“WAWANCARA TIM VENICE BIENNALE INDONESIA DENGAN PAULUS MINTARGA”
[131010_Wawancara Paulus Mintarga] SETIADI SOPANDI (CUNG)
Rempah rumah karya. Sejauh apa yang masih dalam tema ketukangan itu ya…sebenarnya sih kita belakangan menggiring temanya lebih sederhana dari yang kita ajukan di kompetisi ya. Kita sebenarnya pengen lihat aja yang dilakukan arsitek ataupun siapapun yang memiliki gagasan, bisa jadi pemiliknya, bisa jadi arsiteknya, bisa jadi mandor atau siapapun juga yang terlibat langsung gitu. Jadi, misalnya kalaupun ini arsitek, kita wawancara Pak Tan waktu itu, itu memang Pak Tan punya keterlibatan khusus begitu. Bahkan mungkin hubungan antara Pak Tan, kontraktor dan tukangnya itu erat begitu. Jadi bukannya sebagai institusi, istilahnya kontraktor, arsitek, ada ME, ada klien begitu. Tapi, intim. Bahkan, kadang-kadang Pak Tan sendiri langsung terlibat. Kalau kita pakai model Pak Tan, bahkan gambar kerjanya atau gambar-gambar arsitekturnya Pak Tan itu bahkan cenderung sederhana gitu. AVIANTI ARMAND Cuma 2 lembar
SETIADI SOPANDI (CUNG)
Cuma 2 lembar. Lalu, kok bisa membuat karya yang toleransinya begitu presisi, kok bisa menghasilkan karya yang seperti itu. Dalam kasusnya Pak Tan memang dia ingin seperti itu. Ternyata memang ada hubungan khusus antara arsitek, tukang dan kontraktornya. Jadi hubungan yang erat, jadi menurut istilah Pak Tan itu dibina. Jadi kontraktor itu istilahnya kalau sudah lulus beberapa poin gitu baru bisa betul-betul jadi mitra kerja. Jadi, memang prosesnya lama dan panjang. Jadi, sekarang menurut Pak Tan hanya empat kontraktor yang memang kerja sama beliau. Jadi, memang sudah mengerti betul, produknya pun sesuai yang diharapkan. Tapi itu kasus Pak Tan. Jadi punya idealisme khusus, dilakukan di lapangan itu sesuai gitu. Kalaupun memang ada perubahan-perubahan sifatnya memang skalanya memang komunikasinya dilakukan intim, dekat gitu. Nah ini yang pengen kita cari di semua narasumber yang kita ingin wawancarai dan kita kunjungi obyeknya. Sebenarnya yang terjadi seperti apa sih, apakah memang ada gagasan, ataukah justru mungkin gagasan ini sederhana saja gitu lalu berkembang di lapangan. Yang kita amati memang Pak Eko itu mungkin ekstrimnya dari Pak Tan. Bahkan Pak Eko itu hanya mungkin menggagas hal-hal yang….
PAULUS MINTARGA Menstimulan
SETIADI SOPANDI (CUNG)
Iya. Cuma jadi kompor awal gitu kan, lalu jadi memberikan ruang yang luas sekali buat orang-orang yang terlibat di dalam situ. Nah, kita pengen tahu seberapa jauh misalnya Pak Paulus mendesain sesuatu. Mungkin dua tempat ini lah, kalau kita bicara soal bangunan arsitektur gitu.
AVIANTI ARMAND
Tapi sebenarnya rempah ini sendiri kan bukan hanya sebuah karya arsitektur tapi sebuah bengkel gitu kan. Yang dimana di dalamnya, Pak Paulus melakukan eksperimen dengan material, dengan teknik konstruksi, gitu. Nah, selain pertanyaan dari Cung tadi sebenarnya kita dulu udah pernah tahu ya bahwa Pak Paulus punya gagasan bahwa bangsa ini bangsa pengrajin. Mungkin itu intuitif
2
gitu. Tapi, apakah memang karena Pak Paulus melihat ada satu tradisi ketukangan yang masih hidup atau hal apa gitu yang ada mendorong sehingga akhirnya membuat rempah rumah karya.
PAULUS MINTARGA
Itu dulu waktu kita diskusi ya. Ketika saya ngomong Indonesia bangsa pengrajn. Kan ngomong: memangnya itu punyanya Indonesia aja? Kan enggak, bener. Mba Vivi bener banget. Jadi, sebetulnya akhirnya ketukangan ini universal. Nah, cuma memang prosesnya saya tidak tahu. Kalau saya kan memang dari awal tidak setting desainer maupun arsitek gitu. Tapi ini kan lebih spontan gitu, lebih merespon. Jadi, awal mula memang mungkin karena latar belakang. Saya mungkin punya latar belakang dari teknik, kemudian pernah mengerjakan beberapa hal yang berkaitan dengan teknik. Pernah punya bengkel las misalnya seperti itu. Pernah ngerjain fabrikasi aluminium, kaca, kayu. Jadi, memang pengetahuan teknis ini yang membuat akhirnya tertarik untuk di situ. Awal mulanya kan disitu kan. Jadi, nggak sadar. Ketemu Idris, ya diracuni Idris juga gitu kan. Tapi, sebetulnya saya benar-benar tertarik dengan arsitektur ini waktu open house Mamo yang di …. deketnya .. SETIADI SOPANDI (CUNG) Ciganjur
PAULUS MINTARGA
Ciganjur. Itu waktu itu kan diajak open house gitu sama Idris diajak, ketemu sama si Dana kalau nggak salah. Diajak bareng-bareng. Waktu itu saya merasa beda, mulai agak tertariklah dengan dunia arsitektur. Memang pertama kali dengan material, setelah teknik tadi kemudian material. Material-material itu sebenarnya material-material basic. Material-material yang sering kita jumpai sehari-hari gitu: beton, kayu. Saya melihat ini kan bisa diginiin, ini kan bisa diginiin, gitu-gitu kan. Jadi karena bergaul sama teman-teman di Jakarta ini seolah-olah menjadi punya tempat, menjadi ada salurannya gitu. Kalau di sini kan susah. Ya, terus berkembang. Sama Mamo kan sering diskusi macem-macem sampai ke hal-hal yang biasanya sih kita tidak pernah diskusi tentang arsitektur malah. Ya biasalah diskusi Mamo kan gitu.
AVIANTI ARMAND
Eh, saya nggak tahu loh. Cieh.haha SETIADI SOPANDI (CUNG)
Arsitektur doang sama saya.haha PAULUS MINTARGA
Jadi ya ada sedikit-sedikit kadang-kadang. Ya, tapi kebanyakan sih akhirnya kan lebih ke filosofi. Jadi, kesadaran itu muncul memang agak belakangan. Ketika bangsa Indonesia bangsa pengrajin itu, mungkin karena saya juga aktif di dunia mebel, kemudian dunia mebel ini kan ada pembinaan. Masuknya kan dunia furniture dan craft. Mungkin juga sering ikut-ikut acara-acara disitu. Kemudian waktu itu kita ditraining juga tentang cream dalam pengertian untuk produk itu tadi, karena kan mau sertifikasi dan lain sebagainya gitu. Itu mungkin mempengaruhi. Dan pada akhirnya sampai belakangan baru secara tidak sengaja ini dapat rempah ini. Tidak sengaja dalam arti kata kan memang ini kan gudang yang memang barang-barangnya sudah harus dikeluarin gitu. Bingung saya waktu itu mau dipindah kemana. Kita ada gudang yang satu lagi, tapi sebenarnya itu
3
rumah, tapi dijadikan gudang, jadi udah penuh juga. Jadi waktu jalan, lihat disini itu tanah masih murah, nah kemudian diambil. Budget juga terbatas sekali. Ya sudahlah, pokoknya barang yang di gudang ini dipakai semua bisa berdiri jadi tempat gitu kan. Setelah jadi tempat ini saya merasa dapat bonus gitu kan. Dulu sebenarnya sering ngobrol sama Mamo maupun yang lainnya itu tentang keinginan punya bengkel. Saya memang cenderung suka R&D, tapi R&D yang sederhana. R&D itu ya udah lah apa yang ada di sekitar aja deh, nggak usah kemana-mana gitu. Ada kecenderungan tertarik seperti itu. Ketika ruang jadi kan, barang yang mau kita bangun di gudang kan udah habis, makanya jadi gede gitu. Loh, ini kita jadinya bisa punya tempat ini untuk kita pengen punya kantor, studio lengkap dengan bisa untuk komunitas, bisa untuk workshop gitu. Ya sudah akhirnya kita coba. Sambil mencoba itu sebenarnya ketika proses itu sendiri kan setelah berproses tentang teknik dulu pertamanya kemudian tentang material ini, saya berpikir sebetulnya setiap manusia di Indonesia ini terutama di Jawa ini sebetunya bisa kok kalau dia diberi kesempatan, kalau dilatih. Makanya, sengaja saya mungkin tidak berpikir untuk membikin sesuatu yang sempurna gitu, tidak. Tapi sesuatu yang lebih mengalir. Jadi, saya sengaja cari orang proyek ini disini bukan orang yang desain rumah tinggal, tapi orang yang kerjain proyek pabrik, yang dianggap pekerja kasar gitu kan. Mungkin ada keuntungannya mereka bukan yang sudah terlatih. Diajak diskusi dan ngobrol kan mereka lebih enak. AVIANTI ARMAND
Tapi itu datang darimana itu keyakinan bahwa semua orang Indonesia asal dilatih pasti bisa? PAULUS MINTARGA
Nah, saya waktu itu punya pemikiran begini, saya agak lupa ininya, tapi saya mencatat di buku waktu itu ya ketika saya mencoba itu. Jadi, waktu itu ketika saya mau pindah disini waktu proses bikin. Saya kan mulai mikir kan wah ternyata kita punya ruang, mau bikin apa sih… Saya catat semua ide-ide yang saya kepingin kembangin, misalnya tentang keramik bekas, keramik pecahan, saya bisa bikin apa, bikin apa, bambu, kayu sisa, saya catat semua. Kemudian saya bengong sendiri kan loh yang saya manfaatkan itu kan barang-barang sisa semua, katanya Indonesia itu kaya dengan sumber daya alam, enggak loh, kita juga punya sumber daya manusia. Karena kebetulan kalau di Solo, di daerah itu banyak, orang itu …. Kita lihat aja di Solo ya kita masih bisa, kalau sekarang kan udah jarang ya…tapi pada waktu saya masih SMA atau SMP ya..
