Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
PERKEMBANGAN KESENIAN WAYANG KULIT DALAM PENGUATAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KETANGIREJO KECAMATAN GODONG Sri Handayani (10140011) Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang Abstrak Latar Belakang dalam penelitian ini adalah wayang ada 2 jenis wayang yang dimainkan yaitu wayang yang dimainkan oleh orang dan wayang yang berwujud boneka yaitu wayang kayu,wayang kulit serta wayang rumput, wayang juga merupakan kearifan local yang tidak melanggar syariat islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) eksistensi wayang kulit di Desa Ketangirejo Kecamatan Godong; (2) perkembangan kesenian wayang kulit di Desa Ketangirejo Kecamatan Godong;(3) Simbol-simbol pada pergelaran wayang kulit; (4) sumbangan kesenian wayang kulit terhadap penguatan kearifan lokal. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Sumber data dalam penelitian kulitatif meliputi sumber lisan, sumber tertulis serta sumber lapangan. Metode pengumpulan data di dalam penelitian kualitatif ini menggunakan wawancara terstruktur. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa (1) Eksistensi kesenian wayang kulit di Desa Ketangirejo Kecamatan godong mengalami pasang surut pada tahun 1990 hingga tahun 2000an mengalami kemunduran terlebih ketika terjadi krisis moneter namun pada tahun 2000an hingga saat ini eksistensi wayang mengalami kemajuan dibuktikan dengan masih adanya pengemar wayang yang mengadakan pagelaran wayang meski dengan biaya yang tidak sedikit (2) perkembangan wayang kulit di Desa Ketangirejo Kecamatan Godong pasti mengalami pasang surut seperti eksistensinya perkembangan ini terlihat pada fungsinya yang pada zaman nenek moyang wayang dijadikan alat sebagai pemujaan,sebagai penyebar agama islam dan semakin hari wayang kulit mempunyai fungsi yang bertambah salah satunya dapat dijadikan wadah untuk mengkritik suatu kelompok (3) dalam pertunjukkan wayang terdapat 2 simbol yaitu simbol material yaitu simbol yang berwujud yang dapat dilihat oleh pancaindera dan simbol immaterial yaitu simbol yang tidak Nampak oleh pancaindera (4) Sumbangan kesenian wayang kulit terhadap penguatan kearifan local meliputi8 sumber kehidupan yang menghubungkan manusia dengan bumi, air, api, angin, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan serta binatang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah wayang di Desa Ketangirejo kecamatan godong eksistensi dan perkembangannya mengalami pasang surut, dalam pagelaran wayang pasti terdapat simbol-simbol yang melambangkan kehidupan manusia simbol ini meliputi simbol materiil serta immateriil,dalam pagelaran wayang mengandung nilai-nilai yang berhubungan dengan kearifan lokal. Kata Kunci : Kesenian wayang kulit, kearifan local PENDAHULUAN Kesenian Wayang merupakan seni tradisional yang berkembang di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Bali.Ada 2 versi wayang yang dimainkan oleh orang yaitu orang yang memakai kostum atau sering dikenal dengan wayang orang dan wayang yang berwujud boneka yang dimainkan oleh dalang yaitu wayang kayu, wayang kulit dan wayang rumput. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari Mahabharata dan Ramayana yang sudah diubah oleh para pujangga dan Empu di Nusantara(Pasha,2011). Cerita pewayangan selalu memiliki daya tarik tersendiri karena mengandung unsur seni, hiburan, ataupun ajaran moral bagi kehidupan masyarakat.Kata wayang yang berarti “bayangan” merupakan perwujudan sebuah sosok yang digambarkan kedalam sebuah bayang-bayang. Kisah Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
