WAWASAN BUDAYA NUSANTARA MENGANALISIS SITUS GUNUNG PADANG Disusun Untuk Memenuhi Tugas Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn Program Studi Televisi Dan Film Jurusan Seni Media Rekam
Oleh :
Mentari Ratnasari
: 14148102
Helvana Dewi Y
: 14148143
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015
LOKASI SITUS GUNUNG PADANG Situs megalitikum ini berada di Dusun Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sudah ada catatan pertama sejak 1914 mengenai situs ini. diperkirakan usia situs ini lebih tua daripada Candi Borobudur, Yogyakarta, yang berasal sekitar tahun 800 masehi atau pada abad ke-9. Sementara situs Gunung Padang diperkirakan dibangun sebelum itu yaitu pada tahun 500 masehi. situs Gunung Padang juga diduga lebih besar 10 sampai 15 kali dari Borobudur.mencapai 29 hektare, dari puncak bukit sampai ke bawah atau kaki bukit . Tinggi strukturnya sekitar 200 meter. Lebih tinggi sekitar 50 meter dari Piramida Giza di Mesir .situs Gunung Padang juga diduga lebih besar 10 sampai 15 kali dari Borobudur.mencapai 29 hektare, dari puncak bukit sampai ke bawah atau kaki bukit . Tinggi strukturnya sekitar 200 meter. Lebih tinggi sekitar 50 meter dari Piramida Giza di Mesir.
STRUKTUR LETAK SITUS GUNUNG PADANG Gunung Padang merupakan punden berundak yang memiliki 5 tahapan spiritual. Sebab, punden berundak yang berada di puncak bukit setinggi 885 meter di atas pemukaan laut itu memiliki 5 teras. Permukaan tanah teras ke lima lebih tinggi dari teras keempat, begitu seterusnya sampai teras ke satu yang paling rendah permukaan tanahnya. Teras-teras itu yang sampai sekarang menjadi simbol 5 tahapan spiritual. sebelum masuk ke teras 1 terdapat pembuka lawang atau 'pintu masuk atau pintu gerbang' ke punden berundak Gunung Padang. Pembuka lawang ini berbentuk dari 2 batu persegi panjang yang berdiri menancap ke tanah seperti 2 tiang. Kedua batu itu menancap tegak lurus dengan tinggi hampir sama. Masuk ke teras 1 terdapat bukit masijid atau bukit bersujud. Nanang menjelaskan, bukit masijid ini punya arti sebagai tempat bersujud. Masih di teras 1, terdapat 2 batu musik. Satu terletak di sebelah barat bernama Batu Bonang. Satu lagi bernama Batu Kacapi terdapat di sebelah Timur.
Di batu yang konon bisa menimbulkan alunan suara merdu jika diketuk terdapat relief seperti 4 jari. Tapi konon, jika diperhatikan secara seksama, relief itu bukan 4 jari manusia. Relief itu membentuk satu tulisan Arab, yakni lafadz Allah. Batu Bonang ini berarti tidur tapi masih mengingat Tuhan. Apapun yang manusia lakukan harus mengingat pada Maha Pencipta. Lalu Batu Kacapi yang berarti singkatan Kaca dan Pi. Artinya cerminan diri. Batu Kacapi sendiri konon mempunyai 20 senar tak kasat mata. Yang oleh Nanang 20 senar itu menyimbolkan mengenai sifat-sifat Tuhan yang ada pada diri manusia. Naik ke teras ke-2 terdapat Bukit Mahkuta Dunia. Artinya bukan mahkota, melainkan simbol dari jiwa sosial yang saling mengasihi. Di teras ke-3, tepatnya di sebelah timur, ada Batu Tapak Maung. Menurut Nanang, Maung di sini bukan seperti dalam bahasa Sunda berarti Harimau. Melainkan Ma dan Ung, yang artinya manusia unggul. Kalau diperhatikan itu ada 9 cekungan tapi bukan jejak Harimau. Cekungan itu ada yang seperti bekas tapak tangan, tumit kaki, dudukan, dan tongkat. Kalau dihitung jumlahnya ada 9 cekunganJika dihitung itu maka 9 cekungan itu berkaitan dengan Wali Songo, para penyebar agama Islam di Indonesia. asih di teras ke-3. Di sini juga terdapat batu berukiran Kujang, senjata khas Sunda. Kata kujang berasal dari kata ku dan ujang. Maksudnya kamu pegang, jalankan, telusuri apa makna Gunung Padang. Di teras ke-4, terdapat Batu Kanuragaan. Konon, batu yang bisa diangkat ini dapat mewujudkan keinginan siapa saja yang bisa mengangkatnya. Namun, Nanang tak sependapat. Mitos itu menurut Nanang justru menyesatkan. Batu Kanuragaan punya makna batu penguji. Di sini adalah ujian terakhir bagi siapa saja yang melakukan spiritual sebelum mencapat level pamungkas di teras ke
