ANALISA SITUS GUNUNG PADANG LAPORAN Disusun guna memenuhi sebagian tugas Mata kuliah Wawasan Budaya Nusantara (MKK00102) Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam
Disusun Oleh : Zain Arifin Rochmat (14148108) Dzaari Qolbi Akbar Qowli (14148113)
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015
Situs Gunung Padang 1. Budaya Gunung Padang Situs Gunung Padang: Bukti Budaya Tinggi Masa Lalu Sebuah bangunan punden berundak sudah tak lagi menyisakan bentuk utuhnya. Terbuat dari batuan vulkanik alami berserak dengan ukuran hampir sama. Sisa peninggalan apakah ini sebenarnya? Itulah situs Gunung Padang, yang jadi pembicaraan dunia. BERKELILING di perbukitan Gunung Padang, balok-balok batu berserakan di mana-mana. Tersebar menutupi puncak Gunung Padang yang berjurang curam. Ada yang tertanam, ada yang berserak di atas tanah, ada yang menumpuk menjadi satu kesatuan. Balok batuan juga tersebar di pesawahan dan sekitar rumah penduduk. Kemunculan situs di bukit ini bukan tiba-tiba. Masyarakat awalnya memandangnya sebagai tempat keramat. ”Leluhur kami sering mendengar pada malam tertentu ada aktivitas di atas bukti dan terdengar suara-suara musikal. Tempat ini pun menjadi terang benderang. Karena itu masyarakat menyebut bukit itu sebagai Gunung Padang (gunung terang),” kata Nanang (40 th), juru kunci atau juru pelihara situs. Gunung Padang adalah gunung atau bukit, sementara Padang adalah istilah dalam bahasa Sunda yang berarti siang, terang atau cahaya. Menurut Nanang, Gunung Padang disebut juga sebagai “Nagara Siang Padang” (negara siang). Peziarah yang datang berharap akan mendapat pencerahan atau cahaya yang akan menerangi kehidupan di dunia nyata dan gaib.
SulitDijangkau
Lokasi situs ada di bukit-bukit curam yang sulit dijangkau. Kompleks situsnya memanjang, menutupi permukaan bukit yang banyak tumpukan batu. Sementara pemandangan bentang alam sekitar berlembah curam sangatlah menajubkan. Meski berbukit curam, namun tersedia anak tangga untuk mencapai puncaknya yaitu setinggi 95 meter. Tangga tersebut tersusun dari 468 anak tangga berbatu alami andesit yang merupakan jalur naik asli. Sementara jalur baru dibuat di dekatnya.
Tegak lurus dari situs, nampak dua gunung yaitu Gunung Gede (2950 m dpl) dan Gunung Pangrango (3.019 m dpl). Dua gunung yang sejak Kerajaan Pajajaran berdiri telah dianggap sakral, yang hanya berjarak sekitar 25 km dari situs ini. Ini membuktikan bahwa secara historical ada keterkaitan spiritual antara gunung Gede dengan situs gunung padang.
Batu Berundak
Lokasi situs ini berada di ketinggian 885 m dpl, terletak di Gunung Padang, desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jabar. Areal situsnya sendiri memiliki luas sekitar 3 Ha, dan luas pondasi “bangunan purbakala” nya sekitar 900 m² Batuan di situs Gunung Padang berbentuk tiang-tiang dengan panjang rata-rata sekitar 1 meter dan berdiameter rata-rata 20 cm. Uniknya, geometri ujung batu dan pahatan ribuan batu besar ada dalam bentuk pentagonal (lima sudut) Rupanya bangsa kuno Nusantara yang mendiami tanah Pasundan ini menjadikan angka 5 sebagai identitas pemujaan. Banyak yang menyebut situs ini sebagai satu teater musikal purba, sekaligus kompleks peribadatan purba. Simbol lima ini mirip dengan tangga nada music sunda pentatonis. Situs ini tersusun dari 5 teras. Teras pertama merupakan teras terbawah dengan ukuran paling luas, kemudian makin mengecil sampai teras ke-5. Bentuk punden berundak juga menunjukan bahwa semakin ke atas tingkat kesuciannya akan semakin tinggi. Artefak berupa batu melengkung berada di sisi timur situs. Dugaan kuat ini merupakan “pintu masuk” ke dalam bangunan bawah permukaan Gunung Padang.
