cenderung bersifat homogen, tertutup dan mengembangkan tradisi tertentu sehingga memiliki ciri khas permukiman Pola permukiman berdasarkan sifat komunitasnya menurut Kostof (1983), yaitu :
a) Sub Kelompok Komunitas Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit atau kelompok unit hunian, memusat pada ruang-ruang penting, seperti penjemuran, ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya.
Gambar 1. Tipe cluster b) Face to face Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.
Gambar 2. Tipe face to face (linier)
29
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Pola spasial permukiman menurut Wiriaatmadja (1981), antara lain: a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini disebabkan karena belum ada jalan besar, sedangkan orang-orangnya mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa tertentu harus diusahakan secara terus-menerus; b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangan tanah garapan berada di belakangnya; c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar kampung; d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan berada di belakangnya. Ciri dari permukiman nelayan terlihat pada pola perletakan tiap massa bangunan yang berhubungan langsung dengan tempat produksinya, yaitu perairan atau laut dan kebutuhan aktivitasnya. Kawasan permukiman nelayan identik dengan kehidupannya, yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sumber daya alam perairan, yaitu biasa disebut dengan permukiman lingkungan perairan.Permukiman di lingkungan perairan terdiri dari pusat permukiman serta sarana dan prasarana (Lenski, 1978). Dilihat dari letaknya permukiman di lingkungan perairan dapat dibedakan menjadi lingkungan perairan laut atau permukiman yang berada di daerah pantai dan lingkungan perairan darat atau permukiman yang berada di sekitar sungai, danau dan waduk serta rawa. Kondisi permukiman nelayan di sekitar lingkungan Karang Panas Kelurahan Ampenan Selatan saat ini sangat kumuh.tidak teratur serta terkesan tidak sehat. Pola hidup yang tidak sehat, serta kesadaran akan penting bersihnya lingkungan hidup sangat minim bagi masyarakat lingkungan Karang Panas Kelurahan Ampenan Selatan. Disamping itu
Vol.18 No. 2
juga kemiskinan para nelayan merupakan faktor utama yang mendasari mengapa perukiman nelayan di lingkungan Karang Panas Kelurahan Ampenan Selatan terlihat kumuh dan tidak sehat. Kekumuhan membuktikan kurang mampunya masyarakat untuk menswadayakan lingkungan permukiman tempat tinggal mereka sendiri untuk menjadi lebih bersih.Kemiskinan dan nelayan seolah-olah dua sisi dari satu keeping mata uang. Fenomena ini belum hilang sampai sekarang. Berbagai studi menunjukkan, kehidupan keluarga nelayan tidak pernah lepas dari masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi. Studi-studi yang membahas tentang kekumuhan dan kemiskinan masyarakat nelayan menyimpulkan, tekanan yang dialami keluarga para nelayan buruh, nelayan kecil, atau nelayan tradisional relative lebih miskin secara intensif dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain di desa pertanian atau perkampungan-perkampungan kumuh (slum) di daerah perkotaan. Tata letak bangunan rumah tinggal yang tidak teratur berdekatan dengan bibir pantai yang rawan abrasi menyebabkan Pemerintah Kota Mataram berupaya merelokasi semua permukiman kumuh nelayan di pantai Ampenan termasuk di lingkungan Karang Panas Kelurahan Ampenan Selatan. Relokasi permukiman kumuh di Ampenan Selatan salah satunya lingkungan Karang Panas oleh pemerintah kota telah dilakukan hal ini diperkuat adanya berita dari Bappeda Kota (www. Bappeda kota.go.id) tentang akan dibangunnya Ampenan Harbour dan resort Ampenan, Rencana pembangunan ini pula mengharuskan pemerintah kota merelokasi semua permukiman nelayan yang ada di sepanjang pantai Ampenan termasuk di Ampenan Selatan. Selain pembangunan Harbour dan Resort Ampenan tujuan merelokasi untuk melindungi permukiman banjir dari absrasi laut yang kapan saja datang. Relokasi warga rumah nelayan yang telah direlokasi oleh pemerintah kota adalah diprioritaskan bagi nelayan di Ampenan Selatan yaitu kampung Karang Panas, karena jarak rumah warga dengan bibir pantai, hampir tidak ada jarak lagi, bahkan sebagian lebih rumah warga sudah dimasuki pasir akibat abrasi pantai.