-5. Di
mana di teras yang permukaan tanahnya lebih tinggi itu terdapat Batu Singgasana Raja dan Batu Pendaringan. Batu Singgahsana Raja ini adalah level terakhir sebagai tempat perenungan dari teras 1 sampai teras 5 "Di sini dulu tempat bersemedi Sunan Ambu dan Sunan Rama. Jadi pada intinya, pundek berundak dengan 5 teras ini mempunyai simbol
sebagai level atau tahapan-tahapan yang harus dilalui. Bahwa apapun yang diinginkan manusia tak bisa instan. Semua harus ada proses. MITOS YANG BERKEMBANG Secara tradisional antropologi sosial budaya membicarakan isu sejarah dan tindakan dalam konteks diankronik dan sinkronik dikotomik secara teoritis. Para ahli antropologi sosial budaya tradisional aliran fungsionalsime ala Redcliffe Brown menganggap sejarah yang dalam disiplin ilmu antropologi dimasukkan dalam diakronik sebagai sesuatu yang statis. Sebaliknyaa , tindakan dalam disiplin antropologi biasanya dianggap sebagai sesuatu konsep yang berorientasi pada gerak, dinamika dan perubahan. Para ahli sejarah melakukan sebuah pendekatan yang agak berbeda dengan ahli antropologi. Ahli sejarah biasanya melakukan dialog terutama dengan dokumen yang
dimilikinya; dan mereka jarang dapat
secara langsung melakukan
intograsi/interview terhadap pelaku sejarah yang dikajinya. Bagi ahli sejarah, masa kini lazimnya dianggap sebagai sebuah hasil dari masa lampau, dan oleh karena itu , mereka
acapkali
harus
mengandalkan
pada
proses
“restropective
reinterpretation―, didalam mengkaji dan menganalisis data yang ditemukan dan dimilikinya. Sedangkan , apa yang menjadi perhatian utama antropologi adalah interkonektisitas berbagai peristiwa serta berbagai macam sumber struktur gagasangagasan, nilai-nilai maupun relasi-relasi sosial yang ada, bukan dari perspektif masa lampau melainkan dari perspektif masa kini. Meskipun bisa saja masa lampau dijadikan sesuatu sumber bersifat imperatif yang mempunyai kontrol tindakan seseorang dalam masyarakat.
Artefak yang ditemukan
Metal Kuno atau Logam Purba Mirip Pisau
Artefak yang mirip sebuah alat dari bahan logam ini bentuknya seperti pisau. Jika dilihat secara seksama maka benda ini seperti ada pegangannya, lalu ada bentuk tajaman berukuran kecil. Logam purba ini ditemukan Maret 2013 lalu, pada artikel part-3 kami. Tim menemukan logam berukuran panjang 10 cm yang telah berkarat ini di lereng timur dengan kedalaman 1 meter.
Mungkin saja logam purba berbentuk pegangan ini, dulunya ada gagangnya dan tajaman pisau ini kemungkinan panjang karena terlihat sudah patah. Dengan adanya artefak ini, membuktikan bahwa warga yang tinggal di situs ini pada masa lalu, sudah mengenal budaya logam. Dilihat dari komposisinya, yang dominan adalah “Fe” (Ferrum/Besi) dan “O” (Oksigen), dan juga masih ada Silika dan Alumunium plus Karbon dengan bentuk seperti ada rongga-rongga kecil di sekujur materialnya, maka kemungkinan besar itu adalah slug atau logam.
Artefak ini membuktikan ada campur tangan manusia yang telah menggunakan teknologi metal atau bahan logam pada masa itu yang mengacu tentang kemungkinan adanya upaya pemurnian logam atau teknologi metalurgi pada masa purba itu.
Hasil pembakaran hancuran batuan untuk mengkonsentrasikan metalnya terlihat masih tercampur dengan Clinkers (carbon) sebagai bahan pembakarnya. Temuan kandungan karbon tersebut bisa berasal dari kayu, batubara atau minyak bumi. Sedangkan rongga-rongga yang ada di sekujur material menandakan ketika proses pembakaran, telah terjadi pelepasan-pelepasan gas seperti CO2 dan semacamnya ke permukaan material.