Legenda
Situs ini dikeramatkan warga setempat. Banyak peziarah mengunjungi situs ini. Penduduk menganggapnya sebagai tempat petilasan Prabu Siliwangi, Raja Sunda, yang konon berusaha membangun istana dalam semalam. Sejumlah cerita legenda lekat di Gunung Padang. Ada yang mengaitkan dengan kekuatan mistis, timbunan harta karun, bangunan piramid yang ditemukan di Indonesia. Ada pula yang mengaitkan dengan
sisa peradaban makhluk asing Alien, dan pusat Atlantis yang hilang. Namun, puluhan tahun situs dilakukan ekskavasi belum pernah ditemukan emas di kawasan ini. Para arkeolog punya analisa sendiri. Situs Gunung Padang adalah peninggalan situs megalitik terbesar di Asia Tenggara yang pernah ditemukan manusia. Situs itu diperkirakan dibangun kira-kira 2.000 tahun sebelum Masehi. Atau sekitar 2.400 tahun sebelum kerajaan Nusantara pertama berdiri di Kutai, Kalimantan. Situs ini diperkirakan dibangun kira-kira 2.800 tahun sebelum candi Borobudur berdiri.
Mirip Piramida
Gunung Padang, merupakan temuan monumen bangunan raksasa yang unik dan luarbiasa dari leluhur bangsa Nusantara, pada ribuan tahun sebelum Masehi. Pandangan arkeolog, sesungguhnya Gunung Padang bukanlah gunung melainkan mirip dengan piramida. Piramida adalah sebuah bangunan atau bukit yang dimodifikasi oleh manusia dengan perhitungan matang dari banyak sisi. Secara saintifik disimpulkan bahwa ada man-made structure di bawah permukaan situs Gunung Padang. Situs Gunung Padang diyakini dibuat manusia masa lampau yang pernah hidup di wilayah itu. Piramida ini tertimbun debu vulkanik sehingga terlihat seperti gunung yang penuh pepohonan. Di dalam Gunung Padang dipercaya memiliki ruangan-ruangan di dalamnya yang kini telah tertimbun tanah. Umur situs ini diperkirakan jauh lebih tua dari pada piramida Mesir, yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum masehi.
Mistis
Situs Gunung Padang menjadi daya tarik karena bukit ini kerapkali dilaporkan mengeluarkan “bunyi-bunyian” seperti ada perhelatan. Kalangan sinden, dalang, atau seniman kerap datang dan bersemedi di situs ini. Mereka percaya dengan mitos dari kekuatan di Gunung Padang. Di situs gunung Padang pernah ditemukan alat musik yang berupa batu persegi panjang yang bergelombang pada bagian atasnya. Jika setiap gelombang dipukul, maka akan mengeluarkan bunyi yang berbeda antar gelombang satu dengan yang lain. Penemuan ini diyakini terkait dengan bunyi-bunyian yang sering terdengar. Batu-batu di Gunung Padang juga menjadi daya tarik karena diyakini bertuah. Ada batu gendong, batu harimau, dan batu kujang.