AVIANTI ARMAND
Itu berapa puluh tahun yang lalu, Pak? hehe PAULUS MINTARGA
Tapi bayangkan ya itu yang namanya ColtT120 itu loh, T150 buatan Jepang itu. Itu di negaranya sudah tidak diproduksi. Di sini masih pada jalan untuk ngangkut bata, pasir gitu ya. Mereka ngomong apa: ini mesin basic yang paling gampang. Onderdilnya apapun yang dipakai mau. Sehingga mereka ngulik terus gitu loh. Utak-atik ngulik. Tapi kalau kita lihat banyak orang kita itu ngulik semua, ketika dikasih kesempatan dan ada kesempatan mereka itu ngulik loh. AVIANTI ARMAND
Iya bener..bajaj itu sparepart nya udah nggak ada yang asli.
4
PAULUS MINTARGA
Iya banyak sekali yang ngulik gitu loh, mereka itu timbul minat, ketika mereka timbul minat dan percaya diri itu ngulik. Terus terang saya mengaca pada diri saya sendiri, saya kan dari Solo ke Jakarta. Saya itu kan nggak kenal apa-apa dan nggak tahu apa-apa. Tapi di sana saya merasa mendapatkan satu tempat, panggung dimana saya bisa berekspresi gitu loh. Dan ketika itu diapresiasi, itu menjadi kita itu tambah semangat. Nah itu muncul, kesadaran itu yang mungkin saya punya keyakinan bahwa saya yakin juga kok kalau mereka-mereka ini dikasih kesempatan, diapresiasi dengan dibimbing tadi, didampingilah bukan dibimbing, itu pasti mereka juga akan muncul itunya. Ada semangat itu gitu ya. Belakangan sih saya akhirnya cukup punya alasan, belakangan. Pada akhirnya saya mencari gitu ya. Saya kadang-kadang kan pemikiran-pemikiran apa saya taruh di agenda. Bahkan saya punya pemikiran bahwa itu benar. Karena kalau kita Negara agraris ya..Jawa ini kan paling subur di antara yang lain-lain. Makanya dulu banyak anak banyak rezeki dan sebagainya itu karena lahan itu sedemikian besar, garapan sedemikian besar. Air juga bagus, kemudian dia agak memanjang. Dia pengunungan di tengahnya gitu. Sehingga air tetap masih otomatis mengalir dengan sendirinya. Petani kita itu rajin, sangat rajin. Nggak tahu sekarang ya, tapi pada waktu itu kalau petani itu ditanya: ‘Pak, keluar jam berapa?’. Mereka jam empat - lima pagi sudah keluar. Jadi mereka itu rajin sekali sebetulnya untuk bekerja gitu. Dan mereka memang punya semangat itu dan itu bawaan gitu loh. Memang dari tanahnya, dengan itu jadi culture. Itu ada, terutama di Jawa. Jadi, semangat itunya pasti ada, semacam itu. Dan itu kan sebenarnya kalau dirunut itu cikal bakalnya keluar seni budaya kan sebenarnya dari situ kan. Seni itu bagi saya celebration, awalnya itu. Karena apa? Karena pada zaman dulu, mereka bercocok tanam padi, makan, lauk ini kan relatif mudah bagi mereka pada waktu itu. Yang penting kan nasi padi. Panen taruh lumbung, disimpan gitu. Panen berikutnya masih penuh. Mereka benar-benar menikmati joy gitu loh. Akhirnya mereka punya banyak waktu, tenaga dan pikiran. Komunikasi belum seperti sekarang, apalagi konsumtif, nggak tahu, nggak ada kan. Mereka hanya ada di situ, di sawah, adanya itu. Makan ini, bergaul dengan ini kan. Makanya kalau kita flashback dulu kalau kita bermain lebih fisik, sekarang kan udah nggak ada kan. Dulu kita masih gebrak soto, petak umpet. Sebelum kita lebih lagi kan nggak ada apa-apa kan. Akhirnya ketika mereka acara itu akhirnya ya tahapantahapan yang mereka lakukan itu ya dimaknai, proses itu semua dimaknai. Sampai ke panen pun dimaknai, celebration lah apa, blablabla, gitu gitu. Itu mereka melakukan itu semua, akhirnya memaknai. Nah yang terakhir ini saya berpikir bahwa pengrajin, disini kan ketukangan, ini sebetulnya apa toh? Akhirnya saya berpikir bahwa disitu ada intensi, untuk memaknai sebenarnya. Jadi, ini perbedaanya orang yang sekedar membuat dengan orang yang tadi timbul, suka, passion. Ternyata di situ dia ada intensi, ingin memaknai. AVIANTI ARMAND
Betul. Itu yang kalau di makalah kita sebut bahwa ada dorongan untuk menghasilkan sesuatu dengan baik. Terlepas dari apakah itu nantinya akan berbalik dalam bentuk uang, berbalik dalam bentuk keuntungan lain, begitu. Jadi, benar-benar hanya impuls untuk melakukan yang terbaik.
SETIADI SOPANDI (CUNG)
Tidak mengejar hasil sebenarnya AVIANTI ARMAND
Ya, tidak mengejar hasil, ya bukan result oriented. Itu berbeda sekali dengan culture yang ada sekarang kan? Capitalism itu kan sebenarnya kan instrumentalism. Semuanya adalah alat dalam satu moda produksi yang tujuan akhirnya adalah keuntungan gitu kan.
5
PAULUS MINTARGA
Ya, jadi ya bedanya yang satu massal. Yang satunya memang masih… Lah kalau tadi mengenai Pak Tan, itu sebenarnya nggak heran, sebenarnya mau pake gambar nggak pake gambar sebenarnya nggak ada hukumnya kok. Itu tadi kan mau balik lagi korporasi atau mau ke yang bukan korporasi. Kalau bahasa Jawanya kan jer basuki mawa beya ya kan? AVIANTI ARMAND Yang artinya?
PAULUS MINTARGA
Segala sesuatunya itu ada konsekuensi logisnya gitu kan. Saya mau ini ya bayarnya sekian, saya mau itu ya bayarnya itu. Dalam hal ini saya berkeyakinan Pak Tan pada mulanya punya banyak waktu mendampingi, punya banyak waktu untuk on site, untuk mendirect, untuk mengajar. Dia spend itu. Lah, kalau arsitek yang mau korporasi, dia nggak punya waktu banyak lagi karena proyeknya banyak sekali, dia pakai cara industri. Gambar selengkap-lengkapnya. AVIANTI ARMAND
Ban berjalan jadinya ya PAULUS MINTARGA
Tetapi tetap ada yang hilang disitu. Intensinya tadi akan berbeda. Ketika orang hadir langsung. Ini yang mungkin belum terpecahkan di dunia modern. Intensi itu. Itu masih berbeda. Makanya sebenarnya saya kalau mengkritik beberapa teman kita arsitek. Dulu saya sempat waktu awal-awal di Jakarta gitu kan keren rasanya kalau arsitek itu hanya 1-2 gambar gitu. Kerennya dimana saya bingung juga gitu kan. AVIANTI ARMAND Oke
PAULUS MINTARGA
Kemudian referensi arsitek terkenal di dunia, gambarnya juga cuma 1-2 lembar. Kemudian akhirnya saya berpikir, oh saya tahu gambarnya kenapa cuma 1-2 lembar. Karena dia sudah menyediakan dirinya dan waktunya untuk ke situ. Karena apa? Karena memang kan proyek ini hidup, bergerak. Semakin intensinya semakin tinggi, semakin nggak ada gambar. Dia nggak bisa gambar, itu hidup kok, bergerak terus kok. Setiap step berikutnya apa ya berikutnya ya. Itu terus. Opportunitynya ada terus. AVIANTI ARMAND
Ada dua sih Pak: satu yang memang menyediakan waktu seperti itu, satu yang memang ignorant terhadap tektonika. PAULUS MINTARGA
Nggak, kalau saya memang itu jualan, itu hanya branding keren-kerenan aja gitu loh. Biar dia
6
berbeda aja dengan yang lainnya, seperti tokoh-tokoh yang tadi, yang tidak punya gambar. Saya berpikirnya negatif sih terus terang. AVIANTI ARMAND
Ya..ya saya juga Pak. haha PAULUS MINTARGA