73
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
dibalik lukisan sesosok bayangan ini memiliki sebuah latar belakang kehidupan yang sangat menarik untuk diceritakan(Soetomo,2000). Menurut para ahli wayang dikenal oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1500 SM karena nenek moyang percaya bahwa setiap benda mati mempunyai roh yang baik dan jahat,agar tidak diganggu oleh roh jahat maka roh-roh tersebut dilukis dalam bentuk gambaran atau bayangan (wewayangan atau
wayang)
dan
disembah
serta
diberi
sesajen
kepercayaan
ini
dikenal
dengan
animisme,kepercayaan ini berlangsung lama namun setelah kedatangan agama Hindu maka gambaran roh berubah fungsinya menjadi alat peraga untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama dan kini menjadi tontonan serta tuntunan(Pasha,2011). Dalam kesenian wayang mengandung nilai-nilai yang luhur yang dalam filosofinya wayang mengajak masyarakat untuk berbuat baik dan meninggalkan kejahatan serta menanamkan kepada masyarakat semangat amar ma’ruf nahi mungkar atau istilah dalam pewayangan memayu hayuning bebrayan agung, sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Wayang merupakan kearifan lokal yang tidak melanggar syariat Islam. Kesenian wayang di Desa Ketangirejo dipertunjukkan pada saat melaksanakan sedekah bumi yang dilaksanakan satu tahun sekali di bulan Dzul Qodah(Hijriah) atau dalam masyarakat Jawa disebut bulan Selo atau Apit. Pagelaran Wayang dipertunjukkan pada malam hari dari pukul 9 malam sampai pukul 6 pagi di tempat kepala Desa Ketangirejo. Sebelum melakukan pagelaran wayang terdapat aturan yang harus dilaksanakan yaitu melaksanakan upacara ritual dimana dalang mempersiapkan penonton secara mental untukmenerima wahyu atau pencerahan, Masyarakat setempat mempersiapkan tempat duduk dan makanan kecil. Pada siang harinya sebelum dipertunjukan pagelaran wayang dilaksanakan tradisi Apitanyang dilaksanakan di rumah kepala dusun,masyarakat membawa berkat yang nantinya sebagian akan dimakan bersama-sama dan sebagian lagi dibawa pulang,di dalam tradisi ini selain do’a dan makan bersama terdapat tradisi cepok-cepok’anyaitu tradisi dimana pengantin baru dilempari nasi, mie, dawet, dan rujak sebelum dilempari pengantin baru ini dikejar kepala dusun dengan menggunakan cangkul dan cambuk mengelilingi rumah kepala dusun sebanyak 3 kali.
KAJIAN PUSTAKA Pengertian Wayang Wayang adalah salah satu bentuk drama dan teater yang paling rumit dan halus yang secara terus menerus dikembangkan dari generasi kegenerasi berikutnya (Usman Isnawita,2010). Ada pula yang mengatakan bahwa wayang adalah gambaran yang berupa bayangan tentang tata kehidupan nenek moyang kita dan didalamnya terdapat pesan dari tata kehidupan masa lampau(Soetomo,2000:80).