Semua diyakini memiliki kekuatan sendiri. Juga terdapat mata air yang keluar dari situs. Mata air ini dipakai membersihkan diri sebelum naik ke Gunung Padang. Di teras ke 5 ini arealnya cukup luas dan populer bagi peziarah. Banyak orang datang ke Gunung Padang untuk bersemedi di teras tingkat 5 ini. Teras ini dianggap sebagai istana atau singgasana Prabu Siliwangi. Amati Bintang Situs Gunung Padang secara astronomis ternyata berharmoni dalam naungan bintang-bintang di langit. Posisi situs diketahui pada masa prasejarah berada tepat di bawah langit yang lintasannya padat bintang, berupa jalur Galaksi Bima Sakti. Gunung Padang menjadi tempat strategis untuk mengamati benda-benda langit atau menghitung konstelasi astronomi. Beberapa penelitian tentang astronomi sering dilakukan di kawasan ini. Beragam penelitian banyak dilakukan di Gunung Padang. Hasil penelitian ini semakin mengungkapkan bahwa situs ini merupakan bukti peradaban tertua manusia, bukti keluhuran kebudayaan lokal dan tingginya peradaban asli Indonesia. Khususnya orang-orang yang sekarang mendiami Tatar Pasundan. Sangat menarik menengok ke Gunung Padang. Menelisik situs berisi serakan batu hitam bermotif, mencermati susunan batu, dan menikmati pemilihan panorama lingkungan sekitar situs, yang ternyata sarat pesan keteraturan geometris. Bukti pesan kebijaksanaan kosmis yang tinggi pada kebudayaan Nusantara Purba. Sempatkan berwisata ke situs Gunung Padang saat bulan purnama. Kita akan bisa mengamati miliaran bintang, di tengah reruntuhan situs yang berusia 2500-4000 SM. -- Priyo SM S umber : http://www.sejarawan.com/248-situs-gunung-padang-bukti-budaya-tinggi-masalalu.html diakses pada tanggal 12-15-2014, 03:17 AM
2. Persebaran
Pada abad ke 19 para ahli membuat sebuah teori tentang persebaran kebudayaan. Di antara teori yang fenomenal adalah The Sun of God Theory. Teori ini berdasarkan pada persamaan beberapa tinggalan kebudayaan yang mengarah pada satu unsur atau dasar yang sama yaitu sebuah kebudayaan penyembahan Dewa Matahari yang sifatnya universal. Teori ini diwali dari cara berfikir deduktif yang praktikan oleh para pengusung teori ini seperti Max Muller dan Alfin B Khun, mereka melihat fenomena pemujaan matahari yang seragam akan meskipun mempunyai ciri khas masing-masing akibat kekuatan unsur lokal yang mempengaruhi. Melihat tinggalan arkeologis yang sama dan luas bentangnya antara Mesir dan Suku Inka di Amerika Selatan yang mempunyai karakter dasar sama memperkuat kebenaran pendapat ini, sehingga awalnya persebaran kebudayaan penyembahan matahari disimpulkan dimulai dari Mesir sebagai pusat kebudayaan tertua yang berlanjut ke pusat-pusat kebudayaan penyembah matahari lainnya. Melihat Gunung Padang dalam perspektif teori ini kita akan dibawa pada sebuah kekuatan dimensi penyembahan Dewa Matahari yang massif muncul pada masa neolitikum. Kemudian melahirkan sebuah pertanyaan, sisi dunia mana yang sesungguhnya melahirkan kebudayaan penyembahan matahari paling awal? Sebuah ciri khas Gunung Padang yang bisa dikaitkan dengan teori ini adalah keberadaan situs yang
berbentuk punden berundak. Kebudayaan ini menjadi ciri paling otentik dalam penyembahan Dewa Matahari. Struktur punden berundak dengan ciri khas bangunan berbentuk piramida, secara teknis difungsikan untuk kegiatan penyembahan matahari dengan prosesi si pemuja pada bagian paling puncak bangunan tertinggi dan membawa persembahan untuk dewa. Kebudayaan penyembahan matahari sangat melekat pada kebudayaan nusantara, bahkan bisa dibilang kebudayaan ini sebagai salah satu akar kebudayaan atau setidaknya adalah perkembangan lebih lanjut dari kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Salah satu bukti yang memperkuat pendapat itu adalah di temukannya Candi Sukuh yang mempunyai struktur arsitektur punden berundak. Candi Sukuh sangat terkait dengan pemujaan Dewa Matahari, hal ini dikaitkan pada spirit si pembangun candi. Masa abad 14 adalah masa tekanan tinggi pada peradaban Jawa akibat perang Majapahit, maka muncul istilah Milenarianisme atau kepercayaan munculnya ratu adil penyelamat manusia, yang dalam Kristen disebut Maranata atau munculnya Yesus untuk kedua kalinya dan pada kepercayaan Islam adalah konsep Imam Mahdi. Masyarakat memunculkan Candi Sukuh, karena merindukan masa lampau kejayaan nenek moyang mereka, maka ada kecenderungan mengulangi masa lalu. Penemuan Gunung Padang kemudian sangat memperkuat akar kebudayaan nusantara bahwa kemungkinan besar nusantara menjadi penyebab awal atas kreasi penyembahan Matahari dibandingkan kebudayaan Mesir yang diwakili penyembahan dewa Ra, Suku Inka, India Suryavansa dan hampir semua kebudayaan di dunia yang mempunyai kepercaraan terhadap Dewa Matahari jauh setelah penyokong kebudayaan Gunung Padang muncul lebih awal. Kuatnya akar kebudayaan ini bahkan sampai di bawa pada masa pengaruh Hindu dan Budha. Soekmono berpendapat bahwa “Kebudayaan Hindu dan Budha tidak merubah dasar kebudayaan nusantara yang lantas mendorong nenek moyang kita menyesuaikan kebudayaan dengan India, tapi justri kebudayaan Hindu dan Budha menyesuaikan dengan kebudayaan kita. Contoh yang paling nyata adalah kebudayaan Gunung Padang yang masih dibawa hingga masa Kerajaan Mataram saat pembangunan Borobudur. Borobudur sebuah kebudayaan punden berundak yang dipadukan dengan adanya stupa gaya kebudayaan Budha sebagai jalan Dharma. Kini dengan keberadaan Gunung Padang, The Sun God Theory di Dunia semakin jelas, bahwa arus penyebaran kebudayaan penyembahan Dewa Matahari sebagai salah satu kebudayaan penyembahan monoteistik pertama di dunia adalah berasal dari Nusantara. Nusantara mempunyai
daya pengaruh alam yang kuat, terutama matahari di bagian ini sering muncul, seperti halnya di Mesir dan Amerika Selatan. Kekuatan ini yang mempengaruhi kepercayaan masyarakat dan memunculkan Matahari sebagai dewa utama. Kebudayaan penyembahan matahari dari nusantara yang telah berumur sepuluh ribu tahun sebelum masehi ini menyebar ke seluruh penjuru dunia,mempengaruhi Mesir dengan kepercayaan Amun Ra, Cina dengan kepercayaan Taiyang Seng, Buddhisme dengan kepercayaan Ri Ri Guang Dong dan Hellios dalam kepercayaan Yunani. Sumber : http://www.campatour.com/?p=413 diakses pada 16 Februari 2015
3. Artefak Jakarta - Tim persiapan Lacak Artefak Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) kembali berhasil mendata temuan baru di permukaan tanah kawasan Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Temuan tersebut berupa menhir dan makam yang menggunakan menhir sebagai nisannya. "Terdapat dua menhir dengan orientasi utara-selatan. Temuan ini dirawat oleh warga dan dikenal istilah kuburan atau makam Kabayan. Tidak ada tulisan pada menhir yang dijadikan nisan tersebut. Nama Kabayan tampaknya digunakan sebagai kata ganti untuk orang yang tidak diketahui namanya. Orientasi dua menhir yang mengarah utara-selatan mengingatkan pada orientasi makam Islam," jelas Ketua Masyarakat Arkeolog Indonesia (MARI) Ali Akbar, Jumat (27/3/2015). Menurut Ali, dengan temuan ini indikasi bahwa Situs Gunung Padang dikelilingi situs-situs lain di sekitarnya semakin banyak buktinya. Untuk memudahkan penelusuran, tim juga memberikan pengarahan kepada warga mengenai jenis-jenis peninggalan purbakala yang lazim dihasilkan oleh