Karena ini segala sesuatu itu harus ada upaya, harus ada usaha. Nggak bisa dengan sendirinya. Itu tadi kalau menyangkut dengan yang Pak Tan tadi. Kalau saya berangkatnya mungkin bukan dari situ. Saya berangkatnya memang pertama memang secara tidak sengaja, tidak sadar gitu, sampai ke sana. Dan belakangan akhirnya mulai mereview gitu kan, oh dulu saya pertama kali memang suka dengan material. Dan material yang saya bawa itu biasanya selalu material yang basic, sederhana. Yang waktu itu di … bata. Waktu itu akhirnya Mas Mamo juga tertarik bata, dan kita riset bata bareng-bareng ke Jawa Timur sampai ke Bali segala itu. Cuma Mamo kan lebih detail lagi, sampai bentuk dikomposisikan. AVIANTI ARMAND
Sampai energi yang dibutuhkan untuk memproduksi bata itu PAULUS MINTARGA
Kalau saya sederhana gara-gara kan sepupu bikin rumah. Ya dia letaknya di ….. Saya hanya dulu berpikir kalau fasad dulu kan itu masih granit, marmer gitu kan. Memang apa salahnya dengan bata. Wong yang punyanya juga pengen bata, budgetnya terbatas. Ternyata disusun ulang jadi bagus. Waktu itu karena menghadap barat gitu kan, memang saya double. AVIANTI ARMAND
Oh nanti kalau Pak Paulus ada waktu kita lihat deh. Itu yang bawahnya toko bakso itu kan? Itu keren tuh, bagus tuh. PAULUS MINTARGA
Ya jadi itu awal mula saya mencoba. Ya akhirnya acian, produk kayu, ya udah kayu seadanya. Disitu saya pakai produk kayu albasia, yang sengon itu saya pakai itu. Ternyata sampai sekarang nggak rusak. AVIANTI ARMAND
Oh gitu ya, padahal tadinya diperkirakan berapa lama? PAULUS MINTARGA
Saya nggak tahu, saya benar-benar blank. Saya hanya nyoba waktu itu karena kan kayu sengon waktu itu murah sekali kan. Cuma tadi, ada intensi di situ. Jadi waktu itu meskipun saya sering ngonsep, beli dari ... saya minta digergaji kemudian di oven. Nah, ternyata melengkung kan. Nggak apa-apa, rajang aja kecil-kecil, saya susun kecil-kecil lagi. Dan ternyata karakternya bagus, soft, bagus dan awet. Nah itu mencoba aja. Jadi, pada awalnya dari situ sih. Kemudian di rumah Turi berikutnya kan. Rumah Turi itu sebenarnya kan ada unsur itu lagi. Tapi, ada keinginan mulai memasukkan unsur, ingin berinteraksi dengan tanaman. Ya vertikal, gitu-gitu ya, mungkin
7
terpengaruh Mamo juga kan. Saya tertarik untuk mencoba-coba. Saya pikir mungkin banyak loh yang Mamo cerita itu dia belum praktik, saya yang praktekin gitu loh. Jadinya, dia kan banyak mikir gitu kan kemudian kesempatannya jadi berkurang. Saya mungkin lebih leluasa untuk haha.. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Ya arsitek nungguin duit orang lah.. kalau punya workshop kan ya eksperimen lebih gede PAULUS MINTARGA
Tapi saya sebenarnya juga ini biasanya juga ini kok lalu saya pakai bukan hanya sekedar ini. Biasanya saya juga aplikasikan lagi, kembangkan lagi. Artinya ya itu tetap ada yang membiayai, nggak sekedar ini juga gitu, ada unsur itunya juga. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Ya memang proses itu menjadi sangat alamiah buat Pak Paulus gitu ya. Dalam keseharian memang pekerjaannya di situ, konsentrasinya pengembangan material itu. Jadi kalaupun ada tantangan dalam bentuk ingin membuat sesuatu ya itu langsung muncul aja gitu.
PAULUS MINTARGA
Dan ada rasa ngeman. Makanya saya kalau menterjemahkan green dengan orang-orang kita semua, baik ini yang mau desain hotel atau termasuk istri bikin furniture gitu. Kemudian waktu meeting saya ingetin lagi: ‘Kamu sekarang furniture udah FSI’. Dia sekarang dapat binaan dari CBI. CBI itu seperti NGO nya Belanda untuk nanti kalau bisa tahun depan dipamerkan di Paris. Ini kan didrill terus kan: kamu punya konsep apa-konsep apa. Dia sempat berpikir hire Alvinlah, Joshua. Saya ngomong sebentar, kamu jangan terjebak sama desain saya bilang gitu. Udahlah kamu nggak usah mikirin desain dulu, saya bilang gitu. Lah ini kan dikasih briefnya kan gini, objektifnya gini. Oke, itu market saya nggak menolak, saya setuju bahwa market perkembangannya seperti itu, oke tapi kamu jangan hanya dari sini. Kamu coba dari sisi kamu sendiri. Kamu memprofile diri kamu sendiri. Kalau kamu mengatakan bahwa Prima Putra itu dulu saya yang membidangi dan menjiwai itu. Kamu harus tanya ke saya, kalau toh akhirnya bisa FSI, tapi FSI bukan tujuan utama saya.
AVIANTI ARMAND FSI itu apa sih?
PAULUS MINTARGA
Itu semacam sertifikasi green untuk kayu. Kayu maupun produk kayu, hutan juga bisa. FSI itu punya Amerika. Nah saya bilang kamu itu punya competitiveness nya apa. Dulu ketika saya pakai kayu recycle ini, kamu tahu nggak intensi saya waktu itu apa. Saya itu selalu punya rasa sayang dengan barang-barang yang tersingkirkan gitu loh. Kemudian setelah saya olah gitu ya ternyata kayu lama ini punya warna atau karakter yang berbeda. Di situ rekaman waktunya itu kelihatan. Jadi ketika kayu lama dibelah itu menunjukkan sekali rekaman waktunya. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Sesuatu yang tidak dimiliki kayu baru
8
PAULUS MINTARGA
Betul. Nggak bisa. Diproses apapun nggak bisa. Begitu dibelah kelihatan. Dan ada .. ya kalau itu berlebihanlah..tapi baguslah.. AVIANTI ARMAND
Ayo coba-coba nggak apa-apa ceritain aja yang berlebihan itu PAULUS MINTARGA
Nggak, yang warna, bau, gitu-gitulah…eksotislah
AVIANTI ARMAND
Haha..dia takut dibilang romantis PAULUS MINTARGA
Itu bagus banget sih menurut saya gitu ya. Akhirnya dicoba dikembangkan. Jadi sebetulnya arahnya ke efisiensi, kemudian efektifitas, efisiensi dan optimal. Akhirnya saya punya rumus 3 kalau kalian ngomong green macam-macam yang kemudian dipegang: efisien, efektif, dan optimal. Dan itu harusnya basisnya lokalitas. Karena dimana kita berpijak disitulah kita punya kekuatan. Sebetulnya gitu. Jadi saya ngomong, oke sekarang mau dibikin untuk apa. Kamu sekarang bikin produk yang kecil-kecil. Kamu sekarang punya produk apa Kamu jangan terjebak dengan FSI. Karena dulu awal kita kan efisiensi. Sekarang kayu, kayu lama waktu itu murah, sekarang kebalik, yang lama jadi mahal. Tapi ukuran dan barang tertentu. Makanya nanti kalau lihat di belakang, sekarang saya pakai apa: usuk AVIANTI ARMAND
Usuk itu dari kayu apa? PAULUS MINTARGA
Campur. Kalau saya disini campur. Kalau mereka mungkin karena untuk produksi masih jati ya, kalau saya kan nggak peduli di sini. Karena apa rumah lama yang dibongkar kan plafon itu kan kayu usuk itu kan mereka nggak mau ini kan. AVIANTI ARMAND
Nggak mau belah lagi PAULUS MINTARGA
Itu paling murah kan. Nah sebenarnya orang-orang furniture ini kebanyakan kan dari rumah lama. Mereka waktu beli yang diambil itu kolom-kolom yang besar, balok. Nggak diperhatikan. Saya bilang itu ambil aja, jadi kalau kalian mau groofing, dengan esensinya seperti dulu, karena kita efisiensi, kamu harus kuat disitu, karena itu bagaimanapun akan mempengaruhi cost ujungujungnya. Nah nanti setelah itu ketemu semua baru masukkan unsur kreatifitas yang termasuk di dalamnya termasuk didalamnya desain dan macam-macamnya. Kamu boleh yang di market desainnya seperti itu mau meja oke, seperti ini misalnya meja. Kita bisa bikin satu papan utuh, dua papan, tiga papan, tapi juga bisa pakai rang loh. Kan tetap meja. Masalah bagus dan tidak bagus relatif, bagaimana nyusunnya. Nanti kreatifitas, itu desain dalam arti sesungguhnya.