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
74
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
Wayang menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukkan drama tradisional yang dimainkan oleh dalang(Syahban yasasusastra,2011:1). Wayang adalah suatu bentuk seni pertunjukkan berupa drama yang khas yang meliputi seni suara,seni sastra,seni musik,seni tutur kata,seni lukis dan lain-lain menjadi satu-kesatuan yang indah(Pasha,2011:17). Jadi wayang kulit adalah wayang yang terbuat dari kulit yang dibentuk menjadi boneka yang dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukkan drama tradisional yang dimainkan oleh dalang yang meliputi seni suara,seni sastra,seni musik,seni pedalangan,seni tutur kata serta seni lukis yang menjadi satu kesatuan budaya yang indah.Lakon yang dibawakan biasanya berasal dari cerita Ramayana dan mahabarata yang diambil dari cerita India yang sudah diubah oleh orang-orang Indonesia. Pengertian kearifan local Kearifan lokal dilihat dari kamus bahasa Inggris terdiri dari 2 kata yaitu kearifan/wisdom artinya kebijaksanaan dan local/lokal yang artinya setempat. Dengan ungkapan diatas maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (sholichindwi,2012.http://blogspot.com). Dalam istilah antropologi disebut pula dengan local genius adalah identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Menurut Wahono kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika tetapi sampai pada norma, tindakan dan tingkah laku sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak,baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradapan manusia yang lebih jauh(Wahono,2005). Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.Kearifan lokal dapat pula dipandang sebagai identitas bangsa yang dapat bertransformasi dengan budaya lokal yang pada akhirnya melahirkan budaya nasional. Wayang yang merupakan salah satu wujud kearifan lokal di Jawa yang dijadikan sebagai pegangan hidup masyarakat yang didalamnya terkandung nilai-nilai luhur berupa 1.prinsip tiga yang mengajarkan tentang cipta,rasa,karsa 2.prinsip simbul yang mengajarkan tentang pendidikan serta 3.prinsip spiritual yang mengajarkan hubungan manusia dengan penciptanya
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
75
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
METODE PENELITIAN Bentuk Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada fakta-fakta sejarah yang berkaitan dengan masalah-masalah serta dugaan-dugaan yang diambil dari kajian pustaka oleh karena itu penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian dengan bentuk kualitatif dengan menggunakan sumber lisan sebagai sumber utama. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di Desa KetangirejoKecamatan Godong lokasi ini dipilih karena dekat dengan peneliti serta waktu penelitian selama 3bulan yaitu bulan mei sampai juli dan dipilih tahun 1990 sampai 2014 karena pada tahun ini kesenian wayang kulit mengalami pasang surut dalam perkembangannya pada tahun 1990 wayang kulit hampir hilang namun ditahun 2000an wayang kulit mulai berusaha berada ditengah-tengah masyarakat Desa KetangirejoKecamatan Godong. Subjek Penelitian Subyek dalam penelitian ini orang-orang yang terlibat dalam Pagelaran wayang kulitdiantarannya: a. Dalang adalah Orang yang memainkan wayang b. Sinden/Pesinden/Waranggana adalah Sebutan bagi Wanita yang bernyanyi mengiringi gamelan yang disesuaikan dengan lakon yang dimainkan dalang c. Niyaga adalah sebutan bagi orang-orang yang memainkan gamelan d. Penonton adalah Masyarakat yang menyaksikan sebuah pertunjukan Sumber Data Data adalah catatan atas kumpulan beberapa fakta. Dalam penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra(Munawaroh, 2012). Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata atau tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, Arsip dll. Jenis data ini meliputi: a. Sumber lisan Sumber lisan didapat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh 2 pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang menJawab pertanyaan.Sumber lisan dalam penelitian ini adalah 1 orangDalang, 3 orang Niyaga, 2 orang sinden, dan 3 orang masyarakat sebagai pengemar wayang.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
76
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