masyarakat purba berciri megalitik. Masyarakat megalitik menggunakan batu-batu besar untuk membuat bangunan dan menghasilkan tanda atau petunjuk tertentu. Tim Lacak Artefak juga bekerja sama dengan berbagai komunitas seperti Bike to Work (b2w) dan Geographical Mountaineering Club UI. Daya jelajah dan kemampuan pemetaan komunitas-komunitas tersebut diharapkan dapat membantu pendataan kepurbakalaan kawasan Gunung Padang. "Menhir yang ditemukan berupa batu kekar tiang (columnar joint) itu yang serupa bentuknya dengan batu di situs Gunung Padang. Dua menhir tersebut berorientasi barat laut-tenggara. Orientasi ini seakan
menghubungkan kampung Sukadana yang berada di barat laut dan situs Gunung Padang yang berada di tenggara kampung tersebut," terang Ali. Temuan-temuan tersebut akan dikaji lebih lanjut. Temuan-temuan oleh tim telah di-plot dan dimasukkan dalam Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) untuk memudahkan Penelurusan jika tim ingin kembali ke lokasi. "Peta kawasan juga terus dibuat dan dilengkapi untuk mengetahui persebaran situs-situs di sekitar Situs Gunung Padang," tutup Ali. Sumber:http://news.detik.com/berita/2871010/ada-temuan-unik-di-gunung-padang-wargamenyebutnya-makam-kabayan diakses pada tanggal Jumat 27 Mar 2015, 07:13 WIB dengan judul Ada Temuan Unik di Gunung Padang, Warga M enyebutnya M akam Kabayan
4. Lokasi Situs megalitik Gunung Padang merupakan bangunan berundakundak atau biasa disebut dengan istilah „punden berundak‟ yang terdiri dari lima teras atau tingkatan; dimana makin tinggi letak tingkat atau terasnya, luasnya makin menyempit. Istilah punden berasal dari bahasa Jawa yang berarti „terhormat‟ dan berundak berarti „bertingkat‟. Struktur serupa dengan punden berundak
1) Indonesia adalah marae yang terdapat di Kepulauan Pasifik Barat
Gambar 1 Teras-teras Situs Gunung Padang.
Secara morfologis, Gunung Padang merupakan bukit kecil yang terletak di lereng utara pegunungan memanjang berarah barat laut-tenggara, dengan orientasi memanjang utara-selatan. Lokasi berada pada ketinggian sekitar 950 meter di atas permukaan laut. Situs ini terdiri dari lima teras pada wilayah yang berukuran lebar kurang lebih 20-40 meter dan panjang kurang lebih 130 meter. Struktur keseluruhannya adalah struktur megalitik terbuka yang terbagi atas teras-teras berundak yang dibatasi kolom-kolom batu besar. Semakin ke atas luas teras-teras situs Gunung Padang semakin mengecil. Rata-rata ukuran tiga buah teras teratas adalah 20 x 20 meter, teras kedua terbawah berukuran kurang lebih 25 x 30 meter, dan teras terbawah berukuran kurang lebih 35 x 40 meter. Struktur situs Gunung Padang terdiri dari susunan kolom-kolom batu poligonal yang merupakan hasil bentukan dari proses pendinginan lava menjadi batuan beku berjenis andesit atau basalt. Proses fisik pembentukan kolom batu poligonal seperti yang digunakan pada situs Gunung Padang sama dengan proses yang membentuk bukit kolom batu poligonal Giant‟s Causeway di Irlandia, Devil‟s Tower di Yellowstone, Amerika Serikat, atau kolom-kolom batu di Gunung Selacau dan Lagadar di Cimahi Selatan, Indonesia. Sumber batu-batu penyusun ini diperkirakan merupakan hasil pembekuan magma dari gunung-gunung api purba di sekitar Gunung Padang pada masa Pleistosen awal, sekitar 21 juta tahun yang lalu. Keberadaan sumber alamiah batu-batu tersebut dapat dikenali melalui pengamatan terhadap kaki bukit Gunung Padang, dimana kolom-kolom batu alamiah yang bukan berasal dari reruntuhan situs masih berserakan [3]. 2.1 Teras I Teras pertama atau teras I mempunyai bentuk persegi empat. Sisi barat laut dan
Gambar 2 Teras I Situs Gunung Padang.