9
AVIANTI ARMAND
Betul, itu sebenarnya kan craft itu kan berangkat dari itu, dari kesadaran material, yang tadi Pak Paulus bilang, rasa eman, rasa sayang datang dari kesadaran bahwa ini nih punya cerita loh setiap material itu. PAULUS MINTARGA
Ya kalau kita kan mempersonifikasikan barang kan berarti, dianggap hidup kan dia, dia dianggap ada kan, dianggap punya jati diri. Ya kalau dia punya jati diri kita menganggap seolah-olah bertanya kan: kamu ini sebenarnya cantik loh, kamu mau apa sih supaya keliatan cantik? Gitu kan? Lah itulah fungsinya kita untuk agak mau sedikit inilah. Kadang-kadang kita nggak kan, kalau kita punya rancangan kita punya ide gila lah, bentuk yang dahsyat luar biasa. Pokoknya dia harus diginiin. Saya nggak mau tahu dah, pokoknya harus gini. AVIANTI ARMAND
Pemerkosaan material ya PAULUS MINTARGA
Gitu kan, tapi jarang kita ngamati dia punya apa ya. Termasuk yang belakangan ini saya baru nyoba mensinergikan antara kayu sisa yang tipis dengan bambu. Cuman saya nggak punya lab kan, saya yang tawarkan David untuk dites. AVIANTI ARMAND
Mana sih Pak? Oke itu fungsinya nanti untuk apa? PAULUS MINTARGA
Dia jadi punya kekuatan yang baru. Kalau kita hanya pakai bambu dengan kemudian dikombinasikan dengan ini, lain sekali bedanya. Nah ini saya bisa peragakan di bawah, dan saya bikin rumah-rumahan di bwah itu, saya bikin yang sederhana karena saya mau mengetahui sifatsifat tekniknya dulu. Kalau itu udah berhasil silahkan kalau kalian mau bermain bentuk seperti apapun silahkan. Tapi pada awalnya kita kan harus mencoba dulu, sifat-sifat teknisnya dulu. Saya ini mengibaratkan meskipun tidak seheboh dulu waktu pertama kali manusia menemukan beton itu udah heboh. Kemudian heboh lagi ketika beton bertulang. Nah ini agak mirip. Saya mengkomposisikan antara bambu dengan kayu itu mirip sebenarnya, meskipun ini lebih simple sebenarnya tidak seheboh beton bertulang. Tapi maksud saya ini dua karakter yang berbeda ketika dikomposisikan itu muncul karakter baru. Itu menariknya di situ. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Ya jadi memang rasanya pendekatannya menarik tadi waktu Pak Paulus ngomong soal sertifikasi gitu ya. Kadang kan di industri kan kita seakan-akan kita merancang sesuatu gagasan awal lalu kita berusaha memenuhi gagasan itu seutuh-utuhnya gitu kan. Dan itu juga karena didorong oleh sertifikasi semacam itu seakan-akan kalau kita gagas itu kan baru di seakan-akan di apa ya karena dia ingin dilabeli kita harus memenuhi standarnya, jadi harus diapakan lagi gitu kan.. PAULUS MINTARGA
Sebenarnya gini, ide awal kalau menurut saya ya, industry ini kenapa sertifikasi dan seterusnya itu.
10
Ide awalnya begini waktu itu katanya modern, produk muncul, itu gara-gara pro rakyat, pro orang banyak. Waktu itu barang-barang yang dibikin dengan handmade dan macam-macam itu susah didapat, hanya kaum bangsawan yang bisa. Akhirnya, muncul karena ini awalnya revolusi industri kan ditemukan mesin. Dengan mesin ini ternyata dia bisa dibuat produk buanyak sekali, cost produksi menjadi murah dan cepat akhirnya jadi murah. Waktu itu semangat modern yang saya tahu dan saya dengar, bahwa ini memihak pada banyak orang, memihak pada rakyat dalam alasan mereka ini ya. Karena mereka sekarang terjangkau, mereka bisa mendapatkan barang yang dulu hanya bisa didapat oleh orang-orang tertentu. Kalau saya menyebutnya kapitalism itu kemudian muncul kapitalisme liar. Ternyata manusia ini kan unik gitu ya, ketika dia merasakan sesuatu itu kadang-kadang lupa, orang-orang kan slalu gitu kan dalam hal apapun, terutama di agama, selalu terjebak di ritual akhirnya. Jadi yang menjadi Tuhan ritualnya, bukan Tuhannya lagi kan, berarti kehilangan Tuhannya terus. Sama. Ini esensinya juga sama. Dalam segala hal dalam segala bidang terjadi perulangan yang seperti itu mereka terjebak dengan memperbanyak itu, SETIADI SOPANDI (CUNG) Formalitasnya
PAULUS MINTARGA
Dan memperbanyak itu kemudian ego yang berkembang adalah bahwa saya harus memperbanyak sedemikian banyak bukan lagi untuk masyarakat tapi untuk membunuh yang lainnya. Yang boleh memproduksi hanya saya, yang lainnya nggak perlu. Jadi dia harus merambah, membuat tatanan baru supaya seragam. Itu sebabnya salah satu dampak mengapa harus ada sertifikasi dan lain-lain. Selain isu yang bagus dan positif bahwa selain ada standardisasi ini kan mereka ngomong kualitas akan terjamin macam-macam lah. Keabsahan, kebenaran dan macam-macamnya itu. Itu barangkali yang dipakai kenapa harus ada sertifikasi. Jadi ketika itu lingkupnya belum terlalu gede, mungkin mereka tidak tertarik untuk sertifikasi. Dan ini dampaknya luas sekali, sertifikasi pun ini akhirnya ini juga menjadi bisnis tersendiri. AVIANTI ARMAND Barang dagangan.
PAULUS MINTARGA
Bayangkan apa masuk akal kita di Indonesia sertifikasi belinya di Amerika, apa hubungannya? Akhirnya yang kuat ngedrive semua mereka bikin aturan dan peraturan sendiri. Seperti monopoli lah, siapa yang pegang kartu seenak saya kan, saya simpan truthnya semua kok. Itu yang negatifnya. Memang semua itu pasti ada positifnya pada awalnya, ada unsur oh ini untuk kebaikan. Ya akan kita lihat kan seperti segala sesuatu kan dilihat dari buah-buahnya katanya. Nah setelah diimplementasikan kelihatan kan ini sebenarnya menguntungkan atau merugikan, siapa yang diuntungkan siapa yang dirugikan. Itu kan kelihatan sih pada akhirnya. Seperti itu juga. Jadi sertifikasi ini bisa bagus maksudnya tapi implementasinya juga bisa memberatkan. Seperti sekarang Indonesia mengeluarkan SVLK untuk kayu.
AVIANTI ARMAND Apa itu?
11
PAULUS MINTARGA
Ini semacam sertifikasi lagi tapi ini sudah oleh pemerintah. Sebenarnya juga bekerja sama dengan mereka-mereka dulu, ya agent-agent ini juga. Akhirnya apa? yang pengrajin kecil mati. Mereka punya jalan keluar apa? Bikin koperasi supaya bersama-sama, tetapi gini loh kenapa semakin sulit semakin sulit gitu loh? Mereka cuma mau hidup kok, tapi semakin sulit gitu loh. Bisa, tapi harus ini harus itu, harus ini, harus itu. AVIANTI ARMAND
Ya pada akhirnya untuk kepentingan siapa gitu ya SETIADI SOPANDI (CUNG)
Ini sertifikasi ini rata-rata memang lebih banyak menyoroti asal muasal kayu.
PAULUS MINTARGA
Betul acak bala. Bahwa kita kemarin kan terjebak dengan isu perusakan hutan dan lain sebagainya. Nah kita mau tarik makro lagi kan sebenarnya perusak lingkungan cuaca ini siapa sebenarnya mereka-mereka dulu kan, katanya nomor satu kan Amerika sekarang kalah sama China. Kita nomor berapa kita juga nggak tahu SETIADI SOPANDI (CUNG)
Iya. Jadi memang lebih banyak tentang materialnya ya sertfikasi ini ya istilahnya asal usul kayu itu. PAULUS MINTARGA
Kalau tentang kinerja dalam manajemen kan sudah ada ISO. Nah sekarang ISO aja nggak cukup. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Tapi untuk produk desain sendiri Pak Paulus juga kan mengembangkan produk-produk yang spesifik gitu ya dengan desain tertentu gitu. Apakah memang ada standardisasi disitu? Proses menukangnya gimana kekuatannya dan lain-lain?