30
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Relokasi menyebabkan terjadinya perubahan pola permukiman nelayan dibandingkan permukiman sebelum direlokasi (asli). Perubahan ini tergantung dari bagaimana manusia (nelayan) menanggapi lingkungan tempat tinggalnya yang baru. Hasil observasi sementara perubahan ini terlihat jelas pada pola letak hunian, yang tidak seperti pola tata letak hunian sebelumnya. Perubahan suatu lingkungan permukiman tidak terlepas dari terjadinya perubahan di dalam aspek kehidupan. Sedangkan perubahan kehidupan manusia terkait dengan lingkungan fisik, alam dan sosial itu sendiri.Perubahan sosial terjadi akibat aspek-aspek pengenalan teknologi baru, aspek psikologi, derajat laju pembangunan ekonomi suatu mesyarakat yang dapat dilihat dari semangat kewiraswastaan, dan semangat ini dipengaruhi oleh struktur keluarga dan kebudayaan. Oleh kerena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pola permukiman yang terbentuk sebelum diadakan relokasi dan sesudah direlokasi serta perubahan yang terjadi ditinjau dari aspek manusia dan sosial budayanya sehingga pengambil kebijakan dapat mengambil kebijakan yang tepat bagi permukiman nelayan selanjutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ekonomi, Sosial Budaya dan Sarana Prasarana yang Mempengaruhi Pola Permukiman Lingkungan Karang Panas sebelum Direkolasi Berdasarkan kajian teori sebelumnya bahwa menurut Norberg-Schulz (1984), permukiman nelayan adalah sarana tempat bagi nelayan untuk menjalani masa hidupnya yang berfungsi sebagai kebutuhan dasar. Biasanya lokasi rumah nelayan dekat sekali dengan mata pencaharian pokoknya/tempatnya berusaha yaitu sungai atau pantai. Sedangkan bentuk suasana dan ancamannya tidak terlalu dipikirkan. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung adalah daerah perdesaan, daratan sepanjang tepian pantai, danau waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk fisik danau atau waduk berjarak antara 50 - 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah
Vol.18 No. 2
darat, sedangkan untuk daerah perkotaan jarak dari titik pasang tertinggi ke darat berjarak 5 – 15 meter dengan ketentuan membuat green belt dan jalan lingkungan sebagai pembatas fisik. Sedangkan kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bantuk dan kondisi fisik minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kea rah barat. Permukiman masyarakat nelayan di Lingkungan Karang Panas pada umumnya bermukim di tepian laut dengan kondisi rumah yang bervariasi tergantung dengan kondisi ekonomi masyarakat nelayan setempat yang merupakan refleksi dari kehidupan sosial ekonominya. Selain itu pola persebaran permukiman penduduk dipengaruhi oleh iklim, keadaaan tanah, tata air, tofografi dan ketersediaan sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut. Permukiman nelayan di lingkungan Karang Panas Kelurahan Ampenan Selatan memiliki beberapa kelompok rumah yang masih berorientasi menghadap ke arah laut dan ada beberapa yang sudah tetap beroreintasi ke laut meski bermukim agak jauh dari laut. Khususnya lingkungan Karang Panas memiliki karakteristik wilayah pantai, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Dengan kondisi wilayah yang dekat dengan pantai mempengaruhi arah orientasi tempat tinggal mereka, dimana pola permukiman mereka memanjang mengikuti garis pantai.Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka terutama dalam mencari ikan di laut. Sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan melihat kondisi pola permukiman nelayan di lingkungan Karang Panas dapat dianalisa juga dari kondisi ekonomi masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat dan kondisi sarana prasarana yang tersedia. a. Kondisi Ekonomi Masyarakat Kondisi atau karakteristik ekonomi masyarakat nelayan di lingkungan Karang Panas Kelurahan Ampenan Selatan secara umum bermata pencaharian sebagai nelayan (menangkap ikan di laut). Kegiatan mencari ikan dijadikan sebagai pekerjaan utama mereka. Dengan bermata pencaharian sebagai nelayan maka secara tidak langsung
31
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