tenggara teras ini memiliki ukuran yang berbeda; sisi barat laut berukuran panjang 40 meter, sisi tenggara berukuran panjang 36 meter, sementara kedua sisi lainnya masing-masing berukuran 28 meter [1]. Teras I merupakan teras terbesar sekaligus terletak paling bawah pada situs Gunung Padang. Dibandingkan dengan teras-teras yang lain, Teras I memiliki jumlah struktur paling banyak; sekitar 6 bentukan struktur dapat dikenali pada Teras I. Denah keseluruhan teras I dapat dilihat pada Gambar 2. Konstruksi teras I terbagi lagi ke dalam struktur bangunan atau batuan yang disusun membentuk formasi tertentu. 2.2 Teras II Teras II memiliki kontur tanah yang lebih rata dari teras I. Sisi barat laut atau sisi depan teras II memiliki panjang 22,30 meter, sisi timur laut memiliki
Gambar 3 Teras II Situs Gunung Padang. panjang 25 meter, sisi barat daya memiliki panjang 24 meter, dan sisi tenggara atau belakang teras berukuran panjang 18,5 meter [1]. Pada teras II terdapat batu-batu tegak yang mempunyai ukuran lebih besar daripada batu batu tegak yang lain, berfungsi sebagai batas jalan atau „pagar‟ antar area teras. Denah keseluruhan teras II dapat dilihat pada Gambar 3. 2.3 Teras III Teras III berukuran lebih kecil daripada teras II. Sisi barat laut teras III memiliki panjang 18,5 meter, sisi tenggara dan timur laut 18 meter, dan sisi barat daya 18 meter. Laporan N.J Krom pada tahun 1914 mengasumsikan bahwa area teras III merupakan area pekuburan, meskipun
hasil ekskavasi D.D. Bintarti pada tahun 1982 membuktikan hal sebaliknya. Ekskavasi D.D. Bintarti tersebut juga menemukan pecahan gerabah polos yang terbatas jumlahnya [1]. Denah keseluruhan teras III dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Teras III Situs Gunung Padang. 2.4 Teras IV Teras IV merupakan teras dengan jumlah struktur bangunan atau susunan batuan paling minim diantara teras-teras situs Gunung Padang. Teras IV memiliki luas area kurang lebih 20 x 16 meter [1]. Denah keseluruhan teras IV dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Teras IV Situs Gunung Padang.
2.5 Teras V Teras V merupakan teras tertinggi situs Gunung Padang yang terletak di Bagian
Gambar 6 Teras V Situs Gunung Padang. paling ujung sebelah tenggara. Sisi barat laut memiliki panjang 17,5 meter, sisi timur laut 19 meter, sisi tenggara 16 meter dan sisi barat daya 19 meter [1]. Di bagian tengah atas teras terdapat batu-batuan yang disusun seperti altar berukuran kurang lebih 3 x 3 meter. Di bagian kanan dan kiri „altar‟ tersebut terdapat susunan bebatuan membentuk persegi dengan ukuran sekitar 3 x 3 meter (Gambar 6). 2.6 Tipe Struktur Bangunan Konstruksi situs megalitik Gunung Padang terdiri dari berbagai tipe struktur. Meskipun demikian dari struktur-struktur yang ada dan mampu diamati oleh penulis, dapat ditelaah pola-pola struktur dasar yang terdapat pada konstruksi situs Gunung Padang. Putri, Savitri Ramadina. Analisis Perupaan Situs Megalitik Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 4, No. 1, 2013, 51-66 Sumber :