PAULUS MINTARGA
Saya ini sebetulnya kan masih mencoba semuanya. Saya waktu itu pernah ngomong dengan temanteman dari desainer produk. Waktu itu kebetulan ada anak KP dari ITB disini. Desain produk ITB itu beruntung karena mereka punya bengkel. Mereka terbiasa pegang alat dan bengkel. Kemudian mereka punya mentor yang bagus, kerja sudah rapi dan sebagainya. Ya mentor-mentor mereka yang senior termasuk Singgih dan kawan-kawan. Jadi ketika saya mengadakan ini bahwa ini kan memang tempat terbuka. Waktu itu ada anak 1 anak ITB, Mifta atau siapa, katanya dia baru saja juara Black Innovation atau apa gitu ya. Waktu itu dia sudah daftar di tempatnya Singgih, mau KP. Tapi pada detik-detik terakhir dia dengar Rempah gitu kan. Dan ketika mendengar Rempah langsung dia putar balik ke Rempah karena disitu dikatakan kalau di Rempah itu ada kebebasan untuk mereka berekspresi. Kalau di Singgih kan harus dituntun gitu kan. Nggak boleh kamu langsung megang ini, harus ini, harus ini, harus diarahkan kan katanya loh, saya nggak tahu. AVIANTI ARMAND
Karena itu kan sebenarnya bukan bengkel, itu kan sebenarnya pabrik
12
PAULUS MINTARGA
Ya, pabrik betul. Nah itu mungkin yang membedakan. Di sini kan kita tidak ada produksi khusus gitu, masih memang kebanyakan untuk customate kan. Dia datang kesini bertiga. Saya lihat bagus. Semua orang yang disini sampai terinspirasi untuk masuk ikut ke bengkel, karena lihat barang itu bagus. Waktu bersamaan, selisih mungkin satu bulan atau beberapa minggu gitu, anak SMK ikut praktek di sini. Waktu mereka praktek kan nggak bisa bagus, di sini kan ada orang yang nungguin gitu kan. Eh, bikin yang rapi dong yang bagus, ‘ini susah’ dia bilang gitu kan. Akhirnya kita jejerin ada anak yang ITB itu sama mereka di situ, pas bareng gitu kan. Itu bisa. Jadi kalau disuruh ngomong susah mereka, sebelahnya bisa kok. Ya toh? Ya saya juga minta pesan sama anak-anak ITB tolong dong mereka dikasih tahu juga. Waktu itu anak ITB nya juga udah putus asa, ‘susah Pak, diajarin susah’ dia bilang gitu. Ya udah nggak apa-apa, wong ini kamu KP. Tapi saya anak-anak ini kamu tetap harus berusaha. Kemudian anak ITB sudah selesai tapi mereka belum selesai, karena overlapping. Di akhir mereka selesai, bisa, hasilnya bagus. Waktu itu yang saya woroworo tarik teman sebetulnya, waktu itu dengan Abi dan kawan-kawan itu ya. Makanya waktu itu saya ngomong Master Craft dan sebagainya. Abi sih akhirnya memanfaatkan itu untuk programny adia. Dia bikin Master Craft tapi berbeda. Yang saya maksudkan master craft ke Joshua, Abi dan kawankawan ini adalah yuk kita training yuk anak SMK. Hipotesa saya dalam waktu 1-3 bulan, kalau kita mau mentoring mereka dengan benar, mereka bisa. Punya craftsmanship yang bagus. Berarti disini akhirnya ada unsur disiplin. Nah ini sebettulnya di dalam hal ini kita punya dua hal yang agak seolah-olah bertolak belakang. Ketika saya menganyam sini, saya memberikan kebebasan tukang, di-encourage, mereka berani, diapresiasi, berkembang, naluri, insting. Tapi yang ini kan teknologi, ada disiplin, ada itu. Memang harusnya dua-duanya diperlukan. Ya menurut saya ini keseimbangan nya disitu. Kalau kita ngomong YinYang, tangible intangible dan seterusnya mungkin memang hidup itu harus seperti itu, keseimbangan. Dan kalau kita balik ke filosofi Jawa, harmoni semua, keseimbangan lagi, tentang…. Lalu simbol-simbol itu muncul. AVIANTI ARMAND
Ini saya pernah ikut ini mungkin ada hubungannya mungkin juga nggak. Mungkin nanti Pak Paulus bisa refleksi ini apa yang terjadi di rempah. Saya pernah ikutan sama Edward Hutabarat ke ini , jadi dia itu punya pengrajin-pengrajin batik yang dipelosok-pelosok gitu. Kalau kita lihat batik-batik yang dibuat untuk Edward itu benar-benar zero tolerance, nggak boleh ada salah, bahkan ada titik pun nggak boleh. Kalau sampai ada salah, itu dia minta kayak dicuci lagi, dibersihin lagi, jadi benarbenar nggak ada. Beda sama batik-batik yang misalnya kita lihat di Bringharjo, yang ininya itu bleber-bleber, kalau itu tu benar-benar presisi. Karena dengan hanya begitu dia bisa jual mahal, dia bisa eksport dan sebagainya. Tapi memang selain dari quality control, disiplin yang Pak Paulus bilang, itu satu hal yang tidak datang dari dalam diri sendiri gitu kan. Kalau kita lihat dari pengrajin batik itu saat mereka bekerja dan diawasi oleh supervisornya, itu mereka bisa serius gitu walaupun sambil dengerin radio, lagu-lagu dangdut, mereka sambil bercanda. Tapi kelihatan sekali bahwa mereka serius. Tapi sesudahnya apa yang terjadi pas lagi istirahat mereka makan itu jorok sekali, nanti habis makan sampahnya dibuang ke bawah. Saya sampai kok ini seperti dua dunia yang berbeda gitu, di satu sisi mereka bisa menghasilkan satu karya yang luar biasa bagus gitu ya tapi di sisi lain mereka bisa hidup dengan cara yang sangat jorok, dengan cara yang sama sekali nggak ada quality control yang benar-benar asal-asalan aja gitu. Itu kan memang kalau mau dibilang seimbang ya bukan seimbnag, karena menurut saya bukan keseimbangan yang seperti itu, tapi justru menurut saya justru secara menyeluruh dia harus diubah begitu. SETIADI SOPANDI (CUNG) Itu ada kesan paksaan.
13
AVIANTI ARMAND Bisa jadi
PAULUS MINTARGA
Sebetulnya gini, ini berbeda. Kita harus memahami manusia itu kan beda-beda level. Kalau tadi saya ngomong bahwa tukang ini ketika merajut kayu sisa ini ya. Pertama kali kan mereka pikirnya ini bangunan serius, pengen rapi, tapi kaku malah kan. Saya ngomong jangan begitu, ini tidak harus rapat begitu. Boleh kok lobang-lobang, pokoknya kalian ambil aja kayu, susun aja menurut kalian yang enak gimana. Terus mulai sampai tiga kali ya. Tiga kali itu saya melihat mereka itu udah enjoy gitu. Ketika enjoy itu dilepas aja. Intinya bukan masalah bebas atau tidak bebas. Karena disini sebenarnya manusia ini kan peradaban berkembang ya. Kadang-kadang kalau mereka tidak tahu dulu nilai-nilai seperti apa kan mereka juga nggak tahu kan. Tapi kalau dorongan insting hati ini kan beda lagi gitu kan. Nah ketika itu dapat, biarkan saja. Makanya ini pembatasan ini memang nggak gampang. Ini orang punya level kesadaran dimana. Karena seperti itu kan dalam disiplin kan sebenarnya ada unsur pendidikan, dikasih tahu, dan tahu dan seterusnya. Jadi, kadang-kadang ini bisa dua hal: orang ini bisa berbuat kemudian jorok karena mungkin dia benar-benar nggak tahu sama sekali. Dia lahir di keluarga ya sudah berkebiasaan seperti itu. Bisa jadi ya saya nggak tahu. Tapi juga barangkali memang saya meragukan kalau misalnya memang disininya. AVIANTI ARMAND
Disininya itu maksudnya di? PAULUS MINTARGA
Ketika dia bisa rapi dan rajin itu benar-benar keluar dari hatinya atau karena takut dan paksa. Saya nggak tahu itu. AVIANTI ARMAND
Bagaimana mempertahankan itu di Rempah? PAULUS MINTARGA Untuk?
AVIANTI ARMAND
Untuk supaya nih masing-masing orang yang bekerja di sini gitu tetap punya attitude yang begitu gitu yang memang bekerja untuk menghasilkan kualitas dan sesuai impuls. PAULUS MINTARGA
Ini proses. Ini juga proses. Saya sendiri juga berproses belum selesai, saya sendiri juga ragu-ragu dengan saya sendiri, kuat nggak kuat nggak. Karena orang diajak begini juga kan jarang yang tertarik dan mau, meskipun dengan berbagai cara. Saya sendiri dengan usaha ini sudah lama ya dengan siapa dengan siapa. Meskipun pada awal mula rempah ini dibangun, Singgih sempat mampir di sini. Waktu itu saya berpikirnya ini kelompok. Saya ngajak Bram yang dari Jogja itu. Singgih waktu itu ngomong ‘nggak bisa Pak Paulus, harus ada jejernya, harus ada dedeknya, dan itu harus Pak Paulus. Belum nanti Bram sendiri, nggak bisa, dia bilang gitu kan. Saya tetap nekat dan akhirnya ternyata nggak bisa. Karena kalau beda tataran, konsep tadi ya kalau kita belum ketemu,
14