mereka sangat tergantung dari alam (laut). Dalam melaut mereka sangat tergantung pada musim, sehingga pada musim-musim tertentu penghasilan mereka akan tinggi sedangkan pada musim jarang ada ikan penghasilan mereka rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat yang mengetahui sejarah permukiman nelayan, pada tahun 1980-an masyarakat pergi melaut dalam satu tahun itu selama 8 (delapan) bulan sedangkan 4 (empat) bulan sisanya para nelayan tidak melaut karena kondisi cuaca yang tidak kondusif. Mengetahui siklus yang tetap seperti itu maka para nelayan harus pandai dalam mengatur pengeluaran mereka, agar pada bulan-bulan tidak melaut mereka masih dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mata pencaharian penduduk setempat umumnya nelayan musiman, mereka dapat melaut pada musim kemarau sedangkan pada musim penghujan merupakan masa paceklik. Penduduk lain yang bermukim di kawasan ini bermata pencaharian sebagai pedagang, kusir Cidomo dan buruh kasar, mereka umumnya mencari nafkah di kecamatan Ampenan dan kota Mataram.. b. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kondisi atau karakteristik sosial budaya masyarakat nelayan di lingkungan Karang Panas dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat masih banyak masyarakatnya yang tidak tamat sekolah karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh orang tua mereka untuk membiayai sekolah anakanak mereka. Sejak kecil anak-anak mereka terutama yang laki-laki sudah diajarkan untuk ikut melaut sedangkan yang perempuan sudah diajarkan untuk berjualan hasil tangkapan ikan. Berdasarkan hasil wawancara pendidikan bagi mereka tidaklah penting, yang penting adalah bagaimana mereka dapat menghasilkan uang untuk keberlangsungan kehidupan rumah tangga mereka. c. Kondisi Sarana Prasarana Kondisi sarana prasarana yang sudah tersedia di Lingkungan Karang Panas namun masih sangat terbatas.Untuk kebutuhan air bersih mereka harus bersusah payah dan mengeluarkan uang untuk mendapatkannya. Sedangkan untuk kebutuhan mencuci dan mandi mereka masih menggunakan air laut. Untuk fasilitas kesehatan tidak tersedia di
Vol.18 No. 2
wilayah kampung nelayan, namun mereka harus ke Lingkungan sebelah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 1. Parameter dan Karakteristik Permukiman Nelayan No
Parameter
Umum
Lokasi Geografis
Pekerjaan Penduduk
Sarana
Prasarana
Karakteristik Merupakan permukiman yang terdiri dari satusatuan perumahan yang belum memiliki berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penghuninya. Berdekatan atau berbatasan langsung dengan perairan dan memiliki akses yang tinggi terhadap kawasan perairan. Mayoritas dan jumlah penduduk adalah nelayan dan pekerjaan seperti pedagang, penarik cidomo, dll. Belum memiliki berbagai sarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan Kurang memiliki berbagai prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan.
(sumber : hasil survey, 2012) Penduduk nelayan di lingkungan Karang Panas adalah termasuk penduduk golongan ekonomi lemah, dengan latar belakang pendidikan relatif terbatas pengetahuan, apalagi pengetahuan akan lingkungan sehat cenderung masih kurang,
32
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
terjadi kebiasaan tidak sadar lingkungan serta cenderung masih kurang memperhatikan bahaya dan resiko tinggal di pinggir pantai. Sedangkan karakteristik perumahan dan kawasan perumahan permukiman nelayan di lingkungan Karang Panas umumnya kumuh dan belum tertata. Daerah atas air cenderung memiliki pola cluster, yang tidak teratur dan organik. Pada umumnya menggunakan linear sejajar garis badan perairan. Orientasi bangunan dari semula juga menghadap perairan sesuai orientasi kegiatan berbasis perairan.Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan), maka orientasi bangunan cenderung menghadap kearah darat dan lebih mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesbilitas.Arsitektural bangunan dibuat menurut kaidah tradisional maupun modern sesuai dengan latar belakang budaya dan suku etnis masing-masing.Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana, tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh angin, tsunami, gempa, dan lain-lain.
Gambar 3.Sisa rumah yang belum direlokasi, ( sumber : hasil survey,2011) Karakteristik Pola Permukiman Nelayan Lingkungan Karang Panas sebelum Direlokasi Pola Permukiman Nelayan di Lingkungan Karang Panas sebelum Direlokasi adalah 1) cluster, terdiri dari beberapa unit atau kelompok unit hunian, memusat pada ruangruang penting, seperti penjemuran, ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya. 2) linier, antara unit-unit hunian sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.
Vol.18 No. 2
Berdasarkan sifat komunitasnya, maka pola permukiman yang terbentuk adalah pola permukiman face to face.Hal ini dibuktikan di lapangan ditemukan pola permukiman yang berbentuk linier.Antara unit-unit hunian sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas, yaitu ruang penjemuran, ruang bersama memperbaiki jaring-jaring ikan, ruang pelelangan ikan, bahkan mushola dll.