Berdasarkan hipotesis, besar kemungkinan sudah ada proses pembakaran hancuran batu dengan temperatur tinggi, proses pemurnian pembuatan logam pada waktu yang terkait dengan lapisan pembawa artefak tersebut.
Namun dimana lokasi teknik pembakaran itu belum diketahui, apakah dilakukan dilokasi atau dilakukan ditempat lain. Menindaklanjuti temuan logam tersebut, tim arkeologi mengecek kandungannya ke labaratorium Metalurgi dan Mineral Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Tim masih harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dugaan kuat bahwa leluhur kita sudah mengenal teknologi metalurgi sebelum 11.500 tahun yang lalu. Selain itu, artefak tersebut membuktikan bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan itu bukanlah masyarakat yang berburu dan peramu makanan.
Tim arkeolog belum memasukannya ke dalam laboratorium karena benda ini terlihat rapuh sekali, sedangkan di laboratorium, benda ini akan diperlakuan cukup banyak untuk penelitian, jadi artefak ini masih disimpan tim arkeolog. Kajian lebih lanjut atas temuan menarik artefak dari logam ini belum dirilis.
Semen Purba
Semen Purba yang ditemukan di situs Gunung Padang mampu mengikat batubatu purba. Semen Purba adalah material pengisi diantara batu-batu kolom purba, yang punya kadar besi tinggi. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi atau disebut sebagai Semen Purba ini, yang kami rangkum dalam artikel sebelumnya pada part-5. Makin ke bawah “kotak gali”, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara Teras-1 dan Teras-2, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs.
Temuan semen purba juga ditemukan saat tim geologi melakukan pengeboran di Teras-2 dan Teras-5 jauh sebelumnya, yaitu sekitar Februari 2011 silam, semen purba ini diperkirakan berusia minimal 11.500 tahun.
Artefak Mirip Kujang
Artefak ini terbuat dari batu, ditemukan dibagian selatan Teras-5 pada Sabtu (14/9/2014), dan tertimbun cukup dalam. Artefak mirip senjata khas Jawa Barat ini dinamai “Kujang Gunung Padang”. Benda ini telah diamati dan diperkirakan asli buatan manusia zaman dulu, di mana batunya dipangkas dan dibentuk pada semua permukaan lalu digerinding atau digosok, sehingga menjadi halus permukaannya. Sebelum prasejarah, teknik tersebut sudah dikenal dan dipergunakan masyarakat luas pada masa lalu. Selain itu, bentuk benda seperti itu mungkin hanya satu-satunya di dunia.
Tahukahandakonstanta“pi”dalammatematika?Kontanta sebesar 22/7 atau 3,14 itu dipakai dalam perhitungan luas dan keliling lingkaran serta volume tabung dan bola seantero jagad hingga abad modern ini. Tim riset Gunung padang mengatakan bahwa artefak serupa kujang yang ditemukan lewat ekskavasi itu merupakancerminandarikonstanta“pi”itusendiri. Konstanta“pi”dalam kujangitubisadiketahuiketikamengukurpanjang dan lebar bagian kujang yang meruncing. Bagian yang meruncing punya panjang 22 cm dan lebar 7 cm.
Kalau dihitung, 22 dibagi tujuh = pi. Hal itu mencengangkan, dan diluar yang dibayangkan tim peneliti. Luar biasa sekali. Ukuran kujang itu menunjukkan bahwa leluhur yang tinggal di Gunung Padang sudah mengenal ilmu geometri!
Kujang Gunung Padang juga punya keunikan lain, yaitu punya anomali magnetik. Kujang itu memiliki tiga sisi, namun ketiga sisi itu hanya bisa merespon kutub magnet yang sama. Sebab anomali magnetik itu belum diketahui.
Selain itu, struktur kujang ini memang unik, karena di dalam permukaannya ada kandungan metal!. Pada perbesaran 32 kali, tampak ada struktur seperti kawat.
terlihat alur serat logam sangat tipis pada permukaan kujang.
Kujang Gunung Padang ini adalah artefak pertama yang ditemukan sepanjang penggalian sejak Sabtu (14/9/2014) lalu. Namun temuan kujang sempat meragukan.