benar-benar jadi satu, ya memang susah. Pandangan-pandangannya kan beda. Nah, saya mencoba selalu tetap berkelompok lagi. Yang terakhir ini saya sampai membentuk forum Rempah yang ini yang saya ajak untuk bikin Biennale itu. Jadi kadang-kadang saya itu memang nggak bisa paksain. Karena apa, saya sendiri bingung kalau disiplin banget gitu ya, saya sendiri juga manusia yang belum disiplin. Masih banyak yang saya tertarik gitu sehingga saya itu belum bisa stay tadi, seperti Pak Tan tadi yang bisa nungguin. Jadi ketika saya interest disini, saya bisa memulai gitu-gitu. Tapi ketika saya pegang yang lainnya, ini saya tinggal. Lah ternyata saya belum, makanya saya selalu berpikir team work. Karena saya merasa saya tidak bisa sendiri. Itu kan selalu seperti itu. Nah di rempah ini pun saya proses. Jadi semua yang terjadi saya rekam. Oh ini ada kejadian seperti ini, ini ada kejadian seperti ini, kita berusaha lagi mengencourage. Dan saya tetap sampai sekarang masih berpandangan kalau misalnya masih ada komunis, ada liberal gitu ya. Kayaknya saya masih berpihak di liberal. Jadi yang kerja disini pun ada yang baru yang mas Chairil ini. Dia suka disini main-main sendiri. Dia sebenarnya mahasiswa S2 Arsitektur UGM. Dia lebih suka ke kriya lah, mungkin dia di S2 nggak cocok atau gimana, malas untuk ngelanjutin kayaknya gitu. Dia aktif di perajut bambu, saya lihat dia suka. Kemudian saya tawarin, bisa handle itu, bisanya sejauh mana, kamu kedepannya pengen apa, ya pokoknya dalam jangka 2 tahun saya masih bisa lah Pak. Yaudah 2 tahun ya 2 tahun aja. Kita lihat perkembangannya dalam 2 tahun gimana, kamu masih mau lanjutin atau nggak. Saya pengen ada orang itu tetap dikasih tanggung jawab dan ada kebebasan itu. Oke ini ada visinya begini kamu handle ya. Secara garis besarnya saya punya pemikirannya seperti ini tapi silahkan kamu bagaimana cara menghandlenya. Kan dari obrolan itu kan kelihatan bagaimana cocok, kalau cocok ya silahkan, kalau nggak cocok ya dia nggak mau jalan. Jadi dalam proses ini sebetulnya memang pada akhirnya itu sdm lagi manusianya lagi. Jadi maksud saya kalau kita mau konsentrasi sudahlah konsentrasi yang utama itu di manusianya dulu. Kalau yang lainnya apapun yang disekeliling kita jadi kok. Bisa jadi. Tapi manusianya itu loh. Itu harus bisa itu tadi sampai ke titik optimalnya dia. Kalau materialnya pu kita berpikir dia bisa mencapai titik optimalnya dia, apalagi manusia. Kita harus memberikan ruang itu. Lah, yang saya masih inginmencoba atau mungkin perlu teamwork kayak tadi, saya perlu mengkomposisikan kayak tadi sampai sejauh mana ini bisa diencourage, keluar itunya, tapi batasan-batasan mana yang sebetulnya diperlukan juga antara disiplin dan macam-macamnya tadi. Titik keseimbangan itu memang masih sangat diperlukan. AVIANTI ARMAND
Dan bergerak terus ya. PAULUS MINTARGA
Bergerak. Karena titik keseimbangan ini juga akan berbeda-beda level. Karena tergantung kita mau outputnya seperti apa. Apakah outputnya ini, outputnya ini, atau ini, kan beda-beda. Tapi sebenarnya yang menarik adalah ketika masing-masing ya, kalau ada banyak orang banyak tempat, mau bereksperimen seperti ini. Saya membayangkan kekuatan dahsyatnya itu ketika terjadi sinergi. Kita ada deret hitung sama deret ukur. Yang terjadi akan deret ukur, dia akan begitu loh. Nah, saya berpikir Indonesia punya kekuatan disitu. Kita itu punya diversity, bhineka tunggal ika katanya seperti itu. Itu memang rawan, mudah diadu domba zaman Belanda dulu. Tapi dibalik kelemahan itu menyimpan kekuatan. Perlunya apa? SDM lagi. Kalau mereka pada level kesadaran tertentu, bahwa sebenarnya kita ini adalah satu bagian yang bisa bersinergi dan menjadi kuat sekali. Itu yang bisa menyatukan kembali. Jadi akhirnya masing-masing harus di tempatnya mengembangkan yang sesuai dengan optimalnya di tempat itu, baik itu skill maupun material. Jadi, SDM maupun SDA nya. Kalau ini sudah menjadi dirinya sendiri, masing-masing itu, dan ini kemudian produknya keluarkeluar itu, ini bersinergi, ini luar biasa. Dan kalau kita agak melenceng sedikit tentang arsitektur nusantara, mencari jati diri. Menurut saya ketika menjadi dirinya sendiri kemudian berinteraksi
15
secara tulus dan jujur, itu sudah jadi identitas. Nggak tahu bentuknya apa, saya nggak peduli gitu loh. Karena kan seperti itu kan bhineka tunggal ika katanya. Ketika masing-masing mengembangkan dengan serius, jujur, masing-masing menjadi dirinya itu tadi dan kemudian mau berinteraksi dan berkolaborasi, apapun yang muncul dari itu, saya yakin itu kemudian menjadi khas. AVIANTI ARMAND
Tanpa harus menjadi gimik maupun sekedar simbolik gitu ya SETIADI SOPANDI (CUNG)
Karena bukan produk yang dikejar
PAULUS MINTARGA
Proses. Proses lagi. Justru sekarang ini kan tantangannya bagaimana kita proses ini bisa disukai kembali oleh mahasiswa, oleh orang-orang yang lebih muda bahkan orang-orang yang tua semuanya yang instan semua, karena korupsi ternyata tua-tua semua kan? AVIANTI ARMAND
Dari tua sampai muda, Pak PAULUS MINTARGA
Ya dari tua sampai muda. Tapi bagaimana proses ini bisa menjadi primadona kembali, atau menjadi sesuatu yang ada sesuatu tertentu yang tidak bisa dibeli dan diperoleh kalau kita jalannya tidak seperti itu. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Pak Paulus melihat ini semua ini berlaku bukan hanya Pak Paulus membuat furniture tapi juga apapun mungkin. PAULUS MINTARGA
Iya. Ternyata kalau kita mencoba melihat semuanya gitu ya. Banyak yang hukum-hukumnya sama gitu ya dalam banyak hal banyak yang sama. Dan malah menurut saya itu nggak bisa dilepas kok. Bagaimana bisa melepas tadi, satu sisi ini, satu sisi yang lain tidak kalau kita benar-benar jujur dan tulus loh ya. Kejujuran yang pertama kan kejujuran terhadap diri sendiri, yang penting kan itu dulu. Kalau dia bisa jujur terhadap diri sendiri, sudah, itu sudah ‘selesai’. Kemudian kan berikutnya dia bisa lebih mudah untuk jujur terhadap orang lain. Nah makanya saya juga berpikir ini kan jadinya sangat universal. Tetapi bukan berarti tidak ada identitas loh. Karena bumi diciptakan sendiri dengan identitas, titik satu dengan yang lainnya. Perbedaan iklim saja udah identitas. AVIANTI ARMAND
Sebenarnya identitas itu agak mengkhawatirkan karena bisa menjebak pada sesuatu yang tetap begitu. Tapi kalau kita bilang sesuatu yang khas mungkin lebih ini ya. PAULUS MINTARGA
Ya mungkin bahasanya kekhasan gitu ya.
16
SETIADI SOPANDI (CUNG)
Ya kadang-kadang itu di istilah inggrisnya dioverride oleh ideologi yang ujung-ujungnya punya motivasi politik gitu. Itu biasanya ditunggangi gitu, jadi nggak jujur, karena ditunggangi, digunakan oleh pihak lain karena hal lain gitu. AVIANTI ARMAND
Untuk kepentingan lain gitu. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Dan itu kadang ditutup-tutupi sampai seakan-akan itu menjadi identitas. Menarik, kalau pak Paulus memang berangkatnya bukan dari arsitekturnya, mewujudkan arsitekturnya, tapi memang berangkat dari prosesnya, karena kana da tukang disitu kan. Ada tukang kayu berusaha memahami material. Yang saya anggap sebagai sesuatu yang alamiah itu waktu Pak Paulus dihadapkan dengan mengerjakan bangunana gitu kan mengolah lahan gitu. Itu jadi tampil alamiah, natural aja, apa yang ada digunakan. Jadi, tidak dicari, bukan digagas lalu dicari, jadi udah ada dulu, jadi tumbuh natural, alamiah aja. PAULUS MINTARGA
Tapi memang ini bisa bolak-balik sih. Kalau kita udah terbiasa itu ya, ketika kita melihat apa ide-ide apa gitu ya. Secara sadar atau tidak sadar kita balik kesitu lagi. Jadi bisa akhirnya stimulannya bisa dari mana-mana.
SETIADI SOPANDI (CUNG)
Apa itu yang terjadi mungkin yang Pak Paulus lihat perbedaan antara Mamo dengan Pak Paulus itu, Mamo istlahnya kan arsitek juga kan ya, perancang gitu. Kalau Pak Paulus memang mungkin dasarnya pembuat. Tapi karena bertukar pikiran perspektifnya berbeda kan. Mungkin atau gimana? PAULUS MINTARGA
Kalau dulu kita berinteraksi ya, mungkin mas Mamo sangat tertarik dengan struktur, dia kepungin tahu tentang struktur dan juga material dengan saya suka berinteraksi gitu. Cuman ini jujur tanpa bermaksud apa-apa gitu ya, kalau dalam proses belajar itusekarang ini saya mungkin pada tahapan dimana memang rasa-rasanya harus diakui ada hal yang berbeda. Jadi apalagi setelah saya membaca di studio sama David gitu ya, saya coba bayangin gitu ya mungkin ada perbedaan. Dan ini sebenarnya hipotesanya menjadi benar. Karena setiap manusia diciptakan kan DNA nya tidak sama, manusia diciptakan unik, tidak ada yang sama persis satu dengan yang lain. Dan itu benar, itu berhasil. Dan dalam hal ini memang saya sepakat dengan mas Mamo bahwa belajar ini mentoring, nyantri, pesantren, kalau kita mau pada level-level yang tertentu. Dan pesantren yang berhasil adalah ketika yang diajarpun menjadi dirinya sendiri bukan menjadi dirinya yang mengajar loh. Sebenarnya itulah yang menjadi tantangan kita. Dan itulah yang sebenarnya dari awal saya berpikir seperti itu. Jadi kalau tadi saya mengatakan bahwa orang itu levelnya macam-macam. Ketika dia belum bisa diajak bicara disitu, nggak bisa, ini harus bicara disini, kamu harus disiplin dulu gitu l oh, jangan ngomong-ngomong disitu dulu. Karena saya pernah ngobrol dengan mahasiswa tentang intuisi, intuitif gitu ya tentang spirit of place, itu benar ada. Saya pernah cerita, tapi kan sekarang nggak boleh nih cerita maksudnya tidak boleh dituliskan karena nanti mistis dan macam-macam. Tapi ketika saya ngomong sama mahasiswa, cerita, tahu nggak waktu di Borobudur itu acara merajut bambu, workshop disuruh buat desain, ada loh yang nekat ngomong kenapa bikin itu,
17
intuisi, saya akan merasa bersalah berdosa banget, saya abis itu nggak berani ngomong maksudnya sembarangan cerita dengan ini. Itu intuisi proses yang panjang. Intuisi itu ya ibaratnya orang menukang ngasah pisau, dia itu ngasahnya sudah sedemikian hapal dengan legok-legoknya itu sehingga muncul intuisi. Intuisi itu bukan saya nggak ngapa-ngapain itu intuisi gitu loh.