Gambar 4. Pola Permukiman Face to Face (sumber : hasil survei, 2012) Umumnya setelah para nelayan pria pulang melaut, sering ditemukan mereka sedang berkumpul sambil bercengkerama di ruang bersama sambil memperbaiki jaringjaring ikan. Mereka berdiskusi tentang upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mencukupi kehidupan sehari-hari yang semakin sulit. Bagi mereka ruang bersama tidak dalam bentuk ruang permanen, saat dimana dan kapan saja mereka bisa berkumpul bercengkerama, bercerita, bahkan menukar informasi, ruang yang sering digunakan untuk bercengkrama, berkumpul merupakan ruang bersama bagi mereka sendiri.
Gambar 5. Ruang perbaikan jaring-jaring ikan sebagai ruang bersama lakilaki (sumber : hasil survey, 2012)
33
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Jika diperhatikan pola face to face merupakan pola yang sering terlihat pada permukiman nelayan dimana saja. Maksud dari pola face to face tidak lain untuk memudahkan berkomunikasi antar penghuni rumah yang satu dengan penghuni rumah yang lain. Selain itu juga supaya berdekatan dengan pantai, dikarenakan pantai merupakan tempat mata pencaharian mereka sehari-hari. Hal ini juga dipengaruhi dengan kondisi iklim dan topografi alam yang lebih cendrung untuk membentuk pola linier berhadapan dengan pantai Ampenan.
Vol.18 No. 2
mushola, ruang penjemuran mereka usahakan sendiri secara swadaya. Dikarenakan masyarakat nelayan di lingkungan Karang Panas masih tergolong ekonomi menengah ke bawah, menyebabkan permukiman ini pun terlihat kumuh dan belum ditemukan masyarakat nelayan Lingkungan Karang Panas yang mampu mengusahakan lingkungan huniannya menjadi bersih dan sehat.
Gambar 7. Sarana air bersih komunal (sumber : hasil survey, 2011)
Gambar 6. Struktur ruang linier pada pola permukiman nelayan. (sumber : hasil survei, 2012) Pola Memanjang ini bermunculan akibat dari keterbatasan lahan dan kebutuhan akan kedekatan dengan jalan menjadi lokasi pertumbuhan dengan kecenderungan mendekati pada tepian pantai Ampenan. Pada perkembangan selanjutnya permukiman nelayan di Lingkungan Karang Panas semakin tumbuh pada kawasan tepian pantai. Munculnya kekhawatiran terjadi pertumbuhan yang tidak terkendali, sehingga permukiman nelayan ini terancam dari abrasi dan erosi serta pembuangan sampah. Dengan pertimbangan tersebut membuat Pemerintah Kota merelokasi permukiman nelayan Lingkungan Karang Panas. Fasilitas umum berupa mushola, sumur, ruang penjemuran juga terlihat selinier dengan bangunan hunian nelayan. Sumur sebagai sarana pemenuhan air bersih untuk kehidupan sehari-hari biasanya digunakan bersama-sama, jarang sekali ditemukan 1 KK memiliki 1 KM/WC sendiri, biasanya masih bersifat komunal (milik bersamasama). Pengadaan sarana air bersih,
Tempat yang menarik dikaji pada pola linier ini, adalah tidak terbatasnya ruang bersama yang diciptakan oleh masyarakat nelayan lingkungan Karang Panas. Bagi kaum perempuan khususnya ibu-ibu dan remaja putri membuat ruang bersama di ruang penjemuran ikan yang mereka ciptakan sendiri. Mereka dapat bercengkrama, ngerumpi, ngobrol menceritakan masalah hidup mereka satu sama lain. Bagitu pula para kaum laki-laki mereka melakukan hal yang sama di ruang perbaikan ikan yang mereka ciptakan sendiri. Betapa fleksibilitas ruang bersama, kapan saja, dan dimana saja dapat menciptakan ruang bersama untuk kepentingan sosialisasi mereka sendiri.