b. Sumber tertulis Sumber tertulis ini berupa buku, majalah ilmiah, arsip nasional, dokumen pribadi dll.Sumber tertulis ini digunakan agar penulis dapat menambah informasi.dalam penelitian ini penulis mendapatkan sumber berupa buku gambar. c. Sumber lapangan Pengamatan lapangan yang dapat digunakan untuk menambah data yang diperlukan dalam penelitian. Penelitian ini dilaksanakan diDesa KetangirejoKecamatan GodongKabupaten Grobogan dan sanggar seni karawitan mukti laras dan yang didapat pada penelitian ini berupa foto serta Jawaban dari hasil wawancara. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Wawancara atau Interview 2. Observasi 3. Metode Dokumentasi
HASIL PENELITIAN Desa Ketangirejo yang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan yang mempunyai 7 dusun yang dibentuk pada tahun 1911 yang dipimpin oleh bapak Kromoredjo pada tahun 1917 dipimpin oleh bapak amidjojo sehingga jalan yang berada di Desa Ketangirejo disebut jalan amijoyo mayoritas mata pencaharian masyarakat di Desa Ketangirejo sebagai petani dan buruh tani Desa Ketangirejo pada tahun 1911 hingga 1928 ikut kabupaten demak namun sejak tahun 1928 hingga saat ini Desa Ketangirejo ikut kabupaten grobogan. Wayang kullit di Desa Ketangirejo muncul bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Jawa oleh para wali Sembilan bahkan sebelum Desa Ketangirejo terbentuk, eksistensi wayang kulit menurun ketika tahun 1990 hingga tahun 2000an begitupun dengan perkembangannya yang cenderung menurun, sebelum tahun 1990an wayang kulit sering dipertunjukkan pada saat pernikahan, khitanan, lahiran, ruwatan, bersih desa namun sejak tahun 1990 hingga 2000an wayang kulit hanya dipergelarkan pada saat bersih desa atau apitan dan masyarakat antusias menyaksikan pagelaran wayang kulit terlebih generasi tua, sedangkan untuk generasi muda hanya beberapa persen saja karena generasi muda dizaman globalisasi seperti ini lebih menyukai budaya barat yang masuk ke Indonesia didukung oleh berbagai macam alat elektronik beserta fungsinya namun budaya barat yang berkembang di Indonesia tidak sesuai dengan adat budaya timur bahkan dapat merusak moral generasi muda saat ini sedangkan generasi tua pada zaman mudanya hanya wayang kulitlah sebagai budaya daerah yang mempunyai nilai yang luhur yang patut dicontoh dan menjadi tuntunan kehidupan manusia bahkan sampai saat ini. Sedangkan pada tahun 2000an hingga kini wayang kulit mulai berusaha untuk bangkit ketengah-tengah masyarakat sebagai tontonan yang digemari masyarakat dan mempunyai nilai luhur Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
77
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
dibuktikan dengan masih banyaknya pengemar fanatik wayang kulit di Desa Ketangirejo yang mengadakan pagelaran wayang kulit sebagai hiburan ketika hajatan,bersih desa dan setiap hari jadi kabupaten grobogan juga mempergelarkan wayang kulitsecara global dibuktikan dengan banyaknya siaran televisi terutama televisi negeri mempertunjukkan wayang kulit dan pada 7 november 2003 pagelaran wayang kulit diakui UNESCO sebagai karya budaya yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi warisan yang indah dan berharga hingga dikenal oleh manca negara jika wayang kulit kembali digemari oleh masyarakat Indonesia begitupun wayang kulit akan kembali berkembang dan digemari masyarakat Desa Ketangirejo, perkembangan wayang kulit di ketangirejo tidak terlepas dari usaha orang-orang yang mencintai wayang kulit yang berusaha untuk melestarikannya dan memperkenalkan kepada generasi muda saat ini. Wayang kulit juga merupakan simbol kehidupan manusia dari benda-benda yang digunakan dalam pagelaran wayang kulit yang disebut dengan simbol materiil, tingkah laku atau perbuatan seorang dalang yang ditunjukkan dalam pagelaran wayang yang disebut dengan simbol immaterial hingga karakter tokoh dari wayang kulit itu sendiri mempunyai arti yang bermakna atau mengibaratkan watak manusia yang beranekaragam. Wayang juga mempunyai nilai filosofi yang mengajarkan kebaikan seperti dalam wayang mengajarkan masyarakat bersikap terhadap lingkungan guna melestarikan alam semesta dengan mitos-mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat terutama masyarakat Desa Ketangirejo yang masih meyakini kebenaran dan menjalankan mitos tersebut seperti yang diungkapkan oleh para narasumber bahwa masyarakat di Desa Ketangirejo mengenal 8 sumber kehidupan yang menghubungkan manusia dengan bumi, air, api, angin, matahari, bulan, bumi,tumbuh-tumbuhan dan binatang.