AVIANTI ARMAND
Itu jadi menggampangkan ROBIN HARTANTO
Lahirnya itu dari pemahaman bukan sih? AVIANTI ARMAND Iya
PAULUS MINTARGA
Jadi bukan itu tapi karena kita melatih dan melatih itu timbul kepekaan dalam hal apapun, dan kepekaan itu melahirkan intuisi. Kita nyupir aja dah, pertama lihat spion terus lama-lama kita nggak usah ngelihat spion masuk,masuk. Apa itu? Intuisi kan? Berdasarkan apa? Karena kita terbiasa SETIADI SOPANDI (CUNG)
Kalau baru belajar bilang intuisi, ngeri, nabrak..hhaha PAULUS MINTARGA
Itu kan konyol gitu kan. Ngeri gitu loh. Makanya itu jangan diajarin dulu, ya kalau kita lihat film-film silat, shaolin, kita bisa lihat kan. Kita masuk belajar apa, diajarin nyapu, dia tidak perlu bertanya. Tapi pada saat ganti level dia akan dijelaskan oh ini loh maksudnya. Ketika pemahamannya itu sudah sampai ya itu harus dijelaskan. Yang susah kan disitu, mengoptimalkan itu, memformulasikan itu sehingga itu bisa menjadi bahan ajar. Itu yang menjadi bahan tantangan itu. Makanya saya ngomong sama David kepengen bikin kurikulum akademi macam-macam itu saya ingin berpijak pada itu, bukan pada referensi atau literatur. Tapi pada unsur kerja prakteknya ada ininya, sehingga muncul itu gitu loh. Setelah itu baru dikasih pemahaman-pemahaman.
AVIANTI ARMAND
Politeknik itu masih ada nggak sih? Dulu kan sempat ada politeknik arsitektur kan? Ada loh dulu, tapi mungkin kalau sekarang kayak SMK gitu ya. PAULUS MINTARGA
Ya harusnya setelah itu dilanjutin lagi. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Sebenarnya sejarah arsitektur sendiri penuh dengan pertentangan dua hal itu sih. Dari sejak awal, dari sejak Renaissance. Memang gagasan arsitektur sebagai disiplin ilmu dan profesi itu sendiri lahir karena pertama kali arsitek membedakan dirinya dari tukang, dari orang yang membuat. Bahwa orang ini adalah penggagas. Penggagas ini adalah sesuatu yang istilahnya derajatnya lebih
18
tinggi, lebih mulia, lebih terpandang bagi orang lain. Itu zaman renaissance memang itu dia membedakan diri dari itu, meskipun pada saat yang bersamaan tetap ada orang-orang yang namanya artisan, polimat-polimat, yang jago matematik, jago teori, jago juga mematung, melukis, Leonardo da Vinci dan lain-lain genius-genius itu. Tapi, belakangan ini Alberti itu menginstitusionalkan arsitektur dan arsitek. Tapi lucunya debat ini muncul lagi justru pada era industry, munculnya art and craft dan lain-lain itu pada abad 19 kan. Pertama kalinya saat John Ruskin bilang bahwa kita harus kembali ke zaman Gotic, dimana semua orang menjadi mason gitu. Jadi yang dapat kredit adalah master mason, bukan orang yang menggagas di luar dari pekerjaan membangun itu. Jadi romantisme itu justru ingin mengembalikan lagi keadaan dimana orang itu tidak lagi berjarak. Orang dan produknya tidak dibatasi oleh gagasan berupa gambar gitu, tapi memang dalam laku kegiatannya, bukan gambarnya, tapi bagaimana kita itu langsung menghasilkan produk itu. Makanya di Perancis itu kan ada 2 sekolahan yang seteru gitu kan, yang satu École des Beaux-Arts dan École Polytechnique. Polytechnique ini isinya engineer, tapi menghasilkan karya arsitektur yang jauh lebih menantang dibanding yang hasil yang itu. AVIANTI ARMAND
Tapi memang ya kalau saya lihat ya itu tadi munculnya pemikiran-pemikiran yang berada pada dua kutub itu pada saat dimana terjadi ekstrim kan? Pada saat revolusi industri kemudian timbul sisi lain yang mempertanyakan lagi proses produksi. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Revolusi industri itu kan menghadirkan material baru yang orang terkaget-kaget gitu kan? PAULUS MINTARGA
Tapi itu hati-hati itu bahaya juga seperti istilahnya tadi seperti yang Mbak Vivi katakan tadi kan terjebak dengan romantisme. Jangan sampai itu gitu loh. AVIANTI ARMAND Ya betul
PAULUS MINTARGA
Sebenarnya kata kuncinya itu kok, kejujuran. Kalau saya dua-duanya benar, nggak ada yang salah. Saya yakin pada mulanya ketika itu yang memunculkan ide atau teori itu muncul. Dia itu melakukan sesuai dengan dirinya. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Ada dorongan untuk itu dari dalam dirinya gitu. PAULUS MINTARGA
Ya, kita nggak bisa ini..nggak bisa… AVIANTI ARMAND
Tapi memang ekstrim kan tidak timbul dari pertanyaan benar atau salah gitu. Tapi dimana satu kondisi itu kemudian menguat secara otomatis terjadi sesuatu yang berusaha membuat balance atau keseimbangan terhadap kondisi tersebut. Rasanya disini kalau kita bicara soal ketukangan itu
19
sebenarnya sekitar dua tiga tahun yang lalu, pembahasan tentang ketukangan ini secara serempak gitu. Itu terjadi di banyak. Jadi, pada saat kita memasukkan materi untuk pemasukan sayembara kan kita mulai cari referensi dong, kita menemukan banyak buku yang membahas mengenai ketukangan. Dan ternyata yang pada akhirnya kita ambil karena paling dekat dengan pembahasan kita adalah yang itu, pdf yang saya kasih Pak Paulus itu The Craftsmen yang Richard Sennet, itu kan 2010 ya. Nah pada saat yang sama banyak sekali buku-buku lain yang membahas mengenai craftsmen tapi di bidang lain. Ada di bidang furniture dan lain-lain. PAULUS MINTARGA
Tapi buku itu pun kayaknya ditulis udah cukup lama ya, cuma diulang lagi kayaknya. Atau dia datanya yang udah lama AVIANTI ARMAND
Richard Sennet itu selebritis di bidang filosofi, jadi dia memang sudah terkenal lah.
SETIADI SOPANDI (CUNG)
Tapi menariknya kan Sennet maupun Framp, Frampton sebenarnya udah nulis lebih dulu tahun 1979 udah nulis soal Labour. Dan dua-duanya punya rujukan yang sama Hannah Arendt. AVIANTI ARMAND
Ya karena Hannah Arendt bikin itu kan Human Condition PAULUS MINTARGA
Mungkin ini muncul lagi karena keseimbangannya sudah tidak balance. SETIADI SOPANDI (CUNG) Sudah rusak lagi.
AVIANTI ARMAND
Dan yang palin ini kan kerusakan alam kan. Kemudian orang mulai berpikir lagi tentang moda produksi dan sebagainya.
SETIADI SOPANDI (CUNG)
Memang alamiah terjadi. Hannah Arendt kan waktu itu memang kondisi waktu dia menulis itu perang dunia ke-2 dan dia Yahudi dikejar-kejar oleh Jerman lalu bagaimana dunia pada saat itu. Lalu dia memikirkan kondisi manusia modern ini kok begitu berjarak dengan yang namanya istilahnya Labour, Work, and satu lagi apa? Ada tiga..satu lagi apa gitu. Kenapa kok bisa kita membuat menjadi berbeda-beda kan sama aja bekerja gitu kan, tapi kerjanya kok beda. Ada kerjanya yang begitu-begitu aja tapi kok kerja yang satu ini dengan emosi gitu ya. Dan itu memang bacaan klasik buat orang modern dan akhirnya muncul lagi dengan secara langsung dibahas oleh Frampton dan sekarang artikel yang sama itu muncul lagi di Domus gitu. Baru Oktober ini muncul lagi. AVIANTI ARMAND
Dan Frampton waktu dia presentasi di WAF di Singapore, dia bicara soal hal ini Pak. Jadi, dia bicara
20
soal bukunya Adhocism.
SETIADI SOPANDI (CUNG) Charles Jenks itu.
AVIANTI ARMAND
Oh Jenks ya, sori salah-salah, sama-sama tua tapi mukanya.haha SETIADI SOPANDI (CUNG)
Ya tapi kira-kira kayaknya menuju ke arah itu. Ya tantangan kita sih ya bagaimana ini ditampilan tapi dalam konteks Indonesia sekali gitu. Yang kita ingin tampilkan sebenarnya kita ingin sharing gitu. Selama 100 tahun kita ngapain aja sih. Kita sih pesannya sih sedikit optimis ya kalau dalam 100 tahun meskipun kita punya arsitektur yang begitu industrialis gitu kan. Semuanya diatur berdasarkan spesifikasi bahan dan gambar, kita juga punya orang-orang yang memang secara tanpa harus mendeklarasikan itu melakukannya dalam kesehariannya gitu. Karyanya secara intuitif memang kalaupun dikasih kerjaan gambar atau apapun melakukannya dengan pemahaman semacam ini, mungkin seperti Pak Paulus dan Pak Tan ini. Yang ini kita yakini ada, jadi kita nuduh, ini ada nih kita datangin, kita tanya gitu ya. Menarik sih, jadi Pak Paulus punya perspektif sendiri akan hal itu jadi karena ya kita akhirnya menggali lagi awalnya seperti apa Pak Paulus bisa sampai masuk ke dalam situasi atau pemahaman semacam ini gitu. Jadi, kita mungkin sejauh ini melihatnya ya memang natural gitu, apalagi memang backgroundnya dari produk, dari furniture gitu ya. Dan memang Solo ataupun Jogja ini punya konteks yang penuh dengan orang-orang yang…
PAULUS MINTARGA
Penuh dengan tukang.. AVIANTI ARMAND
Tapi sebenarnya dia bilang menarik loh, bahwa kalau nggak punya penyaluran: Jakarta gitu, sebenarnya ini agak mandek ya? PAULUS MINTARGA
Benar, sebenarnya bukannya mandek dalam arti kata mandek itu nggak. Cuma dimanapun orang itu kan cenderung lembam, sebenarnya bukan hanya Jakarta sih, yang penting orang itu harus keluar kan. Seperti misalnya kita ya berpergian ke luar negeri apakah perlu? Perlu. Karena ketika kita melihat belahan dunia lain kan memicu kan. Jadi kita terpicu lagi. Saya setiap kali pergi ke luarnegeri manapun ya. Yang saya ingat hanya ke Indonesia lagi loh. Dan saya semakin suka dengan Indonesia. Kemanapun itu. Sebagus apapun itu. Jepang saya terkagum-kagum luar biasa waktu itu ya, saya sempat menulis banyak sekali waktu pertama kali ke Jepang. Tapi, di hari-hari terakhir gitu, saya berpikir: ‘gila, bagusan Indonesia masih’ gitu. Karena di Jepang kita menangkap homogenitasnya tinggi sekali. Di Indonesianya colourful nya banyak sekali loh. Jadi kalau saya main gitu di Indonesia itu gila, luar biasa, kaya sekali gitu loh. SETIADI SOPANDI (CUNG)
Pak Paulus melihatnya itu sebagai beragam kan, bukan perbedaan kualitas kan? Ragam, potensinya ragam. Jadi melihatnya ke arah positifnya bahwa ini masih bisa dikembangkan semua gitu.