Gambar 8. Ruang penjemuran ikan sebagai ruang bersama kaum erempuan nelayan.(sumber: hasil survey,2012)
34
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Selain pola yang dimunculkan secara memanjang atau linier, pola permukiman yang ada juga berbentuk pola menyebar. Pola penyebaran ini tetap berorientasikan ke pantai, artinya tetap menunjukkan jika pantai adalah sumber kehidupan mereka.Pola penyebaran ini juga bermunculan akibat dari keterbatasan lahan, menyebabkan peletakan perumahan menjadi tersebar, sehingga jangkauan fasum sulit dan tidak merata. Pola yang terjadi adalah terdapat perumahan yang jauh dari sarana pendukungnya. Dan ada yang terpencil dari rumah-rumah lainnya. Meskipun demikian penyebaran menunjukkan beberapa rumah, tidak semua hunian nelayan yang ada di lingkungan Karang Panas tersebar di pantai Ampenan, namun dalam kasus terdapat 5 (lima) hingga 7 (tujuh) hunian nelayan yang tersebar akibat keterbatasan lahan dengan membentuk pola linier dan berorientasi ke pantai Ampenan.
Gambar 9. Pola memanjang dan menyebar di sekitar pantai dengan bangunan berorientasi pada pantai Ampenan (sumber : hasil survey 2012))
Karakteristik Pola Permukiman Nelayan Lingkungan Karang Panas setelah Direlokasi Lokasi baru terletak masih satu lingkungan dengan lingkungan Karang Panas, berjarak 1Km dari lokasi lama dengan alasan sebagai berikut :. 1. Pemilihan lokasi yang tidak terlalu jauh ini bertujuan agar masyarakat nelayan mudah ke pantai Ampenan dimana pantai Ampenan adalah satu-satunya pusat penghasilan mereka sebagai nelayan. 2. Perelokasian tidak ke lingkungan baru, alasan tidak dipindahkan ke lingkungan lain, adalah untuk menghindari terjadinya kerusuhan antar lingkungan akibat
Vol.18 No. 2
relokasi jika pengrelokasian dilakukan ke dalam lingkungan lain. Supaya masayarakat mudah beradaptasi dengan lingkungannya baik secara sosial dan budaya juga menjadikan alasan mengapa pemerintah kota merelokasi hunian nelayan tidak ke lingkungan lain. 3. Selain itu luas lingkungan Karang Panas masih luas sehingga perelokasian dilakukan masih dalam satu lingkungan Karang Panas Pola permukiman yang terbentuk setelah direlokasi tidak tumbuh dan berkembang secara alami.Pola dan bentuknya telah ditentukan oleh pihak pemerintah. Berbeda hal yang diungkapkan oleh Norberg Schulz (1984) yang menyatakan bahwa hubungan antara masyarakat dengan lingkungan akan membentuk organisasi ruang yang di dalamnya mengandung makna komposisi elemen-elemen pembentuk ruang dengan batasan tertentu. Komposisi ruang ini menunjukkan suatu pola tertentu seperti square, rectangle, circle atau oval. Setiap pola ini bukan hanya menunjukkan tatanan saja, akan tetapi juga memiliki rangka struktur pembentuk ruang dan di dalamnya mengandung makna centres dan exas. Ungkapan Norberg Schulz ini teraplikasi pada pola permukiman nelayan lingkungan Karang Panas sebelum direlokasi. Untuk itu dibutuhkan referensi atau tinjauan pustaka yang lebih banyak lagi untuk mencari pola permukiman yang telah terbentuk setelah relokasi, dikarenakan cukup berbeda pola permukiman yang tumbuh berkembang secara organik/alami dibandingkan pola permukiman yang tidak tumbuh secara organik/alami.. Pola yang terbentuk pada lingkungan baru berdasarkan spasialitasnya adalah pola permukiman dengan cara berkumpul memanjang mengikuti jalan lingkungan dengan bentukan pola grid. Pola ini terjadi akibat pemerintah telah mengkonsepkan sebelumnya dengan pola memanjang mengikuti jalan lingkungan secara grid. Alasan pemerintah membuat pola grid adalah untuk memudahkan akses antar penghuni dari rumah satu ke rumah yang lainnya, selain itu juga untuk memudahkan membagi kavling bagi antar penghuni
35
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
terhadap huniannya sendiri. Para nelayan dikondisikan adaptasi dengan pola permukiman yang baru, dari pola linier memanjang menyebar menjadi pola gradial. Peletakan fasilitas umum berupa mushola, posyandu, kamar mandi/WC umum, ruang terbuka, PAUD terletak tersebar di sekitar hunian nelayan. Lokasi Mushola berada di tengah-tengah hunian, sedangkan kamar mandi/wc umum ditemukan berada di awal hunian ketika memasuki permukiman nelayan. Begitu pula PAUD dan ruang bersama dalam bentuk ruang terbuka dipusatkan menjadi satu berlokasi di depan/awal ketika memasuki lingkungan hunian baru ini.