Berdasarkan pengamatan terhadap foto objek yang bersangkutan tidak tampak adanya jejak pemangkasan, baik monofasial maupun bifasial pada permukaan batu ini.
Jejak pemangkasan baik bifasial maupun monofasial dibidang permukaan batu biasanya tidak menghasilkan permukaan yang rata akan tetapi memiliki bentuk permukaan yang berbeda dengan sisi bidang yang tidak terpangkas. Permukaan batu
yang rata tersebut besar kemungkinan merupakan produk dari proses pelapukan batuan.
Pada perbesaran 32 kali, struktur permukaannya kujang ada kandungan metal dan tampak ada struktur garis seperti kawat.
Oleh karenanya, kujang ini diteliti secara intensif dan dibawa ke laboratorium di Jakarta. Artefak ini akan diteliti dengan alat yang dinamakan mikrotemografi seperti cytiscan,yang nantinya benda tersebut dimasukan ke lab untuk mencari tahu pada bagian mana artefak itu telah dimodifikasi oleh tangan-tangan manusia pada benda dimasa lalu tersebut. Penelitian ini akan menguak, apakah pada artefak tersebut ada kemungkinan mengandung zat-zat atau material yang menempel, atau bekas tumbuhan, atau dipakai untuk menebang pohon, atau lainnya. Untuk sementara, kujang ini diduga berasal dari masa 500 – 5.200 tahun yang lalu berdasarkan hasil penanggalan karbon pada lapisan tanah tempat penemuannya.
Pecahan Tembikar atau Gerabah
Peneliti Gunung Padang melakukan penyelidikan atas temuan beberapa pecahan tembikar atau gerabah yang terbuat dari tanah dan hampir semuanya ditemukan di Teras-2. Artefak itu adalah jenis artefak pertama yang ditemukan dan terbuat dari tanah liat. Beberapa tembikar atau gerabah ini menunjukan manusia sudah memiliki kemampuan untuk membuat wadah. Selain itu temuan kendi cukup banyak dalam kondisi pecah-pecah.
Benda tersebut diperiksa oleh ahli tembikar atau gerabah dan ternyata pembuatannya kala itu menggunakan teknik yang ditekan, bukan menggunakan roda putar. Untuk pembuatan tembikar atau gerabah, roda putar adalah teknik belakangan yang dipakai manusia.
Pembuatan tembikar atau gerabah Gunung Padang dengan teknik ditekan awalnya, membuktikan masa periodenya yang memang cukup tua. Dari berbagai bentuknya tim arkeolog sudah mempelajari, dan tembikar-tembikar itu ada yang seperti kendi dan piring.
Gerabah tersebut telah diidentifikasi bentuknya yakni mangkuk, tempayan, dan kendi. Gerabah-gerabah tersebut kemungkinan besar dibawa oleh peziarah yang ingin melakukan ritual di Gunung Padang.
Tim peneliti telah membuat secara simulasi kemungkinan benda itu untuk prosedur prosesi dari peziarah yang datang dari utara mengambil air untuk bersuci dengan kendi, naik ke tangga utara dan terus hingga ke teras 1, lalu membasuh diri. Setelah membasuh diri, benda itu ditinggalkan, lalu mereka melakukan ritual berikutnya.
Pecahan Keramik
Peneliti Gunung Padang juga melakukan penyelidikan atas temuan beberapa pecahan keramik oleh seorang petani yang sedang mencangkul di lereng barat situs prasejarah Gunung Padang itu. Keramik-keramik tersebut buatan Eropa abad 19 dan China abad 16.
Peneliti yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri telah melihat temuan tersebut dan membuat dokumentasi, serta melakukan identifikasi awal. Dari enam fragmen keramik tersebut, dua di antaranya merupakan keramik asing. Keramik
itu salah satunya diketahui sebagai keramik Eropa yang lazim diproduksi pada abad ke-19 Masehi. Keramik tersebut kemungkinan berasal dari Belanda. Juga ada keramik China yang lazim diproduksi pada akhir Dinasti Ming, sekitar abad ke-16 Masehi. Mengenai kaitan antara keramik asing dan situs Gunung Padang yang merupakan bangunan prasejarah tersebut masih terus diteliti. Bisa jadi keramikkeramik itu adalah peninggalan para peziarah pada masa kerajaan hingga masa kolonial Belanda.