21
PAULUS MINTARGA
Masih sangat. Orang-orang kita perlu melihat keluar, itukan seperti time tunnel kan? Kita melihat Negara yang lebih maju dari kita seperti apa sih, tapi ini perlu kejernihan. Jadi, kita harus balik lagi, apa sih yang bisa kita pelajari dari sana. Jangan dicontek habis kan bukan itu maksudnya loh. Ya kan, sekarang Korea baru lagu terus kita mau lagu gitu kan, ya nggak lah. Di sana ada K-Pop, terus disini I-Pop gitu? PAULUS MINTARGA
Baru dengar itu I-Pop, hehe PAULUS MINTARGA
Tapi mungkin prosesnya itu yang bisa dipelajari bahwa dari situ dan saya terus terang punya kesempatan dan saya merasa beruntung, meskipun saya itu ada kesempatan mungkin satu dua tempat. Seperti ini baru merancang disini dikasih nama Jawa Village misalnya. AVIANTI ARMAND
Nah itu tuh..tuh…tuh..haha, kita harus kesitu tu. PAULUS MINTARGA
Kemudian saya selalu personifikasikan itu dengan apa sih. Akhirnya ketemu disitu cocok dengan..saya mungkin termasuk orang yang saya juga ‘nggak suka’ budaya Jawa. Benci tapi benci rindu, benci karena cinta sebenarnya, kenapa sih budaya Jawa sekarang tuh berhenti. Dan orang terjebak romantisme, dan ini saya setuju sekali, romantika atau romantisme itu. SETIADI SOPANDI (CUNG) Dibekukan
PAULUS MINTARGA
Dibekukan, freezing, benar. Kemudian dipuja-puja seperti ini apa gitu loh. Gila. Kalian kalau sudah tahu mempelajari habis itu ngapain langkah berikutnya, bukan hanya memuja-muja yang bukan karyanya gitu loh. Kita manusia kan harus berkarya di zamannya masing-masing. Saya ngomong sekarang ya. Apalagi kita ini di luar lingkup kerajaan. Kita belajar kerajaan Mangkunegara yang saya selalu pakai acuan. Kenapa? Karena disana ada pendopo yang terbesar di Indonesia, Thomas Karsten. Itu yang minta siapa: raja loh. Raja yang katanya pusat budaya berani berpikir modern, berani berubah kok. AVIANTI ARMAND
Tapi memang Mangkunegara VII itu memang satu orang yang memang unik sih.
PAULUS MINTARGA
Nah, saya memimpikan zaman sekarang ini ada raja lagi yang baru, imajiner, semangatnya yang ada. Kita ingin keluar dari situ. Kerbau aja yang berkubang keluar loh, manusia aja nggak keluarkeluar loh. Keluar loh dia habis berkubang itu. Masa kita mau ngendon terus di situ. Kita harus
22
keluar. Lah disini saya ambil, kebetulan saya ada pesinden muda: Peni Candrarini itu, megalitikum kuantum. Yang suaranya melengking kalau lihat belum kenal tapi udah kenal suaranya. Saya ceritain saya itu pengen kita ini kerajaanya, bukan kekuasannya, tapi seni budaya apapun sekecil apapun lah, ambil satu aja mbok ini diapresiasi lagi toh, dikembangin lagi. Bebas aja ngapain pakai pakem-pakem segala. Seperti waktu saya pertama kali membangun ya, ada satu dari dosen ISI kasih saya pakem-pakemnya. Saya kan mau inputan tradisi Jawa gitu kan. Kalau itu saya ikutin saya akan bikin keraton baru, saya nggak pengen bikin keraton. Udah jangan melangkah ke sana, kalau semuanya serba harus ini, harus itu tatanan, diikutin bikin keraton kita. Nggak bisa gitu loh, tapi saya waktu itu pengen ada semangat seperti itu, oke saya bikin panggungnya itu. Jadi, akan terintegrasi di situ. Akhirnya, pembicaraan terakhir dia malah tertarik: ‘Pak, tolong saya dibikinin studio di situ.’ Jadi seolah-olah seperti Walt Disney. Itu kan ada komposer yang selalu bikin anu untuk Disney. Ini maksudnya antara tempat dengan dirinya itu blended. Disitu dia ngomong: ‘Pak, saya itu bisa membuat komposisi musik tradisional. Tapi kalo orang Afrika dengerin dia merasa itu kok suara saya ya, ritme saya. Orang Eropa dengerin ini kok seperti ritme saya ya.’ Bikin, saya bilang gitu, saya sangat setuju, semangat itu saya sangat suka saya bilang. Kita tetap berakar dari tradisi, kalau saya sudah kecemplung disini apakah saya bisa menjadi orang lain? Tidak bisa. Saya lahir makan disini punya identitas sendiri, itu identitas saya. Ketika saya berpikir apapun, seluas apapun setinggi-tingginya melayang kemanapun, nggak bisa lepas dari yang sudah ada melekat. Yang saya maksudkan disitu, jadi bebas aja, bukan berarti memutus loh ya. Tapi kita berani untuk melanjutkan ekspresinya. Itu loh yang kita kerjakan disitu. Jadi, sekarang ini kalau proses memaknai tadi, ini baru mencoba, bagaimana dalam proses ini dimaknai bukan hanya masalah desainnya, tapi tempatnya itu sendiri coba. Perlu ada kehidupan disitu, cluenya apa yang bisa disatukan disitu. Sampai kesitu. Makanya saya kan kemarin tertarik sekali dengan bangunan yang berpuisi itu. Saya menanggapinya serius banget loh, di bukunya itu. Saya membayangkan mbak Vivi benar-benar punya imajinasi mendesain sesuatu yang berpuisi. Karena kemarin kan sempat Jogja yang saya rancang itu kan kalau itu lebih ke komunitasnya itu pujangga. Gila, pujangga itu punya kekuatan luar biasa. Pada zamannya dulu pada waktu komunikasi sangat terbatas, dia menentukan arah zaman. Dia menulis sebelum ada gitu kan. Dan masyarakat mempercayai mereka dan itu dijalankan gitu loh. Wah, sedemikian dahsyatnya. Berbeda dengan sekarang ketika orang bermain kata-kata dan tulisan, sangat dangkal gitu loh. Ini nggak apa-apa untuk komunikasi, tapi ada saatnya tulisan yang serius ini kalau dimaknai dan bermakna itu juga bisa menjadi sesuatu gitu loh. Nah itu mulai, ini sebenarnya saya masih pergulatan antara ini dan itu, jadi masih dalam proses juga. AVIANTI ARMAND
Sebaiknya tetap dalam proses sih Pak PAULUS MINTARGA
Masih hidup ya. Kalau sudah berhenti nanti.. AVIANTI ARMAND
Iya. Kayaknya kita memang nanti perlu lihat beberapa karya yang maksudnya gini kalau rumah Turi nanti kita akan nginap disitu. Yang jelas sih kita akan lihat bengkel gitu ya yang Pak Paulus, tapi juga kepengen lihat yang masih..kayak Java Village atau apa gitu, apapun PAULUS MINTARGA
Tapi itu belum mulai kok.
23
AVIANTI ARMAND
Ya nggak apa-apa, pengen lihat coret-coretannya. Karena kita juga akan kayak Pak Tan pengen lihat gambar kerja nya kayak apa sih gitu. PAULUS MINTARGA
Saya kan nggak bisa gambar. Saya paling kalau cerita ya kalau nyoret, coretan saya cuma gini kan. AVIANTI ARMAND
Voice comment ya..haha
PAULUS MINTARGA
Yang tadi yang teman saya kenalkan tadi, dia yang sketsanya bagus. Dia ini sebetulnya teman saya waktu saya masih kuliah. Dia di seni rupa, saya di teknik sipil. Kemudian ada teman yang mau bikin pabrik, saya disuruh ngitung, dia disuruh gambar. Kemudian kita terpisah sudah cukup lama, kemudian ketemu lagi. Dia itu orang yang dipakai sama DS itu loh. Djoko Susilo, karena ketangkap kan dia nggak ada kerjaan kan balik lagi. Sketsanya bagus banget, jadi saya suka dengan sketsanya dia. Di sini ada satu dua orang arsitek yang bikin cara ininya. AVIANTI ARMAND
Tapi ini kok sepi sekali, pada kemana aja? apa cuma segini orangnya?
PAULUS MINTARGA Segini.
ROBIN HARTANTO
Berapa orang stafnya? PAULUS MINTARGA
Di bawah itu ada arsiteknya dua, di sini ya kita bertiga, berempat itu pembukuan. Ini lulusan arsitek, ini interior.
24