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis menyimpulkan bahwa kesenian wayang kulit masuk ke Desa Ketangirejo bersamaan dengan masuknya Islam di Jawa serta diperkenalkan sejak Desa Ketangirejo terbentuk pada tahun 1911 pada saat itu eksistensi wayang mengalami puncaknya dan dari abad keabad eksistensi wayang kulit ini mengalami kemunduran begitupun dengan eksistensi wayang kulit di Desa Ketangirejo terlebih ketika tahun 1990 ketika bangsa Indonesia mangalami krisis moneter yang mengakibatkan pagelaran wayang jarang dipertunjukkan karena biaya yang tidak sedikit namun pada tahun 2000an wayang kulit mulai berusaha kembali ketengah-tengah masyarakat ini semua adalah kerja keras para pengemar wayang kulit meskipun eksisitensinya belum dapat menyamakan bahkan melebihi eksistensi karawitan sampai saat ini generasi muda masih tau tentang wayang dan generasi tua masih percaya nilai-nilai dalam wayang yang luhur dan sebagai pedoman hidup manusia tidak akan berubah. Eksistensi wayang yang mengalami pasang surut sehingga perkembangannya juga mengalami perubahan bentuk, fungsi, serta arti dalam masyarakat pada zaman dahulu wayang dijadikan sebagai Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
78
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
benda yang disembah, pada masa Hindu Budha serta Islam wayang dijadikan sebagai alat berdakwah dan kini fungsi wayang dijadikan sebagai tontonan yang bagi generasi tua tontonan yang penuh makna dan patut dijadikan sebagai tuntunan sedangkan bagi generasi muda belum mengerti tentang makna yang tersirat dalam pagelaran wayang yang dapat diambil hikmahnya hanya sebagai hiburan semata mereka lebih menyukai budaya asing yang mengakibatkan tidak adanya generasi sekarang yang memperkenalkan budaya asli Indonesia kepada generasi selanjutnya yang mengakibatkan tidak ada kemungkinan wayang kulit akan hilang tanpa bekas atau tetap bertahan karena akan tetap ada masyarakat pengemar wayang kulit yang tetap mempertahankan kebudayaan wayang kulit. Dalam pagelaran wayang juga terdapat simbol-simbol yang telah dijelaskan diatas artinya bahwa pagelaran wayang kulit merupakan bayangan kehidupan didunia yang penuh dengan intrikintrik. Pagelaran wayang kulit juga mempunyai hubungan tentang kearifan lokal dimana masyarakat menjaga alam lingkungannya yang didasari pada pertunjukkan wayang seperti hubungan manusia dengan 8 sumber kehidupan seperti bumi, air, api, angin, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan serta binatang agar tetap lestari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman,Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Jogjakarta: Arruzz Media Francis Wahono, 2005. Pangan, Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas Hadi,Sutrisna. 2004. Metodologi research. Jogjakarta : Andi Moloeng Lexy. 2010. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT remaja Rosdakarya Mulyono, Sri. 1975. Wayang Asal Usul Filsafat dan Masa depannya. Jakarta: BP Alda Munawarroh. 2012. Metodologi penelitian. Jombang : Inti media Pasha,Lukman. 2011. Buku Pintar Wayang. Yogyakarta : Bentang Pustaka Soetarno.1993. Makna Simbolis Gunungan dalam Wayang Kulit. Surakarta: STSI Soetomo.2000. Kebudayaan Jawa dalam perspektif. Semarang : Stiepar press Sugiyono. 2009. metodologi penelitian kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabet Suharsimi,Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta Sumukti,Tuti. 2005. Semar Dunia Batin Orang Jawa. Yogyakarta: Galang Prize Susetya, Wawan. 2007. Dhalang,Wayang dan Gamelan. Jogjakarta: Penerbit Narasi. Usman syafaruddin, Din Isnawita. 2010. Wayang. Jakarta : Cakrawala Yasasusastra,Syahban. 2011. Mengenal tokoh pewayangan. Surakarta : Pustaka Mahardika. Zulaela, Woro. (2011). Peranan Wayang Kulit dalam Pengembangan Budaya Islam di Kecamatan Patean Kabupaten Kendal. Skripsi, Tidak dipublukasikan. Semarang: Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Soaial, IKIP Veteran. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
79