Koin Amulet Gunung Padang
Tim peneliti situs megalitikum Gunung Padang juga telah menemukan koin dengan ukiran saat melakukan pengeboran sedalam 11 meter di Teras-5 situs tersebut. Sepertinya terdapat ukiran berwujud manusia pada logam itu.
Bentuk koin ini ditemukan tengah malam 15 September 2014 lalu saat pengeboran mencapai 11 meter. Koin terangkat bor melalui saluran pembuangan limbah, sehingga koin itu berbentuk utuh tidak rusak. Coring menggunakan mata bor kecil berdiameter 5 sentimeter, disamping sisi kiri dan kanan bor ada saluran air agar memudahkan pengeboran, lalu dikeluarkan melalui saluran sisi lainnya. Di saat
saluran air itu berjalan, koin itu terangkat. Sehingga bentuk koin tersebut masih sangat utuh.
Ketika arkeolog menemukan koin yang diperkirakan terbuat dari perunggu
itu, tim juga kaget dengan adanya mirip wajah orang dalam koin yang ditemukan itu. Namun belum bisa dipastikan siapa wajah orang dalam koin tersebut. Bisa jadi ia adalah pemimpin pada masa itu.
Koin itu berhiaskan ukiran pada sisi luar koin, dengan motif yang disebut sebagai gawangan , yaitu motif kotak yang saling terpaut dan mengelilingi koin
.
Selain itu , ada pula ukiran berupa lingkaran -lingkaran kecil dengan diameter 0,11 millimeter yang berjumlah 84 buah.
Untuk usia koin, tim berpendapat bahwa koin itu berusia lebih dari 10 ribu tahun Sebelum Masehi. Bisa dibayangkan, siapa yang bisa membuat koin sedetail itu pada masa periode tersebut? Untuk usianya arkeolog akan memakai logika saja. Pada kedalaman 4 meter melalui carbon dating usianya sekitar 5200 Sebelum Masehi.
Pada kedalaman 11 meter uji karbon menunjukkan usia sekitar 10 ribuan tahun Sebelum Masehi. Namun hal itu masih perlu banyak bukti. Bisa jadi koin itu
berasal dari zaman sesudahnya yang melakukan ritual atau berziarah, karena tim baru punya data bor dan artefak ini saja.
Namun, arkeolog lain meragukan dan mengatakan bahwa koin mirip dengan uang Belanda tahun 1945, karena koin baru mulai diciptakan 1.000 – 1.200 tahun yang lalu. Maka itu harus dipastikan uji lab yang lebih akurat, karena penanggalan karbon sangat vital dalam arkeologi.
Untuk itu, sampel koin yang ditemukan di Gunung Padang ini rencananya akan dikirim ke Betalab, Miami, Amerika Serikat untuk dilakukan uji karbon. Pengiriman sampel koin ke Amerika Serikat itu dilakukan untuk memastikan usia artefak itu karena sebelumnya, tim memperkirakan koin berasal dari masa 5.200 Sebelum Masehi.
Selama ini riset arkeologi didasarkan pada komparasi, membandingkan apa yang ada dalam peradaban kita dengan yang ada di belahan dunia lainnya. Kita tidak mau dengan komparasi, makanya akan dilakukan penanggalan karbon. Dan koin ini diduga berasal dari masa 500 – 5.200 tahun yang lalu berdasarkan hasil penanggalan karbon lapisan tanah tempat penemuannya.
Batuan gunung padang mengandung aliran listrik Ada salah satu bongkahan batuan terkecil di Gunung Padang, ketika di tes uji kelistrikan terhadap bongkahan itu oleh avometer atau alat pengukur listrik, terlihat pada tampilan digital tertera angka yang menunjukkan besaran voltase!
Uji tes kelistrikan Sabtu 4/4/2015 lalu pada salah satu pecahan batuan terkecil di Gunung Padang mengandung listrik 0,6 volt. (Pic: AtlantisIndonesia@Facebook) Batu Gunung Padang itu mengandung listrik dengan arus DC sebesar 0,6 volt. Ternyata batu-batu itu mengandung listrik! Kemudian pada saat batu-batu Gunung Padang itu disusun dalam rangkaian seri, terlihat pada avometer, bahwa voltase dan arus listrik menjadi naik yaitu sebesar 1,2 volt dengan arus sebesar 2,3 ampere! Tentu hal ini sangat menarik sekaligus menjadi misteri baru dari situs Gunung Padang Cianjur. Apakah jika ribuan batuan di Gunung Padang disusun lagi akan dapat menghasilkan listrik yang sangat besar?