Gambar 10. Pola linier memanjang menghadap jalan lingkungan secara grid, (sumber : hasil survey, 2012))
Pertimbangan efesiensi lahan dan kemudahan aksesibilitas membuat pola sejajar berbentuk grid banyak diminati oleh para pengembang perumahan termasuk pemerintah ketika merelokasi penduduk nelayan lingkungan Karang Panas. Tujuannya tidak lain adalah agar memudahkan aksesibilitas antar penghuni yang satu dengan lainnya. Begitu juga untuk memudahkan membagi kavlingan lahan yang akan dijadikan hunian oleh masyarakat.
Gambar 11. Bentuk pola permukiman sejajar dua sisi bertipe grid pada lokasi baru (sumber : hasil survey, 2012)
Vol.18 No. 2
Dalam kasus ini, jarang sekali ditemukan masyarakat bercengkerama atau bersosialisasi di ruang terbuka yang telah disediakan oleh pemerintah.Mereka membuat ruang terbuka sebagai ruang bersama meskipun tidak secara permanen secara berkelompok. Misalkan saja, di halaman depan rumah dibuatkan tempat duduk untuk berkumpul, berngobrol bersama di sore hari. Tidak ditemukan ruang penjemuran bersama, ruang penjemuran dimiliki masing-masing nelayan di depan rumah masing-masing. Berbeda dengan permukiman lama, meskipun tidak tersedianya secara permanen ruang penjemuran, namun masyarakat nelayan membuat ruang penjemuran bersama di lahan kosong di samping rumah mereka, sehingga ketika mereka menjemur hasil tangkapan mereka, mereka juga dapat berkumpul, bercengkrama bersama di ruang penjemuran tersebut. Sosialisasi di ruang bercengkrama biasanya dilakukan oleh kaum perempuan dalam hal ini kaum ibu-ibu dan remaja putri. Hal yang sama yang terjadi pada aktivitas kaum laki-laki, tidak ditemukan kebersamaan dalam perbaikan jaring-jaring ikan. Umumnya di permukiman nelayan, ruang tempat memperbaiki jaring-jaring ikan, dapat dijadikan sarana ruang bersama juga, namun dipermukiman yang baru, masyarakat nelayan memperbaiki di depan atau di belakang rumah mereka sendiri. Jarang ditemukan ada perbaikan jaring-jaring ikan secara bersama-sama pada ruang bersama. Ruang terbuka yang dijadikan ruang terbuka bersama, hanya dijadikan parkiran bagi penghuni asing yang ingin mengunjungi permukiman baru ini.
Gambar 12. Ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang bersama menjadi lahan parkiran. (sumber : hasil survey, 2012)
36
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Pada permukiman baru berpolakan sejajar dua sisi secara gradial.Pola ini sengaja dikonsep oleh Pemerintah Kota untuk mengefisensi lahan untuk hunian nelayan Lingkungan Karang Panas yang baru. Selain itu juga untuk memudahkan aksesbilitas antar hunian satu sama lain. Meskipun demikian banyak kekurangan dari pola ini, terlihat pada tidak bermunculan ruang bersama yang dibuat secara alami seperti ruang bersama perbaikan jaring-jaring ikan dan ruang penjemuran sebagai sarana sosialisasi bersama di pagi hari dan sore. Kebersamaan yang merupakan ciri khas dari pola permukiman sebelumnya tidak nampak pada permukiman baru.
Kondisi Sarana dan Prasarana Permukiman Nelayan Lingkungan Karang Panas setelah Direlokasi Adapun beberapa fasilitas umum yang dilengkapi oleh pemerintah pada lokasi baru yang tidak dimiliki oleh permukiman lama adalah PAUD, kamar mandi.MCK bersama, ruang terbuka posyandu dan mushola. Tujuan disediakan fasum tersebut tidak lain untuk memudahkan, serta untuk ,meningkatkan motivasi masyarakat nelayan untuk tetap mempelihara kesehatan, keserasian lingkungan hidupnya. Namun terakhir survey ke lokasi permukiman, kamar mandi/MCK tidak dapat digunakan lagi, kondisinya telah rusak.Sedangkan fasilitas yang bisa digunakan adalah posyandu dan mushola. Sebagus apapun faslilitas yang disediakan oleh pemerintah jika tidak ada kesadaran dari masyarakat untuk memelihara maka lambat laun fasilitas berikutnya pun akan rusak satu persatu. Untuk itu perlu adanya penyuluhan dan pelatihan bagi masyarakat untuk menumbuhkan Daya Gugah masyarakat setempat agar labih memperhatikan dan peduli terhadap lingkungan tempat tinggal mereka sendiri.
Vol.18 No. 2
Gambar 13. Failitas umum yang telah disediakan oleh pemerintah. (sumber : hasil survey, 2012) Keberadaan PAUD sangat penting dalam lingkungan Karang Panas yang baru ini dalam meningkatkan sumber daya masyarakat. Di permukiman lama belum ada PAUD di sekitar lingkungan Karang Panas sendiri, mereka harus menyekolahkan anakanak mereka ke lingkungan lain. Permasalahan yang muncul pada lingkungan baru terhadap keberadaan PAUD ini adalah, kurang kesadaran dari masyarakat khususnya ibu-ibu untuk menyekolahkan anak-anak mereka sejak usia dini, selain itu kekurangan biaya mereka untuk mendanai sekolah anak-anak mereka di PAUD. Bagi mereka cukup bermain di rumah sambil mengurus rumah tangga hal yang terpenting bagi mereka dibandingkan membawa mereka ke PAUD. Hal ini membuktikan tidak selamanya konsep atau ide pemerintah sejalan dengan pemahaman dan keinginan dari masyarakat terhadap konsep atau ide tersebut.
Gambar 14. Fasilitas PAUD yang baru (sumber : hasil survey, 2012)
37
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Faktor Pendorong Perubahan Karakteristik Pola Permukiman Nelayan Lingkungan Karang Panas Faktor yang mendorong Perubahan Karakteristik Pola Permukiman Nelayan Lingkungan Karang Panas adalah 1) Faktor dari dalam (endogeen),yang disebabkan oleh : a) Adanya keinginan/motivasi masyarakat untuk menyelamatkan diri dari bahaya musibah alam berupa abrasi yang akan menimpa mereka nantinya. Selain itu juga ketidakmampuan bagi masyarakat nelayan untuk mengadakan atau mengupayakan lingkungan permukiman dan kondisi fisik rumah mereka menjadi labih baik berdasarkan standar rumah sehat sederhana memotivasi mereka mau direlokasi dengan harapan di tempat baru mereka mendapatkan fasilitas rumah dan sarana prasarana permukiman dengan layak, meski jarak antara rumah dan pantai tidak terlalu berdekatan dibandingkan sebelum direlokasi. b) Gerak sosial yang terjadi karena adanya kehidupan pribadi dan altenatif baru akibat adanya pandangan baru akan perkembangan zaman. Dalam kasus ini masyarakat diberikan kesempatan untuk mengadakan perubahan beradasarkan pilihan hidup menyesuaikan perkembangan zaman, artinya pemerintah mengharapkan masyarakat nelayan lingkungan Karang Panas nantinya di lingkungan baru memiliki kualitas hidup lebih baik dari sebelumnya baik secara sosial, budaya maupun secara ekonomi, akan tetapi perubahan yang terjadi untuk sementara ini tidak terlalu nampak, artinya masyarakat nelayan tetap mempertahankan pola aktivitas, pola kebiasaan hidup sehari-hari, pola budaya yang mereka bawa dari lokasi sebelumnya, misalkan kebiasaan tidak peduli terhadap lingkungan masih dibawa ke lokasi baru, akibatnya banyak sarana dan prasarana yang rusak dan tidak terpelihara dengan baik, contohnya kamar mandi bersama terlihat sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, c) perubahan selanjutnya sesuai berjalannya waktu adalah perubahan tuntutan gaya hidup akibat interaksi masyarakat nelayan dengan penghuni lingkungan sekitarnya yang bersifat kekotaan. Akibatnya akan terjadi perubahan pola pandang masyarakat tentang peningkatan lingkungan fisik yang lebih
Vol.18 No. 2
bersifat sekunder, sehingga bermunculan pemanfaatan ruang yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga bersifat ekonomis. 