Dan apakah dapat membuktikan bahwa dahulunya Gunung Padang adalah sebuah reaktor pembangkit listrik berbasis Nano Teknologi atau Nanotech? Apa itu Nanoteknologi? Nanoteknologi adalah manipulasi materi pada skala atomik dan skala molekular. Diameter atom berkisar antara 62 pikometer, sedangkan kombinasi dari beberapa atom membentuk molekul dengan kisaran ukuran nano. Deskripsi awal dari nanoteknologi mengacu pada tujuan penggunaan teknologi untuk memanipulasi atom dan molekul untuk membuat produk berskala makro. Sedangkan deskripsi yang lebih umum untuk Nanoteknologi adalah manipulasi materi dengan ukuran maksimum 100 nanometer. Di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengembangkan nanoteknologi sejak tahun 2000-an namun belum mampu mengkomersilkannya. Hal yang paling mendasar dalam menghambat perkembangan teknologi nano di Indonesia adalah ketiadaan alat pengukuran (metrologi) nanomaterial. Kepala Pusat Inovasi LIPI menyatakan bahwa sudah 13 tahun pengembangan nanoteknologi di Indonesia berjalan sehingga tahap yang dituju sekarang adalah komersialisasi produk nanomaterial berbasis kegiatan riset. Pembangkit listrik dari Benang Nano Seiring dengan perkembangan teknologi nano, kini beberapa grup riset yang concernmengembangkan teknologi nano sudah mampu membuat sebuah divais dari struktur nano untuk menghasilkan arus listrik, medan electromagnetic, bahkan mampu mengeluarkan radiasi dalam orde subatomic. Divais/alat berukuran nano yang mampu membangkitkan energi listrik disebut sebagai nano-generator. Karena baru, maka riset tentang nano-generator baru dilakukan oleh beberapa grup yang berkecimpung di dunia nano. Salah satunya adalah grup riset dari Georgia Institute of Technology, mereka sedang mengembangkan sebuah prototip nano-
generator yang menggunakan struktur benang nano (nanowire) untuk menghasilkan listrik ketika wire dalam ukuran nano tersebut bergetar. Nanowire pada prototype tersebut terbuat dari bahan ZnO (seng oksida), arus yang timbul dari nanowire tersebut adalah sebagai efek dari piezoelectric (timbulnya sifat listrik akibat perubahan energy mekanis dari material). Desain dari nanogenerator tersebut hingga saat ini masih menjadi objek riset dan masih berada dalam tahap pengembangan. Para ilmuwan memprediksikan bahwa nanogenarator akan diperkenalkan ke public sejak tahun 2010-2011. Hingga saat ini mayoritas dari perangkat elektronik yang portable (contoh: jam tangan, etc), energinya masih sangat tergantung pada baterai. Saat ini para ilmuwan sedang mengembangkan dan mendemonstrasikan bagaimana sebuah perangkat elektronik mudah dan praktis dalam suplai energinya. Hal tersebut dapat direalisasikan dengan metode pengembangkan teknologi benang nano (nanowire) dari bahan murah (ZnO) yang dapat memproduksi energy mekanik yang cukup untuk dikonversikan menjadi energy listrik.
Batu“Kujang”yang ditemukan di situs Gunung Padang memiliki alur serat logam.
Bagaimana listrik dihasilkan dari nano wire? Prof Zhong Lin Wang dari Georgia Tech mengilustrasikan bahwa bila kita berjalan kaki, maka daya listrik yang dihasilkan kira-kira oleh tubuh kita adalah 67 watt, gerakan jari2 kita menghasilkan 0.1 watt, pernapasan kita 1 watt. Nah bila kita mampu mengkonversikan fraksi dari daya tersebut, maka tubuh kita mampu menjadi sumber energi untuk sebuah divais elektronik. Secara konseptual lanjut Prof Zhong Lin Wang, dia mampu mendemostrasikan konversi daya yang mungkin untuk sebuah divais mencapai 17-30 persen dari total daya yang dihasilkan oleh tubuh kita. Hasil dari penelitian di grup riset Prof Zhong Lin Wang dapat mengkonfirmasi sebuah teori bahwa: ZnO nanowire akan menunjukkan efek piezoelektrik yang sangat baik, yaitu menghasilkan sifat listrik dari respon tekanan mekanik. Biasanya muatan negative dan positif dari ion Zinc dan Oksigen di dalam kristal ZnO nanowire saling meniadakan.