2) Faktor dari luar (exogeen), yang disebabkan : a) Adanya kebijakan dari Pemerintah Kota untuk merelokasi lingkungan hunian mereka ke lokasi yang baru. b) Perkembangan lingkungan yang mendukung terjadinya aktivitas ekonomi akibat relokasi sehingga kemungkinan perubahan pola permukiman yang telah dibentuk oleh pemerintah, suatu saat bisa saja berubah akibat pengaruh sifat “kekotaan” masyarakat yang makin lama makin berkembang. Hal ini juga dapat mendorong bagi masyarakat nelayan untuk memanfaatkan ruang yang ada sebagai modal dalam meningkatkan ekonomi keluarga, c) Perkembangan hidup yang semakin serba teknologi yang menyebabkan mereka ingin mengikuti perkembangan zaman, dengan cara meningkatkan penghasilan keluarga agar dapat membiayai kehidupan berdasarkan tuntutan zaman tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa : Kondisi fisik pola permukiman yang ada lingkungan Karang Panas sebelum direlokas, adalah berbentuk linier, face to face mengikuti garis pantai Ampenan. Adapula yang membentuk pola menyebar, meskipun demikian tetap membentuk pola linier dengan berorientasikan ke arah pantai Ampenan. Pola yang terbentuk pada lingkungan baru berdasarkan spasialitasnya adalah pola permukiman dengan cara berkumpul memanjang mengikuti jalan lingkungan dengan bentukan pola grid. Pertimbangan efesiensi lahan dan kemudahan aksesibilitas membuat pola sejajar berbentuk grid banyak diminati oleh para pengembang perumahan termasuk pemerintah ketika merelokasi penduduk nelayan lingkungan Karang Panas. Tujuannya tidak lain adalah agar memudahkan aksesibilitas antar penghuni yang satu dengan lainnya serta
38
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
memudahkan membagi kavlingan lahan yang akan dijadikan hunian oleh masyarakat. Tidak adanya lagi ruang bersama yang dibuat secara alami seperti ruang bersama perbaikan jaring-jaring ikan dan ruang penjemuran sebagai sarana sosialisasi bersama. Ruang terbuka yang dijadikan ruang terbuka bersama, hanya dijadikan parkiran bagi penghuni asing yang ingin mengunjungi permukiman baru ini. Faktor yang mendorong terjadinya perubahan Karakteristik Pola Permukiman Nelayan Lingkungan Karang Panas adalah 1) faktor dari dalam (endogeen) dan 2) faktor dari luar (exogeen). Jika diperhatikan beberapa faktor-faktor perubahan baik secara endogeen maupun exogeen itu ada yang telah terjadi dan ada yang akan terjadi di masa akan datang. Hal ini didorong bahwa pola dan bentuk permukiman sebenarnya tidak bisa dibentuk atau dipola secara paksa oleh perencana dalam hal ini pemerintah. Jadi pada dasarnya permukiman sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dalam menjalankan segala bentuk aktivitasnya, manusia tetap senantiasa membutuhkan tempat bernaung dan melindungi dirinya dari berbagai macam bahaya seperti hujan dan bahaya lainnya yang dapat muncul sewaktu-waktu. Upaya relokasi yang dilakukan sebagai upaya mengembalikan fungsi permukiman bagi masyarakat sehingga permukiman yang berada di sepanjang pesisir tetap aman dan tertata dengan baik.Apabila suatu saat terjadi perubahan pola permukiman di lingkungan baru itu tidak lain menunjukkankan bahwa manusia tidak dapat dipola atau dibentuk secara paksa dalam menentukan keinginan hidup terhadap lingkungannya. Upaya untuk merelokasi suatu permukiman oleh segenap pemangku kepentingan hendaknya mengedepankan aspek-aspek kehidupan manusia baik secara budaya, sosial, ekonomi dan lain sebagainya sehingga masyarakat yang direlokasi merasa nyaman dan bahagia di lingkungan baru.
Vol.18 No. 2
DAFTAR PUSTAKA Anonim, Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Dwi Ari. I. R. & Antariksa. 2005. Studi Karakteristik Pola Permukiman di Kecamatan Labang, Madura. Jurnal ASPI Volume 4 Nomor 2, April 2005, halaman. 78-93. Kostof Spiro, 1983. The City Ship. The MIT Press, New York. Lenski. 1978. Human Societies : an Introduction to Macrosociology. Kogakusha : McGraw-Hill. Mulyati, A. 1995. Pola Spasial Permukiman di Kampung Kauman Yogyakarta. Yogyakarta : Rake Sarasin. Norberg-Schulz, C., 1984. The Concept of Dwelling : On The Way To Figurative Architekture. Electa/Rizolli, New York. Wiriaatmadja, S., 1981. Pokok-pokok Sosiologi Pedesaan.Jakarta : C.V. Tasaguna.
39